UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EFI PUSPITASARI, S.Farm 1206329530 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker EFI PUSPITASARI, S.Farm 1206329530 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 HALAMAN PENGESAIIAN Laporan Praktek Kerja Profesi ini diajukan oleh : Efi Puspitasari, S. Famr. Nama 1206329$A NPM - Fakultas Farmasi Universitas Indonesia Program Studi Apoteker Judul Laporan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh Jl. Pancoran Timur No.37 Jakarta Selatan Periode 15 Juli * 31 Agustus 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker - Fakultas Farmasi Univerritas Indonesia. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Drs. Arel ST.S. Iskandar MM., M.Si., Apt. Pembimbing II : Dr. Harmita Apt. : h. Id"nJ"rry-h Penguji I Penguji n : Dr- V"h penguji ur : Drs.Art Ditetapkan Tanggal di M'9'APL D.tcsrua.a tTs'k['on& . ApL Un',H.si,,4ng : Depok ' i6 Jqnuqg 2ol4 iii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 HALAMAN PER}TYATAAN ORISINALITAS Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama Efi Puspitasari, S.Farm. NPM t2a6329530 Tanda Tangan 1) 4A -7'.F 16 Januafi20l4 Tanggal lV Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh pada periode 15 Juli – 31 Agustus 2013. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt, Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja profesi apoteker ini. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Pjs. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja profesi apoteker ini. 3. Drs. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker dan dosen pembimbing di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini. 4. Drs. Arel ST.S. Iskandar MM., M.Si., Apt., selaku pembimbing PKPA di Apotek Endeh atas semua bantuan, bimbingan, dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. 5. Ibu Dra. Arlina Adisasmita, Apt., MSc., selaku Apoteker Pengelola Apotek Endeh yang telah memberikan kesempatan, sarana, dan fasilitas yang diberikan selama PKPA. 6. Seluruh karyawan Apotek Endeh (Bapak Yadi, Bapak Iwan, Mbak Yayuk, dan Mas Irul) atas segala keramahan, pengarahan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA. v Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 7. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 8. Seluruh keluarga (Ayah, Ibu, dan adik - adik) yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral. 9. Seluruh teman-teman apoteker angkatan 77 yang telah memberikan banyak sekali bantuan dan dukungan kepada penulis. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, namun penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Penulis 2013 vi Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 HALAMAN PER1TYATAAFT PERSETUJUAII PI'BLIKASI TUGAS AKIIIR I]NTT]K KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesiq saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama Efi Puspitasari, S.Farm. NPM t206329530 Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi Jenis karya Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonelaklusif (Non-uclusive Royally Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEII JL. PANCORAN TrMUR NO. 37, JAKARTA SELATAI\I PERIODE 15 JULI - 31 AGUSTUS 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini Universitas lndonesia berhak menyimpan,mengalih media/ formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 16 Janumi 2014 Yang menyatakan (Efi Puspitasari, S.Farm.) vlt Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 ABSTRAK Nama : Efi Puspitasari, S. Farm NPM : 1206329530 Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh Jl. Pancoran Timur No. 37, Jakarta Selatan Periode 15 Juli – 31 Agustus 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Endeh bertujuan untuk memahami peran Apoteker dalam kegiatan pelayanan kefarmasian, kegiatan managerial dan kegiatan administrasi di Apotek. Tugas khusus yang diberikan berjudul Penggunaan Obat Diuretik dan Anti Diuretik Pada Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Tujuan dari tugas khusus ini adalah untuk memberikan informasi mengenai obat – obat diuretik dan anti diuretik pada pelayanan kefarmasian di Apotek dan memahami peran Apoteker dalam hal penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik kepada pasien guna mewujudkan terapi yang rasional dan lebih optimal. Kata kunci : Apotek Endeh, Apotek, Obat Diuretik, Obat Anti Diuretik Tugas umum : xii + 66 halaman; 5 daftar gambar; 14 lampiran Tugas khusus : iv + 34 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 14 (1978-2011) Daftar Acuan Tugas Khusus : 11 (1989-2012) viii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 ABSTRACT Name : Efi Puspitasari, S.Farm NPM : 1206329530 Program Study : Apothecary profession Title : Pharmacist Internship Program at Apotek Endeh Jl. Pancoran Timur No. 37, Jakarta Selatan Period July 15th August 31th 2013 Pharmacists Professional Practice at Endeh aims to understand the role of pharmacists in the pharmacy service activities, managerial activities and administrative activities at the pharmacy. Given a special task entitled Diuretic and Anti Diuretics Drugs use In Pharmaceutical Services in Pharmacy. The purpose of this special task is to provide information about medications - diuretics and anti-diuretics in pharmaceutical services in pharmacies and understand the role of pharmacists in the use of diuretics and anti-diuretics drug to patients in order to realize a more rational therapy and optimal. Keywords : Apotek Endeh, Pharmacy, Diuretics drug, Anti Diuretics drug. General Assignment : xii + 66 pages; 5 list of images; 14 appendices Specific Assignment : ii + 34 pages Bibliography of General Assignment: 14 (1978-2011) Bibliography of Specific Assignment: 11 (1989-2012) ix Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... HALAMAN JUDUL ........................................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .. ........................................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... KATA PENGANTAR ...................................................................................... HALAMAN PUBLIKASI ................................................................................ ABSTRAK ........................................................................................................ DAFTAR ISI ..................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... i ii iii iv v vii viii x xi xii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang .............................................................................. .. 1.2. Tujuan .............................................................................................. 1 1 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM ........................................................................... 2.1. Definisi Apotek ............................................................................... 2.2. Landasan Hukum Apotek ................................................................. 2.3. Tugas dan Fungsi Apotek................................................................. 2.4. Tata Cara Perizinan Apotek ............................................................. 2.5. Personalia Apotek ............................................................................ 2.6. Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) ............................. 2.7. Pencabutan Surat Izin Apotek ......................................................... 2.8. Sediaan Farmasi .............................................................................. 2.9. Obat Wajib Apotek ......................................................................... 2.10. Pengelolaan Narkotika .................................................................. 2.11. Pengelolaan Psikotropika . ............................................................. 2.12. Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek ................................... 2.13. Pelayanan Swamedikasi ................................................................ 3 3 3 4 4 6 9 10 12 15 16 19 21 22 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ............................................................................. 3.1. Sejarah Singkat Apotek Endeh ............................................................ 3.2. Lokasi .................................................................................................. 3.3. Bangunan dan Tata Ruang .................................................................. 3.4. Struktur Organisasi .............................................................................. 3.5. Kegiatan di Apotek .............................................................................. 3.6. Pengelolaan Narkotika ......................... ............................................... 3.7. Pengelolaan Psikotropika .................................................................... 26 26 26 26 28 29 33 34 BAB 4. PEMBAHASAN ....................................................................................... 35 BAB 5. KESIMPULAN & SARAN ..................................................................... 47 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 48 x Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Logo Obat Bebas ........................................................................... Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas .... ........................................................ Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas ........................................ Gambar 2.4. Logo Obat Keras ........................................................................... Gambar 2.5. Logo Obat Narkotika ..................................................................... xi Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 12 13 13 13 14 Universitas Indonesia DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Apotek Endeh ..................................................................... Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Endeh ................................................ Lampiran 3. Alur Pengelolaan Barang di Apotek .............................................. Lampiran 4. Blanko Pemesanan Obat ................................................................ Lampiran 5. Lembar Stok Opname .................................................................... Lampiran 6. Diagram Alur Pelayanan Resep di Apotek Endeh . ....................... Lampiran 7. Etiket Obat ........ ............................................................................. Lampiran 8. Blanko Salinan Resep .................................................................... Lampiran 9. Blanko Kwitansi ............................................................................ Lampiran 10. Tanda Terima Faktur . .................................................................. Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika ........................ ...................................... Lampiran 12. Laporan Penggunaan Narkotika ........................ .......................... Lampiran 13. Surat Pesanan Psikotropik ........................................................... Lampiran 14. Laporan Penggunaan Psikotropika ........................ ...................... xii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 50 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 64 65 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat setinggi – tingginya dapat terwujud. Pembangunan di bidang kesehatan mempunyai visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Untuk mewujudkan visi tersebut ditetapkan misi pembangunan kesehatan yang salah satunya adalah menjamin kesehatan masyarakat dengan tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan. Dengan demikian, diperlukan perubahan dalam sistem pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya pelayanan kefarmasian. (Kemenkes RI, 2010) Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien dengan mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu, apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar yang ada untuk menghindari hal tersebut. (Kemenkes RI, 2004). Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menjelaskan bahwa Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan 1 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 2 maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Apotek selain sebagai tempat pelayanan kesehatan yang menjadi aspek sosial kemanusiaan juga memiliki aspek ekonomi. Dengan demikian, Apoteker harus memiliki pengetahuan manajemen dalam pengelolaan Apotek sehingga dapat memperoleh keuntungan dari usaha tersebut. Calon Apoteker perlu dibekali pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif antara teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dengan prakteknya secara langsung. Dalam rangka memperkenalkan secara langsung kegiatan pelayanan kefarmasian ini, diperlukan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek untuk para calon Apoteker. Praktek kerja di Apotek dapat dipakai sebagai tempat pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama masa kuliah dan mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di apotek serta sebagai tempat yang memberikan perbekalan bagi para calon Apoteker untuk dapat menjadi Apoteker yang profesional. Dengan dilatarbelakangi hal tersebut, maka diadakan kerjasama antara Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan Apotek Endeh yang dilaksanakan pada tanggal 15 Juli – 31 Agustus 2013. Dengan adanya Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek (PKPA) ini diharapkan para calon apoteker dapat mengenal, mengerti, serta menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di Apotek, selain itu dapat juga menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan kefarmasiannya. 1.2 Tujuan 1.2.1 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan pelayanan kefarmasian di Apotek. 1.2.2 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan managerial di Apotek. 1.2.3 Memahami peran Apoteker dalam kegiatan administrasi di Apotek. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Apotek merupakan suatu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, serta alat kesehatan dan kosmetika berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang berlandaskan pada: a. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Undang-Undang Obat Keras (St 1937 No. 541). e. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan dan Tambahan atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. f. Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker dan Izin kerja Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/Menkes/Per/II/1995. g. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/ X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 4 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. i. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 pasal 2, tugas dan fungsi Apotek adalah: a. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian. b. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetika. c. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. 2.4 Tata Cara Perizinan Apotek Apotek baru yang akan beroperasi harus mempunyai surat izin apotek (SIA). Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002, SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana apotek (PSA) untuk menyelenggarakan Apotek di suatu tempat tertentu. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang melimpahkan wewenangnya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota. Pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin dilaporkan setahun sekali oleh Kepala Dinas Kesehatan kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9, tata cara pemberian izin Apotek dinyatakan sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 5 Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (c) atau pernyataan ayat (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan SIA dengan menggunakan contoh formulir model APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (c) masih belum memenuhi syarat. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (f), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan APA dan atau persyaratan apotek atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambat-lambatnya dua belas hari kerja Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 6 wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir model APT-7. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah Apotek adalah: a. Tempat/Lokasi Persyaratan jarak minimum antar apotek tidak dipermasalahkan lagi, sehingga tempat atau lokasi dapat dipilih dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, jumlah praktik dokter atau pelayanan kesehatan, kemudahan untuk mencapai apotek, dan faktor lainnya. b. Apotek harus mempunyai luas bangunan yang cukup dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsinya. Bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang peracikan, ruang administrasi dan kamar kerja apoteker serta ruang tempat pencucian alat dan kamar kecil. Bangunan apotek harus dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi dan sanitasi yang baik serta papan nama apotek. c. Perlengkapan apotek Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain: 1. Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir, alu, dan lain-lain. 2. Perlengkapan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. 3. Wadah pengemas dan pembungkus. 4. Alat administrasi seperti blanko pesanan, salinan resep, dan kuitansi. 5. Buku standar yang diwajibkan dan kumpulan perundang-undangan yang berhubungan dengan Apotek. 2.5 Personalia Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/Menkes/Per/V/2011 tenaga kefarmasian adalah yang melakukan pekerjaan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 7 kefarmasian, yang terdiri atas apoteker, tenaga teknis kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Sedangkan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana f armasi, ahli m adya f armasi, analis f armasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten a poteker. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan tenaga teknis kefarmasian. Apoteker pendamping ini hanya dapat melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) apotek, atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/Menkes/SK/X/2002 Pasal 19 disebutkan mengenai ketentuan beberapa pelimpahan tanggung jawab pengelola apotek, diantaranya : a. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, apoteker pengelola apotek harus menunjuk apoteker pendamping. b. Apabila apoteker pengelola apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, apoteker pengelola apotek menunjuk apoteker pengganti. Apoteker pengganti yaitu apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki surat ijin kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di apotek lain. c. Penunjukkan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dengan menggunakan formulir model APT-9. d. Apoteker pendamping dan apoteker pengganti wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. e. Apabila apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus-menerus, surat izin apoteker atas nama apoteker yang bersangkutan dapat dicabut. Pada Permenkes 889/Menkes/Per/V/2011 mengenai registrasi, izin praktik, Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 8 dan izin kerja tenaga kefarmasian istilah apoteker pengelola apotek tidak ada, akan tetapi ada istilah apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan. Pengelolaan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pelayanan kefarmasian dengan maksud agar praktek kerja kefarmasian dapat berjalan dengan baik. Oleh karena itu ruang lingkup apoteker penanggung jawab apotek, lebih luas daripada apoteker pengelola apotek. Apoteker penanggung jawab apotek dan apoteker pengelola apotek, dapat disingkat menjadi APA. Untuk mendukung kegiatan di apotek apabila apotek yang dikelola cukup besar dan padat diperlukan tenaga kerja lain seperti asisten apoteker, juru resep, kasir dan pegawai tata usaha. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker. Kasir adalah orang yang bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang dilengkapi dengan kwitansi dan nota. Sedangkan pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, dan keuangan apotek. APA bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti, dalam pengelolaan apotek. Apoteker pendamping bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah terima resep, narkotika, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan pembuatan berita acara. Berdasarkan Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 Pasal 24, dijelaskan apabila APA meninggal dunia, maka ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut dalam waktu 2x24 jam kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, maka laporan wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Penyerahan dibuat berita acara serah terima sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (2) kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir model APT.11 dengan tembusan kepada Kepala Balai POM setempat. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 9 2.6 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja, tenaga kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi apoteker (STRA) adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada apoteker yang telah diregistrasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian, tata cara memperoleh STRA yang disebutkan dalam pasal 12 dinyatakan sebagai berikut: a. Untuk memperoleh STRA, apoteker mengajukan permohonan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN). b. Surat permohonan STRA harus melampirkan: 1. Fotokopi ijazah apoteker. 2. Fotokopi surat sumpah/janji apoteker. 3. Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku. 4. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik. 5. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. 6. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2x3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. c. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website KFN. d. KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 pasal 17 dinyatakan bahwa setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat tersebut berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) yang merupakan surat izin yang diberikan kepada apoteker. Untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada fasilitas pelayanan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 10 kefarmasian dan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA) adalah surat izin praktek yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 pasal 21, untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN. b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran. c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3x4 sebanyak 3 (tiga) lembar. Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. 2.7 Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 25 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apoteker pengelola apotek, dan atau b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya dalam menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin dan melakukan penggantian obat generik dalam resep dengan obat paten, dan atau c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, dan atau d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-undang Obat Keras Nomor.St. 1937 Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 11 No. 541, Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undangundang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, serta ketentuan peraturan perundangundangan lain yang berlaku, dan atau e. Surat izin kerja APA dicabut dan atau f. Pemilik Sarana Apotek (PSA) terbukti terlibat dalam pelanggaran perundang- undangan di bidang obat, dan atau g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan izin Apotek harus berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 26, pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada apoteker pengelola apotek sebanyak 3 kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan dengan menggunakan contoh formulir model APT-12. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek dengan menggunakan contoh formulir model APT-13. Pembekuan Surat Izin Apotek (SIA) dapat dicairkan kembali apabila apoteker telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dengan menggunakan formulir model APT-14. Pencairan izin apotik ini dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 27, keputusan pencabutan surat izin apotik oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada yang bersangkutan dengan menggunakan contoh formulir model APT-15 dengan tembusan kepada Menteri dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat serta Kepala Balai POM setempat. Ketika terjadi pencabutan izin apotek, APA atau apoteker pengganti, wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 29) : Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 12 a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di Apotik; b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci; c. Apoteker pengelola apotik wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang telah dilakukan di atas. 2.8 Sediaan Farmasi Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi : 2.8.1 Obat Bebas Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, atau aturan pemakaiannya, nomor bets, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamat serta cara penyimpanannya. Gambar 2.1. Logo Obat Bebas 2.8.2 Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 13 Gambar 2.2. Logo Obat Bebas Terbatas Di samping itu ada tanda peringatan P No.1 sampai dengan P.No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi), dan cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat dengan dasar hitam dan tulisan putih. Gambar 2.3. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas 2.8.3 Obat Keras Obat golongan ini adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi, dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K didalamnya. Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras. Gambar 2.4. Logo Obat Keras Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 14 2.8.4 Narkotika Menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Obat golongan narkotika ditandai dengan palang medali berwarna merah. Gambar 2.5. Logo Obat Narkotika Narkotika dapat dibedakan menjadi 3 golongan yaitu : a. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contoh tanaman Papaver somniferum (kecuali biji), Erythroxylon coca, dan Cannabis sativa, heroina, desmorfina, tiofentanil, dan lainnya. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah fentanil, metadona, morfin, petidin, tebain dan lainnya. c. Narkotika golongan III, digunakan dalam terapi pengetahuan serta yang dan mempunyai berkhasiat pengobatan dan atau untuk tujuan pengembangan potensi ringan untuk banyak ilmu menimbulkan ketergantungan. Contohnya yaitu kodein, etilmorfin, norkodein dan lainnya. 2.8.5 Psikotropika Menurut Undang Undang No. 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sasaran saraf pusat yang menyebabkan perubahan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 15 khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: a. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunaka untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: etisiklidina, lisergida, dan meskalina. b. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, dan metamfetamin. c. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital, dan pentazosina. d. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital, alprazolam, dan diazepam. Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa Psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi Narkotika golongan I. Oleh sebab itu, Lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU No. 5 tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. 2.9 Obat Wajib Apotek Obat wajib apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek). Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. 2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 16 3. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, apoteker di apotek diwajibkan untuk: 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. 2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. 3. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. 2.10 Pengelolaan Narkotika Narkotika merupakan obat yang dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan seksama. Oleh karena itu, pengaturan narkotika harus benar-benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi dengan ketat. Di Indonesia, pengendalian dan pengawasan narkotika merupakan wewenang Badan POM RI. Untuk mempermudah pengendalian dan pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. untuk mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Pengelolaan narkotika yang dilakukan di Apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan. a. Pemesanan narkotika Undang-undang No. 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan memberikan izin kepada Apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 17 atau menyimpan untuk persediaan, menyerahkan, mengirimkan, membawa menguasai, atau menjual, mengangkut menyalurkan, narkotika untuk kepentingan pengobatan. Untuk memudahkan pengawasan maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT. Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan (SP) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, jabatan, alamat rumah, nama distributor, alamat dan nomor telepon distributor, jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan narkotika, nomor SIK, nomor SIA, dan stempel apotek. SP terdiri dari rangkap empat, tiga lembar diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan sebagai arsip Apotek. Satu SP hanya boleh memesan satu jenis narkotika. b. Penyimpanan narkotika Penerimaan narkotika dilakukan oleh APA yang dapat diwakilkan oleh AA yang mempunyai SIK dengan menandatangani faktur, mencantumkan nama jelas, nomor surat izin apotek, dan stempel apotek. Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di apotek wajib disimpan khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Pasal 14 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2009. Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.28/MENKES/Per/V/1978. Dalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran kurang dari 40x80x100 cm maka lemari tersebut harus dilekatkan pada tembok atau lantai. 5. Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. 6. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 18 7. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. c. Pelayanan resep narkotika Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien berdasarkan resep dokter (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, 2009). Selain itu berdasarkan atas surat edaran Direktorat Jenderal POM RI (sekarang Badan POM RI) No. 336/E/SE/1997 disebutkan : 1. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. 2. Salinan resep dan resep narkotika dengan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. d. Pelaporan narkotika Dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 ayat (2) disebutkan bahwa industri farmasi, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan, wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Setiap bulannya, apotek wajib membuat laporan mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika dengan ditandatangani oleh apoteker pengelola apotek. Laporan tersebut dikirim ke Dinas Kesehatan Kota setempat selambatlambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Dinas Kesehatan Provinsi. Untuk apotek yang bertempat di DKI Jakarta, laporan dikirim ke Suku Dinas Kesehatan (Kota/Kabupaten) setempat dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM dan Kepala Dinas Kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 19 Provinsi DKI Jakarta dan arsip. Untuk mempermudah pelaporan narkotika, saat ini telah dibuat sistem SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, Kabupaten/Kota rumah dengan sakit, dan menggunakan apotek) pelaporan ke Dinas elektronik Kesehatan selanjutnya Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinas kesehatan Propinsi dan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. e. Pemusnahan narkotika Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28/MENKES/ PER/1978 pasal 9, disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pengobatan dan atau pengembangan penelitian. Untuk pemusnahan narkotika di apotek, apoteker pengelola apotek yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika, yang sekurang-kurangnya memuat : 1. Nama, jenis dan jumlah. 2. Keterangan tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukan pemusnahan. 3. Tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabat yang menyaksikan pemusnahan. 4. Berita acara pemusnahan narkotika dikirim kepada suku dinas pelayanan kesehatan dengan tembusan kepada Balai Besar POM. 2.11 Pengelolaan Psikotropika Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU Nomor 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu: 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 20 dan ilmu pengetahuan. 2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3. Memberantas peredaran gelap psikotropika. Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa psikotropika golongan I dan II telah dipindahkan menjadi narkotika golongan I sehingga lampiran mengenai Psikotropika golongan I dan II pada UU Nomor 5 Tahun 1997 dinyatakan tidak berlaku lagi. Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, dan pemusnahan. 2.11.1 Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika memerlukan SP, dimana satu SP bisa digunakan untuk beberapa jenis obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 12 ayat (2). Dalam Pasal 14 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA. Surat Pesanan terdiri dari 2 rangkap, aslinya diserahkan ke pihak distributor sementara salinannya disimpan oleh pihak apotek sebagai arsip. 2.11.2 Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika sampai saat ini belum diatur oleh perundangundangan. Namun mengingat obat-obat tersebut cenderung disalah gunakan maka disarankan agar psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika. 2.11.3 Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter kepada Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 21 pengguna/pasien berdasarkan resep dokter. 2.11.4 Pelaporan Psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan yang berhubungan dengan psikotropika dan dilaporkan kepada Menteri Kesehatan secara berkala sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1997 Pasal 33 Ayat 1 dan Pasal 34 tentang pelaporan psikotropika. Pelaporan dikirim setahun sekali ke Suku Dinas Kesehatan setempat selambat-lambatnya tanggal 10 tahun berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Untuk mempermudah pelaporan, sekarang ini apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan penggunaan psikotropika melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) setiap satu bulan sekali. SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan narkotika dan psikotropika dari unit layanan (puskesmas, rumah Sakit dan apotek) ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik. Selanjutnya Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. 2.11.5 Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika berdasarkan Pasal 53 UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dalam waktu tujuh hari setelah mendapatkan kepastian. 2.12 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Apotek Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 22 informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. 2. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. 3. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan. 4. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. 5. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencakup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencakup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting. 2.13 Pelayanan Swamedikasi Berdasarkan Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas terbatas tahun 2006, pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 23 namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional, terutama dalam hal: a. Ketepatan penentuan indikasi/penyakit b. Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis), serta c. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Satu hal yang sangat penting dalam swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi tentang obat dan penggunaannya pada pasien saat swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu antara lain: a. Khasiat obat. Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien. b. Kontra indikasi. Pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud. c. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada). Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. d. Cara pemakaian. Kepada pasien harus diberikan informasi yang jelas cara pemakaian obat, Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 24 untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. e. Dosis. Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain Sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, f. Waktu pemakaian. Harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, kapan waktunya pemakaian obat, misalnya sebelum atau sesudah makan, saat akan tidur dan atau bersamaan makanan. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. g. Lama penggunaan. Kepada pasien harus diinformasikan berapa lama obat tersebut digunakan, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan. h. Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat i. Cara penyimpanan obat yang baik. j. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. k. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak Di samping itu, apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Disamping konseling dalam farmakoterapi, apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut : a. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 25 b. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi. c. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang, dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi. d. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas. Selain melayani konsumen secara bertatap muka di apotek, apoteker juga dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri. Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman adalah dengan membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon. Slogan “kenali obat anda”, “tanyakan kepada apoteker” kini semakin memasyarakat. Para apoteker sudah semestinya memberikan respons yang baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional dan berkualitas. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Sejarah singkat Apotek Endeh Apotek Endeh merupakan salah satu bidang usaha dari PT. Cucu Nini Sejahtera. Didirikan pada tanggal 04 Februari tahun 2001, oleh Dra. Arlina Ardisasmita, M.Sc, Apt. sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) dengan nomor SIK 0431/SIK/DKI/1991. Nama Apotek ini berasal dari nama ibunda Dra. Arlina Ardisasmita, M.Sc, Apt. yang cukup dikenal oleh masyarakat sekitar. 3.2 Lokasi Apotek Endeh terletak di Jl. Pancoran Timur No. 37, Pengadegan, Jakarta Selatan. Lokasi tersebut strategis karena berada pada jalan dua arah dengan akses jalan utama yang ramai dilalui kendaraan terutama kendaraan umum sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Apotek Endeh berada pada kawasan pemukiman penduduk serta dekat dengan sarana kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik dan praktek Dokter; perkantoran; swalayan; rumah makan; kost karyawan serta sekolah, memberikan keuntungan terhadap Apotek yaitu dekat kepada calon pembeli, serta memiliki halaman parkir yang cukup luas untuk kendaraan pribadi. Lokasi Apotek Endeh dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.3 Bangunan dan Tata Ruang Bangunan Apotek Endeh yang berwarna cerah dan dilengkapi dengan papan nama Apotek berupa neon box membuat Apotek Endeh mudah terlihat baik pada siang hari. Namun, lampu neon box tidak berfungsi, sehingga pada malam hari papan nama apotek tidak terlihat. Luas bangunan Apotek Endeh adalah sekitar 65m2. Area tersebut terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu ruang racik, ruang etalase obat, ruang tunggu dan ruang penyimpanan dokumen. 26 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 27 3.3.1 Ruang Peracikan Antara ruang peracikan dan ruang tunggu dibatasi dengan kaca sehingga dapat tembus pandang langsung dengan konsumen, yang memungkinkan karyawan tetap bisa melihat kebagian depan (ruang etalase obat). Ruang ini cukup luas dan dilengkapi dengan pendingin ruangan untuk menyimpan dan menjaga semua obat di Apotek Endeh dan menjaga kenyamanan para karyawan. Di ruang peracikan terdapat peralatan peracikan yang lengkap , timbangan, mortir plus stamper, etiket luar dan dalam, perkamen, sudip, kapsul, gelas ukur,beaker glas dan lain yang dibutukkan dalam peracikan. Pada ruang peracikan, penyimpanan obat disusun berdasarkan abjad dan jenis sediaan (tablet, sirup, krim, salep, obat tetes, obat suntik, dan infus) di rak dan etalase untuk memudahkan pengambilan obat. Obat-obat yang harganya relatif mahal diletakkan secara terpisah pada lemari tersendiri dekat meja pemberian etiket. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu yang menempel di dinding dan senantiasa dikunci. Sedangkan sediaan psikotropika dipisahkan penyimpanannya pada suatu lemari tersendiri. 3.3.2 Ruang etalase obat. Ruang etalase obat terletak di depan ruang racik. Ruang ini dilengkapi dengan lemari kaca dan rak kaca untuk memajang obat yang dijual. Terdapat 6 (enam) lemari kaca dan dua rak kaca yang masing-masing digunakan untuk menyimpan dan memajang obat OTC, obat oral generik, obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan. Ruang ini digunakan untuk melayani pembelian obat, penyerahan resep, konsultasi dengan Apoteker, pembayaran obat dan untuk penerimaan obat dari distributor. Ruang etalase ini juga digunakan untuk promosi obat bebas berupa poster, dan penyusunan kotak promo obat. Kegiatan yang dilakukan selama PKPA di ruang etalase yaitu penerimaan dan pemeriksaan kesesuaian barang dari PBF, pembuatan surat pesanan, penentuan harga barang, penyimpanan obat, pelayanan swamedikasi serta pelayanan pembelian obat. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 28 3.3.3 Ruang tunggu Ruangan ini dilengkapi bangku panjang, televisi, AC, tempat surat kabar dan majalah. Selain itu terdapat papan madding untuk memajang artikel tentang obat dan poster obat. Pada ruang tunggu juga disediakan leaflet obat yang boleh diambil oleh pasien. Berdasarkan pengamatan, pasien yang sedang menunggu obatnya diracik biasanya membaca leaflet/majalah yang tersedia sehingga pasien merasa nyaman. 3.3.4 Ruang Administrasi dan Pembelian Seluruh kegiatan kepegawaian dan administrasi perusahaan dilakukan di ruangan ini, seperti pembelian dan pemesanan obat sesuai dengan yang dibutuhkan. Selain itu, ada juga ruang OTC terdapat meja untuk melaksanakan transaksi pemesanan obat dan penukaran faktur, serta penyerahan giro saat waktu pembayaran tiba. Di ruang ini juga terdapat meja untuk APA dalam melakukan kegiatan administrasi. 3.3.5 Ruang Sholat Pintu keluar ke belakang menuju ruang praktek Dokter, di sampingnya ada ruang sholat dijadikan satu dengan ruang penyimpanan faktur. 3.4 Struktur Organisasi Apotek Endeh dikepalai oleh seorang pimpinan sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) sekaligus sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang memimpin Apotek secara keseluruhan. APA dibantu oleh apoteker pendamping yang membantu jalannya kegiatan di apotek. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh asisten Apoteker, juru resep, dan kasir. Sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian seperti piutang dagang, hutang dagang, pajak, dan laporan keuangan dilakukan oleh bagian administrasi. Adapun rincian karyawan yang ada di Apotek Endeh adalah sebagai berikut: 1 orang pimpinan sekaligus APA, 1 orang Apoteker Pendamping, 1 orang asisten Apoteker , 2 orang juru resep merangkap kasir dan pembukuan pada shif pagi dan malam, serta 1 orang administrasi. Struktur organisasi Apotek Endeh selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 29 3.5 Kegiatan-Kegiatan di Apotek Kegiatan di Apotek Endeh dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan dibidang teknis kefarmasian dan non kefarmasian. 3.5.1 Kegiatan Teknis Kefarmasian Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di Apotek Endeh meliputi pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pelayanan obat atas ressep dokter, pendistribusian obat ke pasien (penjualan), serta pelayanan informasi obat. 3.5.1.1 Pengadaan Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker (AA) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh APA. Pengadaan perbekalan farmasi ini dilaksanakan melalui pembelian secara tunai maupun kredit. Perbekalan farmasi yang akan dibeli atau disediakan ditentukan dari hasil catatan barang-barang yang telah habis atau mendekati stok minimum serta barang-barang yang bersifat fast moving walaupun stok belum mencapai minimum pada buku defekta yang ditulis oleh petugas apotek. APA atau asistem Apoteker akan mengelompokkan obat/barang yang dipesan sesuai dengan nama distributor. Surat Pesanan (SP) yang telah ditandatangani oleh APA akan diambil langsung oleh salesman dari distributor yang bersangkutan pada pagi dan/atau sore hari, untuk pemesanan cito disampaikan melalui telepon, dimana SP menyusul ketika barang diantar. Barang-barang yang dipesan pada pagi hari akan diantarkan pada sore hari di hari yang sama dan disertai dengan faktur sebagai tanda bukti penyerahan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 30 barang. Petugas apotek bagian penerimaan barang memeriksa keadaaan fisik barang, tanggal kadaluarsa, jenis, dan jumlah barang sesuai dengan faktur. Jika barang yang diterima telah sesuai dengan pesanan, maka petugas akan menandatangani dan menberikan stempel apotek pada faktur asli dan 3 lembar faktur kopi. Faktur asli dan 1 lembar faktur kopi diberikan kepada distributor dan 2 lembar faktur kopi diberikan kepada AA yang bertugas. Alur pengelolaan barang di apotek dan contoh surat pesanan dan dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. 3.5.1.2 Penyimpanan Barang Perbekalan farmasi yang teah diterima dari distributor dan telah diperiksa, kemudian akan dibuat aplikasi harga sesuai dengan komitmen apotek. Untuk obat OTC dan ethical memiliki perhitungan harga yang berbeda. Setelah perbekalan farmasi tersebut dihitung dan diberi harga, kemudian disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dingan system FIFO (First In First Out). Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada bagian OTC dan untuk obat generik, diletakkan di etalase obat generik. Obat keras diletakkan pada etalase khusus obat keras, sedangkan obat-obat yang bersifat narkotika dan psikotropik diletakkan didalam lemari khusus yang terkunci pada ruang belakang, serta untuk obat-obat yang bersifat enzimatik dan yang berbentuk suppositoria atau obat-obat yang tidak stabil pada suhu ruang diletakkan di dalam lemari pendingin. Setiap obat masuk dan keluar didokumentasikan pada lembar stok opname yang dapat dilihat pada Lampiran 5. 3.5.1.3 Penjualan Kegiatan penjualan pada Apotek Endeh antara lain melayani penjualan resep tunai dan penjulan OTC. a. Penjualan Resep Tunai Penjualan resep tunai di Apotek Endeh yaitu penjualan obat berdasarkan resep dokter kepada pasien dengan pembayaran tunai. Alur pelayanan resep tunai dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk penyerahan obat resep, pemberian etiket menjadi hal yang harus diperhatikan. Etiket harus ditulis jelas dan mudah Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 31 dibaca oleh pasien. Bila obat resep yang dibutuhkan tidak tersedia, maka petugas apotek menuliskan salinan resep yang berisi obat yang telah diserahkan dan obat yang belum diserahkan. Contoh etiket obat dan blanko salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Lampiran 8. b. Penjualan Bebas (OTC) Penjualan obat bebas meliputi penjualan obat wajib apotek, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetika, perlengkapan bayi, dan alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Khusus untuk obat wajib apotek hanya dapat dilakukan oleh Apoteker dengan ketentuan yang berlaku. 3.5.1.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat yang dilakukan di Apotek Endeh, diberikan oleh Apoteker Pemilik Apotek (APA) dan/atau Asisten Apoteker (AA) yang sedang bertugas. Informasi obat yang diberikan kepada pasien meliputi aturan pemakaian obat, tanggal kadaluarsa, efek samping obat, kandungan zat aktif obat, dan cara penggunaan obat atau alat kesehatan yang disediakan apotek. Selain pelayanan informasi obat, dilakukan pula pelayanan swamedikasi yang dilakukan oleh APA dan/atau AA yang sedang bertugas. 3.5.2 Kegiatan Teknis Non Kefarmasian Kegiatan teknis non kefarmasian di Apotek Endeh berupa kegiatan administrasi pembelian, piutang, penjualan, administrasi pajak, personalia/umum dan laporan keuangan. 3.5.2.1 Administrasi Pembelian Kegiatan administrasi pembelian disebut juga administrasi hutang dagang. Kegiatan ini meliputi : a. Transaksi pembelian dicatat dalam buku pembelian oleh Asisten Apoteker berdasarkan pesanan. Kwitansi khusus Apotek Endeh juga disediakan bagi para pembeli yang menginginkan bukti kwitansi. Blanko kwitansi dapat dilihat pada Lampiran 9. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 32 b. Penukaran faktur dilakukan setiap 2 minggu sebelum jatuh tempo. Distributor menyerahkan faktur-faktur asli penjualan beserta total harga yang harus dibayar oleh Apotek. Selanjutnya petugas yang bersangkutan mencocokkan faktur tersebut dengan data jumlah dan harga obat yang telah diinput dalam buku pembelian. Jika sudah sesuai maka petugas tersebut akan membuat tanda terima faktur yang berfungsi untuk pengambilan faktur asli. Tanda terima faktur ini akan diambil langsung oleh distributor, Contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran 10. c. Kemudian dilakukan posting pembayaran hutang ke dalam faktur pembelian. d. Laporan pembayaran dibuat setiap bulan dan dilaporkan kepada Pimpinan Apotek. 3.5.2.2 Administrasi Penjualan Pemberian harga resep, OTC, DOWA dilakukan melalui bagian kasir di Apotek Endeh. Pada saat petugas memasukkan daftar barang yang dibeli dan telah dibayar sesuai dengan transaksi yang telah dilaksanakan. Ketika pergantian shift, masing-masing kasir menyerahkan laporan perincian penjualan harian yang telah diprint. Setiap hari pada pukul 22.00 dilakukan posting transaksi penjualan, baik dari penerimaan resep maupun penjualan bebas oleh kasir yang bertugas pada malam hari. Hasilnya akan digunakan sebagai dasar dalam pemesanan barang keesokan harinya. 3.5.2.3 Administrasi Pajak Bagian pajak bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang harus dibayar oleh Apotek. 3.5.2.4 Administrasi Personalia Bagian personalia bertanggung jawab dalam mencatat semua hal yang menyangkut urusan kepentingan pegawai, seperti gaji dan surat–surat lain yang berkaitan dengan kepegawaian dengan persetujuan Direktur. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 33 3.6 Pengelolaan Narkotika 3.6.1 Pembelian dan Pengadaan Narkotika Narkotika yang terdapat di Apotek Endeh, dipesan dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) khusus ke PBF Kimia Farma. Satu surat pesanan hanya berisi satu jenis narkotika, yang telah ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, jabatan, alamat rumah, nama distributor, alamat dan no. telepon distributor, jenis dan jumlah narkotika yang dipesan, tujuan penggunaan narkotika, nomor SIK, nomor SIA, dan stempel Apotek. SP terdiri dari rangkap 4, tiga lembar diserahkan kepada PBF, sedangkan satu lembar salinan disimpan sebagai arsip apotek. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran 11. 3.6.2 Penyimpanan Narkotika Narkotika pesanan diterima oleh APA yang dapat diwakilkan olehAsisten Apoteker (AA) dengan mencantumkan nama jelas, No. SIK, tanda tangan, dan stempel Apotek. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokkan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. Narkotika pesanan tersebut disimpan dalam lemari kayu yang menempel di dinding. Lemari tersebut terletak di tempat yang tidak di ketahui oleh umum, tetapi dapat diawasi langsung oleh AA yang bertugas dan penaggung jawab narkotika. Setiap obat narkotika dilengkapi kartu stok yang diletakan dalam lemari, dan dicantumkan tanggal kadaluarsanya. 3.6.3 Penjualan Narkotika Apotek Endeh melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Endeh dengan mencantumkan nama dan alamat pasien yang jelas. 3.6.4 Pelaporan Narkotika Di Apotek Endeh, pelaporan narkotika masih secara manual dengan melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran narkotika yang Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 34 tersedia di Apotek. Laporan dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan ditandatangani APA dan mencantumkan nama jelas, no. SIK, alamat apotek, jumlah pemasukan dan pengeluaran narkotika dalam satu bulan serta stempel apotek. Laporan ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM Jakarta dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jakarta. Contoh pelaporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran 12. 3.7 Pengelolaan Psikotropika Obat-obatan psikotropika di Apotek Endeh dipesan ke PBF sama halnya seperti memesan obat-obat lainnya, dengan memakai Surat Pesanan Psikotropika rangkap 2. Satu lembar surat pesanan dapat berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pesanan psikotropika memuat nama APA, alamat rumah, jabatan, nama dan alamat PBF, jenis dan jumlah psikotropika yang dipesan, nama apotek, alamat apotek, tanda tangan APA, no.SIK APA, dan stempel apotek. Obat-obatan psikotropika ini disimpan di dalam lemari khusus terpisah dengan obat keras lainnya. Obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep Dokter atau salinan resep. Di Apotek Endeh, pelaporan psikotropika masih secara manual dengan melaporkan secara tertulis mengenai pemasukan dan pengeluaran psikotropika yang tersedia di Apotek. Laporan pelaporan psikotropika dilakukan setahun sekali (paling lambat tanggal 10 pada bulan Januari tahun berikutnya) dengan ditandatangani oleh APA dan dilaporkan ke Kepala Badan POM dengan tembusan Kepala Balai Besar POM Jakarta, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, dan sebagai arsip di Apotek. Laporan penggunaan psikotropika memuat jumlah persediaan awal tahun, pemasukan dan pengeluaran psikotropika selama satu tahun serta total persediaan akhir tahun. Contoh Surat Pesanan Psikotropika dan laporan pemasukan dan pengeluaran psikotropika dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menjelaskan bahwa Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan atas pengelolaan apotek. Oleh karena itu, seorang APA harus mempunyai kemampuan baik dari segi kefarmasian maupun dari segi manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelayanan dan pengawasan. Hal tersebut diperlukan karena usaha perapotekan selain mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat juga mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan hidup Apotek maupun kesejahteraan karyawannya. Keberhasilan suatu Apotek ditentukan oleh beberapa faktor seperti lokasi, rancangan eksterior dan interior, manajemen persediaan termasuk perencanaan dan pengadaan, manajemen pemasaran dan peran menjalankan fungsi professional berupa pharmaceutical care kepada pasien dari apoteker itu sendiri. Penentuan lokasi apotek merupakan pertimbangan utama yang paling penting dan paling menentukan bagi kelangsungan hidup apotek. Untuk dapat hidup berkesinambungan, suatu apotek harus mudah dijangkau oleh masyarakat dan setidaknya memiliki langganan yang tetap. Pada praktek kerja profesi kali ini, penulis melaksanakan praktek di Apotek Endeh yang bertempat di Jl. Pancoran Timur No.37, pengadegan Jakarta Selatan. Lokasi ini merupakan lokasi yang strategis dan mudah diakses oleh masyarakat. Apotek Endeh juga dilengkapi oleh adanya praktek dokter umum yang terletak disebelah apotek. Lokasinya berada di daerah padat penduduk dan jalan dua arah yang ramai lalu lintas kendaraan bermotor. Lokasi tersebut cukup strategis karena berada di kompleks perumahan, yaitu Kompleks Polri Pengadegan, Kompleks Liga Mas dan Kompleks Perumahan anggota DPR Kalibata. Selain itu, lokasi Apotek Endeh juga dekat dengan beberapa perkantoran, swalayan, rumah makan, kost karyawan, sekolah dan sarana kesehatan. Sarana kesehatan tersebut yaitu Rumah Sakit Tria Dipa, Rumah Bersalin Seruni, Klinik Dokter Gigi, Dokter Spesialis Anak, dan Praktek 35 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 36 Dokter, membuat Apotek Endeh memiliki banyak potensial pembeli dan pelanggan tetap. Tetapi bila jumlah dan jenis item obat tidak diperhatikan, maka kekuatan ini menjadi sia-sia. Secara umum, letak ruang Apotek Endeh sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek harus memiliki ruang tunggu yang nyaman untuk pasien, ruang racikan, keranjang sampah, dan tempat mendisplai informasi. Selain itu, di Apotek Endeh juga terdapat tempat kasir, ruang shalat, ruang istirahat karyawan, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang apoteker, dan tempat pencucian atau wastafel serta halaman parkir yang luas. Apotek Endeh memiliki desain eksterior yang sederhana tetapi menarik. Bangunan apotek yang dibuat sederhana bertujuan agar pengunjung yang datang tidak memiliki sugesti bahwa obat yang dijual oleh Apotek Endeh harganya mahal, sebab apotek ini ingin menjaring klien dari yang berpendidikan rendah sampai tinggi. Apotek ini memiliki tempat parkir yang cukup luas sehingga memudahkan pasien untuk memarkir kendaraannya dan tidak dipungut biaya. Adanya satpam yang menjaga keamanan di area luar Apotek, menambah rasa aman pasien selama membeli obat di Apotek ini. Selain itu di bagian halaman depan Apotek, banyak terdapat penjual makanan dan minuman sehingga pasien dapat membeli makanan atau minuman untuk mengisi waktu selama menunggu obat. Di sekitar Apotek ini terdapat pula fasilitas ATM yang lengkap yang dapat memudahkan pasien untuk mengambil uang untuk pembayaran obat yang mereka beli. Selain itu, pada bangunan dan halaman Apotek terdapat papan nama yang dengan jelas tertulis kata “APOTEK ENDEH”, dengan lampu neon. Papan nama ini terlihat jelas dari segala arah dan terang pada malam hari sehingga menjadikan Apotek ini dapat dengan mudah dikenali. Tata ruangan di apotik Endeh didesain secara apik dan efektif. Apotek ini terdiri dari ruang tunggu, ruang pelayanan, ruang peracikan sekaligus sebagai ruang administrasi, ruang keuangan, ruang pimpinan, ruang sholat dan toilet. Ruang tunggu Apotek ini cukup luas dan dilengkapi dengan kursi- kursi panjang, pendingin ruangan, dan ditambah dengan adanya televisi sehingga Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 37 pasien dapat merasa nyaman selama menunggu obat yang memerlukankan waktu penyiapan atau peracikan yang cukup lama. Selain desain eksterior, desain interior apotek turut mendukung kesan dari apotek yang rapi, bersih, dan cukup lengkap obatnya. Untuk desain interior apotek dilakukan dengan cara tata desain lay out obat yang rapi, lengkap dan penuh. Tata letak obat di Apotek Endeh dibedakan antara obat-obat OTC dengan obat-obat ethical. Obat-obat OTC diletakkan di counter / etalase depan apotek, yang langsung terlihat oleh konsumen, baik berupa sediaan padat, cair seperti sirup untuk vitamin dan obat batuk, serta sediaan semi solid yang banyak dicari oleh masyarakat. Penataan obat-obat OTC ini disusun secara “eye catching” yaitu nama obat dan disainnya menghadap ke konsumen. Hal ini memudahkan konsumen untuk mencari produk yang diinginkannya. Rata-rata obat OTC ini diberikan bagi masyarakat untuk melakukan swamedikasi, sehingga permintaan dilayani bukan melalui resep. Sedangkan obat-obat ethical diletakkan dibagian dalam yang tidak terlihat langsung oleh konsumen, terdiri dari obat keras, psikotropika, dan narkotika yang biasanya diresepkan oleh dokter. Selanjutnya, penyimpanan obat-obatan di Apotek Endeh ditempatkan berdasarkan bentuk sediaan yang kemudian disusun secara alfabetis untuk ethical dan farmakologis untuk OTC. Obat disimpan sesuai dengan persyaratan penyimpanannya, contohnya untuk obat-obatan yang harus disimpan pada kondisi dingin maka disimpan di lemari pendingin dengan suhu tertentu, contohnya sediaan suppositoria. 4.1 Aspek pelayanan kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 38 melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Kegiatan pelayanan di Apotek Endeh terdiri atas pelayanan resep dan nonresep. Pelayanan non resep terdiri dari pelayanan obat-obat bebas, bebas terbatas, alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga seperti perlengkapan bayi, sabun, pasta gigi, dan kosmetika serta pelayanan informasi obat, dan penyerahan obat. Pelayanan non resep dilakukan di depan ruang tunggu pasien yang dibatasi dengan etalase yang berisi produk-produk Over The Counter (OTC). Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pada bagian pelayanan resep terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian penerimaan resep dan penyiapan obat. Penerimaan resep dimulai dengan melakukan skrining resep yang terbagi atas 3 yaitu kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Apoteker di apotek ini memeriksa kelengkapan administratif pada resep dengan melihat ada tidaknya nama dokter, SIP, alamat dokter, tanggal dibuatnya resep, tanda tangan/paraf dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien, serta cara pemakaian. Selanjutnya memeriksa kesesuaian farmasetik dari resep diantaranya bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Pertimbangan klinis untuk melihat ada tidaknya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya. Tahapan pelayanan resep di Apotek Endeh berjalan secara sistematis, yaitu dimulai dengan penerimaan resep dari pasien atau pelanggan (lampiran 6). Copy resep dan kwitansi pembelian diberikan jika diperlukan oleh pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 39 Pada saat penyerahan obat, dilakukan pemberian informasi tentang obat yang diserahkan, baik aturan pakainya atau kegunaan obat-obat tersebut. Misalnya obat yang berfungsi sebagai antibiotik harus dihabiskan. Pemberian informasi yang diberikan kepada pasien, belum dapat dilakukan secara maksimal, karena ada beberapa pasien yang merasa tidak perlu mendapatkan informasi tersebut. Hal ini disebabkan karena pasien sudah berungkali memperoleh obat yang sama atau sudah biasa dengan pengobatannya dan pasien tersebut sedang dalam keadaan terburu-buru. Pasien akan diminta alamat dan nomor telepon pada saat penyerahan obat sebagai data apotek untuk mengantisipasi jika terjadi kesalahan pada saat penyiapan penyerahan obat sehingga pasien atau yang bersangkutan dapat segera di informasikan. Resep-resep yang masuk di Apotek Endeh dapat dilayani langsung dan ada juga yang ditolak karena tidak tersedianya obat yang tercantum pada resep tersebut dan pasien tidak bersedia melakukan pergantian obat atas saran dari apot eker (bila yang tersedia di apotek merupakan obat merek lain yang memiliki kandungan zat aktif yang sama dengan obat yang terdapat pada resep atau obat generik). Beberapa pasien tidak bersedia mengganti obat yang dituliskan didalam resep tersebut dikarenakan beberapa hal seperti orang yang datang ke apotek bukanlah pasien itu sendiri melainkan melalui orang lain (misalnya sopir, pembantu, atau saudaranya), pasien menebus sendiri resep namun lebih mempercayai dokter dibandingkan apoteker, pasien tersebut tidak mengenal apoteker sebagai profesi yang bertanggung jawab menyampaikan informasi mengenai obat di apotek. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan peran apoteker itu sendiri dalam memperkenalkan profesi apoteker kepada masyarakat awam dengan cara mengedukasi, memberikan informasi serta konseling mengenai obat yang sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien sehingga pasien tidak hanya mengenal dokter namun juga apoteker sebagai tenaga kesehatan yang dapat memberikan solusi mengenai permasalahan obat-obatan. Sedangkan, untuk resep yang ditolak karena ketidaktersediaan obat di apotek, dilakukan pencatatan sehingga dapat dijadikan pertimbangan oleh Apoteker untuk Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 40 pengadaan obat tersebut. Kegiatan peracikan yang dilakukan oleh Apotek Endeh yaitu peracikan sediaan puyer, kapsul, krim, salep, dan sediaan cair. Tempat peracikan krim, salep, dan sediaan cair berada di tempat yang sama dengan meja peracikan puyer dan kapsul. Untuk pembuatan puyer itu sendiri, di apotek endeh masih menggunakan cara manual, pertama obat-obat yang ada di dalam resep ditimbang sesuai dengan jumlah yang disebutkan, kemudian digerus dalam lumpang hingga homogen. Setelah homogen, obat dibagi secara rata ke dalam kertas perkamen sesuai dengan jumlah obat yang diminta di dalam resep. Hal yang perlu diperhatikan pada saat pengemasan puyer ke dalam kertas perkamen adalah puyer berada pada sisi kertas perkamen yang kasar sedangkan bagian yang halus berada disisi luar untuk menghindari obat agar tidak lembab atau basah akibat kontak dengan udara luar sehingga puyer tetap stabil. Khusus untuk resep puyer antibiotik maksimum digunakan selama tiga hari karena expired date dari puyer lebih singkat dibandingkan dengan obat dalam bentuk tunggal seperti tablet, kapsul, kaplet. Sedangkan untuk obat puyer selain antibiotik dibuat untuk dapat digunakan maksimal dua minggu. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika ditangani langsung oleh Apoteker Pengelola Apotek. Obat-obat golongan narkotika dan psikotropik disimpan secara terpisah dengan obat lainnya pada lemari khusus dan terkunci. Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Laporan tersebut dibuat empat rangkap yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Pelayanan Kesehatan DKI Jakarta Selatan, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta, serta satu rangkap sebagai arsip Apotek Endeh. Kegiatan kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Endeh dijalankan oleh 4 karyawan yang dibagi menjadi menjadi dua shift yaitu pagi sampai sore, mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 15.00 WIB dan sore sampai malam, mulai pukul 15.00 WIB sampai 21.00 WIB. Masing-masing karyawan memiliki tugas dan tanggungjawab sendiri (Job description). Dengan adanya hal tersebut, karyawan memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga mereka bekerja secara professional untuk tujuan menghindari terjadinya Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 41 kesalahan. Apotek Endeh melaksanakan pelayanan kefarmasian baik pelayanan resep, dan swamedikasi dari OWA, OTC, jamu, kosmetik serta vitamin dan suplemen selama dua belas jam setiap harinya. Apotek ini juga melayani pengantaran obat berdasarkan resep ke rumah pasien untuk daerah Pancoran Timur dan sekitarnya. Tercapainya kepuasan pelanggan dalam pelayanan obat di Apotek Endeh menjadi prioritas penting yang harus terus dijaga, selain itu juga melalui pelayanan informasi obat kepada pelanggan sangat membuka peluang kepercayaan masyarakat lebih meningkat sehingga dapat mempertahankan pelanggan yang lama dan menarik pelanggan yang baru. Dengan demikian, dapat terwujud pula fungsi Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan yang dapat membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan pasien yang optimal. 4.2 Aspek Managerial Kegiatan manajemen yang terjadi di Apotek Endeh meliputi proses kegiatan pengadaan, pembelian, dan pendistribusian. Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana kebutuhan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama serta untuk meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi secara efektif dan efisien. Pengadaan barang merupakan suatu hal yang sangat penting karena apabila tidak dikelola dengan baik dapat merugikan apotek, sebaliknya apabila dikelola dengan baik dan efektif akan menguntungkan . Pengadaan obat-obatan di Apotek Endeh dilakukan oleh bagian pembelian yaitu Apoteker dengan memperhitungkan riwayat penjualan tiap hari dan hasil data sisa stok serta stok minimum obat setiap hari. Stok minimum ditentukan berdasarkan tren penjualan tiap hari yang direkapitulasi secara defekta. Kemudian riwayat penjualan ini dibandingkan dari minggu ke minggu untuk melihat kestabilan penjualan obat tersebut. Selanjutnya ditentukan obat-obat yang perlu dibeli dengan membandingkan stok yang ada dengan stok minimum, yang dapat dilihat pada buku defekta. Pemesanan dimulai dengan mencatat jenis dan jumlah barang yang akan atau sudah habis persediaannya. Pencatatan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 42 terhadap tiap barang yang akan dipesan dilakukan dalam sebuah buku yang disebut buku defekta. Pencatatan ini dapat dilakukan setiap saat yaitu setiap kali diketahui adanya barang yang sudah atau akan habis. Petugas di apotek kemudian akan melakukan rekapitulasi jumlah dan jenis barang yang tercatat dalam buku dan melaporkan data tersebut kepada apoteker. Pemesanan dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jumat dengan menghubungi PBF (Pedagang Besar Farmasi) pada pagi hari dan kemudian PBF akan mengirimkannya pada sore hari. Untuk beberapa obat pembelian dilakukan untuk stok selama dua minggu atau satu bulan. Misalnya untuk obat yang perputarannya cepat dan mendapatkan potongan harga jika membeli dalam jumlah yang besar, namun pembelian untuk obat-obat yang slow moving tetap dilakukan berdasarkan stok minimum. Sistem seperti ini memiliki keuntungan dan kerugian. Keuntungannya adalah apotek menghindari penumpukan barang di apotek, mencegah terjadinya penumpukan obat yang akan menyebabkan kerugian bagi Apotek akibat banyaknya obat yang hilang, rusak, dan kadaluwarsa, karena system pengendalian barang di apotek endeh masih manual, transaksi sekali pembelian obat di apotek endeh tidak besar karena membeli dalam jumlah sedikit. Kerugiannya adalah dapat terjadi kekosongan obat, pembelian menjadi lebih sering, perkiraan waktu tunggu perlu diperhitungkan dengan seksama untuk mencegah terjadinya kekosongan stok dan stok barang harus diperhatikan setiap hari. Pembelian dilakukan dengan menggunakan Surat Pemesanan (SP) yang ditandatangai APA. Untuk pemesanan obat keras, OTC, vitamin dan suplemen, kosmetik, alat kesehatan serta produk lain SP-nya dua rangkap, satu yang asli untuk supplier dan satu untuk Apotek. Untuk narkotika, menggunakan surat pesanan khusus, yang setiap satu surat hanya tertera satu jenis narkotika yang ditanda tangani APA. SP-nya sebanyak empat rangkap, satu rangkap disimpan oleh Apotek sebagai arsip dan sisanya diserahkan kepada pihak distributor PBF Kimia Farma. Untuk psikotropika SP terdiri dari dua rangkap dimana dalam satu SP dapat terdiri beberapa jenis obat, SP aslinya diberikan pada distributor dan salinannya untuk Apotek sebagai arsip. Untuk narkotika pembayaran obat harus dilakukan saat penyerahan obat (cash Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 43 and carry), sedangkan untuk psikotropika boleh secara kredit. Pemilihan distributor didasari oleh pertimbangan lokasi, kualitas barang yang dikirim, ketepatan dan kecepatan waktu pengiriman, adanya diskon, dan kemudahan dalam pengembalian obat yang rusak dan kadaluwarsa. Dalam mendukung tersedianya perbekalan farmasi maka harus dipilih distributor yang telah terbukti yakni distributor resmi yang sudah bekerjasama dengan baik, memberikan pelayanan yang cepat, diskon yang besar, kualitas barang terjamin dan pembayaran barang secara kredit. Proses penerimaan barang yang datang dari distributor dilakukan setiap hari. Barang yang diantar harus disertai faktur dua rangkap untuk arsip Apotek dan distributor. Barang yang datang harus diperiksa kesesuaiannya dengan faktur oleh Asisten Apoteker (AA). Pemeriksaan meliputi jumlah barang, pemeriksaan fisik, dan tanggal kadaluwarsa. Kemudian faktur tersebut akan ditandatangani oleh AA yang menerima dan distempel cap Apotek. Setelah barang diterima dilakukan perhitungan harga untuk tiap tiap barang sesuai harga di faktur dengan sistem harga jual Apotek, kemudian barang disusun berdasarkan tempatnya sesuai abjad. Untuk barang yang datang tidak sesuai dengan pesanan dilakukan pengembalian. Ketentuan pengembalian obat-obat kepada distributor (retur) telah disepakati antara Apotek dengan distributor. Retur barang dapat berupa penggantian barang, uang, atau pemotongan tagihan. Selain itu, sistem pembayaran distributor dapat dilakukan secara kredit. Pembayaran kepada masing-masing distributor dilakukan berdasarkan tanggal kesepakatan yang telah ditetapkan. Lemari penyimpanan obat tertata cukup rapi. Penyimpanan obat disusun berdasarkan golongan obat, stabilitas sediaan, bentuk sediaan, farmakologi, dan abjad. Rak-rak khusus disediakan untuk menyimpan obat bentuk sediaan drop, generik, sirup dan cream, salep, tetes mata, jamu dan alat kesehatan. Obatobatan keras berbentuk tablet, salep dan tetes mata disimpan di lemari di ruang racik, sedangkan sisanya disimpan di etalase depan. Obat-obat golongan psikotropik dan narkotik sesuai dengan peraturan yang berlaku, penyimpanan dilakukan dalam sebuah lemari khusus yang terletak di dekat meja peracikan dan kondisi penyimpanannya sudah memenuhi persyaratan, dimana Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 44 seluruhnya terbuat dari kayu dan terkunci. Selain itu penyimpanan khusus juga dilakukan terhadap sediaan yang bersifat termolabil seperti Lacto-B®, Suppositoria, dan Ovula yang disimpan dalam lemari pendingin pada suhu o 2 – 8 C. Kartu atau buku stok menjadi gambaran dari stok fisik barang sehingga kita dapat mengetahui jumlah stok untuk melakukan pemesanan barang atau penjualan ke pasien. Namun seringkali petugas tidak mencatat keluar masuknya obat dalam kartu stok ini. Hal ini disebabkan karena pengisian kartu stok sering dilupakan pada jam-jam sibuk apotek. Contoh kartu stok opname dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada saat ini pencatatan stok obat yang disimpan di Apotek Endeh dicatat secara langsung pada buku defekta oleh karyawan petugas sore untuk barang yang kosong. Hal ini sangat membantu dalam memantau stok obat yang terdiri dari berbagai jenis item. 4.3 Aspek Administratif Kelancaran operasional suatu organisasi akan ditunjang oleh kelancaran administrasi organisasi tersebut. Secara umum, aspek administratif di Apotek Endeh meliputi administrasi pembelian, administrasi penjualan, administrasi pajak, administrasi personalia, serta laporan keuangan. Perbekalan farmasi yang akan dipesan ditulis pada buku defekta. Buku defekta adalah buku yang berisi keperluan barang yang telah mencapai stok minimal selama pelayanan proses pengadaan barang di Apotek Endeh dilakukan melalui pembelian secara kredit dengan memperhatikan stok barang dan arus uang. Pemesanan obat dilakukan setiap hari Senin, Rabu dan Jum’at, baik melalui telepon maupun melalui Administrasi pembelian dalam hal sales yang datang ke pembayaran terhadap apotek. sediaan atau perbekalan farmasi yang dipesan dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) juga sudah terencana dan terlaksana dengan baik. Pembayaran diatur pada hari Senin minggu kedua setelah tanggal tukar faktur sehingga apotek tidak harus membayar setiap hari dan tidak terbebani dengan tanggal pembayaran yang tidak teratur. Tiap faktur yang datang direkapitulasi dan diurutkan sesuai tanggal pemesanan serta abjad nama PBF. Laporan pembayaran dibuat setiap bulan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 45 dan dilaporkan kepada Pimpinan Apotek. Faktur-faktur tersebut disimpan selama 10 tahun. Sebelum waktu jatuh tempo PBF akan melakukan tukar faktur dimana faktur asli akan diberikan kepada Apotek. Hal ini sekaligus juga sebagai bentuk penagihan yang dilakukan oleh PBF. Apotek Endeh membuat kebijakan, bahwa penukaran faktur minimal dilakukan dua minggu sebelum waktu jatuh tempo. Jika penukaran faktur ini terlambat dilakukan, pembayaran tagihan akan maju dihitung dua minggu setelah penukaran faktur. Pembayaran dilakukan 2 minggu setelah tukar faktur dan dilakukan setiap hari senin. Barang pesanan selalu diantar dalam jangka waktu tidak lebih dari 1 hari (24 jam), sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati dengan pihak PBF. Ketika perbekalan farmasi diantar ke apotek, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan apakah faktur dan barang pesanan (jenis dan jumlah barang) telah sesuai dengan surat pesanan barang. Jika sesuai, maka akan ditandatangani dan diberi cap apotek oleh Asisten Apoteker. Perbekalan farmasi yang sudah diterima kemudian diperiksa nomor bets dan tanggal kadaluarsanya, lalu dicatat pada faktur untuk menghindari kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa dan juga diperiksa kondisi fisik barang. Selanjutnya dilakukan penentuan harga sesuai dengan komitmen Apotek, untuk obat OTC dan ethical berbeda cara perhitungan harganya. Setelah semua perbekalan farmasi yang datang telah ditentukan harganya, kemudian disusun berdasarkan bentuk sediaan secara alfabetis dan dengan sistem FIFO (First In First Out). Untuk obat bebas disimpan langsung di etalase ruang depan pada bagian OTC dan untuk obat generik diletakkan di etalase khusus obat generik. Penyimpanan obat tidak dilakukan di gudang hanya disusun berdasarkan abjad dan bentuk sediaannya. Obat yang baru datang dari distributor tidak diterima di ruang khusus, namun diterima di bagian penyerahan obat. Penyimpanan dan pengeluaran obat mengikuti system FIFO (First In First Out) karena perputaran obat di Apotek ini cepat. Akan tetapi, petugas tetap memperhatikan kadaluwarsa obat terutama obat-obat mahal, obat tetes mata, hidung dan telinga. Selain itu, tanggal kadaluwarsa obat dengan harga mahal harus diawasi secara ketat karena perputaran penjualannya yang lambat. Penyimpanan obat dilakukan dengan sistem alfabetis, bentuk sediaan dan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 46 farmakologi. Sehingga bentuk sediaan cair untuk batuk pilek terpisah dengan bentuk sediaan tablet untuk indikasi yang sama. Pengelolaan resep di Apotek Endeh juga sudah dilakukan dengan baik. Semua resep yang sudah dibuat, disimpan per hari berdasarkan nomor urut resep. Setelah satu bulan, seluruh resep dikumpulkan dan dibundel menjadi satu serta diberi label sesuai bulan dan tahun resep dibuat. Resep-resep tersebut disimpan selama 3 tahun. Setelah itu, dilakukan pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Kotamadya Jakarta Selatan. Penyimpanan resep yang mengandung narkotika dengan resep obat non narkotika dipisahkan dan diberi label yang berbeda. Kegiatan administrasi pajak di apotek Endeh dilakukan oleh satu orang yang bertanggung jawab dalam menghitung serta mencatat jumlah pajak yang harus dibayar oleh Apotek. Selain itu, bagian administrasi pajak juga bertanggung jawab dalam menangani laporan keuangan, yang di laporkan kepada Pemilik Sarana Apotek sekaligus Apoteker Pengelola Apotek. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya : 5.1.1 Peranan dan pekerjaan Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Apotek tidaklah sesederhana seperti yang disangka orang. Dalam melayani pasien, Apoteker harus luwes, ramah, sabar terutama dalam kepada pasien yang awam. Dimana Apoteker dituntut untuk memahami produk (product knowledge) dan mempunyai pengetahuan tentang spesialistik obat. 5.1.2 Pekerjaan manajerial di Apotek ketika masih baru dapat dimulai dengan cara-cara sederhana, seperti menata pembukuan, membuat daftar harga obat, menata faktur penjualan dan pembayaran, merencanakan pengadaan obat dengan defecta, membuat laporan dll, sehingga ketika Apotek mulai berkembang, pekerjaan-pekerjaan dapat didelegasikan pada SDM yang ada, sehingga Apoteker dapat lebih fokus dalam mengendalikan sumber daya nya. Untuk memperoleh keterampilan tersebut, maka Apoteker harus melakukan pekerjaan tersebut secara terus-menerus dan berkesinambungan. 5.1.3 Peran Apoteker dalam aspek administrasi dibutuhkan terutama dalam hal mengatur administrasi pembelian dan pengelolaan faktur serta mengatur administrasi resep yang ada di Apotek, sehingga dapat terorganisir dengan baik. 5.2 Saran 5.2.1 Pelayanan informasi obat dan konseling di Apotek Endeh perlu ditingkatkan agar pasien lebih memahami tentang informasi obat yang diberikan dan meminimalkan terjadinya kesalahan (medication error) dalam penggunaan obat sehingga terlaksananya pengobatan yang rasional. 5.2.2 Perlu ditingkatkannya kecepatan pelayanan dan keramahan karyawan apotek untuk mencapai tingkat kepuasan pelanggan yang optimal. 5.2.3 Ruang racik di Apotek Endeh sebaiknya lebih ditata kembali yaitu dengan menambah meja khusus untuk peracikan resep obat. 47 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Menteri Kesehatan Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta No. Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. (1990). Jakarta Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No. 1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek . Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/ SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. (2006). Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2010). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.03.01.160/I/2010 Tentang Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2010 – 2014. Jakarta Menteri Kesehatan RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (2000) Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta 48 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 49 Presiden Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 LAMPIRAN Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 50 Lampiran 1. Denah Apotek Endeh Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 51 Lampiran 1. (lanjutan) Keterangan Gambar: 1. Area parkir 2. Pintu depan 3. Ruang tunggu 4. Kursi 5. Etalase obat bebas dan health care product 6. Kasir 7. Pintu etalase 8. Televisi 9. Rak obat bebas 10. Meja apoteker dan computer 11. Wadah obat fast moving 12. Rak obat generik 13. Rak alat-alat gelas 14. Dispenser 15. Lemari pendingin 16. Rak obat keras 17. Rak obat keras sediaan semisolid (penggunaan topikal) 18. Rak obat generik (cair) 19. Rak bahan baku 20. Lemari narkotik 21. Lemari psikotropik 22. Meja racik, lemari alat gelas dan wadah pengemas 23. Timbangan 24. Wastafel 25. Lemari arsip 26. Rak obat keras (cair) 27. Telepon 28. Rak obat keras (mata) 29. Meja administrasi 30. Pintu belakang Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 52 Lampiran 2. Struktur Organisasi Apotek Endeh Apoteker Penanggung Jawab ApotEK Apoteker Pendamping Asisten Apoteker Kasir Administrasi Juru Resep Catatan : pembagian kerja berdasarkan shift pagi dan malam Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 53 Lampiran 3. Alur Pengelolaan Barang di Apotek Perencanaan Defecta Cek Barang Surat Pemesanan Hitung Jumlah Barang Terima Barang Simpan di Etalase Jual Terima faktur terima barang (faktur asli + copy) PBF Faktur Asli Faktur copy disimpan dalam berkas berdasarkan nama PBF secara alfabetis 2 minggu sebelum jatuh tempo dilakukan tukar faktur Tanda terima tukar faktur diurutkan berdasarkan minggu pembayaran Jatuh Tempo ïƒ bayar Terima faktur asli Simpan sebagai arsip Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 54 Lampiran 4. Blangko Pemesanan Obat Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 55 Lampiran 5. Lembar Stok Opname Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 56 Lampiran 6. Diagram Alur Pelayanan Resep di Apotek Endeh Pasien datang ke Apotek dengan membawa resep Harga diberitahukan Resep diterima Apoteker / Asisten Apoteker / Karyawan Apotek Resep di skrining dan diberi harga Kasir Menerima uang dan memberi nomor resep Resep diserahkan kepada Apoteker/ Asisten Apoteker :  Resep dikerjakan  Diberi etiket  Obat di periksa lagi  Obat siap diserahkan Resep diserahkan kepada pasien dengan memberikan informasi mengenai obat (indikasi, cara penggunaan, waktu penggunaan, dosis, efek samping dll) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 57 Lampiran 7. Etiket Obat Etiket Obat Dalam Etiket Obat Luar Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 58 Lampiran 8. Blanko Salinan Resep Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 59 Lampiran 9. Blanko Kwitansi Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 60 Lampiran 10. Tanda Terima Faktur Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 61 Lampiran 11. Surat Pesanan Narkotika Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 62 Lampiran 12. Laporan Penggunaan Narkotika Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 63 Lampiran 12. (lanjutan) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 64 Lampiran 13. Surat Pesanan Psikotropika Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 65 Lampiran 14. Laporan Penggunaan Psikotropika Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 66 Lampiran 14. (lanjutan) NAMA APOTEK : APOTEK ENDEH No. SIA : 1299.04/Kanwil/SIA/0110 ALAMAT : Jalan Pancoran Timur No. 37 KAB/KOTA : Jakarta Selatan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24 NAMA BARANG SEDIAAN Ampisiline Analsik Ativan 0,5 mg Broxidin Citalgin Clobazam Danalgin Deparon Diazepam 2 mg Elsigan 2 mg Haloperidol Frisium Librax Mentaluim 5 mg Metaneuron Neuradial Phenobarbital 30 mg Sanmag Spasmum Teroneo Valium 2mg Valium 5 mg Zyorax 1 mg Sanac 0,25 mg SATUAN STOK AWAL PENERIMAAN DARI JUMLAH PENGELUARAN DARI STOK AKHIR JUMLAH Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI – 31 AGUSTUS 2013 PENGGUNAAN OBAT DIURETIK DAN ANTI DIURETIK PADA PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK EFI PUSPITASARI., S. Farm 1206329530 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................... DAFTAR ISI ............................................................................. ................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL. ....................................................................................... i ii iii iv BAB 1. PENDAHULUAN.......................................................................... 1.1 Latar Belakang .. ...................................................................... 1.2 Tujuan ..................................................................................... 1 1 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Definisi Diuretik dan Anti Diuretik............................................. 2.2 Penggolongan Diuretik ............................................................... 2.3 Obat – Obat Anti Diuretik........................................................... 3 3 5 24 BAB 3. METODOLOGI ........................................................................... 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Data......................................... 3.2 Metode Pengkajian Data .......................................................... 26 26 26 BAB 4. PEMBAHASAN ............................................................................ 27 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 5.2 Saran . ...................................................................................... 33 33 33 DAFTAR ACUAN ...................................................................................... 34 ii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Sistem Transpor Tubulus dan Tempat Kerja Diuretik ................... Gambar 2. Mekanisme Kerja Diuretik Kuat.................................................... Gambar 3. Mekanisme Kerja Diuretik Tiazid .................................................. Gambar 4. Mekanisme Kerja Diuretik Hemat Kalium. .................................. iii Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 3 7 11 16 Universitas Indonesia DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Bagian – bagian Ginjal dan Fungsinya .............................................. Tabel 2. Agen Diuretik............................... ................................................... Tabel 3. Sediaan dan Posologi Golongan Diuretik Kuat ................................. Tabel 4. Sediaan dan Dosis Tiazid dan Senyawa Sejenis............................... Tabel 5. Penghambat Karbonat Anhidrase dalam Terapi Glaukoma ............... Tabel 6. Penggunaan Diuretik Kuat untuk Gagal Jantung ............................... Tabel 7. Diuretik pada Pengobatan Hipertensi ................................................ Tabel 8. Pengobatan Hipertensi Kronik pada Masa Kehamilan ...................... Tabel 9. Diuretik Osmotik dan Penghambat Anhidrase Karbonik .................. iv Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 4 5 10 15 20 28 29 30 31 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diuretik merupakan obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Pengeluaran urin atau diuresis dapat diartikan sebagai penambahan produksi volume urin yang dikeluarkan dan pengeluaran jumlah zat-zat terlarut dalam air. Obat-obat diuretik merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urin dan mengikat air lebih banyak didalam tubulus ginjal. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urin dan darah. Secara normal, reabsorpsi garam dan air dikendalikan masing – masing oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH). (Neal, M.J., 2005) Ada beberapa jenis Diuretik, yang sudah dikenal dan sering digunakan dalam pengobatan dengan masalah gangguan cairan dan elektrolit. Jenis-jenis tersebut diantaranya adalah Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium dan Diuretik Osmotik (Katzung, 2004) Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal. Diuretik digunakan untuk mengurangi edema pada gagal jantung kongestif, beberapa penyakit ginjal, dan sirosis hepatis. Beberapa diuretik terutama tiazid, secara luas digunakan pada terapi hipertensi. (Neal, M.J., 2005) Pentingnya diuretik dalam pengobatan sindrom gagal jantung kongestif berkaitan dengan peran sentral ginjal sebagai organ target dari banyak perubahan neurohormonal dan hemodinamik yang terjadi sebagai respon terhadap kegagalan miokardium. Ginjal merupakan salah satu jalur utama untuk eliminasi obat dan 1 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 2 gangguan fungsi ginjal pada usia lanjut atau pada penyakit ginjal dapat menurunkan eliminasi obat secara signifikan. Diuretik tidak mempengaruhi riwayat penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya yang menjadi penyebab menurunnya curah jantung. Akan tetapi, obat – obat tersebut dapat mengatasi gagal jantung dengan bekerja langsung pada reabsorpsi zat terlarut dan air oleh ginjal sehingga dapat memperlambat progresi dilatasi bilik jantung dengan menurunkan tekanan pengisian ventrikel. (Mozayani, 2008) Antidiuretik merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau penyebab turunnya laju urinasi. Bahan-bahan yang bersifat antidiuretik digunakan dalam pengobatan diabetes insipidus untuk menjaga keseimbangan kadar air di dalam tubuh. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat diakukannya praktek kerja kefarmasian oleh Apoteker, yang dapat menunjang pembangunan kesehatan dalam peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Selain itu Apotek juga sebagai sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. (Presiden Republik Indonesia, 1992). Dalam kasus penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik, seorang apoteker perlu memberikan informasi mengenai obat tersebut yang meliputi dosis, aturan pakai, kontra indikasi, efek samping dan hal – hal lain yang perlu diperhatikan sehingga efek terapi yang diharapkan dapat tercapai. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan laporan ini diantaranya adalah : 1.2.1 Memberikan informasi mengenai obat – obat diuretik dan anti diuretik pada pelayanan kefarmasian di Apotek. 1.2.2 Memahami peran Apoteker dalam hal penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik kepada pasien guna mewujudkan terapi yang rasional dan lebih optimal. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Diuretik dan Anti Diuretik Diuretik adalah obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Secara normal, reabsorbsi garam dan air masing – masing dikendalikan oleh aldosteron dan vasopresin (hormon antidiuretik, ADH). Sebagian besar diuretik bekerja dengan menurunkan reabsorbsi elektrolit oleh tubulus ginjal. Ekskresi elektrolit yang meningkat diikuti oleh peningkatan eksresi air, yang penting untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. (Neal, M.J., 2005) Diuretik bekerja pada ginjal di bagian tubulus proksimal dengan perolehan kembali dari 65% - 80% natrium dan air (pengangkutan Na/Cl bersamaan, diikuti air), 99% glukosa, protein, asam amino. Pada bagian desendens-Lengkung Henle terjadi difusi pasif urea, H2O, dan Na. Pada bagian asendens-Lengkung Henle dan tubulus distal-Segmen pencair terjadi transpor aktif Na yang kuat, tidak permeabel untuk H2O, urea. Bagian tubulus distal/ tubulus pengumpul terjadi resorpsi natrium aktif, tidak permeabel untuk urea, terjadi pertukaran natrium/ kalium dan permeabilitas air di bawah pengaruh ADH. (Mozayani, 2008) Gambar 1. Sistem Transpor Tubulus dan Tempat Kerja Diuretik 3 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 4 Tabel 1. Bagian – bagian Ginjal dan Fungsinya (Katzung, B.G, 2009) Aldostreron menstimulasi reabsopsi Na+ pada tubulus distal dan meningkatkan sekresi K+ dan H+. Obat ini bekerja pada reseptor sitoplasmik dan menginduksi sintesis Na+/ K+ -ATPase pada membran basolateral dan kanal Na+ di membran lumen. Peningkatan permeabilitas kanal Na+ yang lebih cepat dapat diperantarai oleh reseptor aldosteron di permukaan sel. Diuretik meningkatkan muatan Na+ pada tubulus distal dan kecuali untuk obat – obat hemat kalium, hal ini menyebabkan peningkatan sekresi K+. (Neal, M.J., 2005) Antidiuretik adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada suatu kondisi, sifat atau penyebab turunnya laju urinasi. Bahan-bahan yang bersifat antidiuretik digunakan dalam pengobatan diabetes insipidus untuk menjaga keseimbangan kadar air di dalam tubuh. Vasopresin (Anti Diuretik Hormon) dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini meningkatkan jumlah kanal air pada dukus koligens sehingga memungkinkan reabsorpsi air secara pasif. Pada diabetes insipidus ‘kranial’, tidak adanya ADH menyebabkan eksresi urin Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 5 hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin atau desmopresin, suatu analog kerja panjang. (Neal, M.J., 2005) 2.2 Penggolongan Diuretik Penggolongan obat – obat diuretik dapat dibedakan menjadi Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase, Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium dan Diuretik Osmotik (Katzung B.G, 2009): Tabel 2. Agen Diuretik Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 6 2.2.1 Diuretik kuat (Loop Diuretik) Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibandingkan dengan diuretik lain. Tempat kerja utamanya di bagian epitel tebal ansa Henle bagian asenden, karena itu kelompok ini disebut juga sebagai loop diuretics. Termasuk dalam kelompok ini adalah furosemid, torsemid, asam etakrinat, dan bumetanid. Furosemid atau asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat masih tergolong derivat sulfonamid. Obat ini merupakan salah satu obat standar untuk pengobatan gagal jantung dan edema paru. Bumetanid merupakan derivat asam 3aminobenzoat yang lebih poten daripada furosemid, tetapi dalam hal ini kedua senyawa ini mirip satu dengan lain. Asam etakrinat termasuk diuretik yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Farmakodinamik Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2Cl- di ansa Henle asendens bagian epitel tebal, tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal (yang menghadap lumen tubuli). Sistem transport NaCl dalam membran lumen pars asenden tebal ansa Henle adalah kotransport Na+ / K + / 2Cl (Gambar 2). Transporter ini secara selektif diblokir oleh agen diuretik yaitu "loop" diuretik. Meskipun Na+ / K+ / 2Cl-transporter itu sendiri netral (dua kation dan dua anion cotransported), aksi transporter berkontribusi untuk kelebihan K+ yang terakumulasi dalam sel. Hal ini menyebabkan difusi K+ ke dalam lumen tubulus dan pengembangan potensi listrik lumen-positif. Potensial listrik di lumen ini yang menimbulkan tenaga dorongan yang penting bagi reabsorpsi kation divalen Mg2+ dan Ca2+-melalui jalur paracellular (antara sel). Dengan demikian, penghambatan transport garam dalam pars asenden tebal ansa Henle oleh loop diuretik menyebabkan peningkatan ekskresi kation divalen selain NaCl. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 7 Gambar 2. Mekanisme Kerja Diuretik Kuat Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan besar sama dengan tiazid. Berdasarkan atas efek kalsiuria ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan simtomatik hiperkalsemia. Pada pemberian secara iv, obat ini cenderung meningkatkan aliran darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus. Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal serta meningkatnya efek awal diuresis. Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka aliran darah ginjal menurun dan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuli proksimal. Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat dititrasi dan amonia. Fenomena yang terjadi ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik. Bila mobilisasi cairan udema terlalu cepat, alkalosis metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat penyusutan volume cairan ekstrasel. Sebaliknya pada penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H+ dan K+. Alkalosis ini sering kali disertai dengan hiponatremia, tetapi masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 8 Farmakokinetik Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cerna, dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuli proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairan tubuli dan mungkin sekali di tempat kerja di daerah yang lebih distal lagi. Torsemid memiliki masa kerja sedikit lebih panjang dari furosemid. Kira-kira 2/3 dari asam etakrinat yang diberikan secara IV diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melaui hati. Sebagian besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya sebagian kecil dalam bentuk glukuronat. Kira-kira 50% bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai metabolit. Efek samping dan Perhatian a. Gangguan cairan dan elektrolit. Sebagian efek samping berkaitan dengan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, antra lain hipotensi, hiponatremia, hipokalemia, hipokloremia, hipokalsemia dan hipomagnesia. b. Ototoksisitas. Asam etrakinat dapat menyebabkan ketulian sementara atau menetap, dan hal ini merupakan efek samping yang serius. Ketulian sementara juga dapat terjadi pada furosemid dan lebih jarang pada bumetanid. Ketulian ini mungkin sekali disebabkan oleh perubahan komposisi elektrolit cairan endolimfe. c. Hipotensi dapat terjadi akibat deplesi volume sirkulasi. d. Efek metabolik. Seperti diuretik tiazid, diuretik kuat juga dapat menimbulkan efek samping metabolik berupa hiperurisemia, hiperglikemia, peningkatan kolesterol LDL dan trigliserida serta penurunan HDL. e. Reaksi alergi. Reaksi alergi umumnya berkaitan dengan struktur molekul yang menyerupai sulfonamid. Diuretik kuat dan diuretik tiazid dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat alergi sulfonamid. Asam etakrinat merupakan satu-satunya diuretik kuat yang tidak termasuk golongan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 9 sulfonamid, dan digunakan khususnya untuk pasien yang alergi terhadap sulfonamid. f. Nefritis interstisialis alergik. Furosemid dan tiazid diduga dapat menyebabkan nefritis interstisialis alergik yang menyebabkan gagal ginjal reversibel. Berdasarkan efeknya pada janin hewan coba, maka diuretik kuat ini tidak dianjurkan pada wanita hamil, kecuali bila mutlak diperlukan. Interaksi Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan resiko nefrotoksisitas. Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus sehingga efek diuresisnya berkurang. Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan klofibrat melalui penggeseran ikatannya denga protein. Pada penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan klirens litium. Penggunaan bersama denga sefalosporin dapat meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Antiinflamasi nonsteroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan kerja furosemid. Penggunaan Klinik Furosemid merupakan obat standar untuk gagal jantung yang disertai edema dan tanda-tanda bendungan sirkulasi seperti peninggian tekanan vena juguler, edema paru, edema tungkai dan asites. Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam. Pada keadaan ini perbaikan klinik dicapai karena terjadi perubahan hemodinamik dan penurunan volume cairan ekstrasel dengan cepat, sehingga alir balik vena dan curah ventrikel kana berkurang. Untuk mengatasi edema refrakter, diuretik kuat biasanya diberikan bersama diuretik lain, misalnya tiazid atau diuretik hemat kaium. Diuretik kuat juga merupakan obat yang efektif untuk mengatasi asites akibat penyakit sirosis hepatis dan edema akibat gagal ginjal. Sebaiknya diberikan secara oral, kecuali bila diperlukan diuresis yang segera, maka dapat diberika secara iv atau im. Bila ada nefrosis atau gagal ginjal kronik, maka diperlukan dosis furosemid jauh lebih besar daripada dosis biasa. Diduga hal ini disebabkan oleh banyaknya protein Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 10 dalam cairan tubuli yang akan mengikat furosemid sehingga menghambat diuresis. Diuretik kuat juga digunakan pada pasien gagal ginjal akut yang masih awal, namun hasilnya tidak konsisten. Diuretik kuat dikontaindikasikan pada keadaan gagal ginjal yang disertai anuria. Diuretik kuat dapat menurunkan kadar kalsium plasma pada pasien hiperlaksemia simtomatik dengan cara meningkatkan ekskresi kalsium melalui urin. Bila digunakan untuk tujuan ini, maka perlu diberikan suplemen Na+ dan Cl- untuk menggantikan kehilangan Na+ dan Clmelalui urin. Tabel 3. Sediaan dan Posologi Golongan Diuretik Kuat 2.2.2 Tiazid Tiazid disintesis dalam rangka penelitian zat penghambat enzim karbonik anhidrase. Tiazid berefek langsung terhadap transpor Na+ dan Cl- di tubuli ginjal. Prototipe tiazid adalah hidroklortiazid. Beberapa diuretik sulfonamid yang strukturnya sama sekali berbeda dengan tiazid, menunjukkan efek farmakologi yang sama dengan tiazid. Senyawa-senyawa tersebut ialah klortalidon, kuinetazon, metolazon dan indapamid. Farmakodinamik Diuretik tiazid bekerja menghambat simporter Na+, Cl- di hulu tubulus distal. Sistem transpor ini dalam keadaan normal berfungsi membawa Na+ dan Cldari lumen ke dalam sel epitel tubulus. Na+ selanjutnya dipompakan ke luar Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 11 tubulus dan ditukar dengan K+, sedangkan Cl- dikeluarkan melalui kanal klorida. (Gambar 3). Efek farmakodinamik tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Laju ekskresi Na+ maksimal yang ditimbulkan oleh tiazid relatif lebih rendah dibandingkan dengan apa yang dicapai oleh beberapa diuretik lain, hal ini disebabkan 90% Na+ dalam cairan filtrat telah direabsorpsi lebih dahulu sebelum ia mencapai tempat kerja tiazid. Gambar 3. Mekanisme Kerja Diuretik Tiazid Pada pasien hipertensi, tiazid menurunkan tekanan darah bukan saja karena efek diuretiknya, tetapi juga karena efek langsung terhadap anteriol sehingga terjadi vasodilatasi. Pada pasien diabetes insipidus, tiazid justru mengurangi diuresis. Efek yang tampaknya paradoks ini diduga berdasarkan pengurangan volume plasma yang diikuti oleh penurunan laju filtrasi glomerulus sehingga reabsorpsi Na dan air di tubulus proksimal. Akibatnya jumlah air dan Na yang melewati segmen distal berkurang sehingga volume maksimum urin yang encer juga berkurang. Hasil akhirnya adalah pengurangan poliuria secara signifikan. Tiazid dapat mengurangi kecepatan filtrasi glomerulus, terutama bila diberikan secara iv. Efek ini mungkin disebabkan oleh pengurangan aliran darah ginjal. Dalam keadaan tertentu, probenesid dapat meghambat efek diuresis tiazid, hal ini menandakan bahwa untuk menimbulkan efek diuresis tiazid harus ada di dalam cairan tubuli. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 12 Efek kaliuresis disebabkan oleh bertambahnya natriuresis dan pertukaran antara Na+ dan K+ yang menjadi lebih aktif pada tubuli distal. Harus diingat bahwa pada pasien dengan edema pertukaran Na+ dan K+ menjadi lebih aktif karena sekresi aldosteron bertambah. Tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat darah dengan kemungkinan 2 mekanisme : (1) tiazid meninggikan reabsorpsi asam urat tubuli proksimal. (2) tiazid mungkin sekali menghambat ekskresi asam urat oleh tubuli. Berbeda dengan natriuretik lain, tiazid menurunkan ekskresi kalsium sampai 40% karena tiazid tidak dapat menghambat reabsorpsi kalsium oleh sel tubuli distal. Hal ini dapat meningkatkan kadar kalsium darah dan terbukti dapat menurunkan insidensi fraktur pada osteoporosis. Tiazid dapat meninggikan ekskresi ion K+ terutama pada pemberian jangka pendek, dan mungkin efek ini menjadi kecil bila pengggunaannya berlangsung dalam jangka panjang. Ekskresi natrium yang berlebihan tanpa disertai jumlah air yang sebanding, dapat menyebabkan hiponatremia dan hipokloremia, terutama bila pasien tersebut mendapat diet rendah garam. Namun demikian secara keseluruhan golongan tiazid cenderung menimbulkan gangguan komposisi cairan ekstrasel yang lebih ringan dibandingkan dengan diuretik kuat, karena intensitas diuresis yang ditimbulkannya relatif lebih rendah. Ekskresi Mg2+ meningkat, sehingga dapat menyebabkan hipomagnesemia. Ekskresi yodida dan bromida secara kualitatif sama dengan ekskresi bromida. Diuretik yang menyebabkan kloruresis juga akan meningkatkan ekskresi kedua ion halogen yang lain. Dengan demikian semua obat yang bersifat kloruresis dapat digunakan untuk menanggulangi keracunan bromida. Selain itu, penggunanaan diuretik yang berkepanjangan dapat meningkatkan ekskresi yodida dengan akibat dapat terjadinya deplesi yodida ringan. Farmakokinetik Absorpsi tiazid melalui saluran cerna baik sekali. Umumnya efek obat tampak setelah satu jam. Klorotiazid didistribusi ke seluruh ruang ekstrasel dan dapat melewati sawar uri, tetapi obat ini hanya ditimbun dalam jaringan ginjal Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 13 saja. Dengan suatu proses aktif, tiazid dieksresi oleh sel tubuli proksimal ke dalam cairan tubuli. Jadi klirens ginjal obat ini besar sekali, biasanya dalam 3-6 jam sudah diekskresi dari tubuh. Bendroflumetazid, politiazid dan klortalidon mempunyai masa kerja yang lebih panjang karena ekskresinya lebih lambat. Klorotiazid dalam tubuh tidak mengalamai perubahan metabolik, sedang politiazid sebagian dimetabolisme dalam tubuh. Efek samping Efek samping tiazid berkaitan dengan kadar plasma. Uji klinik yang lebih baru membuktikan bahwa dosis rendah (12,5-25 mg HCT) lebih efektif menurunkan tekanan darah dan mengurangi resiko kardiovaskular. Efek samping tiazid antara lain: a. Gangguan elektrolit meliputi hipokalemia, hipovolemia, hiponatremia, hipokloremia, hipomagnesemia. Hipokalemia mempermudah terjadinya aritmia terutama pada pasien yang juga mendapat digitalis atau antiaritmia lain. b. Gejala insufisiensi ginjal dapat diperhebat oleh tiazid, mungkin karena tiazid langsung mengurangi aliran darah ginjal. c. Hiperkalsemia, tendensi hiperkalsemia pada pemberian tiazid jangka panjang merupakan efek samping yang menguntungkan terutama untuk orang tua dengan resiko oeteoporosis, karena dapat mengurangi resiko fraktur. d. Hiperurisemia, diuretik tiazid dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah karena efeknya menghambat sekresi dan meningkatkan reabsorpsi asam urat. e. Tiazid menurunkan toleransi glukosa dan mengurangi efektivitas obat hipoglikemik oral. Ada 3 faktor yang menyebabkan hal ini dan telah dibuktikan pada tikus yaitu kurangnya sekresi insulin terhadap peninggian kadar glukosa plasma, meningkatnya glikogenolisis, dan berkurngnya glikogenesis. f. Tiazid dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida plasma dengan mekanisme yang tidak diketahui. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 14 g. Gangguan fungsi seksual kadang-kadang dapat terjadi akibat pemakaian diuretik. Interaksi Indometasin dan AINS lain dapat mengurangi efek diuretik tiazid karena kedua obat ini menghambat sintesis prostaglandin vasodilator di ginjal, sehingga menurunkan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus. Probenesid menghambat sekresi tiazid ke dalam lumen tubulus. Akibatnya efektivitas tiazid berkurang. Hipokalsemia yang terjadi akibat pemberian tiazid dapat meningkatkan resiko aritmia oleh digitalis dan obat-obat antiaritmia, sehingga pemantauan kadar kalium sangat penting. Kombinasi tetap tiazid dengan KCl tidak digunakan lagi karena menimbulkan iritasi lokal di usus halus. Tiazid menghambat ekskresi litium sehingga kadar litium dalam darah dapat meningkat. Indikasi Hipertensi. Tiazid merupakan salah satu obat penting pada pengobatan hipertensi, baik sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan obat hipertensi lain. Selain sebagai diuretik, tiazid memberi efek anti hipertensi berdasarkan efek penurunan resistensi pembuluh darah. Gagal jantung. Tiazid merupakan diuretik terpilih untuk pengobatan edema akibat gagal jantung ringan sampai sedang. Ada baiknya bila dikombinasi dengan diuretik hemat kalium pada pasien yang juga mendapat pengobatan digitalis untuk mencegah timbulnya hipokalemia yang memudahkan terjadinya intoksikasi digitalis. Pemberian tiazid pada pasien gagal jantung atau hipertensi yang disertai gangguan fungsi ginjal harus dilakukan dengan hati-hati, karena obat ini dapat memperhebat gangguan fungsi ginjal akibat penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan hilangnya natrium, klorida dan kalium yang terlalu banyak. Pengobatan jangka panjang edema kronik. Obat ini hendaknya diberikan dalam dosis yang cukup untuk mempertahankan berat badan tanpa edema. Golongan tiazid juga digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus terutama yang bersifat nefrogenik. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 15 Hiperkalsiuria, Pasien dengan batu kalsium pada saluran kemih mendapat manfaat dari pengobatan tiazid, karena obat ini dapat mengurangi ekskresi kalsium ke saluran kemih sehingga mengurangi resiko pembentukan batu. Tabel 4. Sediaan dan Dosis Tiazid dan Senyawa Sejenis 2.2.3 Diuretik hemat kalium Yang tergolong kelompok ini adalah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat. 1) Antagonis aldosteron Aldosteron adalah mineralkortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida di tubuli distal serta memperbesar ekskresi kalium. Jadi pada hiperaldosterinisme, akan terjadi penurunan kadar kalium dan alkalosis metabolik karena reabsorpsi HCO3dan sekresi H+ yang bertambah. Saat ini dikenal dua macam antagonis aldosteron, yaitu spironolakton dan eplerenon. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap aldosteron, dimana obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen maupun eksogen. Jadi pada pemberian antagonis aldosteron, reabsorpsi Na+ dan K+ di hilir tubuli distal dan duktus koligentes dikurangi, dengan demikian ekskresi K+ juga berkurang. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 16 Gambar 4. Mekanisme Kerja Diuretik Hemat Kalium Eplerenon merupakan analog spironolakton, dibanding spironolakton eplerenon memiliki afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor mineralkortikoid, androgen, dan progesteron. Oleh karena itu eplerenon tidak menimbulkan efek ginekomastia dan virilisasi. Eplerenonn digunakan sebagai antihipertensi dan sebagai terapi tambahan pada gagal jantung. Farmakokinetik Tujuh puluh persen spironolakton oral diserap di saluran cerna, mengalami sirkulasi enterihepatik dan metabolisme lintas pertama. Ikatan dengan protein cukup tinggi. Metabolit utamanya, kanrenon, memperlihatkan aktivitas antagonis aldosteron dan turut berperan dalam aktivitas biologik spironolakton. Kanrenon mengalami interkonversi enzimatik menjadi kanrenoat yang tidak aktif. Efek samping Efek toksik yang utama dari spironolakton adalah hiperkalemia yang sering terjadi bila obat ini diberikan bersama-sama dengan asupan kalium yang berlebihan. Tetapi efek toksik ini juga dapat pula terjadi bila dosis yang biasa diberikan bersama dengan tiazid pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal yang Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 17 berat. Efek samping lain yang ringan dan reversibel di antaranya ginekomastia, efek samping mirip androgen dan gejala saluran cerna. Indikasi Antagonis aldosteron digunakan secara luas untuk pengobatan hipertensi dan edema yang refrakter. Biasanya obat ini dipakai bersama diuretik lain dengan maksud mengurangi ekskresi kalium, di samping memperbesar diuresis. Pada gagal jantung kronik, spironolakton digunakan untuk mencegah remodeling (pembentukan jaringan fibrosis di miokard). Spironolakton merupakan obat pilihan untuk hipertensi hiperaldosteronisme primer dan sangat bermanfaat pada kondisi-kondisi yang disertai hiperaldosteronisme sekunder seperti asites pada sirosis hepatik dan sindrom nefrotik. Sediaan dan dosis Spironolakton terdapat dalam bentuk tablet 25, 50, dan 100 mg. Dosis dewasa berkisar antara 25-200 mg, tapi dosis efektif sehari rata-rata 100 mg dalam dosis tunggal atau tebagi. Terdapat pula sediaan kombinasi antara spironolakton 25 mg hidroklortiazid 25 mg, serta antara spironolakton 25 mg dan tiabutazid 2,5 mg. Eplerenon digunakan dalam dosis 50-100 mg/hari. 2) Triamteren dan Amilorid Kedua obat ini terutama memperbesar ekskresi natrium dan klorida sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Efek penghambatan reabsorpsi natrium dan klorida oleh triamteren agaknya suatu efek langsung, tidak melalui penghambatan aldosteron, karena obat ini memperlihatkan efek yang sama baik pada keadaan normal, maupun setelah adrenalektomi. Triamteren menurunkan ekskresi K+ dengan menghambat sekresi kalium di sel tubuli distal. Berkurangnya reabsorpsi natrium di tempat tersebut mengakibatkan turunnya perbedaan potensial listrik transtubular, sedangkan adanya perbedaan potensial listrik transtubular ini diperlukan untuk berlangsungnya proses sekresi K+ oleh sel tubuli distal. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 18 Beberapa pengalaman klinik menunjukkan bahwa kedua obat ini terutama bermanfaat bila diberikan bersama diuretik lain, misalnya hidroklortiazid. Dengan kombinasi ini efek natriuresisnya lebih besar dan ekskresi kalium dikurangi. Dibandingkan dengan triamteren, amilorid jauh lebih mudah larut dalam air sehingga lebih banyak diteliti. Farmakokinetik Absorpsi triamteren melalui saluran cerna baik sekali, obat ini hanya diberikan oral. Efek diuresisnya biasanya mulai tampak setelah 1 jam. Amilorid dan triamteren per oral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam. Efek samping Efek toksik yang paling berbahaya dari kedua obat ini yaitu hiperkalemia. Triamteren dapat juga menimbulkan efek samping berupa mual, muntah, kejang kaki dan pusing. Azotemia yang ringan sampai sedang sering terjadi dan bersifat reversibel. Pada pasien dengan sirosis hati akibat alkohol yang mendapat triamteren pernah dilaporkan terjadi anemia megaloblastik, tetapi hubungan sebab akibat belum pasti. Indikasi Diuretik hemat kalium ternyata bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan edema. Tetapi obat golongan ini akan lebih bermanfaat bila diberikan bersama obat diuretik golongan lain, misalnya dari golongan tiazid. Mengingat kemungkinan dapat terjadinya efek samping hiperkalemia yang membahayakan, maka pasien-pasien yang sedang mendapat pengobatan dengan diuretik hemat K+ jangan diberikan suplemen K+, kecuali bila terbukti adanya hipokalemia. Juga harus waspada bila memberikan diuretik ini bersama dengan obat penghambat ACE, karena obat ini mengurangi sekresi aldosteron, sehingga bahaya terjadinya hiperkalemia menjadi lebih besar. Triamteren atau amilorid jangan diberikan bersama spironolakton mengingat bahaya terjadinya hiperkalemia. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 19 Sediaan dan posologi Triamteren tersedia sebagai kapsul dari 100 mg. Dosisnya 100-300 mg sehari. Amilorid terdapat dalam bentuk tablet 5 mg. Dosis sehari sebesar 5-10 mg. Sediaan kombinasi tetap antara amilorid 5 mg dan hidroklortiazid 50 mg terdapat dalam bentuk tablet dengan dosis sehari antara 1-2 tablet. 2.2.4 Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase misalnya asetazolamid merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretiknya. Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena itu, ekskresi HCO3-, Na+, dan H2O meningkat. Kehilangan HCO3- menyebabkan asidosis metabolik dan efek obat menjadi self limiting pada saat bikarbonat darah turun. Na+ yang meningkat yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokuler yang dicapai dengan mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait ke dalam aqueous humour (Neal, M.J., 2005) Farmakokinetik Semua penghambat karbonat anhidrase terabsorpsi baik setelah pemberian per oral. Efek atas pH urine jelas terlihat dalam 30 menit, maksimum pada 2 jam dan menetap selama 12 jam setelah dosis tunggal. Eksresi terjadi dengan sekresi tubulus pada segmen pertengahan tubulus proksimal. (Katzung, 1989) Farmakodinamik Penghambatan aktivitas karbonat anhidrase jelas menekan reabsorpsi bikarbonat dalam tubulus proksimalis. Bikarbonat terkumpul dalam sel dan di dalam cairan lumen. Ketidakcocokan antara pH lumen (yang mungkin menjadi asam) dan peningkatan konsentrasi bikarbonat lumen dinamai sebagai “ketidakseimbangan” pH. Hampir semua kapasitas reabsorpsi bikarbonat pada tubulus proksimalis superfisialis dapat dihambat oleh asetazolamid dengan IC50 yang jelas (konsentrasi untuk penghambatan 50%) 4 µmol/L. Sebaliknya banyak Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 20 bikarbonat masih dapat diabsorpsi pada tempat nefron lain dengan satu atau lebih mekanisme yang tak tergantung atas karbonat anhidrase yang belum jelas. Hasil keseluruhan pemberian asetazolamid yang maksimum adalah 85% penghambat reabsorpsi bikarbonat proksimalis tetapi hanya 45% penghambatan keseluruhan reabsorpsi bikarbonat ginjal. Hasilnya suatu keadaan yang membuang bikarbonat secara akut. Penipisan cadangan bikarbonat tubuh menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik sehingga mengurangi kemanjuran diuretik dari obat serupa dalam dosis berikutnya. Efek menarik dari penghambatan reabsorpsi bikarbonat proksimalis adalah penghambatan sejajar atas reabsorpsi klorida dalam tubulus proksimalis. Sebagai hasilnya, NaHCO3 dan NaCl diangkut ke luar dari tubulus proksimalis selama penghambatan karbonat anhidrase. Kebanyakan peningkatan NaCl yang diangkut ke distal terjadi pada tempat aliran menurun (yaitu pars asenden tebal) sehingga natriuresis akibatnya disertai dengan bikarbonat dan bukan oleh klorida. (Katzung, 1989) Indikasi Klinik dan Dosis A. Glaukoma : Humor akueous mengandung ion karbonat dalam konsentrasi tinggi. Penghambatan karbonat anhidrase menurunkan kecepatan pembentukan humor akueous sehingga menurunkan tekanan intraokular. Efek ini bermanfaat dalam penatalaksanaan menahun glaukoma yang sekarang merupakan indikasi terlazim bagi penggunaan penghambat karbonat anhidrase. Tabel 5. Penghambat karbonat anhidrase yang digunakan dalam terapi glaukoma. Asetazolamid (Diamox) Diklorfenamid (Daranide, Oratrol) Dosis Oral (1-4 Kali Sehari) 250 mg 50 mg Asetazolamid juga tersedia dalam kapsul yang dilepaskan perlahan – lahan yang mengandung 500 mg zat ini dan sebagai natrium dalam vial untuk pemberian parenteral. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 21 B. Alkalinisasi Urina : Asam urat dan sistin relatif tak larut dalam urina asam. Peningkatan ekskresi ginjal secara teoritis dapat dicapai dengan meningkatkan ekskresi bikarbonat urina dengan penghambat karbonat anhidrase. Juga ekskresi asam lemah oleh ginjal (misalnya aspirin) meningkat dengan meningkatkan pH urina. Efek ini berlangsung relatif lebih singkat dan mempertahankan diuresis bikarbonat yang kontinu. C. Pengurangan Cadangan Bikarbonat Total Tubuh : Penghambatan karbonat anhidrase akan menyebabkan diuresis natrium bikarbonat akut sepanjang beban filtrasi bikarbonat melebihi kapasitas ginjal untuk absorpsi bikarbonat. Pendekatan ini dapat bermanfaat dalam alkalosis metabolik menahun yang menghubungkan dengan resistensi terhadap obat diuretik lain, Contoh lain adalah alkalosis metabolik pascahiperkapnia. Penghambatan karbonat anhidrase dapat digunakan untuk mengoreksi keadaan ini jika pemberian ‘saline’ tidak efektif atau dikontraindikasikan karena tekanan pengisian jantung meningkat. D. Mabuk Gunung Akut : Kelemahan, sukar bernapas, ‘dizziness dan nause dapat timbul pada pendaki gunung yang cepat mendaki di atas 3000 m dan terlalu memaksakan dirinya. Gejala ini biasanya ringan dan berlangsung selama beberapa hari. Pada beberapa pendaki, edema serebrum atau paru yang cepat progesif dapat mengancam nyawa. Asetazolamid meningkatkan status penampilan dan menurunkan keseluruhan gejala. E. Kegunaan Lain : Penghambat karbonat anhidrase telah digunakan sebagai tambahan bagi terapi epilepsi, dalam beberapa bentuk paralisis periodik hipokalemi dan untuk meningkatkan ekskresi fosfat urina selama hiperfosfatemia parah. (Katzung, 1989) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 22 Toksisitas A. Asidosis Metabolik Hiperkloremik : Ini akibat yang dapat diramalkan dari pengurangan menahun cadangan bikarbonat tubuh. Pembuangan bikarbonat akhirnya akan membatasi kemanjuran diuretik penghambat karbonat anhidrase yang berbanding langsung dengan pengurangan keseluruhan dalam beban bikarbonat yang difiltrasi. B. Batu Ginjal : Fosfaturia dan Hiperkalsiuria terjadi selama respon bikarbonaturia terhadap penghambatan karbonat anhidrase. Ekskresi ginjal terhadap faktor yang dapat melarutkan (mis. sitrat) dapat menurun pada pemakaian menahun. Garam kalsium relatif tak larut pada pH alkali yang berarti dapat terbentuk batu ginjal. C. Pembuangan K+ oleh Ginjal : Pembuangan kalsium dapat hebat, terutama selama stadium diuresis bikarbonat akut. Komplikasi ini bisa membatasi kegunaan penghambat karbonat anhidrase pada alkalosis metabolik menahun yang berhubungan dengan pemberian diuretik sebelumnya. D. Toksisitas Lain : Mengantuk dan parestesi lazim terjadi setelah pemberian dosis besar. Dapat juga terjadi reaksi hipersensitivitas (demam, ‘rash’ supresi sumsum tulang, nefritis interstisial). (Katzung, 1989) Kontraindikasi Penghambat karbonat anhidrase harus dihindari pada sirosis hepatis. Alkalinizasi urina akan menurunkan pengangkapan NH4+ urina dan bisa menyokong timbulnya ensefalopati hepatika. (Katzung, 1989) 2.2.5 Diuretik Osmotik Istilah Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat yang bukan elektrolit, yang mudah dan cepat diekskresi oleh ginjal. Contoh dari golongan obat ini adalah manitol, urea, sukrosa dan glukosa. Dengan adanya zat tersebut dalam cairan tubuli, zat ini ikut menentukan besarnya tekanan osmotik sehingga jumlah Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 23 air dan elektrolit yang diekskresi bertambah besar juga. Tetapi untuk menimbulkan diuresis yang cukup besar diperlukan dosis diuretik osmotik yang cukup tinggi. Manitol paling sering digunakan diantara obat ini, karena manitol tidak mengalami metabolisme di dalam badan dan hanya sedikit direabsorpsi oleh tubuli. Manitol diberikan secara iv, jadi obat ini tidak praktis untuk pengobatan edema yang kronik. Pada penderita decompensatio cordis pemberian manitol berbahaya karena terjadinya penambahan volume darah yang beredar dan hal ini memperberat kerja jantung yang telah payah. Diuretik osmotik terutama bermanfaat pada penderita oliguria akut yang disebabkan oleh shock hipovolemik yang telah dikoreksi, reaksi transfusi atau sebab lain yang menimbulkan necrosis tubuli karena dalam keadaan ini obat yang kerjanya mempengaruhi fungsi tubuli tidak efektif. Urea tidak dipakai lagi sebagai diuretik karena kurang efektif, dosis yang diperlukan terlalu besar dan rasanya tidak enak. Glukosa juga kurang efektif karena glukosa mengalami metabolisme oleh badan dan harus diberikan secara iv dalam dosis yang tinggi supaya melampaui reabsorpsi ginjal untuk glukosa. Sukrosa seperti manitol tidak dimetabolisme dalam badan. Intoksikasi Bahaya diuretik osmotik yang utama berhubungan dengan pembebanan jantung oleh perubahan sirkulasi darah oleh zat tersebut karena perubahan volume dan distribusi cairan badan. Sediaan dan Posologi Manitol untuk indikasi edema serebral. Peringatan bagi penderita gagal jantung kongestif dan edema paru. Efek samping dari obat ini adalah menggigil dan demam. Dosis : infuse intravena, diuresis 50 – 200 mg selama 24 jam, didahului oleh dosis uji 200 mg/kg bb injeksi intravena yang lambat. (IONI, 2008) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 24 Obat - Obat Anti Diuretik 2.3 2.3.1 Vasopresin Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH) digunakan pada pengobatan pituitary (kranial) diabetes insipidus. Selain itu, infus vasopresin digunakan untuk mengendalikan pendarahan variseal pada hipertensi portal sebelum ditentukan pengobatan yang pasti (IONI, 2008). Sekresi vasopresin diatur oleh : 1. Osmoreseptor (bila dehidrasi, sekresi ADH akan meningkat) 2. Volume reseptor (bila volume darah menurun, sekresi ADH meningkat) 3. Stres emosional dan fisik (ADH meningkat) 4. Obat – obat nikotin dan morfin (ADH menurun) 5. Alkohol dan fenitoin (ADH menurun). Mekanisme Aksi Obat Meningkatkan adenosin monofosfat siklik (cAMP) yang meningkatkan permeabilitas air pada tubulus ginjal yang mengakibatkan penurunan volume urin dan peningkatan osmolalitas, menyebabkan peristaltik dengan langsung merangsang otot polos di saluran pencernaan, vasokonstriktor langsung tanpa inotropik efek kronotropik. (DIH, 2009) Dosis Pada penderita diabetes insipidus : Dosis bervariasi; dititrasi berdasarkan serum dan natrium urin dan osmolalitas selain keseimbangan cairan dan output urin, vasopresin jarang digunakan untuk indikasi ini, terapi lain yang tersedia. I.M : Anak-anak: 2,5-10 unit 2-4 kali / hari sesuai kebutuhan Dewasa: 5-10 unit 2-3 kali / hari sesuai kebutuhan Continous IV infus (berlabel rute): anak-anak dan dewasa: 0,0005 unit / kg / jam; DOSIS ganda yang diperlukan setiap 30 menit sampai maksimum 0,01 unit / kg / jam (DIH, 2009). Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 25 Efek Samping Obat Efek samping dari penggunaan vasopresin adalah vasokontriksi dan tekanan darah tinggi, peristaltik usus meningkat, mual dan kolik usus. Sediaan dan Posologi Tersedia dalam bentuk Injeksi, larutan : 20 unit/ml (0,5 ml, 1 ml, 10 ml). (DIH, 2009) 2.3.2 Desmopresin Desmopresin merupakan analog dari vasopresin yang juga digunakan pada pengobatan pituitary (kranial) diabetes insipidus. Desmopresin lebih poten dan mempunyai kerja lebih lama dibandingkan dengan vasopresin, tetapi desmopresin tidak mempunyai efek vasokonstriksi. Diberikan oral atau intranasal untuk pengobatan pemeliharaan, dan pemberian injeksi setelah pembedahan atau pada pasien yang tidak sadar. Desmopresin juga digunakan pada diagnosa diferensial diabetes insipidus. Diberikan 2 mcg secara intramuscular atau 20 mcg secara intranasal. (IONI, 2008) Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian bahan dan penulisan laporan dimulai tanggal 15 Juli 2013 sampai 31 Agustus 2013 di Apotek Endeh Jalan Pancoran Timur No. 37, Jakarta Selatan. 3.2 Metode Pengkajian Data Metode yang digunakan untuk mengkaji tentang penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik pada pelayanan kefarmasian di Apotek adalah dengan melakukan penelusuran literatur atau studi pustaka dari berbagai referensi yang berkaitan dengan diuretik dan antidiuretik. 26 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 4 PEMBAHASAN Penggunaan obat – obat diuretik bertujuan untuk meminimalkan edema jaringan dan dengan demikian dapat meningkatkan fungsi organ serta meredakan gejala edema seperti dyspnea pada pasien dengan gagal jantung kongestif (CHF) atau distensi abdomen pada pasien dengan asites. Diuretik adalah terapi farmakologis utama untuk edema, namun tidak semua kasus edema diterapi farmakologis menggunakan diuretik, hanya seperti pada kasus edema yang membutuhkan perawatan farmakologis dengan segera karena dapat mengancam jiwa. Sedangkan obat – obat anti diuretik digunakan dalam pengobatan diabetes insipidus untuk menjaga keseimbangan kadar air di dalam tubuh. Vasopresin (Anti Diuretik Hormon) dilepaskan dari kelenjar hipofisis posterior. Obat ini meningkatkan jumlah kanal air pada duktus koligens sehingga memungkinkan reabsorpsi air secara pasif. Pada diabetes insipidus ‘kranial’, tidak adanya ADH menyebabkan eksresi urin hipotonis dengan volume besar. Kelainan ini diterapi dengan vasopresin atau desmopresin, suatu analog kerja panjang Diuretik dapat dibedakan menjadi beberapa golongan diantaranya Diuretik Kuat (loop Diuretik), Diuretik Tiazid, Diuretik Hemat Kalium, Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase dan Diuretik Osmotik. Diuretik merupakan obat yang bekerja pada ginjal untuk meningkatkan ekskresi air dan natrium klorida. Kebanyakan reabsorpsi air dan natrium terjadi di sepanjang segmen – segmen tubulus ginjal (proksimal, ansa henle (ansa desending dan ansa asending) dan distal). Mekanisme dari kerja obat – obat diuretik tersebut berbeda – beda tergantung dari golongannya. Kemanjuran diuretik tergantung pada beberapa faktor, diantaranya jumlah zat terlarut yang disaring dan diserap di lokasi aksi, jumlah zat terlarut diserap distal ke lokasi aksi, dan pengiriman yang memadai obat ke lokasi aksi di nefron. Diuretik kuat digunakan untuk edema paru akibat gagal jantung ventrikel kiri dan pada pasien dengan gagal jantung kronik. Diuretik kuat disebut juga sebagai ‘high ceiling’ karena obat ini sangat kuat dan lebih efektif dibandingkan dengan tiazid dan bisa menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit serta dehidrasi 27 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 28 yang serius. Furosemid, bumetanid dan torsemid adalah contoh obat diuretik kuat. Dosis penggunaan ketiga obat ini dalam kasus gagal jantung dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 6. Penggunaan Diuretik Kuat untuk Gagal Jantung (Dipiro, 2008) Diuretik golongan tiazid digunakan untuk mengurangi edema akibat gagal jantung dan dengan dosis lebih rendah digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Obat Tiazid (bendroflumetiazid/ bendrofluazid dan metolazon) bersifat aman, aktif secara oral, namun merupakan diuretik yang relatif lemah. Metolazon merupakan obat yang berkaitan dengan tiazid dan aktivitasnya berada di antara diuretik kuat (loop) dan tiazid. Metolazon mempunyai efek sinergis yang kuat dengan furosemid dan kombinasi tersebut bisa efektif pada edema yang resisten dan pada pasien dengan gagal ginjal yang serius. Tiazid dan diuretik kuat meningkatkan ekskresi kalium dan mungkin dibutuhkan suplemen kalium untuk mencegah hipokalemia. Beberapa diuretik bersifat hemat kalium, diantaranya spironolakton, amilorid dan triamteren. Diuretik golongan ini lemah bila digunakan sendiri, menyebabkan retensi kalium dan sering diberikan bersama tiazid atau diuretik kuat untuk mencegah hipokalemia. Suplemen kalium atau diuretik hemat kalium jarang digunakan pada pengobatan rutin hipertensi. Suplemen kalium terutama diperlukan pada kondisi – kondisi seperti jika pasien termasuk lanjut usia, karena pasien semacam ini sering kekurangan kalium dalam dietnya; pasien yang Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 29 menggunakan digoksin atau obat anti aritmia, dimana deplesi kalium dapat menimbulkan aritmia jantung; pasien yang mengalami hiperaldosteronisme, misalnya pada sirosis hati, sindroma nefrotik dan gagal jantung yang berat; pasien dengan kehilangan kalium yang berlebihan, seperti pada diare kronis yang terkait dengan malabsorpsi usus atau penyalahgunaan pencahar dan pasien yang menerima dosis tinggi tiazid atau diuretik kuat. Penggunaan obat – obat diuretik dalam pengobatan kasus hipertensi dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Diuretik pada Pengobatan Hipertensi (Dipiro, 2008) Untuk wanita hamil dengan hipertensi kronis (tekanan darah 140-179 mm Hg sistolik atau 90-109 mm Hg diastolik) atau preeklampsia selama kehamilan, keputusan untuk melanjutkan atau menghentikan terapi antihipertensi selama kehamilan adalah hal yang harus diperhatikan karena sebagian besar pengobatan Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 30 akan mempengaruhi janin dan dapat berefek merugikan bila tidak tepat cara pengobatannya. Penggunaan diuretik pada masa kehamilan adalah kontroversial, tetapi Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy telah menetapkan bahwa penggunaan diuretik dapat diterima pada wanita dengan hipertensi kronis. (dapat dilihat pada tabel 6). Ketika mempertimbangkan terapi obat dalam pengobatan hipertensi kronis selama kehamilan, dokter dan pasien harus bersamasama menilai risiko dan manfaat terapi apapun. Untuk wanita dengan hipertensi berat (tekanan darah diastolik ≥ 100 mm Hg), manfaat dari terapi obat dapat lebih besar resikonya dalam mempengaruhi janin. (Dipiro, 2008) Tabel 8. Pengobatan Hipertensi Kronik pada Masa Kehamilan (Dipiro, 2008) Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase misalnya asetazolamid merupakan diuretik lemah dan jarang digunakan untuk efek diuretiknya. Diuretik Penghambat Karbonik Anhidrase menurunkan reabsorpsi bikarbonat pada tubulus proksimal melalui inhibisi katalisis hidrasi CO2 dan reaksi dehidrasi. Oleh karena itu, ekskresi HCO3-, Na+, dan H2O meningkat. Kehilangan HCO3- menyebabkan asidosis metabolik dan efek obat menjadi self limiting pada saat bikarbonat darah turun. Na+ yang meningkat yang dialirkan ke nefron distal meningkatkan sekresi K+. Asetazolamid digunakan pada terapi glaukoma untuk menurunkan tekanan intraokuler yang dicapai dengan mengurangi sekresi HCO3- dan H2O yang terkait ke dalam aqueous humour. Diuretik osmotik (misalnya manitol) merupakan senyawa yang difiltrasi, namun tidak direabsorpsi. Diuretik osmotik diekskresi Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 31 dalam jumlah osmotik yang sama dengan air dan digunakan pada edema serebri dan kadang – kadang untuk mempertahankan diuresis selama pembedahan. Penggunaan obat diuretik penghambat anhidrase karbonik dan diuretik osmotik dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 9. Diuretik Osmotik dan Penghambat Anhidrase Karbonik (Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes) Efek samping dari penggunaan obat – obat golongan diuretik diantaranya dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan cairan seperti hipokalemia (tiazid, diuretik kuat), hipomagnesemia (tiazid), hiponatremia (furosemid dosis besar), hiperkalsemia (tiazid), hiperurisemia (semua diuretik) yang meningkatkan kadar asam urat sehingga dapat menyebabkan gout, sindrom edema idiopatik (tiazid), hiperkalemia (diuretik hemat kalium) sedangkan penggunaan obat – obat antidiuretik seperti vasopresin pada penderita diabetes melitus dapat menyebabkan vasokontriksi dan tekanan darah tinggi, peristaltik usus meningkat, mual dan kolik usus. Hipokalemia dapat terjadi pada penggunaan diuretik golongan tiazid maupun diuretik kuat. Resiko Hipokalemia lebih bergantung pada lamanya kerja juga potensinya sehingga efek hipokalemia tiazid lebih besar daripada diuretik kuat dengan potensi yang sama. Hipokalemia akan berbahaya pada penyakit arteri koroner yang berat dan pada pasien yang juga sedang diobati dengan glikosida Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 32 jantung. Pada gagal hati, hipokalemia yang disebabkan oleh diuretik dapat mencetuskan ensefalopati, terutama pada sirosis alkoholik. Diuretik mungkin juga meningkatkan resiko hipomagnesemia pada sirosis alkoholik dan menimbulkan aritmia. Spironolakton yaitu diuretik hemat kalium dipilih untuk edema yang timbul akibat sirosis hati. Sebagai seorang Apoteker, penggunaan obat – obat diuretik maupun anti diuretik harus mendapat perhatian. Obat – obat tersebut diserahkan oleh Apoteker atas resep dari dokter. Apoteker perlu menyampaikan informasi yang lengkap mengenai obat – obat tersebut, meliputi indikasi, kontra indikasi, efek samping obat, dosis, interaksi obat, cara penggunaan obat dan waktu penggunaan obat. Misalnya, pada penggunaan obat furosemid contohnya Lasix (Sanofi Aventis) tablet 40 mg yang ada di Apotek. Obat Lasix digunakan untuk indikasi edema jantung, ginjal dan hati; edema perifer karena obstruksi mekanis atau insufisiensi vena dan hipertensi. Dosis obat ini untuk orang dewasa pada kasus edema adalah 20 – 80 mg dosis tunggal. Dosis ini dapat dinaikkan secara perlahan s/d 600 mg/hari (kecuali pada kasus gagal ginjal berat) sedangkan pada anak, dosis obat ini adalah 1 – 2 mg/kgBB dosis tunggal. Untuk penyakit hipertensi, dosis Lasix pada pemberian awal adalah 80 mg/hari. Obat ini memiliki kontra indikasi terhadap pasien gagal ginjal akut dengan anuria, koma hepatik, dan hipokalemia. (MIMS, 2012). Furosemid memiliki efek samping yang dapat menyebabkan terjadinya diuresis atau buang air kemih berlebihan sehingga untuk dosis tunggal, obat ini sebaiknya diminum pada pagi hari agar tidak mengganggu aktivitas pasien akibat diuresis. Selain itu, obat ini memiliki efek samping gangguan pencernaan ringan sehingga pemberian obat dapat diberikan bersamaan dengan makanan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada GI. Dengan pemberian informasi obat yang tepat oleh Apoteker kepada pasien diharapkan dapat menghasilkan terapi pengobatan yang optimal dan rasional. Obat diuretik ini seringkali diresepkan secara berlebihan. Sebaiknya digunakan dosis awal yang rendah pada pasien lansia karena efek samping dari golongan obat ini. Dosis harus disesuaikan menurut fungsi ginjal. Diuretik sebaiknya tidak digunakan terus – menerus dalam jangka panjang seperti pada pengobatan edema kaki yang ringan. Universitas Indonesia Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.1.1 Pada pelayanan kefarmasian di Apotek, obat – obat diuretik digunakan untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya edema jaringan seperti pada pasien hipertensi, gagal jantung kongestif dan glaukoma. Sedangkan obat – obat anti diuretik seperti vasopresin digunakan dalam pengobatan pasien diabetes insipidus. 5.1.2 Apoteker berperan dalam memberikan informasi yang lengkap mengenai obat – obat diuretik dan anti diuretik serta memberikan konseling dan edukasi kepada pasien dalam hal mewujudkan terapi yang rasional dan lebih optimal dari penggunaan obat – obat tersebut. 5.2 Saran Penggunaan obat – obat diuretik dan anti diuretik di Apotek perlu mendapat perhatian dari Apoteker. Pemberian obat – obat ini harus dengan resep dokter dengan memberikan informasi lengkap mengenai obat tersebut, meliputi dosis, indikasi, kontra indikasi, interaksi obat, efek samping obat, cara penggunaan dan waktu penggunaan obat diuretik dan anti diuretik sehingga pengobatan dapat berlangsung secara optimal dan rasional. 33 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yees, G. R. Matzke, B. G. Wells, L. M. Posey. (2008). Pharmacotheraphy, A Pathophysiologic Appoach. (7th ed). New York: McGraw-Hill Publisher Joyce L. Kee, Evelyn R. Hayes. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 471 – 478. Katzung, B. G. (1989). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi Ketiga). Jakarta: Salemba Medika. Katzung, B. G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik (Edisi Kedelapan). Jakarta: Salemba Medika. Katzung, B. G. (2009). Basic and Clinical Pharmacology (11th Edition). Boston : McGraw-Hill Medical. Hal : 285 – 305. Lacy, Chales. F., Amstrong, Lora. L., Goldman, Morton. P. (2009). Drug Information Handbook (18th Ed). American Pharmacist Association. Hal : 1552 – 1553. Pramudianto, Arlina., Evaria. (2012). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 12. Jakarta : Penerbit Medidata Indonesia. Hal : 50. Mozayani, Ashraf, et all. (2008). Buku Ajar Interaksi Obat: Pedoman Klinis & Forensik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal : 231 – 236. Neal, M.J. (2005). At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hal : 34 – 35. Presiden Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta. 34 Laporan praktek….., Efi Puspitasari, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia