BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mengenai

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Mengenai produk obat-obatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8
Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen mengatur beberapa hal
mengenai hak konsumen terhadap informasi produk yang dikonsumsinya,
dalam Pasal 4 Undang-Undang perlindungan konsumen disebutkan juga
sejumlah hak konsumen yang mendapat jaminan dan perlindungan dari
hukum1, yaitu:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
lainnya.
1
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung:Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
2010). hlm 39.
2
Dalam Pasal 7 (b) Undang-Undang perlindungan konsumen
disebutkan juga kewajiban pelaku usaha adalah memberikan informasi yang
benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
Dalam Pasal 8 ayat (2) dan (3) Undang-Undang perlindungan
konsumen disebutkan juga perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha adalah
Pasal 8 ayat (2) pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak,
cacat, atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar atas barang yang dimaksud. Pasal 8 ayat (3) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat, atau bekas,
dan tercemar, dengan atau memberikan informasi secara lengkap dan benar.
Konsumen Indonesia, secara khusus konsumen obat-obatan juga
mempunyai hak atas informasi terhadap obat-obatan yang mereka beli dan
konsumsi. Hak-hak tersebut termasuk hak mengenai informasi tentang obat
tersebut, mulai dari komposisi, indikasi, kontra indikasi, nama generik, harga
eceran tertinggi (HET), aturan pakai, batas kadaluarsa dan deskripsi obat.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Kepmenkes 1332/Menkes/SK/X/2002)
tentang tata cara perizinan apotek, telah diatur kewajiban apoteker dalam
menyerahkan obat wajib disertakan informasi tentang obat dan perbekalan
farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun kepada masyarakat. Selain itu pelayanan informasi mengenai
khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.
3
Skripsi ini membahas bagaimana peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai hak konsumen atas informasi terhadap fakta yang terjadi
mengenai pelanggaran-pelanggaran pelaku usaha dalam pemenuhan hak
konsumen atas informasi obat, khususnya mengenai pengaturan obat. Skripsi
ini juga membahas mengenai pengaturan mengenai perlindungan terhadap
konsumen, khususnya dalam pemenuhan hak konsumen obat secara umum.
Sebagaimana yang diketahui bahwa dengan adanya globalisasi dan
perkembangan-perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat di
dalam era perekonomian modern ini telah menghasilkan berbagai jenis dan
variasi dari barang dan jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat.
Terbukanya pasar internasional sebagai akibat dari proses globalisasi
ekonomi maka harus tetap menjamin peningkatan kesejahteraan dan
keselamatan masyarakat serta kepastian atas mutu, jumlah dan keamanan
terhadap barang dan jasa yang diperoleh oleh masyarakat di pasar.
Beragam persoalan yang dihadapi konsumen produk obat-obatan di
Indonesia, dari persoalan makro menyangkut peran pemerintah dalam
pengadaan obat murah, persoalan hak kekayaan intelektual obat-obat paten
yang membuat harga obat melambung, soal tata niaga produk obat yang
syarat dengan keberadaan obat palsu, penggunaan obat yang tidak rasional,
sampai soal belum optimalnya apoteker, khususnya dalam pelayanan
kefarmasian kepada masyarakat, Seperti: konsumsi obat yang tidak rasional,
maraknya obat palsu, tidak optimalnya peran apoteker, konsumsi obat yang
tidak rasional.
4
Temuan Purnawati S. Pujiarto (konsultan kesehatan WHO Indonesia),
terbukti bahwa 69,6% anak-anak yang sakit di Indonesia, diberikan lebih dari
4 macam jenis obat, sementara 35,3 % anak-anak yang sakit mendapat lima
macam obat. Padahal rata-rata penyakit anak tersebut, bisa sembuh tanpa
harus ke dokter. Ini menjadi bukti tidak rasionalnya konsumsi obat yang
diberikan oleh dokter.
Ada dua potensi pelanggaran hak-hak konsumen dari konsumsi obat
yang tidak rasional, yaitu pelanggaran hak atas informasi dan hak atas
keamanan. Maraknya obat palsu data WHO menyebutkan, peredaran obat
palsu di negara berkembang, termasuk Indonesia, mencapai 20 % – 40 %.
praktik peredaran obat palsu terjadi karena lemahnya pengawasan pemerintah
dan juga karena rendahnya daya beli masyarakat.
Tidak optimalnya peran apoteker mengenai informasi yang berada di
apotek berbeda dengan toko obat, jika pasien menebus obat di apotek, pasien
mendapatkan dua bentuk produk, yaitu obat tersebut dan informasinya.
Namun selama ini, tidak banyak konsumen yang memperoleh informasi obat
ketika menebus obat di apotek, karena tidak ada apoteker ketika menebus
obat.
Hal ini merugikan konsumen, karena selain tidak mendapat informasi
obat dari personil yang kompeten, juga tidak dapat berkonsultasi menyangkut
obat yang akan dikonsumsi, baik manfaat obat maupun resikonya. konsumen
jasa pelayanan kesehatan.
Ada dua kategori pelayanan kesehatan:
5
1) Pelayanan kesehatan tingkat dasar, hal ini menjadi tanggungjawab
Pemerintah.
2) Pelayanan kesehatan lanjutan, disedikan pemerintah juga disediakan
rumah sakit swasta.
Hak-hak konsumen jasa pelayanan kesehatan, penggunaan alat
canggih yang tidak proporsional dan rasional, penggunaan alat canggih dalam
praktek kedokteran terkadang berlebihan karena sebenarnya hal itu bukan
kebutuhan pasien, melainkan usaha rumah sakit untuk menutupi beban biaya
investasi pengadaan barang tersebut, jadi pasien menjadi obyek pendapatan
semata.
Selain itu juga minimnya info yang diberikan tentang alat tersebut
kepada pasien makin merugikan pasien. Dokter yang merangkap sebagai
pedagang. Dokter yang menjadi pedagang obat berpotensi menimbulkan
konflik kepentingan dan pada akhirnya pasien yang dirugikan, karena harus
mengkonsumsi obat lebih banyak sehingga biaya kesehatan menjadi
membengkak.
Upaya penyelesaian sengketa konsumen, ada berbagai macam usaha
yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa konsumen, namun
sebelum mengambil keputusan untuk melakukan tindakan atau aksi terhadap
terjadinya pelanggaran hak-hak konsumen, terlebih dahulu harus jelas hasil
(outcame) apa yang diharapkan konsumen dari tindakan tersebut.2
2 Dikutip
dari koran radar cirebon, 5 Januari 2012 Penulis Adalah Kepala Sekretariat BPSK Dan Kabid
Perdagamgan Dalam Negeri Disperindagkop Kota Cirebon, hlm 5.
6
Berdasarkan hal-hal diatas yang mendorong penulis berkeinginan
mengadakan suatu penelitian dan kemudian merumuskan hasilnya kedalam
suatu karya ilmiah yang berjudul :
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN BERKAITAN
DENGAN HAK ATAS INFORMASI MENGENAI PRODUK OBATOBATAN”
(Studi Kasus Konsumen Apotek di Kota Cirebon).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di uraikan di
atas, maka penulis merumuskan permasalahan yang akan di teliti dan di tulis
sebagai berikut:
A. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap peran apoteker dalam
pemberian informasi mengenai penggunaan obat-obatan ?
B. Bagaimana akibat hukum yang timbul bagi pelaku usaha apotek yang
tidak memberikan informasi secara benar dan jelas ?
C. Maksud Dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis dapat merumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perlindungan konsumen terhadap peran apoteker
dalam pemberian informasi penggunaan obat-obatan.
2. Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul bagi pelaku usaha apotek
yang tidak memberikan informasi secara benar dan jelas.
7
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang penulis lakukan ini di harapkan dapat memberikan
manfaat atau kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini di harapakan dapat memberi manfaat pemikiran
bagi perkembangan llmu hukum pada umumnya dan hukum perdata
dalam bidang hukum perlindungan konsumen pada khususnya, terutama
mengenai pemberian informasi dari pelaku usaha dalam transaksi jualbeli
obat-obatan berdasarkan Undang-Undang perlindungan konsumen
Nomor 8 Tahun 1999 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 Tentang kesehatan.
b. Kegunaan Praktik
Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah dalam rangka penyusunan maupun penyempurnaan kebijakan
dibidang perlindungan hukum terhadap konsumen. Sebagai bahan
informasi bagi masyarakat umumnya dan khususnya bagi masyarakat
yang aktifitasnya berkecimpung dalam dunia hukum khususnya hukum
perlindungan konsumen.
E. Kerangka Pemikiran
Dalam pengertian hukum, umumnya yang dimaksud dengan hak
adalah kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum, sedangkan
kepentingan adalah tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan
8
pada hakikatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh
hukum dalam melaksanakannya.3
Pada dasarnya hak bersumber dari tiga hal. Pertama, dari kodrat
manusia sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah. Sebagai makhluk
ciptaan Allah, manusia manusia mempunyai sejumlah hak sebagai manusia
dan untuk mempertahankan kemanusiaanya, misalnya hak untuk hidup,
kebebasan, dan sebagainya. Hak inilah yang disebut dengan hak asasi.
Kedua, hak yang lahir dari hukum, yaitu hak-hak yang diberikan oleh
hukum negara kepada manusia dalam kedudukannya sebagai warga negara.
Hak inilah yang disebut dengan hak hukum, hak dalam artian yuridis juga
disebut sebagai hak dalam artian sempit). Misalnya, hak untuk memberikan
suara pada pemilihan umum, hak untuk mendirikan bangunan, dan
sebagainya .
Ketiga, hak yang lahir dari hubungan hukum antara seseorang dan
orang lain melalui sebuah kontrak atau perjanjian. Misalnya seseorang
meminjamkan mobilnya kepada orang lain, maka orang lain itu mempunyai
hak pakai atas mobil tersebut. Meskipun hak ini berasal dari hubungan
kontraktual, tetap mendapat perlindugan dari hukum jika kontrak yang dibuat
untuk melahirkan hak itu sah menurut hukum. Karena itu, hak ini juga masuk
dalam kelompok hak hukum.
Secara tradisonal dikenal dua macam pembedaan hak, yaitu hak yang
dianggap melekat pada tiap-tiap manusia sebagai manusia dan hak yang ada
pada manusia akibat adanya peraturan, yaitu hak yang berdasarkan Undang3 Janus
Sidabalok, op.cit,.hlm.35.
9
Undang. Hak asasi tidak perlu direbut sebab ada dan selalu ada, selama ia
masih manusia, keberadaanya tidak bergantung pada persetujuan orang
ataupun Undang-Undang negara. Terhadap hak asasi, hukum negara hanya
boleh dan bahkan wajib mengatur pemenuhannya, sedangkan untuk
meniadakan atau menghapuskan hak asasi melalui hukum tidak dibenarkan.
Hak yang bersumber dari hukum maupun perjanjian itu dibedakan
menjadi hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan berkaitan
dengan penguasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan
terhadap setiap orang. Misalnya hak milik. Sedangkan hak perorangan
memberikan suatu tuntutan atau penagihan terhadap seseorang.4 Dalam
hukum Romawi, keduanya disebut dengan actiones in rem untuk tuntutan
kebendaan dan actiones in personam untuk tuntutan perseorangan.
Dengan pemahaman di atas maka dapat dipahami pula bahwa hak-hak
konsumen itu terdiri dari hak konsumen sebagai manusia yang perlu hidup,
hak konsumen sebagai subjek hukum dan warga negara (yang bersumber dari
Undang-Undang atau hukum), dan hak konsumen sebagai pihak-pihak dalam
kontrak dalam hubungan kontrak dengan produsen.
Langkah untuk meningkatkan martabat dan kesadaran konsumen
harus diawali dengan upaya untuk memahami hak-hak pokok konsumen,
yang dapat dijadikan sebagai landasan perjuangan untuk mewujudkan hakhak
tersebut. Definisi perlindungan Konsumen terdapat pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 1 angka 1 yang berbunyi
4 Ibid.,
hlm.36.
10
“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.
Rumusan pengertian perlindungan Konsumen yang terdapat dalam
pasal tersebut, cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai benteng untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya
demi untuk kepentingan perlindungan konsumen, begitu pula sebaliknya
menjamin kepastian hukum bagi konsumen.
Pengertian perlindungan konsumen di kemukakan oleh berbagai
sarjana hukum salah satunya Az. Nasution, Az. Nasution mendefinisikan
perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas
atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang
melindungi kepentingan konsumen5. Adapun hukum konsumen diartikan
sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur
hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan
dengan barang dan jasa konsumen dalam pergaulan hidup.
Keadaan universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya
kelemahan, pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan
yang “aman”. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan
perlindungan hukum yang sifatnya universal juga.
Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya
dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relatif lebih kuat dalam
banyak hal misalnya dari segi ekonomi maupun pengetahuan mengingat
5 Az.Nasution,
Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:Penerbit diadit media,
2001). hlm 14
11
produsenlah yang memproduksi barang sedangkan konsumen hanya membeli
produk yang telah tersedia dipasaran, maka pembahasan perlindungan
konsumen akan selalu terasa aktual dan selalu penting untuk dikaji ulang
serta masalah perlindungan konsumen ini terjadi di dalam kehidupan seharihari.
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun
formil makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagi
produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya
dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai
kedua hal tersebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka
Konsumenlah yang pada umumnya merasakan dampaknya.
Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang
memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting
dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia,
mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut
perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas
yang akan datang guna melindungi hak-hak konsumen yang sering diabaikan
produsen yang hanya memikirkan keuntungan semata dan tidak terlepas
untuk melindungi produsen yang jujur.
12
F. Metode Penelitian
Dalam menghimpun data-data dan menyusun skripsi ini, metode
pengamatan dan pengumpulan bahan-bahan yang diperlukan penulis
menggunakan tiga sumber data sebagai berikut :
a. Metode Pendekatan
Pada skripsi ini penulis menggunakan metode yuridis normatif
dan metode penelitian kuantitatif adalah ketika seseorang melakukan
penelitian dalam bentuk perilaku hukum (legal behavior) masyarakat,
tentu tidak dapat melakukan pengamatan terhadap semua individuindividu
dalam komunitas masyarakat yang hendak diteliti dan tidak
mungkin meneliti jumlah populasi yang ada. Oleh karena itu, peneliti
pada umumnya memilih sebagaian kecil dari seluruh objek penelitian
(populasi) yang biasa disebut teknik sampling teknik sampling adslah
prosedur yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan
karakteristik dari suatu populasi, meskipun hanya beberapa orang yang
diwawancarainya.6
Untuk menguraikan tentang sampling penulis perlu lebih dahulu
menguraikan beberapa pengertian istilah sebgai berikut:
a. Populasi. Populasi adalah keseluruhan dari objek pengamatan
dan/atau objek yang menjadi penelitian.
b. Unit/elemen. Elemen adalah anggota terkecil dari suatu populasi,
berupa individu, rumah tangga, RT/RW, mhasiswa fakultas hukum,
lembaga permasyarakatan, dan sebagainya.
6 Zainuddin
Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit sinar grafika, 2009, hlm. 98
13
c. Sampel adalah bagian dari populasi yang dianggap mewakili
populasi atau yang menjadi objek penelitian.
Berdasarkan hal di atas, dalam suatu penelitian yang
melibatkan sejumlah orang atau barang harus diputuskan lebih
dahulu mengenai: (a) apakah studi akan meliputi keseluruhan
populasi dan/atau (b) hanya mengambil sebagian dari populasi yang
menjadi objek penelitian. Untuk menentukan hal tersebut, ada
beberapa hal yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan dalam
memutuskan mengenai pengambilan sampel atau tidak.7
Pertimbangan itu sebagai berikut:
i. Besar populasi, semakin besar jumlah populasi semakin perlu
ada sampel.
ii. Biaya yang diperlukan dalam pengumpulan data.
iii. Keuntungan dan/atau kemudahan yang diperoleh dalam
memperoleh data.
iv. Jumlah tenaga pengumpul data yang tersedia.
Penentuan pengambilan sampel tersebut, dapat dilihat dari
tujuannya, yaitu: (a) untuk mengurangi biaya dan tenaga dalam
pengumpulan data, dan (b) untuk mempercepat waktu dalam
pengumpulan data, terutama bila populasi yang menjadi objek
penelitian cukup besar dan mendesak penyelesaian penelitian.
7 Ibid.,
hlm 99
14
Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi Penelitian ini adalah bersifat deskriptif analisis,
yaitu menggambarkan tentang perlindungan konsumen terhadap
tindakan pelaku usaha apotek, artinya menggambarkan sekaligus
menganalisis aspek-aspek yuridis yang berkaitan dengan masalah
bentuk perlindungan hukum bagi konsumen terhadap perlindungan
hukum terhadap konsumen berkaitan dengan hak atas informasi
konsumen mengenai produk obat-obatan. Realitas sosial ini sebagai
bentuk gambaran yang harus dideskripsikan, untuk selanjutnya di
analisis menggunakan teori-teori dalam ilmu hukum khususnya
hukum kesehatan, hukum kefarmasian, hukum bisnis, dan hukum
perlindungan konsumen serta berdasarkan Undang-Undang
perlindungan konsumen nomor 8 tahun 1999, Undang-Undang
kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
b. Jenis data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah lebih menitik
beratkan terhadap :
a) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
diantaranya Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang
Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, UndangUndang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009.8
8 Peter
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Penerbit kencana, 2007, hlm.141.
15
b) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, misalnya pendapat para ahli hukum (doktrin),
bahan pustaka hukum (literature) dan sebagainya.9
c) Bahan hukum tertier adalah petunjuk atau penjelasan mengenai
bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari
kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan sebagainya.
c. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini maka penulis melakukan kegiatan sebagai berikut :
a. Penelitian Kepustakaan
Yaitu teknik dimana digunakan untuk menghasilkan data
sekunder seperti peraturan Undang-Undang, buku-buku dibidang
Hukum dan lain-lain.
b. Wawancara
Yaitu yang dilakukan penulis terhadap para sumber dalam
mencari kebenaran data melalui tanya jawab pada pelaku usaha
apotek yang terkait mengenai tanggungjawab produsen mengenai
penggunaan produk obat-obatan. dalam bentuk angket/kuesioner
c. Observasi
Merupakan pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan
sistematis mengenai fakta lapangan dan gejala-gejala praktis untuk
kemudian dilakukan pencatatan.
9 Soerjono
soekanto & sri mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta,
Penerbit Rajawali Pers, 2003, hlm.33-37.
16
d. Metode Analisis Data
Penelitian yang penulis lakukan menggunakan metode analisis
dan bersifat kuantitatif yaitu berdasarkan fakta sosial yang terjadi
berkenaan mengenai perlakuan para pelaku usaha apotek terhadap
konsumen dalam hak atas informasi konsumen mengenai produk obatobatan.
G. Lokasi Penelitian
Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dilandasi oleh pemikiran
bahwa lokasi yang diteliti yakni pelaku usaha obat-obatan pada apotek di
Kota Cirebon. Karena apotek merupakan salah satu bentuk pelayanan
mengenai kesehatan masyarakat pada umumnya dan banyak diminati oleh
para konsumen yang tidak mengerti akan akibat hukum dideritanya dan hak
informasi mengenai produk obat bahkan untuk kebaikan pelaku usaha apotek
kota Cirebon itu sendiri menjadikan penulis tertarik untuk menuangkan ke
dalam penelitian.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam penulisan, maka diperlukan kerangka
penulisan yang sistematis, karena itu penulis mengemukakan secara bab per
bab dalam lima bab.
Bab I menggambarkan latar belakang masalah penelitian, rumusan
masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka
pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan.
17
Bab II membahas pengertian perlindungan hukum, pengertian
konsumen, pengertian informasi konsumen, pengertian apotek dan obatobatan,
hak dan kewajiban pelaku usaha, hak dan kewajiban konsumen,
larangan bagi pelaku usaha, wanprestasi dan akibat hukumnya, hak dan
informasi konsumen mengenai produk obat-obatan.
Bab III membahas obyek penelitian, perlindungan konsumen
terhadap hak atas informasi mengenai penggunaan obat di apotek, akibat
hukum yang timbul bagi pelaku usaha apotek yang tidak memberikan
informasi secara benar dan jelas.
Bab IV membahas pengertian tinjauan lapangan, gambaran umum
apotek, pengertian apotek, jenis-jenis pelayanan di apotek, tujuan pendirian
apotek, tugas dan fungsi apotek, pemberian informasi obat dan pelaksanaan
pemberian hak atas informasi kepada konsumen mengenai produk obatobatan.
Bab V membahas simpulan dan saran, kesimpulan membahas
simpulan dan saran dari semua pembahasan yang penulis simpulkan dari
penelitian sehingga di hasilkan sebuah kejelasan mengenai aturan hukum
yang berlaku.
Download