ANALISIS PENGEMBANGAN SUMBERDAYA PENDIDIKAN SUATU KAJIAN TEORITIK PENGEMBANGAN TENAGA KEPENDIDIKAN DAN BERBAGAI PERMASALAHANNYA OLEH I NYOMAN NATAJAYA PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GENESHA SINGARAJA 2012 1 PRAKATA Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Waca Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan bimbingan-Nya, kami dapat menyelesaikan penulisan buku ajar dengan judul Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan (Suatu Kajian Teoretik Pengembangan Tenaga Kependidikan dan Berbagai Permasalahannya) dapat dislesaikan tepat sesuai dengan jadwal waktu yang direncanakan. Buku ajar adalah sebagai salah satu produk dari pelaksanaan penelitian pengem-bangan perangkat pembelajaran pada Program Pascasarjana Undiksha Singaraja dalam rangka untuk mendukung perkuliahan mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan pada Program Studi S2 Administrasi Pendidikan. Buku ajar ini dapat diselesaikan sudah tentunya tidak dapat dilepaskan dari bantuan berbagai pihak terutama Direktur Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha yang berkenan membiayai penelitian dan penulisan buku ajar ini. Lembaga Penelitian Undiksha Singaraja yang berkenan memfasilitasi secara administrasi pelaksanaan penelitian dan penulisan buku ajar ini. Demikian juga pihak-pihak lain yang telah membantu mencermati, mengkritisi dan memberikan saran yang diperlukan, sehingga penelitian dan penulisan buku ajar ini dapat dilaksanakan dan selesai tepat sesuai dengan waktu yang direncanakan. Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih. Kami menyadari bahwa buku ajar sebagai produk dalam penelitian pengembangan ini masih ada kekurangannya, oleh karena itu tegur sapa, masukkan dan koreksi dari berbagai pihak terutama yang memiliki perhatian terhadap laporan penelitian dan buku ajar ini masih tetap kami harapkan demi untuk menambah kesempurnaannya. Singaraja, 2 Nopember 2012 Peneliti, DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i PRAKATA ............................................................................................................................ ii DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii BAB. I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Rasional Penulisan Buku ........................................................................... B. Standar Kompetensi ................................................................................... 1 4 BAB. II PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI TENAGA KEPENDIDIKAN ............................................................................................ 5 A. B. C. D. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .................................. Pengertian Tenaga Kependidikan .......................................................... Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan ................... Program Pengembangan Pendidikan Profesi tenaga Kependidikan ........................................................................................................... E. Tahap-tahap dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional ..................................................................................................... F. Rangkuman ........................................................................................... G. Evaluasi ................................................................................................. 5 5 10 15 17 20 21 BAB. III HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ....................................................................................... 22 A. B. C. D. E. F. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannnya ........................... Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan ........................................ Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan ............................................ Sejarah dan Pertumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan ……..….. Rangkuman ……………………………..………………………… Evaluasi ……………………...……………………………………. 22 22 29 32 37 37 BAB. IV HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN …………………………………………………..... 38 A. B. C. D. E. F. G. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ............................ Pengertian Kompetensi .................................................................... Kompetensi Profesi Tanaga Kependidikan ..................................... Pengukuran dan Penilaian Profesi Tanaga Kependidikan ............... Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Kependidikan ................ Rangkuman ...................................................................................... Evaluasi ........................................................................................... 3 38 38 41 54 59 61 62 BAB. V SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ................................................................................................. 63 A. B. C. D. E. F. G. H. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya ........................... Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan .......... Kompetensi Supervisor Pendidikan ................................................ Prinsip-prinsip, Metode, dan teknik Supervisi Pendidikan ............ Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan ......................... Pengembangan Perencanaan Program Supervisi Pendidikan ......... Rangkuman ..................................................................................... Evaluasi ........................................................................................... 63 64 67 75 79 94 97 99 BAB. VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ................................................................................ 100 A. B. C. D. E. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .......................... 100 Pengertian Pendidikan dan Pelatihan ............................................ 100 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan .............. 104 Jenis-jenis, Jenjang, dan Setrategi Pendidikan dan Pelatihan ........ 110 Langkah-langkah dalam Merencanakan Program Pendidikan dan Pelatihan ......................................................................................... 116 F. Rangkuman ..................................................................................... 117 G. Evaluasi ......................................................................................... 118 BAB. VII. PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK, PENGHARGAAN DAN TUNJANGAN KESEJAHTERAAN PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN ............................................................................................... 119 A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya .......................... B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan atas Hak-hak Guru ................................................................................................. C. Beberapa upaya Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kependidikan ................................................................................. D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Tenaga Kependidikan ................................................................................ E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga Kependidikan ................................................................................. F. Rangkuman .................................................................................... G. Evaluasi ........................................................................................ 119 119 123 126 127 134 135 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 136 4 BAB. I PENDAHULUAN A. Rasional Penulisan Buku Program studi yang dibina di lingkungan program pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha (Undiksha) Singaraja terdiri dari Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Program Studi Administrasi Pendidikan, Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Studi Pendidikan Dasar, Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, dan Program Studi Pendidikan Matematika. Semua program studi yang ada dan dikelola di lingkungan Undiksha ini memiliki visi, misi dan tujuan masing-masing. Program Studi Adminsitrasi Pendidikan misalnya memiliki visi menjadikan Program Studi Administrasi Pendidikan memiliki kualitas yang unggul dan andal dalam pengembangan sumberdaya manusia, dapat mengikuti tantangan dan tuntutan kemajuan pembangunan pendidikan nasional, dan kompetitif dalam perkembangan dunia global. Misi Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menyelenggarakan program pendidikan yang menyiapkan tenaga ahli dalam bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen), calon kepala sekolah dari tingkat SD sampai pada SMTA, calon pengawas dari tingkat SD sampai pada tingkat SMTA, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menyelenggarakan penelitian dalam bidang pendidikan utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang luas, dan yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Kemudian tujuan dari Program Studi Administrasi Pendidikan adalah pertama menghasilkan lulusan sebagai tenaga ahli dalam 5 bidang kependidikan, tenaga pendidik yang profesional (Dosen) dalam Administrasi Pendidikan, calon kepala sekolah tingkat SD sampai SMTA, pengawas dari tingkat SD sampai SMTA, tenaga ahli perecanaan, dan tenaga ahli perencanaan dalam bidang pendidikan, kedua menghasilkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora yang menunjang pengembangan ilmu kependidikan, dan pelaksanaan tugas profesi tenaga pendidikan (Dosen), utamanya dalam bidang administrasi pendidikan dalam arti yang yang luas, serta yang ketiga adalah menyelenggarakan pengabdian pada masyarakat dalam rangka ikut memecahkan berbagai masalah dalam bidang kependidikan umumnya dan bidang manajemen pendidikan pada khususnya, dan masalah-masalah pembangunan yang lainnya di tingkat kabupaten, propinsi, dan tingkat nasional. Pada saat sekarang ini di tahun 2012 terungkap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Program Pascasarjana Program S2 Undiksha Singaraja, khususnya Program Studi Administrasi Pendidikan, seperti masa studi mahasiswa adalah berkisar antara lima sampai dengan tujuh semester. Demikian pula IPK komulatif yang dicapai oleh para lulusan berkisar antara 3,00 sampai dengan 3, 50. Dilihat dari masa studi dan IPK yang dicapai mahasiswa menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan pendidikan pada program Pascasarjana di Undiksha belum terlaksana secara maksimal. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penyelenggaraan pendidikan pada Program Pascasarjana Undiksha belum dapat dilaksanakan secara maksimal, diantaranya adalah fasilitas yang mendukung perkuliahan seperti buku literatur yang tersedia baik di perpustakaan umum di Undiksha maupun di perpustakaan Program Pascasajana masih terbatas dan kurang lengkap. Keterbatasan pasilitas buku-buku di perpustakaan ini terungkap dalam laporan dan temuan penelitian Trecer Study yang dilakukan oleh tim dosen Program Pascasajana di Undiksha terhadap lulusan Program Pascasarjana yang 6 dilakukan secara berturut-turut dalam waktu dua tahun terakhir ini yaitu tahun 2010 dan tahun 2011 (Koyan, dkk. 2010, 2011). Keterbatasan dan kelangkaan buku-buku literatur tersebut lebih diperparah dengan mahalnya harga buku, sulitnya dan sangat jarang dapat ditemukan di toko-toko buku sehingga sulit dapat dicari dan dibeli untuk dimiliki bagi para mahasiswa. Permasalahan lainnya yang dihadapi oleh mahasiswa program Pascasarjana pada saat ini adalah bahwa sebagian besar inputnya berasal dari guru-guru mulai dari guru SD, SMTP, dan SMTA yang tersebar di seluruh pulau Bali. Untuk mengakses semua guru yang akan melanjutkan studi lanjut, maka perkuliahan untuk mahasiswa program pascasarjana tersebut dikonsentrasikan di dua kampus yaitu kampus Singaraja, dan kampus Pegok Denpasar. Di sisi yang lain pada saat sekarang ini teknologi imformasi komunikasi begitu pesat perkembangannya dan sangat canggih. Lebih dari itu teknologi imformasi komunikasi sudah dikembangkan dalam penyelengagaran pendidikan jarak jauh pada beberapa jenjang pendidikan dan dapat berhasil dengan baik. Untuk mengatasi permasalahan kelangkaan buku-buku yang mendukung kelancaran perkulihan mahasiswa yang berlokasi pada dua lokasi yang cukup berjauhan yaitu di kampus Singaraja dan kampus Pegok Denpasar, maka perlu dilakukan penelitian pengembangan dengan mengangkat judul ”Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Pendidikan, Analisis Pengendalian Mutu Pendidikan, Supervisi Pendidikan, dan Problematika pendidikan Berbasis E-Learning” Jadi dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan akan menghasilkan produk paling tidak empat buah buku yang diharapkan dapat mendukung materi perkulihan dalam mata kuliah: (1) Analisis pengembangan sumberdaya pendidikan, (2) Analisis pengendalian mutu pendidikan, (3) Supervisi pendidikan, dan (4) Problematika pendi- 7 dikkan dengan berbagai keterbatasannya yang dapat mengatasi kelangkaan ketersediaan buku-buku literatur, dan secara teknis ada peluang untuk mengembangkan proses pembelajaran yang berbasis E-Learning. Jadi tujuan utama penulisan buku ini adalah pembangunan perangkat lunak (software) yang akan dipasang pada portal web e-learning Program Pascasarjana Undiksha untuk menyediakan sumber belajar alternatif kepada mahasiswa khususnya untuk mendukung materi mata kuliah Analisis Pengembangan Sumberdaya Tenaga Kependidikan. B. Standar Kompetensi Melalui mata kuliah ini mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan, wawasan, pemahaman terhadap berbagai konsep dan teori tentang tentang sumberdaya pendidikan mampu menganalisis keterpaduan antara sumberdaya (sumberdaya manusia tenaga kependidikan khususnya guru) mampu memecahkan berbagai masalah sumberdaya pendidikan serta terampil mengaplikasikannya sebagai tenaga kependidikan dalam bidang pembelajaran. 8 BAB. II PENGERTIAN, JENIS-JENIS DAN KUALIFIKASI TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian Tenaga Kependi- Dapat menjelaskan pengertian Tenaga dikan Kependidikan Memahami jenis-jenis dan Kualifikasi Dapat menyebutkan jenis-jenis dan Kuali- Profesi Tenaga Kependidikan fikasi Profesi Tenaga Kependidikan Memahami Program Pengembangan Pendi- Dapat menjelaskan Program Pengembang- dikan Profesi Tenaga Kependidikan an Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan Memahami Tahap-tahapan dalam Pengada- Dapat menlaskan tahap-tahapan dalam an Tenaga Kependidikan yang Profesional Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional B. Pengertian Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan adalah semua anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dari pengertian tenaga kependidikan tersebut tampaknya memiliki pengertian yang sangat luas sekali. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya pengertian tersebut, serta untuk dapat mengetahui bagaimana kedudukan dan posisi tenaga kependidikan khususnya guru sebagai tenaga profesi, maka dalam bab satu ini dibahas beberapa aspek yang berkaitan dengan pengertian dan jenisjenis tenaga kependidikan. 9 Tenaga kependidikan dalam beberapa kepustakaan disebut dengan nama yang berbeda-beda. Sutisna (1983) menyebut dengan istilah personil, Engkoswara (1987) menyebut dengan istilah sumber daya insani, Wijono (1989) menyebut dengan istilah ketenagaan sekolah, Harris, dkk (1979) menyebut dengan istilah personel, kemudian Makmun (1996) menyebut dengan istilah tenaga kependidikan, sedangkan kalau melihat Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang tenaga kependidikan di Indonesia, dan Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutnya dengan istilah tenaga kependidikan. Dari berbagai istilah yang berkaitan dengan tenaga kependidikan tersebut secara teoritik semuanya memang benar dalam arti dapat diterima, lebih-lebih istilah tenaga kependidikan yang memiliki landasan hukum, yaitu Undang-undang RI. No. 20 Tahun 2003 tampaknya akan lebih tepat. Namun perlu diketahui bahwa dalam manajemen juga dikenal dan digunakan istilah secara lebih umum, yaitu istilah sumber daya manusia. Kemudian dalam kaitannya dengan tulisan di buku ini, maka istilah yang digunakan barangkali dan bisa jadi istilah-istilah tersebut akan digunakan secara silih berganti, karena pada dasarnya adalah sama saja. Persoalannya yang muncul dan perlu dibahas adalah siapakah yang dimaksud dengan tenaga kependidikan. Menurut ketentuan umum Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya pasal 1 (5) tenaga kependidikan yang dimaksud adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelengaraan pendidikan. Dalam pasal 1 (6) tersebut juga dijelaskan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan yang lainnya yang sesuai dengan kekhususannya, serta partisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 10 Berdasarkan pada bunyi pasal 1 (5) dan (6) Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tersebut dapatlah diketahui bahwa tenaga kependidikan tersebut adalah memiliki makna dan cakupan yang jauh lebih luas dari pendidik. Bisa jadi yang dimaksud termasuk dengan tenaga kependidikan tersebut di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, adalah juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya. Semua jenis sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan tersebut penting untuk dibahas dalam kajian ini karena sangat bermanfaat tidak saja untuk kepentingan dalam pengembangan keilmuan atau dalam bidang teoritik akademik, tetapi yang lebih penting adalah untuk kepentingan praktis dalam rangka dapat mengkontribusi pelaksanaan pengembangan tenaga kependidikan khususnya guru yang dianggap ideal. Memang demikianlah kenyataannya sumber daya manusia tersebut dalam segala fungsi dan perannya sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi termasuk dalam bidang pendidikan. Sebab kebijakan dalam pengelolaan sumbedaya manusia yang dilandasi oleh suatu persepsi dan kajian teori yang keliru dan salah, yang dijadikan dasar dalam mengelola semua faktor sistem pendidikan lainnya yang berupa uang, material yang melimpah ruah, dan fasilitas yang lengkap tersebut tidak akan menjadi signifikan dan determinan dalam mencapai tujuan pendidikan. Sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilanya, dan memang agak berbeda dengan mengelola material yang berupa mesin-mesin atau teknologi yang canggih dimana mesin-mesin tersebut walaupun juga menentukan keberhasilan suatu organisasi, tetapi mesin-mesin tersebut tidak akan bisa mengeluh, tidak bisa melawan perintah, tidak akan mangkir dalam melaksanakan 11 tugas, tidak akan melaksanakan pemogokan, tidak akan terlibat dalam konflik-konflik seperti manusia, tidak akan bisa mengajukan tuntutan perbaikan nasib, dan perbuatanperbuatan negatif yang lainnya (Siagian.1999). Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. Demikian juga untuk lebih dapat memahami kajian tentang profesi kependidikan ini secara konseptual dan teoritik, lebih empirik serta praktis, maka kajiannya akan difokuskan pada profesi tenaga kependidikan tetentu saja, khususnya profesi keguruan, karena tampaknya profesi inilah paling dekat dengan kepentingan pembinaan mahasiswa sebagai calon guru yang disebut profesi. Lebih penting dan lebih menarik karena pada saat ini dalam kebijakan pemerintah yang mengatur tentang tenaga kependidikan tampaknya hanya baru guru dan dosen ditetapkan dan diatur secara legal sebagai profesi. Sedangkan tenaga kependidikan yang lainnya masih belum diatur, walaupun mungkin secara akademik dan fungsional sering dan sudah disebut atau menamakan dirinya sebagai profesi, seperti konsoler, pustakawan, laboran, teknisi dan lain sebagainya, dan bahkan organisasi profesinya sudah dibentuk. Dengan mengkhususkan fokus kajiannya pada profesi keguruan ini, juga akan lebih mudah dalam memberikan berbagai ilustrasi, contohcontoh, pendalaman maupun dalam pengayaannya. Sudah tentunya cara pembahasan 12 tentang pengembangan sumberdaya manusia atau masalah-masalah keprofesian dalam bidang bisnis, dan dalam bidang kependidikan seperti dalam pembahasan ini tidak akan sama dengan pandangan terhadap pembahasan masalah-masalah sumberdaya manusia seperti yang dikemukakan oleh Harris, dkk (1979) yang menguraikan bahwa masalahmasalah personnel dalam bidang pendidikan antara lain disebutkan adalah mencakup: susunan kepegawaian, fungsi staf, inovasi dan tradisi dalam penyusunan kepegawaian, mengatur pelayanan personalia, sifat oraganisasi sekolah, spesifikasi kompetensi personalia, merekrut dan memilih personalia, masalah keuangan, evaluasi personalia, dan pelatihan. Demikian juga yang dilakukan oleh Weber (1954) dalam pembahasannya menguraikan bahwa masalah-masalah personnel pendidikan khususnya profesi guru tersebut, diantaranya adalah mencakup: seleksi guru baru, pendapatan atau gaji guru, orientasi guru baru, pendidikan inservice, penilaian dan pelayanan guru, beban mengajar guru, pemutusan hubungan atau kontrak kerja, pemecatan, pemindahan, masalah cuti dan absen, organisasi-organisasi profesi, kesehatan dan rekreasi guru, status sosial, etika profesi, masa jabatan guru, kebijakan pemerintah terhadap guru dan yang lainnya. Kemudian tampaknya yang lebih empirik dan menggambarkan kebijakan pemerintah terhadap tenaga kependidikan khususnya profesi guru secara jelas di Indonesia diatur dalam Undang-undang RI. No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam bagian kesatu mengatur persoalan yang berkaitan dengan: kualifikasi, kompetensi sertifikasi guru sebagai profesi, bagian kedua mengatur persoalan yang berkaitan dengan: hak dan kewajiban guru sebagai profesi, bagian ketiga mengatur persoalan yang berkaitan dengan: wajib kerja dan ikatan dinas, bagian keempat mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pengangkatan, penempatan, pemindahan, dan pemberhentian guru sebagai profesi, bagian kelima mengatur persoalan yang berkaitan dengan: pembinaan dan pengembangan, 13 bagian keenam mengatur persoalan yang berkaitan dengan: penghargaan guru sebagai profesi, bagian ketujuh mengatur persoalan yang berkaitan dengan: perlindungan guru sebagai profesi, bagian kedelapan mengatur persoalan yang berkaitan dengan: cuti guru, bagian kesembilan mengatur persoalan yang berkaitan dengan organisasi profesi dan kode etik guru. Berdasarkan pada beberapa pandangan tentang berbagai dimensi apa yang sebaiknya dikaji dalam pembahasan tentang profesi kependidikan tersebut, tampaknya tidak berbeda terlalu jauh dengan yang dibahas dalam buku ini, namun dalam pembahasan buku ini akan selalu mencoba berusaha untuk meyakinkan hal-hal yang bersifat teoritik dengan kenyataan di lapangan, serta ketentuan-ketentuan legal yang berlaku dalam sistem pendidikan nasional kita. C. Jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan Dalam uraian dan penjelasan tentang pengertian tenaga kependidikan sudah dapat dimengerti secara jelas yang dimaksud dengan tenaga kependidikan tersebut adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, dan yang lainnya. Bahkan bisa jadi juga termasuk semua pengelola yayasan pada lembaga-lembaga pendidikan swasta, dan semua pengambil kebijakan di birokrasi dan stafnya di tingkat pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, tingkat kecamatan, dan di tingkat desa. Kalau persoalan jenis-jenis tenaga kependidikan dan tenaga pendidikan sudah tampak dalam pembahasan teruraikan dengan sedikit lebih jelas, yang menjadi persoalan 14 lebih lanjut adalah masalah bagaimana kualifikasi tenaga kependidikan, khususnya kualifikasi profesi guru tersebut. Secara teoritik serta mengacu sebagaimana lazimnya pada negara-negara maju, maka kualifikasi tenaga kependidikan tersebut dapat dibedakan menjadi tenaga pendidik, tenaga manajemen kependidikan, tenaga penunjang teknis kependidikan, tenaga penunjang administratif kependidikan, tenaga peneliti, pengembang dan konsultan kependidikan. Dalam tulisan ini akan dicoba dibahas secara ringkas dari masing-masing kualifikasi tenaga kependidikan tersebut, dengan penjelasannya yang lebih difokuskan pada kualifikasi tenaga pendidik khususnya guru. Kualifikasi tenaga pendidik adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. Sesungguhnya dalam hubungan ini alam telah melibatkan semua orang yang melaksanakan tugas pelayanan tersebut termasuk para orang tua di rumah, para guru/dosen, pembimbing dan pelatih di sekolah atau satuan-satuan pendidikan yang lainnya, para instruktur atau fasilitator, pamong belajar pada pusat-pusat atau balai pelatihan dan kursus-kursus, para pembina dan pembimbing pada berbagai perkumpulan atau sanggar atau pedepokan serta organisasi yang melatih dan membimbing keterampilan seni dan budaya, para ustadz dan pembina di pondok pesantren dan majelis-majelis taklim atau pengajian di surau dan langgar, para penyiar TV dan Radio yang mengasuh acara dan mimbar kependidikan, para penulis artikel dimedia cetak seperti majalah, koran, jurnal, buku bacaan, buku pelajaran yang mengandung muatan atau nuansa kependidikan, para penyuluh lapangan di bidang kesehatan/KB, hukum, pertanian dan sebagainya yang diselengarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pelaksanaan tugas pelayanan kependidikan tersebut dapat secara tatap muka secara langsung di kelas atau melalui TV, sistem belajar jarak jauh, secara korespondensi, dan berbagai bentuk 15 komunikasi lainnya. Namun demikian perlu disadari bahwa masalah kualifikasi akademik tenaga pendidik tersebut adalah diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan. Oleh karena itu, kalau diperhatikan pasal 9 undang-undang guru dapat diketahui bahwa kualifikasi akademik seorang guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana, atau diploma empat (D4). Sementara itu kalau diperhatikan pasal 42 (2) undang-undang sistem pendidikan nasional disebutkan bahwa pendidikan formal pada jenjang usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, kualifikasi akademik seorang guru haruslah berlatar belakang pendidikan tinggi dan dihasilkan oleh perguruan tinggi. Demikian pula dalam PP No. 19 tahun 2005 dalam pasal 29 (2) disebutkan bahwa guru SD/MI/SDLB harus berpendidikan S1 atau D4 bidang PGSD, psikologi, atau pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal yang sama ayat tiganya disebutkan bahwa guru SMP/MTs/ SMPLB harus berpendidikan S1 atau D4 dengan progam studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan. Dari bunyi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam undangundang dan peraturan pemerintah tersebut, tampaknya kualifikasi guru seperti menuntut suatu persyaratan kualifikasi pendidikan seorang guru tersebut adalah sama, yaitu lulusan pendidikan tinggi S1 atau D4. Namun demikian jika makna bunyi pasal-pasal yang diatur dan terdapat dalam undang-undang sistem pendidikan nasional, undang-undang guru, dan PP No. 19 tahun 2005 dirunut dan disenergikan dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi guru di Indonesia haruslah minimum berpendidikan S1 atau D4 dari program studi yang relevan, misalnya untuk menjadi guru taman kanak-kanak dipersyaratkan harus lulusan pergruan tinggi S1 atau D4 PAUD/PGTK/Psikologi/ kependidikan lainnya. Seseorang untuk dapat diangkat menjadi guru SD/MI/SDLB dipersyaratkan harus lulusan perguruan tinggi program S1 atau D4 PGSD/ Psikologi/ Kependidikan lainnya. Untuk menjadi guru Matematika SMP/MTS/SMPLB atau SMA/MA/SMK/SMALB dipersyaratkan lulusan 16 perguruan tinggi program S1 atau D4 Matematika atau Pendidikan Matematika. Persyaratan kualifikasi pendidikan minimum bagi guru ini merupakan suatu lompatan yang cukup signifikan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan di negara kita (Samani, dkk. 2006). Kualifikasi tenaga manajemen kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional melakukan layanan secara tidak langsung kepada tenaga teknis kependidikan, tetapi melakukan merancang dan merencanakan, mengorganisasikan dan memberikan pimpinan, mengkoordinasikan dan mengendalikan, memonitor dan mengawasi, mengevaluasi dan menindaklanjuti, serta menggariskan kebijaksanaan seluruh kegiatan penyelenggaraan pengelolaan program kegiatan kependidikan pada semua jenjang tataran sistem pendidikan mulai tingkat struktural pusat, regional atau daerah, sampai pada tingkat operasional. Sehubungan fungsi tenaga manajemen tersebut, maka yang bisa dimasukkan sebagai tenaga manajemen kependidikan adalah: para perencana pendidikan, para pimpinan struktural dari tingkat pusat sampai tingkat operasional kependidikan, para pimpinan atau pengelola, penilik dan pengawas, penilai dan penguji pendidikan, para pembuat kebijakan atau keputusan. Kualifikasi tenaga penunjang teknis kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utmanya menyiapkan kelengkapan sarana dan fasilitas teknis kependidikan berikut memberikan pelayanan teknis pemanfaatannya dalam menjamin kelangsungan dan kelancaran proses pendidikan. Sehubungan dengan fungsi tenaga penunjang teknis yang dimaksudkan adalah mencakup seperti teknisi sumber belajar di bengkel atau workshop, laboran di laboratorium, pustakawan di perpustakaan, instalator di instalasi, teknisi sumber belajar di studio, teknisi sumber belajar di PSB, dan sebagainya. 17 Kualifikasi tenaga penunjang administrasi kependidikan, tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya mengadakan dan menyiapkan sarana dan prasarana kependidikan serta memberikan layanan jasa administratif kepada pihak tenaga manajemen, atau kepemimpinan pendidikan, dan tenaga teknis fungsional, serta penunjang teknis kependidikan sesuai dengan kepentingannya. Siapa yang dimaksudkan dengan tenaga penunjang admistratif kependidikan ini, antara lain dapat disebut seperti tenaga administratif birokrasi, ketatausahaan perkantoran kependidikan. Kualifikasi tenaga peneliti, pengembang, dan konsultan kependidikan, adalah tenaga kependidikan yang secara fungsional tugas utamanya tidak terlibat secara langsung dalam teknis layanan kependidikan, manajemen kependidikan, layanan penunjang teknis pendidikan, dan kepada tenaga penunjang administratif kependidikan, tetapi hanya menyiapkan berbagai perangkat informasi dan data yang relevan dan dapat dipertanggung jawabkan serta memberikan jasa pelayanan informal dan konsultansi kepada semua pihak yang berkepentingan dengan kependidikan, khususnya mereka yang bertugas dan bertanggunjawab serta terlibat dengan penyelengaraan, pengelolaan dan pembuatan keputusan tentang kependidikan. Keberadaan jenis ketenagaan kependidikan ini idealnya tersedia pada semua jenjang tataran sistem kependidikan khususnya di perguruan tinggi. Dengan demikian selayaknya pada suatu perguruan tinggi khususnya perguruan tinggi yang menangani bidang kependidikan memiliki berbagai pusat penelitian, berbagai pusat pengembangan, maupun berbagai pusat atau unit konsultansi. Berdasarkan pada berbagai jenis kualifikasi tenaga kependidikan tersebut jelas guru adalah termasuk tenaga kependidikan yang memiliki kualifikasi sebagai tenaga pendidik, karena secara fungsional tugas utamanya secara langsung memberikan pelayanan teknis kependidikan kepada peserta didik. 18 D. Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan Pendidikan memiliki posisi yang strategis dan signifikan dalam menunjang upaya keberhasilan pembangunan agar terarah kepada peningkatan tarap mutu kemakmuran, kesejahteraan dan martabat hidup manusia. Oleh karena itu maka pada saat sekarang ini telah banyak dilakukan studi yang intensif dan mendalam yang tertuju kearah penemuan alternatif yang dapat ditempuh dalam pengembangan sumber daya manusia, sehingga pemanfaatannya dan pemberdayaannya dalam pembangunan dapat ditingkatkan. Harbison dan Myers (1964) menyatakan bahwa pendidikan pada dasarnya merupakan sarana dan cara utama yang paling strategis dalam pengembangan sumberdaya manusia baik melalui pendidikan formal maupun nonformal di tingkat sekolah dasar sampai pada pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Demikian pula dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan khususnya guru merupakan komponen yang determinan dalam penyelenggaraan pengembangan sumberdaya manusia dan menempati posisi kunci dalam system pendidikKan nasional. Dampak mutu kemampuan professional dan kinerja guru tidak hanya akan berkontribusi pada kualitas lulusan yang dihasilkan melainkan juga akan berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan nampak pengaruhnya terhadap kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa serta umat manusia pada umumnya. Tenaga kependidikan atau guru yang berkualitas seperti yang dimaksud tersebut sudah tentunya dapat direalisasikan dan diwujudkan, oleh karena itu maka penyiapan dan pengembangan seharusnya diupayakan melalui secara berencana dan berkesinambungan. Upaya yang demikian itu merupakan suatu keharusan mengingat tuntutan standar kualitas serta kebutuhan di lapangan terus menerus mengalami perubahan dan perekembangan 19 seirama dengan pesatnya laju perkembangan dan inovasi ilmu pengetahuan serta rekayasa di segala bidang kehidupan secara global. Sehubungan dengan begitu strategis peranannya dan sebagai posisi kunci dari tenaga kependidikan khususnya guru untuk berhasilnya suatu system pendidikan, maka dalam pengembangan pendidikan tenaga guru pada saat sekarang di Indonesia dilakukan dengan dua jenis model, yaitu pendidikan prajabatan dan pendidikan dalam jabatan. Dua jenis pendidikan ini berbeda secara essensi dan system pengelolaannya meskipun sifatnya sama yaitu berupaya untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia khususnya guru. Pendidikan prajabatan tenaga guru merupakan pendidikan persiapan mahasiswa untuk meniti karir dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Pendidikan prajabatan merupakan suatu istilah yang paling lazim digunakan pada lembaga pendidikan keguruan yang merujuk pada pendidikan pelatihan yang dilakukan oleh lembaga jenjang pendidikkan di perguruan tinggi atau iniversitas untuk menyiapkan mahasiswa yang hendak meniti karir dalam bidang pendidikan. Fungsi esensi ini menuntut atmospir yang kondusif dalam lembaga penyelenggara bagi penciptaan sajian-sajian bahan ajar dengan derajat akademik dan kemampuan praktis yang tinggi sebagaimana dipersyarakan untuk calon guru. Pendidikan dalam jabatan yang sering disebut dengan pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan dilandasi oleh asumsi bahwa sungguhpun karyawan telah menjalani proses orientasi ketika mulai meniti karir dan yang sudah lama bekerja telah memhami seluk beluk pekerjaan, dalam praktik tidak jarang muncul kebisaan buruk dan memiliki produktivitas yang rendah. Siagian (1995) menyatakan alasan yang sangat pundamental dari pengembangan personalia bahwa untuk menghadapi tuntutan tugas sekarang terutama untuk menjawab tantangan masa depan. 20 Sejalan itu Fliffo (1983) menyatakan bahwa setelah ditempatkan pada posisi tertentu, karyawan harus ditingkatkan kemampuan dan keterampilannya agar menampilkan kinerja yang lebih baik daripada periode sebelumnya. Jadi kegiatan pengembangan personalia tidak hanya untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan melainkan bermanfaat jangka panjang untuk meningkatkan karir karyawan, termasuk tanggungjawab terhadap pekerjaan yang diembannya. Bahkan secara secara lebih rinci Castetter (1981) menjelaskan bahwa manfaat pengembangan sumberdaya manusia adalah: (1) Meningkatkan performasi personalia sesuai dengan posisinya saat ini, (2) Pengembangan kemampuan personalia untuk mengantisipasi tugas-tugas baru yang bersifat reformasi, (3) Merangsang pertumbuhan diri personalia bagi penciptaaan kepuasan kerja secaa individual. Dari kutipan di atas tampaknya menunjukkan bahwa pendidikan, pelatihan dan pengembangan sangat bermanfaat bagi keperluan organisasi. Demikian juga halnya dengan organisasi pendidikan. Kecendrungan yang ada pada saat ini menunjukan bahwa rendahnya komitmen pada esesnsi dan eksitensi sumberdaya manusia masih tampak, dan hal tersebut merupakan salah satu masalah yang dihadapi dalam kegiatan pengembangan tenaga kependidikan khsusunya guru. Demikian juga telah disadari betul bahwa rendahnya komitmen terhadap esesnsi dan eksistensi tenaga kependidikan khususnya guru tidak jarang akan mengakibatkan guru hanya menerima sedikit rangsangan dalam mengimplementasikan ide-ide dan keterampilan-keterampilan baru dalam proses pembelajaran. E. Tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional Dalam rangka pengadaan tenaga kependidikan yang berkualitas khususnya guru dilihat dari dimensi sifat dan substansinya, alur tahapan dalam pembentukannya yang benar-benar berkualitas dan profesional, maka seharusnya melalui beberapa tahapan. 21 Pertama adalah berkaitan dengan system pengadaan atau penyediaan guru menurut Peraturan Pemerintah No.74 Tahun 2008 tentang Guru telah menggariskan bahwa pengadaan guru menjadi kewenangan lembaga pendidikan tenaga kependidikan. Sistem pengadaan guru yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tenaga kependidikan tersebut kemudian disebut dengan kebijakan penyediaan guru yang berbasis perguruan tinggi (Badan PSDMPK-PMK. 2012). Demikian juga lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang dimaksud adalah perguruan tinggi yang diberikan kewenangan sebagai penyelenggara dan pengadaan guru yang mencakup pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan/atau pendidikan menengah, serta untuk menyelenggarakan dan mengembangkan ilmu kependidikan dan non kependidikan. Dengan demikian guru harus memiliki dan memenuhi persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dalam bidang kependidikan atau nonkependidikan dan telah menempuh dan dinyatakan lulus dalam pendidikan profesi atau bersertifikat pendidik. Guru yang memenuhi kedua persyaratan tersebut kemudian oleh pemerintah statusnya diakui sebagai guru yang professional. Lebih lanjut dari peraturan pemerintah tersebut dapat diketahui bahwa jumlah peserta pendidikan profesi guru akan ditetepkan oleh menteri, yang ada kemungkinannnya didasari atas kuota kebutuhan formasi. Beberapa hal lainnya yang dapat diketahui tentang pendidikan profesi guru tersebut, pertama adalah calon peserta pendidikan profesi guru berkualitas S1 dan/D-4, kedua sertifikat pendidik bagi calon guru harus diperoleh dari perguruan tinggi yang memiliki dan menyelengarakan program tenaga kependidikan yang terakreditasi, ketiga sertifikasi pendidik bagi calon guru harus dilakukan secara obyektif, transfaran, dan akuntabel, keempat jumlah peserta didik program pendidikan profesi guru setiap tahun ditetapkan oleh menteri, kelima program pendidikan profesi guru diakhiri dengan ujian kompetensi pendidik, keenam uji 22 kompetensi pendidik dilakukan melalui ujian tertulis dan kinerja sesuai dengan standar kompetensi, ketujuh ujian tertulis dilaksanakan secara komperehensif yang mencakup (1) wawasan atau landasan kependidikaan, pemahaman terhadap anak didik, pengembangan kurikulum dan silabus, rancangan pembelajaran dan evaluasi hasil belajar, (2) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi mata pelajaran, kelompok mata pelajaran, dan/atau program yang diampunya, dan (3) konsep-konsep disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang secara konsepsional menaungi materi pelajaran, kelompok ma pelajaran, dan/atau program yang diampunya, kedelapan ujian kinerja dilakukan secara holistic dalam bentuk ujian praktik pembelajaran yang mencerminkan penguasaan kompetensi pendagogik, kepribadian, professional dan social pada satuan pendidikan yang relevan. Tahapan yang kedua dalam proses pengadaan tenaga kependidikan khususnya guru adalah setelah calon guru tersebut direkrut mereka belum bisa langsung bertugas secara penuh ketika pertama kali memasuki di sekolah, melainkan mereka harus memasuki masa atau fase prakondisi yang disebut dengan induksi. Fase induksi tersebut sebenarnya tidak saja dikenal dalam bidang pendidikan tetapi secara teori manjemen adalah merupakan suatu tahapan yang memang harus dilalui di dalam penerimaan pegawai baru. Demikian pula istilah induksi tersebut kadang kala disebut pula dengan istilah yang lainnya seperti fase perkenalan, fase orientasi. Kemudian titik tolak yang digunakan untuk menyusun suatu program pengenalan adalah adanya suatu pandangan yang menyatakan bahwa para pegawai baru pada dasarnya ingin diterima sebagai anggota yang baru. Sebagai anggota yang baru ingin diperlakukan sebagai anggota secara baik, bertanggungjawab dan ingin memberi kontribusi yang optimal kepada kepentingan orgnanisasi (Manulang1988., 1994., Siagian 1999). Kemudian beberapa hal yang menjadi 23 bahan induksi tersebut adalah berkaitan dengan sejarah perusahaan, barang yang dihasilkan, kesejahteraan pegawai, struktur organisasi, peraturan-peraturan kerja, hak dan kewajiban pegawai, peraturan gaji, dan peraturan promosi (Manulang1988). Sesuai dengan program induksi dalam bidang pendidikan terutama dalam tahapan pengadaan guru program induksi diidealisasikan guru akan dibimbing dipandu oleh mentor terpilih untuk kurun waktu sekitar satu tahun, agar calon guru tersebut benar-benar siap menjalani tugas-tugas profesional. Perlu pula ditegaskan bahwa program induksi ini dilakukan terhadap calon guru yang direkrut yang sudah memiliki kualifikasi minimum dan sertifikat pendidik yang secara hukum juga sudah memiliki kewenangan penuh. Setelah guru selesai menjalani proses induksi dan kemudian secara rutin keseharian menjalankan tugas-tugas profesional, profesionalisasi atau proses penumbuhan dan pengembangannya tidak berhenti disitu saja melainkan perlu upaya secara terus menerus untuk perlu mendapatkan pembinaan dan pengembangan profesinya yang bisa dilakukan atas insiatif sekolah dan inisiatif secara pribadi. F. Rangkuman Tenaga kependidikan memiliki pengertian yang sangat luas karena di samping pendidik, seperti guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, dan fasilitator, di dalamnya juga termasuk kepala sekolah, direktur, ketua, rektor, pimpinan PLS, penilik, pengawas, peneliti, pengembang bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar, penguji dan yang lainnya. Semua jenis tenaga kependidikan tersebut sangat penting bagi pencapaian tujuan suatu organisasi khususnya dalam bidang pendidikan. Menyadari begitu pentingnya sumberdaya manusia tersebut, maka dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 1992 dijelaskan bahwa tenaga kependidikan merupakan komponen yang determinan dan 24 menempati posisi kunci dalam sistem pendidikan nasional. Pengembangan sumberdaya manusia atau tenaga kependidikan yang memiliki kualitas kemampuan yang profesional dan kinerja yang baik, tidak saja akan mengkontribusi terhadap kualitas lulusan yang dihasilkan, melainkan juga berlanjut pada kualitas kinerja dan jasa para lulusan dalam pembangunan, yang pada gilirannya kemudian akan berpengaruh pada kualitas peradaban dan martabat hidup masyarakat, bangsa, serta umat manusia pada umumnya. G. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian Tenaga Kependidikan. 2. Sebutkan jenis-jenis dan Kualifikasi Profesi Tenaga Kependidikan. 3. Jelaskan Program Pengembangan Pendidikan Profesi Tenaga Kependidikan 4. Jelaskan tahap-tahapan dalam Pengadaan Tenaga Kependidikan yang Profesional 25 BAB. III HAKEKAT MAKNA, DAN CIRI-CIRI PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami Pengertian Profesi Tenaga Dapat menjelaskan pengertian tenaga pro- Kependidikan. fesi kependidikan. Memahami Ciri-ciri Profesi Tenaga Kepen- Mampu membandingkan antara ciri-ciri didikan. profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang profesi. Memahami Sejarah dan Petumbuhan Pro- Dapat menjelaskan profesi guru sebagai fesi Tenaga Kependidikan profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu. B. Pengertian Profesi Tenaga Kependidikan Dalam kehidupan kita sehari-hari akan sering dihadapkan dengan istilah profesi. Demikian pula tampaknya istilah profesi tersebut mempunyai hubungan dengan berbagai istilah yang lainnya, seperti profesional, profesionalisasi, profesionalisme, dan profesionalitas. Untuk mengetahui bagaimana pengertian profesi tenaga kependidikan berserta ciri-cirinya, serta bagaimana perbedaan pengertiannya dengan istilah-istilah yang lainnya, sehingga tidak terjadi kesalah pahaman terhadap pengertian profesi, maka dalam bab dua ini pembahasannya akan difokuskan pada pengertian tenaga profesi kependidikan, dan istilah-istilah lainnya tersebut. 26 Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta pendidikan yang lebih tinggi, dan biasanya meliputi pekerjaan mental, bukan pekerjaan kasar yang mengandalkan tenaga secara fisik. Contoh profesi yang dapat disebutkan dalam tulisan ini, seperti mengajar, keinsinyuran, kedokteran, hukum dan lain sebagainya. Dokter dan insinyur harus melalui pendidikan tinggi yang cukup lama, dan menjalankan pelatihan berupa pemagangan yang juga memerlukan waktu yang cukup lama sebelum memangku jabatannya. Demikian juga setelah memangku jabatannya mereka juga dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan tujuan untuk dapat meningkatkan kualitas layananannya kepada masyarakat. Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, merumuskan profesi tersebut sebagai spesialisasi pekerjaan dan keahlian yang menuntut kemampuan terus-menerus berkembang dan menyesuaikan diri terhadap tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Dengan demikian sebenarnya tidak semua pekerjaan itu bisa disebut dengan profesi, seperti halnya dalam keseharian sering kita temukan yang memaknai pengertian profesi itu secara salah, bahkan konotasinya negatif, seperti misalnya perampok yang profesional, pencuri yang profesional, tukang becak yang profesional, dan lain-lainnya. Contoh-contoh perbuatan atau pekerjaan seperti merampok, mencuri, pencopet profesional tersebut, bukan sebagai pekerjaaan yang dapat ditekuni karena sebagai hasil yang dicapai melalui proses pendidikan yang lama dan pendidikan tinggi, bukan sebagai hasilhasil pelatihan atau pemagangan, bukan pekerjaan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara baik, tetapi justru bertentangan dengan nilai-nilai, dan bertentangan dengan berbagai etika sosial dan norma-norma, seperti norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan yang ada yang hidup dan berkembang dalam 27 kehidupan masyarakat. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang meminta spesialisasi dan pendidikan yang relatif lama di perguruan tinggi dan diatur oleh suatu kode etik khusus (Sutisna, 1983. Sanusi dkk, 1990, Situmorang, 1990. Makmun.1996). Profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan persyaratan khusus, seperti: menuntut adanya keterampilan berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya, menuntut adanya tigkat pendidikan yang memadai, adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Ali.1985). Kemudian Makmun lebih lanjut dengan mengutip pendapat Vollmer bahwa profesi sesungguhnya merupakan suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal, yang dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk dapat diwujudkan, namun demikian, bukanlah merupakan suatu yang mustahil pula untuk dapat mencapainya, asalkan ada upaya yang sungguh-sungguh kepada pencapaiannya. Merujuk pada kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi itu merupakan suatu bidang pekerjaan tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Persyaratan khusus yang dimaksudkan kalau mengikuti uraian dari Sanusi dkk (1991) yang menyebut dengan istilah ciri-ciri profesi, maka ciri-cirinya adalah meliputi: 1. Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan. 2. Jabatan yang menuntut memiliki keterampilan/keahlian tertentu. 3. Keterapilan/keahlian yang dimiliki dan dituntut oleh suatu jabatan tersebut didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode. 4. Suatu jabatan yang didasarkan pada batang tubuh disiplin keilmuan yang jelas, sistematik, eksplsit, yang bukan hanya sekedar pendapat khalayak umum. 28 5. Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama. 6. Proses jabatan untuk pendidikan itu merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional itu sendiri. 7. Dalam memberikan layanan kepada masyarakat anggota profesi berpegang teguh pada kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi. 8. Tiap organisasi profesi mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahan profesi yang dihadapinya. 9. Dalam perakteknya melayani masyarakat, anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar. 10. Jabatan itu memiliki prestise yang tinggi dalam masyarakat dan oleh karenanya memperoleh imbalan yang tinggi pula. Pendapat yang lain tentang ciri-ciri profesi yang dapat dikutif sebagai perbandingnya adalah seperti yang dikemukakan oleh Ornsetein dan Levine (1984) sebagai berikut di bawah ini. 1. Melayani masyarakat merupakan karier yang dilaksanakan sepanjang hajat, jadi tidak berganti-ganti. 2. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tetentu di luar jangkauan khalayak ramai yang tidak bisa dilakukan oleh setiap orang. 3. Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori keperaktek. 4. Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang. 5. Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk. 6. Otonomi dalam mebuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu. 29 7. Menerima tanggungjawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan berhubungan dengan layanan yang diberikan. Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku. 8. Mempunyai kometmen terhadap jabatan dan klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan. 9. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan. 10. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota organisasi profesi sendiri. 11. Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya, keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi IDI, bukan oleh Depkes. 12. Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan. 13. Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya. 14. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi bila dibandingkan dengan jabatan yang lainnya. Demikianlah secara umum gambaran pengertian tentang profesi. Di samping pengertian profesi secara umum, tampaknya perlu juga dijelaskan isitilah-istilah lainnya yang mempunyai keterkaitan langsung dengan profesi tersebut, karena walaupun mempunyai hubungan langsung tetapi cukup memiliki pengertian dan makna yang berbeda. Beberapa istilah yang mempunyai hubungan langsung dengan profesi yang disajikan dalam pembahasan ini pertama tentang istilah profesional. 30 Istilah profesional merupakan kata sifat yang bercirikan suatu pekerjaan yang dilengkapi dengan keahlian yang memenuhi persyaratan khusus tertentu, sesuai dengan yang dituntut oleh profesi yang bersangkutan. Hal demikian ini digunakan secara terkait dengan formalitas wewenang melakukan profesi secara profesional, sebagai kebalikan dari pekerjaan yang amatir. Jadi profesonal adalah terkait dengan pemenuhan akan keahlian/kempetensi, kriteria, dan kualifikasi. Kompetensi, kriteria yang harus dipenuhi dan kualifikasi yang dimiliki oleh seorang guru yang profesional akan berbeda dengan seorang pengacara atau adpokat, demikian juga akan berbeda dengan seorang arsitektur. Kemudian yang kedua adalah istilah profesionalisme. Istilah profesonalisme sebenarnya adalah menunjuk pada suatu aliran penganut kualifikasi pekerjaan yang menuntut keterpenuhan persyaratan profesional, sehingga istilah profesionalisme mengandung unsur mutu atau kualitas serta wewenangnya sekaligus. Jadi profesionalisme tersebut menunjuk pada orang atau sekelompok orang yang memiliki pemikiranpemikiran tentang suatu profesi dan lebih dari itu juga mencoba merumuskan kriteria yang harus dipenuhi, sehingga juga memiliki kewenangan tetentu. Dengan demikian profesionalisme dalam bidang keguruan atau kependidikan akan berbeda dengan profesionalisme dalam bidang kenotariatan, demikian juga akan berbeda dengan profesionalisme dalam bidang kedokteran. Karena pada dasarnya setiap orang atau kelompok memiliki pemikiran-pemikiran yang berbeda terhadap suatu profesi tersebut. Kemudian yang ketiga adalah istilah profesionalisasi. Istilah profesionalisasi adalah menunjuk pada segala upaya yang dijiwai tanggungjawab untuk memberi isi atau membentuk kualitas maupun kekhususan kepada suatu pekerjaan yang profesional. Dalam hubungan ini dapat diberikan contoh, seperti, misalnya profesi guru. Bagaimana calon guru tersebut dibentuk, dibina, dan diproses oleh lembaga pendidikan tinggi 31 kependidikan atau keguruan yang dilandasi oleh profesionalisasi, semestinya dilakukan dengan penuh dijiwai dan rasa tanggungjawab, dibentuk dan dibina melalui proses yang cukup lama. Sehingga calon guru yang dibentuk dapat melaksnakan tugasnya dengan profesional. Demikian pula tampaknya dalam hubungan dengan istilah lainnya yang lazim dan sering kita temukan dalam keseharian kita, yaitu profesionalitas. Profesionalitas yang dimaksudkan di sini adalah menunjuk pada kualitas hasil perkerjaan yang dilakukan oleh seseorang secara profesional. Jadi lulusan atau autput suatu sekolah itu misalnya memiliki profesionalitas yang tinggi. Dengan adanya penjelasan tentang berbagai istilah yang berkaitan dengan istilah profesi tenaga kependidikan tersebut, tampaknya akan menambah dan memperkaya perbendaharaan pemahaman bagi calon guru tentang profesi tersebut, dan sekaligus akan dapat menggunakan istilah-istilah tersebut dikemudian hari secara baik dan lebih tepat, sehingga pemaknaannya juga akan lebih benar. Kemudian permasalahan lain yang juga muncul dalam pembahasan tentang pengertian profesi ini adalah jenis-jenis atau bidang-bidang pekerjaan yang bagaimana atau yang mana saja secara akademik yang telah ada, atau yang sedang bekembang dalam masyarakat yang bisa disebut sebagai suatu profesi. Dalam hubungan ini Richey (1974) menjelaskan dan mengkategorikan profesi tersebut sebagai berikut: (1) profesi yang telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Namun Richey tidak menjelaskan lebih jauh secara lengkap tentang contoh-contoh, maupun dasar-dasar yang digunakan untuk mengelompokan dari masing-masing jenis keprofesian tersebut. Richey hanya memberi contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan profesi yang semi 32 profesional, seperti: keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar. Kemudian penjelasan tentang jenis-jenis profesi tersebut tampaknya juga dapat mengikuti uraian dari pakar yang lainnya, seperti Makmun (1996) misalnya menjelaskan pekerjaan yang dapat digolongkan dengan profesi yang sudah mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru seperti: akuntan, dan arsitek, bahkan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Sutisna (1983) menjelaskan bahwa yang termasuk profesi yang sedang tumbuh dan berkembang adalah bidang kependidikan khususnya bidang administrasi pendidikan. Jadi dari uraian di atas walaupun sepintas ada pendapat yang menjelaskan bahwa guru tersebut hanya sebagai salah satu contoh dari pekerjaan yang dikategorikan semi profesinal, kemudian bidang administrasi pendidikan sebagai profesi yang sedang tumbuh dan berkembang, paling tidak dapat dijadikan salah satu petunjuk bahwa pekerjaan di bidang kependidikan adalah secara universal telah dikenali secara akademik sebagai salah satu jenis keprofesian. Lebih dikuatkan lagi pada kenyataannya sekarang ini secara kebijakan dan legal bahwa di Indonesia khususnya pekerjaan guru dan dosen telah diakui sebagai profesi seperti yang diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Mudah-mudahan pengakuan secara kebijakan dan legal tersebut juga akan diberlakukan terhadap pekerjaan kependidikan yang lainnya, seperti pengawas, kepala sekolah, maupun guru BP misalnya. C. Ciri-ciri Profesi Tenaga Kependidikan Setelah dibahas ciri-ciri profesi secara umum, maka dalam pembahasan di bawah ini disajikan ciri-ciri dari profesi tenaga kependidikan khususnya profesi guru. Di bawah ini disajikan ciri-ciri profesi guru menurut National Education Association (NEA.1984) sebagai berikut: 33 1. Jabatan yang melibatkan kegiatan intektual. 2. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus. 3. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama. 4. Jabatan yang memerlukan yang latihan dalam jabatan yang berkesinambungan. 5. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen. 6. jabatan yang menentukan standarnya sendiri. 7. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi. 8. Jabatan yang memiliki organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa syarat-syarat profesi guru tersebut adalah mencakup: memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya, melakukan pengembangan diri secara terus menerus melalui organisas profesi, internet, buku, seminar, dan semacamnya (Kunandar. 2007). Berbeda dengan Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tidak secara jelas menyebut dengan istilah kriteria atau ciri-ciri profesi guru, tetapi disebutkan guru sebagai suatu profesi dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. 2. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan keimanan, ketaqwaan, dan ahklak mulia. 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas. 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas. 34 5. Memiliki tanggungjawab atas pelaksaaan tugas keprofesioanalan. 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. 7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan sesuai secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat. 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dala melaksanakan tugas keprofesionalan, dan 9. Memiliki oganisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionlan guru. Demkian juga hasil pertemuan tim Pascasarjana LPTK Negeri se Indonesia 2007 yang diselenggarakan di Undiksha Singaraja, menjelaskan bahwa profesi guru menuntut dimiliki kemampuan: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi profesional. Berdasarkan pada beberapa ciri dan prinsip dari profesi guru tersebut, lebih lanjut juga dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan profesi guru adalah merupakan pekerjaan bidang pendidikan yang menuntut memiliki kemampuan tertentu. Pengertian profesi guru yang agak lebih lengkap dapat dirumuskan sebagai suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian dan ketelatenan untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai dengan yang diharapkan (Yamin. 2007). Bahkan lebih lanjut ada yang menyatakan profesi guru adalah suatu jabatan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru dan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan, walaupun pada kenyataannya masih terdapat hal-hal tersebut di luar bidang kependidikan (Uno. 2007). Berdasarkan kutipan kriteria profesi guru yang dimaksudkan oleh NEA dan prinsip profesi guru yang diatur dalam undang-undang guru dan dosen tersebut tampaknya kriteria profesi guru begitu luas dan komplek, sedangkan kriteria profesi yang dirumuskan oleh tim Pascasarjana se Indonesia tahun 2007 di Undiksha Singaraja 35 tampaknya mempersempit makna kriteria profesi tersebut hanya dilihat dari sisi kemampuan profesionalnya saja, karena hanya melihat dari kriteria kompetensinya saja, yaitu: (1) kompetensi paedagogik, (2) kompetensi kepribadian, (3) kompetensi sosial, (4) kompetensi profesional, padahal kriteria dari profesi begitu luas dan kompleksnya. Kemudian pembahasan tentang kompetensi guru tersebut akan dikaji secara lebih dalam dan lebih luas dalam bagian khusus dari suatu bab dalam buku ini, khususnya bagian yang membahas kompetensi profesional guru. D. Sejarah dan Petumbuhan Profesi Tenaga Kependidikan Perkembangan posisi dan eksestensi profesi tenaga kependidikan pada jaman dahulu khususnya guru mempunyai pengakuan status, kedudukan dan martabat yang sangat tinggi dan sangat dihormati dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari sebutan guru yang dikaitkan dengan nama Tuhan, seperti, misalnya Shang Hyang Batara Guru, yang tiada lain dianggap sebagai Sang Hyang Widhi Wasa yang menciptakan segala alam semesta. Di samping hal tersebut di dalam masyarakat Hindu di Bali istilah guru juga dikaitkan dengan ajaran agama yang disebut istilah Catur Guru, yang artinya empat penuntun yang mengemban tugas berat, dan sangat mulia yang harus dihormati seharihari, yang terdiri dari Guru Swadhyaya, Guru Rupaka, Guru Pengajian, dan Guru Wisesa. Guru Swadhyaya atau Ida Shang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan mahluk terutama manusia yang termulia yang dibekali bayu, sabda, dan idep sudah tentu akan dapat berpikir merasa bersyukur kehadapannya, karena berkat jasa beliaulah manusia ini ada, dan dalam keadaan selamat sehingga dapat berbuat baik untuk meningkatkan derajat hidup sekala niskala. Guru Rupaka yang dimaksudkan di sini adalah bapak dan ibu kandung yang berjasa secara langsung melahirkan, memelihara dan mendidik dengan rasa tanggugjawab sehingga kita sebagai keturunannya menjadi orang yang suputra. Guru 36 Pengajian yang dalam ini dimaksudkan adalah guru yang mendidik dan mengajarkan segala macam ilmu pengetahuan yang sangat berguna dalam hidup dan meningkatkan derajat hidup untuk mencapai tujuan hidup manusia. Demikian juga yang dimaksudkan dengan Guru Wisesa yaitu dalam hal ini pemerintah yang mengatur dan membimbing masyarakat berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur. Demikianlah begitu sangat tingginya penghormatan yang diberikan oleh masyarakat terhadap guru tersebut, karena guru berat dan sarat dengan ilmu pengetahuan (Amir. 2006), sehingga tampaknya digunakan untuk menunjukkan segala sesuatu yang harus sangat kita hormati dikaitkan dengan istilah guru. Kemudian untuk menunjukkan rasa penghormatan terhadap profesi guru karena memiliki peranan, status, kedudukan, derajat dan martabat yang begitu penting dan tinggi tersebut, maka sebutan guru sering juga dikaitkan dengan Kiyai, Ustadz, Resi, Bagawan, Pendeta dan lain sebagainya. Pada jaman penjajahan Belanda, Inggris, dan Jepang mulai ada keccndrungan untuk membedakan posisi tenaga kependidikan khususnya guru tersebut. Ada yang diposisikan sebagai pengemban misisonaris keagamaan, seperti, misalnya dalam agama Kristiani. Demikian juga ada yang diposisikan sebagai pegawai sipil dengan sebutan sebagai guru yang disiapkan melalui sekolah guru, seperti Normalschool (NS) untuk sekolah dasar, van Deventer School (VDS) untuk guru sekolah dasar putri, Kweekschool (KS) untuk guru sekolah dasar, dan Curssus Operleiding voor Volks Onderwyzer (OVVO) atau Curssus voor Onderwyzer (CVO ) bagi anak-anak di desa (SD) dan Bumi Putra (Supriadi 2003). Guru pada jaman Belanda tersebut sebagai misionaris maupun sebagai pegawai sipil pada masa itu tetap dihormati seperti halnya pada jaman sebelumnya. Lebih-lebih para guru Bumi Putra pada waktu itu merupakan kaum inte- 37 lektual yang ikut sebagai penggerak tumbuhnya perkumpulan perjuangan bersama para politisi dan pejuang yang lainnya. Demikian pula pada jaman Jepang Danshi Shikan Gakko yaitu sekolah guru laki-laki, Zyooshi Shikan Gakko sekolah gru perempuan, Kooto Shikan Gakko sekolah guru tinggi, dan Kantei Shikan yaitu kursus guru darurat. Pada waktu itu pula, yaitu tanggal 25 Nopember 1945 PGRI didirikan yang karakteristiknya lebih condong sebagai organisasi perjuangan ketimbang sebagai suatu oragnisasi profesi. Pada masa setelah perang kemerdekaan, tingkat pendidikan masyarakat Indonesia ternyata sangat memperihatinkan, karena lebih dari 90 % penduduk yang berjumlah 70 juta jiwa itu masih buta hurup. Sedangkan di sisi lain pada saat itu jumlah guru yang berkualifikasi lulusan Normalschool (NS) ke atas jumlahnya hanya sekitar ratusan saja, serta guru lulusan OVVO atau CVO jumlahnya sekitar ribuan saja. Karena itu pada saat itu dapat dimaklumi siapa saja yang merasa terpanggil untuk membantu sesamanya belajar tentang tulis-baca-hitung sangat dianjurkan oleh pemerintah untuk memberantas buta hurup. Kemudian barulah setelah Undang-undang No. 4 Tahun 1950 dan Undangundang No. 12 Taun 1954 tentang Dasar-dasar Pengajaran di Sekolah diberlakukan, pendirian KPKPPB, SGB, dan SGA diselenggarakan secara meluas ditanah air, demikian juga beberapa PTPG serta B.I, dan B.II yang kemudian berkembang menjadi IKIP. Sementara itu untuk membantu mereka yang telanjur terpanggil melibatkan diri menjadi guru namun belum sempat memperoleh pendidikan prajabatannya yang relevan, KLPSGB, KGB dan KGA serta RBB dan RBA dan beberapa perguruan tinggi LPTK swasta juga mulai dikembangkan secara luas. Kemudian pada awal pembangunan jangka panjang yang kedua, secara tentatif tercatat sekitar 1,8 juta guru dari sekitar 4,5 juta pegawai negeri sipil yang latar belakang pendidikannya dan kualifikasinya berbeda-beda. Mereka yang bertugas di SD saja baru 38 sekitar kurang dari 10 % yang sudah berkualifikasi lulusan D.II yang dijadikan standar minimal kewenangannya sejak awal 1990 an dari jumlah total sekitar 1,2 juta. Perlu juga dicatat bahwa sekitar diperkirakan masih banyak lulusan SPG hingga kini masih tidak menentu nasibnya karena yang dapat diangkat menjadi guru dalam jumlah terbatas dan itupun hanya lulusan D.II. Sungguh kontradiktif keadaannya antara harapan dengan tuntutan terhadap sistem pendidikan nasional yang harus mampu mempersiapkan sumberdaya manusia yang berkualitas guna menghadapi globalisasi dan milinium ketiga, dengan kebijakan yang cendrung kurang menguntungkan perkembangan guru. Berbagai upaya sebenarnya telah banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini, tetapi tampaknya masih kurang berhasil. Perkembangan LPTK tampaknya masih asyik dengan fokus kegiatan pada pendidikan prajabatan guru juga terus digoyang isu eksestensinya yang dinyatakan kurang jelas secara konseptual dan arahnya. Sementara itu PGRI sebagai perkumpulan guru masih tetap berkutat mengurus sekolahnya sendiri sementara kegiatan yang menunjang ke arah pengembangan kualitas kemampuan profesionalnya cendrung terabaikan. Peluang untuk melakukan pengembangan profesi guru itu tampaknya cukup terbuka ketika mulai diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tetang Sistem Pendidikan Nasional, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1992 yang mengatur tentang Tenaga Kependidikan, khususnya dalam hubungan ini guru. Lahirnya dan diberlakukannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 tersebut sebenarnya merupakan keberhasilan yang besar dan luar biasa, karena mulai sejak itu sistem pendidikan di Indonesia memiliki landasan konstitusional yang konsisten sesuai dengan UUD 1945, yang seyogianya harus dilakukan secara sinergi dari semua pihak mulai dari pemakai dalam hal ini penyelenggara dan pengelola satuan pendidikan, LPTK, organisasi profesi, 39 dan tenaga kependidikan, dan tenaga pendidik khususnya guru. Ternyata peluang untuk mengembangkan tenaga kependidikan khususnya guru untuk menjadi tenaga profesional masih rendah, hal ini secara jelas dapat dilihat dari mutu pendidikan di Indonesia masih tetap menghasilkan sumberdaya manusia yang mutunya masih rendah. Banyak faktor yang menyebabkan keprofesionalan guru tidak dapat dikembangkan, diantaranya karena sistem pendidikan guru pada saat itu kurang mengarah dan mengaplikasikan kaidahkaidah dan prisip-prinsip keprofesionalan. Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 20 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang No. 2 Tahun 1989 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang No. 14 Tahun 2005 yang mengatur tentang Guru dan Dosen, yang kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2007 tentang Sertfikasi Guru, hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan keprofesionalan guru tersebut. Sertifikasi guru dalam jabatan telah dimulai sejak tahun 2007 dan akan terus bergulir sampai semua guru yang ada sekitar 2,7 juta orang memperoleh sertifikat pendidik. Demikian pula bagi mereka yang sedang mempersiapkan diri untuk dapat menjadi guru dan memiliki sertifikat pendidik, harus mengikuti program Pendidikan Profesi Guru (PPG) sebagai wadah para lulusan S1 dan D4 untuk menempuh pendidikan profesi dan bidang keahlian keguruan yang bermuara pada penganugrahan sertifikat pendidik kepada mereka yang telah menamatkan program PPG. Setifikat Pendidik ini kemudian dapat digunakan sebagai salah satu dasar syarat untuk dapat melamar dan diangkat menjadi guru, baik pada lembaga pendidikan formal, jalur pendidikan nonformal, atau informal dengan status pendidik bersertifikat. Lebih dari itu pendidik yang bersertifikat akan memperoleh perlindungan dari pemerintah atas haknya berkenaan dengan dimilikinya sertifikat pendidik tersebut. 40 E. Rangkuman Profesi merupakan suatu bidang pekerjaan yang ideal tertentu yang menuntut persyaratan khusus sehingga meyakinkan dan memperoleh kepercayaan pihak yang memerlukannya. Profesi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: (1) profesi yang telah mapan, (2) profesi baru, (3) profesi yang sedang tumbuh, (4) semi profesi, dan (5) jabatan atau tugas atau pekerjaan yang belum jelas tuntutan status keprofesiannya. Contoh-contoh pekerjaan yang dikategorikan sebagai profesi yang semi profesional, misalnya adalah keperawatan, dan guru khususnya guru untuk sekolah dasar, profesi yang dapat digolongkan mapan adalah seperti: hukum, dan kedokteran, kemudian profesi baru seperti misalnya akuntan, dan arsitek, dan kemeliteran khusushya ABRI juga menyatakan dirinya sebagai prajurit yang profesional. Guru di Indonesia yang pada saat sekarang ini secara legalnya sudah diatur sebagai profesi, walaupun secara teori ada pendapat yang menyatakan sebagai suatu profesi yang sedang tumbuh. F. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian tenaga profesi kependidikan. 2. Bandingkanlah antara ciri-ciri profesi guru dengan sepuluh indikator yang dievaluasi sebagai syarat seorang guru yang profesi. 3. Jelaskan profesi guru sebagai profesi yang sangat dihargai, dihormati, dan sangat mulia sejak jaman dahulu. 41 BAB. IV HAKEKAT DAN MAKNA KOMPETENSI PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian kompetensi Dapat menjelaskan pengertian kompetensi Memahami kompetensi tenaga kependi- Dapat menjelaskan kompetensi tenaga kedikan pendidikan Memahami pengkuran dan penilaian tenaga Dapat menjelaskan langkah-langkah dalam kependidikan pengkuran dan penilaian tenaga kependidikan Memahami pengembangan profesi dan Dapat menjelaskan pengembangan profesi karir tenaga kependidikan dan karir tenaga kependidikan B. Pengertian Kompetensi Kompetensi adalah merupakan salah satu kriteria dari suatu profesi. Guru sebagai suatu profesi juga dituntut untuk memenuhi kriteria kompetensi tersebut. Kompetensi bisa dilihat dari berbagai aspek seperti pengertiannya, karakteristiknya, maupun cara mengukur kompetensi tersebut. Dalam bab dua ini akan dibahas beberapa aspek dari kompetensi profesi tenaga kependidikan khususnya guru. Mengenai pengertian kompetensi sebagai salah satu ciri dari profesi dalam kepustakaan diberikan pengertian secara beraneka ragam tergantung dari sudut pandang para penulis. Keaneka ragaman pengertian kompetensi tersebut, dapat ditunjukkan dalam pembahasan ini, seperti, misalnya ada pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi tersebut adalah suatu hal yang menggambarkan kemampuan seseorang, baik yang kuali- 42 tatif maupun kuantitatif (Usman. 2005). Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengertian kompetensi seperti ini mengandung makna bahwa kompetensi tersebut dapat digunakan dalam dua kontek. Kontek pertama sebagai indikator yang menunjukkan kepada perbuatan yang diamati. Kontek kedua sebagai konsep yang mencakup aspek-aspek kognitif. afektif, dan perbuatan, serta tahap-tahap pelaksanaannya secara utuh. Kemudian kompetensi juga diberikan pengertian sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian darinya sehingga ia dapat melakukan perilakuperilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya (Mulyasa. 2003). Kompetensi juga diberikan pengertian sebagai panguasaan terhadap tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk keberhasilan (Mulyasa. 2003). Kemudian Gordon dalam Mulyasa (2005) memerinci beberapa aspek dari kompetensi, sebagai berikut. Pertama pengetahuan, yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, seperti, misalnya seorang guru sekolah mengetahui cara melakukan identifikasi kebutuhan bantuan yang diperlukan muridnya dalam melakukan pembelajaran dikelasnya. Kedua pemahaman yaitu kedalaman kognitif dan apektif yang dimiliki oleh individu, seperti misalnya seorang guru yang akan melaksanakan pemebelajaran harus memiliki pemahaman yang luas tentang karekteristik dan kondisi muridnya agar dapat pembelajaran berjalan secara efktif. Ketiga kemampuan, yaitu suatu yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya, seperti, misalnya kemampuan guru dalam memilih dan membuat media pembelajaran yang diperlukan untuk lebih memotivasi dan memudahkan pembelajaran peserta didik. Keempat nilai, yaitu suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang, seperti, misalnya standar perilaku dalam pembelajaran, antara lain kejujuran, keterbukaan, demokratis, obyektif, adil. Kelima sikap, yaitu perasaan seperti perasaan 43 senang dan tidak senang, suka tidak suka, atau reaksi terhadap terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, seperti reaksi terhadap krisis ekonomi, kenaikan gaji, dan sebagainya. Keenam minat yaitu kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, seperti, misalnya, minat sesorang untuk melakukan sesuatu atau mempelajari sesuatu. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh suatu profesi adalah mencakup: kemampuan untuk mengembangkan pribadi, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan, kemampuan berkarya, kemampuan menyikapi dan berprilaku dalam berkarya, dapat hidup bermasyarakat (Pusposutardjo. 2002). Pengertian kompetensi lainnya yang lebih konseptual sifatnya menguaraikan bahwa kompetensi tersebut mengandung tiga pengertian. (1) pengertian kompetensi itu pada dasarnya merupakan kecakapan atau kemampuan untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan, (2) menunjuk pada pengertian bahwa kompetensi itu merupakan sifat orang-orang, yang memiliki kecakapan, kemampuan, otoritas, kemahiran, pengetahuan dan lain sebagainya untuk dapat mengerjakan sesuatu yang diperlukan, dan (3) bahwa kompetensi merupakan tindakan atau kinerja rasional yang dapat mencapai tujuan-tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi yang diharapkan (Makmun.1996, Depdikbud.1978, Depdikbud. 1984). Lebih jauh Makmun (1996) menyatakan bahwa berpijak pada pengertian kompetensi tersebut dapat juga dijelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang dapat disebut sebagai profesional yang kompeten, kalau menunjukkan karakteristik: (1) mampu melakukan sesuatu pekerjaan tertentu secara rasional, dalam arti, ia memiliki visi dan misi yang jelas, ia melakukan sesuatu berdasarkan pada hasil analitis kritis dan pertimbangan logis dalam membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang apapun yang akan dikerjakan, (2) menguasai perangkat pengetahuan yaitu teori, konsep, prinsip dan kaidah, hipotesis dan generalisasi, data dan imformasi lainnya tentang seluk beluk apa yang 44 menjadi bidang tugas pekerjaannya, (3) menguasai perangkat keterampilan yang mencakup strategi dan taktik, metode dan teknik, prosedur dan mekanisme, sarana dan instrumen, tentang cara melakukan tugas pekerjaannya, (4) menguasai perangkat persyaratan ambang tentang ketentuan kelayakan normatif minimal kondisi dari proses yang dapat ditoleransikan dan kriteria keberhasilan yang dapat diterima dari apa yang dilakukannya, (5) memiliki daya dan citra unggulan dalam melakukan tugas pekerjaannya. Ia bukan sekedar puas dengan memadai persyaratan minimal, melainkan berusaha mencapai yang sebaik mungkin, dan (6) memiliki kewenangan yang memancar atas penguasaan perangkat kompetensi yang dalam batas tertentu dapat didemontrasikan dan teruji sehinga memungkinkan memperoleh pengakuan pihak berwewenang. Jadi demikian variasi pengertian tentang kompetensi dari para penulis, dengan demikian berdasarkan pada pengertian kompetensi yang begitu beragam tersebut menambah wawasan dan khasanah para calon guru, dan lebih lanjut akan memiliki pijakan yang lebih luas dan kuat dalam mempelajari serta memahami kompetensi profesi kependidikan khususnya profesi guru tersebut. C. Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan Berpijak pada pengertian kompetensi yang begitu umum dan beragam, tampaknya juga membawa konsekuensi akan terjadinya atau ditemukannya dalam kepustakaan pengertian kompetensi profesi tenaga kependidikan yang beragam pula. Variasi dan keragaman pengertian kompetensi tenaga kependidikan, khususnya kompetensi guru tersebut, akan diuraikan sebagai berikut di bawah ini. Cooper dalam Sudjana (1989) mengemukakan kompetesi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah: (1) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (2) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (3) mempunyai sikap yang tepat tentang diri 45 sendiri, sekolah, sejawat, dan bidang studi yang dibinanya, serta (4) mempunyai keterampilan teknik mengajar. Demikian juga Grasser dalam Sudjana (1989) menyatakan ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu: (1) menguasai bahan pelajaran, (2) kemampun mendiagnosis tingkah laku siswa, (3) kemampuan melaksanakan proses pengajaran, dan (4) kemampuan mengukur hasil belajar siswa. Di negara maju seperti yang dinyatakan oleh Samani (2006) dengan menunjuk Queensland Australia menyebutkan ada dan ditetapkan 12 kompetensi guru, yaitu: (1) structure flexible and innovative learning experiences forn individual and groups, (2) contribute to language, literacy, and numeracy development, (3) construct intellectually challenging learning experiences, (4) construct learning experiences that connect the world beyond school, (5) construct inclusive and participatory learning experiences, (6) integrate ICT to enhance student learning, (7) assess and report student learning, (8) support the social development and participation of young people, (9) create safe and supportive learning environments, (10) build relationship with ider community, (11) contribute to professional team, and (12) commit to professional practice. Demikian juga Samani (2006) lebih lanjut dengan mengutip kompetensi guru yang ditetapkan oleh (INSTASC) menyebutkan ada 11 kompetensi, yaitu: 1) content knowledge, 2) human development and learning, 3) diversity, 4) planning for instruction, 5) learning environment, 6) instructional delivery, 7) communication, 8) assessment, 9) collaborative relationships,10) reflection and profesional growth, dan 11) profesional conduct. Menurut Usman (2004) kompetensi guru diberikan pengertian sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Dahulu sekitar tahun 1980 an guru dituntut untuk memiliki 10 kompetensi yang dikenal dengan 10 kompetensi dasar guru yang didalamnya mencakup: (1) menguasai 46 bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menguasai media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi belajar siswa, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan penuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi seklah, dan (10) memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran (Uno. 2007). Kemudian proses pembelajaran yang disebut efektif apabila seorang guru tersebut dalam pembelajarannya memiliki ciri-ciri: (1) memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri dalam menghadapi tantangan dan konflik, (2) memiliki kebiasaan sabar, tenang dan sopan santun dalam hubungannya dengan siswa, (3) bersifat konstruktif membenarkan dan memberikan ulasan dan cara berbicara, (4) memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri murid dalam memecahkan masalahnya sendiri, (5) memiliki kesederhanaan dalam mendayagunakan kesempatan dalam mengajar, (6) penuh antusias terhadap siswa dalam mengajar, (7) berhati-hati dalam membuat perencanaan pengajaran bersama murid, dan membimbing murid untuk mencapai apa yang diinginkan, (8) memiliki keterampilan dalam mengarahkan siswa untuk menilai pekerjaan mereka, (9) menarik minat siswa terhadap siswa-siswa secara pribadi (Sahertian dan Ida Aleida. 1990). Kemudian Richey (1962) mengemukakan 5 variabel dari pengajaran yang disebut pembeljaran efektif yang berisi 19 indikator. Kelima variabel tersebut adalah sebagai berikut: (1) bekerja dengan siswa secara individual, (2) persiapan dan merencanakan pengajaran, (3) pendayagunaan alat pelajaran, (4) melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman belajar, dan (5) kepemimpinan aktif dari guru. Kalau kelima variabel tersebut lebih dirinci dalam indiokator, maka akan tampak sebagai berikut: (1) memberi tugas kepada murid secara individual, (2) sangat pribadi dan penuh keakraban, (3) sering diadakan menolong siswa, (4) memeriksa dengan teliti dan dikembangkan segera sambil 47 membahasnya secara bersama, (5) pekerjaan dibuat, (6) guru menjadi sumber imformasi dan siswa menggunakan buku sebagai suplemen, (7) pelajaran disajikan di papan tulis atau alat lain yang lengkap, (8) materi yang penting selalu disajikan, (9) siswa mengerti cara menggunakan buku pelajaran, (10) penggunaan alat bantu yang berhubungan dengan tugas pengajaran, (11) siswa menggunakan perpustakaaan yang efektif, (12) memperkenal;kan kelas dengan berbagai model bentuk pembalajaran (13) menolong siswa dalam membuat rencana, (14) mendidik siswa untuk mempersiapkan tugas dan membantu kelas secara keseluruhan, (15) menumbuhkan minat siswa, (16) memberikan pengalaman memimpin dibawah binaan guru, (17) melengkapi, menciptakan keseimbangan kegiatan di bawah asuhan guru, (18) memperhatikan problem siswa dan memecahkan masalahmasalah mereka, dan (19) memberi kesempatan untuk berpartisipasi. Kemudian dalam hubungan ini Samani (2006) mengembangkan suatu alat ukur pengajaran yang disebut pembelajaran yang efektif, yang didalamnya terdiri dari perencanaan pengajaran, dan pelaksanaan proses pembelajaran. Dari masing-masing dimensi dikembangkan dalam bentuk daftar tabel komponen-komponen rencana pembelajaran dan komponen-komponen dalam proses pembelajaran sebagai berikut di bawah ini. DAFTAR TABEL 2.1 KOMPONEN PERENCANAAN PENGAJARAN No 1 Komponen rencana Pembelajaran Perumusan tujuan pembelajaran dibuat dengan jelas dalam arti tidak menimbulkan penafsiran ganda. 2 Perumusan tujuan pembelajaran dirumuskan secara lengkap dalam arti rumusan indikatornya minimal mengandung komponen peserta didik dan perilaku. 3 Perumusan tujuan pembelajaran memiliki kejelasan penjenjangan indikator dalam 48 arti diurutkan dari kompetensi yang sedrehana ke yang lebih komplek. 4 Perumusan tujuan pembelajaran sesuai dengan kompetensi dasar dalam arti dijabarkan dari kompetensi dasar. 5 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar agar sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti materi dipilih berdasarkan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. 6 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar sesuai dengan karakterristik peserta didik dalam arti tingkat keluasan dan kedalaman materi disesuaikan dengan cepat dan lambatnya anak, tingi dan rendahnya motivasi anak. 7 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar 8 Pemilihan dan pengorganisasian materi ajar 9 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti sumber belajar dipilih yang dipakai mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, misalnya buku, modul, aodio visual, dan lain-lain. 10 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan materi pembelajaran dalam arti dipilih untuk dapat memudahkan pemahaman peserta didik, seperti lidi, sempua, lampu senter, globe, bola dan lain sebagainya. 11 Pemilihan sumber belajar/media pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dalam arti sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan motorik peserta didik. 12 Pemilihan metode pebelajaran/media pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti relevan untuk dipakai mencapai tujuan pemeblajaran yang ingin dicapai. 13 Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan strategi dan metode pembekajaran 49 dalam arti dapat memudahkan siswa dalam memahmai sesuatu. 14 Pemilihan metode pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu dengan tahapan pembelajaran secara proporsional (pembukuan 5-10%, inti 70-80 %, dan penutup 10-15 %). 15 Penilaian hasil belajar dilakukan sesuai dengan tujuan pembelajaran dalam arti tes tulis mengukur pengetahuan, kinerja mengukur penampilan, dan skala sikap mengukur sikap. 16 Penilaian hasil belajar dilakukan dengan jelas dalam arti tampak jelas diuraikan prosedur penilaian awal, proses, dan akhir, dan mencakup tes dan non tes. 17 Penilaian hasil belajar dilakukan dengan instrumen yang lengkap, misalnya soal dilengkapi dengan kunci jawaban, teknik penskoran, dan atay rubrik. DAFTAR TABEL 2.2. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN No Komponen yang Diamati I. Pembelajaran 1 Kesiapan ruang, alat pembelajaran dan media. 2 Memeriksa kesiapan siswa II. Membuka Pelajaran 3 Melakukan kegiatan apersepsi 4 Menyampaikan kompetensi yang akan dicapai atau rencana kegiatan. III. Kegiatan Inti Pembelajaran a. Penguasaan Materi Pelajaran 5 Menunjukkan penguasaan materi pelajaran 50 6 Mengaitkan materi dengan pengetahuan lainnya yang relevan. b. Pendekatan Strategi Pembelajaran 7 Pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. 8 Melaksanakan pembelajaran secara runtut. 9 Menguasai kelas. 10 Melaksanakan pembelajaran yang bersifat kontektual. 11 Melaksanakan pembelajaran yang memungkikan tumbuhnya kebiasaan positif. 12 Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan alokasi waktu yang direncanakan c. Pemanfaatan Sumber Belajar. 13 Menunjukkan keterampilan dalam menggunkan sumber belajar atau media pembelajaran. 14 Menghasilkan pesan yang menarik. 15 Melibatkan siswa dalam membuat dan memanfaatkan sumber belajar dan media pembelajaran. d. Pembelajaran yang Memicu dan Memelihara Ketertiban 16 Menumbuhkan partisipasi aktif siswa melalui interaksi guru siswa, sumber belajar. 17 Merespon positif partisipasi siswa. 18 Menunjukkan sikap terbuka kepada respon siswa. 19 Mmenunjukan hubungan antar pribadi yang kondusif. 20 Menumbuhkan keceriaan dan antusiasisme siswa dalam belajar. e. Menilai Proses dan Hasil Belajar. 21 Memantau kemajuan belajar. 22 Melakukan peneilaian akhir sesuai dengn kompetensi. 51 f. Penguasaan Bahasa 23 Mengunakan bahasa lisan secara jelas dan lancar. 24 Menggunakan bahasa tulis yang aik dan benar. 25 Menyampaikan pesan dengan gaya yang sesuai. IV. Penutup 26 Melakukan refeleksi atau membuat rangkuman dengan melibatkan siswa. 27 Melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau kegiatan, atau tugas sebagai bagian remidi/pengayaan. Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksudkan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, menjadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. 52 Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya. Dari keempat macam kompetensi guru tersebut dapat digambarkan dalam suatu daftar tabel sebagai berikut di bawah ini. DAFTAR TABEL 2.3 KOMPETENSI GURU YANG PROFESIONAL N0 Kompetensi Subkompetensi Indikator 1. Kompetensi kepri- Kepribadian man- b. Bertindak sesuai dengan norma badian: kemampuan tap dan stabil. personal yang men- hukum. c. Bertindak sesuai dengan norma cerminkan kepriba- sosial. dian yang mantap, d. Bangga sebagai guru. stabil dewasa, arif, e. Memiliki konsistensi dalam dan bijaksana, berwi- bertindak sesuai dengan norma. bawa, menjadi tau- Kepribadian yang ladan bagi peserta dewasa. a. Menampilkan keperibadian dalam bertindak sebagai pendidik. didik, dan berakhlak b. Memiliki Etos kerja sebagai guru. mulia. Kepribadian yang arif a. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta 53 didik, sekolah dan masyarakat. b. Menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. Kepribadian yang berwibawa. a. Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik. b. Memiliki perilaku yang disegani. Berahklak mulia a. Bertidak sesuai dengan norma- dan dapat menjadi norma religius (Iman, takwa, jujur, tauladan. iklas, suka menolong). b. Memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. 2 Kompetensi pedago- Memahami peser- a. Memahami peserta didik dengan gi meliputi: ta didik secara memanfaatkan prinsip-prinsip pemahaman terhadap mendalam. perkembangan kognitif. peserta disik peran- b. Memahmai peserta didik dengan cangan dan pelaksa- memanfaatkan prinsip-prinsip naan pembelajaran, kepribadian. evaluasi hasil belajar, c. Mengidentifikasi bekal ajar awal dan pengembangan peserta didik. peserta didik untuk Merancang pem- mengaktualisasikan belajaran, terma- berbagai potensi suk memahami yang dimiliki-nya. landasar kependi- 54 a. Memahami landasan kependidikan. b. Menerapkan teori belajar dan pembelajaran. dikan untuk ke- c. Menentukan strategi pembelajaran pentingan pembe- berdasarkan karakteristik peserta lajaran. didik, kompetensi yang akan dicapai, dan materi ajar. d. Menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. Melaksanakan a. Memilih latar pembelajaran. pembelajaran b. Melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Merancang dan a. Merancang dan melaksanakan melaksanakan evaluasi pembelajaran proses dan evaluasi pembela- hasil belajar secara berkesinam- jaran. bungan dengan berbagai metode. b. Menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajaruntuk menemukan tingkat ketuntasan belajar. c. Memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kulaitas program pembelajaran secara umum. Menumbuhkan peserta didik untuk 55 a. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi mengaktualisasikan berbagai potensinya. akdemik. b. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi non akademik. 3 Kompetensi profesi- Menguasai sub- a. Memahmai materi ajar yang ada onal merupakan pe- stansi keilmuan nguasaan materi yang terkait dengan b. Memahami struktur konsep, dan pembelajara secara bidang studi. dalam kurikulum sekolah. metode keilmuan yang menaungi luas dan mendalam atau koheren dengan materi ajar. yang mencakup pe- c. Memahami hubungan konsep anta nguasaan matari ku- mata pelajaran terkait. rikulum mata pela- d. Menerapakan konsep-konsep jaran di sekolah dan keilmuan dalam kehidupan substansi keilmuan sehari-hari. yang menaungi mate- Menguasai struktur rinya, serta pengua- metode keilmuan a. Menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk saan terhadap struk- memperdalam penegtahuan atau tur dan metodelogi materi bidang studi. keilmuannya. 4 Kompetensi sosial: Mampu berkomu- merupakan kemam- nikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta puan guru untuk secara efektif didik. berkomunikasi dan dengan peserta bergaul secara efektif didik. 56 a. Berkomunikasi dan bergaul dengan peserta didik, Mampu berkomu- a. Berkomunikasi dan bergaul sesama pendidik, nikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama tenaga kependidikan. secara efektif pendidik dan tenaga kependi- dengan sesama dikan. pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomu- a. Berkomunikasi dan bergaul secara nikasi dan bergaul efektif dengan orang tua /wali secara efektif peserta didik dan masyarakat dengan orang tua sekitar. /wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Dari penjelasan keempat kompetensi guru tersebut cukup menarik untuk lebih dicermati, karena jikalau penjelasan tentang kompetensi guru yang disebut dengan kompetensi keribadian, kompetensi paedagogik, dan kompetensi sosial, tampaknya sudah cukup jelas maknanya sebagai bagian atau unsur persyaratan kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru disebut yang profesional, namun kompetensi profesional akan sangat jumbuh atau akan dapat dan sangat mengelirukan pengertiannya dengan pengertian seorang guru yang disebut profesional sebagai gambaran atau representasi dari guru yang ideal secara umum. Kalau memang kemampuan profesional guru yang dimaksudkan tersebut adalah sebagai salah satu unsur dari persyaratan kemampuan yang dituntut untuk dimiliki oleh seorang guru yang profesional, barangkali kompetensi profesional yang 57 merupakan unsur persyaratan kemampuan seorang guru yang profesional perlu diformulasikan dengan sebutan yang lainnya. Lebih-lebih kemampuan profesional guru yang dimaksudkan tersebut sudah cukup jelas, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, atau penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar, atau disebut juga dengan penguasaan bidang studi keahlian. Sehingga dalam hubungan ini tampaknya akan lebih tepat kalau kompetensi profesional tersebut diformulasikan dengan sebutan yang lainnya, misalnya dengan kompetensi akademik. Tampaknya adanya pemilahan terhadap keempat kompetensi guru tersebut perlu disadari bahwa itu hanyalah lebih bersifat legal artinya usaha dalam mencermatinya sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, dan mungkin juga lebih bersifat akademik dalam rangka untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan dalam memahami konsep kompetensi guru tersebut, sebab sesungguhnya pada dasarnya keempat kompetensi tersebut adalah merupakan satu kesatuan yang utuh yang menggambarkan profil guru yang profesional. Oleh karena itulah seorang guru yang profesional dalam melaksanakan tugasnya harus dilandasi oleh penguasaan akademik yang kokoh disertai dengan komitmen yang tinggi kepada pembelajaran dan peserta didik. D. Pengukuran dan Penilaian Kompetensi Profesi Tenaga Kependidikan Setelah dibahas tentang kompetensi tenaga kependidikan khususnya kompetensi guru dalam uraian-uraian terdahulu, yang perlu juga dibahas dalam bab yang membahas tentang kompetensi tenaga kependidikan tersebut, adalah masalah yang berkaitan dengan sistem mengevalusi kompetensi guru dari berbagai dimensinya, seperti pengertian, prosedur dan tujuan evaluasi, berbagai instrumen yang dapat digunakan dalam melakukan evaluasi tersebut, cara atau teknik yang digunakan dalam menganalisis hasil evaluasi, serta penggunaan hasil evaluasi. 58 Pengukuran dan penilaian kompetensi profesi guru yang dimaksudkan dalam pembahasan buku ini adalah upaya sistematik untuk mengumpulkan, menyusun, mengolah, dan menafsirkan data, fakta dan informasi dengan tujuan untuk menyimpulkan nilai atau peringkat kompetensi seseorang dalam suatu jenis bidang pekerjaan keahlian tertentu dalam hal ini guru, serta menggunakan kesimpulannya tersebut dalam proses pengambilan keputusan tentang status atau kedudukan yang bersangkutan berikut rekomendasi dan tindak lanjutnya (Makmun. 1996). Pengukuran fokus kegiatannya pada proses upaya pengumpulan, penyusunan, pengolahan, dan penafsiran data, fakta,dan imformasi, sedangkan penilaian fokus kegiatannya adalah pada proses upaya memberikan nilai serta peringkat kompetensi sesorang, berdasrkan hasil pengukuran dalam bidang atau jenis pekerjaan keahlian atau keprofesian tertentu. Penggunaan hasil pengukuran dan penilaian tersebut sesungguhnya sudah merupakan tugas dan wewenang para pembuat keputusan. Dalam konteks keprofesian ini perlu ditegaskan keterkaitannya satu sama lain maksudnya untuk menghindari kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam proses pengambilan keputusan tentang status dan kedudukan kompetensi keahlian atau keprofesian seseorang karena kelemahan data dan imformasi serta kekurang jelasan kriteria atau standar normatifnya, padahal keputusan akan sangat menentukan nasib dan masa depan orang yang dinilai serta membawa dampak langsung atau tidak langsung tehadap pemakai jasanya. Seperti pengukuran dan penilaian guru dalam rangka pelaksanaan sertifikasi, pengangkatan, promosi karier jabatan, penentuan sistem penghargaaan dan penggajian lainnya. Secara rinci mungkin dapat lebih dijelaskan bahwa pada dasarnya tujuan daripada pengukuran dan penilian tersebut dapat dijelaskan: (1) Untuk menyiapkan tenaga profesi 59 melalui proses pendidikan atau pelatihan. Kegiatan pengukuran dan penilaian untuk tujuan ini pada dasarnya adalah merupakan bagian integral dari proses pendidikan prajabatan dan pelatihan. Termasuk kegiatan pengukuran dan penilaian dalam hubungan ini adalah mulai tes seleksi masuk calon peserta pendidikan keprofesian yang bersangkutan untuk mendeteksi pemenuhan seseorang akan persyaratan dasar kemampuan atau potensi dasar yang diperlukan untuk pengembangan keprofesiannya yang mencakup kecerdasan, bakat, kepribadian, minat, dan sikap terhadap pekerjaan keprofesioannya. Jadi alternatif keputusan yang akan diambil dalam melakukan kegiatan pengukuran dan penilaian ini adalah menerima atau menolak calon peserta didik untuk suatu program pendidikan atau pelatihan tertentu. Kemudian pengukuran dan penilaian untuk tujuan menyiapkan tenaga profesi melalui proses pendidikan atau pelatihan tersebut sebenarnya juga menyatu dengan keseluruhan proses dan sistem pendidikan dan pelatihan karena pada dasarnya setiap proses pendidikan atau pelatihan tersebut pada akhir kegiatannya biasanya diakhiri dengan dilakukannya suatu pengukuran dan penilaian akhir yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan kelulusan seseorang dari program pendidikan dan pelatihan tersebut. (2) Untuk kepentingan sertifikasi, pengangkatan dan penempatan. Jika proses penyiapan tenaga keperofesian ini bersifat terbuka penyelenggaraannya, maka sertifikasi umumnya dilakukan oleh instansi atau organisasi asosiasi yang berwewenang untuk menguji keprofesian calon anggota pengemban jabatan profesi tersebut, seperti akuntan publik, dan pengacara. Demikian pula pengukuran dan penilaian tersebut juga akan dilakukan apabila dilakukan pengangkatan PNS oleh pemerintaa atau instansi lain seperti guru. Selain itu pengukuran dan penilaian juga dilakukan dalam rangka untuk mengisi suatu jabatan profesi yang sifatnya kompetetif. Jadi pengukuran dan penilaian pada dasarnya akan dilakukan adalah dalam rangka untuk mengamnbil suatu keputusan 60 untuk menolak atau menerima seseorang memperoleh sertifikasi keprofesian tertentu, menerima atau menolak pengakatan atau penempatan seseorang dalam jabatan profesional tertentu. (3) Untuk kepentingan promosi, mutasi dan pemutusan jabatan profesi tertentu. Pengukuran penilaian kompetensi jabatan keprofesian tertentu juga dilakukan untuk keperluan pembuatan keputusan untuk kepentingan dalam rangka promosi, mutasi dan pemutusan atau pemberhetian jabatan profesi tertentu dari jabatannya. (4) pengembangan dan pembinaan kualifikasi kompetensi keprofesian. Perkembangan ilmu penegtahuan dan teknologi serta ttntutan kebutuhan jasa keprofesian yang cendrung semakin berubah secara dinamis, pada dasarnya akan menuntut kepada para pengemban jabatan keprofesian tertentu untuk terus menerus mengembangkan dan membina anggotanya. Oleh karena itu para pengemban profesi tertentu di lapangan pemantauannya dilakukan dengan pengukuran penilaian mutu kinerja keprofesiannya secara terus menerus agar dapat memilih alternatif program pendidikan yang sepatutnya harus diikuti. Sejalan dengan jenis alaternatif keputusan yang akan diambil tersebut, maka para petugas penilaian dan pengukuran tersebut selanjutnya harus menetapkan tujuan dan sasaran dari kegiatan penilaian. Dalam merumuskan tujuan dan sasaran harus dirumuskan secara spesifik aspek mana yang akan dinilai. Oleh karena itu aspek yang bisa menjadi sasaran penilaian tersebut bisa jadi unsur kinerjanya saja, komponen kajian bidang pekerjaannya saja, atau secara menyeluruh. Demikian pula model rumusan tujuan dan sasaran pengukuran dan penilaian kompetensi intinya serupa dengan model rumusan operasional variabel dalam metodologi penelitian atau rumusan tujuan instruksional khusus dalam pembelajaran. Dengan demikian setiap variabel atau komponen kompetensi tersebut harus dinyatakan dengan jelas apa saja perangkat indikatornya dan dari setiap indikator tersebut akan dapat dibuatkan deskriptornya. Dengan indikator ini sesungguh- 61 nya adalah dalam rangka untuk menunjukkan bahwa setiap profesi tersebut memiliki ciriciri khasnya atau aspek-aspek yang unik dan yang akan membedakan dengan profesi yang lainnya. Demikian deskriptor tersebut merupakan unsur-unsur pendukung yang akan dapat dicermati dan diukur secara lebih operasional. Dengan telah dirumuskannya tujuan dan sasaran pengkukuran penilaian tersebut, maka langkah berikutnya adalah menetapkan cara yang akan digunakan dalam melakukan pengkuran dan penlilaian tersebut. Secara tidak langsung sebenarnya sudah disinggung bahwa ada beberapa metode dan teknik penilaian yang dapat dipilih tergantung dari tujuan pengukuran penilaian tersebut. Jika tujuan penilaian dan pengukuran tersebut adalah untuk keperluan dalam rangka mendiagnosis pembinaan dan pengembangan, baik yang bersifat inservice maupu preservice maka pendekatannya tentu lebih cocok dengan metode formatif, progresif, dan sumatif secara integral dan komprehensif mencakup semua perangkat kompetensi profesinya. Demikian juga jika tujuannya untuk menseleksi atau sertifikasi, maka metode pendekatan yang digunakan dengan testing atau pengujian. Ada beberapa teknik atau instrumen yang dapat digunakan dalam pengukuran dan penilaian ini, diantaranya adalah testing, observasi kelas, wawancara tersetruktur, surve dengan skala penilaian, penilaian siswa, analisis produk dan materi pengajaran, dan merevieu berbagai imformasi. Demikian juga bila instrumen ini belum tersedia sebelum dilakukan pengukuran dan penilaian, maka instrumen yang akan dikembangkan dan digunakan tersebut agar kehandalannya dapat dipertanggungjawabkan tampaknya perlu melakukan pengujian melalui ujicoba secara empirik atau meminta pertimbangan para ahli sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Setelah instrumen siap persoalan berikutnya siapakah yang akan melakukan kegiatan pengukuran dan evaluasi tersebut? Dalam melaksanakan pengkuran dan penialian terhadap kompetensi suatu profesi tersebut dapat 62 dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain pimpinan atau atasannya, kolega atau teman sejawatnya, siswa, klien, atau anggota dan stafnya. Kemudian setelah pengukuran dilakukan maka langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan data sehingga siap untuk dianalisis sesuai dengan tujuan dengan menggunakan metode dan teknik yang lazim digunakan seperti teknik statistik, ataupun analisis rasional sehingga data dapat ditafsirkan dan diberi makna sesuai dengan ketentuan normatif yang berlaku.khususnya oleh asosiasi organisasi yang bersangkutan yang bersifat nasional atau internasioal seperti ISO. Dengan demikian tampaknya hasil dari pengukuran dan penilaian ini dapat disimpulkan dan direkomendasikan kepada pihakpihak berkepentingan, dan lazimnya akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan masa depan pengembangan profesi yang berasangkutan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan agar pengukuran dan penilaian tersebut dapat berjalan dengan baik, maka prosedur dan langkah pengukuran dan penilaian tersebut sebaiknya melalui tahap-tahapan sebagai berikut (1) mengidentifikasi alternatif keputusan yang akan diambil, (2) merumuskan tujuan atau sasaran yang akan dicapai, (3) menetapkan metode, teknik yang akan digunakan, (4) memeriksa instrumen apakah sudah ada atau tidak, (5) mengembangkan instrumen yang diperlukan, (6) mengujicobakan kehandalan instrumen, (7) mengukur dan mengumpulkan data/imformasi yang diperlukan, (8) catat, susun, analisis dan interpretasikan data, (9) tetapkan kriteria acauan norma, (10) menilai dan menyimpulkan hasil analisis data., dan (11) menetapkan keputusan yang terbaik atau menguntungkan. E. Pengembangan Profesi dan Karir Tenaga Pendidikan Tugas utama guru sebagai pendidik profesional adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan menevaluasi peserta didik pada jalur 63 pendidikan formal. Tugas guru ini akan efektif apabila guru tersebut telah memiliki kompetensi, kemahiran, kecakapan atau keterampilan yang memenuhi standar mutu dan norma etik tertentu. Guru yang profesional harus memenuhi kualifikasi akdemik minimum berpendidikan S-1/D-4 dan sertifikat mendidik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Guru yang memenuhi persyaratan kriteria profesi inilah diharapkan mampu menjalankan tugas utamanya secara efktif dan efisien dalam mewujudkan proses pendidikan dan pembelajaran sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yakni mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap kreatif, madiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Pembinaan dan peningkatan kualifikasi akademik guru yang belum memenuhi kualifikasi S-1 atau D-4 dilakukan melalui pendidikan tinggi S-1 atau program D-4 pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan tenaga kependidikan dan atau program pendidikan non kependidikan. Kemudian dalam rangka menjaga agar kompetensi keprofesiannya bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidikan dilakukan melalui sistem pembinaan pengembangan keprofesiannya yang berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan angka kredit jabatan fungsional. Kegiatan pengembangan dan peningkatan profesional guru yang sudah memiliki sertifikat mendidik dimaksud dapat berupa kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi keprofesian, pendidikan, pelatihan, pemagangan, publikasi ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif, karya inovatif, presentasi pada forum ilmiah, publikasi buku teks pelajaran, publikasi buku pengayaan, publikasi buku pedoman guru, publikasi pengalaman lapangan pada pendidikan khusus atau pendidikan layanan khusus, dan atau 64 penghargaan atas prestasi atau dedikasi sebagai guru yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Pembinaan dan pengembangan profesi guru dapat dilakukan mealui dua jalur pembinaan, yaitu pembinaan dan pengembangan profesi, dan pembinaan dan pengembangan karir. Pembinaan dan pengembangan profesi guru meliputi meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kepribadian dan, sosial, dan profesional, sedangkan pembinaan dan pengembangan karir guru melalui: (1) penugasan, (2) kenaikan pangkat, (3) promosi. Upaya pembinaan dan pengembangan karir guru tersebut harus sejalan dengan jenjang jabatan profesional guru. Pola pembinaan dan pengembangan profesi guru seperti itu diharapkan menjadi acuan bagi lembaga terkait dalam melaksanakan tugasnya. Pengembangan profesi dan karir guru tersebut diarahkan untuk dapat meningkatkan kompetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Upaya peningkatan kompetensi dan profesionalitas guru harus sejalan dengan upaya memberikan penghargaan, peningkatan kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Kegiatan pembinaan dan pengembangan karir guru tersebut merupakan bagian integral dari pengembangan keprofesian guru secara berkelanjutan. F. Rangkuman Dalam Undang-undang No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi guru adalah merupakan seperangkat pngetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesiannya. Kemudian kompetensi guru yang dimaksudkan adalah mencakup empat kemampuan, yaitu: kompetensi paedagogik, kompetensi 65 kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Kompetensi keperibadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia, menjadi peserta didik dan masyarakat, dan mengembangkan diri secara berkelanjutan. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap wawasan dan landasan kependidikan, peserta didik, pengembangan kurikulum dan silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang mendidik, evaluasi hasil belajar, pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi lisan, tulisan dan isyarat, menggunakan teknologi komunikasi dan imformasi, bergaul secara efektif dengan peserta didik dan sesama pendidik, bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, penguasaan bidang studi/sumber bahan ajar atau penguasaan bidang studi keahlian, menguasai struktur metode dan keilmuannya. G. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !. 2. Jelaskan empat kompetensi guru sebagai tenaga profesi kependidikan !. 3. Jelaskan jenis-jenis pengembangan profesi guru yang dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilakukan oleh guru sendiri!. 4. Jelaskan apa manfaat pengukuran kompetensi guru perlu dilakukan?. 66 BAB. V SUPERVISI PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami hakekat, perkembangan dan Dapat menjelaskan hakekat supervisi pentujuan supervisi pendidikan. didikan. Dapat menjelaskan perkembangan supervisi pendidikan. Dapat menjelaskan tujuan supervisi pendidikan. Memahami prinsip-prinsip, metode, dan Dapat menjelaskan prinsip-prinsip superviteknik-teknik supervise pendidikan. si pendidikan. Dapat menjelaskan metode supervisi pendidikan. Dapat menelaskan teknik-teknik supervisi pendidikan. Memahami berbagai pendekatan supervisi Dapat menjelaskan berbagai pendekatan pendidikan. supervisi pendidikan. Memahami cara pengembangan program Dapat merencanakan program pembinaan supervisi pendidikan. supervisi akademik dan supervisi manajerial. 67 B. Hakekat, Perkembangan, dan Tujuan Supervisi Pendidikan Pendidikan di sekolah adalah merupakan salah satu dari tri pusat pendidikan, di samping pendidikan dalam keluarga dan pendidikan dalam masyarakat (Dewantara.1977). Pendidikan di sekolah merupakan suatu sistem pendidikan yang dilakukan dan diorganisasikan secara formal. Sekolah sebagai organisasi pendidikan formal merupakan suatu sistem yang sangat kompleks, di dalamnya terdiri dari berbagai komponen yang mempunyai tugas dan fungsi secara sendiri-sendiri maupun saling berkaitan satu sama lainnya, dan berproses dalam rangka mencapai tujuannya. Untuk dapat berfungsi dan berprosesnya berbagai komponen sekolah tersebut secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan, maka berbagai fungsi manajemen dalam lembaga pendidikan sekolah supaya dilakukan secara benar. Fungsi-fungsi manajemen yang dimaksudkan diantaranya adalah fungsi perencanaan, pengorgasian, komunikasi, pengarahan, kepemimpinan, pengawasan, evaluasi, monitoring, dan berbagai fungsi yang lainnya. Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen tersebut khususnya fungsi pengawasan dalam penyelenggarakan pendidikan di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam perkembangannya, tampaknya pada setiap pergantian kurikulum, supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum (Depdikbud.1976), walaupun kata supervisi dianggap tidak mengandung makna yang sesuai dalam bidang pendidikan, karena diberi pemaknaan pembinaan, yaitu pembinaan professional guru sesuai dengan sistem pembinaan professional (SPP) sebagai hasil dari proyek Cianjur 1984 (Depdikbud. 1986). Tampaknya dalam hubungan ini kata pembinaan itu sendiri 68 hanya lebih dikenal di kalangan praktisi seperti kepala sekolah, dan pengawas, dan sebaliknya kurang dikenal oleh guru, karena para guru merasa lebih familiar dengan istilah supervisi. Namun demikian secara akademis apapun istilah yang digunakan untuk supervisi pendidikan bukanlah sesuatu yang perlu dipertentangkan. Karena tugas pengawas dan supervisor dalam konteks pendidikan, dan pengajaran memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah: (1) tujuannya memperbaiki dan meningkatkan kinerja guru, (2) berfungsi sebagai monitoring, (3) kegiatannya memiliki fungsi manajemen, (4) berorientasi pada tujuan pendidikan. Kemudian perbedaannya adalah bahwa kepengawasan lebih menekankan pada upaya untuk menemukan penyimpangan atau hambatan dari rencana yang telah ditetapkan, sedangkan supervisi lebih menekankan pada upaya-upaya membantu guru untuk perbaikan dan peningkatan proses belajar mengajar. Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Karena itu seringkali kesalahan para personil sekolah akan lebih banyak dieksploitasi dan ditonjolkan, bahkan jika melebihi batas atau melanggar suatu aturan atau kebijakan akan membawa konsekwensi seseorang personel tertentu dapat diberikan sangsi sampai pada pemecatan. Itulah sebabnya supervisi pada waktu itu lebih banyak dikonotasikan sifatnya lebih melecehkan supervisi dengan ungkapan snoopervision atau penembak jitu. Kemudian lebih lanjut dalam perkembangannya konsepsi supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi umum yaitu kegiatan supervisi yang ditujukan pada penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan 69 transfortasi dan tidak bersifat administratif. Kemudian supervisi pengajaran yang lebih bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu. Dalam hubungan ini kemudian Poerwanto (2006) memperjelas pengertian dan fungsi supervisor tersebut sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam meningkatkan proses belajar mengajarnya. Berdasarkan konsepsi bahwa supervisi untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu, maka supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan. Konsepsi supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai setiap layanan yang diberikan kepada guru, yang hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum (Neagley dan Evans. 1980). Supervisi sebagai usaha untuk mendorong, mengkoordinasikan, dan menuntun pertumbuhan guru-guru secara berkesinambungan di suatu sekolah, baik secara individu maupun secara kelompok dalam pengertian yang lebih baik, dan tindakan yang lebih efektif dalam fungsi pengajaran sehingga mereka dapat mampu untuk mendorong dan menuntun pertumbuhan setiap siswa secara berkesinambungan menuju partisipasi yang cerdas dan kaya dalam kehidupan masyarakat demokratis modern (Boardman, dkk. 1961), nilai supervisi terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan para siswa (Mark, dkk.1974). Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari supervisi pengajaran tersebut sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, maka permasyalahan lainnya yang tampaknya juga perlu dibahas adalah 70 apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi pengawas Pengawas secara akademik adalah bisa bersifat formal yang berasal dari luar sekolah, yaitu kalau pengawas tersebut ditunjuk secara legal oleh Dinas Pendidikan pada tingkat kabupaten, provinsi, dan tingkat kecamatan, dan ada juga supervisor yang berasal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kemudian seseorang yang dapat diangkat menjadi supervisor terutama yang ditunjuk oleh Dinas Pendidikan sesuai dengan Permen Pendidikan Nasional RI No.12 Tahun 2007 tentang standar pengawas sekolah/madrasah, untuk tingkat SMA harus memenuhi kualifikasi: (1) memiliki pendidikan minimum Magister (S2) Kependidikan dengan berbasis Sarjana (S1) dalam rumpun mata pelajaran pada perguruan tinggi yang terkreditasi, (2) guru SMA bersertifikat pendidik sebagai guru dengan pengalaman kerja minimum delapan tahun dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di SMA, atau kepala sekolah SMA dengan pengalaman kerja empat tahun, untuk menjadi pengawas sesuai dengan rumpun mata pelajarannya, (3) memiliki pangkat minimum penata, golongan ruang III/c, (4) berusia setinggi-tingginya 50 tahun sejak diangkat sebagai pengawas satuan pendidikan, (5) memenuhi kompetensi sebagai pengawas satuan pendidikan yang dapat diperoleh melalaui uji kompetensi dan atau pendidikan dan pelatihan fungsional pengawas, pada lembaga yang ditetapkan pemerintah, (6) lulus seleksi pengawas satuan pendidikan. C. Kompetensi Supervisor Pendidikan Pengawas secara akademik bisa bersifat formal dan informal. Pengawas formal adalah pengawas yang diangkat oleh dinas pendidikan tingkat provinsi, kabupaten, dan tingkat kecamatan berasal dari luar sekolah. Pengawas informal adalah pengawas yang 71 bersal dari dalam sekolah sendiri, yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, para ketua unit, dan para guru bidang studi yang sudah senior (Pidarta. 1986). Kedua jenis pengawas tersebut harus memiliki kompetensi kepengawasan. Kompetensi-kompetensi yang harus dimiliki meliputi: (1) kemampuan mengembangkan kurikulum, (2) mengorganisasikan pengajaran, (3) menyiapkan staf pengajar, (4) menyiapkan fasilitas belajar, (5) menyiapkan bahan-bahan pelajaran, (6) menyelenggarakan penataran guru-guru, (7) memberikan konsultasi dan membina anggota staf pengajar, (8) mengkordinasikan layanan terhadap para siswa, (10) mengembangkan hubungan dengan masyarakat, dan (11) menilai pelajaran (Neagley dan Evans. 1980). Tampaknya semua komptensi yang disebutkan di atas berkaitan dengan pengembangan kurikulum. Secara lebih legal persyaratan kompetensi pengawas telah dituangkan dalam bentuk kebijakan pemerintah yaitu Permendiknas No.12 Tahun 2007. Kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas adalah (1) kompetensi kepribadian, (2) kompetensi supervisi manajerial, (3) kompetensi supervisi akademik, (4) kompetensi evaluasi pendidikan, (5) kompetensi penelitian pengembangan, dan (6) kompetensi sosial. Secara lebih rinci kompetensi yang dituntut terhadap seorang pengawas tersebut terutama sesuai dengan Permendiknas No.12 Tahun 2007 adalah sebagai berikut. KOMPETENSI PENGAWAS SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH Dimensi Kompetensi 1. Kompetensi keperiba- Kompetensi 1.1 Memiliki tanggungjawab sebagai pengawas satuan dian pendidikan. 1.2 Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas jabatannya. 72 1.3 Memiliki rasa ingintahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan teknologi dan seni yang menunjang tugas pokok dan tanggungjawabnya. 1.4 Menumbuhkan motivasi kerja pada dirinya dan pada stakeholder pendidikan. 2. Kompetensi Supervisi 2.1 Manajerial. Menguasai metode, teknik dan prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis. 2.2 Menyusun program kepengawasan berdasarkan visimisi-tujuan dan program pendidikan sekolah menengah yang sejenis. 2.3 Menyusun metode kerja, instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepengawasan di sekolah menengah yang sejenis. 2.4 Menyusun laporan hasil pengawasan dan menindaklanjutinya untuk perbaikan program pengawasan berikutnya di sekolah menengah yang sejenis. 2.5 Membina kepala sekolah dalam pengelolaan dan administrasi satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu pendidikan di sekolah menengah yang sejenis. 2.6 Membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling di sekolah mene- 73 ngah yang sejenis. 2.7 Mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya di sekolah menengah yang sejenis. 2.8 Memantau pelaksanaan standar nasional pendidik-an dan memanfaatkan hasil-hasilnya untuk membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi sekolah menengah yang sejenis. 3. Kompetensi supervisi 3.1 akademik. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik, dan kecendrungan perkembangan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 3.2 Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecendrungan perkembangan proses pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 3.3 Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis berlandaskan standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan 74 KTSP. 3.4 Membimbing guru dalam memilih dan menggunakanstrategi/metode/teknik pembelajaran/bombingan yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di Sekolah menengah yang sejenis. 3.5 Membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 3.6 Membimbing dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan atau di di lapangan) untuk tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 3.7 Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 3.8 Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 75 4. Kompetensi evaluasi 4.1 Menyusun kriteria dan indikator keberhasilan pen- Pendidikan. didikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 4.2 Membimbing guru dalam menentukan aspek-aspek yang penting dinilai dalam pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 4.3 Menilai kinerja kepala sekolah, kinerja guru, dan staf sekolah lainnya dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggungjawab untuk meningkatkan mutu mutu pendidikan dan pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 4.4 Memantau pelaksanaan pembelajaran/bimbingan dan hasil belajar siswa serta menganlisisnya untuk perbaikan mutu pembelajaran/bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 4.5 Mebina guru dalam memanfaatkan hasil penilaian untuk kepentingan pendidikan dan pembelajaran/ bimbingan tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan di sekolah menengah yang sejenis. 76 4.6 Mengolah dan menganlisis data hasil penilaian kiner -ja kepala sekolah, kinerja guru dan staf lsekolah di sekolah menengah yang sejenis. 5. Kompetensi penelitian 5.1 Pengembangan. Menguasai berbagai pendekatan, jenis, dan meto-de penelitian dalam pendidikan. 5.2 Menentukan masalah kepengawasan yang penting diteliti baik untuk keperluan tugas kepengawasan maupun untuk pengembangan karirnya sebagai pengawas. 5.3 Menyusun proposal penelitian pendidikan proposal penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitatif. 5.4 Melaksanakan penelitian pendidikan untuk pemecahan masalah pendidikan, dan perumusan kebijakan pendidikan yang bermanfaat bagi tugas pokok tangjawabnya. 5.5 Mengolah dan menganalisis data hasil penelitian pendidikan baik data kualitatif maupun kuantitatif. 5.6 Menulis karya tulis ilmiah (KTI) dalam bidang pendidikan dan atau dalam bidang kepengawasan dan memanfaatkannya untuk perbaikan mutu pendidikan. 5.7 Menyusun pedoman/panduan dan atau buku/modul yang diperlukan untuk melaksnakan tugas pengaasan di sekolah menengah yang sejenis. 5.8 Memberikan bimbingan kepada guru tentang pe- 77 nelitian tindakan kelas, baik perencanaan maupun pelaksanaannya di sekolah menengah yang seje-nis. 6. Kompetensi sosial 6.1 Bekerjasama dengan beberapa pihak dalam rang-ka meningkatkan kualitas diri untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. 6.2 Aktif dalam kegiatan asosiasi pengawas satuan pendidikan. Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa aspek-aspek pengawasan supervisi manjerial adalah mencakup membina kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/ metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala sekolah dalam memper-siapkan akreditasi. Demikian juga aspek-aspek yang dimonitoring dalam pelaksanaan supervisi akademik adalah mencakup membimbing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru 78 dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi. Agar seorang pengawas dapat melaksanakan tugasnya dengan baik tampaknya di samping dituntut memiliki kompetensi seperti yang diuraikan di atas juga dilengkapi dan didukung dengan berbagai pemahaman dan pengayaan yang lain, seperti: prinsip-prinsip, metode, dan teknik supervisi. Seorang pengawas harus dapat merencanakan program supervisi dan melaporkan hasilnya. D. Prinsip-prinsip, Metode dan Teknik-teknik Supervisi Pendidikan Seorang pengawas akan dapat melakasanakan tugasnya dengan baik apabila dalam melaksanakan tugasnya berpegang dan berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi. Prinsip-prinsip sepervisi yang dimasudkan adalah: 1. Prinsip ilmiah. Prinsip ini bercirikan bahwa kegiatan supervisi tersebut hendaknya berlandaskan pada data obyektif yang diperoleh dari kenyataan yang dialami oleh guru dalam proses belajar mengajar guru. Untuk memperoleh data tersebut diperlukan berbagai alat perekam data, seperti angket, lembar observasi, cheklist, pedoman wawancara, dan yang lainnya. Ciri yang lainnya adalah dilakukan secara sistematis, berencana, dan berkelanjutan. 2. Prinsip demokrasi. Prinsip ini mengharapkan bahwa di dalam pelaksanaan tugas supervisi dilandasi oleh suatu hubungan kemanusiaan yang akrab dan hangat, menjumjung tinggi harga diri dan martabat guru, berdasarkan kesejawatan, bukan berdasarkan pada hubungan atasan dan bawahan. 79 3. Prinsip kerja sama. Prinsip ini mengembangkan usaha bersama, memberi dukungan, menstimulasi, sehingga guru merasa bertumbuh. 4. Prinsip konstruktif dan kreatif. Supervisor harus mampu mengembangkan dan menciptakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan (Sahertian. 2000., Wijono. 1989., Hariwung.19890). Prinsip-prinsip supervisi yang diuraikan di atas dalam pelaksanaannya sebaiknya didukung dengan menggunakan metode dan beberapa teknik yang dapat digunakan oleh seorang pengawas agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Metode supervisi yang dimaksudkan adalah metode langsung dan tidak langsung (Ametembun. 1975). Metode langsung merupakan suatu cara dimana seorang pengawas secara pribadi langsung dapat berhadapan dengan guru yang disupervisi baik secara individu maupun secara kelompok. Kemudian metode tidak langsung apabila seorang pengawas dalam melaksanakan fungsinya dengan menggunakan alat perantara atau media terhadap guru yang disupervisinya. Demikian pula yang dimaksud dengan teknik supervisi tersebut ada yang disebut dengan teknik individual, seperti kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, menilai diri sendiri, dan ada pula teknik supervisi bersifat kelompok, seperti: rapat guru, studi kelompok antar guru, diskusi sebagai proses kelompok, tukar menukar pengalaman, lokakarya, diskusi panel, seminar, simposium, demontrasi, perpustakaan jabatan, buletin supervisi, membaca langsung, mengikuti kursus, organisasi jabatan, perjalanan sekolah untuk staf sekolah (Sahertian dan Mataheru. 1982). Pemilihan terhadap salah satu metode supervisi tersebut akan berkaitan erat dengan penggunaan suatu teknik supervisi. Pemilihan dan penggunaan metode supervisi langsung misalnya dapat digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi kunjungan kelas, pertemuan individual, dan rapat guru. Demikian pula 80 pemilihan dan penggunaan metode supervisi tidak langsung, dapat digunakan secara bersamaan dengan teknik supervisi, misalnya, buleletin supervisi, papan pembinaan, angket, dan televisi. Dalam hubungan dengan pemilihan metode dan teknik supervisi tersebut ada pendapat yang menekankan pada penggunaan metode langsung dan teknik individual, bahkan lebih jauh menyatakan bahwa pengawas dinyatakan belum melakukan kegiatan supervisi apabila tidak menggunakan teknik individual. Dengan demikian seorang supervisor tersebut haruslah melakukan kunjungan kelas, observasi, dan percakapan, karena dengan kunjungan kelas inilah kelemahan dan kelebihan guru dalam mengajar dapat dideteksi (Neagley dan Evans. 1980). Sehubungan dengan pentingnya teknik kunjungan kelas, observasi yang didahului dengan percakapan, maka kunjungan kelas tersebut lebih lanjut disebut dengan tulang punggung supervisi. Bagan. 2.1 Siklus Kegiatan Supervisi Kunjungan Kelas 2. Observasi/kunjungan Kelas 1. Percakapan sebelum observasi 3. Percakapan setelah observasi Sejalan dengan perkembangan iptek supervisi juga mengalami perkembangan. Pada tahun 1983 P2LPTK Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen P dan K juga memperkenalkan supervisi klinis yang merupakan hasil karya Morris Cogan dan Robert J. Krajewski yang telah dikembangkan pada tahun 1961. Model supervisi ini dianggap efektif, oleh karena itu banyak pakar yang ikut mengembangkannya antara lain 81 Cogan, Mosher dan Perpel, Oliva, Robert Goldhamamer (Bafadal.1992). Perbedaan pengembangan di antara para pakar tersebut terletak pada langkah proses atau siklusnya, ada yang 3 langkah, 5 langkah, ada pula 8 langkah. Siklus yang paling banyak diikuti adalah yang terdiri dari 3 langkah, demikian juga penggunaan supervisi klinis hanya terbatas pada guru yang menghadapi masalah pengajaran, atau bagi guru yang ingin mencobakan hal-hal yang baru.Variasi dan perbedaan langkah proses dalam siklusnya tampak dalam bagan di bawah ini. Bagan 2.2 Deskripsi Siklus Supervisi Klinik Cogan (1973) Mosher dan Oliva (1984) Perpel (1972) Membangun dan Kontak dan menetapkan hubungan. komunikasi Goldhammer, dkk. Bafadal. (1981). 1992 dengan guru Perencanaan dengan guru. Perencanaan untuk merenca- Pertemuan sebelum Tahap nakan observasi observasi. pertemu- Perencanaan kegiatan an awal. observasi Tahap Observasi kelas Observasi. Observasi kelas Observasi kelas observasi mengajar Analisis proses belajar Analisis data mengajar. strategis. Perencanaan pertemuan. Evaluasi dan Tindak lanjut analisis observasi. Pertemuan. Penjajagan pertemuan berikutnya. 82 Pertemuan supervisi. Tahap pertemu- Analisis sesudah an pertemuan supervisi. balikan. E. Berbagai Pendekatan dalam Supervisi Pendidikan Kemudian dalam pengembangan supervisi pengajaran untuk dapat mencapai tujuannya secara efektif seorang supervisor dapat menggunakan berbagai pendekatan yang memiliki pijakan ilmiah, yaitu supervisi saintifik, artistik, dan klinik (Sahertian. 2000). Supervisi saintifik memiliki ciri-ciri: (1) dilaksanakan secara berencana dan kontinyu, (2) sistematis dan menggunakan prosedur serta teknik tertentu, (3) menggunakan instrumen pengumpulan data, dan (4) data obyektif yang diperoleh dari keadaan riil, dan dianalisis. Supervisi artistik memandang bahwa mengajar itu adalah suatu pengetahuan, keterampilan, dan suatu kiat. Lebih jauh dijelaskan bahwa supervisi bekerja menyangkut untuk orang lain, melalui orang lain. Oleh karena itu pekerjaan supervisi akan berhasil apabila ada kerelaan, kepercayaan, saling mengerti, dan saling mengakui dan menerima orang sebagaimana adanya, sehingga orang lain merasa aman dan mau maju. Supervisi klinik pada mulanya diperkenalkan oleh Moris L. Cogan, Robert Goldhammer, dan Richard Weller di Universitas Harvard pada akhir tahun lima puluhan dan awal tahun enam puluhan (Krajewski.1982). Supervisi klinik dirancang sebagai salah satu model atau pendekatan dalam mensupervisi calon guru yang berperaktek mengajar. Penekanannya adalah pada klinik atau dalam pengobatan dan penyembuhan, yang diwujudkan dalam bentuk tatap muka antara supervisor dengan calon guru. Supervisi klinik lebih memusatkan perhatiannya pada perilaku guru yang aktual di kelas. Demikian juga pada tahun 80 an dalam perkembangan supervisi pengajaran menggunakan pendekatan yang bertitik tolak pada pijakan psikologi belajar, yaitu psikologi behavioral, humanistik, dan kognitif. Psikologi behavioral memandang belajar sebagai kondisioning individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar adalah hasil peniruan atau latihan-latihan yang memperoleh ganjaran jika berhasil dan hukuman jika gagal. 83 Psikilogi humanistik berdasarkan pemikiran bahwa belajar adalah hasil keingintahuan individu untuk menemukan rasionalitas dan keteraturan di alam ini, sehingga belajar dipandang sebagai proses pembawaan yang berkembang (terbuka). Guru menunjang keingintahuan individu dari hasil belajar melalui self-discovery. Psikologi kognitif berpendapat bahwa belajar adalah hasil keterpaduan antara interaksi kegiatan individu dengan dunia di luar dirinya. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid. Belajar dianggap sebagai proses tindakan timbal balik antara guru dan murid, antara murid atau obyek yang dimanipulasi. Berdasarkan pendekatan di atas, supervisi dirumuskan sebagai proses perbaikan dan peningkatan kelas dan sekolah melalui kerjasama secara langsung dengan guru. Untuk itu, maka supervisor perlu memilih kegiatan supervisinya yang sesuai dengan tujuan perbaikan atau peningkatan pembelajaran tertentu. Pemilihan kegiatan supervisi yang bersumber dari pandangan mendasar itu menjadikan supervisi lebih kokoh karena memiliki pijakan ilmiah dan lebih efektif. Dengan memperhatikan tahapan perkembangan guru itu, tokohnya Carl D. Glickman menyebutnya supervisi perkembangan. Gambaran tentang belajar dan supervisi digambarkan, sebagai berikut di bawah ini: GAMBAR. 2.3 PANDANGAN TENTANG BELAJAR Tanggungjawab siswa Tinggi Sedang Rendah Tanggungjawab guru Rendah Sedang Tinggi Pandangan psikologi Humanistik Kognitivistik Behavioralistik Menemukan sendiri Mencoba-coba Dikondisikan (Self-Discovery). (eksperimentasi) (conditioning). tentang belajar. Metode belajar. 84 GAMBAR. 2.4 PANDANGAN TENTANG SUPERVISI Tingkat komitmen guru Tinggi Sedang Rendah Tigkat abstraksi guru Tinggi Sedang Rendah Tanggungjawab supervisor Rendah Sedang Tinggi Orientasi supervisi Nondirektif Kollaboratif Direktif. Metode utama Penilaian diri Kontrak bersama Menetapkan pato- sendiri (Self assessment) kan (Delineated standard) Berdasarkan dua dimensi penting yang dimiliki oleh setiap individu guru, yaitu dimensi derajat komitmen dan dimensi kekomplekkan kognitif atau derajat abstraksi seperti yang disajikan dalam gambar 2 di atas, maka pendekatan supervisi pengajaran yang dapat dikembangkan adalah supervisi yang berorientasi pada pendekatan nondirektif, kolaboratif, dan direktif. Dalam hubungan ini Sergiovanni (1991) mengembangkan supervisi dengan menambahkan dua dimensi baru, yaitu bertitik tolak dari tanggungjawab guru yang bisa dilhat derajat kematangan dan derajat tanggungjawabnya. Dengan memadukan supervisi individual, kolegial, dan informal dengan membangun suatu kerangka berpikir yang baru dalam supervisi seperti yang ada dalam gambar di bawah ini 85 GAMBAR 2.5 DIMENSI DERAJAT KOMITMEN DAN TANGGUNGJAWAB GURU Tinggi D e r a j a t +Kuadran 3. Pengamat analitik Rendah Derajat komitmen a b s t r a k s i -Kuadran 1. Guru DO ++ Kuadran 4. Profesional Tinggi -+ Kuadran 2. Guru kurang perhatian Rendah Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Peran supervisor adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan. Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis dan sebuah masalah, eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah penga-laman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor 86 adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990). Pengukuran kedua dimensi tersebut akan membantu guru dan supervisor dalam menetapkan pada tahapan mana guru berada dan perlakuan supervisi yang bagaimana seharusnya dilakukan pada guru, dan pada gilirannya supervisi harus berkembang ketahapan yang lebih tinggi. Itulah sebabnya supervisi Glickman (1980) disebut supervisi perkembangan, karena tujuan supervisi menurutnya adalah ….. membantu guru belajar bagaimana para guru meningkatkan kapasitas mereka untuk mewujudkan tujuan pembelajaran siswa yang telah ditetapkan. Di sisi lain perlu juga disadari bahwa essensi dari supervisi tersebut adalah proses bantuan, oleh karena itu maka bantuan supervisi tersebut sebaiknya diberikan apabila diperlukan oleh guru-guru. Pengembangan masingmasing model supervisi pengajaran yang disebut dengan supervisi direktif, supervisi kolaboratif, dan supervisi non direktif secara lebih lengkapnya akan diuraikan dalam pembahasan selanjutnya. a. Supervisi Pengajaran Direktif Supervisi direktif adalah pendekatan yang didasarkan pada keyakinan bahwa mengajar terdiri dari keterampilan teknis dengan standar dan kompetensi yang telah ditetapkan dan diketahui untuk semua guru agar pengajarannya efektif. Pendekatan supervisi pengajaran direktif oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan pendekatan supervisi pengajaran berdasarkan kompetensi. Peran supervisor dalam menerapkan pendekatan direktif ini adalah mengimformasikan, mengarahkan, menjadi model, dan menilai kompetensi yang telah ditetapkan. Langkah-langkah dalam supervisi dengan pendekatan direktif tersebut dimulai dengan: (1) pre conference, (2) observasi, (3) analisa dan interpretasi, (4) post conference, 87 (5) post analysis, dan (6) diskusi (Sahertian. Ida Aleida Sahertian. 1990). Langkahlangkah ini yang semestinya dilakukan oleh seorang supervisor, yang dalam hal ini bisa jadi dilakukan oleh seorang pengawas terhadap guru-guru, ataupun oleh seorang kepala sekolah terhadap guru-guru dalam rangka meningkatkan kompetensinya dalam mengajar. Pre conference dilakukan oleh supervisor untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan dapat memilih permasalahan apa yang dihadapi oleh guru-guru, sehinggga seorang mengetahui dan mempunyai masalah apa saja yang akan diobservasinya, yangn lebih lanjut akan dapat menetapkan tindakan apa yang akan dapat dilaksanakan. Observasi, pada tahap ini supervisor berada di dalam kelas dan mengadakan observasi. Dalam melaksanakan observasi tersebut seorang supervisor mengamati perilaku siswa dari awal sampai akhir pelajaran. Untuk lebih mudahnya dalam melakukan supervisi alat yang berupa cheklist dapat digunakan, dan sudah tentunya berbagai perilaku siswa lainnya yang dianggap perlu juga dapat dan perlu dicatat. Analisa dan interpretasi, data yang didapat dalam melakukan observasi dibuatkan semacam tabulasi data tentang perilaku siswa, sehingga lebih lanjut data tersebut dapat dianalisis sehingga dapat diambil suatu kesimpulan terhadap perilaku siswa tersebut. Kesimpulan dari hasil analisis tersebut akan dapat menyimpulkan bahwa bisa jadi perilaku siswa tersebut bisa positif ataupun negatif. Dalam proses pembelajaran selanjutnya berbagai perilaku negatif siswa tersebut perlu diperbaiki. Berdasarkan pada hasil analisis data observasi tersebut akan dapat disimpulkan bahwa guru tersebut sering mengalami kesulitan dalam menghadapi perilaku siswa, dan kondisi ini sangat perlu harus diberitahukan dan diketahui oleh guru. Post conference, dalam kegiatan ini supervisor dengan guru kembali membahas cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh guru, membuat rencana pembelajaran 88 sebagai perbaikannya yang akan didemonstrasikan oleh pengawas, menetapkan jadwal observasi berikutnya setelah demonstrasi. Post analysis, dalam kegiatan ini dilaksanakan kembali evaluasi terhadap penerapan berbagai contoh yang telah diberikan dan dilakukan oleh supervisor dalam melaksanakan demosntrasi mengajar, yang lebih lanjut akan dicontoh dan dilaksnakan oleh guru. Kemudian lebih lanjut menetapkan program yang akan diambil pada masamasa berikutnya. Diskusi, sebagai langkah terakhir dari pendekatan direktif ini, maka dibahas beberapa hal, (1) menjelaskan masalah-masalah guru sehingga dapat dipahami dengan jelas, (2) menampilkan ide-ide tentang informasi yang seharusnya dikumpulkan dan bagaimana mengumpulkannya, (3) mengarahkan dan memberi petunjuk kepada guru mengenai usaha apa yang diperlukan sesudah terkumpul dan dianalisa, (4) mendemontrasikan kepada guru bagaimana mengajar yang baik, agar guru mau saling mengunjungi dalam mengajar, (5) menstandarkan tolak ukur yang digunakan untuk dasar perbaikan, dan (6) meyakinkan atau menguatkan dengan berbagai cara untuk memberikan dorongan psychologis. (Sahertian. Ida Aleida Sahaertian. 1990). Kemudian Bafadal (1992) menguraikan bahwa secara umum langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang pengawas dalam mlaksanakan supervisi adalah mencakup 10 langklah. Langkah-langkah yang dimaksudkan dapat dilihat seperti yang terdapat dalam gambar bagan di bawah ini. 89 Bagan Langkah-langkah Secara Umum dalam Pelaksanaan Supervisi Pengajaran. 1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. Pemecahan Masalah 6. Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatan G 1-4 Tidak langsung s 5-7 Kolaboratif 8-10 Langsung Apabila gambar bagan perilaku pengawas tersebut lebih dicermati, maka akan tampak perilaku supervisi pengajaran tersebut terbentang dalam satu garis kontinum. Semakin ke kanan tanggungjawab supervisor semakin kecil. Untuk lebih mudahnya dapat memahami langkah-langkah pendekatan supervisi pengajaran direktif dapat dibuatkan bagan sebagai berikut di bawah ini. 90 PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN DIREKTIF 1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. Pemecahan Masalah 6. Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatan S g Keterangan: Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang besar, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Memastikan apa yang harus 2. Mempresentasikan ide dilakukan. 4. Mendemonstrasikan 5 Menetapkan Standar 6. Menggunakan insentif Sosial dan material. b. Supervisi Pengajaran Kolaboratif. Supervisi kolaboratif adalah pendekatan yang didasarkan atas asumsi bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah, dalam pendekatan ini ada dua orang atau lebih orang ikut serta mengemukakan sebuah hipotesis sebuah masalah, eksperimen, dan mengimplementasikan strategi mengajar itu, yang dianggap lebih relevan dengan lingkungan sendiri. Peran supervisor membimbing ke proses pemecahan masalah, para anggota aktif dalam interaksi dan menjaga agar guru tetap memusatkan perhatiannya pada masalah mereka. Penerapan pendekatan supervisi kolaboratif ini oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga supervisi klinis. 91 Dalam pendekatan kolaboratif supervisor dan guru merupakan teman sejawat dalam memecahkan masalah-masalah pengajaran di kelas. Masalah-masalah tersebut seringkali dipusatkan pada: (1) kesadaran dan kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas mengajar, (2) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam mengajar, yang meliputi keterampilan dalam menggunakan variasi dalam mengajar dan menggunakan stimulus, keterampilan dalam melibatkan siswa dalam proses belajar, serta keterampilan dalam mengelola kelas dan disiplin siswa. Dalam melaksanakan supervisi dengan menggunakan pendekatan kolaboratif sebaiknya melalui lima langkah, yaitu: (1) pembicaraan praobservasi, (2) melaksanakan observasi, (3) melakukan analisis dan menetapkan strategi, (4) melaksanakan pembicaraan tentang hasil supervisi, dan (5) melakukan analisis setelah pembicaraan. Pelaksanaan pembicaraan praobservasi disebut juga engan istilah pembicaraan pendahuluan. Dalam tahap ini supervisor dan guru bersama-sama membicarakan rencana keterampilan apa yang akan diobservasi atau dicatat. Pada tahap ini memberikan kesempatan kepada supervisor dan guru untuk mengientifikasi keterampilan mana yang memerlukan perbaikan. Keterampilan yang dipilih kemudian dioperasionalkan dalam bentuk rumusan tingkah laku yang dapat diamati. Dalam pertemuan ini pula dibicarakan dan ditentukan jenis data apa ang akan dicatat selama pembelajaran berlangsung. Dalam pembicaraan praobservasi ini memerlukan komunikasi terbuka, sehingga tercipta ikatan kolegial antara supervisor dan guru yang harmonis. Terdapat lima masalah yang harus dicermati dalam pembicaraan pendahuluan ini, yaitu: menciptakan suasana yang akrab antara supervisor dengan guru, meneliti ulang rencana pelajaran serta tujuan pelajaran, mencermati kembali komponen keterampilan yang akan dilatihkan dan diamati, memilih 92 dan mengembangkan instrumen observasi, dan membicarakan bersama untuk mendapatkan kesepakatan tentang instrumen observasi yang dipilih. Pada tahap pelaksanaan observasi ini guru melakukan latihan dalam tingkah laku mengajar tertentu yang telah dipilih. Di sisi lain sementara guru berlatih, maka supervisor mengamati dan mencatat tingkah laku siswa, guru, interaksi antara guru dan siswa. Supervisor mengadakan analisis terhadap hasil catatan-catatan observasi di kelas. Tujuannya adalah mengartikan data yang diperoleh dan selanjutnya merencanakan pertemuan dengan guru untuk menususn strategi pembelajaran selanjutnya. Dalam melakukan analisis, supervisor harus menggunakan kategorisasi perilaku mengajar dan melihat data yang dikumpulkan itu atas kategori yang ditetapkan. Pembicaraan tentang hasil analisis ini adalah untuk memberikan balikan kepada guru dalam memperbaiki perilaku mengajarnya. Ada beberapa langkah yang dilakukan dalam tahapan ini, yaitu: (1) menayakan perasaan guru secara umum, atau kesan umum guru ketika ia mengajar serta memberi penguatan, (2) mengamati kembali tujuan pembelajaran, (3) mencermati keterampilan serta perhatian utama guru, (4) menanyakan perasaan guru tenang jalannya pengajaran berdasarkan target, (5) menunjukan hasil data rekaman dan memberi kesempatan kepada guru menafsirkan data tersebut, (6) menginterpretasikan data rekaman secara bersama, (7) menanyakan perasaan guru setelah melihat rekaman data tersebut, (8) menyimpulkan hasil dengan melihat apa yang sebenarnya merupakan keinginan atau target guru dan apa sebernarnya yang telah terjadi dan dicapai, dan (9) menentukan secara bersama-sama dan mendorong guru untuk merencanakan hal-hal yang perlu dilatih atau diperhatikan pada kesempatan berikutnya. Lagkah yang terakhir dari pelaksanaan supervisi kinis tersebut adalah analisis sesudah pembicaraan. Dalam tahap ini supervisor haus meneliti ulang apa yang telah yang 93 telah dilakukan dalam menetapkan kriteria perilaku mengajar yang ditetapkan dalam praobservasi dan kriteria yang dipakai dalam melakukan observasi. Di samping itu, perlu dibicarakan hasil evaluasi diri tentang keberhasilan supervisor dalam membantu guru. Kegiatan ini akan mudah dilakukan apabila supervisor mempunyai catatan yang lengkap tentang proses kegiatan yang dilakukan, kalau mungkin sebaiknya direkam dengan video. Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di bawah ini. PENDEKATAN SUPERVISI PENGAJARAN KOLABORATIF. 1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. Pemecahan Masalah 6. Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatan s G Keterangan: Pengawas (Supervisor) dan guru mempunyai tanggungjawab yang sama tau seim-bang, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mempresentasikan 2. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 3. Mendengarkan 4. Mengajukan alternativ pemecahan masalah. 5. Negoisasi 94 c. Supervisi Pengajaran Nondirektif Supervisi nondirektif berasumsi bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi dimana individu pada akhirnya harus menemukan pemecahan masalah sendiri untuk memperbaiki pengalaman murid di dalam kelas. Peran supervisor adalah mendengarkan, tidak memberikan pertimbangan, membangkitan kesadaran sendiri dan mengklarifikasikan pengalaman guru (Glickman. 1990). Supervisi nondirektif ini oleh Sutjipto dan Raflis Kosasi (1999) disebut juga dengan nama pendekatan humanistik. Pendekatan non direktif ini timbul dari keyakinan bahwa guru tersebut tidak dapat diperlakukan sebagai alat semata-mata dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar. Dalam proses pembinaan guru mengalami perkembangan secara terus menerus, dan program supervisi harus dirancang untuk mengikuti perkembangannya. Tugas supervisor adalah membimbing guru-guru sehingga makin lama guru makin dapat berdiri sendiri dan berkembang dalam jabatannya dengan usaha sendiri. Belajar dilakukan melalui pemahaman tentang pengalaman nyata yang dialami secara real. Dengan demikian guru harus mencari sendiri pengalaman itu secara aktif. Dorongan dapat berasal dari yang bersifat fisiologis yang kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi dorongan yang bersifat dari dalam atau internal, yaitu karena guru-guru merasa bahwa belajar merupakan kewjiban yang harus dilakukan dalam tugasnya. Supervisor percaya bahwa guru mampu melakukan analisis dan memecahkan masalah yang dihadapinya dalam tugas mengajarnya. Guru merasakan adanya kebutuhan bahwa ia harus berkembang dan mengalami perubahan, dan ia bersedia mengambil tanggungjawab terjadinya dalam perubahan tersebut. Supervisor hanya befungsi sebagai fasilitator dengan menggunakan struktur formal sekecil mungkin. 95 Supervisor yang menggunakan pendekatan ini di dalam melaksanakan supervisi tidak ditunut untuk menggunakan format yang standar, tetapi agar dissuaikan dengan kebutuhan guru. Bisa jadi kegiatan supervisi tersebut hanya terbatas melakukan observasi saja tanpa dilanjutkan dengan melakukan analisis dan interpretasi, atau bisa jadi hanya melakukan komunikasi yang berupa mendengar penjelasan guru tanpa memberi sumber bahan belajar yang diminta guru. Walaupun secara umumnya dapat disebutkan bahwa pelaksanaan supervisi pengajaran dengan pendekatan non direktif tersebut ada tiga langkah, tetapi dapat secara lebih teknis dirinci sebagai berikut di bawah in. a. Pembicaraan awal, pada saat ini supervisor memancing apakah dalam mengajarnya guru tersebut mengalami masalah. Pembicaran tersebut dilakukan secara informal. Jika dalam pembicaraan tersebut guru tidak memerlukan bantuan, maka proses supervisi akan berhenti. b. Observasi. Jika guru perlu, maka supervisor mengadakan observasi kelas. Dalam melaksanakan observasi tersebut supervisor duduk di belakang tanpa menggunakan catatan-catatan, supervisor hanya mengamati kegiatan kelas. c. Analisis dan interpretasi. Setelah observasi dilakukan, supervisor kembali ke kantor memikirkan kemungkinan kekeliruan guru dalam melakasanakan proses belajarnya. Jika menurut supervisor, guru telah menemukan jawabannya maka supervisor tidak tidak perlu memberikan bantuannya. Apabila diminta oleh guru supervisor hanya menjelaskan dan melukiskan keadaan kelas tanpa dilengkapi dengan penilaian. Supervisor kemudian menanyakan kepada guru, apakah memerlukan saran, dan memberikan kesempatan untuk mencoba cara lain yang diperkirakan oleh guru lebih baik. 96 d. Pembicaraan akhir. Jika perbaikan telah dilakukan, pada periode tertentu guru dan supervisor mengadakan pembicaraan akhir, mengenai apa yang sudah dicapai oleh guru, dan menjawab pertanyaan kalau ada guru yang masih memerlukan bantuan lagi. e. Laporan. Laporan disampaikan secara deskriptif dengan interpretasi berdasarkan penilaian supervisor. Laporan ini ditulis untuk guru, kepala sekolah, atau atasan kepala sekolah untuk perbaikan di masa selanjutnya. Untuk dapat lebih mudahnya memahami langkah-langkah dari pendekatan supervise pengajaran yang bersifat kolaboratif, maka dapat digambarkan dalam sebuah bagan sebagai berikut di bawah ini PENDEKKATAN SUPERVISI PENGAJARAN NONDIREKTIF 1. Mendengarkan 2. Klarifikasi 3. Mendorong 4. Presentasi 5. Pemecahan Masalah 6. Negoisasi 7 Demontrasi 8. Memastikan tindakan 9. Standarisasi 10. Penguatan G s Keterangan: Pengawas (Supervisor) mempunyai tanggungjawab yang lebih kecil dari guru, dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Mendengarkan 2. Mendorong 3. Klarifikasi (Mengajukan pertanyaan) 4. Pemecahan Masalah 5. Memastikan Tindakan. 97 F. Pengembangan Prencanaan Program Supervisi Pendidikan Dari uraian kompetensi supervisi akademik dan supervisi manajerial terutama pengawas Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah tersebut dapat diketahui bahwa supervisi pendidikan mencakup aspek-aspek pengawasan supervisi akademik yang dalam pelaksanaan supervisi akademik tersebut mencakup aspek-aspek monitoring dan membim-bing guru dalam menyusun silabus tiap mata pelajaran dalam rumpun mata pelajaran yang relevan, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan, membimbing guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), membimbing guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, laboratorium atau lapangan, membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembangkan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran, memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi. Demikian pula supervisi manjerial adalah mencakup aspek-aspek pembinaan dan monotoring kepala sekolah dalam pengelolaaan dan administrasi satuan pendidikan, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan konseling di sekolah, membimbing guru dalam menyusun silabus, membimbing guru dalam memilih dan menggu-nakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang dapat mengembangkan potensi siswa melalui mata pelajaran, membina kepala sekolah dan guru dalam melaksanakan bimbingan dan konseling, mendorong guru dan kepala sekolah dalam merefleksikan hasil-hasil yang dicapainya untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya, memantau pelaksanaan standar nasional pendidikan, dan membantu kepala sekolah dalam mempersiapkan akreditasi. Dalam upaya pengembangan prencanaan program supervisi akademik dan supervisi manajerial tersebut seorang pengawas dituntut untuk mampu mengembangkan 98 beberapa program perencanaan, seperti rencana program kepengawasan akademik dan rencana kepengawasan manajerial, rencana program tahunan, dan rencana program semester. Demikian pula semua jenis rencana program tersebut di dalamnya supaya mencakup: (1) aspek masalah, (2) Tujuan, (3) indikator, keberhasilan, (4) strategi/metode kerja (teknik supervisi yang digunakan), (5) sekenario kegiatan, (6) sumber biaya, (7) penilaian dan instrumen, dan (8) rencana tindak lanjut. Beberapa jenis rencana program kepengawasan tersebut dapat dilihat dalam beberapa tabel seperti contoh di bawah ini. a. Rencana Program Kepengawasan Akademik Rencana prgram kepengawasan akademik mencakup masalah yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas. Rencana Program Kepengawasan Akademik (RKA) No Aspek yang disupervisi Semester/Tahun Sekolah sasaran Skor (Yang diisi pengawas). 1 2 3 Rata-rata skor b. Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM) Rencana prgram kepengawasan manajerial mencakup masalah yang akan disupervisi, waktu pelaksanaan dalam semester berapa, tahun berapa, sekolah yang disupervisi, dan skor rata-rata yang diberikan oleh pengawas. 99 Rencana Program Kepengawasan Manajerial (RKM) No Aspek yang disupervisi Semester/Tahun Sekolah sasaran Skor (Yang diisi pengawas). 1 2 3 Rata-rata skor c. Rencana Program tahunan Rencana program tahunan dan semster berisi no, jenis sarana, tahun/semester pelaksanaan, jumlah sekolah, dan skor yang akan diisi oleh pengawas. Rencana Program tahunan No Jenis rencana Tahun Jumlah sekolah binaan Skor yang diisi oleh pengawas Rencana Program Semeteran No Jenis rencana Semester Jumlah sekolah binaan Skor yang diisi oleh pengawas Di samping menyusun rencana program kepengawasan dengan beberapa jenisnya seperti yang telah diuraikan di atas, pengawas dituntut juga untuk melaporkan hasil kepengawasan yang dilakukannya tersebut. Demikian juga pelaporannya dilakukan secara tertulis dengan mengikuti suatu penulisan yang sistematikannya mengikuti suatu prosedur dan langkah tertentu. Sistematika penulisan laporan tersebut meliputi komponen sebagai berikut di bawah ini. 100 SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN KEPENGAWASAN Bab. I Pendahuluan a. Latar belakang masalah b. Fokus masalah c. Tujuan dan sasaran pengawasan. d. Ruang lingkup pengawasan. Bab. II Kerangka Berpikir dan Pemecahan Masalah Bab. III Pendekatan dan Metode Bab. IV Hasil Pengawasan a. Hasil Pengawasan b. Pembahasan Hasil Bab. VI Penutup a. Simpulan. b. Saran. G. Rangkuman Dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen khususnya fungsi pengawasan di sekolah dikenal dengan istilah supervisi pendidikan. Istilah supervisi dalam bidang pendidikan secara nasional mulai diperkenalkan sejak tahun 1975 bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum 1975. Kemudian dalam perkembangannya pada setiap pergantian kurikulum, supervisi dianggap sebagai bagian dari pelengkap pedoman kurikulum. Supervisi pendidikan pada awalnya lebih bersifat umum karena dilakukan untuk memonitor berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah. Kemudian dalam perkembangannya konsepsi supervisi lebih ditekankan kepada perbaikan proses belajar 101 mengajar guru, sehingga para ahli membagi supervisi menjadi supervisi umum yang ditujukan pada penunjang keberhasilan proses belajar mengajar, seperti sarana dan parasarana dan lingkungannya yang berupa gedung, ruang kelas, media, alat-alat pelajaran, kafetaria, dan transfortasi yang tidak bersifat administratif, dan supervisi pengajaran yang bersifat khusus untuk membantu guru dalam bidang studi tertentu, oleh karena itu maka fungsi supervisor tersebut adalah sebagai mitra guru, inovator, konselor, motivator, kolaborator, evaluator serta konsultan guru dalam meningkatkan proses belajar mengajarnya. Ada dua tujuan yang harus diwujudkan dari supervisi pendidikan itu, yaitu: (1) perbaikan atau peningkatan pembelajaran, dan (2) peningkatan mutu pendidikan. Dalam perkembangan selanjutnya supervisi kemudian lebih memfokus pada kegiatan PBM, sehingga supervisi diberikan pengertian sebagai layanan yang diberikan kepada guru, yang hasil akhirnya adalah untuk peningkatan atau perbaikan pengajaran guru, pembelajaran murid, dan perbaikan kurikulum. Dengan demikian nilai supervisi terletak pada perkembangan dan perbaikan situasi belajar mengajar yang direfleksikan pada perkembangan para siswa. Sehubungan dengan tujuan, manfaat dan nilai dari supervisi pendidikan menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, oleh karena itu untuk dapat efektif dan efisiennya pelakasanaan supervisi tersebut maka seorang supervisor tersebut dituntut untuk memiliki kompetensi teretentu, memiliki pemamaham dan menerapkan berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan supervisi pendidikan. Supervisor yang memiliki kompetensi, memiliki pemamaham tentang berbagai prinsip, teknik, metode, dan pendekatan supervisi akan dapat menyusun rencana program kegiatan pembinaan dan akan lebih berhasil dalam melakukan pembinaan terhadap guru. 102 H. Evaluasi 1. Jelaskan hakekat supervisi pendidikan!. 2. Jelaskan perkembangan supervisi pendidikan di Indonesia!. 3. Jelaskan tujuan supervisi pendidikan!. 4. Jelaskan prinsip-prinsip supervisi pendidikan !. 5. Jelaskan mana yang baik menurut pendapat anda metode supervisi pendidikan langsung atau tidak langsung!. 6. Analisis mengapa dalam melaksanakan supervisi pendidikan sebaiknya menggunakan teknik individual? 7. Analisis kapan sebaiknya menerapkan pendekatan kolaborati, nondirektif dan direktif dalam melakukan supervisi akademik pendidikan !. 8. Buatlah suatu rencana program pembinaan supervisi akademik dan supervisi manajerial untuk satu semester!. 103 BAB. VI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SEBAGAI UPAYA DALAM PENGEMBANGAN JABATAN KARIR PROFESI TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian pelatihan Dapat menjelaskan pengertian pelatihan Memahami sasaran, tujuan dan manfaat Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan pelatihan manfaat pelatihan Memahami jenis, jenjang, dan strategi Dapat menjelaskan jenis, jenjang, dan strapelatihan. tegi pelatihan. Memahami langkah-langkah dalam meran- Dapat menyusun suatu rancangan suatu cang suatu program pelatihan. program pelatihan dengan langkah-langkah yang benar. B. Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Dilihat dari istilah pendidikan dan pelatihan maka istilah tersebut terdiri dari dua kata yaitu kata pendidikan dan kata pelatihan. Kata pendidikan dan kata pelatihan dalam beberapa kekepustakaan dijelaskan memiliki pengertian yang tidak sama atau dengan kata lain memiliki pengertian sendiri-sendiri. Demikian pula terdapat kepustakaan yang lainnya menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah merupakan satu istilah atau dengan kata lain memiliki mengertian yang satu. Untuk dapat memahami secara lebih jelasnya tentang perbedaan pengertian pendidikan dan pelatihan tersebut maka dalam uraian selanjutnya akan dicoba dijelaskan secara lebih lengkap dengan mengutip beberapa pendapat, seperti yang dikemukakan oleh Atmodiwirio (2002) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah pembelajaran yang 104 dipersiapkan untuk meningkatkan pelaksanaan pekerjaan pada masa yang akan datang atau meningkatkan seseorang untuk dapat menerima tanggungjawab dan atau tugas-tugas baru. Ada juga pendapat yang menyatakan pendidikan tersebut adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan pengertian teoritis baik pengetahuan umum maupun pengetahuan yang berkaitan dengan bisnis umumnya dan yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya termasuk di dalamnya keterampilan di dalam mengambil keputusan (Gorda. 2006). Demikian pula dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional memberikan pengertian pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dari beberapa pengertian pendidikan tersebut terkesan bahwa konsep pendidikan tidak hanya terbatas pengertiannya pada lingkup organisasi pekerjaan tetapi juga termasuk organisasi pendidikan. Pendidikan dianggap lebih luas lingkupnya dari pada pelatihan, karena pendidikan yang dimaksudkan mencakup pendidikan formal seperti pendidikan di sekolah, akademi maupun di perguruan tinggi. Bertitik tolak dari pengertian pendidikan sebagai lingkup organisasi pekerjaan juga terkesan ada kemungkinan dua makna yang terkandung dalam konsep pendidikan, yaitu (1) suatu pekerjaan tertentu harus diisi pada jangka waktu yang pasti, dan (2) suatu pekerjaan tertentu yang harus diisi dalam jangka waktu yang tidak pasti atau di masa yang akan datang. Pendidikan dianggap sebagai suatu alat perentang respon karyawan ketimbang pengurangan. Pendidikan 105 menunjukkan suatu perluasan individu sehingga dia dapat dipersiapkan untuk menilai berbagai stituasi dan memilih respon yang paling tepat. Di sisi yang lain pelatihan diberikan pengertian sebagai suatu proses di mana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan organisasi (Mathis dan Jackson. 2000). Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan keterampilan di dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab (Gorda. 2004). Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan (Simamora. 2004). Pelatihan terdiri dari serangkaian aktifitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian atau pengetahuan tertentu. Program pelatihan mengajarkan kepada para peserta bagaimana menunaikan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Dalam pelatihan juga diciptakan lingkungan di mana para karyawaan dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berhubungan dengan pekerjaan. Pelatihan terfokus pada penyediaan keahlian khusus bagi para karyawan atau membantu para karyawan membenahi kerja mereka, oleh karena itu pelatihan pada umumnya dilaksanakan melalui pendidikan non formal kursus-kursus singkat, penataran, lokarkarya, dan on the job training. Dengan demikian ada atau terdapat kedekatan pengertian antara pendidikan dan pelatihan, yaitu sama-sama dalam rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilan karyawan atau pegawai negeri. Berangkat dari pengertian pendidikan dan pelatihan seperti yang sudah dijelaskan di atas maka kedekatan pengertian antara pendidikan dan pelatihan tersebut dalam 106 peraturan pemerintah No.101 tahun 2000 tentang pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai negeri sipil malah justru dijadikan satu atau disatukan menjadi pendidikan dan pelatihan yang sealanjutnya disebut dengan istilah Diklat. Demikian pula kemudian diklat tersebut diberikan pengertian sebagai proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Kemudian ada juga pendapat yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan adalah suatu program kesempatan belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi memperbaiki penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu jabatan tertentu (Wahjosumidjo.1999). Jadi bertitik tolak dari beberapa pengertian tentang pendidikan dan pelatihan tersebut, tampaknya pelatihan harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan pengembangan karier pegawai. Pendidikan dan pelatihan harus menjadi suatu program yang berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya dalam mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam pendidikan dan pelatihan seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau metode penyampaian yang baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan, diskusi, seminar konferensi, role playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya. Sebagai bahan kajian maupun untuk memperluas wawasan tentang pengertian pendidikan dan pelatihan tersebut maka di bawah ini dikutipkan beberapa pengertian pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: 1. Lembaga Administrasi Negara. Pendidikan dan pelatihan jabatan pegawai negeri yang selanjutnya disebut pendidikan dan pelatihan adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka untuk meningkatkan kemmampuan pegawai negeri sipil dalam melaksanakan jabatannya. 107 2. Leonard Nadler. Pendidikan dan pelatihan adalah pengalaman pembelajaran yang disiapkan oleh organisasi untuk meningkatkan kinerja pegawai pada saat sekarang. 3. Dugan Laird. Pendidikan Pelatihan adalah akuisisi teknologi yang membuat seseorang pegawai dapat melaksanakan standar. Pendidikan dan pelatihan adalah suatu pengalaman, suatu displin atau kesadaran yang menyebabkan seseorang menerima sesuatu yang baru tentang perilaku sebelumnya. 4. Te Trainer’s Library. Pendidikan pelatihan adalah seluruh kegiatan yang didesaian untuk membantu meningkatkan pegawai memperoleh pengetahuan, keterampilan dan meningkatkan sikap, perilaku yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik yang sekarang menjadi tanggungjawabnya sehingga tujuan oraganisasi dapat dicapai. 5. Francesco Sofo. Pendidikan pelatihan sebagai adopsi peran seseorang membantu orang lain, kelompok dan organisasi untuk belajar dan hidup, peningkatan fungsi manusia dan organisasi yang berkelanjutan tentang orang, belajar an bagaimana belajar (Atmodiwirio. 2002) C. Tujuan, Sasaran dan Manfaat Pendidikan dan Pelatihan Tujuan pendidikan dan pelatihan dalam beberapa buku kepustakaan dirumuskan dengan cara yang berbeda-beda. Atmodiwirio (2002) menyatakan bahwa tujuan pendidikan dan pelatihan pada umumnya adalah: (1) Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan pegawai negeri sipil kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan pemerintah Republik Indonesia, (2) Menanamkan kesaamaan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensif untuk melaksanakan tugas umum pemerintah dan pembangunan, (3) Memantapkan semangat pengabdian yang berorientasi kepada pelayanan, pengayoman, dan pengembangan partisipasi masyarakat, (4) Meningkatkan 108 pengetahuan, keahlian atau keterampilan serta pembentukkan sedini mungkin kepribadian pegawai negeri sipil, dan (5) Kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik. Kemudian Simamora (2004) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan pada intinya adalah: (1) memperbaiki kinerja, karyawan-karyawan yang bekerja secara tidak memuaskan karena kekurangan keterampilan merupakan calon utama peserta pelatihan, (2) memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi, melalui pelatihan, pelatih memastikan bahwa karyawan dapat mengaplikasikan teknologi baru secara efektif, (3) mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan baru agar kompeten dalam pekerjaan, (4) membantu memecahkan masalah operasional. Para manajer harus mencapai tujuan mereka dengan kelangkaan dan kelimpahan sumber daya, kelangkaan sumber daya financial dan sumberdaya teknologi manusia, (5) mempersiapkan karyawan untuk promosi. Salah satu cara untuk menarik, menahan, dan memotivasi karyawan adalah kosisten dengan kebijakan sumberdaya manusia untuk promosi dari dalam, pelatihan unsur kunci dari dalam system pengembangan karir, (6) mengorientasikan karyawan terhadap organisasi, dan (7) memenuhi kebutuhan partumbuhan pribadi (Simamora. 2004). Kemudian Dharma (2003) menjelaskan bahwa tujuan pelatihan adalah meningkatkan kemampuan karyawan melakukan pekerjaannya dengan lebih baik. Memperhatikan beberapa pendapat yang berkaitan dengan tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut bahwa dapat dipahami bahwa sesungguhnya pendidikan dan pelatihan tersebut tidak hanya berkaitan dengan pengembangan sumberdaya manusia yang memegang jabatan sebagai pegawai negeri sipil, tetapi juga termasuk semua karyawan di luar pegawai negeri sipil, apakah karyawan di perusahan dan semua industri pada umumnya, dengan kata lain semua sumberdaya manusia perlu mendapat pendidikan dan 109 pelatihan. Lebih dari itu apabila rumusan dari tujuan pendidikan dan pelatihan tersebut terkesan berbeda-beda juga disebabkan oleh dipengaruhi dan ada hubuhgannya dengan jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang dijadikan dasar atau sebagai titik pandang mengkajinya, karena di dalam membahas pendidikan dan pelatihan sebagai pengembangan sumberdaya manusia tersebut bisa dilihat dari metode, strategi, ataupun jenis-jenisnya cukup banyak. Dalam hubungan dengan metode pendidikan dan pelatihan Tovey yang dikutif oleh Irianto (2001) menjelaskan ada beberapa metode pelatihan, seperti: 1. Brainstorming adalah merupakan sutau metode pendidikan dan pelatihan yang digunakan untuk mengembangkan ide tentang sesuatu topik atau untuk membangun ide-ide yang sebelumnya telah digagaskan. Di dalamnya menggunakan suatu aturan utama yaitu semua partisipan harus secara kritis merespon semua ide yang diberikan dalam pelatihan dan tidak begitu saja menerima atau membenarkan. 2. Buzz group, sekelompok kecil peserta diberi topik tertentu untuk mendiskusikan secara intensif dan setiap kelompok harus membuat rekomendasi atau keputusan tentang topik atau masalah yang telah diberikan. 3. Case studies, menyajikan suatu masalah untuk dipecahkan oleh seluruh peserta. Biasanya disajikan dalam format tercetak, namun tidak selalu harus seperti demikian. Kadang-kadang bedasarkan suatu kondoisi kehidupan nyata. Dirancang untuk selalu terakit dengan masalah dan isu yang berasosiasi dengan masalah-masalah keseharian. 4. Computer managed learning, pembelajaran yang disajikan melalui perangkat computer dan dinilai oleh computer itu sendiri yang kemudian memberi umpan balik kepada mereka. 110 5. Critical incidents jenis studi kasus yang melihat kejadian atau fakta siatuasi kehidupan nyata secara kritis dimana pelatih atau peserta pernah mengalaminya. 6. Demonstration, pelatih mengilustrasikan sebuah contoh tentang masalah tertentu seperti bagaimana melakukan pemecahan masalah kecelakaan kerja atau bagaimana melaksanakan undang-undang perburuhan. 7. Discussion, adalah dialog dua arah antara pelatih dan peserta. Dapat juga dilakukan antar peserta. Pelatih biasanya memfasilitasi diskusi sehingga tetap dekat dengan peserta untuk menjelaskan segala sesuatu yang perlu ditanyakan. 8. Field trip and visits, suatu kunjungan ke tempat tertentu pada kondisi tertentu seperti rumah sakit, pengadilan, atau tempat-tempat peraktik yang lainnya. 9. Fishbowls suatu cara dalam mendiskusikan masalah tertentu, terdiri dari peserta yang membentuk dua lingkaran, inner dan outer. Peserta dalam inner harus tetap melakukan diskusi dan peserta dalam outer kemudian bergabung dengan peserta inner untuk memberi kontribusi. 10. Games, merupakan kegiatan bersifat kompetetiti dalam berbagai bentuk permainan baik secara individual maupun kelompok bisanya dilakukan dengan waktu yang dibatasi. 11. Group discussion, diskusi antara peserta sekitar isu atau topic tertentu yang diarahkan menuju pada tujuan pemebelajaran tertentu. 12. Huddle groups, diskusi kelompok namun berbeda dalam hal waktu yang sangat dibatasi untuk secara sengaja peserta ditekan dalam membuat keputusan secepat mungkin. 111 13. Lecture, pelatih berbicara di depan peserta. Karena merupakan bentuk komunikasi satu arah, pelatih membutuhkan cara-cara atau kiat tertentu agar presentasi menarik perhatian. 14. Panel discussion, sejumlah pembicara membentuk panel dimana setiap pembicara memberikan ceramah singkat setelah itu peseta mengajukan pertanyaan. 15. Question and answer session, dapat dilakukan dalam bentuk dua cara. Pertama dapat mengajukan pertanyaaan dan peserta kemudian menjawabnya atau sebaliknya. Kadang-kadang pertanayan diberikan secara sdvance sehingga baik pelatih maupun peserta harus mencari jawaban lainnya lewat suatu penelitian misalnya. 16. Reading, pemilihan bacaan yang memberikan informasi latar belakang penting tentang suatu masalah atau informasi tertentu yang dibutuhkan. 17. Role plays, pesereta harus berpikir secara strategis. Bentuk ini dapat distrukturisasi dengan deskripsi komprehensif tentang peran atau menjadi scenario dimana peserta mengembangkan peran sesuai dengan apa yang mereka telah pelajari. 18. Simulations, hampir sama dengan case study yang mencoba memberi simulasi keadaan nyata. Acap simulasi dirancang secara cermat untuk memberi masalah pembelajaran secara spesifik dimana para peserta dapat merefeleksikan setelah selesai mengikuti program. Jenis metode ini melibatkan beberapa peralatan misalnya simulator pesawat, instruksi tertulis tentang peran dan data yang dibutuhkan untuk membuat keputusan. 19. Seminar, hampir sama dengan lecture dimana komunikasi berjalan satu arah. Biasanya merupakan bagian dari suatu program khusus namun terpusat pada topic tertentu yang dialami oleh para pelatih. 112 20. Tele-conferencing, dapat dilakukan melalui telpon, atau video interaktif, dan juga melalui satelit Lecture dan metode bentuk lainnya dapat digunakan melalui media ini. Dengan metode ini memungkinkan peserta melakukan komunikasi dua arah dengan pelatih. Sasaran dari pendidikan dan pelatihan adalah tersedianya pegawai negeri sipil yang memiliki kualitas tertentu guna memenuhi salah satu persyaratan untuk diangkat dalam jabatan tertentu (PP No.14 Tahun 1994), di sisi yang lain dalam PP No. 101 tahun 2000 mengatur bahwa yang dimaksud dengan sasaran dari pendidikan dan pelatihan adalah terwujudnya pegawai negeri sipil yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing. Demikian pula disisi yang lain pelatihan memiliki manfaat yang sangat besar, yaitu; (1) Meningkatkan kuantitas dan kualitas produktivitas, (2) Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar kinerja yang dapat diterima, (3) Membentuk sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, (4) Memenuhi kebutuhan perencanaan sumberdaya manusia, (5) Mengurangi frekuensi dan biaya kecelakaan kerja, dan (6) Membantu karyawan dalam meningkatan dan mengembangkan pribadi mereka (Simamora. 2004). Berbeda dengan Atmodiwirio (2002) menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan tersebut sangat diperlukan oleh suatu organisasi, karena memiliki berbagai manfaat diantaranya adalah: (1) Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan organisasi, organisasi membutuhkan orang-orang yang mampu melaksanakan tugas yang telah ditetapkan sesuai dengan pengertian jabatan. Untuk dapat melaksanakan jabatan itu maka orang tersebut perlu memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana melaksanakn tugas tersebut. Melalui pelatihan diharapkan kebutuhan dan kekeurangannya dapat dipenuhi, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan cepat 113 dan tepat, (2). Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pribadi, kebutuhan peribadi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari organisasi. Kebutuhan pribadi melengkapi kebutuhan organisasi. Pengembangan pribadi yang diperoleh melalui pengembangan jabatan akan memperkaya dirinya. Itulah yang disebut pengembangan karir, (3) Bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan invertasi sumberdaya manusia, diklat tak ubahnya sebagai pendidikan formal membutuhkan pengadaan biaya yang tidak sedikit. Memilih diklat sebagai suatu investasi sumberdaya manusia walaupun masih diragukan hasilnya tetap banyak perusahaan yang menugaskan tenaga-tenaga intinya untuk mengikuti diklat di dalam dan di luar negeri, dan (4) Bermanfaat bagi setiap penjabat/jenjang keangkatan. Hal ini dapat dilihat pada diklat PNS dimulai dari diklat bagi esolan I, II, III, dan IV. D. Jenis dan Jenjang, Strategi Pendidikan dan Pelatihan Ada beberapa jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat diselenggarakan oleh suatu organisasi, diantaranya adalah pendidikan dan pelatihan keahlian, pendidikan dan pelatihan ulang, pendidikan dan pelatihan fungsional silang, pendidikan dan pelatihan tim, dan pendidikan dan pelatihan kreatifitas. Secara lebih rinci untuk dapat memahami jenis pendidikan pelatihan tersebut dapat dilihat dalam pembahasan yang dilakukan oleh Simamora (2004). Pelatihan keahlian merupakan pelatihan yang sering dijumpai dalam suatu organisasi. Program pendidikan dan pelatihan relatif sederhana, kebutuhan diidentifikasi melalui penilaian yang jeli. Kriteria penilaian efektifitas pelatihan berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian. Pelatihan ulang adalah subsistem dari pelatihan keahlian. Pelatihan ulang berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian yang mereka butuhkan untuk 114 menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Umpamanya karyawan yang selama ini memakai mesin produksi yang terkomputerisasi. Pendidikan pelatihan lintas fungsional. Pada dasarnya organisasi telah mengembangkan fungsi kerja yang telah tersepesialisasi dan deskripsi pekerjaaan yang rinci. Walaupun demikian dewasa ini organisasi lebih menekankan pada multi keahlian ketimbang spesialisasi. Pelatihan karyawan dalam berbagai fungsi menjadi semakin ppopuler. Pendidikan dan pelatihan model ini melibatkan pelatihan karyawan untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dari pekerjaan yang ditugaskan. Terdapat banyak pendekatan untuk pelatihan lintas fungsional, seperti: rotasi pekerjaan dapat diupergunakan untuk memberikan suatu persepektif yang lebih luas kepada manajer dalam satu bidang fungsional, departemen dapat saling bertukar karyawan untuk periode waktu tertentu sehingga setiap karyawan mengembangkan suatu pemahaman mengenai aktivitas departemen lainnya, kemudian pelatihan adalah kolega kerja, karyawankaryawan yang berprestasi bertindak sebagai internal on-the-job trainers, dapat menolong para karyawan mengembangkan keahlian aktivitas kerja lainnya. Pelatihan tim. Dewasa ini ada gejala perlunya akan adanya peningkatan kinerja terhadap tim-tim yang ada dalam suatu organisasi. Dalam suatu organisasi pada saat ini cendrung terdapat berbagai tim, seperti tim riset, dan tim-tim yang bersifat temporer. Tim adalah sekelompok individu yang bekerjasama demi tujuan bersama. Tujuan bersama itulah sebenarnya menentukan sebuah tim, dan seandainya seorang anggota mempunyai tujuan-tujuan yang bertentangan, maka efisiensi dan efektivitas sdari suatu organisasi akan dapat terganggu. Pendidikan dan pelatihan kreativitas. Pendidikan dan pelatihan berlandaskan pada asumsi bahwa kreativitas dapat dipelajari. Ada beberapa cara untuk mengajarkan 115 kreativitas, yang semuanya berusaha mengajar dan membantu orang-orang dalam memecahkan masalah dalam kiat baru. Salah satu ancangan yang lazim diterapkan adalah brainstorming di mana para parisipan diberikan peluang untuk mengeluarkan gagasan sebebas mungkin. Setelah gagasan dianggap cukup banyak, para partisipan diminta memebrikan penilaian rasional dari segi biaya dan kelaikan. Kreativitas biasanya dianggap mempunyai dua tahap yaitu imajinatif dan praktis. Teknik brainstorming yang diikuti oleh pertimbangan rasional dari opsi yang dihasilkannya memenuhi kedua tahap tersebut. Kemudian pembahasan yang berkaitan dengan jenjang pendidikan dan pelatihan tampaknya secara lebih jelas diatur dalam dalam PP No.101 Tahun 2000 yang mengatur tentang diklat pegawai negeri sipil yaitu Diklat Struktural yang disebut dengan Diklat Kepemimpinan. Pendidikan dan pelatihan struktural ini terdiri dari: 1. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat pertama, yang selanjutnya disebut SPAMA, yaitu diklat yang dipersyaratkan kepada pegawai negeri yang terpilih memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural esolan III. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal kemampuan adminsitrasi tingkat pertama sehingga para peserta mampu memimpin dan memberikan bimbingan serta penguasaan dan keterampilan pelaksanaan pekerjaan, pengelolaan kegiatan dan program secara efektif dan efisien. 2. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat menengah, yang selanjutnya disebut dengan diklat SPAMEN, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyarakat bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural esolan II. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan 116 bekal kemampuan administrasi tingkat menengah sehingga para peserta mampu memimpin dan memberikan strategi penataan program secara efektif dan efisien. 3. Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan administrasi tingkat tinggi yang selanjutnya disebut diklat SPATI, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan untuk pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural esolan I. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal kemampuan administrasi tingkat tinggi sehingga para peserta mampu memimpin dan membina serta kedalam pola pikir dan wawasan secara terpadu dalam lingkup nasional, regional, dan internasional untuk memperkuat ketahanan nasional guna kelangsungan dan peningkatan kehidupan bangsa. 4. Pendidikan dan pelatihan administrasi umum yang disebut dengan ADUM yaitu pendidikan dan pelatihan yang mengawali pendidikan dan pelatihan struktural. Pendidikan dan pelatihan ini dipersyaratkan bagi pegawai negeri sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan esolan V dan IV. Pendidikan dan pelatihan ini memberikan bekal kemampuan administrasi dasar sehingga para peserta mampu mengenali kebutuhan organisasi dan peran instansi masing-masing dalam pemerintahan negara, serta mampu melaksanakan tugas pekerjaannya sehari-hari secara efektif dan efisien. Keempat jenis pendidikan dan pelatihan tersebut tidak saja merupakan jenjangjenjang tingkat pendidikan pelatihan tetapi sekaligus juga merupakan jenis-jenis pelatihan, dan sudah tentunya masih ada jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya, seperti pendidikan dan pelatihan fungsional, pendidikan dan pelatihan Teknis. Pendidikan dan pelatihan fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi pegwai negeri sipil yang akan dan telah menduduki jabatan 117 fungsional. Pendidikan dan pelatihan ini dapat dilakukan secar berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan. Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pelatihan yang dislenggarakan untuk memberi keterampilan dan penguasaan penegtahuan di bidang teknis tertentu kepada pegawai negeri sipil sehingga mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Jenis-jenis pendidikan dan pelatihan yang lainnya adalah penggolongan berdasarkan pada peserta pendidikan dan pelatihan, seperti pendidikan dan pelatihan calon pegawai negeri yang baru, pendidikan dan pelatihan ikatan dinas/tugas belajar, dan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan. Bahkan untuk pendidikan dan pelatihan dalam jabatan ini masih ada beberapa jenis, seperti: on the job training, vestibule, apprenticeship, intership, dan off the job training. Berbagai strategi yang dapat dilaksanakan dalam pendidikan dan pelatihan untuk pembinaan dan pengembangan profesi dan karir guru. Danim (2010) menyebutnya ada beberapa strategi, diantaranya adalah: 1. In-house training. Pelatihan dalam bentuk In-house training adalah pelatihan yang dilaksanakan secara internal di kelompok kerja guru, sekolah atau tempat lain yang ditetapkan untuk menyelenggarakan pelatihan. Strategi pembinaan melalui In-house training dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa sebagian kemampuan dalam meningkatkan kompetensi dan karir guru tidak harus dilakukan secara eksternal, tetapi dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi yang belum dimiliki oleh guru yang lain, dengan strategi In-house training diharapkan dapat lebih menghemat waktu dan biaya. 118 2. Program magang. Program magang adalah pelatihan yang dilaksanakan di dunia kerja atau industri yang relevan dalam rangka meningkatkan kompetensi professional guru. Program magang ini diperuntukkan bagi guru dan dapat dilakukan selama periode tertentu, misalnya magang di sekolah tertentu untuk belajar manejemen kelas atau manajemen sekolah yang efektif. Program magang dipilih sebagai alternative pembinaan dengan alasan bahwa ketermapilan tertentu yang memerlukan pengalaman nyata. 3. Kemitraaan sekolah. Pelatihan melalui kemitraaan sekolah dapat dilaksanakan antara sekolah yang baik dengan sekolah yang kurang baik, antara sekolah negeri dengan sekolah swasta, dan sebagainya. Jadi pelaksanaannya dapat dilakukan di sekolah atau di tempat mitra sekolah. Pembinaan lewat mitra sekolah diperlukan dengan alasan bahwa beberapa keunikan atau kelebihan yang dimiliki mitra, misalnya di bidang manajmen sekolah atau manajemn kelas. 4. Belajar jarak jauh. Belajar melalui jarak jauh dapat dilaksanakan tanpa menghadirkan instruktur dan peserta pelatihan dalam satu tempat tertentu, melainkan dengan system pelatihan melalui internet dan sejenisnya. Pembinaan lewat belajar jarak jauh dilakukan dengan pertimbangan bahwa tidak semua guru terutama di daerah terpencil dapat mengikuti pelatihan di tempat-tempat pembinaan yang ditunjuk seperti di ibukota kabupaten atau di provinsi. 5. Pelatihan berjenjang dan pelatihan khusus. Pelatihan jenis ini dilaksanakan di lembaga pelatihan yang diberi wewenang dimana program disusun secara berjenjang mulai dari jenjang dasar, menengah, lanjut dan tinggi. Jenjang pelatihan disusun berdasarkan tingkat kesulitan dan jenis kompetensi. Pelatihan khusus disediakan berdasarkan 119 kebutuhan khusus atau disebabkan adanya perkembangan baru dalam keilmuan tertentu. 6. Kursus singkat di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan lainnya. Kursus singkat dimaksudkan untuk melatih meningkatkan kemampuan guru dalam beberapa kemampuan seperti kemmampuan melakukan penelitian tindakan kelas, menyusun karya ilmiah, merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran dan lainlain sebagainya. 7. Pembinaan internal oleh sekolah. Pembinaan internal ini dilaksanakan oleh kepala sekolah dan guru-guru yang memiliki kewenangan membina, melalui rapat dinas, rotasi tugas mengajar, pemberian tugas-tugas internal tambahan, diskusi dengan rekan sejawat dan sejenisnya. 8. Pendidikan lanjut. Pembinaan profesi guru melalui pendidikan lanjut juga merupakan alternative bagi peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru. Pengikutsertaan guru dalam pendidikan lanjut ini dapat dilaksanakan dengan memberikan tugas belajar, baik di dalam maupun di luar negeri bagi guru yang berprestasi. Pelaksanaan pendidikan lanjut ini akan menghasilkan guru-guru pembina yang dapat membantu guru-guru lain dalam upaya pengembangan profesi. E. Langkah-langkah dalam Merancang Program Pelatihan Keberhasilan suatu pelatihan dapat dilihat dari jumlah proses belajar yang terjadi dan dapat diteransfer ke dalam pekerjaan. Sering pelaksanaan suatu pelatihan tersebut tidak direncanakan, tidak terkoordinasi, dan tidak serius sihingga proses belajar akan kurang atau tidak akan terjadi. Pembelajaran justru akan sering terjadi dalam kelompokkelompok kerja informal, oleh karena karyawan dalam kelompoknya akan dapat belajar dengan karyawan yang lainnya. Oleh karena itu maka suatu pelatihan perlu dirancang 120 dengan baik dan dengan menggunakan suatu pendekatan yang sistematis. Menurut Mathis dan Jackson (2002) dalam merancang suatu pelatihan tersebut terdiri dari tiga tahap dan beberapa komponen yang perlu dilakukan. Pertama adalah tahap yang disebut dengan tahap penilaian. Dalam tahap ini perencana akan menetapkan kebutuhan pelatihan dan mengidentifikasi, memerinci tujuan pelatihan. Beberapa hal yang dilakukan dalam menetapkan kebutuhan agar tujuan pelatihan tersebut adalah dengan menganalisis kondisi organisasi, analisis tugas karyawan, analisis individu karyawan serta menetapkan prioritas tujuan pelatihan. Kedua tahap implementasi, dengan menggunakan hasil penilaian, implementasi pelatihan dapat dilakukan. Dalam implementasi pemilihan pelatihan tersebut penting dipertimbangkan apakah bersifat khusus atau umum, pendekatan apa yang digunakan mengingat ada beberapa pendekatan, pengaturan metode, ruang kelas, materi belajar, dan tahap ketiga adalah evaluasi, dalam tahap ini memfokus pada bagaimana pencapaian dari tujuan pelatihan. F. Rangkuman Pelatihan adalah suatu proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai negeri sipil. Pelatihan adalah suatu program kesempatan belajar yang direncanakan untuk menghasilkan anggota staf … demi memperbaiki penampilan seseorang yang telah mendapatkan tugas menduduki sesuatu jabatan tertentu. Jadi pelatihan tersebut, harus meningkatkan pelaksanaan tugas dan pengembangan karier pegawai. Pelatihan harus menjadi suatu program yang berkelanjutan atau paling tidak merupakan suatu bagian dari kehidupan dan upaya dalam mencapai tujuan organisasi yang perlu dilakukan secara berulang. Dalam pelatihan seharusnya juga dipergunakan metodelogi dan system atau metode penyampaian yang 121 baru yang bisa dilakukan dengan metode studi lapangan, diskusi, seminar konferensi, role playing, simulasi, studi kasus, dan sebagainya. G. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian pelatihan !. 2. Dapat merumuskan sasaran, tujuan dan manfaat dari pelatihan ! 3. Jelaskan jenis, jenjang, dan strategi pelatihan !. 4. Susun suatu rancangan program pelatihan dengan langkah-langkah yang benar !. 122 BAB. VII PERLINDUNGAN ATAS HAK-HAK DAN PENGHARGAAN TENAGA KEPENDIDIKAN A. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaiannya Kompetensi Dasar Indikator Pencapaiannya Memahami pengertian dan beberapa Dapat menjelaskan pengertian dan bebera- dimensi perlindungan terhadap hak-hak pa dimensi perlindungan terhadap hak-hak guru. guru Memahami upaya perlindungan hukum Dapat menjelaskan upaya perlindungan hu- bagi guru. kum bagi guru Memahami asas-asas pelaksanaan perlin- Dapat menjelaskan asas-asas pelaksanaan dungan hukum bagi tenaga kependidikan. perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan. B. Pengertian dan Beberapa Dimensi Perlindungan Terhadap Hak-Hak Guru Dalam uraian-uraian terdahulu sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan tenaga kependidikan dalam buku ini hanya dibatasi pada profesi guru. Dengan demikian maka uraian tentang pengertian dan beberapa dimensi perlindungan tenaga kependidikan disini yang dimaksud adalah perlindungan terhadap profesi guru. Demikian pula yang dimaksud dengan perlindungan guru adalah usaha pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus sebagai pegawai negeri sispil dan yang bukan pegawai negeri sipil. Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan 123 hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain. Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Secara lebih terperinci perlidungan profesi guru dapat dijelaskan sebagai berikut di bawah ini: a. Penugasan guru pada satuan pendidikan harus sesuai dengan bidang keahliannya, minat dan bakatnya. b. Penetapan salah atau benarnya tindakan guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional dilakukan dengan mempertimbangkan pendapat Dewan Kehormatan Guru Indonesia. c. Penempatan dan penugasan guru didasari atas perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. Perjanjian kerja adalah perjanjian yang dibuat dan disepakati bersama antara penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru, dan Dinas Pendidikan atau Dinas Ketengakerjaan pada wilayah administratif termpat bertugas. Demikian pula yang dimaksud dengan kesepakatan kerja bersama merupakan kesepakatan yang dibuat dan disepakati bersama secara tripartit, yaitu penyelenggara dan/atau satuan pendidikan, guru dan Dinas Pendidikan atau Dinas Ketenagakerjaan pada wilayah administratif tempat gru bekerja. d. Pemberian sanksi pemutusan hubungan kerja bagi guru harus mengikuti prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan atau perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama. 124 e. Penyelenghara atau kepala satuan pendidikan formal wajib melindungi guru dan praktik pembayaran imbalan yang tidak wajar. f. Setiap guru memiliki kebebasan akademik untuk menyampaikan pandangan. g. Setiap guru kekebasan untuk: mengungkapkan ekspresi, mengembangkan kreatifitas, dan melakukan inovasi baru yang memiliki nilai tambah tinggi dalam proses pendidikan dan pembelajaran. h. Setai guru harus terbebas dari tindakan pelecehan atas profesinya dari peserta didik orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. i. Setiap guru yang bertugas di daerah konflik harus terbebas dari berbagai ancaman, tekanan, dan rasa tidak aman. j. Kebebasan dalam memberikan penilaian kepada peserta didik meliputi substansi, prosedur, instrumen penilaian, dan keputusan akhir dalam penilaian. k. Ikut menentukan kelulusan peserta didik, meliputi: penetapan taraf penguasaan kompetensi, standar kelulusan mata pelajaran atau mata pelatiuhan dan menetukan kelulusan ujian keterampilan atau kecakapan khusus. l. Kebebasan untuk berserikat dalam organisasi atau asosiasi profesi, meliputi: mengeluarkan pendapat secara lisan atau tulisan ats dasar keyakinan akademik, memilih dan dipilih sebagai pengurus organisasi atau aosiasi profesi guru dan bersikap kritis dan obyektif terhadap organisasi profesi. m. Kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan formal, meliputi: akses terhadap sumber informasi kebijakan, partisipasi dalam pengambilan kebijakan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan formal, dan memberikan masukkan dalam penentuan kebijakan pada tingkat yang lebih tinggi atas dasar pengalaman terpetik dari lapangan. 125 Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko yang lainnya. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru tersebut lebih dijelaskan sebagai berikut: a. Hak memperoleh rasa aman dan jaminan keselamtan dalam melaksanakan tugas harus mampu diwujudkan oleh pengelola satuan pendidikan formal, pemerintah dan pemerintah daerah. b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas, meliputi jaminan jaminan dari ancaman psikis dan fisik dari peserta didik, orang tua/wali peserta didik, atasan langsung, teman sejawat, dan masyarakat luas. c. Keselamatan dalammelaksanakan tugas , meliputi perlindungan terhadap: resiko gangguan keamaman kerja, resiko kecelakaan kerja, resiko kebakaran pada waktu kerja, resiko bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau resiko lain sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai ketenaga kerjaan. d. Terbebas dari tindakan resiko gangguan keamanan kerja dari peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. e. Pemberian asuaransi dan/atau jaminan pemulihan kesehatan yang ditimbulkan oleh akibat: kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja dan/atau resiko lainnya. Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Perlindungan Haki di Indonesia telah dilegitimasi 126 oleh peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-undang Merk, Undang-undang hak Paten, dan Undang-undang Hak Paten. Haki teridiri dari dua kategori, yaitu: hak cipta dan kekayaan industri. Hak kekekayaan industri meliputi paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman. Bagi guru Haki mencakup: hak cipta atas penulisan buku, hak cipta atas makalah, hak cipta atas karangan ilmiah, hak cipta atas hasil penelitian, hak cipta atas hasil penciptaan, hak cipta atas hasil karya seni maupun penemuaan dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi dan seni, serta sejenisnya, dan hak paten atas hasil karya teknologi. C. Beberapa Upaya Perlindungan Hukum bagi Tenga Kependidikan Apabila guru-guru mengalami masalah dalam dimensi perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan ketenagakerjaan, dan perlindungan Haki, guru sesuai dengan permasalahan yang dihadapinya maka dapat melakukan konsultasi, meminta bantuan mediasi, mengadakan negoisasi dan perdamaian, konsiliasi dan perdamaian, advokasi litigasi dan advokasi nonlitigasi kepada pihak-pihak yang kompeten. Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan klien yang dalam hal ini adalah guru, dengan pihak lain yang merupakan konsultan yang memberikan pendapatnya kepada guru untuk memenuhi keperluan dan kebutuhannya. Konsultan hanya bersifat memberikan pendapat hukum, sebagaimana diminta oleh guru. Keputusan mengenai penyelesaian sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak yang bersengketa meskipun adakalanya pihak konsultan dapat diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa tersebut. Konsultasi itu dapat dilakukan kepada konsultan hukum, atau pihak-pihak lain yang dapat membantu 127 menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut. Sebagai suatu contoh, misalnya seorang guru berkonsultasi dengan pengacara pada salah satu lembaga bantuan hukum, penegak hukum yang ahli, penasihat hukum dan sebagainya berkaitan dnegan masalah pembayaran gaji yang tidak layak, keterlambatan pembayaran gaji, pemutusan hubungan kerja secara sepihak, dan lain-lain. Pihak-pihak yang dimintai pendapat oleh guru pada saat berkonsultasi tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan, melainkan sebatas memberi pendapat atau saran, termasuk saran-saran atas bentuk-bentuk penyelesaian sengketa atau perselisihan yang dihadapinya. Mediasi dilakukan dengan membuat kesepakatan penyelesaian atau perbedaan pendapat secara tertulis adalah final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa untuk dilaksanakan dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis antara guru dengan penyelenggara satuan pendidikan wajib didaftarkan di pengadilan negeri dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak penandatangan, dan wajib dilaksanakan dalam waktu 30 hari sejak pendaftaran. Mediator dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (1) mediator yang ditunjuk secar bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan (2) mediator yang ditunjuk oleh lembaga arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk oleh para pihak yang bersengketa. Negoisasi, menurut pasal 6 ayat 2 Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pada dasarnya para pihak yang bersengketa dalam hal ini apabila guru dan penyelenggara satuan pendidikan memiliki sengketa berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian sengketa tersebut selanjutnya dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh kedua belah pihak. Negoisasi mirip dengan perdamaian yang diatur dalam pasal 1851 sampai dengan pasal 1854 KUH Perdata, dimana diatur perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan 128 dimana kedua kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis dan tidak di bawah ancaman. Namun demikian ada beberapa hal yang membedakan dengan negosisasi dengan perdamaian. Pada negoisasi diberikan tenggang waktu penyelesaian paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan di antara para pihakl yang bersengketa. Perbedaan yang lainnya adalah bahwa negoisasi merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di luar pengadilan sedangkan perdamian dapat dilakukan baik sebleum proses persidangan maupun setelah sidang pengadilan dilakasanakan. Pelaksanaan perdamaian dapat dilakukan di dalam atau d luar pengadilan. Konsiliasi, apabila guru memiliki persengketaan dengan penyelenggara satuan pendidikan harus diupayakan supaya membuka peluang untuk dapat dilakukan pemecahannya dengan konsiliasi. Konsiliasi tidak dirumuskan secara jelas dalam Undang-undang No 30 Tahun 1999. Konsiliasi merupakan suatu bentuk alternatif pemecahan sengketa di luar pengadilan atau suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan. Untuk mencegah dilaksanakan proses litigasi dalam setiap tingkat pengadilan yang sedang berjalan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Konsiliasi atau perdamaian tetap dapat dilakukan, dengan pengecualian untuk hal-hal atau sengketa yang telah ditetapkan oleh suatu putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Advokasi litigasi adalah merupakan pembelaan hukum yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan praktik beracara di pengadilan. Pengertian advokasi litigasi semacam ini adalah sangat sempit, padahal 129 sesungguhnya advokasi memiliki pengertian yang luas yang memili berbagai pengertian seperti menganjurkan, memajukan, menyokong atau memelopori. Dengan kata lain advokasi litigasi bisa diartikan melakukan perubahan-perubahan secara terorganisir dan sistematis. Advokasi nonlitigasi, adalah alternatif penyelesesaian suatu sengketa yang dilakukan di luar pengadilan. Alternatif penyelesesaian nonlitigasi adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau dengan cara mengesampingkan penyelesaian sengketa litigasi di engadilan negeri. Pada saat sekarang ini penyelesaian suatu sengketa melalui pengadilan banyak mendapat kritik yang ckup tajam dari praktisi dan teoritisi hukum. Peran dan fungsi peradilan dianggap mengalami beban terlampuai padat lamban dan membuang waktu, biaya mahal, dan kurang tanggap terhadap kepentingan umum, atau dianggap terlalu formal dan teknis. Di dalam pasal (1) angka (10) Undang-undang No. 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negoisasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. D. Asas-asas Pelaksanaan Perlindungan Hukum Bagi Tenaga Kependidikan. Ada beberapa asas yang harus dipedomani dalam melaksanakan perlindungan bagi guru-guru dalam berbagai dimensi seperti perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan kesehatan dan kesematan kerja, dan perlindungan Haki. Asas-asan yang dimaksudkan tersebut adalah sebagai berikut di bawah ini. 1. Asas unitaristik atau impersonal yang berarti tidak membedakan agama, latar belakang budaya, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi guru. 2. Asas aktif, berarti inisiatif melakukan upaya perlindungan dapat berasal dari guru atau lembaga mitra, atau keduanya. 130 3. Asas manfaat, berarti pelaksanaan perlindungan hukum bagi guru memiliki manfaat bagi peningkatan profesionalisme guru, harkat, martabat, dan kesejahteraan mereka, serta sumbangsihnya bagi kemajuan pendidikan formal. 4. Asas nirlaba, yang berarti upaya bantuan dan perlindungan hukum bagi guru dilakukan dengan menghindari komersialisasi lembaga mitra atau pihak lain yang peduli. 5. Asas demokrasi, yang berarti upaya perlindungan hukum dan pemecahan masalahnya yang dihadapi oleh guru dilakukan dengan pendekatan yang demokratis atau mengutamakan musyawarah untuk mufakat. 6. Asas langsung, yang berarti pelaksanaan perlindungan hukum dan pemecahan masalah yang dihadapai oleh guru terfokus pada pokok persoalan. 7. Asas multi pendekatan yang berarti perlindungan hukum bagi guru dapat dilakukan dnegan pendekatan formal, informal, litigasi, nonlitigasi, dan lain-lain. E. Penghargaan dan Tunjangan Kesejahteraan Profesi Tenaga Kependidikan. Tenaga kependidikan khususnya guru memiliki hak untuk mendapat penghargaan serta kesejahteraan. Hak penghargaan tersebut diberikan kepada guru yang berprestasi, berprestasi luar biasa, berdedikasi luar biasa, dan atau bertugas di daerah khusus. Kemudian di sisi lain pemerintah juga memberikan perhatian secara penuh terhadap tunjangan kesejahateraan guru. Kesejahteraan tersebut berupa gaji, dan penghasilan tunjangan-tunjangan lainnya yang melekat dalam gajinya. Tunjangan kesejahteraan tersebut dapat berupa tunjangan profesi, tunjangan khusus, tunjangan fungsional, dan maslahat tambahan. Secara lebih rinci masalah pengharagaan dan tunjangan kesejahateraan tenaga kependidikan khususnya guru akan dibahas secara lebih dalam pembahasan selanjutnya. 131 1. Penghargaan kepada Guru yang Berperestasi Pemberian pengharagaan terhadap guru berperestasi dilakukan melalui proses pemilihan yang ketat secara bertahap dan berjenjang, mulai dari satuan pendidikan di tingkat kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi dan tingkat nasional. Pemilihan guru berprestasi dimaksudkan utnuk mendorong motivasi, dedikasi, loyalitas, dan profesionalisme guru, yang diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kinerjanya. Sebutan guru berperstasi mengandung makna sebagai guru yang unggul/mumpuni dilihat dari kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Guru berprestasi adalah guru yang banyak menghasilkan karya kreatif inovatif, antara lain inovasi dalam pembelajaran dan bimbingan, penemuan teknologi tepat guna dalam bidang pendidikan, penulisan buku fiksi atau nonfiksi, karya atau prestasi dalam bidang olah raga. Mereka juga merupakan guru yang secara langsung membimbing peserta didik hingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan ekstrakurikuler. 2. Penghargaan Bagi Guru SD yang Berdedikasi di daerah Khusus atau Terpencil Guru yang bertugas di daerah khusus oleh pemerintah diberikan penghargaan yang dilakukan secara rutin pada setiap peringatan hari pendidikan nasional dan peringatan hari nasional yang lainnya. Tujuannya adalah pertama mengangkat harkat dan martabat atas dedikasi, prestasi, dan pengabdian profesionalitasnya sebagai pendidik bangsa dihormati dan dihargai oleh masyarakat pemerintah, kedua memberi motivasi pada guru untuk meningkatkan prestasi, pengabdian, loyalitas dan dedikasi serta darma baktinya pada bangsa dan negara melalui pelaksanaan kompetensinya secara profesional sesuai dengan kualifikasi masing-masing, dan ketiga adalah meningkatkan kesetiaan dan loyalitas guru dalam melaksanakan jabatannya sebagai sebuah profesi yang ditempatkan di daerah terpencil dan terbelakang, di darah perbatasan dengan negara lain, daerah yang 132 mengalami bencana alam, bencana sosial, daerah dalam keadaan darurat lainnya, yang mengakibatkan terjadinya kehidupan masyarakat yang sulit dan prihatin, keempat berusia mnimal 40 tahun dan belum pernah menerima pengharagaan yang sejenis di tingkat nasional, kelima responsip terhadap persoalan-persoalan yang aktual dalam masyarakat, keenam dengan keahlian yang dimilinya membantu memecahkan masalah sosial sehingga usahanya berupa sumbangan langsung bagi penanggulangan masalah tersebut, ketujuh menunjukkan kepemimpinan dalam kepeloporan serta integritas kepribadiannya dalam mengamalkan keahliannya dalam masyarakat, dan kedelapan adalah menyebarkan dan meneruskan ilmu dan keahlian yang dimilikinya kepada masyarakat dan menunjukkan hasil nayata berupa kemajuan dalam masyarakat. 3. Penghargaan bagi Tenaga Kependidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus berdedikasi Penghargaan bagi guru Pendidikan Luar Biasa/Pendidikan Khusus berdedikasi dilakukan dengan maksud untuk mendorong memotivasi, dedikasi, loyalitas dan profesionalisme guru PLB/PK sehingga dapat diharapkan akan berpengaruh positif pada kinerja dan prestasi kerjanya. Guru PLB/PK berdedikasi adalah guru yang memiliki dedikasi dan kinerja melampoi target yang ditetapkan oleh satuan pendidikan khusus yang mencakup kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional atau menghasilkan karya kreatif atau inovatif yang diakui baik ditingkat daerah, nasional, dan internasional, atau secara langsung membimbing peserta didik yang berkebutuhan khusus sehingga mencapai prestasi di bidang intrakurikuler dan atau ekstrakurikuler. Keriteria guru PLB/PK yang dapat diberikan penghargaan ini, pertama adalah kriteria dalam pelaksanaan tugas yang mencakup konsistensi dalam membuat persiapan mengajar yang standar bagi anak berkebutuhan khusus, kecakapan dalam melaksanakan pembelajaran bagi anak yang berkebutuhan khusus, keterampilan mengelola kelas sehingga tercipta 133 suasana tertib, kemampuan melaksanakan komunikasi yang efektif di kelas, konsisten dalam melaksanakan evaluasi dan analisis ahsil belajar peserta didik berkebutuhan khusus, dan obyektif dalam memberikan nilai kepada peserta didik berkebutuhan khusus. Kedua menunjukan hasil yang baik dalam pelaksanaan tugas dalam arti inovatif dalam menemukan metode pendekatann yang inovatif, pengembangan dan pengayaan materi, alat peraga baru, dirasakan memiliki dampak sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan terhadap proses belajar mengajar bagi anak berkebutuhan khusus, kemampuan memprakarsai suatu kegiatan pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus, memiliki sifat inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan sumberdaya yang ada yang ada di lingkungan setempat untuk kelancaran pelaksanaan proses belajar mengajar, dan mampu menghasilkan peserta didik yang terampil sesuai dengan tingkat kemampuan menurut jenis kebutuhan peserta didik. Ketiga memiliki sifat terpuji antara lain kemampuan menyampaikan pendapat secara lisan dan tulisan, kesediaan untuk mendengar menghargai pendapat orang lain, sopan santun, susila disiplin, tanggungjawab dan komitmen terhadap tugas, kerjasama dan stabilitas emosi. Memiliki jiwa mendidik seperti menyayangi dan mengayomi peserta didik, memberikan bimbingan secara optimal, mampu mendeteksi kelemahan belajar peserta didik yang berkebutuhan khusus. 4. Penghargaan tanda Kehormatan Satyalencana Pendidikan Penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan diberikan kepada guru pada satuan pendidikan atas dasar pengabdian, dan kesetiaan pada lembaga, berjasa pada negara, maupun menciptakan karya yang luar biasa. Kriteria guru yang berhak mendapat penghargaan tanda kehormatan Satyalencana Pendidikan adalah diberikan kepada guru yang memenuhi persyaratan umum: (1) warga negara Indonesia, (2) berahklak dan berbudi pekerti luhur, (3) serta mempunyai nilai dalam konduite yang amat baik untuk 134 unsur kesetiaan dan sekurang-kurang bernilai baik untuk unsur lainnya. Sedang untuk persyaratan khusus antara lain: (1) pernah bertugas di daerah terpencil atau tertinggal sekurang-kurangnya selama lima tahun terus menerus atau selama delapan tahun terputusputus, (2) pernah bertugas di daerah perbatasan, (2) di daerah konflik dan bencana sekurang-kurangnya selama tiga tahun terus menerus atau selama enam tahun terputusputus, (3) diutamakan selain yang bertugas didaerah khusus sekurang-kurangnya delapan tahun terus menerus bagi kepala sekolah sekurang-kurangnya bertugas selama dua tahun, (4) berprestasi atau berbedikasi yang luar biasa dalam melaksanakan tugas sekuarngkurangnya mendapat pengharagaan tingkat nasional, (5) berperan aktif dalammkegiatan organisasi/asosiasi profesi guru, kegiatan kemasyarakatan dan pembangunan di berbagai sektor, dan (6) tidak memiliki catatan pelanggaran atau menerima sanksi sedang dan berat menurut peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 5. Penghargaan pada Guru yang Berhasil dalam Pembelajaran Penghargaan pada guru yang berhasil dalam pembelajaran dilakukan dalam rangka untuk memotivasi guru dalam meningkatkan profesionalismenya, khususnya dalam kemampuan perancanagan, penyajian, penilaian, proses dan hasil pembelajaran atau proses bimbingan kepada siswa, meningkatkan kebaiasaan guru dalam mendokumentasikan hasil kegiatan pengembangan profesinya secara baik dan benar. 6. Pengahargaan kepada Tenaga Kependidikan Pemenang Olimpiade Olimpiade sains nasional merupakan wahana bagi guru untuk menumbuhkembangkan semangat kompetensi, meningkatkan profesional atau akademik, untuk memotivasi meningkatkan kompetensinya dalam rangka mendorong mutu proses dan hasil pendidikan. Tujuannya adalah (1) menumbuhkan budaya kompetitif yang sehat di 135 aklangan guru, (2) meningkatkan wawasan penegtahuan, motivasi, kompetensi, profesionalismenya, kerja keras dalam mengembangkan Iptek, (3) membina dan mengembangkan kesadaran ilmiah dalam mempersiapkan generasi muda dalam masa kini dan yang akan datang, (4) mengangkat status guru sebagai penyandang profesi yang terhormat dan termulia, bermartabat, dan terlindungi, dan (5) membangun komitmen mutu guru dan peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran secara lebih merata. Demikian beberapa penghargaan yang dapat diberikan kepada tenaga kependidikan khususnya guru, di samping itu masih ada beberapa penghargaan yang lainnya seperti kesempatan untuk mengikuti pelatihan singkat bidang keahlian atau teknologi pembelajaran, studi kebudayaan, studi banding, dan sejenisnya. Kemudian pengharagaan yang lainnya adalah penghargaan yang dapat diberikan kepada guru PPKn yang disebut dengan penghargaan Anugerah Konstitusi tingkat nasional. Kemudian tenaga kependidikan khususnya guru disamping mendapat penghargaan seperti yang telah diuraikan di atas, guru tersebut masih diberikan berbagai tunjangan diantaranya: 1. Tunjangan Profesi Sertifikasi merupakan proses untuk memberikan serifikat kepada guru. Sertifikat guru dimaksud merupakan pengakuan negara atas derajat keprofesionalan guru. Seiring dengan proses sertifikasi inilah pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru. Hal ini sesuai dengan Undang-undang N0. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengamantakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh masyarakat. 136 Dengan adanya tunjangan profesi guru ini sebesar satu kali gaji pooko diharakan guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang dislenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. Guru yang sudah bersertifikat akan menerima tnnjangan profesinya jika guru yang bersangkutan mampu membuktikan kinerjanya dengan mengajar 24 jam tatap muka per minggu dan persyaratan yang lainnya. Guru yang menerima tunjangan profesi berhak sampai guru yang berasngkutan berusia enampuluh tahun yang merupakan batas usia pensisun bagi PNS khususnya guru. Setelah berusia enampuluh tahun guru yang bersangkutan masih berhak mengajar, tetapi tidak berhak mendapat tunjangan profesi. Dalam pelaksanaannya tunjangan profesi ini dialokasikan melalui pendapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. 2. Tunjang Fungsional Pasal 17 ayat 1 mengamanatkan bahwa pemerintah atau pemerintah daerah memberikan tunjangan fungsional kepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yangdi selengagarakan oleh pemerimntah. Dalam pelaksanaannya tunjangan fungsional ini dialokasikan melalui penadapatan dan anggaran belanja negara atau pendapatan dan anggaran belanja daerah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Besarnya tunjangan fungsional guru pada saat ini adalah berdasarkan pada golongan/ kepangkatan/jabatan guru yang bersangkutan. 3. Tunjangan Khusus Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, bagi guru dan dosen yang bertugas di daerah-daerah khusus seperti di daerah 137 terpencil atau terbelakang, daerah kondisi masyarakat adat yang terpencil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial atau daerah dalam keadaan darurat. Besarnya tunjangan khsuus ini adalah sebesar satu kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselengarakan oleh pemerintah atau daerah pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. 3. Tunjangan Maslahat Tambahan Tunjangan maslahat tambahan merupakan tambahan kesejahteraan guru bagi gru yang dianggap sebagai guru yang berprestasi dalam bentuk tunjang pendidikan, suransi, beasiswa, kemudahan bagi putra dan putrinya untuk mendapat pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan lainnya sebagaiman ayang diatur dalam perundangundangan yang berlaku. F. Rangkuman Perlindungan guru adalah perlindungan hukum kepada guru yang mencakup pemberian perlindungan hukum, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan Haki yang diberikan kepada guru yang bersetatus sebagai pegawai negeri sispil dan yang bukan pegawai negeri sipil. Perlindungan hukum adalah upaya memberi perlindungan kepada guru dari tindakan kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi atau perlindungan hukum atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi atau pihak lain. Perlindungan profesi adalah upaya memberi perlindungan kepada guru yang mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan 138 peraturan perundang-udangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pembatasan dalam penyampaian pandangan, pelecehan terhadap profesi dan pembatasan/pelarangan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas. Perlindungan kesehatan dan keselamatan kerja guru adalah upaya memberi perlindungan kepada guru mencakup perlindungan kepada risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja, dan/atau risiko yang lainnya. Perlindungan Haki adalah upaya memberi pengakuan atas kekayaan intelektual sebagai karya atau prestasi yang dicapai oleh guru dengan cara melegitimasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. G. Evaluasi 1. Jelaskan pengertian dan beberapa dimensi perlindungan terhadap hak-hak guru !. 2. Jelaskan upaya perlindungan hukum bagi guru !. 3. Jelaskan asas-asas pelaksanaan perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan !. 139 DAFAT PUSTAKA Ametembun, N. A. (1975). Supervisi pendidikan penuntun bagi para Pembina kepala sekolah dan guru-guru. Bandung: Karya Remaja. Atmodiwirio, S. (2002). Manajemen pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya. Bafadal, I. (1992). Supervisi pengajaran. Teori dan aplikasinya dalam membina profesional guru. Jakarta: Bumi Aksara. Boardman, dkk (1961). Democratic supervision in secondary schools. Cambridge: Reverside Press. Castetter, W. B. (1981) The personnel function in education administration. Pennsylvania: Macmillan. Cogan, M. L. (1973). Clinical supervision. Boston: Houghton Mifflin, Co. Dharma, A. (2003). Manajemen supervisi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Dewantara, K. H. (1977). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. Depdikbud. (1976). Kurikulum SD tahun 1975. GBPP. Buku IIID. Pedoman administrasi dan supervisi. Jakarta: PN Bali Pustaka. Depdikbud. (1986). Kurikulum pedoman pembinaan guru. Jakarta Balitbangdikbud. Depdikbud. (1993). Kepemimpinan kepala sekolah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum. Flippo, EB., Masud, M. (1984). Manajemen Personalia. Jakarta : Erlangga. Glickman, Carl D. (1990). Supervision of instruction: a developmentat approach. Needham Heights: Allyn and Bacon. Glickman, Carl D. (1980). Developmental supervision. Alternative practice for helping teachers improve instruction. Virginia, Alexandria: ASCD. Gorda, I G.N. (2006). Manajemen sumberdaya manusia. Denpasar: Astabrata. Harris, B. M. (1985). Personel administtartion in education. Sydney: Allin and Bacon. Hamalik, O. (2005). Manajemen pelatihan ketenagakerjaan pendekatan terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara. Irianto, J. (2001). Tema-tema pokok manajemen sumberdaya manusia. Surabaya: Insan Cendekia. 140 Krajewski, R.J. (1982). Clinical supervison: a conceptual frame work. Journal of research and development in education. Volume 15. Number 2. Kunandar. (2007). Guru profesional. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Makmun, A. S. ( 1996). Pengembangan profesi dan kinerja tenaga kependidikan. Bandung Program Pascasarjana KIP Bandung. Mathis, R. L., J.H. Jackson. (2002). Manajemen sumberdaya manusia. Penerjemah Jimmy Sadeli., Bayu Prawira Hie. Jakarta: Salemba Empat Samani, M. Dkk. (2006). Mengenal sertifikasi guru di Indonesia. Jakarta.: SIC dan Asosiasi Peneliti Pendidikan Inonesia. Supriadi, D. (2003). Guru di Indonesia, pendidikan pelatihan dan perjuangannya sejak jaman colonial hingga era reformasi. Jakarta Depdinas. Dirjen Dikdasmen. Marks, dkk. (1980). Handbook of educational supervision. Boston: Allyn and Bacon Inc. Mulyasa, E. (2002). Manajemen berbasis sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Neagley, R. L. dan Evans N Dean. (1980). Handbook for effective supervision. Englewood Cliffs. Nj: Printice Hall. Pidarta, M. (1986). Pemikiran tentang supervisi pendidikan. Jakarta: Sarana Press. Pidarta, M. (2004). Pmanajemen pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Purwanto, N. (1990). Psikologi pendidikan. Bandung: Tarsito. Sahertian, P. A. (2000). Konsep dasar dan teknik supervisi pendidikan dalam rangka pengembangan sumberdaya manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sahertian, P. A. dan F. Mataheru (1982). Prinsip dan teknik supervisi pendidikan. Surabaya: Nasional. Sanusi, A. (1990). Profesionalisme dalam pengelolaan pendidikan nasional. Makalah disampaikan dalam Semlok Pendidikan Nasional. Jakarta: IKIP Jakarta. Sanusi, A. dkk (1990). Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga pendidikan. Bandung: PPS IKIP Bandung. Sergiovanni, T. J. (1991). The principalship: a refelective practice perspective. Needham Height: Alliyn and Bacon. Siagian, PS. (2004). Teori Motivasi dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rineka Cipta 141 Simamora, H. (20040. Manajemen sumberdaya manusia. Yogyakarta: STIE YKPN. Soetjipto dan Raflis K. (1999). Profesi keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Sutisna, O. (1993). Administrasi pendidikan : dasar teoritis dan peraktek profesional. Bandung: Angkasa. Uno, HB. (2009). Model Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Usman, H. (2006). Manajemen, teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi Akasara. Wahjosumidjo, 2002. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wijono (1989). Administrasi dan supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudyaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Yamin, M. (2007). Profesionalisasi guru dan implementasi KTSP. Jkarta: Gaung Persada. 142