MANUSKRIP PENGELOLAAN NYERI CIDERA KEPALA SEDANG

advertisement
MANUSKRIP
PENGELOLAAN NYERI CIDERA KEPALA SEDANG
PADA TN. D DI RSUD SALATIGA
Oleh:
MOISES XIMENES DO ROSARIO
0131819
AKADEMI KEPERAWATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2016
PENGELOLAAN NYERI PADA TN. D DENGAN CIDERA KEPALA SEDANG
DI RSUD SALATIGA
Moises Ximenes Do Rosario*, Joyo Minardo**, Maksum***
Akademi Keperawatan Ngudi Waluyo Ungaran
[email protected]
ABSTRAK
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat subjektif
karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya
orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Klien
dengan cidera kepala sedang dapat mengakibatkan nyeri kepala berat, berdenyut, ,photophobia
dan phonophobia. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengelolaan nyeri pada klien dengan
cidera kepala sedang di RSUD Salatiga.
Metode yang digunakan adalah memberikan pengelolaan berupa perawatan klien dalam
memenuhi kebutuhan mengurangi nyeri. Pengelolaan nyeri dilakukan selama 2 hari pada Tn. D
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, pemeriksaan fisik,
observasi dan pemeriksaan penunjang.
Hasil pengelolaan nyeri kepala yang dirasakan berkurang, dan tidak menyebabkan
masalah komplikasi lain akibat dari adanya nyeri kepala pada klien.
Saran bagi perawat di Rumah sakit agar menerapkan teknik manajemen nyeri secara
mandiri dengan menggunakan latihan, relaksasi napas dalam atau penkes untuk menunjang
pengelolaan nyeri pada klien.
Kata kunci
Kepustakaan
: Pengelolaan nyeri
: 17 (2005-2014)
MANAGEMENT OF PAIN IN MR. D WITH MODERATE HEAD INJURY
AT SALATIGA PUBLIC HOSPITAL
Moises Ximenes Do Rosario*, Joyo Minardo**, Maksum***
Ngudi Waluyo Nursing Academy Ungaran
[email protected]
ABSTRACT
Pain is a condition in the form of an unpleasant feeling that very subjective because of the
sense of pain is different for each person in terms of scale or level, and the only person who can
explain or evaluate the pain suffered. Clients with moderate head injury can result in severe
headache, throbbing, photophobia and phonophobia. The purpose of this study is to find the
management of pain in client with moderate head injury at Salatiga Public Hospital.
The method implemented is to provide a management about nursing for client in fulfilling
the needs of reducing pain. Pain management carried out for 2 days on Mr. D. The data were
collected by using interview, physical examination, observation, supporting examination.
The results of the management obtained that the head pain was reduced, and did not
cause other complications resulting from the head pain on the client.
The nurses in the hospital are recommended to implement the pain management
technique independently by making the exercises, deep breathing relaxation or provide health
education to support the management of pain for the client.
Keyword
: Management of pain
Bibliographies : 17 (2005-2014)
PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi terutama dalam
bidang
transportasi
mengakibatkan
meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan
bermotor dan hal ini merupakan dampak
pada meningkatnya kasus kecelakaan
kendaraan bermotor yang menimbulkan
korban jiwa. Cidera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
utama disabilitas dan mortalitas di Negara
berkembang. Cidera kepala merupakan
salah satu penyebab kematian dan
kecacatan utama pada kelompok usia
produktif dan sebagian terjadi karena akibat
kecelakaan lalu lintas. Selain penanganan di
lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruang gawat darurat
sangat menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi
amnesis dan pemeriksaan fisik umum serta
neurologi harus segera dilakukan secara
serentak
agar
dapat
mengurangi
kemungkinan terlewatinya evaluasi (Tobing,
2011).
Cidera kepala merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif, dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.
(Tobing, 2011).
Data kecelakaan di Indonesia yang
berasal dari kepolisian menyebutkan pada
tahun 2007, jumlah korban meninggal
sebanyak 16.548 jiwa, dan korban yang
mengalami cidera kepala sebanyak 20.180.
korban kecelakaan lalu lintas adalah
pengendara kendaraan bermotor dengan
golongan umur 15 – 55 tahun dan
berpenghasilan rendah, serta cidera kepala
yang dialami merupakan utama pertama
dari semua jenis cidera yang dialami.
Cidera kepala di bagi 2 yaitu trauma
tajam dan trauma tumpul. Trauma benda
tajam menyebabkan cidera setempat dan
menimbulkan cidera local, kerusakan local
meliputi contusion serebral, hematoma
serebral, kerusakan otak yang disebabkan
perluasan masa lesi, pergerakan otak atau
hernia.
Trauma benda tumpul menyebabkan
cidera menyeluruh, kerusakan menyebar
secara luas terjadi dalam empat (4) bentuk
cidera yaitu : akson, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemorage kecil multi pada otak koma
terjadi karena cidera menyebar pada
hemisfer cerebral, batang otak atau keduaduanya.
Sedangkan etiologi trauma adalah
kecelakaan
kendaraan
bermotor
merupakan penyebab utama cidera kepala.
Menurut Andra dan Yessie (2013)
cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan
keparahan cidera :
Cidera kepala Ringan (CKR), tidak ada
fraktur tengorak, tidak ada kontusio serebri,
hematom, GCS 13 -15, dapat terjadi
kehilangan kesadaran tapi kurang dari 30
menit.
Cidera kepala sedang (CKS), kehilangan
kesadaran amnesia lebih dari 30 menit tapi
kurang dari 24 jam, muntah, GCS 9 – 12,
dapat mengalami fraktur tengokak,
disorientasi ringan (bingung).
Cidera kepala berat (CKB), hilang
kesadaran kurang dari 24 jam, adanya
kontusio serebri, hematom intracranial, GCS
3 – 8.
Cidera kepala menurut jenis yaitu :
Cidera kepala primer terjadi akibat langsung
pada
mekanisme
dinamik
yang
menyebabkan gangguan pada jaringan otak.
Cidera kepala sekunder terjadi akibat cidera
otak primer yang tidak mendapat
penanganan dengan baik, sehingga terjadi
hipoksia serta adanya proses metabolism
dan neurotransmitter serta respon inflamasi
jaringan otak, maka cidera otak primer
berubah menjadi otak sekunder yang
meliputi edema serebri, infark serebri,
peningkatan tekanan intracranial.
Sebuah benturan pada permukaan
otak menyebabkan perpindahan jaringan
otak yang cepat dan gangguan pembuluh
darah, menyebabkan perdarahan, cidera
jaringan, edema. Kerusakan otak dan
tengorak meliputi : bentura itu sendiri
(Cidera primer) dan cidera itu berlanjut dari
edema, imflamasi, serta perdarahan dalam
otak (cidera sekunder). Cidera sekunder
dapat mengakibatkan manifestasi yang
lebih parah dibandingkan dengan benturan
itu sendiri, imflamasi menyebabkanan
edema serebral dan peningkatan tekanan
intracranial. Pada klien yang mengalami
hipoksia, terutama diawali periode pasca
cidera.
Kombinasi hipotensi arteri dan
hipoksemia merupakan hal yang signifika
dalam terjadi cidera sekunder. Penyebab
lain cidera otak sekunder meliputi
peningkatan tekanan intracranial (TIK),
masalah pernapasan, ketidak seimbangan
elektrolit, dan infeksi.
Pada cidera sel pemecahan radikal
terganggu sehingga terjadi penumpukan,
yang menyebabkan penghancuran asam
nukleat, protein, karbohydrat, dan lipid,
serta akhirnya membran sel dalam jaringan
otak.
Trauma otak mempengaruhi setiap
system tubuh, cidera otak meliputi
gangguan kesadaran, konfusi, awitan tibatiba, defecit neurologi, dan perubahan
tanda vital. Gangguan penhlihatan, dan
pendengaran, disfungsi sensori, kejang otot,
sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan,
dan efek lainnya. Cidera system saraf pusat
sendiri tidak menyebabkan syok, adanya
syok
hipovolemik
menunjukkan
kemungkinan cidera multi system, Smeltzer
dan Bare (2007).
Menurut Andra dan Yessie (2013)
cidera kepala mempunyai manifestasi yaitu:
gangguan otak, geger otak, tidak sadar
kurang dari 10 menit, mual-muntah, pusing,
tidak ada tanda deficit neurologi, memar
otak, tidak sadar lebih dari 10 menit bila are
terkena luas dapat berlangsung lebih dari 2
– 3 hari setelah cidera. Muntah – muntah,
amnesia retrograde, ada tanda deficit
neurologi, Perdarahan epidural atau
hematom epidural adalah suatu akumulasi
darah pada ruang antara tulang tengorak
bagian dalam and meningen paling luar,
terjadi akibat robekan arteri meningeal,
penurunan kesadaran ringan, gangguan
neurologi dari kacau mental sampai koma.
Peningkatan Tekanan Intrakranial yang
mengakibatkan gangguan pernapasan,
bradikardia, penurunan TTV (TD: 120/70
mmhg, N: 82 kali/mnt, S: 36,5C, RR: 18
kali/mnt), herniasi otak yang menimbulkan
dilatasi pupil, isokor, dan potosis. Hematom
subdural akumulasi darah antara duramater
dan araknoid, karena robekan vena, sakit
kepala,
letargi,kacau
mental,
kejang,disfasia, gejala akut 24 – 48 jam
setelah cidera, perlu intervensi segera, sub
akut 2 hari sampai 2 minggu setelah cidera.
Kronis 2 minggu sampai 3 – 4 bulan setelah
cidera, dan hematom intracranial :
pengumpulan darah lebih dari 25 ml dalam
parenkim otak, fraktur depresi tulang
tengorak, cidera penetrasi peluru, gerakan
accelerasi – decelarasi tiba-tiba. Fraktur
tengorak melibatkan os temporal dan
pariental, meluas kearah orbita atau sinus
paranasal akan menyebabkan resiko
perdarahan.
METODE
Pengkajian merupakan identitas nama
klien, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, pendidikann, alamat, status,
Dex. Medis, no register, tgl masuk, serta
identitas penanggung jawab.
HASIL
Keluarga klien mengatakan nyeri
kepala bagian kiri belakang, hematom,
pusing, luka robek di kaki kiri sinistra ukuran
kurang lebih 7 cm hecting 16 kali, nyeri
kepala dengan skala 6.
Keluarga klien tidak menderita
penyakit keturunan sepert DM Hipertensi
dan penyakit jantung. Klien merupakan
anak pertama dari kedua bersaudara, dank
lien berperan sebagai suami untuk
mengambil keputusan tapi tetap melalui
musyawarah dengan keluarga. Hubungan
klien dengan keluarga lain baik.
Keadaan umum : lemah. Nilai Glasgow
coma skala E3 M4 V5 , TTV : TD 120/70
mmhg, N. 82 kali/mnt, S. 36,5 0c, RR. 18
kali/mnt, SPO2. 97.
Terdapat luka robek di kaki kiri sinistra
ukuran 7 cm, dan nyeri kepala bagian kiri
belakang, hematom.
System perkemihan : klien mengalami
gangguan bak, karena klien sebelum masuk
Rumah Sakit bak 4 – 5 kali perhari. Selama
sakit klien di rumah sakit bak sedikit 600 cc.
setelah tindakan keperawatan pemasangan
kateter klien produksi urine 1000 cc pada
jam 11.00 wib.
Pemeriksaan
abdomen:
distensi
kandung kemih, dan pemeriksaan mata,
klien melihat kurang karena masih pusing,
hanya sampai 16/20 kaki 1 meter.
Nutrisi klien sebelum sakit makan 1
porsi dengan komposisi nasi sayur, lauk
hanya sekali-sekali saja dalam seminggu.
Selama sakit klien makan bubur ¼ porsi saja,
klien makan sedikit tapi sering, klien tidak
ada mual muntah.
Kebersihan diri: sebelum klien sakit
mandi 2 kali sehari, selama klien sakit
belum mandi dan gosok gigi,
Ketidaknyamanan : klien merasa nyeri
di kepala bagian kiri belakang dan
hematom, nyeri saat bergerak, nyeri seperti
tertekan beban berat, nyeri di kepala bagian
belakang, skala nyeri 6, nyeri timbul terus
menerus.
Keluarga klien mengatakan nyeri
kepala bagian kiri belakang dan hematom
karena kecelakaan lalu lintas, luka robek di
kaki kiri sinistra kurang lebih 7 cm, jahitan
16 kali, dan skala nyeri 6. Sesuai data diatas,
maka
penulis
memberikan
asuhan
keperawatan yang diberikan pada tanggal 8
April 2016. Mulai dari tahap pengkajian,
diagnose
keperawatan,
intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi.
Maka hasil pengkajian ditemukan diagnose
keperawatan yaitu nyeri berhubungan
dengan agen cidera fisik. Nyeri merupakan
pengalaman sensasi dan emosional yang
tidak menyenangkan dan muncul akibat
kerusakan jaringan yang aktuak atau
potensial. Klien mengalami masalah nyeri
kepala yang disebabkan oleh agen cidera
fisik, berupa benturan atau tekanan, akan
menyebabkan pelepasan substansi seperti
histamine, bradikinin, dan kalium, yang
bergabung dengan lokasi reseptor di
nosiseptor (reseptor berperan terhadap
stumulus yang membahayakan) untuk
memulai transmisi neural, yang dikaitkan
dengan nyeri, Potter & Perry (2005).
Stimulus
penghasilan
nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf
perifer, serabut saraf nyeri memasuki
medulla spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa warna abu-abu di
medulla spinalis. Maka perasaan nyeri
dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor mencegah stimulus nyeri sehingga
tidak mencapai otak atau ditransmisi tampa
hambatan ke korteks serebral. Sekali
stimulus nyeri mencapai korteks serebral,
maka otak menginterpretasi kualitas nyeri
dan memproses informasi dalam upaya
mempersepsikan nyeri.
PEMBAHASAN
Batas karakteristik nyeri adalah: selera
makan,
perubahan
tekanan
darah,
perubahan frekuensi jantung, perubahan
frekuensi pernapasan, isyarat, perilaku
distraksi, mengekspresikan perilaku, gelisah,
mengantuk,
merengek,
menanggis,
misalnya mata kurang bercahaya, tampa
kacau, gerakan mata berpencar, atau pada
satu focus meringis, sikap melindungi area
nyeri, focus menyempit misalnya :
gangguan persepsi nyeri, hambatan
interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Indikasi nyeri yang dapat diamati
perubahan posisi untuk menghindari nyeri,
sikap tubuh melindungi,dilatasi pupil,
melaporkan nyeri secara verbal, focus pada
diri sendiri, dan gangguan tidur.
Pada saat dilakukan palpasi kepala
dengan lebih teliti penulis menemukan
adanya hematom pada kepala bagian
belakang, maka penulis menduga itulah
menyebabkan nyeri kepala pada klien. Hal
ini sesuai dengan data objektif yang
ditemukan pada klien yaitu ekpresi wajah
meringis kesakitan, dan memegangi daerah
nyeri, klien tampak membatasi gerakan,
hematom kurang lebih 2 cm pada kepala
bagian belakang, klien tampak lemas.
Maka
penulis
memprioritaskan
masalah ini sebagai prioritas pertama
karena pada saat dikaji keluhan utama
adalah nyeri dan nyeri yang dialami klien
menganggu aktivitas klien walaupun skala
nyeri tergolong sedang. Jika masalah ini
tidak teratasi akan berdampak nyeri kronis,
dan juga akan menyebabkan isolasi social,
depresi, dan perubahan konsep diri.
Penulis
merumuskan
intervensi
keperawatan pada Tn. D dengan skala nyeri
6 menjadi 3 dengan intervensi pertama
adalah anjurkan teknik relaksasi napas
dalam untuk mengurangi nyeri. Bertujuan
untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan
relaksasi, membantu klien merespon rasa
nyeri dan mengurangi ketegangan otot dan
meningkatkan kenyamanan klien. Relaksasi
dapat membantu mengontrol diri, apabila
terjadi rasa sakit, atau nyeri, stress fisik
maupun emosi.
Teknik relaksasi napas dalam sebagai
salah satu rencanan keperawatan yang
dilakukan penulis secara mandiri dan dapat
merileksasikan otot-otot yang tegang
mengurangi rasa nyeri. Keuntungan teknik
relaksasi napas dalam adalah : dapat
dilakukan setiap saat, dan dimana saja
dengan cara mandiri.
Intervensi kedua memberikan posisi
semi fowler kepala tempat tidur lebih tinggi
300–450. posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan
kenyamanan
dan
memfasillitasi fungsi pernapasan klien.
Tujuan untuk mengurangi komplikasi akibat
imobilisasi, dan meningkatkan rasa nyaman,
meningkatkan
dorongan
diafragma,
meningkatkan ekspansi dada dan ventilasi
paru. Kemungkinan tekanan pada tubuh
akibat posisi yang menetap, klien
mengalami pernapasan dan imobilisasi.
Intervensi ketiga memberikan terapy
sesuai anjuran dokter, bertujuan untuk
menurunkan rasa nyeri dan mengontrol
system saraf simpatis (Prabowo, 2014).
Kolaborasi dengan menggunakan advis
dokter yaitu: memberikan obat dengan
menganjurkan relaksasi napas dalam adalah
salah satu upaya distraksi yang belum
mendapatkan hasil yang optimal.
Implementasi
adalah
merupakan
komponen dari suatu proses keperawatan
dan perilaku keperawatan dimana tindakan
yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan
hasil
keperawatan
yang
dilakukan.
Intervensi keperawatan penulis sudah
melakukan sesuai intervensi keperawatan
dengan teknik relaksasi napas dalam. Teknik
relaksasi napas dalam adalah salah satu
tindakan keperawatan yang diberikan untuk
mengurangi rasa nyeri terutama pada klien
mengalami nyeri sifatnya akut, kronis, rileks
yang dapat mengurangi tegangan otot, rasa
jenuh, kecemasan, dan mencegah stimulus
nyeri. Tarik napas dalam adalah teknik yang
dilakukan untuk menekan nyeri pada
thalamus yang diantarkan ke korteks cerebri
dimana sebagai pusat nyeri, dengan
bertujuan agar klien dapat mengurangi
nyeri selama timbul.
Suasana
yang
refleks
dapat
meningkatkan hormone endorphin yang
berfungsi menghambat transmisi inpuls
nyeri sepanjang saraf sensoris dari
nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis,
kemudian ke thalamus serebri akhirnya
berdampak pada penurunan persepsi nyeri.
Evaluasi merupakan tahap akhir dari
tindakan keperawatan dan proses penilaian
dalam mencapai tujuan. (Potter & Perry,
2006).
Tujuan yang ingin dicapai hasil nyata
pada Tn. D. di catatan perkembangan dan
diagnose keperawatan nyeri berhubungan
dengan agen cidera fisik dengan dilakukan
pengkajian nyeri ulang yaitu :
P : klien mengatakan nyeri saat bergerak Q :
nyeri seperti ditusuk-tusuk R : nyeri di
kepala bagian kiri belakang S : skala nyeri 6
T : nyeri bila muncul.
KESIMPULAN DAN SARAN
Asuhan keperawatan pada klien
dengan nyeri cidera kepala sedang pada Tn.
D. menggunakan proses keperawatan yang
terdiri dari lima (5) langkah yaitu :
Pengkajian,
diagnose
keperawatan,
intervensi, implementasi, dan Evaluasi,
dapat mencapai hasil yang diharapkan.
Bagi Rumah Sakit diharapkan perawat
memberikan pelayanan kesehatan yang
baik agar dapat menyembuhkan klien,
sehingga dapat meningkatkan mutu
peleyenan yang optimal khususnya pada
klien dengan cidera kepala sedang.
Bagi keluarga agar dapat memanfaatkan
sumber informasi dan dapat melakukan
perawatan anggota keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA
Potter, P. A. & Perry. A. G. (2005),
Fundamental Keperawatan , Konsep
Proses dan praktik Edisi 4. (Renata
Komalasari, Dian Evriyani, Enie
Novieastari, Alfrina Hanyi. Jakarta: EGC.
Carpenito, L. J. (2007). Buku saku diagnose
Keperawatan (Edisi 10) , Yasmin Asiah,
Penerjemah} Jakarta EGC.
Irwana, O. (2009), Cidera Kepala April 11 ,
2014. http: // belibisa 17. Com /
2009/05/ 25/ Cidera Kepala.
Rohmah, N. & Walid, S. (2010). Proses
Keperawatan Teori dan aplikasi
Jogjakarta: AR-RRUZ. MEDIA.
Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan slow
deep breathing terhadap intensitas
nyeri Kepala Akut pada pasien dengan
Cidera Kepala Ringan. April 17, 2014.
http // lontar. Ac.id.
Tobing, H. G. (2011). Sinopsis Ilmu Bedah
saraf. Departemen Bedah Saraf FKUIRSCM. Jakarta : Sagung Seto.
Kahan, S., & Raves. J. J. (2011). Master plan
Ilmu Bedah. Tanggerang Selatan :
Binarupa Aksara.
Nugroho, T. (2011) Asuhan Keperawatan
Maternitas, Anak, Bedah. Dan Penyakit
dalam , Yogyakarta : Nuha Medika.
Batticaca, F. B. (2012). Asuhan Keperawatan
Klien dengan gangguan system
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Padila. (2012). Buku ajar, Keperawatan
medical Bedah. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Wahyudi, S. (2012) Faktor Resiko yang
berhubungan
dengan
tingkat
keparahan cidera kepala. April 11,
2014. http : //journal , unnes.ac.id/sju/
index.php/upjh.
Rendy, M. C. Margareth TH. (2012). Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah penyakit
dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Tarwoto. (2013) Keperawatan Medikal
Bedah Gangguan system saraf (Edisi 2).
Jakarta : Sagung Seto.
Wijaya, A. S. Putri, Y. M. (2013).
Keperawatan
Medikal
Bedah
(Keperawatan Dewasa). Yogyakarta:
Nuha Medika.
Marton, Gallo, Hudak. (2012) Keperawatan
Kritis Volumen 1 & 2 (edisi 8.). Jakarta
EGC.
Nanda. (2012-2014) Diagnosa Keperawatan:
Definisi
dan
klasifikasi
(Made)
Sumarwati, Nike Budhi Subekti,
Penerjemah.) Jakarta EGC.
Download