I. PENDAHULUAN Latar Belakang Akhir-akhir ini ada kecenderungan masyarakat menghindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan peningkatan kejadian penyakit jantung koroner dan aterosklerosis, seperti yajlg sering dipublikasikan dalam berbagai media. Sumber utama yang dicurigai menjadi penyebab adalah daging dan produk hewan lainnya. Linder (1985) melaporkan bahwa di negara-negara maju yang konsumsi daging per kapitanya cukup tinggi, kejadian aterosklerosis juga relatif tinggi. Terdapat hubungan yang sangat nyata antara konsumsi kolesterol dengan kematian karena - penyakit jantung. Orang-orang Amerika pria usia 55 59 tahun yang mengkonsumsi kolesterol di atas 500 mgthari, mengalami kematian karena penyakit jantung koroner lebih dari 700 orang per 100.000 populasi. Srilangka yang masyarakatnya mengkonsumsi kolesterol di bawah 100 mg/hari, hanya mengalami kematian akibat penyakit jantung koroner sekitar 100 orang/100.000 populasi pada usia yang sama. Konsumsi yang direkomendasikan oleh United States Deparement of Agria~ltlrre (USDA) tahun 1985 adalah sekitar 250 mglhari untuk anak-anak dan I300 mglhari untuk orang dewasa. Melihat kenyataan seperti itu, kebanyakan masyarakat sekarang terutama dari golongan ekonomi menengah ke atas, mulai mengurangi konsumsi daging dan protein hewani lainnya. Fenomena demikian merupakan kondisi yang dilematis bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan pangan, mengingat daging sebagai sumber protein hewani dengan asam-asam amino esensialnya misih sangat diperlukan bagi masyarakat Indonesia. Menurut laporan Direktorat Jenderal Peternakan Indonesia ( 19 9 9 , sampai tahun 1994 konsumsi daging masyarakat baru mencapai 7.01 kgtkapitdtahun. Sementara sasaran konsumsi daging yang ingin dicapai adalah 7.55 kgkapitaltahun, untuk memenuhi konsumsi protein hewani 4.5 gramkapitalhari. Bahkan pola harapan pangan tahun 2019 yang direkomendasikan bagi penduduk Indonesia ialah konsumsi protein hewani sebesar 15 gram/kapitabi yang setara dengan 25.2 kg daging, 10.4 kg telur dan 19.3 kg susu/kapita/tahun. Sebenarnya untuk kalangan masyarakat tertentu target tersebut sudah tercapai, namun bagi sebagim besar masyarakat di pedesaan keadaannya masih jauh dari harapan. Proyeksi produksi daging pada pelita VI addah 1674 ribu ton. Untuk rnemenuhi target tersebut, khusus dari ternak babi populasinya diproyeksikan sebanyak 10.2juta ekor. Selama ini sumbangan tenrak b&i &lam menyediakan daging sebanyak 12.6 % dari total produksi daging n a s k d . Hasil pendtian pedahduan menunjukkan kandungan kolesterol daging babi yang ada di pasaran sekarang ini rela@ masih tin& yaitu 274 mgf100 g. Salah satu faktor penyebabnya adalah kandungm kolesterol ransum yang diberikan (ransum kometsial) relatif tinggi (sekitar 156 mg/lOOg). Standar kolesterol daging babi menurut USDA (1985) adalah 83.5 mg/100 g. Sedangkan babi lokal yang diberi ransum tradisional berserat tinggi (dedak padi dan batang pisang) kandungan kolesterol dagingnya hanya 56.08 mg/l00 g (Bagiada, 1986). Mengantisipasi pertnasalahan di atas perlu dilakukan penelitian-penelitian yang mampu menghasilkan daging ataupun produk ternak lainnya dengan kandungan lemak dan kolesterol yang lebih rendah. Rumput laut banyak dimanfaatkan. merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang belum Namun masyarakat pesisir pantai sudah sejak dulu menggunakan rumput laut sebagai makanan sehari-hari. Komponen utama rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan pangan adalah karbohidrat. Akan tetapi sebagian besar dari karbohidrat tersebut terdiri atas senyawa gz4mi. yang sulit diserap dalam saluran pencernaan. Kondisi demikian menarik untuk dikaji mengingat laporan penelitian yang menyatakan bahwa senyawa-senyawa tersebut bersifat hypokolesterolemik yakni menurunkan kadar kolesterol darah. Demikian juga tentang peranan serat dalam menurunkan lemak, kolesterol dan mencegah kanker usus pada manusia banyak diulas oleh Linder (1985). Sekam padi yang produksinya berlimpah di Indonesia menarik untuk dikaji, mengingat kandungan seratnya sangat tinggi yakni sekitar 43%. Walaupun batasan kandungan serat ransum babi belum ada angka yang pasti, dan mengingat struktur saluran pencernaan babi sangat mirip dengan rnanusii, maka pendekatan yang telah dilakukan pada manusia sangat mungkin diterapkan pada babi. Untuk itu sekam padi sebagai sumber serat yang d i a h dan tidak terlalu askg bagi tern& babi perlu diuji kemampuannya dalam menumnkan kadar kolesterol daging. Tujuan Penelitian Berdasarkan pemikiran di atas, ada dorongan untuk mengetahui potensi yang ada pada rumput laut dan sekam padi sebagai bahan makanan untuk menurunkan persentase lemak karkas dan kolesterol daging babi. Selain itu, dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana kualitas daging yang dihasilkan, melalui uji organoleptik di laboratorium. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi tambahan informasi ilmiah mengenai mekanisme kerja serat dalarn menurunkan kadar lemak karkas dan kolesterol daging babi. Manfaat aplikatifnya adalah penemuan bahan dan formula ransum yang mampu menurunkan kandungan lemak dan kolesterol daging babi, sehingga mutu daging babi dapat ditingkatkan. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: penambahan rumput laut dan sekarn padi sebagai sumber serat dalam ransum akan menurunkan persentase lemak karkas dan kolesterol daging babi.