profesi kependidikan - Pascasarjana UNDIKSHA

advertisement
ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PENDIDIKAN
SUATU KAJIAN TEORITIK PENGEMBANGAN TENAGA
KEPENDIDIKAN DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA
OLEH
I NYOMAN NATAJAYA
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA
SINGARAJA
2012
1
PRAKATA
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca Tuhan
Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan
buku ajar dengan judul Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik
Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Berbagai Permasalahannya) dapat dislesaikan tepat
sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan.
Buku ajar adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan penelitian pengem-bangan
perangkat pembelajaran pada Program Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk
mendukung perkuliahan mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan pada
Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat diselesaikan sudah tentunya tidak
dapat dilepaskan dari bantuan berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan penulisan buku ajar ini. Lembaga
Penelitian Undiksha Singaraja yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan
penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak lain yang telah membantu
mencermati, mengkritisi dan memberikan saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan
penulisan buku ajar ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang
direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam penelitian pengembangan ini
masih ada kekurangannya, oleh karena itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak
terutama yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar ini masih tetap kami
harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya.
Singaraja,
2
Nopember 2012
Peneliti,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................
i
PRAKATA ............................................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB. I PENDAHULUAN .............................................................................................
1
A. Rasional Penulisan Buku ...........................................................................
B. Standar Kompetensi ...................................................................................
1
4
BAB. II PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI TENAGA
KEPENDIDIKAN ............................................................................................
5
A.
B.
C.
D.
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ..................................
Pengertian Tenaga Kependidikan ..........................................................
Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan ...................
Program Pengembangan Pendidikan Profesi tenaga Kependidikan ...........................................................................................................
E. Tahap-tahap dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional .....................................................................................................
F. Rangkuman ...........................................................................................
G. Evaluasi .................................................................................................
5
5
10
15
17
20
21
BAB. III HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI PROFESI TENAGA
KEPENDIDIKAN ....................................................................................... 22
A.
B.
C.
D.
E.
F.
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannnya ...........................
Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan ........................................
Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan ............................................
Sejarah dan Pertumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan ……..…..
Rangkuman ……………………………..…………………………
Evaluasi ……………………...…………………………………….
22
22
29
32
37
37
BAB. IV HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI PROFESI TENAGA
KEPENDIDIKAN …………………………………………………..... 38
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................
Pengertian Kompetensi ....................................................................
Kompetensi Profesi Tanaga Kependidikan .....................................
Pengukuran dan Penilaian Profesi Tanaga Kependidikan ...............
Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Kependidikan ................
Rangkuman ......................................................................................
Evaluasi ...........................................................................................
3
38
38
41
54
59
61
62
BAB. V SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ................................................................................................. 63
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ...........................
Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan ..........
Kompetensi Supervisor Pendidikan ................................................
Prinsip-prinsip, Metode, dan teknik Supervisi Pendidikan ............
Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan .........................
Pengembangan Perencanaan Program Supervisi Pendidikan .........
Rangkuman .....................................................................................
Evaluasi ...........................................................................................
63
64
67
75
79
94
97
99
BAB. VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM
PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA
KEPENDIDIKAN ................................................................................ 100
A.
B.
C.
D.
E.
Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .......................... 100
Pengertian Pendidikan dan Pelatihan ............................................ 100
Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan .............. 104
Jenis-jenis, Jenjang, dan Setrategi Pendidikan dan Pelatihan ........ 110
Langkah-langkah dalam Merencanakan Program Pendidikan dan
Pelatihan ......................................................................................... 116
F. Rangkuman ..................................................................................... 117
G. Evaluasi ......................................................................................... 118
BAB. VII. PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK, PENGHARGAAN DAN
TUNJANGAN KESEJAHTERAAN PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ............................................................................................... 119
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ..........................
B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan atas Hak-hak
Guru .................................................................................................
C. Beberapa upaya Perlindungan Hukum bagi Tenaga
Kependidikan .................................................................................
D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Tenaga
Kependidikan ................................................................................
E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga
Kependidikan .................................................................................
F. Rangkuman ....................................................................................
G. Evaluasi ........................................................................................
119
119
123
126
127
134
135
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 136
4
BAB. I
PENDAHULUAN
A. Rasional Penulisan Buku
Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa
Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi
Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi
Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan
Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi
Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan
memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia,
dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan
kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi
Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan
tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon
kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD
sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua
menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan
pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam
bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat
kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam
5
bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi
Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD
sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang
pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas
profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan
dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada
masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan
umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-masalah
pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional.
Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang
dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program
Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima
sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para
lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang
dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada
program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada
Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya
adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di
perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih
terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini
terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim
dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang
6
dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan
tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur
tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat
ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi
para mahasiswa.
Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada
saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD,
SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru
yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program
pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan
kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi
komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi
imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak
jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik.
Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu
di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian
pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata
Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu
Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning”
Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk
paling tidak empat buah buku yang diharapkan dapat mendukung materi perkulihan
dalam mata kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis
pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendi-
7
dikkan dengan berbagai keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan
buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berbasis E-Learning.
Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan perangkat lunak
(software) yang akan dipasang pada portal web e-learning Program Pascasarjana
Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya
untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Tenaga
Kependidikan.
B. Standar Kompetensi
Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan,
pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori tentang tentang sumberdaya pendidikan
mampu menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya manusia tenaga
kependidikan khususnya guru) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya
pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai tenaga kependidikan dalam bidang
pembelajaran.
8
BAB. II
PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI
TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian Tenaga Kependi-
Dapat menjelaskan pengertian Tenaga
dikan
Kependidikan
Memahami jenis-jenis dan Kualifikasi
Dapat menyebutkan jenis-jenis dan Kuali-
Profesi Tenaga Kependidikan
fikasi Profesi Tenaga Kependidikan
Memahami Program Pengembangan Pendi-
Dapat menjelaskan Program Pengembang-
dikan Profesi Tenaga Kependidikan
an Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
Memahami Tahap-tahapan dalam Pengada-
Dapat menlaskan tahap-tahapan dalam
an Tenaga Kependidikan yang Profesional
Pengadaan Tenaga Kependidikan yang
Profesional
B. Pengertian Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan diri
dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dari pengertian tenaga kependidikan tersebut tampaknya memiliki pengertian yang sangat luas sekali. Oleh karena
itu untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, serta untuk dapat mengetahui bagaimana
kedudukan dan posisi tenaga kependidikan khususnya guru sebagai tenaga profesi, maka
dalam bab satu ini dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan pengertian dan jenisjenis tenaga kependidikan.
9
Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut dengan nama yang
berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987)
menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan istilah
ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan istilah personel, kemudian
Makmun (1996) menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau melihat
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan di
Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan.
Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga kependidikan tersebut secara
teoritik semuanya memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga
kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun
2003 tampaknya akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga
dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia.
Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan
barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara silih berganti,
karena pada dasarnya adalah sama saja.
Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah siapakah yang dimaksud
dengan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan
yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang
sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
10
Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun
2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tersebut adalah memiliki
makna dan cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk
dengan tenaga kependidikan tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga termasuk
kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti,
pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan
yang lainnya.
Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan tersebut penting untuk
dibahas dalam kajian ini karena sangat bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam
pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting
adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan
pengembangan tenaga kependidikan khususnya guru yang dianggap ideal. Memang
demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan
perannya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang
pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi oleh
suatu persepsi dan kajian teori yang keliru dan salah, yang dijadikan dasar dalam
mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang
melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan menjadi signifikan dan
determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sumberdaya manusia akan sangat
menentukan keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan mengelola material yang
berupa mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut walaupun
juga menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan
bisa mengeluh, tidak bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan
11
tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam konflik-konflik
seperti manusia, tidak akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatanperbuatan negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya
manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992
dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan
menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya
manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional
dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang
dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam
pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban
dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian
juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi kependidikan ini secara
konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan difokuskan pada
profesi tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya profesi keguruan, karena tampaknya
profesi inilah paling dekat dengan kepentingan pembinaan mahasiswa sebagai calon guru
yang disebut profesi. Lebih penting dan lebih menarik karena pada saat ini dalam
kebijakan pemerintah yang mengatur tentang tenaga kependidikan tampaknya hanya baru
guru dan dosen ditetapkan dan diatur secara legal sebagai profesi. Sedangkan tenaga
kependidikan yang lainnya masih belum diatur, walaupun mungkin secara akademik dan
fungsional sering dan sudah disebut atau menamakan dirinya sebagai profesi, seperti
konsoler, pustakawan, laboran, teknisi dan lain sebagainya, dan bahkan organisasi
profesinya sudah dibentuk. Dengan mengkhususkan fokus kajiannya pada profesi
keguruan ini, juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, contohcontoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. Sudah tentunya cara pembahasan
12
tentang pengembangan sumberdaya manusia atau masalah-masalah keprofesian dalam
bidang bisnis, dan dalam bidang kependidikan seperti dalam pembahasan ini tidak akan
sama dengan pandangan terhadap pembahasan masalah-masalah sumberdaya manusia
seperti yang dikemukakan oleh Harris, dkk (1979) yang menguraikan bahwa masalahmasalah personnel dalam bidang pendidikan antara lain disebutkan adalah mencakup:
susunan kepegawaian, fungsi staf, inovasi dan tradisi dalam penyusunan kepegawaian,
mengatur pelayanan personalia, sifat oraganisasi sekolah, spesifikasi kompetensi
personalia, merekrut dan memilih personalia, masalah keuangan, evaluasi personalia, dan
pelatihan. Demikian juga yang dilakukan oleh Weber (1954) dalam pembahasannya
menguraikan bahwa masalah-masalah personnel pendidikan khususnya profesi guru
tersebut, diantaranya adalah mencakup: seleksi guru baru, pendapatan atau gaji guru,
orientasi guru baru, pendidikan inservice, penilaian dan pelayanan guru, beban mengajar
guru, pemutusan hubungan atau kontrak kerja, pemecatan, pemindahan, masalah cuti dan
absen, organisasi-organisasi profesi, kesehatan dan rekreasi guru, status sosial, etika
profesi, masa jabatan guru, kebijakan pemerintah terhadap guru dan yang lainnya.
Kemudian tampaknya yang lebih empirik dan menggambarkan kebijakan pemerintah
terhadap tenaga kependidikan khususnya profesi guru secara jelas di Indonesia diatur
dalam Undang-undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam bagian
kesatu mengatur persoalan yang berkaitan dengan: kualifikasi, kompetensi sertifikasi guru
sebagai profesi, bagian kedua mengatur persoalan yang berkaitan dengan: hak dan
kewajiban guru sebagai profesi, bagian ketiga mengatur persoalan yang berkaitan dengan:
wajib kerja dan ikatan dinas, bagian keempat mengatur persoalan yang berkaitan dengan:
pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sebagai profesi, bagian
kelima mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pembinaan dan pengembangan,
13
bagian keenam mengatur persoalan yang berkaitan dengan: penghargaan guru sebagai
profesi, bagian ketujuh mengatur persoalan yang berkaitan dengan: perlindungan guru
sebagai profesi, bagian kedelapan mengatur persoalan yang berkaitan dengan: cuti guru,
bagian kesembilan mengatur persoalan yang berkaitan dengan organisasi profesi dan kode
etik guru.
Berdasarkan pada beberapa pandangan tentang berbagai dimensi apa yang
sebaiknya dikaji dalam pembahasan tentang profesi kependidikan tersebut, tampaknya
tidak berbeda terlalu jauh dengan yang dibahas dalam buku ini, namun dalam
pembahasan buku ini akan selalu mencoba berusaha untuk meyakinkan hal-hal yang
bersifat teoritik dengan kenyataan di lapangan, serta ketentuan-ketentuan legal yang
berlaku dalam sistem pendidikan nasional kita.
C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan
Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan sudah dapat
dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor,
instruktur, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS,
penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi
sumber belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola
yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan di
birokrasi dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat kecamatan, dan di tingkat desa.
Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan tenaga pendidikan sudah
tampak dalam pembahasan teruraikan dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan
14
lebih lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya
kualifikasi profesi guru tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya
pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat dibedakan
menjadi tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis
kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang
dan konsultan kependidikan. Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas dari
masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, dengan penjelasannya yang
lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga pendidik khususnya guru.
Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional
tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada
peserta didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan semua orang
yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua di rumah, para
guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang
lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai
pelatihan dan kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan
atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis
taklim atau pengajian di surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh
acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah,
koran, jurnal, buku bacaan, buku pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa
kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan
sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan
tugas pelayanan kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di kelas
atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan berbagai bentuk
15
komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik
tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan.
Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa
kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana,
atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang
sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini,
pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah
berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula
dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB
harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya.
Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/
SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata
pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undangundang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru seperti menuntut
suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan
pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur
dan terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan
PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi
guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang
relevan, misalnya untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan
pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang
untuk dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan
tinggi program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/ Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru
Matematika SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan
16
perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang
cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani,
dkk. 2006).
Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang
secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis kependidikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi,
mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada semua jenjang tataran
sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada
tingkat operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka yang bisa
dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan,
para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional kependidikan, para
pimpinan atau pengelola, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para
pembuat kebijakan atau keputusan.
Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah tenaga kependidikan
yang secara fungsional tugas utmanya menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas
teknis kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga
penunjang teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di
bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator
di instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan
sebagainya.
17
Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan
yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan sarana dan
prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak tenaga
manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan
tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga
administratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan.
Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, adalah
tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung
dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis
pendidikan, dan kepada tenaga penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya
menyiapkan berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung
jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak
yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan
bertanggunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya
tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi.
Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi
yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai pusat penelitian, berbagai pusat
pengembangan, maupun berbagai pusat atau unit konsultansi.
Berdasarkan pada berbagai jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas
guru adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga
pendidik, karena secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik.
18
D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
Pendidikan memiliki posisi yang strategis dan signifikan dalam menunjang upaya
keberhasilan pembangunan agar terarah kepada peningkatan tarap mutu kemakmuran,
kesejahteraan dan martabat hidup manusia. Oleh karena itu maka pada saat sekarang ini
telah banyak dilakukan studi yang intensif dan mendalam yang tertuju kearah penemuan
alternatif yang dapat ditempuh dalam pengembangan sumber daya manusia, sehingga
pemanfaatannya dan pemberdayaannya dalam pembangunan dapat ditingkatkan.
Harbison dan Myers (1964) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan sarana dan cara utama yang paling strategis dalam pengembangan sumberdaya
manusia baik melalui pendidikan formal maupun nonformal di tingkat sekolah dasar
sampai pada pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Demikian pula dengan merujuk
pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan
khususnya guru merupakan komponen yang determinan dalam penyelenggaraan pengembangan sumberdaya manusia dan menempati posisi kunci dalam system pendidikKan
nasional. Dampak mutu kemampuan professional dan kinerja guru tidak hanya akan
berkontribusi pada kualitas lulusan yang dihasilkan melainkan juga akan berlanjut pada
kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya
kemudian akan nampak pengaruhnya terhadap kualitas peradaban dan martabat hidup
masyarakat, bangsa serta umat manusia pada umumnya.
Tenaga kependidikan atau guru yang berkualitas seperti yang dimaksud tersebut
sudah tentunya dapat direalisasikan dan diwujudkan, oleh karena itu maka penyiapan dan
pengembangan seharusnya diupayakan melalui secara berencana dan berkesinambungan.
Upaya yang demikian itu merupakan suatu keharusan mengingat tuntutan standar kualitas
serta kebutuhan di lapangan terus menerus mengalami perubahan dan perekembangan
19
seirama dengan pesatnya laju perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan serta rekayasa
di segala bidang kehidupan secara global.
Sehubungan dengan begitu strategis peranannya dan sebagai posisi kunci dari
tenaga kependidikan khususnya guru untuk berhasilnya suatu system pendidikan, maka
dalam pengembangan pendidikan tenaga guru pada saat sekarang di Indonesia dilakukan
dengan dua jenis model, yaitu pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan. Dua
jenis pendidikan ini berbeda secara essensi dan system pengelolaannya meskipun sifatnya
sama yaitu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia khususnya guru.
Pendidikan prajabatan tenaga guru merupakan pendidikan persiapan mahasiswa
untuk meniti karir dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan prajabatan
merupakan suatu istilah yang paling lazim digunakan pada lembaga pendidikan keguruan
yang merujuk pada pendidikan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga jenjang pendidikkan di perguruan tinggi atau iniversitas untuk menyiapkan mahasiswa yang hendak
meniti karir dalam bidang pendidikan. Fungsi esensi ini menuntut atmospir yang kondusif
dalam lembaga penyelenggara bagi penciptaan sajian-sajian bahan ajar dengan derajat
akademik dan kemampuan praktis yang tinggi sebagaimana dipersyarakan untuk calon
guru.
Pendidikan dalam jabatan yang sering disebut dengan pendidikan, pelatihan dan
pengembangan. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan dilandasi oleh asumsi bahwa
sungguhpun karyawan telah menjalani proses orientasi ketika mulai meniti karir dan yang
sudah lama bekerja telah memhami seluk beluk pekerjaan, dalam praktik tidak jarang
muncul kebisaan buruk dan memiliki produktivitas yang rendah. Siagian (1995) menyatakan alasan yang sangat pundamental dari pengembangan personalia bahwa untuk
menghadapi tuntutan tugas sekarang terutama untuk menjawab tantangan masa depan.
20
Sejalan itu Fliffo (1983) menyatakan bahwa setelah ditempatkan pada posisi
tertentu, karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar menampilkan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya. Jadi kegiatan pengembangan
personalia tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan melainkan
bermanfaat jangka panjang untuk meningkatkan karir karyawan, termasuk tanggungjawab
terhadap pekerjaan yang diembannya. Bahkan secara secara lebih rinci Castetter (1981)
menjelaskan bahwa manfaat pengembangan sumberdaya manusia adalah: (1) Meningkatkan performasi personalia sesuai dengan posisinya saat ini, (2) Pengembangan kemampuan personalia untuk mengantisipasi tugas-tugas baru yang bersifat reformasi, (3)
Merangsang pertumbuhan diri personalia bagi penciptaaan kepuasan kerja secaa individual.
Dari kutipan di atas tampaknya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan dan
pengembangan sangat bermanfaat bagi keperluan organisasi. Demikian juga halnya
dengan organisasi pendidikan. Kecendrungan yang ada pada saat ini menunjukan bahwa
rendahnya komitmen pada esesnsi dan eksitensi sumberdaya manusia masih tampak, dan
hal tersebut merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan
tenaga kependidikan khsusunya guru. Demikian juga telah disadari betul bahwa rendahnya komitmen terhadap esesnsi dan eksistensi tenaga kependidikan khususnya guru tidak
jarang akan mengakibatkan guru hanya menerima sedikit rangsangan dalam mengimplementasikan ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru dalam proses pembelajaran.
E. Tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional
Dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan yang berkualitas khususnya guru
dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur tahapan dalam pembentukannya yang
benar-benar berkualitas dan profesional, maka seharusnya melalui beberapa tahapan.
21
Pertama adalah berkaitan dengan system pengadaan atau penyediaan guru
menurut Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan
bahwa pengadaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan.
Sistem pengadaan guru yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan
tersebut kemudian disebut dengan kebijakan penyediaan guru yang berbasis perguruan
tinggi (Badan PSDMPK-PMK. 2012). Demikian juga lembaga pendidikan tenaga
kependidikan yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberikan kewenangan
sebagai penyelenggara dan pengadaan guru yang mencakup pada pendidikan usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan.
Dengan demikian guru harus memiliki dan memenuhi persyaratan kualifikasi akademik
minimal S1/D-IV dalam bidang kependidikan atau nonkependidikan dan telah menempuh
dan dinyatakan lulus dalam pendidikan profesi atau bersertifikat pendidik. Guru yang
memenuhi kedua persyaratan tersebut kemudian oleh pemerintah statusnya diakui sebagai
guru yang professional. Lebih lanjut dari peraturan pemerintah tersebut dapat diketahui
bahwa jumlah peserta pendidikan profesi guru akan ditetepkan oleh menteri, yang ada
kemungkinannnya didasari atas kuota kebutuhan formasi. Beberapa hal lainnya yang
dapat diketahui tentang pendidikan profesi guru tersebut, pertama adalah calon peserta
pendidikan profesi guru berkualitas S1 dan/D-4, kedua sertifikat pendidik bagi calon guru
harus diperoleh dari perguruan tinggi yang memiliki dan menyelengarakan program
tenaga kependidikan yang terakreditasi, ketiga sertifikasi pendidik bagi calon guru harus
dilakukan secara obyektif, transfaran, dan akuntabel, keempat jumlah peserta didik
program pendidikan profesi guru setiap tahun ditetapkan oleh menteri, kelima program
pendidikan profesi guru diakhiri dengan ujian kompetensi pendidik, keenam uji
22
kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan kinerja sesuai dengan standar
kompetensi, ketujuh ujian tertulis dilaksanakan secara komperehensif yang mencakup (1)
wawasan atau landasan kependidikaan, pemahaman terhadap anak didik, pengembangan
kurikulum dan silabus, rancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar, (2) materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi mata pelajaran, kelompok mata
pelajaran, dan/atau program yang diampunya, dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan,
teknologi, atau seni yang secara konsepsional menaungi materi pelajaran, kelompok ma
pelajaran, dan/atau program yang diampunya, kedelapan ujian kinerja dilakukan secara
holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan
kompetensi pendagogik, kepribadian, professional dan social pada satuan pendidikan
yang relevan.
Tahapan yang kedua dalam proses pengadaan tenaga kependidikan khususnya
guru adalah setelah calon guru tersebut direkrut mereka belum bisa langsung bertugas
secara penuh ketika pertama kali memasuki di sekolah, melainkan mereka harus
memasuki masa atau fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Fase induksi tersebut
sebenarnya tidak saja dikenal dalam bidang pendidikan tetapi secara teori manjemen
adalah merupakan suatu tahapan yang memang harus dilalui di dalam penerimaan
pegawai baru. Demikian pula istilah induksi tersebut kadang kala disebut pula dengan
istilah yang lainnya seperti fase perkenalan, fase orientasi. Kemudian titik tolak yang
digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan adalah adanya suatu pandangan
yang menyatakan bahwa para pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota
yang baru. Sebagai anggota yang baru ingin diperlakukan sebagai anggota secara baik,
bertanggungjawab dan ingin memberi kontribusi yang optimal kepada kepentingan
orgnanisasi (Manulang1988., 1994., Siagian 1999). Kemudian beberapa hal yang menjadi
23
bahan induksi tersebut adalah berkaitan dengan sejarah perusahaan, barang yang
dihasilkan, kesejahteraan pegawai, struktur organisasi, peraturan-peraturan kerja, hak dan
kewajiban pegawai, peraturan gaji, dan peraturan promosi (Manulang1988). Sesuai
dengan program induksi dalam bidang pendidikan terutama dalam tahapan pengadaan
guru program induksi diidealisasikan guru akan dibimbing dipandu oleh mentor terpilih
untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar calon guru tersebut benar-benar siap menjalani
tugas-tugas profesional. Perlu pula ditegaskan bahwa program induksi ini dilakukan
terhadap calon guru yang direkrut yang sudah memiliki kualifikasi minimum dan
sertifikat pendidik yang secara hukum juga sudah memiliki kewenangan penuh.
Setelah guru selesai menjalani proses induksi
dan kemudian secara rutin
keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan
dan pengembangannya tidak berhenti disitu saja melainkan perlu upaya secara terus
menerus untuk perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesinya yang bisa
dilakukan atas insiatif sekolah dan inisiatif secara pribadi.
F. Rangkuman
Tenaga kependidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena di samping
pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
dan fasilitator, di dalamnya juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor,
pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan,
laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya.
Semua jenis tenaga kependidikan tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan
suatu organisasi khususnya dalam bidang pendidikan. Menyadari begitu pentingnya
sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun
1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan
24
menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya
manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional
dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang
dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam
pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban
dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya.
G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian Tenaga Kependidikan.
2. Sebutkan jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan.
3. Jelaskan Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan
4. Jelaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional
25
BAB. III
HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami Pengertian Profesi Tenaga
Dapat menjelaskan pengertian tenaga pro-
Kependidikan.
fesi kependidikan.
Memahami Ciri-ciri Profesi Tenaga Kepen- Mampu membandingkan antara ciri-ciri
didikan.
profesi guru dengan sepuluh indikator yang
dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang
profesi.
Memahami Sejarah dan Petumbuhan Pro-
Dapat menjelaskan profesi guru sebagai
fesi Tenaga Kependidikan
profesi yang sangat dihargai, dihormati,
dan sangat mulia sejak jaman dahulu.
B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan
Dalam kehidupan kita sehari-hari akan sering dihadapkan dengan istilah profesi.
Demikian pula tampaknya istilah profesi tersebut mempunyai hubungan dengan berbagai
istilah yang lainnya, seperti profesional, profesionalisasi, profesionalisme, dan profesionalitas. Untuk mengetahui bagaimana pengertian profesi tenaga kependidikan berserta
ciri-cirinya, serta bagaimana perbedaan pengertiannya dengan istilah-istilah yang lainnya,
sehingga tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pengertian profesi, maka dalam bab dua
ini pembahasannya akan difokuskan pada pengertian tenaga profesi kependidikan, dan
istilah-istilah lainnya tersebut.
26
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta pendidikan yang lebih tinggi,
dan biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan kasar yang mengandalkan
tenaga secara fisik. Contoh profesi yang dapat disebutkan dalam tulisan ini, seperti
mengajar, keinsinyuran, kedokteran, hukum dan lain sebagainya. Dokter dan insinyur
harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa
pemagangan yang juga memerlukan waktu yang cukup lama sebelum memangku
jabatannya. Demikian juga setelah memangku jabatannya mereka juga dituntut untuk
selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan tujuan untuk dapat
meningkatkan kualitas layananannya kepada masyarakat. Demkian juga hasil pertemuan
tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha
Singaraja, merumuskan profesi tersebut sebagai spesialisasi pekerjaan dan keahlian yang
menuntut kemampuan terus-menerus berkembang dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Dengan demikian sebenarnya tidak semua pekerjaan itu bisa disebut dengan
profesi, seperti halnya dalam keseharian sering kita temukan yang memaknai pengertian
profesi itu secara salah, bahkan konotasinya negatif, seperti misalnya perampok yang
profesional, pencuri yang profesional, tukang becak yang profesional, dan lain-lainnya.
Contoh-contoh perbuatan atau pekerjaan seperti merampok, mencuri, pencopet profesional tersebut, bukan sebagai pekerjaaan yang dapat ditekuni karena sebagai hasil yang
dicapai melalui proses pendidikan yang lama dan pendidikan tinggi, bukan sebagai hasilhasil pelatihan atau pemagangan, bukan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara baik, tetapi justru bertentangan dengan nilai-nilai, dan bertentangan
dengan berbagai etika sosial dan norma-norma, seperti norma agama, norma hukum,
norma kesusilaan dan norma kesopanan yang ada yang hidup dan berkembang dalam
27
kehidupan masyarakat. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta spesialisasi dan
pendidikan yang relatif lama di perguruan tinggi dan diatur oleh suatu kode etik khusus
(Sutisna, 1983. Sanusi dkk, 1990, Situmorang, 1990. Makmun.1996). Profesi merupakan
suatu pekerjaan yang memerlukan persyaratan khusus, seperti: menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, menekankan
pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya, menuntut
adanya tigkat pendidikan yang memadai, adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, memungkinkan perkembangan sejalan
dengan dinamika kehidupan (Ali.1985). Kemudian Makmun lebih lanjut dengan
mengutip pendapat Vollmer bahwa profesi sesungguhnya merupakan suatu jenis model
atau tipe pekerjaan ideal, yang dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk dapat
diwujudkan, namun demikian, bukanlah merupakan suatu yang mustahil pula untuk dapat
mencapainya, asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya.
Merujuk pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan
suatu bidang pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan
dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Persyaratan khusus yang
dimaksudkan kalau mengikuti uraian dari Sanusi dkk (1991) yang menyebut dengan
istilah ciri-ciri profesi, maka ciri-cirinya adalah meliputi:
1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
2. Jabatan yang menuntut memiliki keterampilan/keahlian tertentu.
3. Keterapilan/keahlian yang dimiliki dan dituntut oleh suatu jabatan tersebut didapat
melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode.
4. Suatu jabatan yang didasarkan pada batang tubuh disiplin keilmuan yang jelas,
sistematik, eksplsit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum.
28
5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang
cukup lama.
6. Proses jabatan untuk pendidikan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai
profesional itu sendiri.
7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi berpegang teguh pada
kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
8. Tiap organisasi profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya.
9. Dalam perakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari
campur tangan orang luar.
10. Jabatan itu memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya
memperoleh imbalan yang tinggi pula.
Pendapat yang lain tentang ciri-ciri profesi yang dapat dikutif sebagai perbandingnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ornsetein dan Levine (1984) sebagai
berikut di bawah ini.
1. Melayani masyarakat merupakan karier yang dilaksanakan sepanjang hajat, jadi tidak
berganti-ganti.
2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tetentu di luar jangkauan khalayak ramai
yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang.
3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori keperaktek.
4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk.
6. Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu.
29
7. Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang
ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Mempunyai sekumpulan
unjuk kerja yang baku.
8. Mempunyai kometmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap
layanan yang akan diberikan.
9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan.
10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota organisasi profesi sendiri.
11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya, keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh
organisasi IDI, bukan oleh Depkes.
12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan
yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya.
14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan jabatan
yang lainnya.
Demikianlah secara umum gambaran pengertian tentang profesi. Di samping
pengertian profesi secara umum, tampaknya perlu juga dijelaskan isitilah-istilah lainnya
yang mempunyai keterkaitan langsung dengan profesi tersebut, karena walaupun
mempunyai hubungan langsung tetapi cukup memiliki pengertian dan makna yang
berbeda. Beberapa istilah yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi yang
disajikan dalam pembahasan ini pertama tentang istilah profesional.
30
Istilah profesional merupakan kata sifat yang bercirikan suatu pekerjaan yang
dilengkapi dengan keahlian yang memenuhi persyaratan khusus tertentu, sesuai dengan
yang dituntut oleh profesi yang bersangkutan. Hal demikian ini digunakan secara terkait
dengan formalitas wewenang melakukan profesi secara profesional, sebagai kebalikan
dari pekerjaan yang amatir. Jadi profesonal adalah terkait dengan pemenuhan akan
keahlian/kempetensi, kriteria, dan kualifikasi. Kompetensi, kriteria yang harus dipenuhi
dan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional akan berbeda dengan
seorang pengacara atau adpokat, demikian juga akan berbeda dengan seorang arsitektur.
Kemudian yang kedua adalah istilah profesionalisme. Istilah profesonalisme
sebenarnya adalah menunjuk pada suatu aliran penganut kualifikasi pekerjaan yang
menuntut keterpenuhan persyaratan profesional, sehingga istilah profesionalisme
mengandung unsur mutu atau kualitas serta wewenangnya sekaligus. Jadi profesionalisme
tersebut menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang memiliki pemikiranpemikiran tentang suatu profesi dan lebih dari itu juga mencoba merumuskan kriteria
yang harus dipenuhi, sehingga juga memiliki kewenangan tetentu. Dengan demikian
profesionalisme dalam bidang keguruan atau kependidikan akan berbeda dengan
profesionalisme dalam bidang kenotariatan, demikian juga akan berbeda dengan
profesionalisme dalam bidang kedokteran. Karena pada dasarnya setiap orang atau
kelompok memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu profesi tersebut.
Kemudian yang ketiga adalah istilah profesionalisasi. Istilah profesionalisasi
adalah menunjuk pada segala upaya yang dijiwai tanggungjawab untuk memberi isi atau
membentuk kualitas maupun kekhususan kepada suatu pekerjaan yang profesional.
Dalam hubungan ini dapat diberikan contoh, seperti, misalnya profesi guru. Bagaimana
calon guru tersebut dibentuk, dibina, dan diproses oleh lembaga pendidikan tinggi
31
kependidikan atau keguruan yang dilandasi oleh profesionalisasi, semestinya dilakukan
dengan penuh dijiwai dan rasa tanggungjawab, dibentuk dan dibina melalui proses yang
cukup lama. Sehingga calon guru yang dibentuk dapat melaksnakan tugasnya dengan
profesional.
Demikian pula tampaknya dalam hubungan dengan istilah lainnya yang lazim dan
sering kita temukan dalam keseharian kita, yaitu profesionalitas. Profesionalitas yang
dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada kualitas hasil perkerjaan yang dilakukan oleh
seseorang secara profesional. Jadi lulusan atau autput suatu sekolah itu misalnya memiliki
profesionalitas yang tinggi.
Dengan adanya penjelasan tentang berbagai istilah yang berkaitan dengan istilah
profesi tenaga kependidikan tersebut, tampaknya akan menambah dan memperkaya
perbendaharaan pemahaman bagi calon guru tentang profesi tersebut, dan sekaligus akan
dapat menggunakan istilah-istilah tersebut dikemudian hari secara baik dan lebih tepat,
sehingga pemaknaannya juga akan lebih benar.
Kemudian permasalahan lain yang juga muncul dalam pembahasan tentang
pengertian profesi ini adalah jenis-jenis atau bidang-bidang pekerjaan yang bagaimana
atau yang mana saja secara akademik yang telah ada, atau yang sedang bekembang dalam
masyarakat yang bisa disebut sebagai suatu profesi. Dalam hubungan ini Richey (1974)
menjelaskan dan mengkategorikan profesi tersebut sebagai berikut: (1) profesi yang telah
mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan
atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Namun Richey
tidak menjelaskan lebih jauh secara lengkap tentang contoh-contoh, maupun dasar-dasar
yang digunakan untuk mengelompokan dari masing-masing jenis keprofesian tersebut.
Richey hanya memberi contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan profesi yang semi
32
profesional, seperti: keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar. Kemudian penjelasan tentang jenis-jenis profesi tersebut tampaknya juga dapat mengikuti
uraian dari pakar yang lainnya, seperti Makmun (1996) misalnya menjelaskan pekerjaan
yang dapat digolongkan dengan profesi yang sudah mapan adalah seperti: hukum, dan
kedokteran, kemudian profesi baru seperti: akuntan, dan arsitek, bahkan kemeliteran
khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Sutisna
(1983) menjelaskan bahwa yang termasuk profesi yang sedang tumbuh dan berkembang
adalah bidang kependidikan khususnya bidang administrasi pendidikan.
Jadi dari uraian di atas walaupun sepintas ada pendapat yang menjelaskan bahwa
guru tersebut hanya sebagai salah satu contoh dari pekerjaan yang dikategorikan semi
profesinal, kemudian bidang administrasi pendidikan sebagai profesi yang sedang tumbuh
dan berkembang, paling tidak dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa pekerjaan di
bidang kependidikan adalah secara universal telah dikenali secara akademik sebagai salah
satu jenis keprofesian. Lebih dikuatkan lagi pada kenyataannya sekarang ini secara
kebijakan dan legal bahwa di Indonesia khususnya pekerjaan guru dan dosen telah diakui
sebagai profesi seperti yang diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen. Mudah-mudahan pengakuan secara kebijakan dan legal tersebut juga
akan diberlakukan terhadap pekerjaan kependidikan yang lainnya, seperti pengawas,
kepala sekolah, maupun guru BP misalnya.
C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan
Setelah dibahas ciri-ciri profesi secara umum, maka dalam pembahasan di bawah
ini disajikan ciri-ciri dari profesi tenaga kependidikan khususnya profesi guru. Di bawah
ini disajikan ciri-ciri profesi guru menurut National Education Association (NEA.1984)
sebagai berikut:
33
1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intektual.
2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
4. Jabatan yang memerlukan yang latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. jabatan yang menentukan standarnya sendiri.
7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
8. Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa syarat-syarat profesi guru
tersebut adalah mencakup: memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, memiliki
kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan
untuk berkomunikasi dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif,
mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, melakukan
pengembangan diri secara terus menerus melalui organisas profesi, internet, buku,
seminar, dan semacamnya (Kunandar. 2007).
Berbeda dengan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
tidak secara jelas menyebut dengan istilah kriteria atau ciri-ciri profesi guru, tetapi
disebutkan guru sebagai suatu profesi dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut:
1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme.
2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan
ahklak mulia.
3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang
tugas.
4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
34
5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksaaan tugas keprofesioanalan.
6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan sesuai secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dala melaksanakan tugas keprofesionalan, dan
9. Memiliki oganisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan tugas keprofesionlan guru.
Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007
yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, menjelaskan bahwa profesi guru menuntut
dimiliki kemampuan: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi profesional. Berdasarkan pada beberapa ciri dan prinsip
dari profesi guru tersebut, lebih lanjut juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
profesi guru adalah merupakan pekerjaan bidang pendidikan yang menuntut memiliki
kemampuan tertentu. Pengertian profesi guru yang agak lebih lengkap dapat dirumuskan
sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan,
keahlian dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai dengan yang
diharapkan (Yamin. 2007). Bahkan lebih lanjut ada yang menyatakan profesi guru adalah
suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan
oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih
terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan (Uno. 2007).
Berdasarkan kutipan kriteria profesi guru yang dimaksudkan oleh NEA dan
prinsip profesi guru yang diatur dalam undang-undang guru dan dosen tersebut tampaknya kriteria profesi guru begitu luas dan komplek, sedangkan kriteria profesi yang
dirumuskan oleh tim Pascasarjana se Indonesia tahun 2007 di Undiksha Singaraja
35
tampaknya mempersempit makna kriteria profesi tersebut hanya dilihat dari sisi
kemampuan profesionalnya saja, karena hanya melihat dari kriteria kompetensinya saja,
yaitu: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4)
kompetensi profesional, padahal kriteria dari profesi begitu luas dan kompleksnya.
Kemudian pembahasan tentang kompetensi guru tersebut akan dikaji secara lebih dalam
dan lebih luas dalam bagian khusus dari suatu bab dalam buku ini, khususnya bagian yang
membahas kompetensi profesional guru.
D. Sejarah dan Petumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan
Perkembangan posisi dan eksestensi profesi tenaga kependidikan pada jaman
dahulu khususnya guru mempunyai pengakuan status, kedudukan dan martabat yang
sangat tinggi dan sangat dihormati dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sebutan
guru yang dikaitkan dengan nama Tuhan, seperti, misalnya Shang Hyang Batara Guru,
yang tiada lain dianggap sebagai Sang Hyang Widhi Wasa yang menciptakan segala alam
semesta. Di samping hal tersebut di dalam masyarakat Hindu di Bali istilah guru juga
dikaitkan dengan ajaran agama yang disebut istilah Catur Guru, yang artinya empat
penuntun yang mengemban tugas berat, dan sangat mulia yang harus dihormati seharihari, yang terdiri dari Guru Swadhyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa.
Guru Swadhyaya atau Ida Shang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan mahluk
terutama manusia yang termulia yang dibekali bayu, sabda, dan idep sudah tentu akan
dapat berpikir merasa bersyukur kehadapannya, karena berkat jasa beliaulah manusia ini
ada, dan dalam keadaan selamat sehingga dapat berbuat baik untuk meningkatkan derajat
hidup sekala niskala. Guru Rupaka yang dimaksudkan di sini adalah bapak dan ibu
kandung yang berjasa secara langsung melahirkan, memelihara dan mendidik dengan rasa
tanggugjawab sehingga kita sebagai keturunannya menjadi orang yang suputra. Guru
36
Pengajian yang dalam ini dimaksudkan adalah guru yang mendidik dan mengajarkan
segala macam ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam hidup dan meningkatkan
derajat hidup untuk mencapai tujuan hidup manusia. Demikian juga yang dimaksudkan
dengan Guru Wisesa yaitu dalam hal ini pemerintah yang mengatur dan membimbing
masyarakat berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan
rakyat yang adil dan makmur. Demikianlah begitu sangat tingginya penghormatan yang
diberikan oleh masyarakat terhadap guru tersebut, karena guru berat dan sarat dengan
ilmu pengetahuan (Amir. 2006), sehingga tampaknya digunakan untuk menunjukkan
segala sesuatu yang harus sangat kita hormati dikaitkan dengan istilah guru.
Kemudian untuk menunjukkan rasa penghormatan terhadap profesi guru karena
memiliki peranan, status, kedudukan, derajat dan martabat yang begitu penting dan tinggi
tersebut, maka sebutan guru sering juga dikaitkan dengan Kiyai, Ustadz, Resi, Bagawan,
Pendeta dan lain sebagainya.
Pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang mulai ada keccndrungan
untuk membedakan posisi tenaga kependidikan khususnya guru tersebut. Ada yang
diposisikan sebagai pengemban misisonaris keagamaan, seperti, misalnya dalam agama
Kristiani. Demikian juga ada yang diposisikan sebagai pegawai sipil dengan sebutan
sebagai guru yang disiapkan melalui sekolah guru, seperti Normalschool (NS) untuk
sekolah dasar, van Deventer School (VDS) untuk guru sekolah dasar putri, Kweekschool
(KS) untuk guru sekolah dasar, dan Curssus Operleiding voor Volks Onderwyzer
(OVVO) atau Curssus voor Onderwyzer (CVO ) bagi anak-anak di desa (SD) dan Bumi
Putra (Supriadi 2003). Guru pada jaman Belanda tersebut sebagai misionaris maupun
sebagai pegawai sipil pada masa itu tetap dihormati seperti halnya pada jaman
sebelumnya. Lebih-lebih para guru Bumi Putra pada waktu itu merupakan kaum inte-
37
lektual yang ikut sebagai penggerak tumbuhnya perkumpulan perjuangan bersama para
politisi dan pejuang yang lainnya. Demikian pula pada jaman Jepang Danshi Shikan
Gakko yaitu sekolah guru laki-laki, Zyooshi Shikan Gakko sekolah gru perempuan, Kooto
Shikan Gakko sekolah guru tinggi, dan Kantei Shikan yaitu kursus guru darurat. Pada
waktu itu pula, yaitu tanggal 25 Nopember 1945 PGRI didirikan yang karakteristiknya
lebih condong sebagai organisasi perjuangan ketimbang sebagai suatu oragnisasi profesi.
Pada masa setelah perang kemerdekaan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia
ternyata sangat memperihatinkan, karena lebih dari 90 % penduduk yang berjumlah 70
juta jiwa itu masih buta hurup. Sedangkan di sisi lain pada saat itu jumlah guru yang
berkualifikasi lulusan Normalschool (NS) ke atas jumlahnya hanya sekitar ratusan saja,
serta guru lulusan OVVO atau CVO jumlahnya sekitar ribuan saja. Karena itu pada saat
itu dapat dimaklumi siapa saja yang merasa terpanggil untuk membantu sesamanya
belajar tentang tulis-baca-hitung sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk memberantas
buta hurup. Kemudian barulah setelah Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dan Undangundang No. 12 Taun 1954 tentang Dasar-dasar Pengajaran di Sekolah diberlakukan,
pendirian KPKPPB, SGB, dan SGA diselenggarakan secara meluas ditanah air, demikian
juga beberapa PTPG serta B.I, dan B.II yang kemudian berkembang menjadi IKIP.
Sementara itu untuk membantu mereka yang telanjur terpanggil melibatkan diri menjadi
guru namun belum sempat memperoleh pendidikan prajabatannya yang relevan, KLPSGB, KGB dan KGA serta RBB dan RBA dan beberapa perguruan tinggi LPTK swasta
juga mulai dikembangkan secara luas.
Kemudian pada awal pembangunan jangka panjang yang kedua, secara tentatif
tercatat sekitar 1,8 juta guru dari sekitar 4,5 juta pegawai negeri sipil yang latar belakang
pendidikannya dan kualifikasinya berbeda-beda. Mereka yang bertugas di SD saja baru
38
sekitar kurang dari 10 % yang sudah berkualifikasi lulusan D.II yang dijadikan standar
minimal kewenangannya sejak awal 1990 an dari jumlah total sekitar 1,2 juta. Perlu juga
dicatat bahwa sekitar diperkirakan masih banyak lulusan SPG hingga kini masih tidak
menentu nasibnya karena yang dapat diangkat menjadi guru dalam jumlah terbatas dan
itupun hanya lulusan D.II.
Sungguh kontradiktif keadaannya antara harapan dengan tuntutan terhadap sistem
pendidikan nasional yang harus mampu mempersiapkan sumberdaya manusia yang
berkualitas guna menghadapi globalisasi dan milinium ketiga, dengan kebijakan yang
cendrung kurang menguntungkan perkembangan guru. Berbagai upaya sebenarnya telah
banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini, tetapi tampaknya masih kurang berhasil.
Perkembangan LPTK tampaknya masih asyik dengan fokus kegiatan pada pendidikan
prajabatan guru juga terus digoyang isu eksestensinya yang dinyatakan kurang jelas
secara konseptual dan arahnya. Sementara itu PGRI sebagai perkumpulan guru masih
tetap berkutat mengurus sekolahnya sendiri sementara kegiatan yang menunjang ke arah
pengembangan kualitas kemampuan profesionalnya cendrung terabaikan.
Peluang untuk melakukan pengembangan profesi guru itu tampaknya cukup
terbuka ketika mulai diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem
Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur
tentang Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hubungan ini guru. Lahirnya dan
diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tersebut sebenarnya merupakan
keberhasilan yang besar dan luar biasa, karena mulai sejak itu sistem pendidikan di
Indonesia memiliki landasan konstitusional yang konsisten sesuai dengan UUD 1945,
yang seyogianya harus dilakukan secara sinergi dari semua pihak mulai dari pemakai
dalam hal ini penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan, LPTK, organisasi profesi,
39
dan tenaga kependidikan, dan tenaga pendidik khususnya guru. Ternyata peluang untuk
mengembangkan tenaga kependidikan khususnya guru untuk menjadi tenaga profesional
masih rendah, hal ini secara jelas dapat dilihat dari mutu pendidikan di Indonesia masih
tetap menghasilkan sumberdaya manusia yang mutunya masih rendah. Banyak faktor
yang menyebabkan keprofesionalan guru tidak dapat dikembangkan, diantaranya karena
sistem pendidikan guru pada saat itu kurang mengarah dan mengaplikasikan kaidahkaidah dan prisip-prinsip keprofesionalan.
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang mengatur tentang Guru dan Dosen, yang
kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
No. 18 Tahun 2007 tentang Sertfikasi Guru, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah
untuk meningkatkan keprofesionalan guru tersebut. Sertifikasi guru dalam jabatan telah
dimulai sejak tahun 2007 dan akan terus bergulir sampai semua guru yang ada sekitar 2,7
juta orang memperoleh sertifikat pendidik. Demikian pula bagi mereka yang sedang
mempersiapkan diri untuk dapat menjadi guru dan memiliki sertifikat pendidik, harus
mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai wadah para lulusan S1 dan
D4 untuk menempuh pendidikan profesi dan bidang keahlian keguruan yang bermuara
pada penganugrahan sertifikat pendidik kepada mereka yang telah menamatkan program
PPG. Setifikat Pendidik ini kemudian dapat digunakan sebagai salah satu dasar syarat
untuk dapat melamar dan diangkat menjadi guru, baik pada lembaga pendidikan formal,
jalur pendidikan nonformal, atau informal dengan status pendidik bersertifikat. Lebih dari
itu pendidik yang bersertifikat akan memperoleh perlindungan dari pemerintah atas
haknya berkenaan dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut.
40
E. Rangkuman
Profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang ideal tertentu yang menuntut
persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang
memerlukannya. Profesi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) profesi yang
telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5)
jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya.
Contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan sebagai profesi yang semi profesional,
misalnya adalah keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar, profesi yang
dapat digolongkan mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru
seperti misalnya akuntan, dan arsitek, dan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan
dirinya sebagai prajurit yang profesional. Guru di Indonesia yang pada saat sekarang ini
secara legalnya sudah diatur sebagai profesi, walaupun secara teori ada pendapat yang
menyatakan sebagai suatu profesi yang sedang tumbuh.
F. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian tenaga profesi kependidikan.
2. Bandingkanlah antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi
sebagai syarat seorang guru yang profesi.
3. Jelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat
mulia sejak jaman dahulu.
41
BAB. IV
HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI
PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian kompetensi
Dapat menjelaskan pengertian kompetensi
Memahami kompetensi tenaga kependi- Dapat menjelaskan kompetensi tenaga kedikan
pendidikan
Memahami pengkuran dan penilaian tenaga Dapat menjelaskan langkah-langkah dalam
kependidikan
pengkuran dan penilaian tenaga kependidikan
Memahami pengembangan profesi dan Dapat menjelaskan pengembangan profesi
karir tenaga kependidikan
dan karir tenaga kependidikan
B. Pengertian Kompetensi
Kompetensi adalah merupakan salah satu kriteria dari suatu profesi. Guru sebagai
suatu profesi juga dituntut untuk memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa
dilihat dari berbagai aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya, maupun cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam bab dua ini akan dibahas beberapa aspek dari kompetensi
profesi tenaga kependidikan khususnya guru.
Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri dari profesi dalam kepustakaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung dari sudut pandang para
penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat ditunjukkan dalam
pembahasan ini, seperti, misalnya ada pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi
tersebut adalah suatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang, baik yang kuali-
42
tatif maupun kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompetensi seperti ini mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat digunakan dalam
dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yang menunjukkan kepada perbuatan yang
diamati. Kontek kedua sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif. afektif, dan
perbuatan, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi juga
diberikan pengertian sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai
oleh seseorang yang telah menjadi bagian darinya sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003).
Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan terhadap tugas, keterampilan,
sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian
Gordon dalam Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai
berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, misalnya
seorang guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan bantuan yang
diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman
yaitu kedalaman kognitif dan apektif yang dimiliki oleh individu, seperti misalnya
seorang guru yang akan melaksanakan pemebelajaran harus memiliki pemahaman yang
luas tentang karekteristik dan kondisi muridnya agar dapat pembelajaran berjalan secara
efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, seperti, misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk lebih
memotivasi dan memudahkan pembelajaran peserta didik. Keempat nilai, yaitu suatu
standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri
seseorang, seperti, misalnya standar perilaku dalam pembelajaran, antara lain kejujuran,
keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima sikap, yaitu perasaan seperti perasaan
43
senang dan tidak senang, suka tidak suka, atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan
yang datang dari luar, seperti reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, dan
sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang untuk melakukan sesuatu atau mempelajari
sesuatu. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh
suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk mengembangkan pribadi, penguasaan
ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan
berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasyarakat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian
kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguaraikan bahwa kompetensi
tersebut mengandung tiga pengertian. (1) pengertian kompetensi itu pada dasarnya
merupakan kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan, (2)
menunjuk pada pengertian bahwa kompetensi itu merupakan sifat orang-orang, yang
memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya
untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diperlukan, dan (3) bahwa kompetensi merupakan
tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan
berdasarkan kondisi yang diharapkan (Makmun.1996, Depdikbud.1978, Depdikbud.
1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tersebut dapat juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang dapat disebut
sebagai profesional yang kompeten, kalau menunjukkan karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi dan misi
yang jelas, ia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis kritis dan pertimbangan
logis dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apapun yang akan
dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah,
hipotesis dan generalisasi, data dan imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yang
44
menjadi bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang mencakup strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, tentang cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan
ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat
ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya,
(5) memiliki daya dan citra unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan
sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang
sebaik mungkin, dan (6) memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensi yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan dan teruji sehinga
memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang.
Jadi demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para penulis, dengan
demikian berdasarkan pada pengertian kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawasan dan khasanah para calon guru, dan lebih lanjut akan memiliki pijakan yang
lebih luas dan kuat dalam mempelajari serta memahami kompetensi profesi kependidikan
khususnya profesi guru tersebut.
C. Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan
Berpijak pada pengertian kompetensi yang begitu umum dan beragam, tampaknya
juga membawa konsekuensi akan terjadinya atau ditemukannya dalam kepustakaan
pengertian kompetensi profesi tenaga kependidikan yang beragam pula. Variasi dan
keragaman pengertian kompetensi tenaga kependidikan, khususnya kompetensi guru
tersebut, akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini. Cooper dalam Sudjana (1989)
mengemukakan kompetesi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah: (1) mempunyai
pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan
menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri
45
sendiri, sekolah, sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, serta (4) mempunyai
keterampilan teknik mengajar. Demikian juga Grasser dalam Sudjana (1989) menyatakan
ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) menguasai bahan
pelajaran, (2) kemampun mendiagnosis tingkah laku siswa, (3) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (4) kemampuan mengukur hasil belajar siswa.
Di negara maju seperti yang dinyatakan oleh Samani (2006) dengan menunjuk
Queensland Australia menyebutkan ada dan ditetapkan 12 kompetensi guru, yaitu: (1)
structure flexible and innovative learning experiences forn individual and groups, (2)
contribute to language, literacy, and numeracy development, (3) construct intellectually
challenging learning experiences, (4) construct learning experiences that connect the
world beyond school, (5) construct inclusive and participatory learning experiences, (6)
integrate ICT to enhance student learning, (7) assess and report student learning, (8)
support the social development and participation of young people, (9) create safe and
supportive learning environments, (10) build relationship with ider community, (11)
contribute to professional team, and (12) commit to professional practice. Demikian juga
Samani (2006) lebih lanjut dengan mengutip kompetensi guru yang ditetapkan oleh
(INSTASC) menyebutkan ada 11 kompetensi, yaitu: 1) content knowledge, 2) human
development and learning, 3) diversity, 4) planning for instruction, 5) learning environment, 6) instructional delivery, 7) communication, 8) assessment, 9) collaborative relationships,10) reflection and profesional growth, dan 11) profesional conduct. Menurut
Usman (2004) kompetensi guru diberikan pengertian sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.
Dahulu sekitar tahun 1980 an guru dituntut untuk memiliki 10 kompetensi yang
dikenal dengan 10 kompetensi dasar guru yang didalamnya mencakup: (1) menguasai
46
bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menguasai
media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi
belajar mengajar, (7) menilai prestasi belajar siswa, (8) mengenal fungsi dan program
bimbingan penuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi seklah, dan (10)
memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan
pengajaran (Uno. 2007). Kemudian proses pembelajaran yang disebut efektif apabila
seorang guru tersebut dalam pembelajarannya memiliki ciri-ciri: (1) memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi tantangan dan konflik, (2) memiliki
kebiasaan sabar, tenang dan sopan santun dalam hubungannya dengan siswa, (3) bersifat
konstruktif membenarkan dan memberikan ulasan dan cara berbicara, (4) memiliki
kemampuan untuk mengendalikan diri murid dalam memecahkan masalahnya sendiri, (5)
memiliki kesederhanaan dalam mendayagunakan kesempatan dalam mengajar, (6) penuh
antusias terhadap siswa dalam mengajar, (7) berhati-hati dalam membuat perencanaan
pengajaran bersama murid, dan membimbing murid untuk mencapai apa yang diinginkan,
(8) memiliki keterampilan dalam mengarahkan siswa untuk menilai pekerjaan mereka, (9)
menarik minat siswa terhadap siswa-siswa secara pribadi (Sahertian dan Ida Aleida.
1990). Kemudian Richey (1962) mengemukakan 5 variabel dari pengajaran yang disebut
pembeljaran efektif yang berisi 19 indikator. Kelima variabel tersebut adalah sebagai
berikut: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan merencanakan
pengajaran, (3) pendayagunaan alat pelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai
pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan aktif dari guru. Kalau kelima variabel tersebut
lebih dirinci dalam indiokator, maka akan tampak sebagai berikut: (1) memberi tugas
kepada murid secara individual, (2) sangat pribadi dan penuh keakraban, (3) sering
diadakan menolong siswa, (4) memeriksa dengan teliti dan dikembangkan segera sambil
47
membahasnya secara bersama, (5) pekerjaan dibuat, (6) guru menjadi sumber imformasi
dan siswa menggunakan buku sebagai suplemen, (7) pelajaran disajikan di papan tulis
atau alat lain yang lengkap, (8) materi yang penting selalu disajikan, (9) siswa mengerti
cara menggunakan buku pelajaran, (10) penggunaan alat bantu yang berhubungan dengan
tugas pengajaran, (11) siswa menggunakan perpustakaaan yang efektif, (12) memperkenal;kan kelas dengan berbagai model bentuk pembalajaran (13) menolong siswa dalam
membuat rencana, (14) mendidik siswa untuk mempersiapkan tugas dan membantu kelas
secara keseluruhan, (15) menumbuhkan minat siswa, (16) memberikan pengalaman
memimpin dibawah binaan guru, (17) melengkapi, menciptakan keseimbangan kegiatan
di bawah asuhan guru, (18) memperhatikan problem siswa dan memecahkan masalahmasalah mereka, dan (19) memberi kesempatan untuk berpartisipasi.
Kemudian dalam hubungan ini Samani (2006) mengembangkan suatu alat ukur
pengajaran yang disebut pembelajaran yang efektif, yang didalamnya terdiri dari perencanaan pengajaran, dan pelaksanaan proses pembelajaran. Dari masing-masing dimensi
dikembangkan dalam bentuk daftar tabel komponen-komponen rencana pembelajaran dan
komponen-komponen dalam proses pembelajaran sebagai berikut di bawah ini.
DAFTAR TABEL 2.1
KOMPONEN PERENCANAAN PENGAJARAN
No
1
Komponen rencana Pembelajaran
Perumusan tujuan pembelajaran dibuat dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan
penafsiran ganda.
2
Perumusan tujuan pembelajaran dirumuskan secara lengkap dalam arti rumusan
indikatornya minimal mengandung komponen peserta didik dan perilaku.
3
Perumusan tujuan pembelajaran memiliki kejelasan penjenjangan indikator dalam
48
arti diurutkan dari kompetensi yang sedrehana ke yang lebih komplek.
4
Perumusan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar dalam arti dijabarkan dari kompetensi dasar.
5
Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar agar sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti materi dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran atau kompetensi
yang ingin dicapai.
6
Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sesuai dengan karakterristik peserta
didik dalam arti tingkat keluasan dan kedalaman materi disesuaikan dengan cepat
dan lambatnya anak, tingi dan rendahnya motivasi anak.
7
Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar
8
Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar
9
Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran
dalam arti sumber belajar dipilih yang dipakai mencapai tujuan pembelajaran yang
ingin dicapai, misalnya buku, modul, aodio visual, dan lain-lain.
10
Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran
dalam arti dipilih untuk dapat memudahkan pemahaman peserta didik, seperti lidi,
sempua, lampu senter, globe, bola dan lain sebagainya.
11
Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta
didik dalam arti sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan motorik
peserta didik.
12
Pemilihan metode pebelajaran/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti relevan untuk dipakai mencapai tujuan pemeblajaran yang ingin
dicapai.
13
Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan strategi dan metode pembekajaran
49
dalam arti dapat memudahkan siswa dalam memahmai sesuatu.
14
Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu dengan tahapan
pembelajaran secara proporsional (pembukuan 5-10%, inti 70-80 %, dan penutup
10-15 %).
15
Penilaian hasil belajar dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti tes
tulis mengukur pengetahuan, kinerja mengukur penampilan, dan skala sikap mengukur sikap.
16
Penilaian hasil belajar dilakukan dengan jelas dalam arti tampak jelas diuraikan
prosedur penilaian awal, proses, dan akhir, dan mencakup tes dan non tes.
17
Penilaian hasil belajar dilakukan dengan instrumen yang lengkap, misalnya soal
dilengkapi dengan kunci jawaban, teknik penskoran, dan atay rubrik.
DAFTAR TABEL 2.2.
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
No
Komponen yang Diamati
I. Pembelajaran
1
Kesiapan ruang, alat pembelajaran dan media.
2
Memeriksa kesiapan siswa
II. Membuka Pelajaran
3
Melakukan kegiatan apersepsi
4
Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai atau rencana kegiatan.
III. Kegiatan Inti Pembelajaran
a. Penguasaan Materi Pelajaran
5
Menunjukkan penguasaan materi pelajaran
50
6
Mengaitkan materi dengan pengetahuan lainnya yang relevan.
b. Pendekatan Strategi Pembelajaran
7
Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai.
8
Melaksanakan pembelajaran secara runtut.
9
Menguasai kelas.
10
Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontektual.
11
Melaksanakan pembelajaran yang memungkikan tumbuhnya kebiasaan positif.
12
Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan
c. Pemanfaatan Sumber Belajar.
13
Menunjukkan keterampilan dalam menggunkan sumber belajar atau media pembelajaran.
14
Menghasilkan pesan yang menarik.
15
Melibatkan siswa dalam membuat dan memanfaatkan sumber belajar dan media
pembelajaran.
d. Pembelajaran yang Memicu dan Memelihara Ketertiban
16
Menumbuhkan partisipasi aktif siswa melalui interaksi guru siswa, sumber belajar.
17
Merespon positif partisipasi siswa.
18
Menunjukkan sikap terbuka kepada respon siswa.
19
Mmenunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif.
20
Menumbuhkan keceriaan dan antusiasisme siswa dalam belajar.
e. Menilai Proses dan Hasil Belajar.
21
Memantau kemajuan belajar.
22
Melakukan peneilaian akhir sesuai dengn kompetensi.
51
f. Penguasaan Bahasa
23
Mengunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar.
24
Menggunakan bahasa tulis yang aik dan benar.
25
Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai.
IV. Penutup
26
Melakukan refeleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa.
27
Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas
sebagai bagian remidi/pengayaan.
Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksudkan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, menjadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
52
Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan
isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan
peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan
bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya. Dari keempat macam
kompetensi guru tersebut dapat digambarkan dalam suatu daftar tabel sebagai berikut di
bawah ini.
DAFTAR TABEL 2.3
KOMPETENSI GURU YANG PROFESIONAL
N0
Kompetensi
Subkompetensi
Indikator
1.
Kompetensi kepri-
Kepribadian man-
b. Bertindak sesuai dengan norma
badian: kemampuan
tap dan stabil.
personal yang men-
hukum.
c. Bertindak sesuai dengan norma
cerminkan kepriba-
sosial.
dian yang mantap,
d. Bangga sebagai guru.
stabil dewasa, arif,
e. Memiliki konsistensi dalam
dan bijaksana, berwi-
bertindak sesuai dengan norma.
bawa, menjadi tau-
Kepribadian yang
ladan bagi peserta
dewasa.
a. Menampilkan keperibadian dalam
bertindak sebagai pendidik.
didik, dan berakhlak
b. Memiliki Etos kerja sebagai guru.
mulia.
Kepribadian yang
arif
a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta
53
didik, sekolah dan masyarakat.
b. Menunjukkan keterbukaan dalam
berpikir dan bertindak.
Kepribadian yang
berwibawa.
a. Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta
didik.
b. Memiliki perilaku yang disegani.
Berahklak mulia
a. Bertidak sesuai dengan norma-
dan dapat menjadi
norma religius (Iman, takwa, jujur,
tauladan.
iklas, suka menolong).
b. Memiliki perilaku yang diteladani
peserta didik.
2
Kompetensi pedago-
Memahami peser-
a. Memahami peserta didik dengan
gi meliputi:
ta didik secara
memanfaatkan prinsip-prinsip
pemahaman terhadap
mendalam.
perkembangan kognitif.
peserta disik peran-
b. Memahmai peserta didik dengan
cangan dan pelaksa-
memanfaatkan prinsip-prinsip
naan pembelajaran,
kepribadian.
evaluasi hasil belajar,
c. Mengidentifikasi bekal ajar awal
dan pengembangan
peserta didik.
peserta didik untuk
Merancang pem-
mengaktualisasikan
belajaran, terma-
berbagai potensi
suk memahami
yang dimiliki-nya.
landasar kependi-
54
a. Memahami landasan kependidikan.
b. Menerapkan teori belajar dan
pembelajaran.
dikan untuk ke-
c. Menentukan strategi pembelajaran
pentingan pembe-
berdasarkan karakteristik peserta
lajaran.
didik, kompetensi yang akan dicapai, dan materi ajar.
d. Menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang
dipilih.
Melaksanakan
a. Memilih latar pembelajaran.
pembelajaran
b. Melaksanakan pembelajaran yang
kondusif.
Merancang dan
a. Merancang dan melaksanakan
melaksanakan
evaluasi pembelajaran proses dan
evaluasi pembela-
hasil belajar secara berkesinam-
jaran.
bungan dengan berbagai metode.
b. Menganalisis hasil evaluasi proses
dan hasil belajaruntuk menemukan
tingkat ketuntasan belajar.
c. Memanfaatkan hasil penilaian
pembelajaran untuk perbaikan
kulaitas program pembelajaran
secara umum.
Menumbuhkan peserta didik untuk
55
a. Memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi
mengaktualisasikan
berbagai potensinya.
akdemik.
b. Memfasilitasi peserta didik untuk
mengembangkan berbagai potensi
non akademik.
3
Kompetensi profesi-
Menguasai sub-
a. Memahmai materi ajar yang ada
onal merupakan pe-
stansi keilmuan
nguasaan materi
yang terkait dengan b. Memahami struktur konsep, dan
pembelajara secara
bidang studi.
dalam kurikulum sekolah.
metode keilmuan yang menaungi
luas dan mendalam
atau koheren dengan materi ajar.
yang mencakup pe-
c. Memahami hubungan konsep anta
nguasaan matari ku-
mata pelajaran terkait.
rikulum mata pela-
d. Menerapakan konsep-konsep
jaran di sekolah dan
keilmuan dalam kehidupan
substansi keilmuan
sehari-hari.
yang menaungi mate- Menguasai struktur
rinya, serta pengua-
metode keilmuan
a. Menguasai langkah-langkah
penelitian dan kajian kritis untuk
saan terhadap struk-
memperdalam penegtahuan atau
tur dan metodelogi
materi bidang studi.
keilmuannya.
4
Kompetensi sosial:
Mampu berkomu-
merupakan kemam-
nikasi dan bergaul
secara efektif dengan peserta
puan guru untuk
secara efektif
didik.
berkomunikasi dan
dengan peserta
bergaul secara efektif didik.
56
a. Berkomunikasi dan bergaul
dengan peserta didik,
Mampu berkomu-
a. Berkomunikasi dan bergaul
sesama pendidik,
nikasi dan bergaul
secara efektif dengan sesama
tenaga kependidikan.
secara efektif
pendidik dan tenaga kependi-
dengan sesama
dikan.
pendidik dan tenaga kependidikan.
Mampu berkomu-
a. Berkomunikasi dan bergaul secara
nikasi dan bergaul
efektif dengan orang tua /wali
secara efektif
peserta didik dan masyarakat
dengan orang tua
sekitar.
/wali peserta didik
dan masyarakat
sekitar.
Dari penjelasan keempat kompetensi guru tersebut cukup menarik untuk lebih
dicermati, karena jikalau penjelasan tentang kompetensi guru yang disebut dengan
kompetensi keribadian, kompetensi paedagogik, dan kompetensi sosial, tampaknya sudah
cukup jelas maknanya sebagai bagian atau unsur persyaratan kompetensi yang seharusnya
dimiliki oleh seorang guru disebut yang profesional, namun kompetensi profesional akan
sangat jumbuh atau akan dapat dan sangat mengelirukan pengertiannya dengan pengertian
seorang guru yang disebut profesional sebagai gambaran atau representasi dari guru yang
ideal secara umum. Kalau memang kemampuan profesional guru yang dimaksudkan
tersebut adalah sebagai salah satu unsur dari persyaratan kemampuan yang dituntut untuk
dimiliki oleh seorang guru yang profesional, barangkali kompetensi profesional yang
57
merupakan unsur persyaratan kemampuan seorang guru yang profesional perlu diformulasikan dengan sebutan yang lainnya. Lebih-lebih kemampuan profesional guru yang
dimaksudkan tersebut sudah cukup jelas, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, atau penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar, atau
disebut juga dengan penguasaan bidang studi keahlian. Sehingga dalam hubungan ini
tampaknya akan lebih tepat kalau kompetensi profesional tersebut diformulasikan dengan
sebutan yang lainnya, misalnya dengan kompetensi akademik.
Tampaknya adanya pemilahan terhadap keempat kompetensi guru tersebut perlu
disadari bahwa itu hanyalah lebih bersifat legal artinya usaha dalam mencermatinya
sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan mungkin juga lebih
bersifat akademik dalam rangka untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan dalam
memahami konsep kompetensi guru tersebut, sebab sesungguhnya pada dasarnya keempat kompetensi tersebut adalah merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan profil guru yang profesional. Oleh karena itulah seorang guru yang profesional dalam
melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh penguasaan akademik yang kokoh disertai
dengan komitmen yang tinggi kepada pembelajaran dan peserta didik.
D. Pengukuran dan Penilaian Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan
Setelah dibahas tentang kompetensi tenaga kependidikan khususnya kompetensi
guru dalam uraian-uraian terdahulu, yang perlu juga dibahas dalam bab yang membahas
tentang kompetensi tenaga kependidikan tersebut, adalah masalah yang berkaitan dengan
sistem mengevalusi kompetensi guru dari berbagai dimensinya, seperti pengertian,
prosedur dan tujuan evaluasi, berbagai instrumen yang dapat digunakan dalam melakukan
evaluasi tersebut, cara atau teknik yang digunakan dalam menganalisis hasil evaluasi,
serta penggunaan hasil evaluasi.
58
Pengukuran dan penilaian kompetensi profesi guru yang dimaksudkan dalam
pembahasan buku ini adalah upaya sistematik untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah, dan menafsirkan data, fakta dan informasi dengan tujuan untuk menyimpulkan nilai
atau peringkat kompetensi seseorang dalam suatu jenis bidang pekerjaan keahlian tertentu
dalam hal ini guru, serta menggunakan kesimpulannya tersebut dalam proses pengambilan keputusan tentang status atau kedudukan yang bersangkutan berikut rekomendasi
dan tindak lanjutnya (Makmun. 1996).
Pengukuran fokus kegiatannya pada proses upaya pengumpulan, penyusunan,
pengolahan, dan penafsiran data, fakta,dan imformasi, sedangkan penilaian fokus kegiatannya adalah pada proses upaya memberikan nilai serta peringkat kompetensi sesorang,
berdasrkan hasil pengukuran dalam bidang atau jenis pekerjaan keahlian atau keprofesian
tertentu.
Penggunaan hasil pengukuran dan penilaian tersebut sesungguhnya sudah merupakan tugas dan wewenang para pembuat keputusan. Dalam konteks keprofesian ini perlu
ditegaskan keterkaitannya satu sama lain maksudnya untuk menghindari kemungkinan
terjadinya kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan tentang status dan kedudukan
kompetensi keahlian atau keprofesian seseorang karena kelemahan data dan imformasi
serta kekurang jelasan kriteria atau standar normatifnya, padahal keputusan akan sangat
menentukan nasib dan masa depan orang yang dinilai serta membawa dampak langsung
atau tidak langsung tehadap pemakai jasanya. Seperti pengukuran dan penilaian guru
dalam rangka pelaksanaan sertifikasi, pengangkatan, promosi karier jabatan, penentuan
sistem penghargaaan dan penggajian lainnya.
Secara rinci mungkin dapat lebih dijelaskan bahwa pada dasarnya tujuan daripada
pengukuran dan penilian tersebut dapat dijelaskan: (1) Untuk menyiapkan tenaga profesi
59
melalui proses pendidikan atau pelatihan. Kegiatan pengukuran dan penilaian untuk
tujuan ini pada dasarnya adalah merupakan bagian integral dari proses pendidikan
prajabatan dan pelatihan. Termasuk kegiatan pengukuran dan penilaian dalam hubungan
ini adalah mulai tes seleksi masuk calon peserta pendidikan keprofesian yang bersangkutan untuk mendeteksi pemenuhan seseorang akan persyaratan dasar kemampuan atau
potensi dasar yang diperlukan untuk pengembangan keprofesiannya yang mencakup
kecerdasan, bakat, kepribadian, minat, dan sikap terhadap pekerjaan keprofesioannya.
Jadi alternatif keputusan yang akan diambil dalam melakukan kegiatan pengukuran dan
penilaian ini adalah menerima atau menolak calon peserta didik untuk suatu program
pendidikan atau pelatihan tertentu. Kemudian pengukuran dan penilaian untuk tujuan
menyiapkan tenaga profesi melalui proses pendidikan atau pelatihan tersebut sebenarnya
juga menyatu dengan keseluruhan proses dan sistem pendidikan dan pelatihan karena
pada dasarnya setiap proses pendidikan atau pelatihan tersebut pada akhir kegiatannya
biasanya diakhiri dengan dilakukannya suatu pengukuran dan penilaian akhir yang
digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelulusan seseorang dari program pendidikan
dan pelatihan tersebut. (2) Untuk kepentingan sertifikasi, pengangkatan dan penempatan.
Jika proses penyiapan tenaga keperofesian ini bersifat terbuka penyelenggaraannya, maka
sertifikasi umumnya dilakukan oleh instansi atau organisasi asosiasi yang berwewenang
untuk menguji keprofesian calon anggota pengemban jabatan profesi tersebut, seperti
akuntan publik, dan pengacara. Demikian pula pengukuran dan penilaian tersebut juga
akan dilakukan apabila dilakukan pengangkatan PNS oleh pemerintaa atau instansi lain
seperti guru. Selain itu pengukuran dan penilaian juga dilakukan dalam rangka untuk
mengisi suatu jabatan profesi yang sifatnya kompetetif. Jadi pengukuran dan penilaian
pada dasarnya akan dilakukan adalah dalam rangka untuk mengamnbil suatu keputusan
60
untuk menolak atau menerima seseorang memperoleh sertifikasi keprofesian tertentu,
menerima atau menolak pengakatan atau penempatan seseorang dalam jabatan profesional tertentu. (3) Untuk kepentingan promosi, mutasi dan pemutusan jabatan profesi
tertentu. Pengukuran penilaian kompetensi jabatan keprofesian tertentu juga dilakukan
untuk keperluan pembuatan keputusan untuk kepentingan dalam rangka promosi, mutasi
dan pemutusan atau pemberhetian jabatan profesi tertentu dari jabatannya. (4) pengembangan dan pembinaan kualifikasi kompetensi keprofesian. Perkembangan ilmu penegtahuan dan teknologi serta ttntutan kebutuhan jasa keprofesian yang cendrung semakin
berubah secara dinamis, pada dasarnya akan menuntut kepada para pengemban jabatan
keprofesian tertentu untuk terus menerus mengembangkan dan membina anggotanya.
Oleh karena itu para pengemban profesi tertentu di lapangan pemantauannya dilakukan
dengan pengukuran penilaian mutu kinerja keprofesiannya secara terus menerus agar
dapat memilih alternatif program pendidikan yang sepatutnya harus diikuti.
Sejalan dengan jenis alaternatif keputusan yang akan diambil tersebut, maka para
petugas penilaian dan pengukuran tersebut selanjutnya harus menetapkan tujuan dan
sasaran dari kegiatan penilaian. Dalam merumuskan tujuan dan sasaran harus dirumuskan
secara spesifik aspek mana yang akan dinilai. Oleh karena itu aspek yang bisa menjadi
sasaran penilaian tersebut bisa jadi unsur kinerjanya saja, komponen kajian bidang
pekerjaannya saja, atau secara menyeluruh. Demikian pula model rumusan tujuan dan
sasaran pengukuran dan penilaian kompetensi intinya serupa dengan model rumusan
operasional variabel dalam metodologi penelitian atau rumusan tujuan instruksional
khusus dalam pembelajaran. Dengan demikian setiap variabel atau komponen kompetensi
tersebut harus dinyatakan dengan jelas apa saja perangkat indikatornya dan dari setiap
indikator tersebut akan dapat dibuatkan deskriptornya. Dengan indikator ini sesungguh-
61
nya adalah dalam rangka untuk menunjukkan bahwa setiap profesi tersebut memiliki ciriciri khasnya atau aspek-aspek yang unik dan yang akan membedakan dengan profesi yang
lainnya. Demikian deskriptor tersebut merupakan unsur-unsur pendukung yang akan
dapat dicermati dan diukur secara lebih operasional.
Dengan telah dirumuskannya tujuan dan sasaran pengkukuran penilaian tersebut,
maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara yang akan digunakan dalam melakukan
pengkuran dan penlilaian tersebut. Secara tidak langsung sebenarnya sudah disinggung
bahwa ada beberapa metode dan teknik penilaian yang dapat dipilih tergantung dari
tujuan pengukuran penilaian tersebut. Jika tujuan penilaian dan pengukuran tersebut
adalah untuk keperluan dalam rangka mendiagnosis pembinaan dan pengembangan, baik
yang bersifat inservice maupu preservice maka pendekatannya tentu lebih cocok dengan
metode formatif, progresif, dan sumatif secara integral dan komprehensif mencakup
semua perangkat kompetensi profesinya. Demikian juga jika tujuannya untuk menseleksi
atau sertifikasi, maka metode pendekatan yang digunakan dengan testing atau pengujian.
Ada beberapa teknik atau instrumen yang dapat digunakan dalam pengukuran dan
penilaian ini, diantaranya adalah testing, observasi kelas, wawancara tersetruktur, surve
dengan skala penilaian, penilaian siswa, analisis produk dan materi pengajaran, dan
merevieu berbagai imformasi. Demikian juga bila instrumen ini belum tersedia sebelum
dilakukan pengukuran dan penilaian, maka instrumen yang akan dikembangkan dan
digunakan tersebut agar kehandalannya dapat dipertanggungjawabkan tampaknya perlu
melakukan pengujian melalui ujicoba secara empirik atau meminta pertimbangan para
ahli sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah instrumen siap persoalan berikutnya
siapakah yang akan melakukan kegiatan pengukuran dan evaluasi tersebut? Dalam
melaksanakan pengkuran dan penialian terhadap kompetensi suatu profesi tersebut dapat
62
dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain pimpinan atau atasannya, kolega atau teman
sejawatnya, siswa, klien, atau anggota dan stafnya.
Kemudian setelah pengukuran dilakukan maka langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan data sehingga siap untuk dianalisis sesuai dengan tujuan dengan menggunakan metode dan teknik yang lazim digunakan seperti teknik statistik, ataupun analisis
rasional sehingga data dapat ditafsirkan dan diberi makna sesuai dengan ketentuan
normatif yang berlaku.khususnya oleh asosiasi organisasi yang bersangkutan yang
bersifat nasional atau internasioal seperti ISO. Dengan demikian tampaknya hasil dari
pengukuran dan penilaian ini dapat disimpulkan dan direkomendasikan kepada pihakpihak berkepentingan, dan lazimnya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
dan masa depan pengembangan profesi yang berasangkutan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan agar pengukuran dan penilaian
tersebut dapat berjalan dengan baik, maka prosedur dan langkah pengukuran dan penilaian tersebut sebaiknya melalui tahap-tahapan sebagai berikut (1) mengidentifikasi alternatif keputusan yang akan diambil, (2) merumuskan tujuan atau sasaran yang akan dicapai,
(3) menetapkan metode, teknik yang akan digunakan, (4) memeriksa instrumen apakah
sudah ada atau tidak, (5) mengembangkan instrumen yang diperlukan, (6) mengujicobakan kehandalan instrumen, (7) mengukur dan mengumpulkan data/imformasi yang
diperlukan, (8) catat, susun, analisis dan interpretasikan data, (9) tetapkan kriteria acauan
norma, (10) menilai dan menyimpulkan hasil analisis data., dan (11) menetapkan keputusan yang terbaik atau menguntungkan.
E. Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Pendidikan
Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan menevaluasi peserta didik pada jalur
63
pendidikan formal. Tugas guru ini akan efektif apabila guru tersebut telah memiliki
kompetensi, kemahiran, kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan
norma etik tertentu.
Guru yang profesional harus memenuhi kualifikasi akdemik minimum
berpendidikan S-1/D-4 dan sertifikat mendidik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Guru
yang memenuhi persyaratan kriteria profesi inilah
diharapkan mampu menjalankan tugas utamanya secara efktif dan efisien dalam
mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan
nasional yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, madiri, serta
menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab.
Pembinaan dan peningkatan kualifikasi akademik guru yang belum memenuhi
kualifikasi S-1 atau D-4 dilakukan melalui pendidikan tinggi S-1 atau program D-4 pada
perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan
atau program pendidikan non kependidikan. Kemudian dalam rangka menjaga agar
kompetensi keprofesiannya bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidikan
dilakukan melalui sistem pembinaan pengembangan keprofesiannya yang berkelanjutan
yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional.
Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki
sertifikat mendidik dimaksud dapat berupa kegiatan kolektif guru yang meningkatkan
kompetensi keprofesian, pendidikan, pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil
penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi
buku teks pelajaran, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi
pengalaman lapangan pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus, dan atau
64
penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat dilakukan mealui dua jalur
pembinaan, yaitu pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi meliputi pembinaan
kompetensi pedagogik, kepribadian dan, sosial, dan profesional, sedangkan pembinaan
dan pengembangan karir guru melalui: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, (3) promosi.
Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru tersebut harus sejalan dengan
jenjang jabatan profesional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi guru seperti
itu diharapkan menjadi acuan bagi lembaga terkait dalam melaksanakan tugasnya.
Pengembangan profesi dan karir guru tersebut diarahkan untuk dapat
meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan
dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan
profesionalitas guru harus sejalan dengan upaya memberikan penghargaan, peningkatan
kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan pembinaan dan pengembangan
karir guru tersebut merupakan bagian integral dari pengembangan keprofesian guru
secara berkelanjutan.
F. Rangkuman
Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru
dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksudkan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi
65
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, menjadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki.
Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan
isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan
peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan
bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya.
G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !.
2. Jelaskan empat kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !.
3. Jelaskan jenis-jenis pengembangan profesi guru yang dilakukan oleh pemerintah dan
dapat dilakukan oleh guru sendiri!.
4. Jelaskan apa manfaat pengukuran kompetensi guru perlu dilakukan?.
66
BAB. V
SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM
PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami hakekat, perkembangan dan Dapat menjelaskan hakekat supervisi pentujuan supervisi pendidikan.
didikan.
Dapat menjelaskan perkembangan supervisi pendidikan.
Dapat menjelaskan tujuan supervisi pendidikan.
Memahami prinsip-prinsip, metode, dan Dapat menjelaskan prinsip-prinsip superviteknik-teknik supervise pendidikan.
si pendidikan.
Dapat
menjelaskan
metode
supervisi
pendidikan.
Dapat menelaskan teknik-teknik supervisi
pendidikan.
Memahami berbagai pendekatan supervisi Dapat menjelaskan berbagai pendekatan
pendidikan.
supervisi pendidikan.
Memahami cara pengembangan program Dapat merencanakan program pembinaan
supervisi pendidikan.
supervisi akademik dan supervisi manajerial.
67
B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan
Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan, di
samping pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara.1977).
Pendidikan di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan dan diorganisasikan secara formal. Sekolah sebagai organisasi pendidikan formal merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang
mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun saling berkaitan satu sama
lainnya, dan berproses dalam rangka mencapai tujuannya.
Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai komponen sekolah tersebut
secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen
dalam lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar. Fungsi-fungsi
manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorgasian,
komunikasi, pengarahan, kepemimpinan, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan berbagai
fungsi yang lainnya.
Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut khususnya fungsi
pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan di sekolah dikenal dengan istilah
supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional mulai
diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975.
Kemudian dalam perkembangannya, tampaknya pada setiap pergantian kurikulum,
supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum (Depdikbud.1976),
walaupun kata supervisi dianggap tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang
pendidikan, karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan professional guru
sesuai dengan sistem pembinaan professional (SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur
1984 (Depdikbud. 1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu sendiri
68
hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti kepala sekolah, dan pengawas, dan
sebaliknya kurang dikenal oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar dengan
istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun istilah yang digunakan untuk
supervisi pendidikan bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan. Karena tugas
pengawas dan supervisor dalam konteks pendidikan, dan pengajaran memiliki persamaan
dan perbedaan. Persamaannya adalah: (1) tujuannya memperbaiki dan meningkatkan
kinerja guru, (2) berfungsi sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi
manajemen, (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian perbedaannya adalah
bahwa kepengawasan lebih menekankan pada upaya untuk menemukan penyimpangan
atau hambatan dari rencana yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan
pada upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan peningkatan proses belajar
mengajar.
Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan untuk
memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Karena itu seringkali
kesalahan para personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan ditonjolkan, bahkan
jika melebihi batas atau melanggar suatu aturan atau kebijakan akan membawa
konsekwensi seseorang personel tertentu dapat diberikan sangsi sampai pada pemecatan.
Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih banyak dikonotasikan sifatnya lebih
melecehkan supervisi dengan ungkapan snoopervision atau penembak jitu.
Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi supervisi lebih
ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar guru, sehingga para ahli membagi
supervisi menjadi supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada
penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan
lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan
69
transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian supervisi pengajaran yang lebih
bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini
kemudian Poerwanto (2006) memperjelas pengertian dan fungsi supervisor tersebut
sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan
guru dalam meningkatkan proses belajar mengajarnya.
Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru dalam bidang studi
tertentu, maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan
proses belajar mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan
itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu
pendidikan.
Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan PBM, sehingga
supervisi diberikan pengertian sebagai setiap layanan yang diberikan kepada guru, yang
hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru, pembelajaran
murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan Evans. 1980). Supervisi sebagai usaha
untuk mendorong, mengkoordinasikan, dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara
berkesinambungan di suatu sekolah, baik secara individu maupun secara kelompok dalam
pengertian yang lebih baik, dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran
sehingga mereka dapat mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap
siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dan kaya dalam
kehidupan masyarakat demokratis modern (Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak
pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada
perkembangan para siswa (Mark, dkk.1974). Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan
nilai dari supervisi pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya juga perlu dibahas adalah
70
apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi
pengawas
Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal yang berasal dari luar
sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan pada
tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga supervisor yang berasal
dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit,
dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kemudian seseorang yang
dapat diangkat menjadi supervisor terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai
dengan Permen Pendidikan Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang standar pengawas
sekolah/madrasah, untuk tingkat SMA harus memenuhi kualifikasi: (1) memiliki
pendidikan minimum Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam
rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang terkreditasi, (2) guru SMA
bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala sekolah SMA dengan
pengalaman kerja empat tahun, untuk menjadi pengawas sesuai dengan rumpun mata
pelajarannya, (3) memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c, (4) berusia
setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan, (5)
memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh
melalaui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada
lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus seleksi pengawas satuan pendidikan.
C. Kompetensi Supervisor Pendidikan
Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas formal
adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan
tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah pengawas yang
71
bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua
unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis pengawas
tersebut harus memiliki kompetensi kepengawasan. Kompetensi-kompetensi yang harus
dimiliki meliputi: (1) kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan
pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5)
menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6) menyelenggarakan penataran guru-guru, (7)
memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan
layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan
(11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans. 1980).
Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Secara lebih legal persyaratan kompetensi pengawas telah dituangkan
dalam bentuk kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12 Tahun 2007. Kompetensi
yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1) kompetensi kepribadian, (2)
kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi
evaluasi pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial.
Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas tersebut
terutama sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 adalah sebagai berikut.
KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH
Dimensi Kompetensi
1. Kompetensi keperiba-
Kompetensi
1.1 Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan
dian
pendidikan.
1.2
Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik
yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya.
72
1.3
Memiliki rasa ingintahu akan hal-hal baru tentang
pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni
yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya.
1.4
Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada
stakeholder pendidikan.
2. Kompetensi Supervisi
2.1
Manajerial.
Menguasai metode, teknik dan prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis.
2.2
Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program pendidikan sekolah menengah yang sejenis.
2.3
Menyusun metode kerja, instrumen yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepengawasan di sekolah menengah yang sejenis.
2.4
Menyusun laporan hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan
berikutnya di sekolah menengah yang sejenis.
2.5
Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan
administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah
menengah yang sejenis.
2.6
Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah mene-
73
ngah yang sejenis.
2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah menengah yang
sejenis.
2.8 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidik-an
dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu
kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah menengah yang sejenis.
3. Kompetensi supervisi
3.1
akademik.
Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik,
dan kecendrungan perkembangan tiap mata pelajaran
dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
3.2
Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecendrungan perkembangan proses pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.
3.3
Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang
relevan di sekolah menengah yang sejenis berlandaskan standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan
74
KTSP.
3.4 Membimbing guru dalam memilih dan menggunakanstrategi/metode/teknik pembelajaran/bombingan
yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa
melalui mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di Sekolah menengah yang sejenis.
3.5
Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.
3.6
Membimbing dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan
atau di di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam
rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah
menengah yang sejenis.
3.7
Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan
dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
3.8
Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi
informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan
di sekolah menengah yang sejenis.
75
4. Kompetensi evaluasi
4.1 Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pen-
Pendidikan.
didikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
4.2
Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek
yang penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan
tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran
yang relevan di sekolah menengah yang sejenis.
4.3
Menilai kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan staf
sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas pokok
dan tanggungjawab untuk meningkatkan mutu mutu
pendidikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan
di sekolah menengah yang sejenis.
4.4
Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan
hasil belajar siswa serta menganlisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di
sekolah menengah yang sejenis.
4.5
Mebina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian
untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/
bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang
sejenis.
76
4.6
Mengolah dan menganlisis data hasil penilaian kiner
-ja kepala sekolah, kinerja guru dan staf lsekolah di
sekolah menengah yang sejenis.
5. Kompetensi penelitian
5.1
Pengembangan.
Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan meto-de
penelitian dalam pendidikan.
5.2
Menentukan masalah kepengawasan yang penting
diteliti baik untuk keperluan tugas kepengawasan
maupun untuk pengembangan karirnya sebagai
pengawas.
5.3
Menyusun proposal penelitian pendidikan proposal
penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif.
5.4
Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok
tangjawabnya.
5.5
Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian
pendidikan baik data kualitatif maupun kuantitatif.
5.6
Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan dan atau dalam bidang kepengawasan dan
memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan.
5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul
yang diperlukan untuk melaksnakan tugas pengaasan di sekolah menengah yang sejenis.
5.8
Memberikan bimbingan kepada guru tentang pe-
77
nelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun
pelaksanaannya di sekolah menengah yang seje-nis.
6. Kompetensi sosial
6.1
Bekerjasama dengan beberapa pihak dalam rang-ka
meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
6.2
Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan.
Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama
pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa
aspek-aspek pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina kepala sekolah
dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina kepala sekolah dan
guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru dalam
menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/
metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa
melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan
bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan
hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam
melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan
membantu kepala sekolah dalam memper-siapkan akreditasi.
Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam pelaksanaan supervisi
akademik adalah mencakup membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata
pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih
dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru
78
dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam
pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam
mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas
pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi.
Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tampaknya di
samping dituntut memiliki kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga dilengkapi dan
didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain, seperti: prinsip-prinsip,
metode, dan teknik supervisi. Seorang pengawas harus dapat merencanakan program
supervisi dan melaporkan hasilnya.
D. Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik Supervisi Pendidikan
Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya dengan baik apabila
dalam melaksanakan tugasnya berpegang dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi.
Prinsip-prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah:
1. Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan supervisi tersebut hendaknya
berlandaskan pada data obyektif yang diperoleh dari kenyataan yang dialami oleh
guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan berbagai alat perekam data, seperti angket, lembar observasi, cheklist, pedoman
wawancara, dan yang lainnya. Ciri yang lainnya adalah dilakukan secara sistematis,
berencana, dan berkelanjutan.
2. Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di dalam pelaksanaan tugas
supervisi dilandasi oleh suatu hubungan kemanusiaan yang akrab dan hangat,
menjumjung tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan kesejawatan, bukan
berdasarkan pada hubungan atasan dan bawahan.
79
3. Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha bersama, memberi dukungan,
menstimulasi, sehingga guru merasa bertumbuh.
4. Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu mengembangkan dan
menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang
menakutkan (Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890).
Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam pelaksanaannya sebaiknya
didukung dengan menggunakan metode dan beberapa teknik yang dapat digunakan oleh
seorang pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Metode supervisi
yang dimaksudkan adalah metode langsung dan tidak langsung (Ametembun. 1975).
Metode langsung merupakan suatu cara dimana seorang pengawas secara pribadi
langsung dapat berhadapan dengan guru yang disupervisi baik secara individu maupun
secara kelompok. Kemudian metode tidak langsung apabila seorang pengawas dalam
melaksanakan fungsinya dengan menggunakan alat perantara atau media terhadap guru
yang disupervisinya. Demikian pula yang dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada
yang disebut dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi kelas,
percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri, dan ada pula teknik
supervisi bersifat kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi
sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, lokakarya, diskusi panel, seminar,
simposium, demontrasi, perpustakaan jabatan, buletin supervisi, membaca langsung,
mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah untuk staf sekolah (Sahertian
dan Mataheru. 1982). Pemilihan terhadap salah satu metode supervisi tersebut akan
berkaitan erat dengan penggunaan suatu teknik supervisi. Pemilihan dan penggunaan
metode supervisi langsung misalnya dapat digunakan secara bersamaan dengan teknik
supervisi kunjungan kelas, pertemuan individual, dan rapat guru. Demikian pula
80
pemilihan dan penggunaan metode supervisi tidak langsung, dapat digunakan secara
bersamaan dengan teknik supervisi, misalnya, buleletin supervisi, papan pembinaan,
angket, dan televisi. Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi
tersebut ada pendapat yang menekankan pada penggunaan metode langsung dan teknik
individual, bahkan lebih jauh menyatakan bahwa pengawas dinyatakan belum melakukan
kegiatan supervisi apabila tidak menggunakan teknik individual. Dengan demikian
seorang supervisor tersebut haruslah melakukan kunjungan kelas, observasi, dan
percakapan, karena dengan kunjungan kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam
mengajar dapat dideteksi (Neagley dan Evans. 1980). Sehubungan dengan pentingnya
teknik kunjungan kelas, observasi yang didahului dengan percakapan, maka kunjungan
kelas tersebut lebih lanjut disebut dengan tulang punggung supervisi.
Bagan. 2.1
Siklus Kegiatan Supervisi
Kunjungan Kelas
2. Observasi/kunjungan
Kelas
1. Percakapan sebelum
observasi
3. Percakapan setelah
observasi
Sejalan dengan perkembangan iptek supervisi juga mengalami perkembangan.
Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K
juga memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil karya Morris Cogan dan
Robert J. Krajewski yang telah dikembangkan pada tahun 1961. Model supervisi ini
dianggap efektif, oleh karena itu banyak pakar yang ikut mengembangkannya antara lain
81
Cogan, Mosher dan Perpel, Oliva, Robert Goldhamamer (Bafadal.1992). Perbedaan
pengembangan di antara para pakar tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya,
ada yang 3 langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang paling banyak diikuti
adalah yang terdiri dari 3 langkah, demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya
terbatas pada guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang ingin
mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan langkah proses dalam siklusnya
tampak dalam bagan di bawah ini.
Bagan 2.2
Deskripsi Siklus Supervisi Klinik
Cogan (1973)
Mosher dan
Oliva (1984)
Perpel (1972)
Membangun dan
Kontak dan
menetapkan hubungan.
komunikasi
Goldhammer, dkk.
Bafadal.
(1981).
1992
dengan guru
Perencanaan dengan guru.
Perencanaan
untuk merenca-
Pertemuan sebelum
Tahap
nakan observasi
observasi.
pertemu-
Perencanaan kegiatan
an awal.
observasi
Tahap
Observasi kelas
Observasi.
Observasi kelas
Observasi kelas
observasi
mengajar
Analisis proses belajar
Analisis data
mengajar.
strategis.
Perencanaan pertemuan.
Evaluasi dan
Tindak lanjut
analisis
observasi.
Pertemuan.
Penjajagan pertemuan
berikutnya.
82
Pertemuan supervisi.
Tahap
pertemu-
Analisis sesudah
an
pertemuan supervisi.
balikan.
E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan
Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk dapat mencapai
tujuannya secara efektif seorang supervisor dapat menggunakan berbagai pendekatan
yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik (Sahertian.
2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1) dilaksanakan secara berencana dan
kontinyu, (2) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (3)
menggunakan instrumen pengumpulan data, dan (4) data obyektif yang diperoleh dari
keadaan riil, dan dianalisis. Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah
suatu pengetahuan, keterampilan, dan suatu kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa supervisi
bekerja menyangkut untuk orang lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan
supervisi akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling mengerti, dan saling
mengakui dan menerima orang sebagaimana adanya, sehingga orang lain merasa aman
dan mau maju. Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L. Cogan, Robert
Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan
dan awal tahun enam puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik dirancang sebagai salah
satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon guru yang berperaktek mengajar.
Penekanannya adalah pada klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang
diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru. Supervisi
klinik lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku guru yang aktual di kelas.
Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan supervisi pengajaran
menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu
psikologi behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral memandang belajar
sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan
atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman jika gagal.
83
Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa belajar adalah hasil keingintahuan
individu untuk menemukan rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar
dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka). Guru menunjang
keingintahuan individu dari hasil belajar melalui self-discovery. Psikologi kognitif
berpendapat bahwa belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan individu
dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara
guru dan murid. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan
murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi.
Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan sebagai proses perbaikan
dan peningkatan kelas dan sekolah melalui kerjasama secara langsung dengan guru.
Untuk itu, maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang sesuai dengan
tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran tertentu. Pemilihan kegiatan supervisi
yang bersumber dari pandangan mendasar itu menjadikan supervisi lebih kokoh karena
memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan
guru itu, tokohnya Carl D. Glickman menyebutnya supervisi perkembangan. Gambaran
tentang belajar dan supervisi digambarkan, sebagai berikut di bawah ini:
GAMBAR. 2.3
PANDANGAN TENTANG BELAJAR
Tanggungjawab siswa
Tinggi
Sedang
Rendah
Tanggungjawab guru
Rendah
Sedang
Tinggi
Pandangan psikologi
Humanistik
Kognitivistik
Behavioralistik
Menemukan sendiri
Mencoba-coba
Dikondisikan
(Self-Discovery).
(eksperimentasi)
(conditioning).
tentang belajar.
Metode belajar.
84
GAMBAR. 2.4
PANDANGAN TENTANG SUPERVISI
Tingkat komitmen guru
Tinggi
Sedang
Rendah
Tigkat abstraksi guru
Tinggi
Sedang
Rendah
Tanggungjawab supervisor
Rendah
Sedang
Tinggi
Orientasi supervisi
Nondirektif
Kollaboratif
Direktif.
Metode utama
Penilaian diri
Kontrak bersama
Menetapkan pato-
sendiri
(Self assessment)
kan (Delineated
standard)
Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh setiap individu guru, yaitu
dimensi derajat komitmen dan dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat abstraksi
seperti yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan supervisi pengajaran
yang dapat dikembangkan adalah supervisi yang berorientasi pada pendekatan nondirektif, kolaboratif, dan direktif. Dalam hubungan ini Sergiovanni (1991) mengembangkan
supervisi dengan menambahkan dua dimensi baru, yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab
guru yang bisa dilhat derajat kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan
memadukan supervisi individual, kolegial, dan informal dengan membangun suatu
kerangka berpikir yang baru dalam supervisi seperti yang ada dalam gambar di bawah ini
85
GAMBAR 2.5
DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU
Tinggi
D
e
r
a
j
a
t
+Kuadran 3.
Pengamat analitik
Rendah
Derajat komitmen
a
b
s
t
r
a
k
s
i
-Kuadran 1.
Guru DO
++
Kuadran 4.
Profesional
Tinggi
-+
Kuadran 2.
Guru kurang perhatian
Rendah
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa
mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah
ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Peran supervisor
adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang
telah ditetapkan. Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi
bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua
orang atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah,
eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan
dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah,
para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya
pada masalah mereka. Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya
adalah penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan
masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor
86
adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri
dan mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990).
Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan supervisor dalam
menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang bagaimana
seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang
ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman (1980) disebut supervisi
perkembangan, karena tujuan supervisi menurutnya adalah ….. membantu guru belajar
bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan
pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi
dari supervisi tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan supervisi
tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan oleh guru-guru. Pengembangan masingmasing model supervisi pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi
kolaboratif, dan supervisi non direktif secara lebih lengkapnya akan diuraikan dalam
pembahasan selanjutnya.
a. Supervisi Pengajaran Direktif
Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa
mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah
ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Pendekatan
supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan
pendekatan supervisi pengajaran berdasarkan kompetensi. Peran supervisor dalam
menerapkan pendekatan direktif ini adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi
model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan.
Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan direktif tersebut dimulai
dengan: (1) pre conference, (2) observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4) post conference,
87
(5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida Sahertian. 1990). Langkahlangkah ini yang semestinya dilakukan oleh seorang supervisor, yang dalam hal ini bisa
jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap guru-guru, ataupun oleh seorang kepala
sekolah terhadap guru-guru dalam rangka meningkatkan kompetensinya dalam mengajar.
Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk mendapatkan gambaran yang
jelas dan dapat memilih permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru, sehinggga
seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan diobservasinya, yangn
lebih lanjut akan dapat menetapkan tindakan apa yang akan dapat dilaksanakan.
Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam kelas dan mengadakan
observasi. Dalam melaksanakan observasi tersebut seorang supervisor mengamati
perilaku siswa dari awal sampai akhir pelajaran. Untuk lebih mudahnya dalam melakukan
supervisi alat yang berupa cheklist dapat digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku
siswa lainnya yang dianggap perlu juga dapat dan perlu dicatat.
Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam melakukan observasi dibuatkan
semacam tabulasi data tentang perilaku siswa, sehingga lebih lanjut data tersebut dapat
dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap perilaku siswa tersebut.
Kesimpulan dari hasil analisis tersebut akan dapat menyimpulkan bahwa bisa jadi
perilaku siswa tersebut bisa positif ataupun negatif. Dalam proses pembelajaran
selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada
hasil analisis data observasi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa guru tersebut sering
mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus
diberitahukan dan diketahui oleh guru.
Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan guru kembali membahas
cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh guru, membuat rencana pembelajaran
88
sebagai perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh pengawas, menetapkan jadwal
observasi berikutnya setelah demonstrasi.
Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali evaluasi terhadap
penerapan berbagai contoh yang telah diberikan dan dilakukan oleh supervisor dalam
melaksanakan demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan dilaksnakan
oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan program yang akan diambil pada masamasa berikutnya.
Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan direktif ini, maka dibahas
beberapa hal, (1) menjelaskan masalah-masalah guru sehingga dapat dipahami dengan
jelas, (2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang seharusnya dikumpulkan dan
bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan dan memberi petunjuk kepada guru
mengenai usaha apa yang diperlukan sesudah terkumpul dan dianalisa, (4) mendemontrasikan kepada guru bagaimana mengajar yang baik, agar guru mau saling mengunjungi
dalam mengajar, (5) menstandarkan tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan,
dan (6) meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk memberikan dorongan
psychologis. (Sahertian. Ida Aleida Sahaertian. 1990).
Kemudian Bafadal (1992) menguraikan bahwa secara umum langkah-langkah
yang dilakukan oleh seorang pengawas dalam mlaksanakan supervisi adalah mencakup
10 langklah. Langkah-langkah yang dimaksudkan dapat dilihat seperti yang terdapat
dalam gambar bagan di bawah ini.
89
Bagan Langkah-langkah Secara Umum dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran.
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G
1-4 Tidak langsung
s
5-7 Kolaboratif
8-10 Langsung
Apabila gambar bagan perilaku pengawas tersebut lebih dicermati, maka akan
tampak perilaku supervisi pengajaran tersebut terbentang dalam satu garis kontinum.
Semakin ke kanan tanggungjawab supervisor semakin kecil.
Untuk lebih mudahnya dapat memahami langkah-langkah pendekatan supervisi
pengajaran direktif dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini.
90
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
S
g
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar, dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Memastikan apa yang harus
2. Mempresentasikan ide
dilakukan.
4. Mendemonstrasikan
5 Menetapkan Standar
6. Menggunakan insentif
Sosial dan material.
b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif.
Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa
mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang
atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah, eksperimen,
dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan dengan
lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para
anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada
masalah mereka. Penerapan pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis
Kosasi (1999) disebut juga supervisi klinis.
91
Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru merupakan teman sejawat
dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas. Masalah-masalah tersebut
seringkali dipusatkan pada: (1) kesadaran dan kepercayaan diri dalam melaksanakan
tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar,
yang meliputi keterampilan dalam menggunakan variasi dalam mengajar dan
menggunakan stimulus, keterampilan dalam melibatkan siswa dalam proses belajar, serta
keterampilan dalam mengelola kelas dan disiplin siswa.
Dalam melaksanakan supervisi dengan menggunakan pendekatan kolaboratif
sebaiknya melalui lima langkah, yaitu: (1) pembicaraan praobservasi, (2) melaksanakan
observasi, (3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4) melaksanakan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan (5) melakukan analisis setelah pembicaraan.
Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan istilah pembicaraan
pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana
keterampilan apa yang akan diobservasi atau dicatat. Pada tahap ini memberikan
kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengientifikasi keterampilan mana yang
memerlukan perbaikan. Keterampilan yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam
bentuk rumusan tingkah laku yang dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan
dan ditentukan jenis data apa ang akan dicatat selama pembelajaran berlangsung. Dalam
pembicaraan praobservasi ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga tercipta ikatan
kolegial antara supervisor dan guru yang harmonis. Terdapat lima masalah yang harus
dicermati dalam pembicaraan pendahuluan ini, yaitu: menciptakan suasana yang akrab
antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran,
mencermati kembali komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, memilih
92
dan mengembangkan instrumen observasi, dan membicarakan bersama untuk
mendapatkan kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih.
Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan latihan dalam tingkah laku
mengajar tertentu yang telah dipilih. Di sisi lain sementara guru berlatih, maka supervisor
mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru, interaksi antara guru dan siswa.
Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-catatan observasi di kelas.
Tujuannya adalah mengartikan data yang diperoleh dan selanjutnya merencanakan
pertemuan dengan guru untuk menususn strategi pembelajaran selanjutnya. Dalam
melakukan analisis, supervisor harus menggunakan kategorisasi perilaku mengajar dan
melihat data yang dikumpulkan itu atas kategori yang ditetapkan.
Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk memberikan balikan kepada
guru dalam memperbaiki perilaku mengajarnya. Ada beberapa langkah yang dilakukan
dalam tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara umum, atau kesan umum
guru ketika ia mengajar serta memberi penguatan, (2) mengamati kembali tujuan
pembelajaran, (3) mencermati keterampilan serta perhatian utama guru, (4) menanyakan
perasaan guru tenang jalannya pengajaran berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data
rekaman dan memberi kesempatan kepada guru menafsirkan data tersebut, (6)
menginterpretasikan data rekaman secara bersama, (7) menanyakan perasaan guru setelah
melihat rekaman data tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang
sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan apa sebernarnya yang telah terjadi
dan dicapai, dan (9) menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk
merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya.
Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis tersebut adalah analisis
sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini supervisor haus meneliti ulang apa yang telah yang
93
telah dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar yang ditetapkan dalam praobservasi dan kriteria yang dipakai dalam melakukan observasi. Di samping itu, perlu
dibicarakan hasil evaluasi diri tentang keberhasilan supervisor dalam membantu guru.
Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila supervisor mempunyai catatan yang lengkap
tentang proses kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam dengan video.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan
supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah
bagan sebagai berikut di bawah ini.
PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF.
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
s
G
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang sama tau seim-bang,
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mempresentasikan
2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
3. Mendengarkan
4. Mengajukan alternativ pemecahan masalah.
5. Negoisasi
94
c. Supervisi Pengajaran Nondirektif
Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman
pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri
untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah
mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri dan
mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990). Supervisi nondirektif ini oleh
Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan nama pendekatan humanistik.
Pendekatan non direktif ini timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat
diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar.
Dalam proses pembinaan guru mengalami perkembangan secara terus menerus, dan
program supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Tugas supervisor
adalah membimbing guru-guru sehingga makin lama guru makin dapat berdiri sendiri dan
berkembang dalam jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar dilakukan melalui
pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara real. Dengan demikian guru
harus mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan dapat berasal dari yang
bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi dorongan
yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar
merupakan kewjiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor percaya bahwa
guru mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah yang dihadapinya dalam tugas
mengajarnya. Guru merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan
mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab terjadinya dalam
perubahan tersebut. Supervisor hanya befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan
struktur formal sekecil mungkin.
95
Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam melaksanakan supervisi
tidak ditunut untuk menggunakan format yang standar, tetapi agar dissuaikan dengan
kebutuhan guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya terbatas melakukan observasi
saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan analisis dan interpretasi, atau bisa jadi hanya
melakukan komunikasi yang berupa mendengar penjelasan guru tanpa memberi sumber
bahan belajar yang diminta guru. Walaupun secara umumnya dapat disebutkan bahwa
pelaksanaan supervisi pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga
langkah, tetapi dapat secara lebih teknis dirinci sebagai berikut di bawah in.
a. Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing apakah dalam mengajarnya
guru tersebut mengalami masalah. Pembicaran tersebut dilakukan secara informal.
Jika dalam pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka proses
supervisi akan berhenti.
b. Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan observasi kelas. Dalam
melaksanakan observasi tersebut supervisor duduk di belakang tanpa menggunakan
catatan-catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas.
c. Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan, supervisor kembali ke kantor
memikirkan kemungkinan kekeliruan guru dalam melakasanakan proses belajarnya.
Jika menurut supervisor, guru telah menemukan jawabannya maka supervisor tidak
tidak perlu memberikan bantuannya. Apabila diminta oleh guru supervisor hanya
menjelaskan dan melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan penilaian.
Supervisor kemudian menanyakan kepada guru, apakah memerlukan saran, dan
memberikan kesempatan untuk mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih
baik.
96
d. Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu guru dan
supervisor mengadakan pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah dicapai oleh
guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih memerlukan bantuan lagi.
e. Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interpretasi berdasarkan
penilaian supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru, kepala sekolah, atau atasan
kepala sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya.
Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan
supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah
bagan sebagai berikut di bawah ini
PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF
1. Mendengarkan
2. Klarifikasi
3. Mendorong
4. Presentasi
5. Pemecahan Masalah
6. Negoisasi
7 Demontrasi
8. Memastikan tindakan
9. Standarisasi
10. Penguatan
G
s
Keterangan:
Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih kecil dari guru, dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendengarkan
2. Mendorong
3. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan)
4. Pemecahan Masalah
5. Memastikan Tindakan.
97
F. Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan
Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama
pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa
supervisi pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan supervisi akademik yang dalam
pelaksanaan supervisi akademik tersebut mencakup aspek-aspek monitoring dan
membim-bing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata
pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan
strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru dalam menyusun
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam pelaksanaan
pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola,
merawat,
mengembangkan
dan
menggunakan
media
pendidikan
dan
fasilitas
pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi.
Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup aspek-aspek pembinaan dan
monotoring kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan,
membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah,
membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan
menggu-nakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam
melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam
merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan
dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional
pendidikan, dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi.
Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi akademik dan
supervisi manajerial tersebut seorang pengawas dituntut untuk mampu mengembangkan
98
beberapa program perencanaan, seperti rencana program kepengawasan akademik dan
rencana kepengawasan manajerial, rencana program tahunan, dan rencana program
semester. Demikian pula semua jenis rencana program tersebut di dalamnya supaya
mencakup: (1) aspek masalah, (2) Tujuan, (3) indikator, keberhasilan, (4) strategi/metode
kerja (teknik supervisi yang digunakan), (5) sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7)
penilaian dan instrumen, dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis rencana program
kepengawasan tersebut dapat dilihat dalam beberapa tabel seperti contoh di bawah ini.
a. Rencana Program Kepengawasan Akademik
Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah yang akan
disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang
disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.
Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA)
No Aspek yang disupervisi
Semester/Tahun Sekolah
sasaran
Skor (Yang
diisi pengawas).
1
2
3
Rata-rata skor
b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)
Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah yang akan
disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang
disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas.
99
Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM)
No Aspek yang disupervisi
Semester/Tahun Sekolah
sasaran
Skor (Yang
diisi pengawas).
1
2
3
Rata-rata skor
c. Rencana Program tahunan
Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis sarana, tahun/semester
pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor yang akan diisi oleh pengawas.
Rencana Program tahunan
No
Jenis rencana
Tahun
Jumlah
sekolah binaan
Skor yang diisi
oleh pengawas
Rencana Program Semeteran
No
Jenis rencana
Semester
Jumlah
sekolah binaan
Skor yang diisi
oleh pengawas
Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan beberapa jenisnya
seperti yang telah diuraikan di atas, pengawas dituntut juga untuk melaporkan hasil
kepengawasan yang dilakukannya tersebut. Demikian juga pelaporannya dilakukan secara
tertulis dengan mengikuti suatu penulisan yang sistematikannya mengikuti suatu prosedur
dan langkah tertentu. Sistematika penulisan laporan tersebut meliputi komponen sebagai
berikut di bawah ini.
100
SISTEMATIKA
PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN
Bab.
I Pendahuluan
a. Latar belakang masalah
b. Fokus masalah
c. Tujuan dan sasaran pengawasan.
d. Ruang lingkup pengawasan.
Bab. II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah
Bab. III Pendekatan dan Metode
Bab. IV
Hasil Pengawasan
a. Hasil Pengawasan
b. Pembahasan Hasil
Bab. VI Penutup
a. Simpulan.
b. Saran.
G. Rangkuman
Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen khususnya fungsi pengawasan
di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang
pendidikan secara nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan
diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam perkembangannya pada setiap
pergantian kurikulum, supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman
kurikulum. Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan
untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Kemudian dalam
perkembangannya konsepsi supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar
101
mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi umum yang
ditujukan pada penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan
parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat
pelajaran, kafetaria, dan transfortasi yang tidak bersifat administratif, dan supervisi
pengajaran yang bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu, oleh
karena itu maka fungsi supervisor tersebut adalah sebagai mitra guru, inovator, konselor,
motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam meningkatkan proses belajar
mengajarnya. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu:
(1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan.
Dalam perkembangan selanjutnya supervisi kemudian lebih memfokus pada
kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai layanan yang diberikan
kepada guru, yang hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran
guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum. Dengan demikian nilai supervisi
terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan
pada perkembangan para siswa. Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari
supervisi pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan, oleh karena itu untuk dapat efektif dan efisiennya pelakasanaan supervisi
tersebut maka seorang supervisor tersebut dituntut untuk memiliki kompetensi teretentu,
memiliki pemamaham dan menerapkan berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan
supervisi pendidikan. Supervisor yang memiliki kompetensi, memiliki pemamaham
tentang berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan supervisi akan dapat menyusun
rencana program kegiatan pembinaan dan akan lebih berhasil dalam melakukan
pembinaan terhadap guru.
102
H. Evaluasi
1. Jelaskan hakekat supervisi pendidikan!.
2. Jelaskan perkembangan supervisi pendidikan di Indonesia!.
3. Jelaskan tujuan supervisi pendidikan!.
4. Jelaskan prinsip-prinsip supervisi pendidikan !.
5. Jelaskan mana yang baik menurut pendapat anda metode supervisi pendidikan
langsung atau tidak langsung!.
6. Analisis mengapa dalam melaksanakan supervisi pendidikan sebaiknya menggunakan
teknik individual?
7. Analisis kapan sebaiknya menerapkan pendekatan kolaborati, nondirektif dan direktif
dalam melakukan supervisi akademik pendidikan !.
8. Buatlah suatu rencana program pembinaan supervisi akademik dan supervisi manajerial untuk satu semester!.
103
BAB. VI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM
PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI
TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian pelatihan
Dapat menjelaskan pengertian pelatihan
Memahami sasaran, tujuan dan manfaat Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan
pelatihan
manfaat pelatihan
Memahami jenis, jenjang, dan strategi Dapat menjelaskan jenis, jenjang, dan strapelatihan.
tegi pelatihan.
Memahami langkah-langkah dalam meran- Dapat menyusun suatu rancangan suatu
cang suatu program pelatihan.
program pelatihan dengan langkah-langkah
yang benar.
B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan
Dilihat dari istilah pendidikan dan pelatihan maka istilah tersebut terdiri dari dua
kata yaitu kata pendidikan dan kata pelatihan. Kata pendidikan dan kata pelatihan dalam
beberapa kekepustakaan dijelaskan memiliki pengertian yang tidak sama atau dengan kata
lain memiliki pengertian sendiri-sendiri. Demikian pula terdapat kepustakaan yang
lainnya menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan satu istilah atau
dengan kata lain memiliki mengertian yang satu.
Untuk dapat memahami secara lebih jelasnya tentang perbedaan pengertian
pendidikan dan pelatihan tersebut maka dalam uraian selanjutnya akan dicoba dijelaskan
secara lebih lengkap dengan mengutip beberapa pendapat, seperti yang dikemukakan oleh
Atmodiwirio (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pembelajaran yang
104
dipersiapkan untuk meningkatkan pelaksanaan pekerjaan pada masa yang akan datang
atau meningkatkan seseorang untuk dapat menerima tanggungjawab dan atau tugas-tugas
baru. Ada juga pendapat yang menyatakan pendidikan tersebut adalah kegiatan untuk
memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan
pengertian teoritis baik pengetahuan umum maupun pengetahuan yang berkaitan dengan
bisnis umumnya dan yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya termasuk di
dalamnya keterampilan di dalam mengambil keputusan (Gorda. 2006). Demikian pula
dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan
Nasional memberikan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut terkesan bahwa konsep pendidikan
tidak hanya terbatas pengertiannya pada lingkup organisasi pekerjaan tetapi juga
termasuk organisasi pendidikan. Pendidikan dianggap lebih luas lingkupnya dari pada
pelatihan, karena pendidikan yang dimaksudkan mencakup pendidikan formal seperti
pendidikan di sekolah, akademi maupun di perguruan tinggi. Bertitik tolak dari pengertian
pendidikan sebagai lingkup organisasi pekerjaan juga terkesan ada kemungkinan dua
makna yang terkandung dalam konsep pendidikan, yaitu (1) suatu pekerjaan tertentu
harus diisi pada jangka waktu yang pasti, dan (2) suatu pekerjaan tertentu yang harus diisi
dalam jangka waktu yang tidak pasti atau di masa yang akan datang. Pendidikan dianggap
sebagai suatu alat perentang respon karyawan ketimbang pengurangan. Pendidikan
105
menunjukkan suatu perluasan individu sehingga dia dapat dipersiapkan untuk menilai
berbagai stituasi dan memilih respon yang paling tepat.
Di sisi yang lain pelatihan diberikan pengertian sebagai suatu proses di mana
orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi
(Mathis dan Jackson. 2000). Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki
kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan keterampilan di dalam
melaksanakan tugas dan tanggungjawab (Gorda. 2004). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan
kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan
dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan
(Simamora. 2004).
Pelatihan terdiri dari serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan
keahlian atau pengetahuan tertentu. Program pelatihan mengajarkan kepada para peserta
bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Dalam pelatihan juga diciptakan
lingkungan di mana para karyawaan dapat memperoleh atau mempelajari sikap,
kemampuan keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berhubungan dengan
pekerjaan. Pelatihan terfokus pada penyediaan keahlian khusus bagi para karyawan atau
membantu para karyawan membenahi kerja mereka, oleh karena itu pelatihan pada
umumnya dilaksanakan melalui pendidikan non formal kursus-kursus singkat, penataran,
lokarkarya, dan on the job training. Dengan demikian ada atau terdapat kedekatan
pengertian antara pendidikan dan pelatihan, yaitu sama-sama dalam rangka meningkatkan
kemampuan dan keterampilan karyawan atau pegawai negeri.
Berangkat dari pengertian pendidikan dan pelatihan seperti yang sudah dijelaskan
di atas maka kedekatan pengertian antara pendidikan dan pelatihan tersebut dalam
106
peraturan pemerintah No.101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan
pegawai negeri sipil malah justru dijadikan satu atau disatukan menjadi pendidikan dan
pelatihan yang sealanjutnya disebut dengan istilah Diklat. Demikian pula kemudian diklat
tersebut diberikan pengertian sebagai proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam
rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Kemudian ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah suatu program kesempatan
belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi memperbaiki
penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu jabatan tertentu
(Wahjosumidjo.1999). Jadi bertitik tolak dari beberapa pengertian tentang pendidikan dan
pelatihan tersebut, tampaknya pelatihan harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan
pengembangan karier pegawai. Pendidikan dan pelatihan harus menjadi suatu program
yang berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya
dalam mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam
pendidikan dan pelatihan seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau
metode penyampaian yang baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan,
diskusi, seminar konferensi, role playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya.
Sebagai bahan kajian maupun untuk memperluas wawasan tentang pengertian
pendidikan dan pelatihan tersebut maka di bawah ini dikutipkan beberapa pengertian
pendidikan dan pelatihan sebagai berikut:
1. Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai negeri yang
selanjutnya disebut pendidikan dan pelatihan adalah penyelenggaraan proses belajar
mengajar dalam rangka untuk meningkatkan kemmampuan pegawai negeri sipil
dalam melaksanakan jabatannya.
107
2. Leonard Nadler. Pendidikan dan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang
disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang.
3. Dugan Laird. Pendidikan Pelatihan adalah akuisisi teknologi yang membuat seseorang
pegawai dapat melaksanakan standar. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu
pengalaman, suatu displin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang menerima
sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya.
4. Te Trainer’s Library. Pendidikan pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesaian
untuk membantu meningkatkan pegawai memperoleh pengetahuan, keterampilan dan
meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan
baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan oraganisasi dapat
dicapai.
5. Francesco Sofo. Pendidikan pelatihan sebagai adopsi peran seseorang membantu
orang lain, kelompok dan organisasi untuk belajar dan hidup, peningkatan fungsi
manusia dan organisasi yang berkelanjutan tentang orang, belajar an bagaimana
belajar (Atmodiwirio. 2002)
C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan
Tujuan pendidikan dan pelatihan dalam beberapa buku kepustakaan dirumuskan
dengan cara yang berbeda-beda. Atmodiwirio (2002) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan pada umumnya adalah: (1) Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan
pegawai negeri sipil kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan pemerintah Republik
Indonesia, (2) Menanamkan kesaamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar
memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintah dan
pembangunan, (3) Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi kepada
pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat, (4) Meningkatkan
108
pengetahuan, keahlian atau keterampilan serta pembentukkan sedini mungkin kepribadian pegawai negeri sipil, dan (5) Kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam
melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Kemudian Simamora (2004) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan pada
intinya adalah: (1) memperbaiki kinerja, karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak
memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama peserta pelatihan,
(2) memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, melalui
pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat mengaplikasikan teknologi baru
secara efektif, (3) mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten
dalam pekerjaan, (4) membantu memecahkan masalah operasional. Para manajer harus
mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya, kelangkaan
sumber daya financial dan sumberdaya teknologi manusia, (5) mempersiapkan karyawan
untuk promosi. Salah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan
adalah kosisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam,
pelatihan unsur kunci dari dalam system pengembangan karir, (6) mengorientasikan
karyawan terhadap organisasi, dan (7) memenuhi kebutuhan partumbuhan pribadi
(Simamora. 2004). Kemudian Dharma (2003) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan adalah
meningkatkan kemampuan karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik.
Memperhatikan beberapa pendapat yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dan
pelatihan tersebut bahwa dapat dipahami bahwa sesungguhnya pendidikan dan pelatihan
tersebut tidak hanya berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia yang
memegang jabatan sebagai pegawai negeri sipil, tetapi juga termasuk semua karyawan di
luar pegawai negeri sipil, apakah karyawan di perusahan dan semua industri pada
umumnya, dengan kata lain semua sumberdaya manusia perlu mendapat pendidikan dan
109
pelatihan. Lebih dari itu apabila rumusan dari tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut
terkesan berbeda-beda juga disebabkan oleh dipengaruhi dan ada hubuhgannya dengan
jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang dijadikan dasar atau sebagai titik pandang
mengkajinya, karena
di
dalam membahas
pendidikan dan pelatihan sebagai
pengembangan sumberdaya manusia tersebut bisa dilihat dari metode, strategi, ataupun
jenis-jenisnya cukup banyak. Dalam hubungan dengan metode pendidikan dan pelatihan
Tovey yang dikutif oleh Irianto (2001) menjelaskan ada beberapa metode pelatihan,
seperti:
1. Brainstorming adalah merupakan sutau metode pendidikan dan pelatihan yang
digunakan untuk mengembangkan ide tentang sesuatu topik atau untuk membangun
ide-ide yang sebelumnya telah digagaskan. Di dalamnya menggunakan suatu aturan
utama yaitu semua partisipan harus secara kritis merespon semua ide yang diberikan
dalam pelatihan dan tidak begitu saja menerima atau membenarkan.
2. Buzz group, sekelompok kecil peserta diberi topik tertentu untuk mendiskusikan
secara intensif dan setiap kelompok harus membuat rekomendasi atau keputusan
tentang topik atau masalah yang telah diberikan.
3. Case studies, menyajikan suatu masalah untuk dipecahkan oleh seluruh peserta.
Biasanya disajikan dalam format tercetak, namun tidak selalu harus seperti demikian.
Kadang-kadang bedasarkan suatu kondoisi kehidupan nyata. Dirancang untuk selalu
terakit dengan masalah dan isu yang berasosiasi dengan masalah-masalah keseharian.
4. Computer managed learning, pembelajaran yang disajikan melalui perangkat
computer dan dinilai oleh computer itu sendiri yang kemudian memberi umpan balik
kepada mereka.
110
5. Critical incidents jenis studi kasus yang melihat kejadian atau fakta siatuasi
kehidupan nyata secara kritis dimana pelatih atau peserta pernah mengalaminya.
6. Demonstration, pelatih mengilustrasikan sebuah contoh tentang masalah tertentu
seperti bagaimana melakukan pemecahan masalah kecelakaan kerja atau bagaimana
melaksanakan undang-undang perburuhan.
7. Discussion, adalah dialog dua arah antara pelatih dan peserta. Dapat juga dilakukan
antar peserta. Pelatih biasanya memfasilitasi diskusi sehingga tetap dekat dengan
peserta untuk menjelaskan segala sesuatu yang perlu ditanyakan.
8. Field trip and visits, suatu kunjungan ke tempat tertentu pada kondisi tertentu seperti
rumah sakit, pengadilan, atau tempat-tempat peraktik yang lainnya.
9. Fishbowls suatu cara dalam mendiskusikan masalah tertentu, terdiri dari peserta yang
membentuk dua lingkaran, inner dan outer. Peserta dalam inner harus tetap
melakukan diskusi dan peserta dalam outer kemudian bergabung dengan peserta inner
untuk memberi kontribusi.
10. Games, merupakan kegiatan bersifat kompetetiti dalam berbagai bentuk permainan
baik secara individual maupun kelompok bisanya dilakukan dengan waktu yang
dibatasi.
11. Group discussion, diskusi antara peserta sekitar isu atau topic tertentu yang diarahkan
menuju pada tujuan pemebelajaran tertentu.
12. Huddle groups, diskusi kelompok namun berbeda dalam hal waktu yang sangat
dibatasi untuk secara sengaja peserta ditekan dalam membuat keputusan secepat
mungkin.
111
13. Lecture, pelatih berbicara di depan peserta. Karena merupakan bentuk komunikasi
satu arah, pelatih membutuhkan cara-cara atau kiat tertentu agar presentasi menarik
perhatian.
14. Panel discussion, sejumlah pembicara membentuk panel dimana setiap pembicara
memberikan ceramah singkat setelah itu peseta mengajukan pertanyaan.
15. Question and answer session, dapat dilakukan dalam bentuk dua cara. Pertama dapat
mengajukan pertanyaaan dan peserta kemudian menjawabnya atau sebaliknya.
Kadang-kadang pertanayan diberikan secara sdvance sehingga baik pelatih maupun
peserta harus mencari jawaban lainnya lewat suatu penelitian misalnya.
16. Reading, pemilihan bacaan yang memberikan informasi latar belakang penting
tentang suatu masalah atau informasi tertentu yang dibutuhkan.
17. Role plays, pesereta harus berpikir secara strategis. Bentuk ini dapat distrukturisasi
dengan deskripsi komprehensif tentang peran atau menjadi scenario dimana peserta
mengembangkan peran sesuai dengan apa yang mereka telah pelajari.
18. Simulations, hampir sama dengan case study yang mencoba memberi simulasi
keadaan nyata. Acap simulasi dirancang secara cermat untuk memberi masalah
pembelajaran secara spesifik dimana para peserta dapat merefeleksikan setelah selesai
mengikuti program. Jenis metode ini melibatkan beberapa peralatan misalnya
simulator pesawat, instruksi tertulis tentang peran dan data yang dibutuhkan untuk
membuat keputusan.
19. Seminar, hampir sama dengan lecture dimana komunikasi berjalan satu arah.
Biasanya merupakan bagian dari suatu program khusus namun terpusat pada topic
tertentu yang dialami oleh para pelatih.
112
20. Tele-conferencing, dapat dilakukan melalui telpon, atau video interaktif, dan juga
melalui satelit Lecture dan metode bentuk lainnya dapat digunakan melalui media ini.
Dengan metode ini memungkinkan peserta melakukan komunikasi dua arah dengan
pelatih.
Sasaran dari pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya pegawai negeri sipil
yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu persyaratan untuk diangkat
dalam jabatan tertentu (PP No.14 Tahun 1994), di sisi yang lain dalam PP No. 101 tahun
2000 mengatur bahwa yang dimaksud dengan sasaran dari pendidikan dan pelatihan
adalah terwujudnya pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan
persyaratan jabatan masing-masing.
Demikian pula disisi yang lain pelatihan memiliki manfaat yang sangat besar,
yaitu; (1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas, (2) Mengurangi waktu
belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima,
(3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, (4) Memenuhi
kebutuhan perencanaan sumberdaya manusia, (5) Mengurangi frekuensi dan biaya
kecelakaan kerja, dan (6) Membantu karyawan dalam meningkatan dan mengembangkan
pribadi mereka (Simamora. 2004). Berbeda dengan Atmodiwirio (2002) menyatakan
bahwa pendidikan dan pelatihan tersebut sangat diperlukan oleh suatu organisasi, karena
memiliki berbagai manfaat diantaranya adalah: (1) Bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan organisasi, organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan
tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan pengertian jabatan. Untuk dapat melaksanakan
jabatan itu maka orang tersebut perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang
bagaimana melaksanakn tugas tersebut. Melalui pelatihan diharapkan kebutuhan dan
kekeurangannya dapat dipenuhi, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat
113
dan tepat, (2). Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, kebutuhan peribadi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi. Kebutuhan pribadi melengkapi
kebutuhan organisasi. Pengembangan pribadi yang diperoleh melalui pengembangan
jabatan akan memperkaya dirinya. Itulah yang disebut pengembangan karir, (3)
Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan invertasi sumberdaya manusia, diklat tak
ubahnya sebagai pendidikan formal membutuhkan pengadaan biaya yang tidak sedikit.
Memilih diklat sebagai suatu investasi sumberdaya manusia walaupun masih diragukan
hasilnya tetap banyak perusahaan yang menugaskan tenaga-tenaga intinya untuk
mengikuti diklat di dalam dan di luar negeri, dan (4) Bermanfaat bagi setiap
penjabat/jenjang keangkatan. Hal ini dapat dilihat pada diklat PNS dimulai dari diklat
bagi esolan I, II, III, dan IV.
D. Jenis dan Jenjang, Strategi Pendidikan dan Pelatihan
Ada beberapa jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat diselenggarakan oleh
suatu organisasi, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan keahlian, pendidikan dan
pelatihan ulang, pendidikan dan pelatihan fungsional silang, pendidikan dan pelatihan
tim, dan pendidikan dan pelatihan kreatifitas. Secara lebih rinci untuk dapat memahami
jenis pendidikan pelatihan tersebut dapat dilihat dalam pembahasan yang dilakukan oleh
Simamora (2004).
Pelatihan keahlian merupakan pelatihan yang sering dijumpai dalam suatu
organisasi. Program pendidikan dan pelatihan relatif sederhana, kebutuhan diidentifikasi
melalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian efektifitas pelatihan berdasarkan pada
sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
Pelatihan ulang adalah subsistem dari pelatihan keahlian. Pelatihan ulang
berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian yang mereka butuhkan untuk
114
menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Umpamanya karyawan yang selama ini
memakai mesin produksi yang terkomputerisasi.
Pendidikan pelatihan lintas fungsional. Pada dasarnya organisasi telah
mengembangkan fungsi kerja yang telah tersepesialisasi dan deskripsi pekerjaaan yang
rinci. Walaupun demikian dewasa ini organisasi lebih menekankan pada multi keahlian
ketimbang spesialisasi. Pelatihan karyawan dalam berbagai fungsi menjadi semakin
ppopuler. Pendidikan dan pelatihan model ini melibatkan pelatihan karyawan untuk
melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dari pekerjaan yang ditugaskan.
Terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan lintas fungsional, seperti: rotasi pekerjaan
dapat diupergunakan untuk memberikan suatu persepektif yang lebih luas kepada manajer
dalam satu bidang fungsional, departemen dapat saling bertukar karyawan untuk periode
waktu tertentu sehingga setiap karyawan mengembangkan suatu pemahaman mengenai
aktivitas departemen lainnya, kemudian pelatihan adalah kolega kerja, karyawankaryawan yang berprestasi bertindak sebagai internal on-the-job trainers, dapat menolong
para karyawan mengembangkan keahlian aktivitas kerja lainnya.
Pelatihan tim. Dewasa ini ada gejala perlunya akan adanya peningkatan kinerja
terhadap tim-tim yang ada dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi pada saat ini
cendrung terdapat berbagai tim, seperti tim riset, dan tim-tim yang bersifat temporer. Tim
adalah sekelompok individu yang bekerjasama demi tujuan bersama. Tujuan bersama
itulah sebenarnya menentukan sebuah tim, dan seandainya seorang anggota mempunyai
tujuan-tujuan yang bertentangan, maka efisiensi dan efektivitas sdari suatu organisasi
akan dapat terganggu.
Pendidikan dan pelatihan kreativitas. Pendidikan dan pelatihan berlandaskan pada
asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari. Ada beberapa cara untuk mengajarkan
115
kreativitas, yang semuanya berusaha mengajar dan membantu orang-orang dalam
memecahkan masalah dalam kiat baru. Salah satu ancangan yang lazim diterapkan adalah
brainstorming di mana para parisipan diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan
sebebas mungkin. Setelah gagasan dianggap cukup banyak, para partisipan diminta
memebrikan penilaian rasional dari segi biaya dan kelaikan. Kreativitas biasanya
dianggap mempunyai dua tahap yaitu imajinatif dan praktis. Teknik brainstorming yang
diikuti oleh pertimbangan rasional dari opsi yang dihasilkannya memenuhi kedua tahap
tersebut.
Kemudian pembahasan yang berkaitan dengan jenjang pendidikan dan pelatihan
tampaknya secara lebih jelas diatur dalam dalam PP No.101 Tahun 2000 yang mengatur
tentang diklat pegawai negeri sipil yaitu Diklat Struktural yang disebut dengan Diklat
Kepemimpinan. Pendidikan dan pelatihan struktural ini terdiri dari:
1. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat pertama, yang
selanjutnya disebut SPAMA, yaitu diklat yang dipersyaratkan kepada pegawai negeri
yang terpilih memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural esolan III.
Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal kemampuan adminsitrasi tingkat
pertama sehingga para peserta mampu memimpin dan memberikan bimbingan serta
penguasaan dan keterampilan pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan dan
program secara efektif dan efisien.
2. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat menengah, yang
selanjutnya disebut dengan diklat SPAMEN, yaitu pendidikan dan pelatihan yang
dipersyarakat bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk
diangkat dalam jabatan struktural esolan II. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan
116
bekal kemampuan administrasi tingkat menengah sehingga para peserta mampu
memimpin dan memberikan strategi penataan program secara efektif dan efisien.
3. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat tinggi yang
selanjutnya disebut diklat SPATI, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan
untuk pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat
dalam jabatan struktural esolan I. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal
kemampuan administrasi tingkat tinggi sehingga para peserta mampu memimpin dan
membina serta kedalam pola pikir dan wawasan secara terpadu dalam lingkup
nasional, regional, dan internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna
kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa.
4. Pendidikan dan pelatihan administrasi umum yang disebut dengan ADUM yaitu
pendidikan dan pelatihan yang mengawali pendidikan dan pelatihan struktural. Pendidikan dan pelatihan ini dipersyaratkan bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan
memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan esolan V dan IV. Pendidikan dan
pelatihan ini memberikan bekal kemampuan administrasi dasar sehingga para peserta
mampu mengenali kebutuhan organisasi dan peran instansi masing-masing dalam
pemerintahan negara, serta mampu melaksanakan tugas pekerjaannya sehari-hari
secara efektif dan efisien.
Keempat jenis pendidikan dan pelatihan tersebut tidak saja merupakan jenjangjenjang tingkat pendidikan pelatihan tetapi sekaligus juga merupakan jenis-jenis
pelatihan, dan sudah tentunya masih ada jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya,
seperti pendidikan dan pelatihan fungsional, pendidikan dan pelatihan Teknis.
Pendidikan dan pelatihan fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang
dipersyaratkan bagi pegwai negeri sipil yang akan dan telah menduduki jabatan
117
fungsional. Pendidikan dan pelatihan ini dapat dilakukan secar berjenjang sesuai dengan
tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan.
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pelatihan yang dislenggarakan untuk
memberi keterampilan dan penguasaan penegtahuan di bidang teknis tertentu kepada
pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang
diberikan dengan sebaik-baiknya.
Jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya adalah penggolongan berdasarkan pada peserta pendidikan dan pelatihan, seperti pendidikan dan pelatihan calon
pegawai negeri yang baru, pendidikan dan pelatihan ikatan dinas/tugas belajar, dan
pendidikan dan pelatihan dalam jabatan. Bahkan untuk pendidikan dan pelatihan dalam
jabatan ini masih ada beberapa jenis, seperti: on the job training, vestibule,
apprenticeship, intership, dan off the job training.
Berbagai strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan untuk
pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru. Danim (2010) menyebutnya ada
beberapa strategi, diantaranya adalah:
1. In-house training. Pelatihan dalam bentuk In-house training adalah pelatihan yang
dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang
ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui In-house
training dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam
meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi
dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru
yang lain, dengan strategi In-house training diharapkan dapat lebih menghemat waktu
dan biaya.
118
2. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di dunia kerja
atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru.
Program magang ini diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan selama periode
tertentu, misalnya magang di sekolah tertentu untuk belajar manejemen kelas atau
manajemen sekolah yang efektif. Program magang dipilih sebagai alternative
pembinaan dengan alasan bahwa ketermapilan tertentu yang memerlukan pengalaman
nyata.
3. Kemitraaan sekolah. Pelatihan melalui kemitraaan sekolah dapat dilaksanakan antara
sekolah yang baik dengan sekolah yang kurang baik, antara sekolah negeri dengan
sekolah swasta, dan sebagainya. Jadi pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau
di tempat mitra sekolah. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan
bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya di bidang
manajmen sekolah atau manajemn kelas.
4. Belajar jarak jauh. Belajar melalui jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan
instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan system
pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan lewat belajar jarak jauh
dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil
dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di
ibukota kabupaten atau di provinsi.
5. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga
pelatihan yang diberi wewenang dimana program disusun secara berjenjang mulai
dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan
tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus disediakan berdasarkan
119
kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan
tertentu.
6. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat
dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa
kemampuan seperti kemmampuan melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun
karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran dan lainlain sebagainya.
7. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala
sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas,
rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan
sejawat dan sejenisnya.
8. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan
alternative bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan guru
dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar,
baik di dalam maupun di luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan
pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu
guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi.
E. Langkah-langkah dalam Merancang Program Pelatihan
Keberhasilan suatu pelatihan dapat dilihat dari jumlah proses belajar yang terjadi
dan dapat diteransfer ke dalam pekerjaan. Sering pelaksanaan suatu pelatihan tersebut
tidak direncanakan, tidak terkoordinasi, dan tidak serius sihingga proses belajar akan
kurang atau tidak akan terjadi. Pembelajaran justru akan sering terjadi dalam kelompokkelompok kerja informal, oleh karena karyawan dalam kelompoknya akan dapat belajar
dengan karyawan yang lainnya. Oleh karena itu maka suatu pelatihan perlu dirancang
120
dengan baik dan dengan menggunakan suatu pendekatan yang sistematis. Menurut
Mathis dan Jackson (2002) dalam merancang suatu pelatihan tersebut terdiri dari tiga
tahap dan beberapa komponen yang perlu dilakukan.
Pertama adalah tahap yang disebut dengan tahap penilaian. Dalam tahap ini
perencana akan menetapkan kebutuhan pelatihan dan mengidentifikasi, memerinci tujuan
pelatihan. Beberapa hal yang dilakukan dalam menetapkan kebutuhan agar tujuan
pelatihan tersebut adalah dengan menganalisis kondisi organisasi, analisis tugas karyawan, analisis individu karyawan serta menetapkan prioritas tujuan pelatihan.
Kedua tahap implementasi, dengan menggunakan hasil penilaian, implementasi
pelatihan dapat dilakukan. Dalam implementasi pemilihan pelatihan tersebut penting
dipertimbangkan apakah bersifat khusus atau umum, pendekatan apa yang digunakan
mengingat ada beberapa pendekatan, pengaturan metode, ruang kelas, materi belajar, dan
tahap ketiga adalah evaluasi, dalam tahap ini memfokus pada bagaimana pencapaian dari
tujuan pelatihan.
F. Rangkuman
Pelatihan adalah suatu proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka
meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Pelatihan adalah suatu program
kesempatan belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi
memperbaiki penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu
jabatan tertentu. Jadi pelatihan tersebut, harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan
pengembangan karier pegawai. Pelatihan harus menjadi suatu program yang
berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya dalam
mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam pelatihan
seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau metode penyampaian yang
121
baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan, diskusi, seminar konferensi, role
playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya.
G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian pelatihan !.
2. Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan manfaat dari pelatihan !
3. Jelaskan jenis, jenjang, dan strategi pelatihan !.
4. Susun suatu rancangan program pelatihan dengan langkah-langkah yang benar !.
122
BAB. VII
PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK DAN PENGHARGAAN
TENAGA KEPENDIDIKAN
A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaiannya
Memahami pengertian dan beberapa
Dapat menjelaskan pengertian dan bebera-
dimensi perlindungan terhadap hak-hak
pa dimensi perlindungan terhadap hak-hak
guru.
guru
Memahami upaya perlindungan hukum
Dapat menjelaskan upaya perlindungan hu-
bagi guru.
kum bagi guru
Memahami asas-asas pelaksanaan perlin-
Dapat menjelaskan asas-asas pelaksanaan
dungan hukum bagi tenaga kependidikan.
perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan.
B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan Terhadap Hak-Hak Guru
Dalam uraian-uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
tenaga kependidikan dalam buku ini hanya dibatasi pada profesi guru. Dengan demikian
maka uraian tentang pengertian dan beberapa dimensi perlindungan tenaga kependidikan
disini yang dimaksud adalah perlindungan terhadap profesi guru. Demikian pula yang
dimaksud dengan perlindungan guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum,
perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan
Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus sebagai pegawai negeri sispil dan yang
bukan pegawai negeri sipil.
Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari
tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan
123
hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang
mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam
penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain
yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara lebih terperinci
perlidungan profesi guru dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah ini:
a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahliannya,
minat dan bakatnya.
b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas
profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan
Guru Indonesia.
c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan
kerja bersama. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati
bersama antara penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas
Pendidikan atau Dinas Ketengakerjaan pada wilayah administratif termpat
bertugas. Demikian pula yang dimaksud dengan kesepakatan kerja bersama
merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama secara tripartit, yaitu
penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru dan Dinas Pendidikan atau Dinas
Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat gru bekerja.
d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja
atau kesepakatan kerja bersama.
124
e. Penyelenghara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dan
praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar.
f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan.
g. Setiap guru kekebasan untuk: mengungkapkan ekspresi, mengembangkan
kreatifitas, dan melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam
proses pendidikan dan pembelajaran.
h. Setai guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta
didik orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari berbagai ancaman,
tekanan, dan rasa tidak aman.
j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik meliputi substansi,
prosedur, instrumen penilaian, dan keputusan akhir dalam penilaian.
k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf penguasaan
kompetensi, standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatiuhan dan menetukan
kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus.
l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi:
mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan ats dasar keyakinan akademik,
memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau aosiasi profesi guru dan
bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi.
m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal,
meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam
pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan
memberikan masukkan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi
atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan.
125
Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi
perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan
kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau risiko yang lainnya. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru
tersebut lebih dijelaskan sebagai berikut:
a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamtan dalam melaksanakan tugas
harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah
dan pemerintah daerah.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan jaminan dari ancaman
psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung,
teman sejawat, dan masyarakat luas.
c.
Keselamatan dalammelaksanakan tugas , meliputi perlindungan terhadap: resiko
gangguan keamaman kerja, resiko kecelakaan kerja, resiko kebakaran pada waktu
kerja, resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenaga
kerjaan.
d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang
tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain.
e. Pemberian asuaransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan
oleh akibat: kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,
kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lainnya.
Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual
sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan Haki di Indonesia telah dilegitimasi
126
oleh peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-undang Merk, Undang-undang
hak Paten, dan Undang-undang Hak Paten. Haki teridiri dari dua kategori, yaitu: hak cipta
dan kekayaan industri. Hak kekekayaan industri meliputi paten, merek, desain industri,
desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman.
Bagi guru Haki mencakup: hak cipta atas penulisan buku, hak cipta atas makalah,
hak cipta atas karangan ilmiah, hak cipta atas hasil penelitian, hak cipta atas hasil
penciptaan, hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuaan dalam bidang ilmu
pengetahuan teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan hak paten atas hasil karya
teknologi.
C. Beberapa Upaya Perlindungan Hukum bagi Tenga Kependidikan
Apabila guru-guru mengalami masalah dalam dimensi perlindungan hukum,
perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan Haki, guru sesuai
dengan permasalahan yang dihadapinya maka dapat melakukan konsultasi, meminta
bantuan mediasi, mengadakan negoisasi dan perdamaian, konsiliasi dan perdamaian,
advokasi litigasi dan advokasi nonlitigasi kepada pihak-pihak yang kompeten.
Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu
yang disebut dengan klien yang dalam hal ini adalah guru, dengan pihak lain yang
merupakan konsultan yang memberikan pendapatnya kepada guru untuk memenuhi
keperluan dan kebutuhannya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum,
sebagaimana diminta oleh guru. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut
akan diambil sendiri oleh para pihak yang bersengketa meskipun adakalanya pihak
konsultan dapat diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian
sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Konsultasi itu
dapat dilakukan kepada konsultan hukum, atau pihak-pihak lain yang dapat membantu
127
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut. Sebagai suatu contoh,
misalnya seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu lembaga bantuan
hukum, penegak hukum yang ahli, penasihat hukum dan sebagainya berkaitan dnegan
masalah pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan
hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh
guru pada saat berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan,
melainkan sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk
penyelesaian sengketa atau perselisihan yang dihadapinya.
Mediasi dilakukan dengan membuat kesepakatan penyelesaian atau perbedaan
pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa
untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan
penyelenggara satuan pendidikan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu
paling lama 30 hari terhitung sejak penandatangan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu
30 hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) mediator yang
ditunjuk secar bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan (2) mediator yang ditunjuk
oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh
para pihak yang bersengketa.
Negoisasi, menurut pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pada
dasarnya para pihak yang bersengketa dalam hal ini apabila guru dan penyelenggara
satuan pendidikan memiliki sengketa berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang
timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian sengketa tersebut
selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Negoisasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal
1854 KUH Perdata, dimana diatur perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan
128
dimana kedua kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu
barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya
suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman.
Namun demikian ada beberapa hal yang membedakan dengan negosisasi dengan
perdamaian. Pada negoisasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari,
dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung
oleh dan di antara para pihakl yang bersengketa. Perbedaan yang lainnya adalah bahwa
negoisasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang
dilaksanakan di luar pengadilan sedangkan perdamian dapat dilakukan baik sebleum
proses persidangan maupun setelah sidang pengadilan dilakasanakan. Pelaksanaan
perdamaian dapat dilakukan di dalam atau d luar pengadilan.
Konsiliasi, apabila guru memiliki persengketaan dengan penyelenggara satuan
pendidikan harus diupayakan supaya membuka peluang untuk dapat dilakukan
pemecahannya dengan konsiliasi. Konsiliasi tidak dirumuskan secara jelas dalam
Undang-undang No 30 Tahun 1999. Konsiliasi merupakan suatu bentuk alternatif
pemecahan sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai
perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi dalam setiap
tingkat pengadilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan.
Konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau
sengketa yang telah ditetapkan oleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Advokasi litigasi adalah merupakan pembelaan hukum yang dilakukan oleh
pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di
pengadilan. Pengertian advokasi litigasi semacam ini adalah sangat sempit, padahal
129
sesungguhnya advokasi memiliki pengertian yang luas yang memili berbagai pengertian
seperti menganjurkan, memajukan, menyokong atau memelopori. Dengan kata lain
advokasi litigasi bisa diartikan melakukan perubahan-perubahan secara terorganisir dan
sistematis.
Advokasi nonlitigasi, adalah alternatif penyelesesaian suatu sengketa yang
dilakukan di luar pengadilan. Alternatif penyelesesaian nonlitigasi adalah suatu pranata
penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan
penyelesaian sengketa litigasi di engadilan negeri. Pada saat sekarang ini penyelesaian
suatu sengketa melalui pengadilan banyak mendapat kritik yang ckup tajam dari praktisi
dan teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan dianggap mengalami beban terlampuai
padat
lamban dan membuang waktu, biaya mahal, dan kurang tanggap terhadap
kepentingan umum, atau dianggap terlalu formal dan teknis. Di dalam pasal (1) angka
(10) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan
memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat
dilakukan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kependidikan.
Ada beberapa asas yang harus dipedomani dalam melaksanakan perlindungan bagi
guru-guru dalam berbagai dimensi seperti perlindungan hukum, perlindungan profesi,
perlindungan kesehatan dan kesematan kerja, dan perlindungan Haki. Asas-asan yang
dimaksudkan tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini.
1. Asas unitaristik atau impersonal yang berarti tidak membedakan agama, latar
belakang budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru.
2. Asas aktif, berarti inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau
lembaga mitra, atau keduanya.
130
3. Asas manfaat, berarti pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat
bagi peningkatan profesionalisme guru, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka,
serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal.
4. Asas nirlaba, yang berarti upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru
dilakukan dengan menghindari komersialisasi lembaga mitra atau pihak lain yang
peduli.
5. Asas demokrasi, yang berarti upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalahnya
yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau
mengutamakan musyawarah untuk mufakat.
6. Asas langsung, yang berarti pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan
masalah yang dihadapai oleh guru terfokus pada pokok persoalan.
7. Asas multi pendekatan yang berarti perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan
dnegan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain.
E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga Kependidikan.
Tenaga kependidikan khususnya guru memiliki hak untuk mendapat penghargaan
serta kesejahteraan. Hak penghargaan tersebut diberikan kepada guru yang berprestasi,
berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan atau bertugas di daerah khusus.
Kemudian di sisi lain pemerintah juga memberikan perhatian secara penuh
terhadap tunjangan kesejahateraan guru. Kesejahteraan tersebut berupa gaji, dan
penghasilan tunjangan-tunjangan lainnya yang melekat dalam gajinya. Tunjangan
kesejahteraan tersebut dapat berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan
fungsional, dan maslahat tambahan. Secara lebih rinci masalah pengharagaan dan
tunjangan kesejahateraan tenaga kependidikan khususnya guru akan dibahas secara lebih
dalam pembahasan selanjutnya.
131
1. Penghargaan kepada Guru yang Berperestasi
Pemberian pengharagaan terhadap guru berperestasi dilakukan melalui proses
pemilihan yang ketat secara bertahap dan berjenjang, mulai dari satuan pendidikan di
tingkat kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi dan tingkat nasional. Pemilihan guru
berprestasi dimaksudkan utnuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi
kinerjanya. Sebutan guru berperstasi mengandung makna sebagai guru yang
unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial.
Guru berprestasi adalah guru yang banyak menghasilkan karya kreatif inovatif, antara lain
inovasi dalam pembelajaran dan bimbingan, penemuan teknologi tepat guna dalam bidang
pendidikan, penulisan buku fiksi atau nonfiksi, karya atau prestasi dalam bidang olah
raga. Mereka juga merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik
hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan ekstrakurikuler.
2. Penghargaan Bagi Guru SD yang Berdedikasi di daerah Khusus atau Terpencil
Guru yang bertugas di daerah khusus oleh pemerintah diberikan penghargaan
yang dilakukan secara rutin pada setiap peringatan hari pendidikan nasional dan
peringatan hari nasional yang lainnya. Tujuannya adalah pertama mengangkat harkat
dan martabat atas dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik
bangsa dihormati dan dihargai oleh masyarakat pemerintah, kedua memberi motivasi
pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma
baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara profesional
sesuai dengan kualifikasi masing-masing, dan ketiga adalah meningkatkan kesetiaan dan
loyalitas guru dalam melaksanakan jabatannya sebagai sebuah profesi yang ditempatkan
di daerah terpencil dan terbelakang, di darah perbatasan dengan negara lain, daerah yang
132
mengalami bencana alam, bencana sosial, daerah dalam keadaan darurat lainnya, yang
mengakibatkan terjadinya kehidupan masyarakat yang sulit dan prihatin, keempat berusia
mnimal 40 tahun dan belum pernah menerima pengharagaan yang sejenis di tingkat
nasional, kelima responsip terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam masyarakat,
keenam dengan keahlian yang dimilinya membantu memecahkan masalah sosial sehingga
usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalah tersebut, ketujuh
menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas kepribadiannya dalam
mengamalkan keahliannya dalam masyarakat, dan kedelapan adalah menyebarkan dan
meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan
hasil nayata berupa kemajuan dalam masyarakat.
3. Penghargaan bagi Tenaga Kependidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus berdedikasi
Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus berdedikasi
dilakukan dengan maksud untuk mendorong memotivasi, dedikasi, loyalitas dan
profesionalisme guru PLB/PK sehingga dapat diharapkan akan berpengaruh positif pada
kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru yang memiliki
dedikasi dan kinerja melampoi target yang ditetapkan oleh satuan pendidikan khusus yang
mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau menghasilkan
karya kreatif atau inovatif yang diakui baik ditingkat daerah, nasional, dan internasional,
atau secara langsung membimbing peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga
mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan atau ekstrakurikuler. Keriteria guru
PLB/PK yang dapat diberikan penghargaan ini, pertama adalah kriteria dalam
pelaksanaan tugas yang mencakup konsistensi dalam membuat persiapan mengajar yang
standar bagi anak berkebutuhan khusus, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran
bagi anak yang berkebutuhan khusus, keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta
133
suasana tertib, kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas, konsisten
dalam melaksanakan evaluasi dan analisis ahsil belajar peserta didik berkebutuhan
khusus, dan obyektif dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus.
Kedua menunjukan hasil yang baik dalam pelaksanaan tugas dalam arti inovatif dalam
menemukan metode pendekatann yang inovatif, pengembangan dan pengayaan materi,
alat peraga baru, dirasakan memiliki dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan
terhadap proses belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus, kemampuan
memprakarsai suatu kegiatan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, memiliki
sifat inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada yang ada di
lingkungan setempat untuk kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar, dan mampu
menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut
jenis kebutuhan peserta didik. Ketiga memiliki sifat terpuji antara lain kemampuan
menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan, kesediaan untuk mendengar menghargai
pendapat orang lain, sopan santun, susila disiplin, tanggungjawab dan komitmen terhadap
tugas, kerjasama dan stabilitas emosi. Memiliki jiwa mendidik seperti menyayangi dan
mengayomi peserta didik, memberikan bimbingan secara optimal, mampu mendeteksi
kelemahan belajar peserta didik yang berkebutuhan khusus.
4. Penghargaan tanda Kehormatan Satyalencana Pendidikan
Penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan diberikan kepada guru
pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian, dan kesetiaan pada lembaga, berjasa pada
negara, maupun menciptakan karya yang luar biasa. Kriteria guru yang berhak mendapat
penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan adalah diberikan kepada guru
yang memenuhi persyaratan umum: (1)
warga negara Indonesia, (2) berahklak dan
berbudi pekerti luhur, (3) serta mempunyai nilai dalam konduite yang amat baik untuk
134
unsur kesetiaan dan sekurang-kurang bernilai baik untuk unsur lainnya. Sedang untuk
persyaratan khusus antara lain: (1) pernah bertugas di daerah terpencil atau tertinggal
sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputusputus, (2) pernah bertugas di daerah perbatasan, (2) di daerah konflik dan bencana
sekurang-kurangnya selama tiga tahun terus menerus atau selama enam tahun terputusputus, (3) diutamakan selain yang bertugas didaerah khusus sekurang-kurangnya delapan
tahun terus menerus bagi kepala sekolah sekurang-kurangnya bertugas selama dua tahun,
(4) berprestasi atau berbedikasi yang luar biasa dalam melaksanakan tugas sekuarngkurangnya mendapat pengharagaan tingkat nasional, (5) berperan aktif dalammkegiatan
organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai
sektor, dan (6) tidak memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat
menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
5. Penghargaan pada Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran
Penghargaan pada guru yang berhasil dalam pembelajaran dilakukan dalam
rangka untuk memotivasi guru dalam meningkatkan profesionalismenya, khususnya
dalam kemampuan perancanagan, penyajian, penilaian, proses dan hasil pembelajaran
atau proses bimbingan kepada siswa, meningkatkan kebaiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar.
6. Pengahargaan kepada Tenaga Kependidikan Pemenang Olimpiade
Olimpiade sains nasional merupakan wahana bagi guru untuk menumbuhkembangkan semangat kompetensi, meningkatkan profesional atau akademik, untuk
memotivasi meningkatkan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan
hasil pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di
135
aklangan guru, (2) meningkatkan wawasan penegtahuan, motivasi, kompetensi,
profesionalismenya, kerja keras dalam mengembangkan Iptek, (3) membina dan
mengembangkan kesadaran ilmiah dalam mempersiapkan generasi muda dalam masa kini
dan yang akan datang, (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang
terhormat dan termulia, bermartabat, dan terlindungi, dan (5) membangun komitmen
mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata.
Demikian beberapa penghargaan yang dapat diberikan kepada tenaga kependidikan khususnya guru, di samping itu masih ada beberapa penghargaan yang lainnya seperti
kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi
pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kemudian pengharagaan
yang lainnya adalah penghargaan yang dapat diberikan kepada guru PPKn yang disebut
dengan penghargaan Anugerah Konstitusi tingkat nasional.
Kemudian tenaga kependidikan khususnya guru disamping mendapat penghargaan
seperti yang telah diuraikan di atas, guru tersebut masih diberikan berbagai tunjangan
diantaranya:
1. Tunjangan Profesi
Sertifikasi merupakan proses untuk memberikan serifikat kepada guru. Sertifikat
guru dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru. Seiring
dengan proses sertifikasi inilah pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru.
Hal ini sesuai dengan Undang-undang N0. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang
mengamantakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang
telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh masyarakat.
136
Dengan adanya tunjangan profesi guru ini sebesar satu kali gaji pooko diharakan
guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah
bersertifikat akan menerima tnnjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu
membuktikan kinerjanya dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan
yang lainnya.
Guru yang menerima tunjangan profesi berhak sampai guru yang berasngkutan
berusia enampuluh tahun yang merupakan batas usia pensisun bagi PNS khususnya
guru. Setelah berusia enampuluh tahun guru yang bersangkutan masih berhak mengajar,
tetapi tidak berhak mendapat tunjangan profesi. Dalam pelaksanaannya tunjangan profesi
ini dialokasikan melalui pendapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan
anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
2. Tunjang Fungsional
Pasal 17 ayat 1 mengamanatkan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah
memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan
yangdi selengagarakan oleh pemerimntah. Dalam pelaksanaannya tunjangan fungsional
ini dialokasikan melalui penadapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan
anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya
tunjangan fungsional guru pada saat ini adalah berdasarkan pada golongan/
kepangkatan/jabatan guru yang bersangkutan.
3. Tunjangan Khusus
Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, bagi guru dan dosen yang bertugas di daerah-daerah khusus seperti di daerah
137
terpencil atau terbelakang, daerah kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah
perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial atau
daerah dalam keadaan darurat.
Besarnya tunjangan khsuus ini adalah sebesar satu kali gaji pokok guru yang
diangkat oleh satuan pendidikan yang diselengarakan oleh pemerintah atau daerah pada
tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
3. Tunjangan Maslahat Tambahan
Tunjangan maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan guru bagi gru
yang dianggap sebagai guru yang berprestasi dalam bentuk tunjang pendidikan, suransi,
beasiswa, kemudahan bagi putra dan putrinya untuk mendapat pendidikan, pelayanan
kesehatan, dan kesejahteraan lainnya sebagaiman ayang diatur dalam perundangundangan yang berlaku.
F. Rangkuman
Perlindungan guru adalah perlindungan hukum kepada guru yang mencakup
pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan
kesehatan kerja, serta perlindungan Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus
sebagai pegawai negeri sispil dan yang bukan pegawai negeri sipil.
Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari
tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan
hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik,
masyarakat, birokrasi atau pihak lain.
Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang
mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan
138
peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam
penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain
yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.
Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi
perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan
kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan
kerja, dan/atau risiko yang lainnya.
Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual
sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
G. Evaluasi
1. Jelaskan pengertian dan beberapa dimensi perlindungan terhadap hak-hak guru !.
2. Jelaskan upaya perlindungan hukum bagi guru !.
3. Jelaskan asas-asas pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan !.
139
DAFAT PUSTAKA
Ametembun, N. A. (1975). Supervisi pendidikan penuntun bagi para Pembina kepala
sekolah dan guru-guru. Bandung: Karya Remaja.
Atmodiwirio, S. (2002). Manajemen pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya.
Bafadal, I. (1992). Supervisi pengajaran. Teori dan aplikasinya dalam membina profesional guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Boardman, dkk (1961). Democratic supervision in secondary schools. Cambridge: Reverside Press.
Castetter, W. B. (1981) The personnel function in education administration.
Pennsylvania: Macmillan.
Cogan, M. L. (1973). Clinical supervision. Boston: Houghton Mifflin, Co.
Dharma, A. (2003). Manajemen supervisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman
Siswa.
Depdikbud. (1976). Kurikulum SD tahun 1975. GBPP. Buku IIID. Pedoman administrasi
dan supervisi. Jakarta: PN Bali Pustaka.
Depdikbud. (1986). Kurikulum pedoman pembinaan guru. Jakarta Balitbangdikbud.
Depdikbud. (1993). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan
Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum.
Flippo, EB., Masud, M. (1984). Manajemen Personalia. Jakarta : Erlangga.
Glickman, Carl D. (1990). Supervision of instruction: a developmentat approach.
Needham Heights: Allyn and Bacon.
Glickman, Carl D. (1980). Developmental supervision. Alternative practice for helping
teachers improve instruction. Virginia, Alexandria: ASCD.
Gorda, I G.N. (2006). Manajemen sumberdaya manusia. Denpasar: Astabrata.
Harris, B. M. (1985). Personel administtartion in education. Sydney: Allin and Bacon.
Hamalik, O. (2005). Manajemen pelatihan ketenagakerjaan pendekatan terpadu. Jakarta:
PT Bumi Aksara.
Irianto, J. (2001). Tema-tema pokok manajemen sumberdaya manusia. Surabaya: Insan
Cendekia.
140
Krajewski, R.J. (1982). Clinical supervison: a conceptual frame work. Journal of
research and development in education. Volume 15. Number 2.
Kunandar. (2007). Guru profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Makmun, A. S. ( 1996). Pengembangan profesi dan kinerja tenaga kependidikan.
Bandung Program Pascasarjana KIP Bandung.
Mathis, R. L., J.H. Jackson. (2002). Manajemen sumberdaya manusia. Penerjemah
Jimmy Sadeli., Bayu Prawira Hie. Jakarta: Salemba Empat
Samani, M. Dkk. (2006). Mengenal sertifikasi guru di Indonesia. Jakarta.: SIC dan
Asosiasi Peneliti Pendidikan Inonesia.
Supriadi, D. (2003). Guru di Indonesia, pendidikan pelatihan dan perjuangannya sejak
jaman colonial hingga era reformasi. Jakarta Depdinas. Dirjen Dikdasmen.
Marks, dkk. (1980). Handbook of educational supervision. Boston: Allyn and Bacon Inc.
Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Neagley, R. L. dan Evans N Dean. (1980). Handbook for effective supervision.
Englewood Cliffs. Nj: Printice Hall.
Pidarta, M. (1986). Pemikiran tentang supervisi pendidikan. Jakarta: Sarana Press.
Pidarta, M. (2004). Pmanajemen pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, N. (1990). Psikologi pendidikan. Bandung: Tarsito.
Sahertian, P. A. (2000). Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikan dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sahertian, P. A. dan F. Mataheru (1982). Prinsip dan teknik supervisi pendidikan. Surabaya: Nasional.
Sanusi, A. (1990). Profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan nasional. Makalah disampaikan dalam Semlok Pendidikan Nasional. Jakarta: IKIP Jakarta.
Sanusi, A. dkk (1990). Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga pendidikan. Bandung: PPS IKIP Bandung.
Sergiovanni, T. J. (1991). The principalship: a refelective practice perspective. Needham
Height: Alliyn and Bacon.
Siagian, PS. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta
141
Simamora, H. (20040. Manajemen sumberdaya manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.
Soetjipto dan Raflis K. (1999). Profesi keguruan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutisna, O. (1993). Administrasi pendidikan : dasar teoritis dan peraktek profesional.
Bandung: Angkasa.
Uno, HB. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi
Akasara.
Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Wijono (1989). Administrasi dan supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudyaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Yamin, M. (2007). Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP. Jkarta: Gaung Persada.
142
Download