Modul Editing II [TM2]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
EDITING II
EDITING LINIER
DAN NON LINIER
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
TatapMuka
Abstract
membahas tentang perbedaan editing
linear dan editing non linear, hak dan
kewajiban editor, kemudian signal
composit di asia dan eropa.
2
Kode MK
DisusunOleh
41309
Bagus Rizki Novagyatna
Kompetensi
1. Langkah-langkah yang harus dilakukan
pada tahap editing linear.
2. Langkah-langkah yang harus dilakukan
pada tahap editing non linear.
3. Langkah-langkah yang harus dilakukan
pada tahap decision making.
Pembahasan
Editing berasal dari bahasa Latin editus yang artinya ‘menyajikan kembali’.
Editing dalam bahasa Indonesia bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang
audio-visual, termasuk film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah
tayangan film menjadi lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini
dapat dilakukan jika bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung
seperti voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan
editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang)
potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera.
Pertunjukan film di bioskop ataupun televisi di rumah-rumah apabila belum
melalui proses editing bisa dipastikan hasilnya tidak maksimal, penonton cenderung
merasa bosan dan jenuh. Padahal, tayangan film ataupun video begitu ekonomis.
Artinya, penayangannya sangat bergantung pada aspek waktu. Waktu begitu mahal
dan menentukan dalam proses penayangan film. Jika sebuah tayangan berdurasi 60
menit, itu artinya selama waktu itu pencipta film harus menjamin tidak membuat
penonton bosan apalagi meninggalkan bioskop, atau kalau di televisi memindahkan
saluran. Begitu berartinya sebuah hasil editing sampai ada pengamat film yang
menyatakan bahwa ruh tayangan film adalah proses editing.
Selain itu, J.M. Peters menyatakan bahwa yang dimaksud dengan editing
film adalah mengkombinasikan atau memisah-misahkan rangkaian film sehingga
tercapai sintesis atau analisis dari bahan yang diambil (Peters, 1980: 9). Di sini,
Peters mengungkapkan, dengan editing, film sintesis atau sutradara televisi dapat
menghidupkan cerita, menjernihkan suatu keterangan, menyatakan ide-ide atau
2016
2
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menimbulkan rasa haru(emosi) pada penonton. Nyata sekali Peters menekankan
pada aspek ‘pemberian’ suasana dan nuansa sebuah film setelah melalui proses
editing. Pada saat editing berlangsung, tentunya tugas editor tidak hanya
menyambung-nyambung belaka. Karena selain unsur visualisasi, unsur pikturisasi
(penceritaan lewat rangkaian gambar) juga penting. Unsur inilah yang membedakan
kegiatan sambung menyambung dengan editing. Selain itu, keindahan sebuah film
tidak melulu disampaikan lewat rangkaian gambar, tetapi juga tingkahan musik dan
sound effect yang menjadikan sebuah film bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian
gambar diupayakan semaksimal mungkin membangun cerita film, tetapi setelah era
film bersuara, kolaborasi antara film dan musik begitu menyatu.
Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film merupakan
suatu hal yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan suatu seni
yang tinggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film. Menyunting film adalah
menyusun gambar-gambar film untuk menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film
itu sendiri. Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of
action ( scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25).
Dari penjelasan Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping
pentingnya penyusunan film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film
untuk membuat film itu bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan
film pada televisi karena televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya
masyarakat tertarik untuk menyaksikan secara keseluruhan.
2016
3
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Namun pendapat dari kedua pakar film tersebut ditentang oleh Elsenstein,
seorang arsitek yang lari ke dunia film. Dia mengecam Griffith dan Pudovkin dengan
alas an keduanya hanya menyambung gambar dengan mengharapkan penonton
ikut tertawa atau menangis. Menurut dia, dalam proses editing film harus dilakukan
dengan cara menyambung dua buah shot atau adegan yang dapat menimbulkan
pengertian baru melalui cara pemikiran dan selalu menimbulkan istilah pemikiran
yang baru. Untuk itu, dia menghadapkan pada kiasan melalui lambang-lambang
sehingga penonton turut berpikir secara intelektual terhadap adegan yang dilihatnya
(1972: 33).
Terlepas dari beberapa pendapat tentang editing film tersebut, yang jelas
proses editing memang menduduki posisi penting dalam menghasilkan karya film
yang menarik dan tidak membosankan. Oleh karena itu, tugas seorang editor begitu
berat dan mengandung resiko sebab bisa jadi stock shot yang sebetulnya sudah
bagus malah tidak bisa ‘bercerita’ karena kegagalan sang editor.
Selain itu, keindahan sebuah film tidak melulu disampaikan lewat rangkaian
gambar, tetapi juga tingkatan musik dan sound effect yang menjadikan sebuah film
bernuansa. Di zaman film bisu, rangkaian gambar diupayakan semaksimal mungkin
membangun cerita film, tetapi setelah era film bersuara, kolaborasi antara film dan
musik begitu menyatu. Sementara itu, D.W. Griffith berpendapat bahwa editing film
merupakan suatu hal yang terpenting dalam film karena editing film itu merupakan
suatu seni yang tinggi. Seni sendiri merupakan pondasi dari film.
Menyunting
film
adalah
menyusun
gambar-gambar
menimbulkan tekanan dramatik dari cerita film itu sendiri.
2016
4
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
film
untuk
Sutradara dan editor harus pandai dalam selection of shot, selection of action
(scene demi scene yang harus dirangkaikan) (Griffith, 1972: 20-25). Dari penjelasan
Griffith tersebut, terkandung pengertian bahwa di samping pentingnya penyusunan
film, perlu adanya penyisipan-penyisipan potongan film untuk membuat film itu
bercerita. Ini penting sekali diungkapkan dalam pembuatan film pada televisi karena
televisi sangat singkat, tetapi bagaimana caranya supaya masyarakat tertarik untuk
menyaksikan secara keseluruhan. Adapun Pudovkin mengatakan perlu adanya
constructive editing, yakni pelaksanaan editing film yang sudah dimulai dari
penulisan dan membuat shot-shot sebagai materi editing film. Dalam hal editing ini,
Pudovkin mempunyai sebuah prinsip, yaitu peristiwa-peristiwa yang akan direkam
dalam gambar tidak terlepas dari tiga faktor: watak manusia, ruang dan waktu. Di
samping tidak terlepas dari ‘lirik editing’, yakni bagaimana caranya mengeksploitasi
sesuatu yang tidak tampak seperti kegembiraan, kesenangan, kesedihan, dan lainlain (Pudovkin, 1972: 26).
Hak dan Kewajiban Editor
A. Kewajiban editor
1. Tahap persiapan pada tahap persiapan seorang editor dapat bekerjasama
dengan kamerawan dalam melakukan analisis skenario mengenai konstruksi
dramatiknya,
dan
bekerja
sama
dengan
sutradara
penyesuaian penafsiran mengenai editingnya.
2016
5
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
untuk
mendapatkan
2. Tahap pengerjaan :
o Melakukan pemisahan shot yang terpakai (OK) dengan yang tidak
(NG) dengan
catatan shooting report atau penjelasan langsung
sutradara.
o Melakukan editing pendahuluan untuk mendapatkan penyesuaian atas
konsep dasar editing yang diinginkan bersama dan memberikan
gagasan-gagasan perekaman dalam hubungannya dengan editing.
3. Menyiapkan bahan gambar dan menyusun daftar gambar yang memerlukan suara
kesan (efek suara).
4.Mendampingi juru suarasound man) dalam melakukan rekaman kembali untuk
memenuhi kebutuhan serta
memberikan gagasan-gagasan perekaman dalam
hubungannya dengan editing.
5. Mendapatkan persetujuan sutradara atas hasil akhir editing.
6. Bertanggung jawab sepenuhnya atas keselamatan semua materi gambar dan
suara yang
diserahkan kepadanya untuk editing.
B. Hak Editor
1. Mengajukan usul kepada sutradara untuk mengubah urutan penuturan gambar
dari yang tercantum dalam skenario guna mendapatkan konstruksi dramatik yang
lebih baik.
2. Mengajukan usul kepada sutradara untuk memenuhi bahan materi gambar
ataupun suara yang kurang.
2016
6
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
3. Mengajukan koreksi kepada sutradara atas konsep pengadaan unsur suara untuk
dasar kepentingan editing. Didengar pendapatnya atas perubahan editing pada
kopi edar (release copy).
Metode Editing secara umum, proses editing film dibedakan menjadi dua metode,
yakni Continuity Cutting dan Dynamic Cutting.
a. Continuity Cutting, metode ini merupakan metode editing yang berisi
penyambungan dari dua buah adegan yang mempunyai kesinambungan.
b. Dynamic Cutting, metode editing yang berisi penyambungan dari dua buah
adegan yang tidak mempunyai kesinambungan.
Teknik Editing, teknik editing dikategorikan menjadi empat jenis, yakni pararel
editing, cross cutting, contras editing, dan montase trope.
a. Pararel Editing Yakni kalau ada dua adegan yang mempunyai persamaan
waktu, harus dirangkaikan silih berganti.
b. Cross Cutting Yakni beberapa adegan yang disilang atau penyilangan dua
adegan dalam waktu tidak bersamaan.
c.
Contras Editing Yakni susunan gambar yang memperlihatkan kontradiksi dua
adegan atau lebih.
d. Montase Trope Yakni sistem editing yang mempergunakan simbol atau
lambang-lambang yang menimbulkan pemikiran pada penonton.
2016
7
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Linear dan Nonlinear Editing Jika kita cermati, sebetulnya editing film yang kita
saksikan pada umumnya menggunakan nonlinear editing karena di dalamnya
memungkinkan terjadinya penambahan atau pengurangan di sembarang tempat
terhadap shot dan scene-scene yang ada.
Secara umum untuk membedakan antara linear editing (analog dan digital) dan
nonlinear editing terlihat pada aspek teknologinya. Ramang Syah menjelaskan, pada
proses pengalihan editing video tape yang sangat mendasar adalah proses
pengalihan/dubbing dari sumber material (original tape) ke edit master (master tape).
Untuk melakukan editing, hal-hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan secara
bertahap, yakni:
1. Memilih gambar dan suara dari sumber materi dan tentukan bagian-bagian
mana yang ditransfer ke master tape
2. kemudian temukan bagian-bagian itu harus ditempatkan pada master tape,
3. untuk mendapatkan sequence yang tepat sesuai dengan naskah, bagianbagian tadi harus ditempatkan pada ruang kolom yang sesuai,
4. sesudah itu informasi tadi dialih/dub dari sumbernya ke master tape, scene by
scene. Sampai saat ini, belum ada keseragaman dalam proses rekaman
gambar sehingga setiap produser mendesain dan membuat video tape
recorder (VTR) menurut versinya masing-masing.
2016
8
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hal ini dapat kita jumpai pada format-format VTR yang banyak dipasarkan antara
lain Format B, C, Umatic, Betacam, dan lain-lain.
Saat ini yang dianggap paling tinggi kualitas gambar dan suaranya adalah digital
VTR yang dirintis oleh Matsushita Panasonic dengan type AD 350 (kamera dan VTR
digital pertama kali digunakan di Olimpiade Barcelona 1992).
VTR merupakan suatu mesin yang terdiri atas sistem elektronik dan mekanik yang
digunakan saat rekaman, editing, dan penyiaran. Alat ini berfungsi merekam signal
video dan audio kemudian memutar kembali kedua signal tersebut (play back)
secara bersamaan (syncron).
Selain kedua signal tadi, juga turut terekam signal pengontrol (CTL = control track
line) dan signal identifikasi/address (TC + time code) (Syah, 2000 : 1-2).
Staff produksi yang mengerjakan editing atau penyutingan gambar disebut
editor. Seorang editor harus memahami ide dari keseluruhan ceritera yang disajikan,
sebelum dia melakukan proses editing :
-
tema dasar cerita
-
plot/alur cerita (perkembangan cerita dari awal sampai akhir)
-
apa yang kita harapkan dari penonton untuk ikut merasakan dan
mengalaminya
memilih apa yang penting dan membuang apa yang tidak penting dalam
-
konteks keseluruhan ceritera
apa pesan utama dari program uyasng akas kita sajikan
-
2016
9
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Syarat utama dalam editing adalah kesinambungan gambar dan suara
sekaligus. Harus diperhatikan pula kesinambungan irama dari adegan, hubungan
antara shot yang satu dengan shot berikutnya, dengan bermacam variasi
komposisinya. Penonton diharapkan mampu menangkap hubungan bermacammacam shot, scene dan sequence, memahami loncatan-loncatan waktu dan ruang
yang terjadi dalam keseluruhan ceritera. Dengan kata lain, penonton diharapkan untuk
tidak merasakan bahwa program yang disajikan sebetulnya adalah potonganpotongan shot yang disambung-sambung.
Editing mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hasil pengambilan gambar
oleh juru kamera. Dengan hasil gambar yang baik akan mambantu seorang editor
untuk menyusun shot-shot secara mudah dan baik pula.
Seperti Film, video adalah bagian dari gambar gambar individual yang disebut
frame. Proyeksi/pergerakan beberapa gambar perdetik tersebut membuat ilusi
gambar yang bergerak karena otak tidak dapat menangkap gambar secara
individual.
Dengan ukuran 24 frame per detik (fps: frame per second), video akan
memproyeksikan gerakan yang halus dan berkelanjutan.
Di Amerika Serikat dan Jepang, standar sinyal komposit yang diambil dari
industri televisi dan video dikenal dengan istilah Sinyal NTSC = National Television
Standart Committee. Sinyal NTSC (North American Standart) mempunyai jumlah
frame 30 frame per detik (fps), tepatnya 29,97 fps.
Di Eropa Barat & Amerika Selatan, secara umum menggunakan sinyal PAL
(Phase Alternating Line), dengan menggunakan jumlah frame 25 fps.
2016
10
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DaftarPustaka
Millerson, Gerald, Effective Television Production, 3rd ed, Focal Press
London, New York,1987
Compesi, Ronald J and Sherrieffs, Ronald E, Video Field Production &
Editing, 3rd Edition, Allyn and Bacon, 1993
Thompson, Roy, Grammar of the Edit, Media Manual , Berlin, 1992
Thompson, Roy, Grammar of the Shot, Media Manual , Berlin, 1997
Zettl, Herbert, Video Basic 3, 3rd ed, Wadsworth Thomson Learning, 2004
Shaner, Pete and Jones, Gerald E, Real World Digital Video, Peachpit Press
Tahapary, Hanoch, Bahan Ajar Pasca Produksi, D3 Kom-Fisip UI, Depok, 1999, (Revisi
2003)
Subroto, Darwanto, Produksi Acara Televisi, Duta Wacana University Press,
Yogyakarta, 1998
www.cybercollege.com
www.mediacollege.com
www.shutterstock.com
www.issprops.com
www.urbanfox.com
www.tpub.com
www.internetcampus.com
www.tv-handbook.com
www.google.com/images
www.google.com/web
2016
11
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download