universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ENDEH
JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN
PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
EFI PUSPITASARI, S.Farm
1206329530
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ENDEH
JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN
PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
EFI PUSPITASARI, S.Farm
1206329530
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
HALAMAN PENGESAIIAN
Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh :
Efi Puspitasari, S. Famr.
Nama
1206329$A
NPM
-
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
Program Studi
Apoteker
Judul Laporan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh
Jl. Pancoran Timur No.37 Jakarta Selatan Periode 15 Juli *
31 Agustus 2013
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Apoteker pada Program Studi Apoteker - Fakultas Farmasi Univerritas
Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
I : Drs. Arel ST.S. Iskandar MM., M.Si., Apt.
Pembimbing
II : Dr. Harmita Apt.
: h. Id"nJ"rry-h
Penguji
I
Penguji
n : Dr-
V"h
penguji ur : Drs.Art
Ditetapkan
Tanggal
di
M'9'APL
D.tcsrua.a
tTs'k['on&
. ApL
Un',H.si,,4ng
: Depok
'
i6 Jqnuqg 2ol4
iii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
HALAMAN PER}TYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah
saya nyatakan dengan benar.
Nama
Efi Puspitasari, S.Farm.
NPM
t2a6329530
Tanda Tangan
1)
4A
-7'.F
16 Januafi20l4
Tanggal
lV
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Apotek Endeh pada periode 15 Juli – 31 Agustus 2013. Penulisan
laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai
gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
praktek kerja profesi apoteker ini.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Pjs. Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013 yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja
profesi apoteker ini.
3.
Drs. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen
pembimbing di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan laporan ini.
4.
Drs. Arel ST.S. Iskandar MM., M.Si., Apt., selaku pembimbing PKPA di
Apotek Endeh atas semua bantuan, bimbingan, dan kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis.
5.
Ibu Dra. Arlina Adisasmita, Apt., MSc., selaku Apoteker Pengelola Apotek
Endeh yang telah memberikan kesempatan, sarana, dan fasilitas yang
diberikan selama PKPA.
6.
Seluruh karyawan Apotek Endeh (Bapak Yadi, Bapak Iwan, Mbak Yayuk,
dan Mas Irul) atas segala keramahan, pengarahan dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA.
v
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
7.
Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
8.
Seluruh keluarga (Ayah, Ibu, dan adik - adik) yang telah memberikan bantuan
dukungan material dan moral.
9.
Seluruh teman-teman apoteker angkatan 77 yang telah memberikan banyak
sekali bantuan dan dukungan kepada penulis.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam penulisan laporan ini, namun penulis berharap semoga laporan
ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
2013
vi
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
HALAMAN PER1TYATAAFT PERSETUJUAII PI'BLIKASI
TUGAS AKIIIR I]NTT]K KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan dibawah
ini:
Nama
Efi Puspitasari, S.Farm.
NPM
t206329530
Program Studi Apoteker
Fakultas
Farmasi
Jenis karya
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan
kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonelaklusif (Non-uclusive Royally
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI
APOTEK ENDEII JL. PANCORAN TrMUR NO. 37, JAKARTA
SELATAI\I PERIODE 15 JULI - 31 AGUSTUS 2013
beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Universitas lndonesia berhak menyimpan,mengalih media/ formatkan,
mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya
selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik
Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat
di
: Depok
Pada Tanggal
:
16 Janumi 2014
Yang menyatakan
(Efi Puspitasari, S.Farm.)
vlt
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
: Efi Puspitasari, S. Farm
NPM
: 1206329530
Program Studi
: Profesi Apoteker
Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh
Jl. Pancoran Timur No. 37, Jakarta Selatan Periode 15 Juli
– 31 Agustus 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh bertujuan untuk memahami
peran Apoteker dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, kegiatan managerial dan
kegiatan administrasi di Apotek. Tugas khusus yang diberikan berjudul
Penggunaan Obat Diuretik dan Anti Diuretik Pada Pelayanan Kefarmasian di
Apotek. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk memberikan informasi
mengenai obat – obat diuretik dan anti diuretik pada pelayanan kefarmasian di
Apotek dan memahami peran Apoteker dalam hal penggunaan obat – obat diuretik
dan anti diuretik kepada pasien guna mewujudkan terapi yang rasional dan lebih
optimal.
Kata kunci
: Apotek Endeh, Apotek, Obat Diuretik, Obat Anti Diuretik
Tugas umum : xii + 66 halaman; 5 daftar gambar; 14 lampiran
Tugas khusus : iv + 34 halaman
Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1978-2011)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 11 (1989-2012)
viii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name
: Efi Puspitasari, S.Farm
NPM
: 1206329530
Program Study
: Apothecary profession
Title
: Pharmacist Internship Program at Apotek Endeh Jl.
Pancoran Timur No. 37, Jakarta Selatan Period July 15th August 31th 2013
Pharmacists Professional Practice at Endeh aims to understand the role of
pharmacists in the pharmacy service activities, managerial activities and
administrative activities at the pharmacy. Given a special task entitled Diuretic
and Anti Diuretics Drugs use In Pharmaceutical Services in Pharmacy. The
purpose of this special task is to provide information about medications - diuretics
and anti-diuretics in pharmaceutical services in pharmacies and understand the
role of pharmacists in the use of diuretics and anti-diuretics drug to patients in
order to realize a more rational therapy and optimal.
Keywords
: Apotek Endeh, Pharmacy, Diuretics drug, Anti Diuretics drug.
General Assignment : xii + 66 pages; 5 list of images; 14 appendices
Specific Assignment : ii + 34 pages
Bibliography of General Assignment: 14 (1978-2011)
Bibliography of Specific Assignment: 11 (1989-2012)
ix
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL .....................................................................................
HALAMAN JUDUL ........................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .. ........................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...........................................
KATA PENGANTAR ......................................................................................
HALAMAN PUBLIKASI ................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
i
ii
iii
iv
v
vii
viii
x
xi
xii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................
1.1. Latar Belakang .............................................................................. ..
1.2. Tujuan ..............................................................................................
1
1
2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ...........................................................................
2.1. Definisi Apotek ...............................................................................
2.2. Landasan Hukum Apotek .................................................................
2.3. Tugas dan Fungsi Apotek.................................................................
2.4. Tata Cara Perizinan Apotek .............................................................
2.5. Personalia Apotek ............................................................................
2.6. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) .............................
2.7. Pencabutan Surat Izin Apotek .........................................................
2.8. Sediaan Farmasi ..............................................................................
2.9. Obat Wajib Apotek .........................................................................
2.10. Pengelolaan Narkotika ..................................................................
2.11. Pengelolaan Psikotropika . .............................................................
2.12. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek ...................................
2.13. Pelayanan Swamedikasi ................................................................
3
3
3
4
4
6
9
10
12
15
16
19
21
22
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS .............................................................................
3.1. Sejarah Singkat Apotek Endeh ............................................................
3.2. Lokasi ..................................................................................................
3.3. Bangunan dan Tata Ruang ..................................................................
3.4. Struktur Organisasi ..............................................................................
3.5. Kegiatan di Apotek ..............................................................................
3.6. Pengelolaan Narkotika ......................... ...............................................
3.7. Pengelolaan Psikotropika ....................................................................
26
26
26
26
28
29
33
34
BAB 4. PEMBAHASAN .......................................................................................
35
BAB 5. KESIMPULAN & SARAN .....................................................................
47
DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 48
x
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Logo Obat Bebas ...........................................................................
Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas .... ........................................................
Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ........................................
Gambar 2.4. Logo Obat Keras ...........................................................................
Gambar 2.5. Logo Obat Narkotika .....................................................................
xi
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
12
13
13
13
14
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Apotek Endeh .....................................................................
Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Endeh ................................................
Lampiran 3. Alur Pengelolaan Barang di Apotek ..............................................
Lampiran 4. Blanko Pemesanan Obat ................................................................
Lampiran 5. Lembar Stok Opname ....................................................................
Lampiran 6. Diagram Alur Pelayanan Resep di Apotek Endeh . .......................
Lampiran 7. Etiket Obat ........ .............................................................................
Lampiran 8. Blanko Salinan Resep ....................................................................
Lampiran 9. Blanko Kwitansi ............................................................................
Lampiran 10. Tanda Terima Faktur . ..................................................................
Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika ........................ ......................................
Lampiran 12. Laporan Penggunaan Narkotika ........................ ..........................
Lampiran 13. Surat Pesanan Psikotropik ...........................................................
Lampiran 14. Laporan Penggunaan Psikotropika ........................ ......................
xii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
50
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
64
65
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua
komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan
masyarakat setinggi – tingginya dapat terwujud. Pembangunan di bidang
kesehatan mempunyai visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi pembangunan kesehatan yang
salah satunya adalah menjamin kesehatan masyarakat dengan tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. Dengan demikian,
diperlukan perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya
pelayanan kefarmasian. (Kemenkes RI, 2010)
Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke
pasien dengan mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi
tersebut,
apoteker
dituntut
untuk
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai
harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan
menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error)
dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu, apoteker dalam menjalankan praktik
harus sesuai standar yang ada untuk menghindari hal tersebut. (Kemenkes RI,
2004).
Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menjelaskan bahwa Apotek
merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh Apoteker. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
1
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Apotek selain sebagai tempat pelayanan kesehatan yang menjadi aspek
sosial kemanusiaan juga memiliki aspek ekonomi. Dengan demikian, Apoteker
harus memiliki pengetahuan manajemen dalam pengelolaan Apotek sehingga
dapat memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Calon Apoteker perlu dibekali
pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori yang diperoleh
selama masa perkuliahan dengan prakteknya secara langsung.
Dalam rangka memperkenalkan secara langsung kegiatan pelayanan
kefarmasian ini, diperlukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek untuk para
calon Apoteker. Praktek kerja di Apotek dapat dipakai sebagai tempat pelatihan
untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama masa kuliah dan
mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di apotek serta sebagai
tempat yang memberikan perbekalan bagi para calon Apoteker untuk dapat
menjadi Apoteker yang profesional. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, maka
diadakan kerjasama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Endeh yang dilaksanakan pada
tanggal 15 Juli – 31 Agustus 2013. Dengan adanya Praktek Kerja Profesi
Apoteker di Apotek (PKPA) ini diharapkan para calon apoteker dapat mengenal,
mengerti, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di
Apotek, selain itu dapat juga menambah pengetahuan serta meningkatkan
keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya.
1.2
Tujuan
1.2.1 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan pelayanan kefarmasian di
Apotek.
1.2.2 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan managerial di Apotek.
1.2.3 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan administrasi di Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Apotek
Apotek merupakan suatu
tempat
tertentu, tempat
dilakukannya
pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan
obat, obat asli Indonesia, serta alat kesehatan dan kosmetika berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/menkes/SK/X/2002
tentang
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian
adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta
pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.2
Landasan Hukum Apotek
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat
yang berlandaskan pada:
a.
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b.
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d.
Undang-Undang Obat Keras (St 1937 No. 541).
e.
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan
atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
f.
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan
Izin kerja Apoteker,
yang
disempurnakan
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995.
g.
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
h.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/
X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
3
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek.
i.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889 tahun 2011 tentang Registrasi,
Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
2.3
Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 2, tugas dan
fungsi Apotek adalah:
a.
Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
b.
Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika.
c.
Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.
2.4
Tata Cara Perizinan Apotek
Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai surat izin apotek
(SIA).
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002, SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama
dengan pemilik sarana apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu
tempat tertentu.
Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali
oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9, tata cara pemberian izin Apotek
dinyatakan sebagai berikut:
a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
5
Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
b.
Dengan
menggunakan
Formulir
APT-2
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima
permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM
untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan
setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d.
Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak
dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap
melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan
menggunakan contoh formulir model APT-4.
e.
Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA
dengan menggunakan contoh formulir model APT-5.
f.
Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua
belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh
formulir model APT-6.
g.
Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f),
Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum
dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal
Surat Penundaan.
h.
Terhadap permohonan izin apotek
yang ternyata
tidak
memenuhi
persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak
sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
6
wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan
menggunakan formulir model APT-7.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah Apotek
adalah:
a.
Tempat/Lokasi
Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi,
sehingga tempat atau lokasi dapat dipilih dengan mempertimbangkan jumlah
penduduk, jumlah praktik dokter atau
pelayanan kesehatan, kemudahan
untuk mencapai apotek, dan faktor lainnya.
b.
Apotek
harus
mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi
persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas
dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang
tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta
ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus
dilengkapi
dengan
sumber
air
yang
memenuhi
syarat
kesehatan,
penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi
yang baik serta papan nama apotek.
c.
Perlengkapan apotek
Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain:
1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir,
alu, dan lain-lain.
2. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti
lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan
psikotropika.
3. Wadah pengemas dan pembungkus.
4. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, dan kuitansi.
5. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan
yang berhubungan dengan Apotek.
2.5
Personalia Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/Menkes/Per/V/2011 tenaga kefarmasian adalah yang melakukan pekerjaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
7
kefarmasian, yang terdiri atas apoteker, tenaga teknis kefarmasian. Apoteker
adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan
sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga
yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri
atas sarjana f armasi, ahli m adya f armasi, analis f armasi, dan tenaga menengah
farmasi/asisten a poteker.
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan
kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker pendamping ini hanya dapat melaksanakan praktik paling
banyak di 3 (tiga) apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit.
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002
Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab
pengelola apotek, diantaranya :
a.
Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada
jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker
pendamping.
b.
Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal
tertentu berhalangan melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek
menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti yaitu apoteker yang
menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari
tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat ijin kerja (SIK) dan
tidak bertindak sebagai APA di apotek lain.
c.
Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
tembusan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT-9.
d.
Apoteker pendamping dan apoteker pengganti wajib memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
e.
Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari dua tahun secara terus-menerus, surat izin apoteker atas nama apoteker
yang bersangkutan dapat dicabut.
Pada Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 mengenai registrasi, izin praktik,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
8
dan izin kerja tenaga kefarmasian istilah apoteker pengelola apotek tidak ada,
akan tetapi ada istilah apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan.
Pengelolaan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung
jawab
kegiatan pelayanan kefarmasian dengan maksud agar praktek kerja kefarmasian
dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu ruang lingkup apoteker penanggung
jawab apotek, lebih luas daripada apoteker pengelola apotek. Apoteker
penanggung jawab apotek dan apoteker pengelola apotek, dapat disingkat
menjadi APA.
Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup
besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti asisten apoteker, juru resep,
kasir dan pegawai tata usaha. Juru resep adalah petugas yang membantu
pekerjaan asisten apoteker. Kasir adalah orang yang bertugas mencatat
penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kwitansi dan nota.
Sedangkan pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi
apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan apotek.
APA bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker pendamping maupun apoteker pengganti, dalam pengelolaan apotek.
Apoteker pendamping bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap
pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian
APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika,
dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika
dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara.
Berdasarkan Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 Pasal 24, dijelaskan
apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian
tersebut dalam waktu 2x24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, maka laporan
wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci
tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat berita acara
serah terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir model APT.11 dengan
tembusan kepada Kepala Balai POM setempat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
9
2.6
Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja, tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda
registrasi. Surat tanda registrasi apoteker (STRA) adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga
kefarmasian, tata cara memperoleh STRA yang disebutkan dalam pasal 12
dinyatakan sebagai berikut:
a.
Untuk memperoleh STRA, apoteker mengajukan permohonan kepada
Komite Farmasi Nasional (KFN).
b.
Surat permohonan STRA harus melampirkan:
1. Fotokopi ijazah apoteker.
2. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker.
3. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku.
4. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik.
5. Surat
pernyataan
akan
mematuhi
dan
melaksanakan
ketentuan
etika profesi.
6. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
c.
Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi
informatika atau secara online melalui website KFN.
d.
KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak
surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 pasal 17 dinyatakan bahwa setiap tenaga kefarmasian
yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai
tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat tersebut berupa Surat Izin Praktek
Apoteker (SIPA) yang merupakan surat izin yang diberikan kepada apoteker.
Untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
10
kefarmasian dan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin praktek yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 pasal 21, untuk memperoleh SIPA atau SIKA,
Apoteker
mengajukan
permohonan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA
atau SIKA harus melampirkan:
a.
Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN.
b.
Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan
dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas
produksi atau distribusi/penyaluran.
c.
Surat rekomendasi dari organisasi profesi.
d.
Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4 sebanyak 3
(tiga) lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping harus
dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian
pertama, kedua, atau ketiga.
2.7
Pencabutan Surat Izin Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila:
a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apoteker
pengelola apotek, dan atau
b.
Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan,
dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya
terjamin dan melakukan
penggantian obat generik dalam resep dengan
obat paten, dan atau
c.
APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara
terus menerus, dan atau
d.
Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
11
No. 541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undangundang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22
Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku, dan atau
e.
Surat izin kerja APA dicabut dan atau
f.
Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundang- undangan di bidang obat, dan atau
g.
Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan
izin Apotek harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 26,
pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan
peringatan secara tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali
berturut-turut
dengan tenggang waktu
masing-masing 2 bulan dengan
menggunakan contoh formulir model APT-12.
Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak
dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan
contoh formulir model APT-13. Pembekuan Surat Izin Apotek (SIA) dapat
dicairkan kembali apabila apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh
persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dengan menggunakan
formulir model APT-14. Pencairan izin apotik ini dilakukan setelah menerima
laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 27, keputusan pencabutan surat izin apotik oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan
menggunakan contoh formulir model APT-15 dengan tembusan kepada Menteri
dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat.
Ketika terjadi pencabutan izin apotek, APA atau apoteker pengganti,
wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara
sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002
Pasal 29) :
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
12
a.
Dilakukan
inventarisasi
terhadap
seluruh
persediaan
narkotika,
psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang
tersedia di Apotik;
b.
Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang
tertutup dan terkunci;
c.
Apoteker pengelola apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai
laporan inventarisasi yang telah dilakukan di atas.
2.8
Sediaan Farmasi
Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah
menggolongkan obat menjadi :
2.8.1 Obat Bebas
Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada
kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau
disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis,
atau aturan pemakaiannya, nomor bets, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamat
serta cara penyimpanannya.
Gambar 2.1. Logo Obat Bebas
2.8.2 Obat Bebas Terbatas
Obat golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran
dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan
yang dapat
dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat
bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru
yang ditulis pada etiket dan bungkus luar.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
13
Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas
Di samping itu ada tanda peringatan P No.1 sampai dengan P.No.6, dan
penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar
bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa,
nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi), dan
cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan
dibuat dengan dasar hitam dan tulisan putih.
Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas
2.8.3 Obat Keras
Obat golongan ini adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati,
menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam
bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus
lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K didalamnya. Psikotropika
termasuk dalam golongan obat keras.
Gambar 2.4. Logo Obat Keras
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
14
2.8.4 Narkotika
Menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Obat golongan narkotika ditandai dengan palang
medali berwarna merah.
Gambar 2.5. Logo Obat Narkotika
Narkotika dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
a.
Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan
pengembangan
ilmu
pengetahuan
dan
dilarang
digunakan
untuk
kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk
menimbulkan ketergantungan. Contoh tanaman Papaver somniferum (kecuali
biji), Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa, heroina, desmorfina,
tiofentanil, dan lainnya.
b.
Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan
ketergantungan. Contohnya adalah fentanil, metadona, morfin, petidin,
tebain dan lainnya.
c.
Narkotika
golongan
III,
digunakan dalam terapi
pengetahuan
serta
yang
dan
mempunyai
berkhasiat
pengobatan
dan
atau untuk tujuan pengembangan
potensi
ringan
untuk
banyak
ilmu
menimbulkan
ketergantungan. Contohnya yaitu kodein, etilmorfin, norkodein dan lainnya.
2.8.5 Psikotropika
Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada sasaran saraf pusat yang menyebabkan perubahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
15
khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yaitu:
a.
Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunaka
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
Contoh: etisiklidina, lisergida, dan meskalina.
b.
Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan
digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai
potensi
kuat
mengakibatkan
sindroma
ketergantungan.
Contoh: amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamin.
c.
Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan,
digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh: amobarbital, pentobarbital, dan pentazosina.
d.
Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: barbital, alprazolam, dan diazepam.
Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa
Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan
I. Oleh sebab itu, Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU
No. 5 tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi.
2.9
Obat Wajib Apotek
Obat wajib apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter oleh apoteker di apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347
tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek). Obat yang dapat diserahkan tanpa
resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun.
2.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada
kelanjutan penyakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
16
3.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di
Indonesia.
5.
Obat
dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri.
Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, apoteker di apotek
diwajibkan untuk:
1.
Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang
disebutkan dalam OWA yang bersangkutan.
2.
Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.
3.
Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi,
efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien.
2.10 Pengelolaan Narkotika
Narkotika merupakan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan yang
sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang
ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar
terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,
menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan
diawasi dengan ketat.
Di Indonesia, pengendalian dan pengawasan narkotika merupakan
wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan
narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia
Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan
mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia.
Pengelolaan narkotika yang dilakukan di Apotek meliputi pemesanan,
penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
a.
Pemesanan narkotika
Undang-undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan
memberikan izin kepada Apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
17
atau
menyimpan
untuk
persediaan,
menyerahkan, mengirimkan, membawa
menguasai,
atau
menjual,
mengangkut
menyalurkan,
narkotika
untuk
kepentingan pengobatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya
dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan surat
pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas,
jabatan, alamat rumah, nama distributor, alamat dan nomor telepon distributor,
jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan narkotika, nomor
SIK, nomor SIA, dan stempel apotek. SP terdiri dari rangkap empat, tiga lembar
diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan sebagai arsip
Apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika.
b.
Penyimpanan narkotika
Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh
AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama
jelas, nomor surat izin apotek, dan stempel apotek. Segala zat atau bahan yang
termasuk narkotika di apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun
2009. Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
No.28/MENKES/Per/V/1978. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek
harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat
penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2. Harus mempunyai kunci yang kuat.
3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama
digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika
yang digunakan sehari-hari.
4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari
40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dilekatkan pada tembok atau lantai.
5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain
narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
6. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
18
7. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh
umum.
c.
Pelayanan resep narkotika
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika hanya dapat
diserahkan pada pasien berdasarkan resep dokter (Undang-Undang No. 35 Tahun
2009 tentang Narkotika, 2009).
Selain itu berdasarkan atas surat edaran Direktorat Jenderal POM RI
(sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
1. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali,
apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh
dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli.
2. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali.
Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep
yang mengandung narkotika.
d.
Pelaporan narkotika
Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) disebutkan
bahwa industri farmasi, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah,
apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu
pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam
penguasaannya.
Setiap bulannya, apotek wajib membuat laporan mengenai pemasukan
dan atau pengeluaran narkotika dengan ditandatangani oleh apoteker pengelola
apotek. Laporan tersebut dikirim ke Dinas Kesehatan Kota setempat selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Kepala Balai
Besar POM dan Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk apotek yang bertempat di DKI
Jakarta, laporan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan (Kota/Kabupaten) setempat
dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Kepala Dinas Kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
19
Provinsi DKI Jakarta dan arsip.
Untuk mempermudah pelaporan narkotika, saat ini telah dibuat sistem
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). SIPNAP adalah sistem
yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit
layanan
(puskesmas,
Kabupaten/Kota
rumah
dengan
sakit,
dan
menggunakan
apotek)
pelaporan
ke Dinas
elektronik
Kesehatan
selanjutnya
Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinas kesehatan
Propinsi dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan) melalui
mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet.
e.
Pemusnahan narkotika
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28/MENKES/
PER/1978 pasal 9, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang
rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam
pengobatan dan atau pengembangan penelitian.
Untuk pemusnahan narkotika di apotek, apoteker pengelola apotek yang
memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika, yang
sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama, jenis dan jumlah.
2. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan
pemusnahan.
3. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan
pemusnahan.
4. Berita acara pemusnahan narkotika dikirim kepada suku dinas pelayanan
kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM.
2.11 Pengelolaan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU Nomor 5 tahun 1997
adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika
yang
dapat
mengakibatkan ketergantungan.
Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu:
1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
20
dan ilmu pengetahuan.
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan
bahwa psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi narkotika
golongan I sehingga lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada
UU Nomor 5 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara garis besar
pengelolaan psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, dan
pemusnahan.
2.11.1 Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan
untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU
Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan
bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien
dengan resep dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang
ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan
ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak apotek sebagai
arsip.
2.11.2 Penyimpanan Psikotropika
Penyimpanan psikotropika sampai saat ini belum diatur oleh perundangundangan. Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung disalah gunakan maka
disarankan agar psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam
suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukan dan
pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika.
2.11.3 Penyerahan Psikotropika
Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter kepada
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
21
pengguna/pasien berdasarkan resep dokter.
2.11.4 Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan
psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai
dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 Ayat 1 dan Pasal 34 tentang
pelaporan psikotropika. Pelaporan
dikirim setahun sekali ke Suku Dinas
Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya dengan
tembusan kepada Balai Besar POM.
Untuk mempermudah pelaporan, sekarang ini apotek berkewajiban
menyusun dan mengirimkan laporan bulanan penggunaan psikotropika melalui
perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) setiap satu bulan sekali. SIPNAP adalah sistem yang mengatur
pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas,
rumah Sakit dan apotek) ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
menggunakan pelaporan
elektronik.
Selanjutnya
Suku
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan
Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan
fasilitas internet.
2.11.5 Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997
tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana,
diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau
tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita
acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian.
2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek
Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan,
pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
22
informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi
tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien,
tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek
samping.
Dalam memberikan
informasi
obat,
hendaknya
seorang
apoteker
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang
dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf.
2. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai
suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan.
3. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut
pandang yang mungkin berlawanan.
4. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang
dapat dipercaya.
5. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup
informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus
mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien.
Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam
pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis
lainnya sangat penting.
2.13 Pelayanan Swamedikasi
Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas terbatas tahun
2006, pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat
secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi
yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti
keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat
sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien.
Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, apoteker
mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan dan petunjuk
kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker harus dapat
menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
23
namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan
bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan
secara tidak semestinya.
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki
dua peran yang sangat
penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah
terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang
dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat
digunakan secara aman, tepat dan rasional, terutama dalam hal:
a. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit
b. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta
c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat.
Satu hal yang sangat penting dalam swamedikasi adalah meyakinkan agar
produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang
sedang digunakan atau
dikonsumsi
pasien. Di samping itu apoteker juga
diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor
penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus
berkonsultasi kepada dokter.
Informasi tentang obat dan penggunaannya pada pasien saat swamedikasi
pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan
dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu antara lain:
a. Khasiat obat.
Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan,
sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami
pasien.
b. Kontra indikasi.
Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang
diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada).
Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin
muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
d. Cara pemakaian.
Kepada pasien harus diberikan informasi yang jelas cara pemakaian obat,
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
24
untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan,
dimasukkan melalui anus, atau cara lain.
e. Dosis.
Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh
produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat
menyarankan dosis lain Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien,
f. Waktu pemakaian.
Harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, kapan waktunya pemakaian
obat, misalnya sebelum atau sesudah makan, saat akan tidur dan atau
bersamaan makanan. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat
tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu
dalam waktu bersamaan.
g. Lama penggunaan.
Kepada pasien harus diinformasikan berapa lama obat tersebut digunakan,
agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan.
h. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat
i. Cara penyimpanan obat yang baik.
j. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
k. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak
Di samping itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien
tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini
penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek
farmakoekonomi dan hak pasien.
Disamping konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki
tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan
bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation)
dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang
bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut :
a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan
informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua
produk yang tersedia untuk swamedikasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
25
b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan
kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila
dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan
kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan
kepada
produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki
(adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut
dalam swamedikasi.
d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota
masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus
dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan
tanpa indikasi yang jelas. Selain melayani konsumen secara bertatap muka di
apotek, apoteker juga dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin
mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri.
Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman adalah
dengan membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon.
Slogan “kenali obat anda”, “tanyakan kepada apoteker” kini semakin
memasyarakat. Para apoteker sudah semestinya memberikan respons yang baik
dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional dan
berkualitas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1
Sejarah singkat Apotek Endeh
Apotek Endeh merupakan salah satu bidang usaha dari PT. Cucu Nini
Sejahtera. Didirikan pada tanggal 04 Februari tahun 2001, oleh Dra. Arlina
Ardisasmita, M.Sc, Apt. sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA)
dengan nomor SIK 0431/SIK/DKI/1991. Nama Apotek ini berasal dari nama
ibunda Dra. Arlina Ardisasmita, M.Sc, Apt. yang cukup dikenal oleh masyarakat
sekitar.
3.2
Lokasi
Apotek Endeh terletak di Jl. Pancoran Timur No. 37, Pengadegan, Jakarta
Selatan. Lokasi tersebut strategis karena berada pada jalan dua arah dengan akses
jalan utama yang ramai dilalui kendaraan terutama kendaraan umum sehingga
mudah dijangkau oleh masyarakat. Apotek Endeh berada pada kawasan
pemukiman penduduk serta dekat dengan sarana kesehatan seperti rumah sakit,
puskesmas, klinik dan praktek Dokter; perkantoran; swalayan; rumah makan; kost
karyawan serta sekolah, memberikan keuntungan terhadap Apotek yaitu dekat
kepada calon pembeli, serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk
kendaraan pribadi. Lokasi Apotek Endeh dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3
Bangunan dan Tata Ruang
Bangunan Apotek Endeh yang berwarna cerah dan dilengkapi dengan papan
nama Apotek berupa neon box membuat Apotek Endeh mudah terlihat baik pada
siang hari. Namun, lampu neon box tidak berfungsi, sehingga pada malam hari
papan nama apotek tidak terlihat. Luas bangunan Apotek Endeh adalah sekitar
65m2. Area tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu ruang racik, ruang
etalase obat, ruang tunggu dan ruang penyimpanan dokumen.
26
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
27
3.3.1 Ruang Peracikan
Antara ruang peracikan dan ruang tunggu dibatasi dengan kaca sehingga
dapat tembus pandang langsung dengan konsumen, yang memungkinkan
karyawan tetap bisa melihat kebagian depan (ruang etalase obat). Ruang ini cukup
luas dan dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk menyimpan dan menjaga
semua obat di Apotek Endeh dan menjaga kenyamanan para karyawan.
Di ruang peracikan terdapat peralatan peracikan yang lengkap , timbangan,
mortir plus stamper, etiket luar dan dalam, perkamen, sudip, kapsul, gelas
ukur,beaker glas dan lain yang dibutukkan dalam peracikan.
Pada ruang peracikan, penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad dan
jenis sediaan (tablet, sirup, krim, salep, obat tetes, obat suntik, dan infus) di rak
dan etalase untuk memudahkan pengambilan obat. Obat-obat yang harganya
relatif mahal diletakkan secara terpisah pada lemari tersendiri dekat meja
pemberian etiket. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang
menempel di dinding dan senantiasa dikunci. Sedangkan sediaan psikotropika
dipisahkan penyimpanannya pada suatu lemari tersendiri.
3.3.2 Ruang etalase obat.
Ruang etalase obat terletak di depan ruang racik. Ruang ini dilengkapi
dengan lemari kaca dan rak kaca untuk memajang obat yang dijual. Terdapat 6
(enam) lemari kaca dan dua rak kaca yang masing-masing digunakan untuk
menyimpan dan memajang obat OTC, obat oral generik, obat tradisional,
kosmetik, dan alat kesehatan. Ruang ini digunakan untuk melayani pembelian
obat, penyerahan resep, konsultasi dengan Apoteker, pembayaran obat dan untuk
penerimaan obat dari distributor. Ruang etalase ini juga digunakan untuk promosi
obat bebas berupa poster, dan penyusunan kotak promo obat. Kegiatan yang
dilakukan selama PKPA di ruang etalase yaitu penerimaan dan pemeriksaan
kesesuaian barang dari PBF, pembuatan surat pesanan, penentuan harga barang,
penyimpanan obat, pelayanan swamedikasi serta pelayanan pembelian obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
28
3.3.3 Ruang tunggu
Ruangan ini dilengkapi bangku panjang, televisi, AC, tempat surat kabar
dan majalah. Selain itu terdapat papan madding untuk memajang artikel tentang
obat dan poster obat. Pada ruang tunggu juga disediakan leaflet obat yang boleh
diambil oleh pasien.
Berdasarkan pengamatan, pasien yang sedang menunggu obatnya diracik
biasanya membaca leaflet/majalah yang tersedia sehingga pasien merasa nyaman.
3.3.4 Ruang Administrasi dan Pembelian
Seluruh kegiatan kepegawaian dan administrasi perusahaan dilakukan di
ruangan ini, seperti pembelian dan pemesanan obat sesuai dengan yang
dibutuhkan. Selain itu, ada juga ruang OTC terdapat meja untuk melaksanakan
transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro saat waktu
pembayaran tiba. Di ruang ini juga terdapat meja untuk APA dalam melakukan
kegiatan administrasi.
3.3.5 Ruang Sholat
Pintu keluar ke belakang menuju ruang praktek Dokter, di sampingnya ada
ruang sholat dijadikan satu dengan ruang penyimpanan faktur.
3.4
Struktur Organisasi
Apotek Endeh dikepalai oleh seorang pimpinan sebagai Pemilik Sarana
Apotek (PSA) sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang
memimpin Apotek secara keseluruhan. APA dibantu oleh apoteker pendamping
yang membantu jalannya kegiatan di apotek. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu
oleh asisten Apoteker, juru resep, dan kasir. Sedangkan untuk kegiatan non
kefarmasian seperti piutang dagang, hutang dagang, pajak, dan laporan keuangan
dilakukan oleh bagian administrasi. Adapun rincian karyawan yang ada di Apotek
Endeh adalah sebagai berikut: 1 orang pimpinan sekaligus APA, 1 orang Apoteker
Pendamping, 1 orang asisten Apoteker , 2 orang juru resep merangkap kasir dan
pembukuan pada shif pagi dan malam, serta 1 orang administrasi. Struktur
organisasi Apotek Endeh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
29
3.5
Kegiatan-Kegiatan di Apotek
Kegiatan di Apotek Endeh dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan
dibidang teknis kefarmasian dan non kefarmasian.
3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat, dan obat tradisional.
Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di Apotek Endeh meliputi
pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pelayanan
obat atas ressep dokter, pendistribusian obat ke pasien (penjualan), serta
pelayanan informasi obat.
3.5.1.1 Pengadaan Perbekalan Farmasi
Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA) atau Asisten Apoteker (AA) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP)
yang telah ditandatangani oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini
dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit.
Perbekalan farmasi yang akan dibeli atau disediakan ditentukan dari hasil
catatan barang-barang yang telah habis atau mendekati stok minimum serta
barang-barang yang bersifat fast moving walaupun stok belum mencapai
minimum pada buku defekta yang ditulis oleh petugas apotek. APA atau asistem
Apoteker akan mengelompokkan obat/barang yang dipesan sesuai dengan nama
distributor. Surat Pesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh APA akan diambil
langsung oleh salesman dari distributor yang bersangkutan pada pagi dan/atau
sore hari, untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP
menyusul ketika barang diantar.
Barang-barang yang dipesan pada pagi hari akan diantarkan pada sore hari
di hari yang sama dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
30
barang. Petugas apotek bagian penerimaan barang memeriksa keadaaan fisik
barang, tanggal kadaluarsa, jenis, dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Jika
barang yang diterima telah sesuai dengan pesanan, maka petugas akan
menandatangani dan menberikan stempel apotek pada faktur asli dan 3 lembar
faktur kopi. Faktur asli dan 1 lembar faktur kopi diberikan kepada distributor dan
2 lembar faktur kopi diberikan kepada AA yang bertugas. Alur pengelolaan
barang di apotek dan contoh surat pesanan dan dapat dilihat lebih jelas pada
Lampiran 3 dan Lampiran 4.
3.5.1.2 Penyimpanan Barang
Perbekalan farmasi yang teah diterima dari distributor dan telah diperiksa,
kemudian akan dibuat aplikasi harga sesuai dengan komitmen apotek. Untuk obat
OTC dan ethical memiliki perhitungan harga yang berbeda.
Setelah perbekalan farmasi tersebut dihitung dan diberi harga, kemudian
disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dingan system FIFO
(First In First Out). Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan
pada bagian OTC dan untuk obat generik, diletakkan di etalase obat generik. Obat
keras diletakkan pada etalase khusus obat keras, sedangkan obat-obat yang
bersifat narkotika dan psikotropik diletakkan didalam lemari khusus yang terkunci
pada ruang belakang, serta untuk obat-obat yang bersifat enzimatik dan yang
berbentuk suppositoria atau obat-obat yang tidak stabil pada suhu ruang
diletakkan di dalam lemari pendingin. Setiap obat masuk dan keluar
didokumentasikan pada lembar stok opname yang dapat dilihat pada Lampiran 5.
3.5.1.3 Penjualan
Kegiatan penjualan pada Apotek Endeh antara lain melayani penjualan
resep tunai dan penjulan OTC.
a. Penjualan Resep Tunai
Penjualan resep tunai di Apotek Endeh yaitu penjualan obat berdasarkan resep
dokter kepada pasien dengan pembayaran tunai. Alur pelayanan resep tunai
dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk penyerahan obat resep, pemberian etiket
menjadi hal yang harus diperhatikan. Etiket harus ditulis jelas dan mudah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
31
dibaca oleh pasien. Bila obat resep yang dibutuhkan tidak tersedia, maka
petugas apotek menuliskan salinan resep yang berisi obat yang telah diserahkan
dan obat yang belum diserahkan. Contoh etiket obat dan blanko salinan resep
dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.
b. Penjualan Bebas (OTC)
Penjualan obat bebas meliputi penjualan obat wajib apotek, obat bebas, obat
bebas terbatas, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, dan alat
kesehatan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Khusus untuk obat wajib
apotek hanya dapat dilakukan oleh Apoteker dengan ketentuan yang berlaku.
3.5.1.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat yang dilakukan di Apotek Endeh, diberikan oleh
Apoteker Pemilik Apotek (APA) dan/atau Asisten Apoteker (AA) yang sedang
bertugas. Informasi obat yang diberikan kepada pasien meliputi aturan pemakaian
obat, tanggal kadaluarsa, efek samping obat, kandungan zat aktif obat, dan cara
penggunaan obat atau alat kesehatan yang disediakan apotek. Selain pelayanan
informasi obat, dilakukan pula pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh APA
dan/atau AA yang sedang bertugas.
3.5.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian
Kegiatan teknis non kefarmasian di Apotek Endeh berupa kegiatan
administrasi pembelian, piutang, penjualan, administrasi pajak, personalia/umum
dan laporan keuangan.
3.5.2.1 Administrasi Pembelian
Kegiatan administrasi pembelian disebut juga administrasi hutang dagang.
Kegiatan ini meliputi :
a. Transaksi pembelian dicatat dalam buku pembelian oleh Asisten Apoteker
berdasarkan pesanan. Kwitansi khusus Apotek Endeh juga disediakan bagi
para pembeli yang menginginkan bukti kwitansi. Blanko kwitansi dapat
dilihat pada Lampiran 9.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
32
b. Penukaran faktur dilakukan setiap 2 minggu sebelum jatuh tempo. Distributor
menyerahkan faktur-faktur asli penjualan beserta total harga yang harus
dibayar oleh Apotek. Selanjutnya petugas yang bersangkutan mencocokkan
faktur tersebut dengan data jumlah dan harga obat yang telah diinput dalam
buku pembelian. Jika sudah sesuai maka petugas tersebut akan membuat
tanda terima faktur yang berfungsi untuk pengambilan faktur asli. Tanda
terima faktur ini akan diambil langsung oleh distributor, Contoh tanda terima
faktur dapat dilihat pada Lampiran 10.
c. Kemudian dilakukan posting pembayaran hutang ke dalam faktur pembelian.
d.
Laporan pembayaran dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada Pimpinan
Apotek.
3.5.2.2 Administrasi Penjualan
Pemberian harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui bagian kasir di
Apotek Endeh. Pada saat petugas memasukkan daftar barang yang dibeli dan telah
dibayar sesuai dengan transaksi yang telah dilaksanakan. Ketika pergantian shift,
masing-masing kasir menyerahkan laporan perincian penjualan harian yang telah
diprint. Setiap hari pada pukul 22.00 dilakukan posting transaksi penjualan, baik
dari penerimaan resep maupun penjualan bebas oleh kasir yang bertugas pada
malam hari. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam pemesanan barang
keesokan harinya.
3.5.2.3 Administrasi Pajak
Bagian pajak bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah
pajak yang harus dibayar oleh Apotek.
3.5.2.4 Administrasi Personalia
Bagian personalia bertanggung jawab dalam mencatat semua hal yang
menyangkut urusan kepentingan pegawai, seperti gaji dan surat–surat lain yang
berkaitan dengan kepegawaian dengan persetujuan Direktur.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
33
3.6 Pengelolaan Narkotika
3.6.1 Pembelian dan Pengadaan Narkotika
Narkotika yang terdapat di Apotek Endeh, dipesan dengan menggunakan
Surat Pesanan (SP) khusus ke PBF Kimia Farma. Satu surat pesanan hanya berisi
satu jenis narkotika, yang telah ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan
nama jelas, jabatan, alamat rumah, nama distributor, alamat dan no. telepon
distributor, jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan
narkotika, nomor SIK, nomor SIA, dan stempel Apotek. SP terdiri dari rangkap 4,
tiga lembar diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan
sebagai arsip apotek. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada
Lampiran 11.
3.6.2 Penyimpanan Narkotika
Narkotika pesanan diterima oleh APA yang dapat diwakilkan olehAsisten
Apoteker (AA) dengan mencantumkan nama jelas, No. SIK, tanda tangan, dan
stempel Apotek. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan
pencocokkan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan
yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan.
Narkotika pesanan tersebut disimpan dalam lemari kayu yang menempel di
dinding. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak di ketahui oleh umum,
tetapi dapat diawasi langsung oleh AA yang bertugas dan penaggung jawab
narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakan dalam
lemari, dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya.
3.6.3 Penjualan Narkotika
Apotek Endeh melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan
resep yang berasal dari Apotek Endeh dengan mencantumkan nama dan alamat
pasien yang jelas.
3.6.4 Pelaporan Narkotika
Di Apotek Endeh, pelaporan narkotika masih secara manual dengan
melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
34
tersedia di Apotek. Laporan dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya dengan ditandatangani APA dan mencantumkan nama jelas, no. SIK,
alamat apotek, jumlah pemasukan dan pengeluaran narkotika dalam satu bulan
serta stempel apotek. Laporan ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Selatan dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM Jakarta dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta. Contoh pelaporan narkotika dapat
dilihat pada Lampiran 12.
3.7
Pengelolaan Psikotropika
Obat-obatan psikotropika di Apotek Endeh dipesan ke PBF sama halnya
seperti memesan obat-obat lainnya, dengan memakai Surat Pesanan Psikotropika
rangkap 2. Satu lembar surat pesanan dapat berisi lebih dari satu jenis
psikotropika. Surat pesanan psikotropika memuat nama APA, alamat rumah,
jabatan, nama dan alamat PBF, jenis dan jumlah psikotropika yang dipesan, nama
apotek, alamat apotek, tanda tangan APA, no.SIK APA, dan stempel apotek.
Obat-obatan psikotropika ini disimpan di dalam lemari khusus terpisah dengan
obat keras lainnya. Obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep
Dokter atau salinan resep. Di Apotek Endeh, pelaporan psikotropika masih secara
manual dengan melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran
psikotropika yang tersedia di Apotek. Laporan pelaporan psikotropika dilakukan
setahun sekali (paling lambat tanggal 10 pada bulan Januari tahun berikutnya)
dengan ditandatangani oleh APA dan dilaporkan ke Kepala Badan POM dengan
tembusan Kepala Balai Besar POM Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta, dan sebagai arsip di Apotek. Laporan penggunaan psikotropika
memuat jumlah persediaan awal tahun, pemasukan dan pengeluaran psikotropika
selama satu tahun serta total persediaan akhir tahun. Contoh Surat Pesanan
Psikotropika dan laporan pemasukan dan pengeluaran psikotropika dapat dilihat
pada Lampiran 13 dan Lampiran 14.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menjelaskan
bahwa Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker. Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA)
bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan atas pengelolaan apotek. Oleh
karena itu, seorang APA harus mempunyai kemampuan baik dari segi
kefarmasian
maupun
dari
segi
manajerial
yang meliputi
perencanaan,
pengorganisasian, pelayanan dan pengawasan. Hal tersebut diperlukan karena
usaha perapotekan selain mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat juga
mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan hidup Apotek maupun kesejahteraan
karyawannya.
Keberhasilan suatu Apotek ditentukan oleh beberapa faktor seperti lokasi,
rancangan eksterior dan interior, manajemen persediaan termasuk perencanaan
dan pengadaan, manajemen pemasaran dan peran menjalankan fungsi professional
berupa pharmaceutical care kepada pasien dari apoteker itu sendiri. Penentuan
lokasi apotek merupakan pertimbangan utama yang paling penting dan paling
menentukan
bagi
kelangsungan
hidup
apotek.
Untuk
dapat
hidup
berkesinambungan, suatu apotek harus mudah dijangkau oleh masyarakat dan
setidaknya memiliki langganan yang tetap. Pada praktek kerja profesi kali ini,
penulis melaksanakan praktek di Apotek Endeh yang bertempat di Jl. Pancoran
Timur No.37, pengadegan Jakarta Selatan. Lokasi ini merupakan lokasi yang
strategis dan mudah diakses oleh masyarakat. Apotek Endeh juga dilengkapi oleh
adanya praktek dokter umum yang terletak disebelah apotek. Lokasinya berada di
daerah padat penduduk dan jalan dua arah yang ramai lalu lintas kendaraan
bermotor. Lokasi tersebut cukup strategis karena berada di kompleks perumahan,
yaitu Kompleks Polri Pengadegan, Kompleks Liga Mas dan Kompleks
Perumahan anggota DPR Kalibata. Selain itu, lokasi Apotek Endeh juga dekat
dengan beberapa perkantoran, swalayan, rumah makan, kost karyawan, sekolah
dan sarana kesehatan. Sarana kesehatan tersebut yaitu Rumah Sakit Tria Dipa,
Rumah Bersalin Seruni, Klinik Dokter Gigi, Dokter Spesialis Anak, dan Praktek
35
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
36
Dokter, membuat Apotek Endeh memiliki banyak potensial pembeli dan
pelanggan tetap. Tetapi bila jumlah dan jenis item obat tidak diperhatikan, maka
kekuatan ini menjadi sia-sia.
Secara umum, letak ruang Apotek Endeh sudah sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/IX/ 2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek harus memiliki ruang
tunggu yang nyaman untuk pasien, ruang racikan, keranjang sampah, dan tempat
mendisplai informasi. Selain itu, di Apotek Endeh juga terdapat tempat kasir,
ruang shalat, ruang istirahat karyawan, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang
apoteker, dan tempat pencucian atau wastafel serta halaman parkir yang luas.
Apotek Endeh memiliki desain eksterior yang sederhana tetapi menarik.
Bangunan apotek yang dibuat sederhana bertujuan agar pengunjung yang datang
tidak memiliki sugesti bahwa obat yang dijual oleh Apotek Endeh harganya
mahal, sebab apotek ini ingin menjaring klien dari yang berpendidikan rendah
sampai tinggi. Apotek ini memiliki tempat parkir yang cukup luas sehingga
memudahkan pasien untuk memarkir kendaraannya dan tidak dipungut biaya.
Adanya satpam yang menjaga keamanan di area luar Apotek, menambah rasa
aman pasien selama membeli obat di Apotek ini. Selain itu di bagian halaman
depan Apotek, banyak terdapat penjual makanan dan minuman sehingga pasien
dapat membeli makanan atau minuman untuk mengisi waktu selama menunggu
obat. Di sekitar Apotek ini terdapat pula fasilitas ATM yang lengkap yang dapat
memudahkan pasien untuk mengambil uang untuk pembayaran obat yang mereka
beli. Selain itu, pada bangunan dan halaman Apotek terdapat papan nama yang
dengan jelas tertulis kata “APOTEK ENDEH”, dengan lampu neon. Papan nama
ini terlihat jelas dari segala arah dan terang pada
malam
hari
sehingga
menjadikan Apotek ini dapat dengan mudah dikenali.
Tata ruangan di apotik Endeh didesain secara apik dan efektif. Apotek ini
terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan sekaligus sebagai
ruang administrasi, ruang keuangan, ruang pimpinan, ruang sholat dan toilet.
Ruang tunggu Apotek ini cukup luas dan dilengkapi dengan kursi- kursi
panjang, pendingin ruangan, dan ditambah dengan adanya televisi sehingga
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
37
pasien dapat merasa nyaman selama menunggu obat yang memerlukankan waktu
penyiapan atau peracikan yang cukup lama.
Selain desain eksterior, desain interior apotek turut mendukung kesan dari
apotek yang rapi, bersih, dan cukup lengkap obatnya. Untuk desain interior apotek
dilakukan dengan cara tata desain lay out obat yang rapi, lengkap dan penuh. Tata
letak obat di Apotek Endeh dibedakan antara obat-obat OTC dengan obat-obat
ethical. Obat-obat OTC diletakkan di counter / etalase depan apotek, yang
langsung terlihat oleh konsumen, baik berupa sediaan padat, cair seperti sirup
untuk vitamin dan obat batuk, serta sediaan semi solid yang banyak dicari oleh
masyarakat. Penataan obat-obat OTC ini disusun secara “eye catching” yaitu
nama obat dan disainnya menghadap ke konsumen. Hal ini memudahkan
konsumen untuk mencari produk yang diinginkannya. Rata-rata obat OTC ini
diberikan bagi masyarakat untuk melakukan swamedikasi, sehingga permintaan
dilayani bukan melalui resep. Sedangkan obat-obat ethical diletakkan dibagian
dalam yang tidak terlihat langsung oleh konsumen, terdiri dari obat keras,
psikotropika, dan narkotika yang biasanya diresepkan oleh dokter. Selanjutnya,
penyimpanan obat-obatan di Apotek Endeh ditempatkan berdasarkan bentuk
sediaan yang kemudian disusun secara alfabetis untuk ethical dan farmakologis
untuk OTC. Obat disimpan sesuai dengan persyaratan penyimpanannya,
contohnya untuk obat-obatan yang harus disimpan pada kondisi dingin maka
disimpan di lemari pendingin dengan suhu tertentu, contohnya sediaan
suppositoria.
4.1
Aspek pelayanan kefarmasian
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien
yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi
langsung
dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
38
melaksanakan pemberian informasi,
monitoring
penggunaan
obat
dan
mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan.
Kegiatan pelayanan di Apotek Endeh terdiri atas pelayanan resep dan nonresep. Pelayanan non resep terdiri dari pelayanan obat-obat bebas, bebas
terbatas, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga seperti
perlengkapan bayi, sabun, pasta gigi, dan kosmetika serta pelayanan informasi
obat, dan penyerahan obat. Pelayanan non resep dilakukan di depan ruang
tunggu pasien yang dibatasi dengan etalase yang berisi produk-produk Over
The Counter (OTC). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009
tentang
Pekerjaan
Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pada bagian pelayanan resep terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian
penerimaan resep dan penyiapan obat. Penerimaan resep dimulai dengan
melakukan
skrining
resep
yang
terbagi
atas
3
yaitu
kelengkapan
administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Apoteker di
apotek ini memeriksa kelengkapan administratif pada resep dengan melihat
ada tidaknya nama dokter, SIP, alamat dokter, tanggal dibuatnya resep, tanda
tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat
badan pasien, serta cara pemakaian. Selanjutnya memeriksa kesesuaian
farmasetik dari resep diantaranya bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Pertimbangan klinis untuk melihat ada
tidaknya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat
dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep sebaiknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya.
Tahapan pelayanan resep di Apotek Endeh berjalan secara sistematis, yaitu
dimulai dengan penerimaan resep dari pasien atau pelanggan (lampiran 6). Copy
resep dan kwitansi pembelian diberikan jika diperlukan oleh pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
39
Pada saat penyerahan obat, dilakukan pemberian informasi tentang obat
yang diserahkan, baik aturan pakainya atau kegunaan obat-obat tersebut.
Misalnya obat yang berfungsi sebagai antibiotik harus dihabiskan. Pemberian
informasi yang diberikan kepada pasien, belum dapat dilakukan secara
maksimal, karena ada beberapa pasien yang merasa tidak perlu mendapatkan
informasi tersebut. Hal ini disebabkan karena pasien sudah berungkali
memperoleh obat yang sama atau sudah biasa dengan pengobatannya dan
pasien tersebut sedang dalam keadaan terburu-buru. Pasien akan diminta
alamat dan nomor telepon pada saat penyerahan obat sebagai data apotek
untuk mengantisipasi jika terjadi kesalahan pada saat penyiapan
penyerahan
obat
sehingga
pasien
atau
yang bersangkutan dapat segera di
informasikan.
Resep-resep yang masuk di Apotek Endeh dapat dilayani langsung dan ada
juga yang ditolak karena tidak tersedianya obat yang tercantum pada
resep tersebut dan pasien tidak bersedia melakukan pergantian obat atas saran
dari apot eker (bila yang tersedia di apotek merupakan obat merek lain yang
memiliki kandungan zat aktif yang sama dengan obat yang terdapat pada resep
atau obat generik). Beberapa pasien tidak bersedia mengganti obat yang
dituliskan didalam resep tersebut dikarenakan beberapa hal seperti orang
yang datang ke apotek bukanlah pasien itu sendiri melainkan melalui orang
lain (misalnya sopir, pembantu, atau saudaranya), pasien menebus sendiri
resep namun lebih mempercayai dokter dibandingkan apoteker, pasien
tersebut tidak mengenal apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab
menyampaikan informasi mengenai obat di apotek. Untuk mengatasi hal
tersebut maka diperlukan peran apoteker itu sendiri dalam memperkenalkan
profesi apoteker kepada masyarakat awam dengan cara mengedukasi,
memberikan informasi serta konseling mengenai obat yang sesuai dengan
penyakit yang diderita oleh pasien sehingga pasien tidak hanya mengenal
dokter namun juga apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dapat
memberikan solusi mengenai permasalahan obat-obatan. Sedangkan, untuk
resep
yang
ditolak karena ketidaktersediaan obat di apotek, dilakukan
pencatatan sehingga dapat dijadikan pertimbangan oleh Apoteker untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
40
pengadaan obat tersebut.
Kegiatan peracikan yang dilakukan oleh Apotek Endeh yaitu peracikan
sediaan puyer, kapsul, krim, salep, dan sediaan cair. Tempat peracikan krim,
salep, dan sediaan cair berada di tempat yang sama dengan meja peracikan
puyer dan kapsul. Untuk pembuatan puyer itu sendiri, di apotek endeh masih
menggunakan cara manual, pertama obat-obat yang ada di dalam resep ditimbang
sesuai dengan jumlah yang disebutkan, kemudian digerus dalam lumpang hingga
homogen. Setelah homogen, obat dibagi secara rata ke dalam kertas perkamen
sesuai dengan jumlah obat yang diminta di dalam resep. Hal yang perlu
diperhatikan pada saat pengemasan puyer ke dalam kertas perkamen adalah
puyer berada pada sisi kertas perkamen yang kasar sedangkan bagian yang halus
berada disisi luar untuk menghindari obat agar tidak lembab atau basah akibat
kontak dengan udara luar sehingga puyer tetap stabil. Khusus untuk resep puyer
antibiotik maksimum digunakan selama tiga hari karena expired date dari puyer
lebih singkat dibandingkan dengan obat dalam bentuk tunggal seperti tablet,
kapsul, kaplet. Sedangkan untuk obat puyer selain antibiotik dibuat untuk dapat
digunakan maksimal dua minggu.
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika ditangani langsung oleh
Apoteker Pengelola Apotek. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropik
disimpan secara terpisah dengan obat lainnya pada lemari khusus dan terkunci.
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya. Laporan tersebut dibuat empat rangkap yang ditujukan kepada
Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan DKI Jakarta Selatan, Kepala Dinas
Kesehatan DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta, serta satu
rangkap sebagai arsip Apotek Endeh.
Kegiatan kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Endeh dijalankan oleh
4 karyawan yang dibagi menjadi menjadi dua shift yaitu pagi sampai sore,
mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB dan sore sampai malam,
mulai pukul 15.00 WIB sampai 21.00 WIB. Masing-masing karyawan
memiliki tugas dan tanggungjawab sendiri (Job description). Dengan adanya
hal tersebut, karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga
mereka bekerja secara professional untuk tujuan menghindari terjadinya
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
41
kesalahan.
Apotek Endeh melaksanakan pelayanan kefarmasian baik pelayanan resep,
dan swamedikasi dari OWA, OTC, jamu, kosmetik serta vitamin dan suplemen
selama dua belas jam setiap harinya. Apotek ini juga melayani pengantaran
obat berdasarkan resep ke rumah pasien untuk daerah Pancoran
Timur dan
sekitarnya. Tercapainya kepuasan pelanggan dalam pelayanan obat di Apotek
Endeh menjadi prioritas penting yang harus terus dijaga, selain itu juga
melalui pelayanan informasi obat kepada pelanggan sangat membuka peluang
kepercayaan masyarakat lebih meningkat sehingga dapat mempertahankan
pelanggan yang lama dan menarik pelanggan yang baru. Dengan demikian,
dapat terwujud pula fungsi Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan yang
dapat membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan pasien yang optimal.
4.2
Aspek Managerial
Kegiatan manajemen yang terjadi di Apotek Endeh meliputi proses
kegiatan pengadaan, pembelian, dan pendistribusian. Kegiatan perencanaan
meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya
kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan
farmasi yang tersimpan lama serta untuk meningkatkan penggunaan perbekalan
farmasi secara efektif dan efisien. Pengadaan barang merupakan suatu hal yang
sangat penting karena apabila tidak dikelola dengan baik dapat merugikan
apotek,
sebaliknya
apabila
dikelola
dengan
baik
dan
efektif
akan
menguntungkan .
Pengadaan obat-obatan di Apotek Endeh dilakukan oleh bagian pembelian
yaitu Apoteker dengan memperhitungkan riwayat penjualan tiap hari dan hasil
data sisa stok serta stok minimum obat setiap hari. Stok minimum ditentukan
berdasarkan tren penjualan tiap hari yang direkapitulasi secara defekta.
Kemudian riwayat penjualan ini dibandingkan dari minggu ke minggu untuk
melihat kestabilan penjualan obat tersebut. Selanjutnya ditentukan obat-obat
yang perlu dibeli dengan membandingkan stok yang ada dengan stok minimum,
yang dapat dilihat pada buku defekta. Pemesanan dimulai dengan mencatat jenis
dan jumlah barang yang akan atau sudah habis persediaannya. Pencatatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
42
terhadap tiap barang yang akan dipesan dilakukan dalam sebuah buku yang
disebut buku defekta. Pencatatan ini dapat dilakukan setiap saat yaitu setiap
kali diketahui adanya barang yang sudah atau akan habis. Petugas di apotek
kemudian akan melakukan rekapitulasi jumlah dan jenis barang yang tercatat
dalam buku dan melaporkan data tersebut kepada apoteker. Pemesanan
dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat dengan menghubungi PBF
(Pedagang Besar Farmasi) pada pagi hari dan kemudian PBF akan
mengirimkannya pada sore hari. Untuk beberapa obat pembelian
dilakukan
untuk stok selama dua minggu atau satu bulan. Misalnya untuk obat yang
perputarannya cepat dan mendapatkan potongan harga jika membeli dalam
jumlah yang besar, namun pembelian untuk obat-obat yang slow moving tetap
dilakukan berdasarkan stok minimum. Sistem seperti ini memiliki keuntungan
dan kerugian. Keuntungannya adalah apotek menghindari penumpukan barang
di apotek, mencegah terjadinya penumpukan obat yang akan menyebabkan
kerugian bagi Apotek akibat banyaknya obat yang hilang, rusak, dan
kadaluwarsa, karena system pengendalian barang di apotek endeh masih manual,
transaksi sekali pembelian obat di apotek endeh tidak besar karena membeli
dalam jumlah sedikit. Kerugiannya adalah dapat terjadi kekosongan obat,
pembelian menjadi lebih sering, perkiraan waktu tunggu perlu diperhitungkan
dengan seksama untuk mencegah terjadinya kekosongan stok dan stok barang
harus diperhatikan setiap hari.
Pembelian dilakukan dengan menggunakan Surat Pemesanan (SP) yang
ditandatangai APA. Untuk pemesanan obat keras, OTC, vitamin dan
suplemen, kosmetik, alat kesehatan serta produk lain SP-nya dua rangkap,
satu yang asli untuk supplier dan satu untuk Apotek. Untuk narkotika,
menggunakan surat pesanan khusus, yang setiap satu surat hanya tertera satu
jenis narkotika yang ditanda tangani APA. SP-nya sebanyak empat rangkap,
satu rangkap disimpan oleh Apotek sebagai arsip dan sisanya diserahkan
kepada pihak distributor PBF Kimia Farma. Untuk psikotropika SP terdiri dari
dua rangkap dimana dalam satu SP dapat terdiri beberapa jenis obat, SP
aslinya diberikan pada distributor dan salinannya untuk Apotek sebagai arsip.
Untuk narkotika pembayaran obat harus dilakukan saat penyerahan obat (cash
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
43
and carry), sedangkan untuk psikotropika boleh secara kredit.
Pemilihan distributor didasari oleh pertimbangan lokasi, kualitas barang
yang dikirim, ketepatan dan kecepatan waktu pengiriman, adanya diskon, dan
kemudahan dalam pengembalian obat yang rusak dan kadaluwarsa. Dalam
mendukung tersedianya perbekalan farmasi maka harus dipilih distributor yang
telah terbukti yakni distributor resmi yang sudah bekerjasama dengan baik,
memberikan pelayanan yang cepat, diskon yang besar, kualitas barang terjamin
dan pembayaran barang secara kredit.
Proses penerimaan barang yang datang dari distributor dilakukan setiap
hari. Barang yang diantar harus disertai faktur dua rangkap untuk arsip Apotek
dan distributor. Barang yang datang harus diperiksa kesesuaiannya dengan faktur
oleh Asisten Apoteker (AA). Pemeriksaan meliputi jumlah barang, pemeriksaan
fisik, dan tanggal kadaluwarsa. Kemudian faktur tersebut akan ditandatangani
oleh AA yang menerima dan distempel cap Apotek. Setelah barang diterima
dilakukan perhitungan harga untuk tiap tiap barang
sesuai harga di faktur
dengan sistem harga jual Apotek, kemudian barang disusun berdasarkan
tempatnya sesuai abjad. Untuk barang yang datang tidak sesuai
dengan
pesanan dilakukan pengembalian. Ketentuan pengembalian obat-obat kepada
distributor (retur) telah disepakati antara Apotek dengan distributor. Retur barang
dapat berupa penggantian barang, uang, atau pemotongan tagihan. Selain itu,
sistem pembayaran distributor dapat dilakukan secara kredit. Pembayaran
kepada masing-masing distributor dilakukan berdasarkan tanggal kesepakatan
yang telah ditetapkan.
Lemari penyimpanan obat tertata cukup rapi. Penyimpanan obat disusun
berdasarkan golongan obat, stabilitas sediaan, bentuk sediaan, farmakologi, dan
abjad. Rak-rak khusus disediakan untuk menyimpan obat bentuk sediaan drop,
generik, sirup dan cream, salep, tetes mata, jamu dan alat kesehatan. Obatobatan keras berbentuk tablet, salep dan tetes mata disimpan di lemari di
ruang racik, sedangkan sisanya disimpan di etalase depan. Obat-obat golongan
psikotropik dan narkotik sesuai dengan peraturan yang berlaku, penyimpanan
dilakukan dalam sebuah
lemari
khusus
yang
terletak
di
dekat
meja
peracikan dan kondisi penyimpanannya sudah memenuhi persyaratan, dimana
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
44
seluruhnya terbuat dari kayu dan terkunci. Selain itu penyimpanan khusus
juga dilakukan terhadap sediaan yang bersifat termolabil seperti Lacto-B®,
Suppositoria, dan Ovula yang disimpan dalam lemari pendingin pada suhu
o
2 – 8 C.
Kartu atau buku stok menjadi gambaran dari stok fisik barang sehingga
kita dapat mengetahui jumlah stok untuk melakukan pemesanan barang
atau penjualan ke pasien. Namun seringkali petugas tidak mencatat keluar
masuknya obat dalam kartu stok ini. Hal ini disebabkan karena pengisian kartu
stok sering dilupakan pada jam-jam sibuk apotek. Contoh kartu stok opname
dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada saat ini pencatatan stok obat yang
disimpan di Apotek Endeh dicatat secara langsung pada buku defekta oleh
karyawan petugas sore untuk barang yang kosong. Hal ini sangat membantu
dalam memantau stok obat yang terdiri dari berbagai jenis item.
4.3
Aspek Administratif
Kelancaran operasional suatu organisasi akan ditunjang oleh kelancaran
administrasi organisasi tersebut. Secara umum, aspek administratif di Apotek
Endeh meliputi administrasi pembelian, administrasi penjualan, administrasi
pajak, administrasi personalia, serta laporan keuangan.
Perbekalan farmasi yang akan dipesan ditulis pada buku defekta. Buku
defekta adalah buku yang berisi keperluan barang yang telah mencapai stok
minimal selama pelayanan proses pengadaan barang di Apotek Endeh
dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan stok barang
dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at,
baik melalui telepon maupun melalui
Administrasi
pembelian dalam
hal
sales
yang datang ke
pembayaran
terhadap
apotek.
sediaan
atau
perbekalan farmasi yang dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga
sudah terencana dan terlaksana dengan baik. Pembayaran diatur
pada hari
Senin minggu kedua setelah tanggal tukar faktur sehingga apotek tidak harus
membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang
tidak teratur. Tiap faktur yang datang direkapitulasi dan diurutkan sesuai tanggal
pemesanan serta abjad nama PBF. Laporan pembayaran dibuat setiap bulan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
45
dan
dilaporkan
kepada Pimpinan Apotek. Faktur-faktur tersebut disimpan
selama 10 tahun. Sebelum waktu jatuh tempo PBF akan melakukan tukar faktur
dimana faktur asli akan diberikan kepada Apotek. Hal ini sekaligus juga sebagai
bentuk penagihan yang dilakukan oleh PBF.
Apotek
Endeh
membuat
kebijakan, bahwa penukaran faktur minimal dilakukan dua minggu sebelum
waktu jatuh tempo. Jika penukaran faktur ini terlambat dilakukan, pembayaran
tagihan akan maju dihitung dua minggu setelah penukaran faktur. Pembayaran
dilakukan 2 minggu setelah tukar faktur dan dilakukan setiap hari senin.
Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari
(24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak
PBF. Ketika perbekalan farmasi diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan apakah faktur dan barang pesanan (jenis dan jumlah barang) telah
sesuai dengan surat pesanan barang. Jika sesuai, maka akan ditandatangani dan
diberi cap apotek oleh Asisten Apoteker. Perbekalan farmasi yang sudah
diterima kemudian diperiksa nomor bets dan tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat
pada faktur untuk menghindari kemungkinan diterimanya obat yang sudah
kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa dan juga diperiksa kondisi fisik barang.
Selanjutnya dilakukan penentuan harga sesuai dengan komitmen Apotek, untuk
obat OTC dan ethical
berbeda cara perhitungan
harganya. Setelah semua
perbekalan farmasi yang datang telah ditentukan harganya, kemudian disusun
berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dengan sistem FIFO (First In
First Out). Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada
bagian OTC dan untuk obat generik diletakkan di etalase khusus obat generik.
Penyimpanan obat tidak dilakukan di gudang hanya disusun berdasarkan
abjad dan bentuk sediaannya. Obat yang baru datang dari distributor tidak
diterima di ruang khusus, namun diterima di bagian penyerahan obat.
Penyimpanan dan pengeluaran obat mengikuti system FIFO (First In First Out)
karena perputaran obat di Apotek ini cepat. Akan tetapi, petugas tetap
memperhatikan kadaluwarsa obat terutama obat-obat mahal, obat tetes mata,
hidung dan telinga. Selain itu, tanggal kadaluwarsa obat dengan harga mahal
harus diawasi secara ketat karena perputaran penjualannya yang lambat.
Penyimpanan obat dilakukan dengan sistem alfabetis, bentuk sediaan dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
46
farmakologi. Sehingga bentuk sediaan cair untuk batuk pilek terpisah dengan
bentuk sediaan tablet untuk indikasi yang sama.
Pengelolaan resep di Apotek Endeh juga sudah dilakukan dengan baik.
Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut
resep. Setelah satu bulan, seluruh resep dikumpulkan dan dibundel menjadi
satu serta diberi label sesuai bulan dan tahun resep dibuat. Resep-resep tersebut
disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan
membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas
Kesehatan Kotamadya Jakarta Selatan. Penyimpanan resep yang mengandung
narkotika dengan resep obat non narkotika dipisahkan dan diberi label yang
berbeda.
Kegiatan administrasi pajak di apotek Endeh dilakukan oleh satu orang
yang bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang
harus dibayar oleh Apotek. Selain itu, bagian administrasi pajak juga
bertanggung jawab dalam menangani laporan keuangan, yang di laporkan
kepada Pemilik Sarana Apotek sekaligus Apoteker Pengelola Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
diantaranya :
5.1.1 Peranan dan pekerjaan Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek
tidaklah sesederhana seperti yang disangka orang. Dalam melayani pasien,
Apoteker harus luwes, ramah, sabar terutama dalam kepada pasien yang
awam. Dimana Apoteker dituntut untuk memahami produk (product
knowledge) dan mempunyai pengetahuan tentang spesialistik obat.
5.1.2 Pekerjaan manajerial di Apotek ketika masih baru dapat dimulai dengan
cara-cara sederhana, seperti menata pembukuan, membuat daftar harga
obat, menata faktur penjualan dan pembayaran, merencanakan pengadaan
obat dengan defecta, membuat laporan dll, sehingga ketika Apotek mulai
berkembang, pekerjaan-pekerjaan dapat didelegasikan pada SDM yang ada,
sehingga Apoteker dapat lebih fokus dalam mengendalikan sumber daya
nya. Untuk memperoleh keterampilan tersebut, maka Apoteker harus
melakukan pekerjaan tersebut secara terus-menerus dan berkesinambungan.
5.1.3 Peran Apoteker dalam aspek administrasi dibutuhkan terutama dalam hal
mengatur administrasi pembelian dan pengelolaan faktur serta mengatur
administrasi resep yang ada di Apotek, sehingga dapat terorganisir dengan baik.
5.2
Saran
5.2.1 Pelayanan informasi obat dan konseling di Apotek Endeh perlu ditingkatkan
agar pasien lebih memahami tentang informasi obat yang diberikan dan
meminimalkan terjadinya kesalahan (medication error) dalam penggunaan
obat sehingga terlaksananya pengobatan yang rasional.
5.2.2 Perlu ditingkatkannya kecepatan pelayanan dan keramahan karyawan apotek
untuk mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang optimal.
5.2.3 Ruang racik di Apotek Endeh sebaiknya lebih ditata kembali yaitu dengan
menambah meja khusus untuk peracikan resep obat.
47
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Menteri
Kesehatan
Menteri Kesehatan RI.
(1978). Peraturan
28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta
No.
Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. (1990).
Jakarta
Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun
1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta
Menteri Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No.
1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek . Jakarta
Menteri Kesehatan RI.
(2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Jakarta
Menteri Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas
Terbatas. (2006). Jakarta
Menteri Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No. HK.03.01.160/I/2010 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesehatan
Tahun 2010 – 2014. Jakarta
Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin
Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Nomor 25
tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 tahun 1965 tentang Apotek.
Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997
tentang Psikotropika. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2000) Undang-Undang RI No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No. 36 tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta
48
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
49
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Jakarta
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
50
Lampiran 1. Denah Apotek Endeh
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
51
Lampiran 1. (lanjutan)
Keterangan Gambar:
1. Area parkir
2. Pintu depan
3. Ruang tunggu
4. Kursi
5. Etalase obat bebas dan health care product
6. Kasir
7. Pintu etalase
8. Televisi
9. Rak obat bebas
10. Meja apoteker dan computer
11. Wadah obat fast moving
12. Rak obat generik
13. Rak alat-alat gelas
14. Dispenser
15. Lemari pendingin
16. Rak obat keras
17. Rak obat keras sediaan semisolid (penggunaan topikal)
18. Rak obat generik (cair)
19. Rak bahan baku
20. Lemari narkotik
21. Lemari psikotropik
22. Meja racik, lemari alat gelas dan wadah pengemas
23. Timbangan
24. Wastafel
25. Lemari arsip
26. Rak obat keras (cair)
27. Telepon
28. Rak obat keras (mata)
29. Meja administrasi
30. Pintu belakang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
52
Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Endeh
Apoteker
Penanggung
Jawab ApotEK
Apoteker
Pendamping
Asisten Apoteker
Kasir
Administrasi
Juru Resep
Catatan : pembagian kerja berdasarkan shift pagi dan malam
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
53
Lampiran 3. Alur Pengelolaan Barang di Apotek
Perencanaan Defecta
Cek Barang
Surat Pemesanan
Hitung Jumlah
Barang
Terima Barang
Simpan di
Etalase
Jual
Terima faktur terima barang
(faktur asli + copy)
PBF
Faktur Asli
Faktur copy disimpan
dalam berkas berdasarkan
nama PBF secara alfabetis
2 minggu sebelum jatuh
tempo dilakukan tukar
faktur
Tanda terima tukar faktur
diurutkan berdasarkan
minggu pembayaran
Jatuh Tempo  bayar
Terima faktur asli
Simpan sebagai arsip
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
54
Lampiran 4. Blangko Pemesanan Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
55
Lampiran 5. Lembar Stok Opname
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
56
Lampiran 6. Diagram Alur Pelayanan Resep di Apotek Endeh
Pasien datang ke Apotek
dengan membawa resep
Harga diberitahukan
Resep diterima Apoteker /
Asisten Apoteker /
Karyawan Apotek
Resep di skrining
dan diberi harga
Kasir
Menerima uang dan
memberi nomor resep
Resep diserahkan kepada
Apoteker/ Asisten Apoteker :
 Resep dikerjakan
 Diberi etiket
 Obat di periksa lagi
 Obat siap diserahkan
Resep diserahkan kepada pasien
dengan memberikan informasi
mengenai obat (indikasi, cara
penggunaan, waktu penggunaan,
dosis, efek samping dll)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
57
Lampiran 7. Etiket Obat
Etiket Obat Dalam
Etiket Obat Luar
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
58
Lampiran 8. Blanko Salinan Resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
59
Lampiran 9. Blanko Kwitansi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
60
Lampiran 10. Tanda Terima Faktur
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
61
Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
62
Lampiran 12. Laporan Penggunaan Narkotika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
63
Lampiran 12. (lanjutan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
64
Lampiran 13. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
65
Lampiran 14. Laporan Penggunaan Psikotropika
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
66
Lampiran 14. (lanjutan)
NAMA APOTEK : APOTEK ENDEH
No. SIA
: 1299.04/Kanwil/SIA/0110
ALAMAT
: Jalan Pancoran Timur No. 37
KAB/KOTA : Jakarta Selatan
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24
NAMA
BARANG
SEDIAAN
Ampisiline
Analsik
Ativan 0,5 mg
Broxidin
Citalgin
Clobazam
Danalgin
Deparon
Diazepam 2 mg
Elsigan 2 mg
Haloperidol
Frisium
Librax
Mentaluim 5 mg
Metaneuron
Neuradial
Phenobarbital
30 mg
Sanmag
Spasmum
Teroneo
Valium 2mg
Valium 5 mg
Zyorax 1 mg
Sanac 0,25 mg
SATUAN
STOK
AWAL
PENERIMAAN
DARI
JUMLAH
PENGELUARAN
DARI
STOK
AKHIR
JUMLAH
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI APOTEK ENDEH
JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN
PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013
PENGGUNAAN OBAT DIURETIK DAN ANTI DIURETIK
PADA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
EFI PUSPITASARI., S. Farm
1206329530
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................. ...................
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
DAFTAR TABEL. .......................................................................................
i
ii
iii
iv
BAB 1. PENDAHULUAN..........................................................................
1.1 Latar Belakang .. ......................................................................
1.2 Tujuan .....................................................................................
1
1
2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................
2.1 Definisi Diuretik dan Anti Diuretik.............................................
2.2 Penggolongan Diuretik ...............................................................
2.3 Obat – Obat Anti Diuretik...........................................................
3
3
5
24
BAB 3. METODOLOGI ...........................................................................
3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Data.........................................
3.2 Metode Pengkajian Data ..........................................................
26
26
26
BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................
27
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
5.1 Kesimpulan .............................................................................
5.2 Saran . ......................................................................................
33
33
33
DAFTAR ACUAN ......................................................................................
34
ii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Sistem Transpor Tubulus dan Tempat Kerja Diuretik ...................
Gambar 2. Mekanisme Kerja Diuretik Kuat....................................................
Gambar 3. Mekanisme Kerja Diuretik Tiazid ..................................................
Gambar 4. Mekanisme Kerja Diuretik Hemat Kalium. ..................................
iii
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
3
7
11
16
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Bagian – bagian Ginjal dan Fungsinya ..............................................
Tabel 2. Agen Diuretik............................... ...................................................
Tabel 3. Sediaan dan Posologi Golongan Diuretik Kuat .................................
Tabel 4. Sediaan dan Dosis Tiazid dan Senyawa Sejenis...............................
Tabel 5. Penghambat Karbonat Anhidrase dalam Terapi Glaukoma ...............
Tabel 6. Penggunaan Diuretik Kuat untuk Gagal Jantung ...............................
Tabel 7. Diuretik pada Pengobatan Hipertensi ................................................
Tabel 8. Pengobatan Hipertensi Kronik pada Masa Kehamilan ......................
Tabel 9. Diuretik Osmotik dan Penghambat Anhidrase Karbonik ..................
iv
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
4
5
10
15
20
28
29
30
31
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diuretik merupakan obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan
urin. Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan produksi
volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat-zat terlarut dalam air.
Obat-obat diuretik merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan
reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih
banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut
secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan Osmotik
dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam
urin dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dengan demikian
diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta
komposisi ion didalam urin dan darah. Secara normal, reabsorpsi garam dan air
dikendalikan masing – masing oleh aldosteron dan vasopresin (hormon
antidiuretik, ADH). (Neal, M.J., 2005)
Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan
dalam pengobatan dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis
tersebut diantaranya adalah Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik
Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid,
Diuretik Hemat Kalium dan Diuretik
Osmotik (Katzung, 2004)
Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti
mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan
ekstrasel menjadi normal. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema pada
gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis. Beberapa
diuretik terutama tiazid, secara luas digunakan pada terapi hipertensi. (Neal, M.J.,
2005)
Pentingnya diuretik dalam pengobatan sindrom gagal jantung kongestif
berkaitan dengan peran sentral ginjal sebagai organ target dari banyak perubahan
neurohormonal dan hemodinamik yang terjadi sebagai respon terhadap kegagalan
miokardium. Ginjal merupakan salah satu jalur utama untuk eliminasi obat dan
1
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
gangguan fungsi ginjal pada usia lanjut atau pada penyakit ginjal dapat
menurunkan eliminasi obat secara signifikan. Diuretik tidak mempengaruhi
riwayat penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya yang menjadi penyebab
menurunnya curah jantung. Akan tetapi, obat – obat tersebut dapat mengatasi
gagal jantung dengan bekerja langsung pada reabsorpsi zat terlarut dan air oleh
ginjal sehingga dapat memperlambat progresi dilatasi bilik jantung dengan
menurunkan tekanan pengisian ventrikel. (Mozayani, 2008)
Antidiuretik merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu
kondisi, sifat atau penyebab turunnya laju urinasi. Bahan-bahan yang bersifat
antidiuretik digunakan dalam pengobatan diabetes insipidus untuk menjaga
keseimbangan kadar air di dalam tubuh.
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat diakukannya praktek
kerja kefarmasian oleh Apoteker, yang dapat menunjang pembangunan kesehatan
dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu Apotek juga sebagai
sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. (Presiden Republik
Indonesia, 1992).
Dalam kasus penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik, seorang
apoteker perlu memberikan informasi mengenai obat tersebut yang meliputi dosis,
aturan pakai, kontra indikasi, efek samping dan hal – hal lain yang perlu
diperhatikan sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan laporan ini diantaranya adalah :
1.2.1 Memberikan informasi mengenai obat – obat diuretik dan anti diuretik pada
pelayanan kefarmasian di Apotek.
1.2.2 Memahami peran Apoteker dalam hal penggunaan obat – obat diuretik dan
anti diuretik kepada pasien guna mewujudkan terapi yang rasional dan lebih
optimal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Definisi Diuretik dan Anti Diuretik
Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi
air dan natrium klorida. Secara normal, reabsorbsi garam dan air masing – masing
dikendalikan oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH).
Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh
tubulus ginjal. Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan eksresi
air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. (Neal, M.J.,
2005)
Diuretik bekerja pada ginjal di bagian tubulus proksimal dengan perolehan
kembali dari 65% - 80% natrium dan air (pengangkutan Na/Cl bersamaan, diikuti
air), 99% glukosa, protein, asam amino. Pada bagian desendens-Lengkung Henle
terjadi difusi pasif urea, H2O, dan Na. Pada bagian asendens-Lengkung Henle dan
tubulus distal-Segmen pencair terjadi transpor aktif Na yang kuat, tidak permeabel
untuk H2O, urea. Bagian tubulus distal/ tubulus pengumpul terjadi resorpsi
natrium aktif, tidak permeabel untuk urea, terjadi pertukaran natrium/ kalium dan
permeabilitas air di bawah pengaruh ADH. (Mozayani, 2008)
Gambar 1. Sistem Transpor Tubulus dan Tempat Kerja Diuretik
3
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Tabel 1. Bagian – bagian Ginjal dan Fungsinya
(Katzung, B.G, 2009)
Aldostreron menstimulasi reabsopsi Na+ pada tubulus distal dan
meningkatkan sekresi K+ dan H+. Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik dan
menginduksi sintesis Na+/ K+ -ATPase pada membran basolateral dan kanal Na+ di
membran lumen. Peningkatan permeabilitas kanal Na+ yang lebih cepat dapat
diperantarai oleh reseptor aldosteron di permukaan sel. Diuretik meningkatkan
muatan Na+ pada tubulus distal dan kecuali untuk obat – obat hemat kalium, hal
ini menyebabkan peningkatan sekresi K+. (Neal, M.J., 2005)
Antidiuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu
kondisi, sifat atau penyebab turunnya laju urinasi. Bahan-bahan yang bersifat
antidiuretik digunakan dalam pengobatan diabetes insipidus untuk menjaga
keseimbangan kadar air di dalam tubuh. Vasopresin (Anti Diuretik Hormon)
dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini meningkatkan jumlah kanal
air pada dukus koligens sehingga memungkinkan reabsorpsi air secara pasif. Pada
diabetes insipidus ‘kranial’, tidak adanya ADH menyebabkan eksresi urin
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
5
hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin atau
desmopresin, suatu analog kerja panjang. (Neal, M.J., 2005)
2.2
Penggolongan Diuretik
Penggolongan obat – obat diuretik dapat dibedakan menjadi Diuretik
Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid,
Diuretik Hemat Kalium dan Diuretik Osmotik (Katzung B.G, 2009):
Tabel 2. Agen Diuretik
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
6
2.2.1 Diuretik kuat (Loop Diuretik)
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat
dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya di bagian epitel tebal
ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop
diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid, asam
etakrinat, dan bumetanid.
Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat masih
tergolong derivat sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk
pengobatan gagal jantung dan edema paru. Bumetanid merupakan derivat asam 3aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam hal ini kedua
senyawa ini mirip satu dengan lain. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat
diberikan secara oral maupun parenteral.
Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi
elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal, tempat kerjanya
di permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap lumen tubuli). Sistem
transport NaCl dalam membran lumen pars asenden tebal ansa Henle adalah
kotransport Na+ / K
+
/ 2Cl (Gambar 2). Transporter ini secara selektif diblokir
oleh agen diuretik yaitu "loop" diuretik. Meskipun Na+ / K+ / 2Cl-transporter itu
sendiri netral (dua kation dan dua anion cotransported), aksi transporter
berkontribusi untuk kelebihan K+ yang terakumulasi dalam sel. Hal ini
menyebabkan difusi K+ ke dalam lumen tubulus dan pengembangan potensi listrik
lumen-positif. Potensial listrik di lumen ini yang menimbulkan tenaga dorongan
yang penting bagi reabsorpsi kation divalen Mg2+ dan Ca2+-melalui jalur
paracellular (antara sel). Dengan demikian, penghambatan transport garam dalam
pars asenden tebal ansa Henle oleh loop diuretik menyebabkan peningkatan
ekskresi kation divalen selain NaCl.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
7
Gambar 2. Mekanisme Kerja Diuretik Kuat
Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam
urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Berdasarkan
atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan
simtomatik hiperkalsemia.
Pada pemberian secara iv, obat ini cenderung meningkatkan aliran darah
ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik
ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli
proksimal serta meningkatnya efek awal diuresis. Dengan berkurangnya cairan
ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan mengakibatkan
meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal.
Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi dan amonia.
Fenomena yang terjadi ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
alkalosis metabolik. Bila mobilisasi cairan udema terlalu cepat, alkalosis
metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat penyusutan volume cairan
ekstrasel. Sebaliknya pada penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab
alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+. Alkalosis ini
sering kali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh
mekanisme yang berbeda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
8
Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang
agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir
100%. Obat golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga
tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor
asam organik di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan
tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi.
Torsemid memiliki masa kerja sedikit lebih panjang dari furosemid.
Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi
melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril
terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melaui hati.
Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil
dalam bentuk glukuronat. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal,
selebihnya sebagai metabolit.
Efek samping dan Perhatian
a.
Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian efek samping berkaitan dengan
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antra lain hipotensi,
hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, hipokalsemia dan hipomagnesia.
b.
Ototoksisitas. Asam etrakinat dapat menyebabkan ketulian sementara atau
menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian
sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid.
Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit
cairan endolimfe.
c.
Hipotensi dapat terjadi akibat deplesi volume sirkulasi.
d.
Efek metabolik. Seperti diuretik tiazid, diuretik kuat juga dapat menimbulkan
efek samping metabolik berupa hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan
kolesterol LDL dan trigliserida serta penurunan HDL.
e.
Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan struktur molekul
yang
menyerupai
sulfonamid.
Diuretik
kuat
dan
diuretik
tiazid
dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi sulfonamid. Asam
etakrinat merupakan satu-satunya diuretik kuat yang tidak termasuk golongan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
9
sulfonamid, dan digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap
sulfonamid.
f.
Nefritis interstisialis alergik. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan
nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversibel.
Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretik kuat ini tidak
dianjurkan pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan.
Interaksi
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida
dan antikanker sisplatin akan meningkatkan resiko nefrotoksisitas. Probenesid
mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya
berkurang.
Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui
penggeseran ikatannya denga protein. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini
dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama denga sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama
indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid.
Penggunaan Klinik
Furosemid merupakan obat standar untuk gagal jantung yang disertai edema
dan tanda-tanda bendungan sirkulasi seperti peninggian tekanan vena juguler,
edema paru, edema tungkai dan asites. Furosemid lebih banyak digunakan
daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan
kurva dosis responsnya kurang curam. Pada keadaan ini perbaikan klinik dicapai
karena terjadi perubahan hemodinamik dan penurunan volume cairan ekstrasel
dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kana berkurang.
Untuk mengatasi edema refrakter, diuretik kuat biasanya diberikan bersama
diuretik lain, misalnya tiazid atau diuretik hemat kaium. Diuretik kuat juga
merupakan obat yang efektif untuk mengatasi asites akibat penyakit sirosis hepatis
dan edema akibat gagal ginjal. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali bila
diperlukan diuresis yang segera, maka dapat diberika secara iv atau im. Bila ada
nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih
besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyaknya protein
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
10
dalam cairan tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghambat
diuresis.
Diuretik kuat juga digunakan pada pasien gagal ginjal akut yang masih
awal, namun hasilnya tidak konsisten. Diuretik kuat dikontaindikasikan pada
keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Diuretik kuat dapat menurunkan kadar
kalsium plasma pada pasien hiperlaksemia simtomatik dengan cara meningkatkan
ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk
tujuan ini, maka perlu
diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk menggantikan kehilangan Na+ dan Clmelalui urin.
Tabel 3. Sediaan dan Posologi Golongan Diuretik Kuat
2.2.2 Tiazid
Tiazid disintesis dalam rangka penelitian zat penghambat enzim karbonik
anhidrase. Tiazid berefek langsung terhadap transpor Na+ dan Cl- di tubuli ginjal.
Prototipe tiazid adalah hidroklortiazid. Beberapa diuretik sulfonamid yang
strukturnya sama sekali berbeda dengan tiazid, menunjukkan efek farmakologi
yang sama dengan tiazid. Senyawa-senyawa tersebut ialah klortalidon, kuinetazon,
metolazon dan indapamid.
Farmakodinamik
Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu tubulus
distal. Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cldari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
11
tubulus dan ditukar dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida.
(Gambar 3). Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi
natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan
oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Laju
ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah
dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini
disebabkan 90% Na+ dalam cairan filtrat telah direabsorpsi lebih dahulu sebelum
ia mencapai tempat kerja tiazid.
Gambar 3. Mekanisme Kerja Diuretik Tiazid
Pada pasien hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena
efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap anteriol sehingga
terjadi vasodilatasi. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid justru mengurangi
diuresis. Efek yang tampaknya paradoks ini diduga berdasarkan pengurangan
volume plasma yang diikuti oleh penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga
reabsorpsi Na dan air di tubulus proksimal. Akibatnya jumlah air dan Na yang
melewati segmen distal berkurang sehingga volume maksimum urin yang encer
juga berkurang. Hasil akhirnya adalah pengurangan poliuria secara signifikan.
Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila
diberikan secara iv. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah
ginjal. Dalam keadaan tertentu, probenesid dapat meghambat efek diuresis tiazid,
hal ini menandakan bahwa untuk menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada di
dalam cairan tubuli.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
12
Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis dan pertukaran
antara Na+ dan K+ yang menjadi lebih aktif pada tubuli distal. Harus diingat
bahwa pada pasien dengan edema pertukaran Na+ dan K+ menjadi lebih aktif
karena sekresi aldosteron bertambah.
Tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah dengan kemungkinan 2
mekanisme :
(1) tiazid meninggikan reabsorpsi asam urat tubuli proksimal.
(2) tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli.
Berbeda dengan natriuretik lain, tiazid menurunkan ekskresi kalsium sampai
40% karena tiazid tidak dapat menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli
distal. Hal ini dapat meningkatkan kadar kalsium darah dan terbukti dapat
menurunkan insidensi fraktur pada osteoporosis.
Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada pemberian jangka
pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila pengggunaannya berlangsung
dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air
yang sebanding, dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama
bila pasien tersebut mendapat diet rendah garam. Namun demikian secara
keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan gangguan komposisi cairan
ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik kuat, karena intensitas
diuresis yang ditimbulkannya relatif lebih rendah. Ekskresi Mg2+ meningkat,
sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia.
Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi
bromida. Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi
kedua ion halogen yang lain. Dengan demikian semua obat yang bersifat
kloruresis dapat digunakan untuk menanggulangi keracunan bromida. Selain itu,
penggunanaan diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan ekskresi yodida
dengan akibat dapat terjadinya deplesi yodida ringan.
Farmakokinetik
Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat
tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang ekstrasel dan
dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
13
saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid dieksresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam
cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam
sudah diekskresi dari tubuh. Bendroflumetazid, politiazid dan klortalidon
mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat.
Klorotiazid dalam tubuh tidak mengalamai perubahan metabolik, sedang politiazid
sebagian dimetabolisme dalam tubuh.
Efek samping
Efek samping tiazid berkaitan dengan kadar plasma. Uji klinik yang lebih
baru membuktikan bahwa dosis rendah (12,5-25 mg HCT) lebih efektif
menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko kardiovaskular. Efek samping
tiazid antara lain:
a.
Gangguan elektrolit meliputi hipokalemia, hipovolemia, hiponatremia,
hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemia mempermudah terjadinya
aritmia terutama pada pasien yang juga mendapat digitalis atau antiaritmia
lain.
b.
Gejala insufisiensi ginjal dapat diperhebat oleh tiazid, mungkin karena tiazid
langsung mengurangi aliran darah ginjal.
c.
Hiperkalsemia, tendensi hiperkalsemia pada pemberian tiazid jangka panjang
merupakan efek samping yang menguntungkan terutama untuk orang tua
dengan resiko oeteoporosis, karena dapat mengurangi resiko fraktur.
d.
Hiperurisemia, diuretik tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat dalam
darah karena efeknya menghambat sekresi dan meningkatkan reabsorpsi asam
urat.
e.
Tiazid menurunkan toleransi glukosa dan mengurangi efektivitas obat
hipoglikemik oral. Ada 3 faktor yang menyebabkan hal ini dan telah
dibuktikan pada tikus yaitu kurangnya sekresi insulin terhadap peninggian
kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis, dan berkurngnya
glikogenesis.
f.
Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida
plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
14
g.
Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi akibat pemakaian
diuretik.
Interaksi
Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek diuretik tiazid karena
kedua obat ini menghambat sintesis prostaglandin vasodilator di ginjal, sehingga
menurunkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus.
Probenesid menghambat sekresi tiazid ke dalam lumen tubulus. Akibatnya
efektivitas tiazid berkurang. Hipokalsemia yang terjadi akibat pemberian tiazid
dapat meningkatkan resiko aritmia oleh digitalis dan obat-obat antiaritmia,
sehingga pemantauan kadar kalium sangat penting.
Kombinasi tetap tiazid dengan KCl tidak digunakan lagi karena
menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Tiazid menghambat ekskresi litium
sehingga kadar litium dalam darah dapat meningkat.
Indikasi
Hipertensi. Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan
hipertensi, baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi
lain. Selain sebagai diuretik, tiazid memberi efek anti hipertensi berdasarkan efek
penurunan resistensi pembuluh darah.
Gagal jantung. Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan edema
akibat gagal jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan
diuretik hemat kalium pada pasien yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk
mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi
digitalis. Pemberian tiazid pada pasien gagal jantung atau hipertensi yang disertai
gangguan fungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati, karena obat ini dapat
memperhebat gangguan fungsi ginjal akibat penurunan kecepatan filtrasi
glomerulus dan hilangnya natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak.
Pengobatan jangka panjang edema kronik. Obat ini hendaknya diberikan
dalam dosis yang cukup untuk mempertahankan berat badan tanpa edema.
Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus
terutama yang bersifat nefrogenik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
15
Hiperkalsiuria, Pasien dengan batu kalsium pada saluran kemih mendapat
manfaat dari pengobatan tiazid, karena obat ini dapat mengurangi ekskresi
kalsium ke saluran kemih sehingga mengurangi resiko pembentukan batu.
Tabel 4. Sediaan dan Dosis Tiazid dan Senyawa Sejenis
2.2.3 Diuretik hemat kalium
Yang tergolong kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan
amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat.
1)
Antagonis aldosteron
Aldosteron adalah mineralkortikoid endogen yang paling kuat. Peranan
utama aldosteron ialah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli
distal serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi pada hiperaldosterinisme, akan
terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3dan sekresi H+ yang bertambah.
Saat ini dikenal dua macam antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan
eplerenon. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan
kompetitif terhadap aldosteron, dimana obat ini hanya efektif bila terdapat
aldosteron baik endogen maupun eksogen. Jadi pada pemberian antagonis
aldosteron, reabsorpsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dan duktus koligentes
dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
16
Gambar 4. Mekanisme Kerja Diuretik Hemat Kalium
Eplerenon merupakan analog spironolakton, dibanding spironolakton
eplerenon memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor mineralkortikoid,
androgen, dan progesteron. Oleh karena itu eplerenon tidak menimbulkan efek
ginekomastia dan virilisasi. Eplerenonn digunakan sebagai antihipertensi dan
sebagai terapi tambahan pada gagal jantung.
Farmakokinetik
Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami
sirkulasi enterihepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan protein
cukup tinggi. Metabolit utamanya, kanrenon, memperlihatkan aktivitas antagonis
aldosteron dan turut berperan dalam aktivitas biologik spironolakton. Kanrenon
mengalami interkonversi enzimatik menjadi kanrenoat yang tidak aktif.
Efek samping
Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering
terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang
berlebihan. Tetapi efek toksik ini juga dapat pula terjadi bila dosis yang biasa
diberikan bersama dengan tiazid pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
17
berat. Efek samping lain yang ringan dan reversibel di antaranya ginekomastia,
efek samping mirip androgen dan gejala saluran cerna.
Indikasi
Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi
dan edema yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan
maksud mengurangi ekskresi kalium, di samping memperbesar diuresis. Pada
gagal jantung kronik, spironolakton digunakan untuk mencegah remodeling
(pembentukan jaringan fibrosis di miokard).
Spironolakton merupakan obat pilihan untuk hipertensi hiperaldosteronisme
primer
dan
sangat
bermanfaat
pada
kondisi-kondisi
yang
disertai
hiperaldosteronisme sekunder seperti asites pada sirosis hepatik dan sindrom
nefrotik.
Sediaan dan dosis
Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50, dan 100 mg. Dosis
dewasa berkisar antara 25-200 mg, tapi dosis efektif sehari rata-rata 100 mg dalam
dosis tunggal atau tebagi. Terdapat pula sediaan kombinasi antara spironolakton
25 mg hidroklortiazid 25 mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5
mg. Eplerenon digunakan dalam dosis 50-100 mg/hari.
2)
Triamteren dan Amilorid
Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida
sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami
perubahan. Efek penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida oleh triamteren
agaknya suatu efek langsung, tidak melalui penghambatan aldosteron, karena obat
ini memperlihatkan efek yang sama baik pada keadaan normal, maupun setelah
adrenalektomi. Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi
kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reabsorpsi natrium di tempat tersebut
mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan
adanya
perbedaan
potensial
listrik
transtubular
ini
diperlukan
untuk
berlangsungnya proses sekresi K+ oleh sel tubuli distal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
18
Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bahwa kedua obat ini terutama
bermanfaat bila diberikan bersama diuretik lain, misalnya hidroklortiazid. Dengan
kombinasi ini efek natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium dikurangi.
Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air
sehingga lebih banyak diteliti.
Farmakokinetik
Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya
diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid
dan triamteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6
jam dan berakhir sesudah 24 jam.
Efek samping
Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu hiperkalemia.
Triamteren dapat juga menimbulkan efek samping berupa mual, muntah, kejang
kaki dan pusing. Azotemia yang ringan sampai sedang sering terjadi dan bersifat
reversibel. Pada pasien dengan sirosis hati akibat alkohol yang mendapat
triamteren pernah dilaporkan terjadi anemia megaloblastik, tetapi hubungan sebab
akibat belum pasti.
Indikasi
Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa
pasien dengan edema. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila
diberikan bersama obat diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid.
Mengingat kemungkinan dapat terjadinya efek samping hiperkalemia yang
membahayakan, maka pasien-pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan
diuretik hemat K+ jangan diberikan suplemen K+, kecuali bila terbukti adanya
hipokalemia. Juga harus waspada bila memberikan diuretik ini bersama dengan
obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga
bahaya terjadinya hiperkalemia menjadi lebih besar. Triamteren atau amilorid
jangan
diberikan
bersama
spironolakton
mengingat
bahaya
terjadinya
hiperkalemia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
19
Sediaan dan posologi
Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. Dosisnya 100-300 mg
sehari. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10 mg.
Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat
dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet.
2.2.4 Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase
Diuretik
Penghambat
Karbonik
Anhidrase
misalnya
asetazolamid
merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretiknya. Diuretik
Penghambat Karbonik Anhidrase menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus
proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena
itu, ekskresi HCO3-, Na+, dan H2O meningkat. Kehilangan HCO3- menyebabkan
asidosis metabolik dan efek obat menjadi self limiting pada saat bikarbonat darah
turun. Na+ yang meningkat yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi
K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan
intraokuler yang dicapai dengan mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait
ke dalam aqueous humour (Neal, M.J., 2005)
Farmakokinetik
Semua penghambat karbonat anhidrase terabsorpsi baik setelah pemberian
per oral. Efek atas pH urine jelas terlihat dalam 30 menit, maksimum pada 2 jam
dan menetap selama 12 jam setelah dosis tunggal. Eksresi terjadi dengan sekresi
tubulus pada segmen pertengahan tubulus proksimal. (Katzung, 1989)
Farmakodinamik
Penghambatan aktivitas karbonat anhidrase jelas menekan reabsorpsi
bikarbonat dalam tubulus proksimalis. Bikarbonat terkumpul dalam sel dan di
dalam cairan lumen. Ketidakcocokan antara pH lumen (yang mungkin menjadi
asam) dan peningkatan konsentrasi bikarbonat lumen dinamai sebagai
“ketidakseimbangan” pH. Hampir semua kapasitas reabsorpsi bikarbonat pada
tubulus proksimalis superfisialis dapat dihambat oleh asetazolamid dengan IC50
yang jelas (konsentrasi untuk penghambatan 50%) 4 µmol/L. Sebaliknya banyak
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
20
bikarbonat masih dapat diabsorpsi pada tempat nefron lain dengan satu atau lebih
mekanisme yang tak tergantung atas karbonat anhidrase yang belum jelas. Hasil
keseluruhan pemberian asetazolamid yang maksimum adalah 85% penghambat
reabsorpsi bikarbonat proksimalis tetapi hanya 45% penghambatan keseluruhan
reabsorpsi bikarbonat ginjal. Hasilnya suatu keadaan yang membuang bikarbonat
secara akut. Penipisan cadangan bikarbonat tubuh menyebabkan asidosis
metabolik hiperkloremik sehingga mengurangi kemanjuran diuretik dari obat
serupa dalam dosis berikutnya.
Efek menarik dari penghambatan reabsorpsi bikarbonat proksimalis adalah
penghambatan sejajar atas reabsorpsi klorida dalam tubulus proksimalis. Sebagai
hasilnya, NaHCO3 dan NaCl diangkut ke luar dari tubulus proksimalis selama
penghambatan karbonat anhidrase. Kebanyakan peningkatan NaCl yang diangkut
ke distal terjadi pada tempat aliran menurun (yaitu pars asenden tebal) sehingga
natriuresis akibatnya disertai dengan bikarbonat dan bukan oleh klorida. (Katzung,
1989)
Indikasi Klinik dan Dosis
A. Glaukoma : Humor akueous mengandung ion karbonat dalam konsentrasi
tinggi.
Penghambatan
karbonat
anhidrase
menurunkan
kecepatan
pembentukan humor akueous sehingga menurunkan tekanan intraokular. Efek
ini bermanfaat dalam penatalaksanaan menahun glaukoma yang sekarang
merupakan indikasi terlazim bagi penggunaan penghambat karbonat
anhidrase.
Tabel 5. Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan dalam terapi
glaukoma.
Asetazolamid (Diamox)
Diklorfenamid (Daranide, Oratrol)
Dosis Oral (1-4 Kali Sehari)
250 mg
50 mg
Asetazolamid juga tersedia dalam kapsul yang dilepaskan perlahan – lahan
yang mengandung 500 mg zat ini dan sebagai natrium dalam vial untuk
pemberian parenteral.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
21
B. Alkalinisasi Urina : Asam urat dan sistin relatif tak larut dalam urina asam.
Peningkatan
ekskresi
ginjal
secara
teoritis
dapat
dicapai
dengan
meningkatkan ekskresi bikarbonat urina dengan penghambat karbonat
anhidrase. Juga ekskresi asam lemah oleh ginjal (misalnya aspirin) meningkat
dengan meningkatkan pH urina. Efek ini berlangsung relatif lebih singkat dan
mempertahankan diuresis bikarbonat yang kontinu.
C. Pengurangan Cadangan Bikarbonat Total Tubuh : Penghambatan karbonat
anhidrase akan menyebabkan diuresis natrium bikarbonat akut sepanjang
beban filtrasi bikarbonat melebihi kapasitas ginjal untuk absorpsi bikarbonat.
Pendekatan ini dapat bermanfaat dalam alkalosis metabolik menahun yang
menghubungkan dengan resistensi terhadap obat diuretik lain, Contoh lain
adalah alkalosis metabolik pascahiperkapnia. Penghambatan karbonat
anhidrase dapat digunakan untuk mengoreksi keadaan ini jika pemberian
‘saline’ tidak efektif atau dikontraindikasikan karena tekanan pengisian
jantung meningkat.
D. Mabuk Gunung Akut : Kelemahan, sukar bernapas, ‘dizziness dan nause
dapat timbul pada pendaki gunung yang cepat mendaki di atas 3000 m dan
terlalu memaksakan dirinya. Gejala ini biasanya ringan dan berlangsung
selama beberapa hari. Pada beberapa pendaki, edema serebrum atau paru
yang cepat progesif dapat mengancam nyawa. Asetazolamid meningkatkan
status penampilan dan menurunkan keseluruhan gejala.
E. Kegunaan Lain : Penghambat karbonat anhidrase telah digunakan sebagai
tambahan bagi terapi epilepsi, dalam beberapa bentuk paralisis periodik
hipokalemi
dan
untuk
meningkatkan
ekskresi
fosfat
urina
selama
hiperfosfatemia parah. (Katzung, 1989)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
22
Toksisitas
A. Asidosis Metabolik Hiperkloremik : Ini akibat yang dapat diramalkan dari
pengurangan menahun cadangan bikarbonat tubuh. Pembuangan bikarbonat
akhirnya akan membatasi kemanjuran diuretik penghambat karbonat
anhidrase yang berbanding langsung dengan pengurangan keseluruhan dalam
beban bikarbonat yang difiltrasi.
B. Batu Ginjal : Fosfaturia dan Hiperkalsiuria terjadi selama respon
bikarbonaturia terhadap penghambatan karbonat anhidrase. Ekskresi ginjal
terhadap faktor yang dapat melarutkan (mis. sitrat) dapat menurun pada
pemakaian menahun. Garam kalsium relatif tak larut pada pH alkali yang
berarti dapat terbentuk batu ginjal.
C. Pembuangan K+ oleh Ginjal : Pembuangan kalsium dapat hebat, terutama
selama stadium diuresis bikarbonat akut. Komplikasi ini bisa membatasi
kegunaan penghambat karbonat anhidrase pada alkalosis metabolik menahun
yang berhubungan dengan pemberian diuretik sebelumnya.
D. Toksisitas Lain : Mengantuk dan parestesi lazim terjadi setelah pemberian
dosis besar. Dapat juga terjadi reaksi hipersensitivitas (demam, ‘rash’ supresi
sumsum tulang, nefritis interstisial). (Katzung, 1989)
Kontraindikasi
Penghambat karbonat anhidrase harus dihindari pada sirosis hepatis.
Alkalinizasi urina akan menurunkan pengangkapan NH4+ urina dan bisa
menyokong timbulnya ensefalopati hepatika. (Katzung, 1989)
2.2.5 Diuretik Osmotik
Istilah Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat yang bukan elektrolit,
yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari golongan obat ini
adalah manitol, urea, sukrosa dan glukosa. Dengan adanya zat tersebut dalam
cairan tubuli, zat ini ikut menentukan besarnya tekanan osmotik sehingga jumlah
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
23
air dan elektrolit yang diekskresi bertambah besar juga. Tetapi untuk
menimbulkan diuresis yang cukup besar diperlukan dosis diuretik osmotik yang
cukup tinggi.
Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak
mengalami metabolisme di dalam badan dan hanya sedikit direabsorpsi oleh
tubuli. Manitol diberikan secara iv, jadi obat ini tidak praktis untuk pengobatan
edema yang kronik. Pada penderita decompensatio cordis pemberian manitol
berbahaya karena terjadinya penambahan volume darah yang beredar dan hal ini
memperberat kerja jantung yang telah payah.
Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada penderita oliguria akut yang
disebabkan oleh shock hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau
sebab lain yang menimbulkan necrosis tubuli karena dalam keadaan ini obat yang
kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif. Urea tidak dipakai lagi sebagai
diuretik karena kurang efektif, dosis yang diperlukan terlalu besar dan rasanya
tidak enak. Glukosa juga kurang efektif karena glukosa mengalami metabolisme
oleh badan dan harus diberikan secara iv dalam dosis yang tinggi supaya
melampaui reabsorpsi ginjal untuk glukosa. Sukrosa seperti manitol tidak
dimetabolisme dalam badan.
Intoksikasi
Bahaya diuretik osmotik yang utama berhubungan dengan pembebanan
jantung oleh perubahan sirkulasi darah oleh zat tersebut karena perubahan volume
dan distribusi cairan badan.
Sediaan dan Posologi
Manitol untuk indikasi edema serebral. Peringatan bagi penderita gagal
jantung kongestif dan edema paru. Efek samping dari obat ini adalah menggigil
dan demam. Dosis : infuse intravena, diuresis 50 – 200 mg selama 24 jam,
didahului oleh dosis uji 200 mg/kg bb injeksi intravena yang lambat. (IONI, 2008)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
24
Obat - Obat Anti Diuretik
2.3
2.3.1 Vasopresin
Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH) digunakan pada pengobatan
pituitary (kranial) diabetes insipidus. Selain itu, infus vasopresin digunakan untuk
mengendalikan pendarahan variseal pada hipertensi portal sebelum ditentukan
pengobatan yang pasti (IONI, 2008). Sekresi vasopresin diatur oleh :
1. Osmoreseptor (bila dehidrasi, sekresi ADH akan meningkat)
2. Volume reseptor (bila volume darah menurun, sekresi ADH meningkat)
3. Stres emosional dan fisik (ADH meningkat)
4. Obat – obat nikotin dan morfin (ADH menurun)
5. Alkohol dan fenitoin (ADH menurun).
Mekanisme Aksi Obat
Meningkatkan adenosin monofosfat siklik (cAMP) yang meningkatkan
permeabilitas air pada tubulus ginjal yang mengakibatkan penurunan volume urin
dan peningkatan osmolalitas, menyebabkan peristaltik dengan langsung
merangsang otot polos di saluran pencernaan, vasokonstriktor langsung tanpa
inotropik efek kronotropik. (DIH, 2009)
Dosis
Pada penderita diabetes insipidus : Dosis bervariasi; dititrasi berdasarkan
serum dan natrium urin dan osmolalitas selain keseimbangan cairan dan output
urin, vasopresin jarang digunakan untuk indikasi ini, terapi lain yang tersedia.
I.M :
Anak-anak: 2,5-10 unit 2-4 kali / hari sesuai kebutuhan
Dewasa: 5-10 unit 2-3 kali / hari sesuai kebutuhan
Continous IV infus (berlabel rute):
anak-anak dan dewasa: 0,0005 unit / kg / jam; DOSIS ganda yang diperlukan
setiap 30 menit sampai maksimum 0,01 unit / kg / jam (DIH, 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
25
Efek Samping Obat
Efek samping dari penggunaan vasopresin adalah vasokontriksi dan tekanan
darah tinggi, peristaltik usus meningkat, mual dan kolik usus.
Sediaan dan Posologi
Tersedia dalam bentuk Injeksi, larutan : 20 unit/ml (0,5 ml, 1 ml, 10 ml).
(DIH, 2009)
2.3.2 Desmopresin
Desmopresin merupakan analog dari vasopresin yang juga digunakan pada
pengobatan pituitary (kranial) diabetes insipidus. Desmopresin lebih poten dan
mempunyai kerja lebih lama dibandingkan dengan vasopresin, tetapi desmopresin
tidak mempunyai efek vasokonstriksi. Diberikan oral atau intranasal untuk
pengobatan pemeliharaan, dan pemberian injeksi setelah pembedahan atau pada
pasien yang tidak sadar. Desmopresin juga digunakan pada diagnosa diferensial
diabetes insipidus. Diberikan 2 mcg secara intramuscular atau 20 mcg secara
intranasal. (IONI, 2008)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1
Waktu dan Tempat Pengkajian
Pengkajian bahan dan penulisan laporan dimulai tanggal 15 Juli 2013
sampai 31 Agustus 2013 di Apotek Endeh Jalan Pancoran Timur No. 37, Jakarta
Selatan.
3.2
Metode Pengkajian Data
Metode yang digunakan untuk mengkaji tentang penggunaan obat – obat
diuretik dan anti diuretik pada pelayanan kefarmasian di Apotek adalah dengan
melakukan penelusuran literatur atau studi pustaka dari berbagai referensi yang
berkaitan dengan diuretik dan antidiuretik.
26
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Penggunaan obat – obat diuretik bertujuan untuk meminimalkan edema
jaringan dan dengan demikian dapat meningkatkan fungsi organ serta meredakan
gejala edema seperti dyspnea pada pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF)
atau distensi abdomen pada pasien dengan asites. Diuretik adalah terapi
farmakologis utama untuk edema, namun tidak semua kasus edema diterapi
farmakologis menggunakan diuretik, hanya seperti pada kasus edema yang
membutuhkan perawatan farmakologis dengan segera karena dapat mengancam
jiwa. Sedangkan obat – obat anti diuretik digunakan dalam pengobatan diabetes
insipidus untuk menjaga keseimbangan kadar air di dalam tubuh. Vasopresin
(Anti Diuretik Hormon) dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini
meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan
reabsorpsi air secara pasif. Pada diabetes insipidus ‘kranial’, tidak adanya ADH
menyebabkan eksresi urin hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi
dengan vasopresin atau desmopresin, suatu analog kerja panjang
Diuretik dapat dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya Diuretik
Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium, Diuretik
Penghambat Karbonik Anhidrase dan Diuretik Osmotik. Diuretik merupakan obat
yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida.
Kebanyakan reabsorpsi air dan natrium terjadi di sepanjang segmen – segmen
tubulus ginjal (proksimal, ansa henle (ansa desending dan ansa asending) dan
distal). Mekanisme dari kerja obat – obat diuretik tersebut berbeda – beda
tergantung dari golongannya. Kemanjuran diuretik tergantung pada beberapa
faktor, diantaranya jumlah zat terlarut yang disaring dan diserap di lokasi aksi,
jumlah zat terlarut diserap distal ke lokasi aksi, dan pengiriman yang memadai
obat ke lokasi aksi di nefron.
Diuretik kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel
kiri dan pada pasien dengan gagal jantung kronik. Diuretik kuat disebut juga
sebagai ‘high ceiling’ karena obat ini sangat kuat dan lebih efektif dibandingkan
dengan tiazid dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit serta dehidrasi
27
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
28
yang serius. Furosemid, bumetanid dan torsemid adalah contoh obat diuretik kuat.
Dosis penggunaan ketiga obat ini dalam kasus gagal jantung dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 6. Penggunaan Diuretik Kuat untuk Gagal Jantung
(Dipiro, 2008)
Diuretik golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal
jantung dan dengan dosis lebih rendah digunakan untuk menurunkan tekanan
darah. Obat Tiazid (bendroflumetiazid/ bendrofluazid dan metolazon) bersifat
aman, aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Metolazon
merupakan obat yang berkaitan dengan tiazid dan aktivitasnya berada di antara
diuretik kuat (loop) dan tiazid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat
dengan furosemid dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten
dan pada pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik kuat
meningkatkan ekskresi kalium dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk
mencegah hipokalemia.
Beberapa diuretik bersifat hemat kalium, diantaranya spironolakton,
amilorid dan triamteren. Diuretik golongan ini lemah bila digunakan sendiri,
menyebabkan retensi kalium dan sering diberikan bersama tiazid atau diuretik
kuat untuk mencegah hipokalemia. Suplemen kalium atau diuretik hemat kalium
jarang digunakan pada pengobatan rutin hipertensi. Suplemen kalium terutama
diperlukan pada kondisi – kondisi seperti jika pasien termasuk lanjut usia, karena
pasien semacam ini sering kekurangan kalium dalam dietnya; pasien yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
29
menggunakan digoksin atau obat anti aritmia, dimana deplesi kalium dapat
menimbulkan aritmia jantung; pasien yang mengalami hiperaldosteronisme,
misalnya pada sirosis hati, sindroma nefrotik dan gagal jantung yang berat; pasien
dengan kehilangan kalium yang berlebihan, seperti pada diare kronis yang terkait
dengan malabsorpsi usus atau penyalahgunaan pencahar dan pasien yang
menerima dosis tinggi tiazid atau diuretik kuat. Penggunaan obat – obat diuretik
dalam pengobatan kasus hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 7. Diuretik pada Pengobatan Hipertensi
(Dipiro, 2008)
Untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis (tekanan darah 140-179 mm
Hg sistolik atau 90-109 mm Hg diastolik) atau preeklampsia selama kehamilan,
keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan terapi antihipertensi selama
kehamilan adalah hal yang harus diperhatikan karena sebagian besar pengobatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
30
akan mempengaruhi janin dan dapat berefek merugikan bila tidak tepat cara
pengobatannya. Penggunaan diuretik pada masa kehamilan adalah kontroversial,
tetapi Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy telah menetapkan
bahwa penggunaan diuretik dapat diterima pada wanita dengan hipertensi kronis.
(dapat dilihat pada tabel 6). Ketika mempertimbangkan terapi obat dalam
pengobatan hipertensi kronis selama kehamilan, dokter dan pasien harus bersamasama menilai risiko dan manfaat terapi apapun. Untuk wanita dengan hipertensi
berat (tekanan darah diastolik ≥ 100 mm Hg), manfaat dari terapi obat dapat lebih
besar resikonya dalam mempengaruhi janin. (Dipiro, 2008)
Tabel 8. Pengobatan Hipertensi Kronik pada Masa Kehamilan
(Dipiro, 2008)
Diuretik
Penghambat
Karbonik
Anhidrase
misalnya
asetazolamid
merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretiknya. Diuretik
Penghambat Karbonik Anhidrase menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus
proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena
itu, ekskresi HCO3-, Na+, dan H2O meningkat. Kehilangan HCO3- menyebabkan
asidosis metabolik dan efek obat menjadi self limiting pada saat bikarbonat darah
turun. Na+ yang meningkat yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi
K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan
intraokuler yang dicapai dengan mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait
ke dalam aqueous humour. Diuretik osmotik (misalnya manitol) merupakan
senyawa yang difiltrasi, namun tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik diekskresi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
31
dalam jumlah osmotik yang sama dengan air dan digunakan pada edema serebri
dan kadang – kadang untuk mempertahankan diuresis selama pembedahan.
Penggunaan obat diuretik penghambat anhidrase karbonik dan diuretik osmotik
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 9. Diuretik Osmotik dan Penghambat Anhidrase Karbonik
(Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes)
Efek samping dari penggunaan obat – obat golongan diuretik diantaranya
dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan seperti hipokalemia
(tiazid, diuretik kuat), hipomagnesemia (tiazid), hiponatremia (furosemid dosis
besar), hiperkalsemia (tiazid), hiperurisemia (semua diuretik) yang meningkatkan
kadar asam urat sehingga dapat menyebabkan gout, sindrom edema idiopatik
(tiazid), hiperkalemia (diuretik hemat kalium) sedangkan penggunaan obat – obat
antidiuretik seperti vasopresin pada penderita diabetes melitus dapat menyebabkan
vasokontriksi dan tekanan darah tinggi, peristaltik usus meningkat, mual dan kolik
usus.
Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretik golongan tiazid
maupun diuretik kuat. Resiko Hipokalemia lebih bergantung pada lamanya kerja
juga potensinya sehingga efek hipokalemia tiazid lebih besar daripada diuretik
kuat dengan potensi yang sama. Hipokalemia akan berbahaya pada penyakit arteri
koroner yang berat dan pada pasien yang juga sedang diobati dengan glikosida
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
32
jantung. Pada gagal hati, hipokalemia yang disebabkan oleh diuretik dapat
mencetuskan ensefalopati, terutama pada sirosis alkoholik. Diuretik mungkin juga
meningkatkan resiko hipomagnesemia pada sirosis alkoholik dan menimbulkan
aritmia. Spironolakton yaitu diuretik hemat kalium dipilih untuk edema yang
timbul akibat sirosis hati.
Sebagai seorang Apoteker, penggunaan obat – obat diuretik maupun anti
diuretik harus mendapat perhatian. Obat – obat tersebut diserahkan oleh Apoteker
atas resep dari dokter. Apoteker perlu menyampaikan informasi yang lengkap
mengenai obat – obat tersebut, meliputi indikasi, kontra indikasi, efek samping
obat, dosis, interaksi obat, cara penggunaan obat dan waktu penggunaan obat.
Misalnya, pada penggunaan obat furosemid contohnya Lasix (Sanofi Aventis)
tablet 40 mg yang ada di Apotek. Obat Lasix digunakan untuk indikasi edema
jantung, ginjal dan hati; edema perifer karena obstruksi mekanis atau insufisiensi
vena dan hipertensi. Dosis obat ini untuk orang dewasa pada kasus edema adalah
20 – 80 mg dosis tunggal. Dosis ini dapat dinaikkan secara perlahan s/d 600
mg/hari (kecuali pada kasus gagal ginjal berat) sedangkan pada anak, dosis obat
ini adalah 1 – 2 mg/kgBB dosis tunggal. Untuk penyakit hipertensi, dosis Lasix
pada pemberian awal adalah 80 mg/hari. Obat ini memiliki kontra indikasi
terhadap pasien gagal ginjal akut dengan anuria, koma hepatik, dan hipokalemia.
(MIMS, 2012).
Furosemid memiliki efek samping yang dapat menyebabkan terjadinya
diuresis atau buang air kemih berlebihan sehingga untuk dosis tunggal, obat ini
sebaiknya diminum pada pagi hari agar tidak mengganggu aktivitas pasien akibat
diuresis. Selain itu, obat ini memiliki efek samping gangguan pencernaan ringan
sehingga pemberian obat dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk
mengurangi rasa tidak nyaman pada GI. Dengan pemberian informasi obat yang
tepat oleh Apoteker kepada pasien diharapkan dapat menghasilkan terapi
pengobatan yang optimal dan rasional. Obat diuretik ini seringkali diresepkan
secara berlebihan. Sebaiknya digunakan dosis awal yang rendah pada pasien
lansia karena efek samping dari golongan obat ini. Dosis harus disesuaikan
menurut fungsi ginjal. Diuretik sebaiknya tidak digunakan terus – menerus dalam
jangka panjang seperti pada pengobatan edema kaki yang ringan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
5.1.1 Pada pelayanan kefarmasian di Apotek, obat – obat diuretik digunakan
untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya edema jaringan seperti pada
pasien hipertensi, gagal jantung kongestif dan glaukoma. Sedangkan obat –
obat anti diuretik seperti vasopresin digunakan dalam pengobatan pasien
diabetes insipidus.
5.1.2 Apoteker berperan dalam memberikan informasi yang lengkap mengenai
obat – obat diuretik dan anti diuretik serta memberikan konseling dan
edukasi kepada pasien dalam hal mewujudkan terapi yang rasional dan lebih
optimal dari penggunaan obat – obat tersebut.
5.2
Saran
Penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik di Apotek perlu mendapat
perhatian dari Apoteker. Pemberian obat – obat ini harus dengan resep dokter
dengan memberikan informasi lengkap mengenai obat tersebut, meliputi dosis,
indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping obat, cara penggunaan dan
waktu penggunaan obat diuretik dan anti diuretik sehingga pengobatan dapat
berlangsung secara optimal dan rasional.
33
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2008). Informatorium Obat Nasional
Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yees, G. R. Matzke, B. G. Wells, L. M. Posey.
(2008). Pharmacotheraphy, A Pathophysiologic Appoach. (7th ed). New
York: McGraw-Hill Publisher
Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 471 – 478.
Katzung, B. G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi Ketiga). Jakarta:
Salemba Medika.
Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi Kedelapan). Jakarta:
Salemba Medika.
Katzung, B. G. (2009). Basic and Clinical Pharmacology (11th Edition). Boston :
McGraw-Hill Medical. Hal : 285 – 305.
Lacy, Chales. F., Amstrong, Lora. L., Goldman, Morton. P. (2009). Drug
Information Handbook (18th Ed). American Pharmacist Association. Hal :
1552 – 1553.
Pramudianto, Arlina., Evaria. (2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi
12. Jakarta : Penerbit Medidata Indonesia. Hal : 50.
Mozayani, Ashraf, et all. (2008). Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis &
Forensik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 231 – 236.
Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta :
Penerbit Erlangga. Hal : 34 – 35.
Presiden Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan. Jakarta.
34
Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
Download