PROFIL TRIGLISERIDA, KOLESTEROL DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG GULAI DAGING SAPI DAN JEROAN SKRIPSI AUMA IRAMA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN AUMA IRAMA. D14204002. 2009. Profil Trigliserida, Kolesterol Darah dan Respon Fisiologis Tikus Wistar yang Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi dan Jeroan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama Pembimbing Anggota : Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. : Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. Konsumsi daging bagi sebagian masyarakat cenderung dikaitkan dengan peningkatan kolesterol tubuh yang dapat memicu munculnya penyakit degeneratif, yaitu penyakit yang diakibatkan oleh penurunan kondisi metabolisme tubuh karena faktor pertambahan usia (umur), seperti: penyakit jantung koroner, stroke, atherosklerosis dan pembuluh darah. Kondisi ini dapat memunculkan opini negatif masyarakat untuk takut (fobia) terhadap kolesterol yang berasal dari daging merah, sehingga hal ini akan berdampak terhadap perkembangan subsektor peternakan umumnya dan terhadap ternak ruminansia khususnya (daging sapi dan jeroan). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsumsi gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan terhadap profil lemak dan kolesterol darah tikus serta kaitannya sebagai pemicu penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, sebagai tempat persiapan perlakuan dan pemeliharaan hewan percobaan; analisis proksimat dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor; dan analisis profil lemak darah dan kolesterol hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Bogor. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Nopember 2007 sampai Januari 2008. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk analisis profil lemak dan kolesterol darah dan RAL subsampling untuk pengukuran respon fisiologis. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur LMR-wistar umur 28 hari. Tikus tersebut dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 7 ekor tikus percobaan. Kelompok pertama (P0) yaitu kelompok yang diberi ransum mengandung protein kasein, sedangkan kelompok kedua (P1) merupakan kelompok yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan. Sebelum penelitian dilakukan seluruh tikus diadaptasikan selama 5 hari yang diberi ransum basal mengandung protein kasein. Masa perlakuan dilakukan selama 20 hari dan air minum diberikan ad libitum. Peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar kolesterol total, kolesterol high density lipoprotein (HDL), kolesterol low density lipoprotein (LDL), indeks atherogenik dan kadar trigliserida darah, serta respon fisiologis (laju pernafasan, detak jantung, dan suhu tubuh). Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14 dan program komputer Microsoft Excel. . Hasil penelitian terhadap tikus sebanyak 14 ekor menunjukkan bahwa tikus yang diberi konsumsi gulai daging sapi dan jeroan tidak menunjukkan kadar kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan indeks atherogenik darah, serta respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, detak jantung, dan suhu tubuh yang berbeda dengan tikus yang diberi kasein sebagai sumber protein. Kata-kata kunci : Kolesterol, trigliserida, respon fisiologis, gulai daging sapi jeroan ABSTRACT Blood Triglyceride and Cholesterol Profile and Physiological Responses of Wistar Rats with Diets Containing Beef Curry and Offal Irama, A., T. Suryati and H. Nuraini The objective of this research was to study the effect of diet containing beef curry and offal on profile triglyceride, blood cholesterol and physiological responses of wistar rats. Fourteen male LMR-wistar rats, 50-65 grams of body weight age 28 days and 5 weeks of age were used in this research. The rats divided into two groups. First group (P0) consisted of seven rats fed with casein diet and second (P1) consisted of seven rats fed with beef curry and offal. Before this research began, rats were adapted for 5 days and fed basal diet that consisted of casein, and treatment would take 20 days. Feed and water diet were given ad libitum. The experimental design that used in this research was complete randomized design for the blood analysis and subsampling on complete randomized design for physiological responses. The result of this study showed that diet treatment cause no significant effect to blood cholesterol of level, high density lipoprotein-cholesterol (HDL-cholesterol), low density lipoprotein-cholesterol (LDL-cholesterol), triglyceride, atherogenic index (AI); and also physiological responses of breath rate (respiration), heart rate, and body temperature. Keywords : cholesterol, triglyceride, physiological responses, beef curry and offal PROFIL TRIGLISERIDA, KOLESTEROL DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG GULAI DAGING SAPI DAN JEROAN AUMA IRAMA D14204002 Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROFIL TRIGLISERIDA, KOLESTEROL DARAH DAN RESPON FISIOLOGIS TIKUS WISTAR YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG GULAI DAGING SAPI DAN JEROAN Oleh AUMA IRAMA D14204002 Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 3 Desember 2008 Pembimbing Utama Pembimbing Anggota Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. NIP. 132 159 706 Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. NIP. 131 845 347 Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. NIP. 131 955 531 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada 10 Oktober 1985 di Naggroe Aceh Darussalam. Lahir dari pasangan Muhammad Khalidin dan Umi Selamah di sebuah desa kecil Gantung Geluni, Blangkejeren, Gayo Lues, Nanggroe Aceh Darussalam. Pendidikan dasar diselesaikan di SD Muhammadiyah No. 12 Blangkejeran pada tahun 1998, pendidikan menengah pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1 Blangkejeren tahun 2001, pendidikan atas di SMA Negeri 1 Blangkejeren, Gayo Lues, NAD pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama penulis diterima pada program studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti organisasi pada berbagai lembaga kampus, seperti: Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim Fakultas Peternakan (FAMM AL-AN’AM), sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) tahun 2006-2007, Himpunan Mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan (HIMAPROTER), sebagai ketua Departemen Human Resource and Development (HRD) tahun 2007, lembaga internal kampus Fakultas Peternakan tahun 2008, Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) Nanggroe Aceh Darussalam, sebagai staf PSDM tahun 2006-2007 dan pernah menjadi asisten pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam tahun 2008, Teknologi Pengolahan Daging tahun 20082009 dan Teknologi Pengolahan Limbah Peternakan tahun 2008-2009. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kegiatan kampus, yaitu mengikuti program kreativitas mahasiswa (PKM) dan didanai pada tingkat IPB, aktif mengikuti berbagai seminar, baik internal kampus, maupun luar kampus guna menambah pengetahuan umum dan keahlian penulis, dan aktif dalam mengikuti berbagai pelatihan yang diadakan oleh pihak IPB. KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim. Alhamdulillah, itulah kata yang pantas penulis ucapkan sebagai bentuk puji syukur penulis kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Profil Trigliserida, Kolesterol Darah dan Respon Fisiologis Tikus Wistar yang Diberi Ransum Mengandung Gulai Daging Sapi dan Jeroan”. Skripsi ini ditulis sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan sejak bulan Nopember 2007 sampai dengan Januari 2008 di Laboratorium Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Klinik Prodia Bogor, dan Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor. Gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan merupakan produk populer yang sering dikonsumsi oleh masarakat dalam bentuk olahan berupa gulai karena rasanya yang khas. Masyarakat sebagai konsumen yang mengkonsumsi daging sapi dan jeroan terutama dalam bentuk olahan gulai terkadang cenderung menganggap produk olahan tersebut sebagai pemicu timbulnya penyakit jantung, sroke, dan pembuluh darah (kardiovaskuler) yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah, kadar kolesterol darah dan terjadinya penyumbatan (plaque) dan pengerasan pembuluh darah (atherosklerosis). Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan mengevaluasi pengaruh konsumsi gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan terhadap kadar kolesterol, kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida darah, indeks atherogenik serta respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, suhu tubuh dan detak jantung. Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran terhadap konsumsi produk hasil ternak (gulai daging sapi berlemek yang ditambah jeroan) serta pengaruhnya terhadap pemicu penyakit jantung dan pembuluh darah. Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan, namun penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca, baik kalangan akademisi, maupun masyarakat. Bogor, Januari 2009 Penulis DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ................................................................................................. i ABSTRACT.................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi DAFTAR ISI.................................................................................................... vii DAFTAR TABEL............................................................................................ ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xi PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 Latar Belakang ..................................................................................... Tujuan .................................................................................................. 1 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3 Definisi Daging .................................................................................... Komposisi Kimiawi Daging Sapi ........................................................ Air ........................................................................................... Protein ..................................................................................... Lemak ..................................................................................... Abu.......................................................................................... Kalori ...................................................................................... Jeroan Sapi ........................................................................................... Lipida dan Kolesterol........................................................................... Trigliserida ............................................................................... Kolesterol ................................................................................ Lipoprotein............................................................................... Peranan High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) terhadap Kolesterol Darah ....................... Atherosklerosis dan Proses Pembentukannya.......................... Penyakit Degeneratif........................................................................... Transpor Lemak .................................................................................. Jalur Eksogen ........................................................................... Jalur Endogen .......................................................................... Kadar Kolesterol Otot .............................................................. Indeks Atherogenik .............................................................................. Tikus sebagai Hewan Percobaan ......................................................... Respon Fisiologis ................................................................................. Sistem Homeostatis.................................................................. Laju Pernafasan........................................................................ Denyut Jantung ........................................................................ Suhu Tubuh .............................................................................. 3 3 3 3 4 4 4 4 5 5 7 8 9 10 13 13 13 14 14 16 16 17 18 18 18 19 Pengambilan Sampel Darah Tikus ....................................................... Plasma dan Serum Darah ......................................................... Bumbu Gulai ........................................................................................ Garam....................................................................................... Bumbu Masakan Siap Saji ....................................................... Santan Kelapa .......................................................................... Kunyit ...................................................................................... Bawang Putih ........................................................................... Bawang Merah ......................................................................... 19 19 20 20 20 21 21 22 22 METODE ......................................................................................................... 23 Lokasi dan Waktu ................................................................................ Materi ................................................................................................... Produk Olahan Daging............................................................. Percobaan in Vivo dan Analisis Darah Tikus........................... Prosedur ............................................................................................... Pembuatan Gulai Daging Sapi dan Jeroan ............................... Penyusunan dan Pembuatan Ransum Hewan Percobaan ........ Percobaan in Vivo Ransum Perlakuan ..................................... Pengambilan Sampel Darah ..................................................... Rancangan Percobaan dan Analisis Data............................................. Peubah yang Diamati ........................................................................... Kadar Air ................................................................................. Kadar Protein ........................................................................... Kadar Lemak............................................................................ Kadar Abu ................................................................................ Kadar Kolesterol (Metode Lieberman – Buchards) ................. Pengamatan Respon Fisiologis ................................................ Analisis Profil Lemak dan Kolesterol Darah ........................... Kadar Kolesterol Total (Rodriguez et al., 2000). ........ Kadar Trigliserida (Rodriguez et al., 2000). ................ Kadar Kolesterol HDL (Rodriguez et al., 2000). ........ Kadar Kolesterol LDL (Matsubara et al., 2002) .......... Indeks Atherogenik (Matsubara et al., 2002) .............. 23 23 23 23 24 25 26 27 27 27 29 29 29 30 30 30 31 31 32 32 32 33 33 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 34 Konsumsi Ransum dan Pertumbuhan Tikus Wistar selama Percobaan .................................................................... Respon Fisiologis Tikus Wistar (Laju Pernafasan, Denyut Jantung dan Suhu Tubuh) ......................... Laju Pernafasan........................................................................ Denyut Jantung ........................................................................ Suhu Tubuh .............................................................................. Profil Lemak dan Kolesterol Darah (Trigliserida, Kolesterol Total, Kolesterol HDL dan Kolesterol LDL) ................................................ Kadar Kolesterol Total Tikus Percobaan ............................... Kadar Trigliserida .................................................................... Kadar Kolesterol High Density Lipoprotein (k-HDL) ............. 34 35 36 37 38 39 40 42 43 viii Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (k-LDL) .............. Indeks Atherogenik .................................................................. 44 45 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 46 Kesimpulan .......................................................................................... Saran..................................................................................... ............... 46 46 UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................ 47 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 48 LAMPIRAN 53 ................................................................................................. ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya ....... 4 2. Komposisi Jeroan Daging Sapi ............................................................. 5 3. Perbandingan Kadar Kalori, Lemak, dan Kolesterol pada Daging Sapi dengan Daging Ternak Lainnya dalam 100 g Bahan ............................ 12 4. Kadar Kolesterol Otot dari Musculus longissimi thoracis et lumborum 15 5. Kandungan Kolesterol dalam Daging Lean dan Offal .......................... 15 6. Data Fisiologis Tikus Percobaan yang Direkomendasikan ................... 17 7. Kandungan Nutrisi Ransum Kontrol Sumber Protein Kasein ............... 26 8. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan Sumber Protein Daging Sapi dan Jeroan ........................................................................ 26 9. Bobot, Kenaikan Bobot Badan dan Tingkat Konsumsi Nutrisi Tikus . Percobaan ............................................................................................ 34 10. Hasil Pengukuran Respon Fisiologis Tikus Percobaan ....................... 36 11. Profil Lemak dan Kolesterol Darah Tikus Percobaan ......................... 40 DAFTAR GAMBAR Nomor 1. Struktur Kimia Kolesterol ...................................................................... Halaman 7 2. Pembentukan Plaque pada Arteri ........................................................... 10 3. Tahapan Pembentukan Atherosklerosis ................................................. 11 4. Tahapan Penelitian ................................................................................. 19 5. Tahapan Proses Pembuatan gulai Daging Sapi dan Jeroan .................... 31 6. Pengamatan Respon Fisiologis Tikus Percobaan ................................... 25 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Proksimat Ransum ......................................................... 54 2. Hasil Analisis Proksimat Kasein Ransum ............................................. 54 3. Hasil Analisis Proksimat Gulai Daging Sapi Berlemak yang ............... Ditambah Jeroan .................................................................................... 54 4. Komposisi Analisis Kolesterol Padatan ................................................ 55 5. Komposisi Bahan Makanan .................................................................. 55 6. Hasil Analisis Komponen Darah ........................................................... 55 7. Analisis Kruskal-Wallis Bobot Akhir Tikus Percobaan ....................... 56 8. Analisis Kruskal-Wallis Konsumsi Ransum Tikus Percobaan ............. 56 9. Analisis Kruskal-Wallis Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan ..... 56 10. Analisis Kruskal-Wallis Kadar LDL darah Tikus Percobaan ................ 56 11. Analisis Kruskal-Wallis Kadar HDL Darah Tikus Percobaan .............. 56 12. Analisis Kruskal-Wallis Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan .... 57 13. Analisis Kruskal-Wallis Indeks Atherogenik ........................................ 57 14. Analisis Ragam Respon Denyut Jantung Tikus Percobaan ................... 57 15. Analisis Ragam Respon Laju Pernafasan Tikus Percobaan .................. 57 16. Analisis Ragam Respon Suhu Tubuh Tikus Percobaan......................... 58 17. Formula Komposisi Ransum Tikus Percobaan ...................................... 58 18. Komposisi Kimia Kebutuhan Nutrisi (NRC) Tikus (90 % BK) ............ 59 PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan pangan yang sangat populer dan sudah sangat dikenal di kalangan masyarakat luas. Daging memiliki nilai nutrisi yang tinggi dan merupakan salah satu produk yang berkontribusi bagi pemenuhan gizi masyarakat karena daging merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral terutama Fe. Kebutuhan masyarakat akan daging yang mengandung protein hewani semakin meningkat, seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta bertambahnya pengetahuan masyarakat akan peranan gizi seimbang. Konsumsi daging bagi sebagian masyarakat cenderung dikaitkan dengan peningkatan kolesterol tubuh yang dapat memicu munculnya penyakit degeneratif yaitu penyakit jantung koroner, atherosklerosis dan pembuluh darah. Kondisi ini dapat memunculkan opini negatif masyarakat untuk takut atau fobia terhadap kolesterol, yang akan berdampak terhadap perkembangan subsektor peternakan umumnya dan terhadap ternak ruminansia khususnya (daging sapi dan jeroan). Lemak dan kolesterol merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kolesterol berfungsi untuk transpor lemak dalam darah dan sebagai penyusun membran sel jaringan tubuh juga berkontribusi sebagai sumber energi bagi tubuh. Kolesterol yang kita butuhkan tersebut, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Sel hati akan memproduksi kolesterol apabila asupannya tidak mencukupi. Komponen tersebut dapat meningkat jumlahnya oleh asupan makanan yang berasal dari lemak hewani, telur dan lain sebagainya. Daging hewan terutama daging merah yang mengandung lemak dan jeroan sapi cenderung dianggap masyarakat sebagai pemicu timbulnya penyakit jantung (kardiovaskuler) karena kandungan lemak dan kolesterolnya. Konsumsi lemak jenuh yang tinggi cenderung akan menyebabkan peningkatan kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL-kolesterol). Kolesterol low density lipoprotein (LDL-kolesterol) berperan dalam pengangkutan lemak jenuh dan kolesterol dari hati sampai ke seluruh jaringan tubuh. Aktivitas kolesterol LDL sebaliknya berbeda dengan kolesterol high density lipoprotein (HDL-kolesterol) yang berperan mengangkut lemak dan kolesterol dari jaringan ke organ hati untuk dimetabolis dan dibuang melalui sintesis garam empedu. Perbandingan konsentrasi kolesterol LDL terhadap kolesterol HDL seringkali dijadikan sebagai indikator tingkat resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Resiko semakin tinggi apabila kadar kolsterol LDL lebih tinggi dibandingkan kolesterol HDL dalam darah. Mekanisme timbulnya penyakit jantung dan penyakit akibat pola konsumsi daging masih memerlukan pembuktian dan penelitian untuk memastikan apakah konsumsi lemak dan jeroan merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah melalui penggunaan tikus percobaan sebagai hewan laboratorium. Penelitian ini berupaya mencari pembuktian dan untuk memastikan apakah konsumsi daging sapi dan jeroan merupakan salah satu pemicu timbulnya penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah, melalui pengukuran kadar koleterol darah, kadar trigliserida darah, kolesterol high density lipoprotein (HDL-kolesterol), kolesterol low density lipoprotein (LDL-kolesterol), indeks athorogenik, dan pengukuran respon fisiologis yang meliputi : laju pernafasan, denyut jantung dan suhu tubuh. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti yang dapat menjelaskan tentang persepsi negatif masyarakat dalam mengkonsumsi daging merah. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh konsumsi gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan terhadap profil lemak dan kolesterol darah tikus serta kaitannya terhadap potensi sebagai pemicu penyakit jantung dan penyakit pembuluh darah. 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Daging Daging menurut Badan Standardisasi Nasional (1998) didefinisikan sebagai urat daging yang melekat pada kerangka kecuali urat daging dari bagian bibir, hidung, dan telinga yang berasal dari hewan ternak yang sehat waktu dipotong (SNI 01-3947-1995). Bahar (2003) menjelaskan, bahwa daging terdiri atas jaringan otot. Jaringan otot terdiri dari 3 macam, yaitu jaringan otot rangka, jaringan otot jantung (cardiac), dan jaringan otot halus. Jaringan otot rangka adalah jaringan otot yang menempel secara langsung atau tidak langsung pada tulang, yang menimbulkan suatu gerakan, dan atau memberikan bentuk pada tubuh. Secara ekonomis, jaringan otot rangka merupakan bagian yang terpenting dan utama dari karkas. Selain mengandung nutrisi yang baik bagi pertumbuhan seperti protein yang tinggi serta asam-asam amino essensial yang cukup dan berimbang, daging ternak pun berkontribusi dalam memberikan sumber energi berupa lemak. Komponen utama lemak hewan adalah palmitat, stearat dan oleat dengan sejumlah linoleat dan sangat sedikit asam arakidonat (Poedjiadi, 1994). Komposisi Kimiawi Daging Sapi Daging memiliki beberapa komposisi kimiawi berdasarkan proksimat diantaranya kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, serta kandungan kalori. Air Komposisi kimiawi terbesar dari daging sapi adalah air, berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 66,6 % pada bagian round; 60,8 % pada bagian chuck; 47,2 % pada bagian rib; 56,5 % pada bagian rump; dan 55,7 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Protein Komposisi kimiawi daging sapi lainnya yaitu protein, berdasarkan potongan komersial, yaitu sebesar 20,2 % pada bagian round; 18,7 % pada bagian chuck; 14,8 % pada bagian rib; 17,4 % pada bagian rump; dan 16,9 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Protein daging dapat diklasifikasikan dalam 3 kelompok besar, yaitu miofibril, stroma, dan sarkoplasma (Lawrie, 1995). Masing masing protein memiliki fungsi yang berbeda serta memberikan kontribusi pada daging. 3 Lemak Komposisi lemak daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 12,3 % pada bagian round; 19,6 % pada bagian chuck; 37,4 % pada bagian rib; 25,3 % pada bagian rump; dan 26,7 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Keragaman nyata dalam komposisi lemak atau lipida terdapat antara jenis ternak memamah biak dan ternak tidak memamah biak karena adanya hidrogenasi yang disebabkan oleh mikroflora di dalam rumen. Tabel 1 di bawah ini membandingkan asam lemak yang terdapat pada daging sapi dengan daging lainnya. Tabel 1. Perbandingan Asam Lemak Ternak Sapi dengan Ternak Lainnya Persentase Asam Lemak dari Lipida (%) Asam-Asam Lemak Sapi Domba Babi Miristat (14 : 0) 2 1 3 Palmitat (16 : 0) 29 25 28 Stearat (18 : 0) 20 25 13 Oleat (18 : 1) 42 39 46 Linoleat (18 : 2) 2 4 10 Linolena (18 : 3) 0.5 0.5 0.7 Sumber : Buckle et al., 1987 Abu Kadar abu daging sapi berdasarkan potongan komersial yaitu sebesar 0,9 % pada bagian round; 0,9 % pada bagian chuck; 0,6 % pada bagian rib; 0,8 % pada bagian rump; dan 0,8 % pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Kalori Kandungan kalori daging sapi berdasarkan potongan komersial (per 100 gram) yaitu sebesar 197 kalori pada bagian round; 257 kalori pada bagian chuck; 401 kalori pada bagian rib; 303 kalori pada bagian rump; dan 313 kalori pada bagian sirloin (Price dan Schweigert, 1971). Jeroan Sapi Jeroan sapi adalah komponen bagian dalam dari ternak sapi. Jeroan dapat meliputi hati, ginjal, kepala, kedua kaki, paru-paru, usus, perut atau rumen, limpa dan pankreas. Jeroan sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena rasanya yang 4 enak atau khas dan masih memiliki kandungan gizi tinggi disamping harganya yang terjangkau. Menurut Kiernat et al. (1964) bahwa kandungan nutrisi yang terkandung dalam hati dan paru-paru dalam 100 g dapat dilihat dalam Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Jeroan Daging Sapi Bagian Jeroan Sapi 69,7 3,8 5,3 Kalori 140 18,5 Paru-paru 77,2 Sumber : Kiernat et al. , 1964 3,7 0 107 Hati Protein 19,9 Air Kandungan Gizi (%) Lipida Karbohidrat Abu 1,3 1,0 Lipida dan Kolesterol Lemak adalah sekelompok senyawa organik yang terdiri atas elemen-elemen yang sama dengan karbohidrat, yaitu karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) tetapi jumlahnya berbeda. Lemak terdiri atas asam lemak dan gliserol (gliserin). Asam lemak dibagi menjadi dua golongan, yaitu asam lemak tak jenuh yang harus didatangkan dari luar tubuh, dan asam lemak jenuh yang merupakan senyawa lemak yang dapat disenyawakan sendiri dalam tubuh (Soehardi, 2004). Lemak sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform, tetapi tidak larut dalam air. Lemak merupakan ikatan gliserol yang bersifat trihidrik dengan asam-asam lemak yang bersifat monobasik, sehingga pada hidrolisa lemak terpecah menjadi tiga buah molekul asam lemak dan satu molekul gliserol (Nicholl, 1976). Ada tiga bentuk lemak utama yang didapatkan dalam diet manusia dan hewan, yaitu: (1) gliserida, terutama trigliserida (triasilgliserol); (2) fosfolipida, dan (3) sterol. Struktur lipida ditandai dengan relatif kurang mengandung oksigen. Lemak hampir semua terdiri dari karbon (C) dan hidrogen (H) yang dapat menyebabkan hidrofobik dan hampir semuanya tidak dapat bergabung dengan air (Linder, 1992). Trigliserida Definisi trigliserida menurut Soehardi (2004) adalah lemak netral suatu ester gliserol yang terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk 5 trigliserida. Enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah apabila sel membutuhkan energi. Trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat (sederhana dan kompleks). Lipida di dalam hati ada yang dioksidasi untuk menghasilkan energi dan ada yang disimpan untuk cadangan. Mekanisme penyerapan trigliserida dari makanan antara lain, senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi oleh cairan mukosa usus (Hawab et al., 1989). Selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan di seluruh tubuh (Azain, 2004). Butiran lemak yang disebut kilomikron tersebut masuk ke dalam darah melalui sistem limfatik. Kilomikron memiliki diameter 0.1-1µm dan terdiri atas beberapa jenis kolesterol, lipoprotein kulit, dan trigliserida sebagai komponen utama (Hawab et al., 1989). Prawirokusumo (1994) menjelaskan bahwa lemak atau lipida disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida, yang dikenal sebagai proses lipogenesis (deposisi lemak) yang terjadi akibat masukan energi melebihi keluaran energi. Proses lipogenesis mendeposisikan lemak di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida yang merupakan hasil sintesa dari asam-asam lemak dan gliserol yang dibantu dengan hormon insulin (Prawirokusumo, 1994). Selain lemak, kandungan karbohidrat juga merupakan bahan untuk terjadinya lipogenesis yang menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol (Pilliang dan Djojosoebagio, 1990). Pendapat serupa dinyatakan Soehardi (2004) bahwa trigliserida tidak hanya berasal dari lemak makanan (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), tetapi juga berasal dari makanan yang mengandung karbohidrat (sederhana dan kompleks). Trigliserida juga merupakan komponen lipida yang berperan dalam proses metabolisme lipida di dalam tubuh. Kadar trigliserida, kolesterol total, dan LDL dalam darah harus rendah. Kadar trigleserida yang ada di dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dari makanan atau banyaknya lemak yang masuk dari luar tubuh (Soehardi, 2004). Lemak dari makanan akan diubah menjadi kilomikron 6 dan masuk ke saluran darah, dan setelah sampai di jaringan lemak atau otot akan diubah menjadi trigliserida sebagai cadangan energi. Kolesterol Kolesterol adalah senyawa (zat) kimia yang tergolong dalam kelompok pelarut organik (compound organic) yang dikenal sebagai lipida yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam eter dan pelarut organik (solvent organic) lainnya. Kolesterol berfungsi sebagai bahan baku pembentuk hormon steroid yang menjadi bagian dari mekanisme pertahanan tubuh melawan infeksi yang dibutuhkan untuk memproduksi hormon korteks adrenal, hormon seks pada pria dan wanita, hormon kelenjar anak ginjal dan untuk memproduksi garam empedu. Kolesterol dalam tubuh berikatan dengan sejenis protein membentuk lipoprotein. Lipoprotein ini terbagi menjadi low density lipoprotein (LDL) dan high density lipoprotein (HDL) (Soehardi, 2004). Kolesterol seperti yang ditambahkan Mayers (1996) merupakan kelompok steroid, suatu zat yang termasuk golongan lipida dengan rumus molekul C27H45OH dan dapat dinyatakan sebagai 3 hidroksi-5,6 kolesten. Hal ini karena kolesterol mempunyai satu gugus hidroksil pada atom C3 dan ikatan rangkap pada C5 dan C6 serta percabangan pada C10, C13 dan C17. Struktur kimia kolesterol dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Struktur Kimia Kolesterol Sumber: Mayes, 1996 Kolesterol menurut Jae (2003) merupakan salah satu komponen lemak. Lemak merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh kita disamping zat gizi lain seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Lemak merupakan salah satu sumber energi yang memberikan kalori paling tinggi. Lemak disamping sebagai salah satu sumber energi, sebenarnya atau khususnya kolesterol 7 memang merupakan zat yang sangat dibutuhkan oleh tubuh kita terutama untuk membentuk dinding sel-sel dalam tubuh. Lipoprotein Lipoprotein darah terdiri atas beberapa fraksi yaitu kilomikron, very low density lipoprotein (VLDL), intermediate density lipoprotein (IDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL). Ikatan lipoprotein tersebut yang paling perlu diketahui adalah LDL atau lipoprotein densitas rendah dan HDL atau lipoprotein densitas tinggi. Kedua jenis LDL dan HDL mempunyai fungsi yang berlawanan. Jenis LDL bersifat efek aterogenik dan disebut juga dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun akan mengeras (membentuk flak) dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan aterosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Proses aterosklerosis yang terjadi di pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya jantung koroner, apabila terjadi di pembuluh darah otak dapat menyebabkan terjadinya stroke. Jenis HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena mempunyai efek antiaterogenik yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati selanjutnya dikeluarkan lewat empedu (Assmann et al., 2004). Kilomikron. Disintesis dalam mukosa usus, terutama mengandung trigliserida, dan kurang lebih 98% dari berat keringnya berupa lipida. Kilomikron berfungsi utama dalam pengangkutan lemak diet ke dalam tubuh. Selain itu, mengangkut pula kolesterol yang sebelumnya diubah menjadi ester kolesterol sebelum bergabung dengan kilomikron (Montgomery et al., 1993). Very Low Density Lipoprotein (VLDL). Jenis lipoprotein berkepadatan sangat rendah (VLDL), mengandung sekitar 90% lipida (50-65 % adalah trigliserida). VLDL disintesis dalam hati dan bertugas mengangkut trigliserida dari hati ke jaringan lain, terutama jaringan adiposit (Montgomery et al., 1993). 8 Intermediate Density lipoprotein (IDL). Lipoprotein berkepadatan sedang terbentuk dalam plasma selama terjadi perubahan VLDL menjadi LDL. Memiliki dua fungsi utama, yaitu mengeluarkan kelebihan asam lemak dari hati dan mengambil ester kolesterol yang telah terbentuk dalam plasma(Montgomery et al., 1993). High Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol lipoprotein densitas tinggi (k-HDL, high density lipoprotein) dibagi menjadi tiga, yaitu HDL1, HDL2 dan HDL3. Kolesterol lipoprotein densitas tinggi (k-HDL, high density lipoprotein) HDL1 didapatkan pada hewan dan manusia yang mengkonsumsi diet tinggi kolesterol dan pernah dihubungkan dengan induksi atherosklerosis. Komponen HDL adalah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserida dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan sampai pubertas, kemudian menurun pada laki-laki sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan. Individu dengan nilai lipida yang normal, kadar HDL-nya relatif menetap sesudah dewasa (kira-kira 45 mg/dl pada pria dan 54 mg/dl pada wanita) (Suyatna dan Handoko, 2002). Low Density Lipoprotein (LDL). Lipoprotein densitas rendah (LDL, low density lipoprotein) merupakan lipoprotein pengangkut kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserida sebanyak 10% dan 50% kolesterol (Suyatna dan Handoko, 2002). Metabolit very low density lipoprotein (VLDL), fungsinya membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk mensintesis membran plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyaknya faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL. Kolesterol LDL adalah komponen normal plasma dalam keadaan puasa. Plasma mengandung LDL kadar tinggi tetap jernih setelah proses pendinginan karena LDL berukuran relatif kecil (Suyatna dan Handoko, 2002). Peranan High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein (LDL) terhadap Kolesterol Darah Lipoprotein jenis LDL dan HDL memiliki fungsi yang berlawanan (Montgomery et al., 1993). Low density lipoprotein (LDL) bersifat efek atherogenik disebut juga dengan kolesterol jahat karena mudah melekat pada pembuluh darah dan menyebabkan penumpukan lemak yang lambat laun mengeras (membentuk plaque) 9 dan menyumbat pembuluh darah yang disebut dengan atherosklerosis (penyempitan dan pengerasan pembuluh darah arteri). Proses atherosklerosis yang terjadi di pembuluh darah jantung dapat memicu terjadinya penyakit jantung koroner. Penyumbatan pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan terjadinya gejala stroke. Dorfman et al. (2004) menyebutkan, bahwa peningkatan konsentrasi plasma HDL dapat melindungi dinding arteri terhadap pengembangan flak atherosklerotik, yang difasilitasi oleh mekanisme balik transpor kolesterol, dalam mengeluarkan kolesterol pada jaringan periferal menuju hati. Fungsi HDL inilah yang mengasumsikan bahwa HDL disebut juga dengan kolesterol baik karena memiliki efek antiatherogenik yaitu mengangkut kolesterol bebas dari pembuluh darah dan jaringan lain menuju hati kemudian organ hati mengekskresikannya melalui empedu. Gambar potongan melintang dari arteri serta pembentukan plaque di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar tersebut menjelaskan aliran darah normal serta aliran darah yang terhambat akibat pembentukan plague pada arteri. Gambar 2. Pembentukan Plaque pada Arteri Sumber: National Heart Lung and Blood Institute, 2006 Atherosklerosis dan Proses Pembentukannya Aterosklerosis menurut Linder (1992) adalah penyakit pembuluh darah yang ditandai dengan permukaan bagian dalam arteri besar membentuk plaque (raised plaque) yang desebabkan oleh peninggian sel-sel, urat daging licin, serat, lipida serta peninggian bagian dinding arteri dengan berbagai tingkat nekrose, kalsifikasi dan hemoragi. Penyumbatan (plague) adalah penebalan suatu lapisan medial dari dinding 10 arteri, yang menonjol ke arah lumen dan menyebabkan pengurangan aliran darah dan elastisitas pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya occlusive thrombi (pembekuan) dan dapat menyebabkan infark miokardium dan stroke. Plaque yang kurang menonjol dan kompleks juga ada yang disebut dengan fatty stearaks; terdiri dari proliferasi sel-sel urat daging licin bersama dengan berbagai level lipida intraseluler dan ekstraseluler (Gambar 3-bagian A). Serat-serat jaringan pengikat dalam fibrous plaque, selanjutnya membentuk semacam tutup atau topi di atas lipida ekstraseluler bagian dalam dan puing seluler, membentuk peninggian dan selanjutnya mengganggu lumen (Gambar 3-bagian B). Umumnya, ada hubungan antara umur rata-rata dan terbentuk atau ditemukannya berbagai plaque yang dimulai dangan garis-garis lemak (hanya ditemukan pada anak-anak) yang berkembang ke darah atau menjadi fibrous flaque (sudah dapat ditemukan pada anak-anak remaja) sampai pembentukan compleks raised plaque (Gambar 3-bagian B) sampai terjadinya aterosklerosis dan pecahnya pembuluh darah (Gambar 3-bagian C). A B C Gambar 3. Tahapan Pembentukan Atherosklerosis Sumber: Packard dan Libby, 2008 Hasil-hasil utama metabolik kolesterol sebagian besar berupa asam-asam empedu. Ditinjau dari segi kuantitatif, Montgomery et al. (1993) menyebutkan, bahwa produksi asam empedu merupakan jalur katabolik kolesterol paling penting. Perubahan sinambung kolesterol menjadi asam empedu dalam hati mencegah tubuh terlalu dibebani dengan kolesterol. Pengumpulan kolesterol yang berlebih akan merugikan, karena kolesterol tidak dapat dirusak oleh oksidasi menjadi CO2 dan air. Hal ini disebabkan karena jaringan mamalia tidak memiliki enzim yang mampu mengkatabolis inti steroid. Mekanisme pengaturan kolesterol yang tidak berfungsi ini menyebabkan penyakit patologis, yaitu artherosklerosis yang melibatkan pengumpulan kolesterol pada dinding arteri. Fungsi utama kolesterol juga merupakan bahan dasar pembentukan hormon-hormon steroid. Kolesterol dalam tubuh berlebih akan tertimbun di dalam dinding pembuluh darah dan menimbulkan suatu kondisi 11 yang disebut aterosklerosis, yaitu penyempitan atau pengerasan pembuluh darah. Kondisi ini merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung dan stroke. Kolesterol yang kita butuhkan tersebut, secara normal diproduksi sendiri oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. Kholesterol tersebut bisa meningkat jumlahnya karena makanan eksternal yang berasal dari lemak hewani, telur dan yang disebut sebagai makanan sisa (junkfood) (Soehardi, 2004). Perbandingan kadar kalori, lemak, dan kolesterol pada daging sapi dengan daging ternak lainnya dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Kadar Kalori, Lemak dan Kolesterol Daging Sapi dengan Daging Ternak lainnya dalam 100 g Bahan Kalori (kal.) Lemak (mg) Lemak Jenuh (mg) Kolesterol (mg) 207 14,0 5,1 70 Daging Kerbau 84 0,5 * * Daging Kambing 154 9,2 3,6 70 Daging Domba 206 14,8 * * Daging Babi 376 35,0 11,3 70 0,9 60 Nama Daging Daging Sapi Daging Ayam 302 25,0 Keterangan: *( tidak ada data) Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2001 Daging sapi (Tabel 3) menurut Departemen Kesehatan RI (2001) memiliki kandungan lemak sebesar 14 mg dalam 100 g, lebih tinggi dibandingkan lemak yang terdapat pada daging kambing sebesar 9,2 mg/100 g dan daging kerbau sebesar 0,5 mg/100 g, akan tetapi lebih rendah dibandingkan dengan lemak yang terdapat pada daging domba (14,8 mg/100 g), daging ayam (25 mg/100 g) dan lemak yang terdapat pada daging babi (35 mg/100 g). Lemak jenuh yang terdapat pada daging sapi sebesar (5,1 mg/100 g) dibandingkan daging kambing (3,6 mg/100 g) dan daging ayam (0,9 mg/100 g) dan lebih rendah dibandingkan dengan daging babi (11,3 mg/100 g). Kolesterol yang terdapat pada daging sapi, domba dan daging babi umumnya sama, yaitu sebesar 70 mg/100 g, sedangkan daging ayam memiliki kolesterol sebesar 60 mg dalam 100 g kolesterol. 12 Penyakit Degeneratif Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang diakibatkan oleh penurunan kondisi metabolisme tubuh karena faktor pertambahan usia (umur). Penyakit degeneratif timbul karena faktor usia, tidak bisa disembuhkan namun dapat dikendalikan. Penyakit degeneratif disebut juga dengan penyakit yang mengiringi proses penuaan, seperti penyakit jantung koroner, stroke, atherosklerosis dan pembuluh darah. Menjaga kesehatan tubuh merupakan salah satu cara untuk untuk mencegah penyakit degeneratif, yaitu melalui gaya hidup sehat. Diagnosis dini mungkin merupakan cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui resiko penyakit degeneratif yang timbul, sehingga dapat dicegah dengan mengubah pola makanan dan gaya hidup. Diagnosis secara dini disisi lain merupakan satu-satunya cara untuk mengendalikan penyakit kronik yang sangat mahal dan fatal (Rugmono, 2007). Transport Lemak Lemak dalam darah sebagaimana yang dijelaskan oleh Poedjiadi (1994) merupakan lemak yang diangkut dalam tiga bentuk yaitu kilomikron, partikel lipoprotein yang sangat kecil, dan bentuk asam lemak yang terikat dalam albumin. Kilomikron menyebabkan darah tampak keruh, terdiri atas lemak 81-82 %, protein 2%, fosfolipid 7% dan kolesterol 9%. Kekeruhan akan hilang dan darah menjadi jernih kembali karena terjadinya proses hidrolisis lemak oleh enzim lipoprotein lipase. Lipoprotein lipase sebagian besar terdapat pada jaringan dan dalam jumlah banyak pada jaringan adipose dan otot jantung. Lemak yang diabsorpsi diangkut ke hati kemudian lemak diubah menjadi fosfolipid yang kemudian diangkut ke organorgan maupun jaringan-jaringan tubuh. Lemak dalam darah diangkut dengan dua cara, yaitu jalur eksogen dan jalur endogen (Smaolin dan Grosvenor, 1997). Jalur Eksogen Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Trigliserida dalam kilomikron di bawa ke dalam aliran darah dan mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnan. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah kembali menjadi trigliserida sebagai cadangan energi (Smaolin dan Grosvenor,1997). 13 Kilomikron remnan akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas. Kolesterol yang mencapai organ hati sebagian diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan melalui usus yang berfungsi seperti detergen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Ditambahkan lagi oleh Smaolin dan Grosvenor, 1997), bahwa kolesterol sebagian lagi dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Jalur Endogen Trigliserida dibawa melalui aliran darah dalam bentuk very low density lipoprotein (VLDL), yang kemudian akan dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi intermediate density lipoprotein (IDL). Pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan. Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida. Intermediate density lipoprotein (IDL) melalui beberapa tahap proses akan berubah menjadi low density lipoprotein (LDL) yang kaya akan kolesterol. Kira-kira ¾ dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL, yang mana LDL ini berfungsi menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, di mana pertama-tama akan berikatan dengan high density lipoprotein (HDL). Aktivitas HDL juga membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh (Smaolin dan Grosvenor, 1997). Kadar Kolesterol Otot Kolesterol merupakan lemak jaringan yang terdapat dalam lemak intramuskuler (marbling), yang deposisinya dipengaruhi oleh spesies ternak, umur dan lokasi otot (Soeparno, 1992). Kisaran kandungan kolesterol jaringan otot menurut Seman dan McKenzie-Parnell (1989) sedikit bervariasi antar spesies. Semakin meningkat umur individu, maka kadar kolesterol cenderung meningkat. Kadar kolesterol terdapat pada Tabel 4 pada Musculus longgissimi thoracis et lumborum beberapa jenis ternak yang terlihat dari beberapa jenis ternak dengan tingkat umur yang berbeda, yaitu anak (3-4 bulan) dan ternak muda (sekitar 12 14 bulan). Kandungan kolesterol terdapat pada Tabel 5 menunjukkan dalam daging lean dan offal dalam 100 g. Tabel 4. Kadar Kolesterol Otot dari Musculus lumborum Bangsa Ternak Anak (3-4 bulan) longissimi thoracis et Muda (sekitar 12 bulan) ------------------------------ mg / 100 g ---------------------------------Sapi Bali 1) Kerbau 1) Sapi PO Domba 1) 2) Kambing 2) - 97,87 - 98,69 - 92,81 121,60 92,87 118,50 109,48 Keterangan: 1. Komariah, 1997 2. Sakuntal, 1987 Tabel 5. Kandungan Kolesterol dalam Daging Lean dan Offal Sumber Kolesterol (mg/100 g) Daging Sapi 59 Daging Domba 79 Daging Babi 69 Ginjal Sapi 400 Ginjal Domba 400 Ginjal Babi 410 Hati Sapi 270 Hati Domba 430 Hati Babi 260 Sumber: Paul dan Squthgate, 1978 Kandungan kolesterol dalam daging lean dan offal (Tabel 5), kandungan kolesterol daging sapi tidak berbeda jauh dengan kolesterol daging kambing, domba, dan babi. Kolesterol yang terdapat pada daging ayam lebih rendah dibandingkan dengan beberapa produk susu dan hasil olahan daging ayam serta makanan asal laut. Daging sapi mengandung kolesterol sebanyak 59 mg persen, ikan dan domba adalah 70 mg persen sedangkan untuk daging kambing 76 mg persen. Kandungan kolesterol daging babi dan ayam adalah 60 mg persen. Hal ini memperlihatkan, bahwa 15 kandungan kolesterol setiap otot Musculus longissimi thoracis et lumborum setiap ekor ternak hampir seimbang. Indeks Atherogenik Nilai indeks atherogenik ini sangat tergantung dengan kadar HDL. Indeks atherogenik merupakan indikator untuk mengetahui resiko atherosklerosis yang menjadi penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah. Kadar HDL yang semakin tinggi menyebabkan indeks atherogenik semakin rendah sehingga resiko terjadinya atherosklerosis juga semakin kecil. Nilai indeks atherogenik ideal untuk laki-laki adalah di bawah 4,5 dan untuk wanita di bawah 4,0 (Sihombing, 2003). Tikus sebagai Hewan Percobaan Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) taksonomi tikus putih diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Klas : Mamalia Sub Klas : Theria Ordo : Rodentia Sub Ordo : Myomorpha Famili : Muridea Sub Famili : Murinae Genus : Rattus Species : Rattus novergicus Tikus yang sering digunakan dalam penelitian adalah jenis tikus putih Rattus norvegicus yang berjenis kelamin jantan. Tikus dapat tinggal sendirian dalam kandang, asal dapat mendengar dan melihat tikus lain dan jika dipegang dengan cara yang benar tikus-tikus ini tenang dan mudah ditangani di laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Tikus putih yang biasa dijadikan sebagai hewan laboratorium terdiri atas lima macam yaitu Long Evans, Osborne mendel, Sherman, Sparague dawley, dan Wistar. Tikus percobaan memiliki beberapa karakteristik diantaranya adalah: (1) nocturnal, yaitu aktifitasnya pada malam hari dan tidur pada siang hari, (2) tidak mempunyai gall blader (kantung empedu), (3) tidak dapat mengeluarkan isi perut (muntah), dan 16 (4) tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatan pertumbuhannya akan menurun setelah berumur 100 hari (Muchtadi, 1989). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) faktor yang mempengaruhi kemampuan tikus mencapai potensi genetik untuk tumbuh, berkembangbiak serta aktifitas hidup sehari-hari adalah kualitas makanan. Makanan tikus tidak berbeda seperti hewan percobaan lainnya yang membutuhkan protein, lemak, energi dan mineral. Makanan yang dikonsumsi tikus perhari setiap ekor berkisar 12-20 g dan konsumsi minum 20-45 ml air. Makanan yang disediakan harus sesuai dengan kebutuhan tikus agar dapat memenuhi nutrisi sesuai kebutuhan tikus. Respon Fisiologis Respon fisiologis merupakan perpaduan setiap fungsi dari semua sel dan organ tubuh dalam kesatuan fungsional (Cunningham, 1997). Pengaturan yang terjadi dapat melalui perubahan irama denyut jantung, laju pernafasan maupun suhu tubuh. Peubah respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung, dan suhu tubuh, merupakan suatu parameter fisiologis yang dapat mendukung terciptanya sistem kerja homeostasis yang stabil karena adanya pengaruh lingkungan. Data fisiologis tikus percobaan yang direkomendasikan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Data Fisiologis Tikus Percobaan yang Direkomendasikan Kriteria Penilaian Nilai Denyut Jantung Tekanan Darah 330-480/menit, turun menjadi 250 dengan anestesi dan naik menjadi 550 dalam stress 90-180 sistol, 60-145 diastol Suhu Tubuh 36-39 oC (rata- rata 37,5oC) Kolesterol Serum 10-54 mg/100ml Lemak Serum 70-415 mg/dl Trigliserida 26-145 mg/dl Berat Dewasa 300-400 g jantan, 250-300 g betina Berat Lahir 5-6 g Sumber: 1. Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 2. Malole dan Pramono, 1989 17 Sistem Homeostatis Hewan mamalia yang berdarah panas (homeotermik) dibekali oleh sistem homeostasis yang berfungsi untuk mengendalikan diri sehingga tercapai keseimbangan internal tubuh, baik yang berasal dari lingkungan luar maupun yang berasal dari dalam tubuh (Guyton dan Hall, 1997). Ditambahkan lagi oleh Guyton dan Hall (1997), bahwa sistem homeostasis merupakan suatu sistem pengendalian diri sehingga tercapai keseimbangan di dalam tubuh. Hal ini dapat dijadikan suatu ukuran dalam mempelajari gejala penyakit jantung dan pembuluh darah yang timbul akibat mengkonsumsi bahan pangan. Daging sapi ditambah jeroan merupakan bahan pangan hasil ternak yang dapat mempengaruhi nilai respon fisiologis pengkonsumsinya akibat adanya komponen lemak yang mempengaruhi aktivitas hormon-hormon yang berbahan dasar lemak seperti hormon steroid sehingga dapat memicu paningkatan pompa aliran darah ke seluruh bagian tubuh. Parameter fisiologis mendukung terciptanya sistem homeostasis, yang nilainya meliputi sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan dan suhu tubuh. Laju Pernafasan Istilah pernafasan yang lazim digunakan mencakup dua proses, yaitu pernafasan luar (eksternal), yaitu penyerapan O2 dan pengeluaran CO2 dari tubuh secara keseluruhan serta pernafasan dalam (internal), yaitu penggunaan O2 dan pembentukan CO2 oleh sel-sel serta pertukaran gas antara sel-sel tubuh dengan media cair sekitarnya (Ganong, 1999). Respirasi atau pernafasan merupakan proses memasukkan O2 ke jaringan tubuh untuk proses metabolisme dan mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme. Denyut Jantung Denyut jantung berasal dari sistem penghantar jantung yang khusus dan menyebar melalui sebuah sistem ke semua bagian miokardium dan pada keadaan normal bagian-bagian jantung berdenyut dengan urutan teratur (Ganong, 1999). Disampaikan juga oleh Ganong (1999), bahwa frekuensi denyut jantung merupakan hitungan beberapa kali jantung berdenyut dalam satu menit. Frekuensi jantung terutama dikendalikan oleh persyarafan jantung, rangsangan simpatis yang meningkatkan frekuensi, dan rangsangan parasimpatis yang menurunkannya. 18 Suhu Tubuh Suhu tubuh merupakan salah satu kriteria dari penilaian respon fisiologis. Suhu tubuh merupakan suhu jaringan tubuh bagian dalam yang bernilai konstan saat pengukuran dan merupakan energi yang dimetabolisme dari makanan yang masuk atau dari senyawa yang ada dalam tubuh (Ganong, 1999). Pengambilan Sampel Darah Tikus Tikus merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan dalam sebuah percobaan di laboratorium. Penelitian yang menggunakan analisis sampel komponen darah perlu mengetahui teknik pengambilan darah dari hewan percobaan. Teknik pengambilan sampel darah menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988) dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : memotong ujung ekor (cara ini tidak baik untuk pengambilan darah berulang), dari vena lateralis ekor (cara ini lebih mudah dilakukan pada tikus daripada mencit), cara memperoleh darah dari sinus orbitalis (jarang dipakai dan perlu anestesi), cara pengambilan dari jantung tikus, cara dekapitasi, dan cara pengambilan darah dari vena saphena atau vena jugularis tidak lazim dipakai. Plasma dan Serum Darah Unsur seluler darah-darah putih, sel darah merah dan trombosit tersuspensi dalam plasma. Volume darah normal total yang beredar sekitar 8% dsri berat badan seseorang atau sekitar 5600 ml pada orang dengan berat badan 70 kg, yang mencakup 55% komposisinya adalah plasma darah. Bagian cair darah disebut dengan plasma darah. Plasma darah adalah suatu larutan yang yang mengandung komposisi kimia yang lengkap mengandung ion, molekul anorganik dan molekul organik dalam jumlah yang sangat banyak saat disirkulasikan dalam tubuh atau memiliki fungsi sebagai transport zat-zat lainnya dalam tubuh. Volume plasma normal adalah 5% berat badan. Plasma yang berada dalam suhu ruang akan cepat membeku dan akan tetap dalam kondisi cair bila ditambahkan dengan antikoagulan. Darah yang dibiarkan membeku dan sisa bekuan dipisahkan, maka cairan yang tertinggal disebut dengan serum darah. Serum komposisi kimianya hampir sama dengan plasma darah, kecuali fibrinogen dan faktor-faktor pembekuannya (trotrombin, proalelarin, faktor labil, globulin, aselarator, prokonvertin, dan SPCA) 19 bila telah dipisahkan, maka serum mengandung lebih tinggi serotonin karena adanya pemecahan trombosit selama pembekuan (Ganong, 1979). Bumbu Gulai Bumbu masakan (seasonings) menurut Farrel (1990) merupakan campuran yang terdiri atas satu atau beberapa spices (rempah-rempah) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau penyiapan, yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami dari makanan, sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu menurut Palupi (1995) dilakukan dengan mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuan-penemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh konsumen. Bumbu gulai yang digunakan dalam proses pembuatan gulai adalah garam, bumbu masakan siap saji dan santan kelapa. Garam Garam merupakan bumbu yang sering digunakan dalam masakan, umumnya berfungsi sebagai penyedap rasa dan meningkatkan flavor. Garam juga berfungsi sebagai penghambat selektif bagi mikroba pencemar non halofilik (Buckle et al., 1987). Konsentrasi tinggi, garam dapat menurunkan aktivitas air bahan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Kenaikan asupan garam dalam tubuh berperan dalam meningkatkan tekanan arteri karena garam tidak mudah diekskresikan oleh ginjal (Guyton dan Hall, 1997). Bumbu Masakan Siap Saji Bumbu masakan menurut Rokayah (2001) merupakan bumbu masakan (seasoning) yang terdiri atas satu atau lebih rempah-rempah (spices) yang ditambahkan pada makanan pada saat pengolahan atau penyiapan yang berfungsi untuk meningkatkan flavor alami makanan, sehingga dapat meningkatkan derajat penerimaan konsumen. Formula bumbu yang digunakan dengan cara mencampurkan dua macam atau lebih rempah-rempah, baik berdasarkan resep yang telah banyak dikenal maupun berdasarkan penemuan-penemuan baru secara organoleptis dapat diterima oleh para konsumen. Proses pembuatan bumbu (rempah-rempah) instan kering meliputi: pengirisan, penepungan, pemblansiran dan pengemasan. Kondisi proses pengolahan 20 tersebut harus diperhatikan untuk menghindari hilangnya zat-zat penting dari bahan segar (Hambali et al., 2005). Santan Kelapa Santan kelapa (coconut milk) merupakan hasil olahan sari daging kelapa. Santan kelapa (coconut milk) yang dibuat dengan cara mengekstrak parutan kelapa sehingga kandungan air serta lemak nabati yang terkandung di dalamnya akan terekstrak keluar (Winarno, 1992). Mutu santan yang diperoleh diengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis kelapa, tingkat ketuaan atau umur kelapa, ukuran partikel kelapa parut, suhu air untuk pengambilan santan, perbandingan air dan kelapa parut, serta tekanan yang digunakan pada waktu memeras santan (Hambali et al., 2005). Lemak nabati yang terkandung dalam santan kelapa mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh, sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992). Kunyit Kunyit (Curcuma Domestica Val.) merupakan tanaman obat dan bersifat tahunan (perenial) yang tersebar di seluruh daerah tropis. Kunyit merupakan tumbuhan semak yang berumur musiman, tumbuh berumpun-rumpun, tingginya 50150 cm, berbatang semu terdiri dari kumpulan kelopak atau pelepah daun yang berpautan. Daunnya lemas tidak berbulu, licin tanpa berbintik-bintik dan berwarna hijau muda (Darwis, 1991). Kurkumin merupakan komponen utama dalam pigmen kunyit. Rumus molekulnya adalah C21H20O6 yang ditemukan oleh Silber dan Ciamician pada tahun 1897 yang kemudian disebut sebagai diferuloil metana oleh Molibedzka dan kawankawan pada tahun 1910 (Kloppenburg-Versteegh, 1988). Zat kurkumin yang dikandungnya mempunyai khasiat anti bakteri dan dapat merangsang dinding kantong empedu untuk mengeluarkan cairan empedu supaya kerja pencernaan lebih sempurna. Minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit dapat mencegah keluarnya asam lambung yang berlebihan, dengan demikian dapat membantu menyembuhkan penyakit maag dan mengurangi kerja usus yang terlalu berat (Darwis, 1991). 21 Bawang Putih Bawang putih telah lama digunakan sebagai salah satu bumbu masakan oleh masyarakat secara luas (baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat dunia) karena aromanya yang khas. Penggunaan bawang putih akhir-akhir ini tidak hanya sebagai bahan penyedap rasa, akan tetapi digunakan juga sebagai salah satu bahan yang dapat memberikan efek kesehatan (Ardiansyah, 2006). Bumbu dengan penambahan Allium sativum (bawang putih) dapat dimanfaatkan untuk mencegah atherosklerosis dengan menurunkan kadar kolesterol darah (Gunawan, 1988). Bawang putih mempunyai zat antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas. Bawang putih juga mengandung senyawa allicin. Senyawa tersebut bereaksi dengan darah merah menghasilkan sulfida hidrogen yang meregangkan saluran darah dan membuat darah mudah mengalir (Gunawan, 1988). Bawang Merah Bawang merah (Allium acalonicum L.) adalah nama tanaman yang berasal dari famili Alliaceae dan nama dari umbi yang dihasilkan. Umbi dari tanaman bawang merah merupakan bahan utama untuk bahan utama untuk bumbu dasar masakan Indonesia (wikipedia, 2007). Bawang merah, seperti halnya bawang putih berfungsi sebagai bahan pengawet makanan. Penggunaan bawang merah lebih diutamakan karena aromanya yang kuat (Wibowo, 1991). 22 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor sebagai tempat perlakuan dan pemeliharaan hewan percobaan; analisis proksimat dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor; dan analisis profil lemak darah dan kolesterol hewan percobaan dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Bogor Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu dari bulan Nopember 2007 sampai Januari 2008. Materi Produk Olahan Daging Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan gulai daging sapi adalah daging sapi berlemak dan jeroan (paru, hati, limpa, usus) yang berasal dari sapi jenis brahman cross berumur 3 tahun. Daging yang digunakan terdiri atas daging bagian paha belakang bagian knuckle sebanyak 5 kg dan jeroan sebanyak 2,5 kg. Bahan tambahan lain yang diperlukan dalam pembuatan gulai diantaranya yaitu air, bumbu gulai instan (non santan) merk Bamboe dan santan kelapa instan Sun Kara. Alat yang digunakan dalam pembuatan produk olahan daging yaitu diantaranya timbangan digital, pisau, talenan dan peralatan memasak. Percobaan in Vivo dan Analisis Darah Tikus Hewan yang digunakan dalam percobaan in vivo adalah tikus putih jantan albino Rattus norvegicus (norway rats) galur wistar yang diperoleh dari SEAMEO Universitas Indonesia Salemba, Jakarta sebanyak 14 ekor. Tikus tersebut dibagi menjadi 2 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 7 ekor tikus percobaan. Kelompok pertama (P0), yaitu kelompok yang diberi ransum mengandung protein kasein, sedangkan kelompok kedua (P1) merupakan kelompok yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan. Tikus yang digunakan berumur 5 minggu. Tikus tersebut memiliki bobot badan berkisar antara 50-65 g dengan perbedaan bobot badan masing-masing kurang lebih 15 g. Alat yang digunakan dalam pemeliharaan adalah kandang individu sebanyak 14 buah terbuat dari kotak plastik dengan tutup berupa kawat kasa, tempat pakan dari plastik dan tempat minum dari botol gelas sirop. Alat lain yang digunakan selama pemeliharaan adalah termometer digital yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh tikus, timbangan digital untuk mengukur bobot badan tikus, stop watch, serta alat pendukung lingkungan pemeliharaan seperti RH meter digital dan alat pengatur kelembaban ruangan merk Daisap Swallow. Kandang pemeliharaan dibersihkan setiap hari dan dilakukan penggantian sekam setiap seminggu sekali, namun bila sekam cepat kotor, maka dilakukan penggantian hari itu juga. Alat dan bahan untuk pengambilan sampel darah antara lain syringe 2,5 ml, vacuum tainer 10 ml yang telah mengandung antikoagulan lithium heparin, toples kaca sebagai tempat pemingsanan hewan percobaan, termos es, dan bahan anestesi. Analisis darah menggunakan Alat yang digunakan untuk analisis darah yaitu automated clinical analyzer TRX – 7010 Version 1.70. Prosedur Penelitian profil lemak, kolesterol darah dan respon fisiologis tikus wistar yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan ini dibagi ke dalam lima tahap. Kelima tahap tersebut dilakukan secara dapat dilihat pada Gambar 4 berikut. Pemotongan daging dan jeroan daging sapi + pembuatan produk olahan daging (gulai daging sapi dan jeroan) Analisis komposisi kimia (analisis proksimat dan analisis kadar kolesterol) gulai daging sapi dan jeroan Penyusunan ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan Percobaan ransum perlakuan secara in vivo dan pengamatan respon fisiologis tikus percobaan selama masa perlakuan Pengambilan sampel darah, pengujian kadar kolesterol, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL serta indeks atherogenik Gambar 4. Tahapan Penelitian 24 Proses pengolahan tahap pertama ( Gambar 4), yaitu pengolahan daging sapi menjadi gulai daging sapi dan jeroan. Tahap kedua menganalisis komposisi kimia gulai daging sapi melalui metode analisis proksimat serta analisis kadar kolesterol total olahan gulai daging sapi dan jeroan. Tahap ketiga meliputi penyusunan ransum berdasarkan data analisis proksimat gulai daging sapi dan jeroan sebagai sumber protein. Tahap keempat yaitu pengujian secara in vivo ransum yang mengandung gulai daging sapi dan jeroan terhadap tikus sebagai hewan percobaan serta pengamatan respon fisiologis selama masa perlakuan meliputi laju pernafasan, denyut jantung dan suhu tubuh. Tahap kelima yaitu dilakukan pengambilan sampel darah yang dilanjutkan dengan pengujian kadar kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida, dan kolesterol LDL. Pembuatan Gulai Daging Sapi dan Jeroan Gulai daging sapi berlemak dan jeroan dipotong sebesar ibu jari, selanjutnya dimasukkan ke dalam panci berisi air mendidih, kemudian direbus di atas kompor hingga volume air menjadi 2/3 bagian. Seluruh bumbu gulai instan dimasukkan bersama ½ bagian santan instan yang diencerkan dengan air hingga mendidih. Santan kental ½ bagian (tidak diencerkan) dimasukkan ke dalam adonan gulai dan dimasak hingga matang sambil diaduk, hingga volume air menjadi 1/8 volume awal. Proses pembuatan gulai daging sapi berlemak ditambah jeroan dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Daging sapi berlemak (bagian knuckle) + jeroan (paru, hati, limpa, usus) dipotong-potong dan dibersihkan dibawah air mengalir direbus dalam panci/wajan berisi air volume air rebusan menjadi 2/3 bagian Santan kental (½ bagian) Bumbu gulai instan dan ½ bagian santan mendidih instan yang gulai daging sapi berlemak + jeroan (volume air menjadi 1/8 bagian) Gambar 5. Tahapan Proses Pembuatan Gulai Daging Sapi dan Jeroan 25 Penyusunan dan Pembuatan Ransum Hewan Percobaan Tahap penyusunan dan pembuatan ransum hewan percobaan dapat dilihat pada Lampiran 17. Tahap ini dilakukan setelah komponen kimiawi gulai daging sapi hasil analisis proksimat diketahui. Penyusunan komposisi ransum kontrol maupun perlakuan disesuaikan dengan kebutuhan tikus percobaan berdasarkan kebutuhan harian (Lampiran 17). Komposisi ransum kontrol (ransum kasein sebagai sumber protein) dan ransum kontrol (gulai daging sapi dan jeroan) dapat diketahui setelah melalui analisis komposisi kimia (Lampiran 1). Kandungan nutrisi ransum masingmasing perlakuan yang mengacu pada komposisi bahan makanan (Lampiran 5) dari Departemen Kesehatan RI (2001). Tabel di bawah ini menjelaskan komposisi nutrisi harian tikus kontrol (Tabel 7) dan tikus perlakuan (Tabel 8) berdasarkan kebutuhan nutrisi yang harus terpenuhi dari setiap ekor tikus. Tabel 7. Kandungan Nutrisi Ransum Kontrol Sumber Protein Kasein Bahan makanan Protein (%) 7,82 Lemak (%) 0,18 Gross Energy Kasein Bahan Kering (%) 9 Minyak Nabati Campuran Mineral 7,77 4,48 - 7,77 - 70,0854 kal - Selulosa Pati Jagung 1 76,82 4,24 0,077 263,4926 kal Vitamin 1 - - - Jumlah 100 12,06 8.03 333,5807 kal 0,0027 kal Tabel 8. Kandungan Nutrisi Ransum Perlakuan Sumber Protein Daging Sapi dan Jeroan Bahan Kering Protein Lemak Bahan makanan Gross Energy (%) (%) (%) Daging sapi 26 11,91 8,69 53,82 kal Minyak nabati 7,77 - 7,77 69,454 kal Campuran mineral 4,48 - - - Selulosa 1 - - - Pati Jagung 59,75 0,18 - 204,9425 kal Vitamin 1 - - - 100 12,09 8,46 328,2165 kal Jumlah 26 Percobaan inVivo Ransum Perlakuan Tikus sebelum pemberian perlakuan diaklimatisasikan terlebih dahulu yaitu diberi waktu untuk beradaptasi selama 5 hari untuk membiasakan tikus pada lingkungan laboratorium yang digunakan. Selama masa adaptasi, tikus diberi ransum kontrol (sumber protein kasein) dan konsumsi air minum disediakan ad libitum. Langkah selanjutnya adalah penimbangan bobot badan tikus tiap dua hari sekali dan konsumsi ransum setiap hari. Setelah masa adaptasi aklimatisasi diberikan ransum perlakuan selama 20 hari dan air minum juga diberikan ad libitum. Pengambilan Sampel Darah Tahap ini dilakukan setelah habis masa perlakuan, tikus percobaan kemudian dipuasakan selama satu hari dan dilakukan pengambilan sampel darah. Tikus sebelumnya dipingsankan dengan pemberian anestesi, kemudian pengambilan darah dilakukan dengan cara menyedot darah langsung dari jantung tikus menggunakan syringe 2,5 ml. Darah diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung vacuum tainer. kapasitas 10 ml yang sudah mengandung antikoagulan lithium heparin. Sampel darah yang telah terkumpul kemudian diletakkan dalam termos es. Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan dua rancangan, yaitu rancangan acak lengkap (RAL) untuk peubah analisis darah yang meliputi kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL dan indeks atherogenik. Rancangan kedua adalah rancangan acak lengkap dengan metode penarikan anak contoh (subsampling) untuk peubah respon fisiologis, yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung dan suhu tubuh. Perlakuan yang diberikan yaitu pemberian ransum dengan sumber protein yang berbeda, antara kasein (kontrol) dan gulai daging sapi dan jeroan. Ulangan yang digunakan yaitu tikus percobaan sebanyak 7 ekor. Model matematika rancangan acak lengkap (RAL) tahap pertama, rancangannya adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) : 27 Yij = µ + i + ij Keterangan : Yij = Perubahan respon ulangan ke-j karena pengaruh ransum perlakuan ke-i µ = Rataan umum i ij = Pengaruh taraf perlakuan ransum ke-i = Galat percobaan perlakuan ransum ke-i dan ulangan ke-j Rancangan kedua yaitu menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan penarikan anak contoh (subsampling) untuk menganalisis data pengukuran respon fisiologis. Peubah yang diukur meliputi laju pernafasan, suhu tubuh, dan detak jantung tikus percobaan. Rancangan ini meliputi dua perlakuan yaitu perlakuan ransum kontrol (ransum kasein) dan ransum perlakuan (gulai daging sapi dan jeroan), dengan masing-masing perlakuan memiliki tujuh sampel tikus percobaan, dan delapan kali pengulangan (pengukuran respon fisiologis). Model matematikanya adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991) : Yijk = µ + τi + ij + ijk Keterangan : Yijk = Perubahan ulangan respon fisiologis ke-k dalam sampel tikus ke-j yang memperoleh perlakuan ransum ke-i µ = Rataan umum τi = Pengaruh perlakuan ransum ke-i ij = Pengaruh galat sampel tikus ke-j yang memperoleh perlakuan ransum ke-i ijk = Pengaruh galat dari ulangan respon fisiologis ke-k dalam sampel tikus ke-j yang memperoleh perlakuan ransum ke-i Analisis data yang digunakan untuk rancangan percobaan pertama, yaitu Rancangan acak lengkap (RAL) menggunakan ANOVA (Steel dan Torrie, 1991), yang diolah dalam program komputer Minitab 14. Rancangan kedua, yaitu RAL dengan penarikan anak contoh (subsampling), data dianalisis menggunakan ANOVA (Steel dan Torrie, 1991), yang diolah dalam program komputer Microsoft Excel. 28 Peubah yang Diamati Peubah yang diukur dalam penelitian ini terbagi atas tiga bagian, yaitu : (1) analisis kimia produk olahan daging, terdiri dari kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar kolesterol; (2) analisis profil lemak dan kolesterol darah, yang terdiri dari kadar kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, kolesterol LDL, dan indeks atherogenik; serta peubah (3) meliputi respon fisiologis, yaitu laju pernafasan denyut jantung, dan suhu tubuh. Kadar Air Penentuan kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven (AOAC, 1984). Sebanyak 5 g sampel gulai daging sapi dan jeroan ditimbang dalam cawan logam yang berat keringnya telah diketahui sebelumnya. Cawan beserta isinya dipanaskan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 12 jam. Sampel kemudian didinginkan hingga beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan persamaan : Berat cawan a (g) – Berat cawan b (g) Kadar air % = X 100% Berat cawan a (g) Keterangan : (1) berat cawan a = berat cawan + sampel awal (2) berat cawan b = berat cawan + sampel yang dikeringkan Kadar Protein Kadar protein diukur dengan menggunakan metode Kjeldahl (AOAC, 1984). Sampel gulai daging sapi ditambah jeroan sebanyak 0,3 g (X) dimasukkan ke dalam labu Kjehdal, kemudian ditambahkan katalis dan H2SO4 pekat 25 ml. Campuran dipanaskan di atas bunsen, kemudian didekstruksi hingga jernih dan berwarna hijau kekuningan. Labu dekstruksi didinginkan dan larutan dimasukkan dalam labu penyulingan serta diencerkan dengan 300 ml air yang bebas N, kemudian ditambah batu didih dan NaOH 33%. Labu penyuling dipasang dengan sangat cepat pada alat penyuling hingga 2/3 cairan dalam labu penyuling menguap dan ditangkap oleh larutan H2SO4 berindikator dalam labu Erlenmeyer. Kelebihan H2SO4 dalam labu Erlenmeyer dititar dengan NaOH 0,3 N (Z ml) sampai terjadi perubahan warna menjadi biru kehijauan lalu dibandingkan dengan titar blanko (Y ml). Kadar protein dihitung dengan rumus : 29 (Y-Z) x 0,014 x titar NaOH x 6,25 Kadar protein kasar = x 100% X Kadar Lemak Kadar lemak ditentukan dengan metode Soxhlet (AOAC, 1984). Labu yang akan digunakan dikeringkan dalam oven, kemudian didinginkan dalam indikator dan ditimbang beratnya. Gulai daging sebanyak 5 g sapi ditambah jeroan dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet. Alat kondenser diletakkan di bawahnya. Pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak secukupnya. Pelarut lemak didestilasi dan ditampung kembali. Abu lemak yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105ºC hingga beratnya konstan, dan didinginkan dalam desikator. Labu beserta lemaknya ditimbang, kadar lemak dapat dihitung dengan rumus : Berat lemak (g) Kadar lemak (% BB) = x 100% Berat sampel (g) Kadar Abu Sampel gulai daging sapi sebanyak 5 g ditempatkan dalam cawan porselin yang telah diketahui beratnya, kemudian diangkat dan dipijarkan pada suhu 600ºC selama 4 jam, hingga beratnya konstan. Kadar abu dihitung dengan persamaan : Berat abu (g) Kadar abu (%BB) = x 100% Berat sampel (g) Kadar Kolesterol (Metode Lieberman – Buchards) Analisis kadar kolesterol daging gulai menggunakan metode Lieberman– Buchards (Herpandi, 2005). Sebanyak 0,1 g sampel gulai daging sapi dimasukkan dalam tabung sentrifuse dan ditambahkan 8 ml alkohol : heksan (8:1) lalu aduk sampai homogen. Pengaduk dibilas dengan 2 ml larutan alkohol : heksan (2:1) kemudian di sentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Supernatan dituangkan kedalam gelas piala untuk diuapkan di penangas air. Residu yang tersisa diuapkan dengan kloroform sedikit demi sedikit sambil dituangkan dalam tabung berskala sampai volume 5 ml, kemudian ditambahkan 2 ml acetic anhidrid, 0,2 ml H2S04 pekat, lalu di kocok dengan alat vorteks dan dibiarkan ditempat gelap selama 30 25 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada 550 nm. Perhitungan kadar kolesterol dilakukan dengan rumus : Absorbansi contoh x konsentrasi standar Absorbansi standar Kadar kolesterol (mg/dl) = Bobot sampel Pengamatan Respon Fisiologis Pengamatan respon fiologis dilakukan setelah hewan percobaan makan atau pada waktu pagi hari. Peubah yang diamati dalam pengamatan respon fisiologis (Gambar 6), meliputi: laju pernafasan, detak jantung, dan suhu tubuh. Pengamatan laju pernafasan dan detak jantung dilakukan dengan menempelkan jari tangan masing-masing pada diafragma dan dada sebelah kiri. Suhu tubuh diukur dengan memasukkan termometer digital pada bagian rektal tikus, angka yang terlihat selanjutnya pada termometer menunjukkan suhu tubuh hewan percobaan. (a) (b) (c) Keterangan : (a) Pengukuran Laju Pernafasan (b) Pengukuran Detak Jantung (c) Pengukuran Suhu Tubuh Gambar 6. Pengamatan Respon Fisiologis Tikus Percobaan Analisis Profil Lemak dan Kolesterol Darah Analisis kadar kolesterol, HDL, LDL dan trigliserida darah menggunakan alat automated clinical analyzer TRX-7010. Alat tersebut menganalisis sampel secara otomatis, data analisis akan keluar dalam data print out. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan mencampurkan reagen dengan sampel lalu dibaca absorbansinya. Alat ini bekerja mulai dari persiapan sampai akhir perhitungan secara otomatis menggunakan 31 program komputer. Prinsip dasar analisis trigliserida, kolesterol, HDL dan LDL darah pada alat automated clinical analyzer TRX-7010 sama seperti yang dilakukan Sihombing (2003). Darah disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit. Plasma yang terpisah dari serum diambil dengan menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam tabung Evendorf lalu ditutup. Kadar Kolesterol Total (Rodriguez et al., 2000). Metode pengukuran dilakukan dengan cholesterol oxidase phenol amino phenazone (CHOD-PAP). Sebanyak 10 µl sampel plasma darah dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 1 ml larutan reagen. Reagen yang digunakan berasal dari cholesterol assay kit, DiaLINE diagnostic systems. Larutan buffer pH 6.7, chloro-4-phenol 5 mmol/l, dan beberapa enzim yang terdiri atas cholesterol oxydase 50 U/l, peroxidase 3 kU/l, cholesterol esterase 200 U/l, dan 4-aminophenazone 0,3 mmol/l. Sebagai blanko juga digunakan 1,00 ml larutan reagen. Larutan campuran lalu divorteks, dan diinkubasi selama 20 menit (20-25 °C) atau 10 menit (37°C). Absorbansi larutan dibaca pada 546 nm. Penghitungan dilakukan melalui rumus dibawah ini: Konsentrasi (mg/dl) = 900 × A sampel Kadar Trigliserida (Rodriguez et al., 2000). Metode pengukuran dilakukan dengan enzymatic colorimetric test GPO-PAP. Sebanyak 10 µl sampel plasma dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 1,00 ml larutan reagen, lalu divorteks. Reagen yang digunakan berasal dari triglycerides assay kit, DiaLINE diagnostic system. Reagen tersebut terdiri dari larutan glycerol phosphate oxidase(GPO), buffer Ph 7.2, 4-chlorophenol 4 mmol/l, enzim glycerol kinase (GK) 9,5 kU/l, peroxidase 2 kU/l, lipoprotein lipase 2 kU/l, dan 4-aminophenazone 0,5 mmol/l. Sebagia blanko digunakan 1,00 ml reagen. Larutan diinkubasi selama 20 menit (20-25 °C) atau 10 menit (37°C). Absorbansi larutan dibaca pada 546 nm. Penghitungan dilakukan melalui rumus dibawah ini: Konsentrasi (mg/dl) = 1150 × A sampel Kadar Kolesterol HDL (Rodriguez et al., 2000). Metode pengukuran dilakukan menggunakan HDL test kit (Daiichi Pure Chemicals Co., Ltd) menurut. Sebanyak 3,0 µl sampel plasma dimasukkan kedalam tabung dan ditambahkan 300 µl larutan reagen lalu divorteks. Reagen tersebut terdiri atas DSBmT (N,N-bis (4-sulfobutyl)- 32 m-garam toluidine disodium) 0,5 mmol/l, cholesterol oxidase 1,0 IU/l, dan 4aminoantipyrine 1,0 mmol/l. Sebagian blanko digunakan 1,00 ml reagen. Larutan diinkubasi selama 5 menit (37°C). Absorbansi larutan dibaca pada 600 nm. Kadar Kolesterol LDL (Matsubara et al., 2002). Kadar kolesterol LDL (k-LDL) dihitung secara langsung menggunakan persamaan Friedwald : k-LDL (mg/dl) = kolesterol total (mg/dl) – k-HDL (mg/dl) - trigliserida (mg/dl) 5 Indeks Atherogenik (Matsubara et al., 2002). Perhitungan indeks atherogenik (IA) dilakukan dengan menggunakan persamaan : Indeks Aterogenik (IA) = (Kolesterol Total – Kolesterol HDL) / Kolesterol HDL 33 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum dan Pertumbuhan Tikus Wistar selama Percobaan Konsumsi ransum merupakan banyaknya zat makanan atau pakan yang dimasukkan (food intake) dan kemudian terjadi proses metabolisme dalam tubuh dan diserap dalam tubuh untuk dijadikan sebagai keperluan biologis dan cadangan energi tubuh. Peubah statistik tentang tikus percoban dijelaskan dalam Tabel 9 berikut. Tabel 9. Bobot, Kenaikan Bobot Badan dan Tingkat Konsumsi Nutrisi Tikus Percobaan Peubah Bobot Awal (g) Ransum Kontrol Ransum Perlakuan 41 ± 3,6 61 ± 3,3 85 ± 10,3 147B ± 16,6 107 143 11,6 ± 3,9 15,8 ± 4,1 Konsumsi Lemak (g/hari) 0,56 0,79 Konsumsi Protein (g/hari) 1,17 1,58 Bobot Akhir (g) A Kenaikan Bobot Badan (%) Konsumsi Ransum BK (g/hari) Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01) Kenaikan bobot badan tikus yang diberi ransum kontrol (107%) lebih rendah dibandingkan kelompok tikus yang diberi ransum perlakuan mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan (143%) sebagai sumber protein. Nilai kenaikan bobot badan akhir antara tikus yang diberi ransum mengandung protein kasein (sebesar 85 ± 10,3 g) dan tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan (sebesar 147 ± 16,6 g) menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini dapat dipicu oleh faktor perbedaan bobot badan awal tikus yang diberi ransum protein kasein dan tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memiliki selisih sebesar 20 g. Kisaran bobot badan tikus tersebut diperkirakan masih berada dalam masa pertumbuhan. Sebagaimana yang diterangkan oleh Smith dan Mangkoewidjojo (1988), bahwa umumnya bobot badan tikus pada umur empat minggu adalah 35–40 g, dan bobot dewasa rata-rata 200-250 g. Umur dewasa tikus adalah 40–60 hari, sehingga umur tikus percobaan yang dipakai pada penelitian ini hingga berakhirnya masa percobaan (± 60 hari), masih dalam fase menuju dewasa. Tingginya bobot akhir yang diperoleh dalam penelian ini mengindikasikan bahwa tikus masih berada dalam fase produksi ekonomis, yaitu umur 1 tahun (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Pertambahan berat badan sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi sebagian besar akan digunakan untuk pertumbuhan otot tikus pada masa pertumbuhan. Pertambahan berat badan ini sangat stabil karena didukung oleh faktor lingkungan dan manajemen pemeliharaan yang baik. Gulai daging sapi yang ditambah jeroan merupakan produk olahan yang memiliki gizi dan aroma tinggi karena kandungan asam lemak yang dapat meningkatkan selera konsumsi hewan percobaan. Aroma merupakan faktor penting dalam hal penerimaan konsumen terhadap bahan makanan (Meissinger et al., 2006). Aroma merupakan faktor sensoris penting yang berpengaruh terhadap palatabilitas daging. Bumbu- bumbu siap saji yang terdapat di dalam bumbu siap saji memiliki bahan bawang putih, rempah-rempah dan bawang merah serta santan kara yang ditambahkan berperan serta meningkatkan nilai palatabilitas produk tersebut. Penambahan bawang putih, bawang merah dan garam turut meningkatkan palatabilitas produk. Menurut Krysztofiak (2005), penambahan bumbu selain meningkatkan pengaruh sensoris, juga dapat meningkatkan nutrisi dan daya simpan produk. Konsumsi lemak dan protein lebih tinggi dibandingkan dengan tikus kontrol. Hal ini dipicu oleh palatabilitas tinggi terhadap daging sapi ditambah jeroan karena gulai merupakan produk olahan yang memiliki rasa yang khas. Gulai memiliki keunikan karena berwarna kuning yang disebabkan oleh filtrat dari kunyit dan campuran rempah-rempah (seasonings). Pembuatan gulai dilakukan dengan melakukan penambahan bahan-bahan bumbu (seasonings) serta penambahan santan (Bahar, 2002). Respon Fisiologis Tikus Wistar (Laju Pernafasan, Denyut Jantung dan Suhu Tubuh) Respon fisiologis merupakan suatu fungsi fisiologis dari hewan yang menjadi satu kesatuan untuk mempertahankan kondisi dari pengaruh lingkungan luar yang masuk. Hasil analisis ragam respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung dan suhu tubuh tikus yang diberi konsumsi ransum yang mengandung gulai daging sapi dan jeroan tidak berbeda nyata ( P > 0,05 ) dibandingkan tikus kontrol berdasarkan pada Tabel 10. 35 Tabel 10. Hasil Pengukuran Respon Fisiologis Tikus Percobaan Peubah Respon Fisiologis Kelompok Tikus Kontrol Kelompok Tikus Perlakuan Laju Pernafasan ( /menit) 148,9 ± 20,60 144,1 ± 18,31 Denyut Jantung ( /menit) 211,5 ± 27,99 220,3 ± 19,34 35,7 ± 0,82 35,9 ± 0,70 Suhu Tubuh (oC) Laju Pernafasan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan sebagai sumber protein memiliki laju pernafasan sebesar 144,1 ± 18,31 kali per menit. Hal ini tidak berbeda nyata dengan laju pernafasan tikus kontrol sebagaimana yang ditunjukkan pada Tabel 10. Laju pernafasan normal pada tikus adalah sebesar 71146 kali/menit (Margi, 2005), sehingga nilai rata-rata laju pernafasan kontrol (148,9 ± 20,60 per menit) dan tikus perlakuan (144,1 ± 18,31 per menit) yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan masih berada pada kisaran normal. Menurut Frandson (1992) bahwa laju pernafasan yang normal berhubungan dengan konsumsi oksigen basal yang normal dari miokardium jantung. Respirasi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Kedua kelompok tikus perlakuan yang ditempatkan pada posisi ruangan dan suhu lingkungan yang sama mengalami perubahan respirasi yang relatif sama apabila suhu lingkungan sekitar juga stabil. Data biologis tikus terhadap frekuensi laju pernafasan tikus normal, yaitu 65-115/menit (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Suhu lingkungan yang berubah akan berpengaruh terhadap frekuensi pernafasan. Konsumsi ransum juga dapat memberikan mekanisme umpan balik dalam proses pelepasan karbondioksida sebagai pelepas kalor yang diproduksi oleh tubuh. Ransum perlakuan dapat memberikan hasil metabolisme tubuh berupa energi dalam bentuk kalor, karbondioksida, dan uap air yang terbuang sebagian melalui sistem respirasi. Jumlah energi yang rendah dalam ransum perlakuan, menyebabkan tikus perlakuan tidak membutuhkan lebih banyak respirasi untuk membuang kelebihan energi berupa kalor. 36 Konsumsi daging sapi dan jeroan dalam hal ini tidak menyebabkan laju pernafasan menjadi lebih tinggi. Hasil ini dapat diasumsikan bahwa, asupan makanan harus selalu cukup dan terpenuhi untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh dan juga tidak boleh berlebihan sehingga tidak menyebabkan obesitas (Guyton dan Hall, 1997). Konsumsi makanan yang berlebihan dapat menyebabkan metabolisme oksigen dan berbagai nutrien yang bercampur dengan oksigen untuk melepaskan energi, sehingga dalam kondisi ini akan menyebabkan seluruh organ tubuh akan bekerja lebih besar untuk menstabilkan keadaan normal tubuh. Sistem pernafasan terutama berfungsi untuk mengangkut O2 dan CO2 antara lingkungan dan jaringan, dan konsumsi O2 dan produksi CO2 tergantung tingkat metabolismenya dan aktivitas hewan percobaan tersebut (Cunningham, 1997). Denyut Jantung Rataan frekuensi denyut jantung antara tikus kontrol (ransum kasein) dan tikus perlakuan (daging sapi ditambah jeroan) tidak berbeda nyata. Frekuensi denyut jantung tikus kontrol (211,5 ± 27,99 per menit) dan tikus perlakuan (220,3 ± 19,34 per menit) seperti yang terdapat dalam Tabel 10, lebih lambat dibandingkan normal, yaitu berkisar antara 250-450 denyut per menit (Malole dan Pramono, 1989) atau 313-493 denyut per menit (Sirois, 2005). Hal ini sejalan juga menurut Alemany et al. (2006), bahwa tikus yang berumur ± 17 minggu dengan bobot badan berkisar antara 250-3000 g adalah sebanyak 250-350 denyut per menit. Jumlah frekuensi denyut jantung yang berbeda ini diasumsikan bisa disebabkan oleh adanya perbedaan umur, suhu lingkungan, dan bobot badan tikus percobaan. Frekuensi denyut jantung diperkirakan dipengaruhi juga oleh kecernaan energi dari ransum yang dikonsumsi. Peningkatan denyut jantung merupakan respon dari tubuh hewan untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Siagian, 2005), sehingga makin panas lingkungan maka makin cepat pula denyut jantung untuk menyebarkan panas ke bagian tubuh yang lebih dingin. Denyut jantung juga dipengaruhi oleh ada tidaknya hambatan pada pembuluh darah berupa penumpukan flak atau metabolisme yang terganggu yang dapat menghambat jalannya darah keseluruh tubuh. Frekuensi denyut jantung tikus yang diberikan ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan tidak berbeda nyata 37 dengan denyut jantung tikus kontrol, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pembuluh darah kedua kelompok tikus perlakuan tidak terdapat adanya penumpukan flak dan kandungan lipida yang terkandung dalam darah atau salauran darah sehingga kondisi frekuensi denyut jantung dalam batas ini masih dalam batas yang aman. Hal ini berdampak terhadap hasil kerja jantung yang memberikan hasil negatif terhadap timbulnya frekuensi denyut jantung tikus yang diberikan ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan yang melebihi batas ambang normal. Hal ini mengindikasikan bahwa frekuensi denyut jantung tikus tersebut masih normal. Darah berperan dalam pengangkutan komposisi kimia metabolisme seperti oksigen, glukosa, asam amino, asam lemak dan berbagai jenis lipida, yang dibutuhkan oleh setiap sel dalam tubuh (Cunningham, 1997). Kesimpulan dari hasil pengamatan terhadap denyut jantung bahwa, jika darah yang dipompakan semakin banyak maka frekuensi denyut jantung akan semakin tinggi pula. Suhu Tubuh Hasil uji statistika terhadap suhu tubuh menunjukkan bahwa tikus perlakuan yang memperoleh ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memberikan hasil tidak berbeda nyata dengan laju pernafasan tikus kontrol. Hasil pengukuran suhu tubuh yang tersaji dalam Tabel 10, menunjukkan suhu tubuh tikus kontrol (35,7 ± 0,82 oC) dan perlakuan (35,9 ± 0,70 oC) lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh tikus normal (37,7oC) (Sirois, 2005). Hasil Pengukuran yang didapat menandakan bahwa suhu tubuh tikus percobaan tersebut masih berada dalam kisaran suhu tubuh normal yaitu 35,9-39 oC (rata-rata 37,5oC) (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988; Malole dan Pramono, 1989). Tikus merupakan salah satu hewan mamalia berdarah panas (homeotermik) sehingga mempunyai sistem pertahanan suhu tubuhnya atau disebut juga dengan homeostatis. Sistem homeostasis berfungsi untuk mengendalikan diri (panas) tubuh sehingga tercapai keseimbangan dalam tubuh. Sistem homeostasis menurut Siagian (2005), menjelaskan bahwa dipertahankan oleh berbagai proses pengaturan yang melibatkan semua organ tubuh melalui pengaturan keseimbangan yang sangat halus namun bersifat dinamis. Hewan dalam mempertahankan dan menyeimbangkan regulasi suhu tubuh berprinsif pada pengaturan produksi dan pembuangan panas. Sistem homeostatis ini akan menstabilkan suhu tubuh, sehingga tubuh berada dalam 38 kondisi normal. Suhu tubuh tikus yang tertera pada Tabel 10 di atas menunjukkan kondisi suhu tubuh yang masih stabil karena adanya sistem kendali internal tikus tersebut yang disebut juga dengan sistem homeostatis. Konsumsi ransum sebagai bahan makanan yang mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan menunjukkan tidak terdapat adanya pengaruh yang nyata terhadap suhu tubuh tikus percobaan. Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada bagian rektum tikus percobaan. Tikus percobaan dikondisikan seragam, yaitu dalam ruangan yang sama, galur yang sama, umur yang sama, bobot yang sama (maksimal perbedaan yaitu 15 g) serta pemberian ransum antara kontrol dan perlakuan dengan komposisi kebutuhan nutrisi yang terpenuhi. Mekanisme ini dilakukan untuk mengurangi pengaruh bias faktor eksternal terhadap respon fisiologis. Kondisi suhu lingkungan percobaan tidak mempengaruhi respon terhadap suhu tubuh tikus percobaan. Suhu lingkungan percobaan berkisar antara 26-30 oC, dan masih berada dalam kondisi suhu kandang yang ideal yaitu berkisar antara 18-27 °C (Malole dan Pramono, 1989), sehingga bias suhu lingkungan terhadap respon suhu tubuh dapat ditekan. Hal ini disesuaikan dengan pendapat Cunningham (1997) yang menyatakan bahwa, hewan memperoleh panas dari lingkungan ketika suhu lingkungan melebihi tubuhnya. Panas yang diproduksi oleh adanya faktor proses metabolisme tikus percobaan tidak berdampak terhadap perubahan suhu tubuh secara signifikan. Hal ini diasumsikan bahwa pengaruh metabolisme lemak dalam gulai daging sapi ditambah jeroan menghasilkan laju pembentukan panas dan laju kehilangan panas dari dalam tubuh. Seluruh energi makanan dapat dikonversi ke dalam panas dan diradiasi ke dalam udara (Cunningham, 1997). Konversi energi dari makanan untuk menghasilkan panas terjadi, baik selama proses metabolisme maupun selama beraktivitas. Panas yang dihasilkan ini harus selalu dikeluarkan dari tubuh ke lingkungan jika suhu tubuh tetap atau konstan. Profil Lemak dan Kolesterol Darah (Trigliserida, Kolesterol Total, Kolesterol HDL dan Kolesterol LDL) Hasil analisis statistik profil lemak dan kolesterol darah terhadap kadar kolesterol total darah, kolesterol LDL, kolesterol HDL, kadar trigliserida dan indeks atherogenik seperti yang digambarkan Tabel 11. Hasil analisis ragam dari kelima 39 peubah profil lemak dan kolesterol darah tersebut menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara grup tikus perlakuan yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan, dengan kelompok tikus percobaan yang diberi ransum kontrol berupa protein kasein. Tabel 11. Profil Lemak dan Kolesterol Darah Tikus Percobaan Peubah Profil Lemak Darah Kadar Kolesterol Total (mg/dl) Kelompok Ransum Kontrol Kelompok Ransum Perlakuan 107 ± 8 90,7 ± 19,14 70,7 ± 29,9 117,3b ± 9,1 Kadar Kolesterol HDL (mg/dl) 38,3 ± 4,9 37,3 ± 1,53 Kadar Kolesterol LDL (mg/dl) 54,5 ± 7,5 29,9 ± 18,79 Indeks Atherogenik 1,8 ± 0,23 1,4 ±0,42 Trigliserida (mg/dl) a Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) Kadar Kolesterol Total Tikus Percobaan Kolesterol yang terdapat di dalam serum darah berasal dari makanan (eksogen) dan dari hasil sintesis dalam tubuh (endogen). Total kolestrol yang terdapat pada kelompok ransum perlakuan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan (90,7 ± 19,14 mg/dl). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar kolesterol ini masih berada dalam batas normal sebagaimana yang disebutkan oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa kadar kolesterol tikus adalah sebesar 40-130 mg/dl. Malole dan Pramono (1989) menambahkan lagi, bahwa gulai daging sapi dan jeroan memberikan pengaruh terhadap peningkatan total kolesterol darah tikus percobaan, namun peningkatannya tidak signifikan dan masih bisa ditolerir sehingga kadar kolesterol ini tidak membahayakan tubuh dan tidak berindikasi terhadap pemicu penyakit jantung dan pembuluh darah (atherosklerosis). Menurut Nakai dan Modler (2000), bahwa fraksi protein yang terdapat dalam daging paralel dengan hidrofobisitasnya. Fraksi protein mempunyai kemampuan yang kuat untuk berikatan dengan sterol seperti asam empedu karena hidrofobisitasnya yang tinggi. Ikatan peptida dan asam empedu ini dibuang melalui feses tanpa direabsorbsi ke dalam usus halus sehingga kadar kolesterol menurun (Nakai dan Modler, 2000). 40 Menurut Russel (2007), bahwa kolesterol dalam darah dapat meningkat bila jumlah kolesterol yang berasal dari bahan pangan lebih besar daripada yang dihasilkan oleh tubuh. Perlakuan terhadap tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan didapatkan kolesterol lebih tinggi dibandingkan tikus kontrol karena tikus kontrol tidak mengandung kolesterol yang diberikan hanya protein kasein. Hal ini mengindikasikan bahwa tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tersebut akan menurunkan sintesis kolesterol di dalam tubuh karena adanya aktivitas dan umur tikus yang masih dalam fase pertumbuhan. Aktivitas dan sifat agresivitas tikus percobaan ini dapat juga mempengaruhi kadar kolesterol total karena banyaknya gerakan dapat mereduksi dan membakar lemak yang terdapat dalam tikus tersebut. Perlakuan dengan gulai daging sapi dan jeroan yang digunakan merupakan suatu kesatuan olahan daging dan bumbu. Bumbu yang digunakan antara lain bawang putih dan kunyit dan beberapa jenis rempah-rempah (lada). Bumbu dengan penambahan Allium sativum (bawang putih) dapat dimanfaatkan untuk mencegah atherosklerosis dengan menurunkan kadar kolesterol darah (Gunawan, 1988). Bawang putih mempunyai zat antioksidan yang dapat mengikat radikal bebas. Bawang putih juga mengandung senyawa allicin. Senyawa tersebut bereaksi dengan darah merah menghasilkan sulfida hidrogen yang meregangkan saluran darah dan membuat darah mudah mengalir. Pramadhia (1988) meyebutkan bahwa Curcuma domestica (kunyit) juga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Konsumsi gulai daging sapi dan jeroan dengan penambahan bumbu-bumbu seperti bawang putih dan kunyit menghasilkan kadar kolesterol darah yang tidak berbeda dengan kelompok tikus kontrol. Menurut Zhao et al. (2004), bahwa diet tinggi asam lemak tak jenuh ganda memberikan pengaruh kardioprotektif atau melindungi kesehatan jantung, dengan menurunkan kadar lipida dan tingkat lipoprotein. Bahan dasar lain yang berindikasi menghambat peningkatan kolesterol total adalah santan kelapa (coconut milk) yang ditambahkan dalam proses pengolahan daging sapi ditambah jeroan. Santan kelapa (coconut milk) yang dibuat dengan cara mengekstrak parutan kelapa sehingga kandungan air serta lemak nabati yang terkandung di dalamnya akan terekstrak 41 keluar. Lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Winarno, 1992). Proses pengolahan daging dan bumbu-bumbu gulai menjadi produk olahan (gulai) dilakukan dengan api sedang, yang bertujuan menghindari kandungan asam lemak tak jenuh dalam produk olahan berubah menjadi asam lemak trans maupun asam lemak jenuh, yang apabila dikonsumsi akan berpotensi meningkatkan kadar kolesterol darah. Penelitian Dorfman et al. (2004) menyatakan, bahwa asam lemak trans memiliki pengaruh buruk terhadap profil lipoprotein manusia, yang ditunjukkan dalam penelitian pengaruh asam lemak jenuh dan tak jenuh yang diujikan menggunakan hamster. Keberadaan lemak terhidrogenasi (asam lemak trans) pada manusia, diperkirakan lebih bersifat merugikan dibandingkan lemak jenuh. Baghurst (2004) menyebutkan, bahwa asam lemak trans merupakan bentuk asam lemak tak jenuh yang memiliki bentuk lurus pada rantai ganda, serta terbentuk akibat proses pengolahan. Berbagai studi mengenai diet yang berhubungan dengan kolesterolemia, Purnamaningsih (2001) mengemukakan, bahwa lemak jenuh akan meningkatkan kolesterol sedangkan lemak tak jenuh akan menurunkannya. Kadar Trigliserida Hasil analisis kadar trigliserida darah tikus disajikan dalam Tabel 11. Kadar trigliserida darah tikus perlakuan (117,3 ± 9,1 mg/dl) lebih tinggi bila dibandingkan dengan tikus kontrol (70,7 mg/dl), berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Bahaudin (2008) terhadap daging domba ditambah jeroan memiliki kadar trigliserida sebesar (77,3 ± 5,03 mg/dl) dan penelitian Rimadianti (2008) terhadap profil lemak darah sate domba (100,0 ± 22,3 mg/dl). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kadar trigliserida tikus kontrol yang diberi ransum protein kasein bila dibandingkan dengan ransum perlakuan. Kadar trigliserida darah ini masih normal walaupun lebih tinggi daripada tikus kontrol. Sebagaimana yang disebutkan oleh Malole dan Pramono (1989), bahwa kadar trigliserida darah tikus percobaan berada dalam kisaran antara 26-145 mg/dl. Tingginya selisih trigliserida antara kelompok ransum kontrol dengan ransum perlakuan dapat diasumsikan, bahwa saat melakukan penelitian awal perlakuan bobot awal rata-rata tikus perlakuan (61 ± 3,3 g) tersebut, lebih tinggi dibandingkan dengan bobot awal rata-rata tikus 42 kontrol (41 ± 3,6 g). Hal ini diindikasikan dapat memberikan efek terhadap laju pertumbuhan dan hasil analisis kadar trigliserida darah. Tingkat pertumbuhan yang tinggi ini (143% ransum perlakuan dan 107% ransum kontrol) yang disajikan dalam Tabel 11, dapat dilihat dari bobot akhir tikus perlakuan (147 ± 16,6 g). Hasil ini lebih besar bila dibandingkan dengan bobot akhir tikus kontrol (85 ± 10,3 g). Kondisi ini dapat mempengaruhi tingkat konsumsi ransum perlakuan menggunakan gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan (15,8 ± 4,1 g/hari ) dan kelompok ransum kontrol menggunakan ransum protein kasein (11,6 ± 3,9 g/hari). Ransum dengan komposisi gulai daging sapi dan jeroan merupakan ransum yang mempunyai kadar trigliserida yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ransum dari produk hasil ternak lainnya (domba dan daging sapi lean). Hal ini dapat memberikan penjelasan, bahwa kadar trigliserida dalam darah dipengaruhi oleh kadar lemak yang dicerna dalam makanan. Konsumsi lemak dapat diduga menyebabkan kadar trigliserida darah antara tikus kontrol dan perlakuan tidak berbeda nyata. Mekanisme konsumsi lemak ransum ini antara lain yaitu, senyawa trigliserida dalam makanan dicerna oleh enzim lipase usus dan selanjutnya kembali diesterifikasi oleh cairan mukosa usus (Hawab et al., 1989). Azain (2004) menjelaskan, bahwa. selama absorbsi lemak, trigliserida yang ada dalam epitel usus akan diekskresikan ke organ limfa dalam bentuk kilomikron dan dalam bentuk inilah lemak ditransfer ke jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Kadar Kolesterol High Density Lipoprotein (k-HDL) Hasil analisis darah terhadap profil kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi/high density lipoprotein (k-HDL) memberikan hasil yang tidak berbeda (P > 0,05) antara tikus yang diberi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan sebagai sumber protein dan tikus kontrol yang diberi protein kasein. Kelompok tikus percobaan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan memiliki kadar k-HDL sebesar 37,3 ± 1,53 mg/dl dan tikus kontrol sebesar 38,3 ± 4,9 mg/dl yang diberi protein kasein. Kadar kolesterol HDL pada serum darah tikus yang normal adalah sebesar 35 mg/dl (Schaefer dan McNamara, 1997). Hasil sidik ragam kelompok perlakuan daging sapi dan jeroan memberikan gambaran bahwa kadar kolesterol HDL lebih tinggi dari kadar kolesterol HDL 43 normal dan memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan. Kadar kolesterol HDL serum darah yang tinggi sangat bermanfaat untuk menurunkan terjadinya resiko aterosklerosis karena kolesterol HDL berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan periferal menuju ke hati, sehingga mencegah terjadinya pengapuran dan plaque akibat kolesterol LDL. Fungsi kolesterol HDL berlawanan dengan kolesterol low density lipoprotein (LDL). Kolesterol LDL berfungsi mengirim kolesterol dari hati keseluruh jaringan tubuh atau jaringan periferal sehingga menimbun kolesterol pada jaringan tersebut dan dapat menyebabkan terjadinya pengapuran pada pembuluh koroner. Peningkatann kolesterol HDL sebesar satu poin dapat menurunkan resiko menderita penyakit jantung koroner sebesar 2-3 %. Lipoprotein densitas tinggi (HDL, high density lipoprotein) penting untuk membersihkan trigliserida dan kolesterol, dan untuk transpor serta metabolisme ester kolesterol dalam plasma. Kolesterol HDL biasanya membawa 20-25 % kolesterol darah. Kadar tinggi HDL2 dan HDL3 dihubungkan dengan penurunan insiden penyakit dan kematian karena aterosklerosis. Sehingga dalam hal ini, konsumsi terhadap daging berlemak ditambah jeroan tidak menimbulkan resiko terhadap terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah sebagaimana yang dikhawatirkan oleh masyarakat. High Density Lipoprotein (HDL) berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang. Kadar HDL berkurang pada penderita obesitas (kegemukan), perokok, penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol dan pada pemakai estrogen-progesti. High density lipoprotein (HDL) secara normal terdapat pada plasma puasa (Suyatna dan Handoko, 2002). Kadar Kolesterol Low Density Lipoprotein (k-LDL) Hasil analisis ragam terhadap kadar kolesterol LDL tikus percobaan dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi ditambah jeroan adalah sebesar 29,9 ± 18,79 mg/dl. Hal ini mengindikasikan, bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan bila dibandingkan dengan tikus kontrol sebesar yang diberi berupa protein kasein. Kadar kolesterol LDL hasil percobaan ini masih normal, yaitu 130 mg/dl (Sihombing, 2003). Hal ini memberikan sebuah keterangan bahwa tikus dengan komposisi ransum mengandung gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tidak memberikan efek positif terhadap resiko terjadinya penyakit jantung dan 44 pembuluh darah dan bemanfaat bagi konsumen yang masih dalam fase pertumbuhan. Anggapan masyarakat terhadap resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah yang selama ini dikhawatirkan tidak terlalu beralasan karena dalam penelitian ini dapat memberikan gambaran bahwa diet menggunakan ransum mengandung daging sapi berlemak yang ditambah jeroan tidak meningkatkan kadar kolesterol low density lipoprotein (k-LDL). Indeks Atherogenik Hasil perhitungan indeks atherogenik disajikan dalam Tabel 11. Indeks atherogenik daging sapi dan jeroan menggambarkan hasil yang tidak berbeda nyata terhadap kemungkinan terjadinya resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini berarti indeks atherogenik tersebut masíh dalam batas aman atau tidak berindikasi terhadap terjadinya resiko penyakit jantung dan pembuluh darah. Indeks atherogenik berkisar antara 1,8 ± 0,23 (untuk tikus kontrol) dan 1,4 ±0,42 (tikus dengan gulai daging sapi berlemak yang ditambah jeroan), sehingga makin kecil nilai indeks atherogenik, maka makin kecil resiko terkena penyakit jantung dan pembuluh darah. Sesuai dengan pernyataan (Sihombing, 2003) bahwa nilai indeks atherogenik ideal untuk laki-laki adalah di bawah 4,5 sedangkan untuk wanita di bawah 4,0. Indeks aterogenik dipengaruhi oleh kolsterol high density lipoprotein (HDL), semakin kecil nilai indeks atherogenik, maka resiko terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah akan semakin kecil. Indeks atherogenik yang rendah mengindikasikan nilai kolesterol HDL yang tinggi (Usoro et al., 2006). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, bahwa nilai kolesterol HDL sebesar 37,3 ± 1,53 mg/dl lebih tinggi dari batas normal, yaitu 35 mg/dl (Schaefer et al., 1997). 45 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pemberian ransum mengandung gulai daging sapi dan jeroan terhadap tikus jantan galur LMR-wistar sebanyak 14 ekor umur 28 hari tidak menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap peningkatan profil lemak darah dan kolesterol yang meliputi kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kolesterol HDL dan kolesterol LDL, serta nilai indeks atherogenik. Pengujian terhadap respon fisiologis yang meliputi laju pernafasan, denyut jantung, dan suhu tubuh, dapat menunjang hasil analisis profil lemak dan kolesterol darah tikus dan tidak memberikan pengaruh terhadap kemungkinan terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah. Saran Perlu penelitian lebih lanjut terhadap profil lemak dan kolesterol darah tikus umur dewasa atau tua untuk melihat kemungkinan terjadinya penyakit jantung dan pembuluh darah terhadap orang tua atau lanjut usia, serta perlu penelitian menggunakan tikus percobaan dari umur muda sampai umur tua melalui pengontrolan secara terus-menerus profil lemak dan kolesterol darah tikus tersebut. UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah, syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan berkah, rahmat, dan ampunan serta karunia Allah SWT. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada pelopor dan reformis umat manusia Rasulullah Muhammad SAW, yang telah membuka kalbu dan mata kita untuk mengenal Islam dengan lebih baik, juga shalawat dan salam kepada keluarga, sahabat, serta umat yang senantiasa mengikuti jejak beliau hingga yaumil akhir. Bakti dan do’a penulis haturkan kepada kedua orang tua Muhammad Khalidin dan Umi Selamah yang penulis kasihi, cintai dan banggakan, serta kehangatan kasih sayangnya yang begitu luar biasa. Kepada kelima saudara: Banta Ibrahim, M. Amin, Anwar Syahadat, Ima Dwitawati dan adikku M. Firdaus terimakasih atas dukungan moral dan materinya. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Tuti Suryati, S.Pt., M.Si. dan Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu dalam penyusunan proposal, penelitian hingga penulisan skripsi. Terimakasih juga kepada Dr. Ir. Rarah R. A. M., DEA. sebagai pembimbing akademik, Ir. Hj. Komariah, M.Si. sebagai dosen pembahas seminar serta kepada Epi Taufik, S.Pt., MPVH. dan Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS. selaku dosen penguji ujian siding skripsi. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan satu tim penelitian Juliansyah Sudrajat, S.Pt., Aziz Bahaudin, S.Pt., Rohmah Retno Wulandari, S.Pt., Etik Piranti, S.Pt. dan Dini Maharani, S.Pt. Kepada teman dan sahabat, Helmi, Rizal, Fatimah Siti, Nisa, Julfikar, Cahyanto, Dudi F., Tito, Abdi R., Saefan J., S.Pt., Salahuddin A., Tofan, S.Pt., Niko, Rizal H., Catur, Zul; Pondok Saroha, Pondok Ramteng/Dahlia dan Pondok Kungfow Chicken (Omin S., Hadan M.) teman Wisma Bijie, serta rekan-rekan Program Studi Teknologi Hasil Ternak yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu, terima kasih telah memberikan berbagai pengalaman kehidupan kepada penulis selama kuliah. Terakhir, penulis ucapkan terimakasih kepada civitas akademika Fakultas Peternakan IPB juga kepada keluarga besar Institut Pertanian Bogor yang telah membuka wawasan dan pengalaman. Bogor, Januari 2009 Penulis DAFTAR PUSTAKA Alemany, O. 2006. Studied on the palatability factors of meat. Journal Japanese Society of Nutrition and Food Science. 59 (1): 39-50. AOAC. 1984. Official Method of Analysis of the Association of Official Analytical Chemists. Agricultural Chemistry, Washington DC. Ardiansyah. 2006.Bawang putih untuk kesehatan. http//www.beritaiptek.com. [11 Juni 2007]. Assmann, G. Gotto, A.M., DPhil Jr, MD. 2004. HDL Cholesterol and protective factors in atherosclerosis (Circulation. 2004; 109: III-8 – III-14). American Heart Association, Inc., New York. Azain, M.J. 2004. Role of fatty acids in adipocyte growth and development. Journal of Animal Science. 2004. 82: 916-924. Badan Standardisasi Nasional. 1998. SNI 01-39476-1995. Daging. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Baghurst, K. 2004. Dietary fat, marbling, and human health. Australian Journal of Experimental Agriculture. 44: 635-644. http://www.publish.csiro.au [11 April 2008]. Bahaudin, A. 2008. Profil lemak darah dan respon fisiologis tikus putih yang diberi pakan gulai daging domba dengan penambahan peroan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahar, B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Cunningham, J.G. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. 2nd Edition. W.B. Saunders Company, United States of America. Darwis, D.N. 1991. Tumbuhan Obat Famili Zingiberaceae. Puslitbang Tanaman Industri, Bogor. Departemen Kesehatan RI. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor. Dorfman, S.E., S. Wang, S.V Lopez, M. Jauhiainen, dan H. Lichtenstein. 2004. Dietary fatty acids and cholesterol differentially modulate HDL cholesterol metabolism in Golden-Syrian hamsters. Journal of Nutrition. 135 (3): 492 – 497. De Almeida, J.C., M.S. Perassolo, J. L. Camargo, N. Bragagnolo and J.L. Gross. 2006. Fatty acid composition and cholesterol content of beef and chicken meat in Southern Brazil. Revista Brasileira de Ciencias Farmaceuticas. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences. 42: 109-117. Departemen Kesehatan RI. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor. Farrel. 1990. Spices, Condiment and Seasonings. On AVI Book, Von Nostrand Reinhold, New York. Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan: Srigandono, B dan K. Praseno. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Ganong, W.F. 1976. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Terjemahan: A. Dharma. Editor: Sutarman. CV EGC Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Ganong, W.F. 1995. Fisiologi Kedokteran. Edisis 14. Terjemahan: P. Andrianto. Editor: J. Oswari. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Gunawan, N., 1988. Pengaruh Campuran Ekstrak Bawang Putih dan Daun Beluntas terhadap Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih. Fakultas Farmasi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. http://www.intisari.com [5 Januari 2008]. Guyton A.C., Hall J.E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Setiawan I., Ken A.T, Alex S., Terjemahan: Setiawan S. Editor. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Hambali, E., Fatmawati dan R. Permanik. 2005. Membuat Aneka Bumbu Instan Kering. Penebar Swadaya, Jakarta. Hawab, M., M. Bintang dan E. Kustaman. 1989. Biokimia Lanjutan. Penuntun Praktikum. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herpandi. 2005. Aktivitas Hipokolesterolemik Tepung Rumput Laut pada Tikus Hiperkolesterolemia. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jae, K. W. 2003. Kolesterol. copyright: Yayasan Jantung Indonesia. Kloppenburg-Versteegh, J. 1988. Petunjuk Lengkap Mengenai Tanam-tanaman di Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisional (Kunir atau Kunyit-Curcuma domestica Val.). Jilid 1: bagian Botani,Yogyakarta. Komariah. 1997. Kandungan asam lemak, kholesterol dan energi daging sapi Bali, Peranakan Ongole dan Kerbau pada berbagai tingkat umur. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Edisi 5. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi dan Yudha A. Universitas Indonesia Press, jakarta. Linder., M. C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Terjemahan: Aminuddin Parakkasi dan A.Y. Amwila. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Li D., S. Siriamornpun, M.L. Wahlqvist, N.J. Mann, and A.J. Sinclair. 2005. Lean meat and heart health. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrion. 14 (2): 113119. Malole, M.B.M., dan C.S.U. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan di Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. 49 Margi, S. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principles and Procedures. Elsevier Mosby, United States of America. Matsubara, M., H. Chiba, S. Maruoka dan S. Katayose. 2002. Elevated serum lipid concentrations in women with hyperuricemia. Journal of Atherosclerosis. Thromb. 9(1): 28-34. Mayes, P.A. 1996. Lipid transport and storage. Dalam: Murry R.K., D.K. Granner., P.A. Mayes., dan V.W. Rodwell (eds). Harper’s Biochemistry. PrenticeHall International lnc., London. Meisinger, J. L., J. M. James and C. R. Calkins. 2006. Flavor relationships among muscles from the beef chuck and round. Journal of Animal Science. 84: 2826-2833. Montgomery, R., R. L. Dryer, T. W. Conway, dan A. S. Spector. 1993. Biokimia : Suatu Pendekatan Berorientasi Kasus. Jilid 2, Edisi Keempat. Terjemahan M. Ismadi. Gadjah Mada Univerity Press, Yogyakarta. Muchtadi, D. 1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Petunjuk Laboratorium. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Nakai, S. Dan Modler, H. W. 2000. Food Protein Processing Aplications. WileyVch, Toronto. National Academy of Science. 1978. Nutrient requirement of domestic animal. Nutrient Requirements of Laboratory Animal. 3rd Edition. National Academy of Science. Washington, D.C. National Heart Lung and Blood Institute. 2006. High blood cholesterol, what is cholesterol?. http://www.americanheart.org [5 Januari 2008]. Nicholl, L. 1976. Ilmu Gizi dan Ilmu Diet di Daerah Tropik. Terjemahan: Sediaoetama, A.D. PN Balai Pustaka, Jakarta. Packard R.R.S. dan P. Libby. 2008. Inflammation in atherosclerosis from vascular biology to biomarker discovery and risk prediction. Clinical Chemistry. 54 24-38. http://www.clinicalchemistry.org [11 April 2008]. Palupi, N.S. 1995. Mempelajari aspek pengolahan bumbu mie instan terhadap ketersediaan besi in vitro. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Paul, A.A. dan, D.A.T. Squthgate. 1978. The Composition of Food. 4th Editions. McCance dan Widdowson, London. Pilliang, W.G. dan S.D.A. Haj. 2006. Fisiologi Nutrisi. Volume 1. IPB Press, Bogor. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Pramadhia B., 1988. Pengaruh kurkuminoid dari temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap kolesterol total, trigliserida, HDL-kolesterol darah kelinci dalam keadaan hiperlipidemia. Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran Bandung, Bandung. http//www.intisari.com [5 Januari 2008]. 50 Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Penerbit BPFE, Yogyakarta. http://www.rizkibuku.com [20 Januari 2009]. Price, J.F. dan B.S. Schweigert. 1971. The Science of Meat and Meat Products.W.H. Freedman and Company, San Francisco. Purnamaningsih, H., H. Wuryastuti, dan S. Raharjo .2001. Pengaruh pemberian ransum tinggi kolesterol dan/atau tinggi lemak terhadap kadar kolesterol plasma pada tikus Sprague dawley. Jurnal Sain Veteriner. 19 (1): 34-38. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rimadianti. D. M. A. 2008. Profil trigliserida dan kolesterol darah tikus dengan pemberian pakan sate domba dan pakan kontrol. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Robinson, R. 1979. Taxonomi and Genetics. In: H.J. Baker, J.R. Lindsey dan S.H. Weisborth. (Eds). The Laboratory Rat. Academic Press. London. 2nd Editions. W.H. Freeman and Co., San Fransisco. Rodriguez, E., M. Gonzales, B. Caride, K.A. Lamas and M.C. Taboada. 2000. Nutritional value of Holothuria forskali protein and effect on serum lipid profile in rats. Journal of Phisiological Biochemistry. 56 (1): 39-44. Rokayah, N. 2001. Pengaruh penambahan garam, gula dan cara sterilisasi terhadap bumbu masak siap pakai. Skripsi. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rukmono, J.T. 2007. Penyakit degeneratif tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan. Infokom. http://www.pemerintahkotasemarang.go.id. [11 Desember 2008]. Russel, M. 2007. What you might not know about http://www.cholesterolguide-to.com [10 Agustus 2007]. cholesterol. Sakuntal. 1987. Kadar dan total kolesterol daging domba dan kambing pada umur yang berbeda. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Seman, D.J. and J.M. McKenxie-Parnell. 1989. The Nutritive Value of Meat as Food. In: Meat Production and Processing, New Zealand Society of Animal Production (Inc.), New Zealand. Schaefer, E.J. dan J. McNamara. 1997. Overview of The Diagnosis and Treatment of Lipid Disorders. Dalam: Rifai N., Warnivk G.R., Dominiczak M.H. eds. Handbook of Lipoprotein Testing. Washington: AACC Press Shahidi, F. 1998. Flavour of Meat Product and Seafood. Blackie Academic and Professional, New York. Siagian, M. 2005. Homeostasis keseimbangan yang halus dan dinamis. Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. http://www. detik.com [18 Pebruari 2008]. Sihombing, A.B.H. 2003. Pemenfaatan rumput laut sebagai sumber serat pangan dalam ransum untuk menurunkan kadar kolesterol darah tikus percobaan. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. 51 Sirois, M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principles and Procedures. Elsevier Mosby, United States of America. Smaolin, L.A, dan M.B. Grosvenor. 1997. Nutrition, Science and Applications. 2nd Editions. Saunders College Publishing, New York. Smith, J.B, dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Soehardi, S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani melalui Makanan. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Soraya, G.E. 2006. Studi komparatif kadar kolesterol darah dan lemak total daging pada kambing dan domba lokal. Skripsi. Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Steel, R.G. Dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Suyatna, F.D., T. Handoko. 2002. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran. Universitas Indonesia, Jakarta. Usoro, C.A.O., C.C. Adikwuru, I.N. Usoro and A.C. Nsanwu. 2006. Lipid profile of postmonopausal woman in calabar, Nigeria. Pakistan. Journal of Nutrition. 5 (1): 79-82. Wibowo, S. 2001. Budidaya Bawang: Bawang Putih, Bawang Merah dan Bawang Bombay. Penebar Swadaya, Jakarta. Wikipedia. 2007. Sate. http//www.id.wikipedia.org/wiki/sate. [11 Juni 2007]. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zhao, G., T.D Etherton, K.R. Martin, S.G. West, P.J. Gillies, dan P.M.K. Etherton. 2004. Dietary linolenic acid reduces inflammatory and lipid cardiovascular risk factors in hypercholesterolemic men and women. Journal of Nutrition. 134 (11): 2991 – 2997. 52 LAMPIRAN Lampiran 1.Hasil Analisis Proksimat Ransum Jenis Sampel Abu Lemak Protein Kadar Air Bobot Segar Bobot Kering Bobot Segar Bobot Kering Bobot Segar Bobot Kering -------------------------------------------%----------------------------------------------Ransum Kontrol 50.27 2.39 4.81 2.92 5.87 2.92 5.87 Ransum Perlakuan 39,20 3,04 5,00 5,02 8,26 10,05 16,53 Lampiran 2. Hasil Analisis Proksimat Kasein Ransum Parameter Konsentrasi (%) Kadar Air 5,95 Kadar Abu 4,5 Kadar Lemak 1,96 Kadar Protein 86,98 Serat Kasar 0 Lampiran 3. Hasil Analisis Proksimat Gulai Daging Sapi Berlemak yang Ditambah Jeroan Parameter Konsentrasi Kadar Air (%) 58,81 Kadar Abu (%) berat segar berat kering 2,25 5,46 Kadar Lemak (%) berat segar berat kering 13,76 33,41 Kadar Protein (%) berat segar berat kering 18,86 45,79 Kadar Kolesterol Padatan (mg/gram) 1,0195 54 Lampiran 4. Hasil Analisis Kolesterol Padatan Jenis Sampel Konsentrasi (mg/gram) Gulai Daging Sapi Lean 0,7865 Gulai Daging Sapi Berlemek yang Ditambah Jeroan 1,0195 Gulai Daging Domba Lean 0,7948 Gulai Daging Domba Ditambah Jeroan 1,8064 Sate Sapi 0,5140 Sate Domba 0,4346 Lampiran 5. Komposisi Bahan Makanan Bahan Makanan Sumber Nutrisi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Air (g) Minyak Nabati 902 0 100 0 0 Maizena 343 0,3 0 85,0 14 Daging Sapi 207 18,8 14,0 0 66 Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2001 Lampiran 6. Hasil Analisis Komponen Darah Komponen Darah Kelompok Kolesterol Tikus Total HDL Trigliserida LDL K1 99 36 65 50 K2 107 35 44 63.2 K6 115 44 103 50.4 107 ± 8 38.3 ± 4,9 70,7 ± 29,9 54,5 ± 7,5 GSJ 1 85 37 127 22,6 GSJ 2 75 36 116 15,8 GSJ 4 112 39 109 51,2 90,7 ± 19,1 37,3 ± 1,5 117,3 ± 9,1 29,9 ± 18,8 Rataan ± St Dev. Rataan ± St Dev. Keterangan : K GSJ : Kontrol : Gulai Daging Sapi Ditambah Jeroan 55 Lampiran 7. Analisis Kruskal-Wallis Bobot Badan Akhir Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 9,80 N 7 7 14 DF = 1 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 86,65 4,0 145,57 11,0 7,5 P = 0,002 Z -3,13 3,13 Lampiran 8. Analisis Kruskal-Wallis Konsumsi Ransum Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 44,15 N 119 112 238 DF = 1 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 11,58 87,7,5 14,75 146,1 116,0 P = 0,000 Z -6,64 6,64 Lampiran 9. Analisis Kruskal-Wallis Kadar Kolesterol Darah Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 1,19 N 3 3 6 DF = 1 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 107,0 4,3 85,0 2,7 3,5 P = 0,275 Z 1,09 -1,09 Lampiran 10. Analisis Kruskal-Wallis Kadar LDL Darah Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 1,19 N 3 3 6 DF = 1 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 50,40 4,3 22,60 2,7 3,5 P = 0,275 Z 1,09 -1,09 Lampiran 11. Analisis Kruskal-Wallis Kadar HDL Darah Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 0,19 N 3 3 6 DF = 1 H = 0,20 DF = 1 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 36,00 3,2 37,00 3,8 3,5 P = 0,663 P = 653 Z -0,44 0,22 56 Lampiran 12. Analisis Kruskal-Wallis Kadar Trigliserida Darah Tikus Percobaan Perlakuan 1 2 Overall H = 3,86 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 65,00 2,0 116,00 5,0 3,5 P = 0,050 N 3 3 6 DF = 1 Z -1,95 1,96 Lampiran 13. Analisis Kruskal-Wallis Indeks Atherogenik Perlakuan 1 2 Overall H = 1,19 Uji Kruskal-Wallis Median Ave Rank 1,750 4,3 1,300 2,7 3,5 P = 0,275 N 3 3 6 DF = 1 Z 1,09 -1,09 Lampiran 14. Analisis Ragam Respon Denyut Jantung Tikus Percobaan Sumber Keragaman db JK KT F Hitung Perlakuan 1 2161,286714 2161,285714 0,806456034 Galat 1 14 Galat 2 Total F tabel 5% 1% 4,6 8,86 37519,71429 2679,979592 9,847694038 1,82 2,3 96 26125,71429 272,1428572 111 65806,71429 Lampiran 15. Analisis Ragam Respon Laju Pernafasan Tikus Percobaan Sumber Keragaman db Perlakuan 1 Galat 1 14 Galat 2 96 Total 111 JK KT F Hitung F tabel 5% 1% 660,5714286 660,5714286 0,7647309 4,6 8,86 12093,14286 863,7959186 1,9850044 1,82 2,3 41775,42857 435,1607143 42436 57 Lampiran 16. Analisis Ragam Respon Suhu Tubuh Tikus Percobaan Sumber Keragaman db Perlakuan 1 Galat 1 14 Galat 2 96 Total 111 JK KT F Hitung F tabel 5% 1% 1,395089286 1,395089286 0,683632204 4,6 8,86 28,56982143 2,040701531 5,558781633 1,82 2,3 35,24285714 0,367113095 65,20776786 Lampiran 17. Formula Komposisi Ransum Tikus Percobaan Bahan campuran Produk Olahan Daging Minyak Biji Kapas / Minyak Nabati Campuran Garam Selulosa Air Sukrosa / Pati Jagung Campuran Vitamin Jumlah (%) X (10% protein) = 1,6 x 100 / % N sampel 8 - X x % ekstrak eter/100 5 - X x % kadar abu / 100 1 - X x % kadar serat kasar/100 5 - X x % kadar air/100 Digunakan hingga ransum 100 % 1 Sumber: AOAC, 1984 58 Lampiran 18. Komposisi Kimia Kebutuhan Nutrisi (NRC) Tikus (90 % BK) Nutrisi Protein Lemak Energi Tercerna Konsentrasi Komposisi Kebutuhan Nutrisi Tikus (Fase Pertumbuhan, Gestation, atau Laktasi) 12,00% 5,00% 3.800 kcal/kg Mineral Kalsium Klorida Magnesium Fosfor Potassium Sodium Sulfur Kromiun Tembaga Fluor Iodin Besi Mangan Selenium Seng 0,50% 0,05% 0,04% 0,40% 0,36% 0,05% 0,03% 0,30 mg/kg 5,00 mg/kg 1,00 mg/kg 0,15 mg/kg 35,00 mg/kg 50,00 mg/kg 0,10 mg/kg 12,00 mg/kg Vitamin A D E K Kolin Asam Folat Niasin Pantotenat (kalsium) Riboflavin Thiamin Vitamin B6 Vitamin B12 4.000 IU/kg 1.000 IU/kg 30,00 IU/kg 50,00 g/hg 1.000 mg/kg 1,00 mg/kg 20,00 mg/kg 8,00 mg/kg 3,00 mg/kg 4,00 mg/kg 6,00 mg/kg 50,00 g/hg Sumber: National Academy of Science, 1978 59