Modul Editing II [TM1]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
EDITING II
PERKEMBANGAN EDITING
DUNIA
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
TatapMuka
Abstract
Memberikan pengetahuan teoritis
tentang perkembangan dunia
editing dunia.
1
Kode MK
DisusunOleh
41309
Bagus Rizki Novagyatna
Kompetensi
1. Memahami dan menjelaskan kembali
perkembangan editing.
2. Mampu menyunting gambar dengan
menguasai berbagai macam bentuk
teori editing.
Pembahasan
Sejarah Editing Dunia
1. Jean Luc Godard (Spatial, Temporal & Graphical Discontinuity)
Sebenarnya Godard bukanlah orang pertama yang menggunakan metode editing jump cut,
yaitu sebuah menyambungan dua shot atau lebih, di mana angle dan type of shot sama.
Pada masa Brighton School, James Williamson dalam An Interesting Story telah
menggunakannya namun untuk tipuan kamera saja, yaitu ketika adegan tokoh terlindas
streamroller, sesaat sebelum terlindas dia menggantinya dengan boneka dan mengganti
orang lagi setelah dipompa oleh orang yang lewat. Pada waktu yang hampir bersamaan,
Melies juga telah menggunakannya namun mirip dengan dengan Williamson, dia hanya
memakainya sebagai pengganti tipuan sulapnya.
Bedanya dengan kedua pendahulunya, Godard justru menggunakannya dengan cerdas
walaupun apa yang dilakukannya merupakan respon dari film-film yang disebut sebagai
cinema du papa (cinema orang tua). Godard merasa lelah dengan kaidah-kaidah yang ketat
yang diterpkan di dalam film-film Perancis pada masa itu, sehingga dia mencoba untuk
menabrak ketentuan tersebut. Salah satunya adalah match on action atau match on cut
yang seolah-olah sudah menjadi alamiah. Caranya tentu saja dengan men-jump cut
penyambungan di seluruh filmnya, Breathless (À Bout De Souffle). Tentu saja secara ruang,
waktu dan grafis, film tersebut terasa melompat-lompat, namun suara yang dihadirkan oleh
Godard tidak terinterupsi sama sekali.
Dalam filmnya yang lain Crazy Pete (Pierrot Le Fou), Godard justru menyambung shot
sebuah kejadian linear dengan menyusunnya tidak sesuai urutan sehingga sepintas
penonton seperti dipermainkan dalam ruang dan waktu.
2016
2
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Yosijiro Ozu (Graphical Match Cut & Flowing in Editing)
Peletakkan kamera film-film Yasujiro Ozu memang tidak seperti yang dikenal oleh banyak
pembuat film di dunia. Dia bisa meletakkan kamera dimanapun seolah tanpa gangguan.
Namun setidaknya ada dua hal yang sangat konsisten dipertahankannya dakan setiap
filmnya, yaitu :
1. Graphical Continuity (Kesinambungan Grafis)
Keuntungan Ozu dalam merangkai aspek grafis (presentasi visual pada sebuah permukaan)
adalah bentuk elemen-elemen visual di Jepang, baik elemen rumah, gapura, patung-patung
dan lainnya yang cenderung memiliki keterpaduan yang kuat. Lihat saja ornamen berbentuk
kotak pada dinding dan pintu rumah.
Tentu saja keuntungan ini tidak akan menjadi optimal bila Ozu tidak dengan sadar
memanfaatkannya. Secara simetris, seringkali dihitungnya grafis tiap shot yang akan
disambung, sehingga bila shot pertama elemen visualnya menutupi kiri-kanan bagian frame,
maka dia akan menyambungnya dengan komposisi yang nyaris sama.
Namun Ozu juga
dapat melakukan penyambungan gerak dari orang yang berbeda namun dia mengatur dari
posisi duduk, foreground serta background-nya serupa, sehingga ketika disambung
penonton akan merasakan aliran (flowing) yang halus.
2016
3
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2. Match On Action
Ketika membicarakan tentang flowing (aliran) dalam editing, dengan dibantu oleh unsurunsur grafis di dalamnya, Ozu melakukan penyambungan match on action / match on cut
dengan memiliki tingkat presisi yang tinggi, sehingga penonton tidak lagi peduli dengan
discontinuity spatial (ketidaksinambungan ruang) saat dia melanggar Kaidah 180o atau
garis imajiner. Hal ini juga yang membuat film-filmnya terasa mengalir tanpa ada gangguan
apa-apa.
3. Luis Bunnuel (Visual Discontinuity)
Ekspresionisme, surrealisme dan psikoanalisis merupakan teori yang berkembang dan
mempengaruhi para seniman di era 1920-an. Salvador Dali dan Luis Bunuel awalnya
menggunakan film sebagai pengganti kanvasnya, namun mereka melihat keberbedaan
media ini dan mencoba membuat unsur penceritaannya. Seperti Dziga Vertov, mereka juga
melawan pola penceritaan klasik ala Griffith dalam filmnya. Juga bereaksi seperti Eisenstein,
Bunuel menggunakan dialektika serta kontrapung pada penyambungan shot-shotnya. Selain
itu dia Bunuel mencoba menghancurkan pemaknaan dalam film dan sering menyelingi
filmnya dengan adegan-adegan yang mengejutkan. Dalam film Un Chien Andalou, saat
adegan di malam hari, tokoh diteras sedang melihat awan yang melintasi bulan purnama,
disambung dengan mata seorang perempuan yang disayat pisau cukur. Juga ketika tokoh
lelaki ingin mendekati tokoh perempuan, tiba-tiba saja di pundaknya terikat kuat tali yang
terikat kuat pada piano yang di atasnya terdapat dua keledai mati.
2016
4
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Yang terpenting dalam filmnya adalah menyuguhkan puncak-puncak ketidaksingkronan
visual. Tentu saja pola editing klasik seperti Griffith telah dikubunya dalam-dalam sebab
yang jelas digunakannya adalah aspek visual yang tidak memiliki kesatuan (disassociation
visual). Konsekuensinya, metode ini memperluas pilihan pembuat film dengan cara
menciptakan pengertiannya sendiri, mengganggu, merampas makna, juga mengubur
pengetahuan dari penontonnya.
Bunuel juga menawarkan alternatif pengembangan penceritaan, yaitu :
• Penggantian karakter dengan karakter lain
• Menawarkan plot non-linear
• Mengaburkan tujuan (goal) dari tokohnya
Hal ini membuat penontonnya frustasi, namun mereka setidak mereka bisa mendapatkan
pengalaman yang berbeda dari sebelumnya.
4. Lev Kuleshov (1899-1970)
5. Vsevolod Pudovkin (1893-1953)
6. Sergei Eisenstein (1898-1948)
7. Dziga Vertov (b. Denis Kaufman, 1896-1954)
8. David Wark Griffith (Classical Editing)
2016
5
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Jangan pernah percaya pada ucapan buku-buku yang menyebutkan David Wark Griffith
sebagai ‘bapak’ dari berbagai macam penemuan di dalam sinema. Sebenarnya dia hanya
meneruskan dan menyempurnakan pembahasaan di dalam sinema itu sendiri. Tetapi
sejujurnya, memang banyak yang telah dilakukan oleh Griffith dalam membangun bahasa
sinematiknya sendiri. Terutama ketika titik tolak sinema disebut klasik berawal dari masa
dimana dia berada. Istilah klasik digunakan karena apa yang dilakukan Griffith masih
digunakan hingga sekarang.
Louis Giannetti mengatakan bahwa dalam era Classicism, Griffith sudah menggunakan
Classical Cutting yaitu usaha menggunakan editing bukan hanya sebagai perangkat fisik
untuk menyambung antar sequence seperti pada film-film Melies dan Edwin Porter, namun
digunakan untuk intensitas dramatik dan penekanan emosional. Tentu saja hal itu tidak
dilakukannya sendiri sebab dia justru mengembangkan dari apa yang sudah ada
sebelumnya.
Misalnya saja, untuk membuat sebuah film panjang kolosal dia dipengaruhi oleh
kesempurnaan yang dihadirkan oleh Giovanni Pastrone saat membuat Cabiria (1914).
Namun apa yang dilakukan Griffith menjadi sangat progresif. Awalnya Grifftih melakukan
sistematisasi shot, di mana dia tidak sekedar menyambung beberapa tipe shot yang
berbeda namun mengaturnya sedemikian rupa dengan perlakuan dan ekspresi yang
kompleks. Artinya decoupage yang telah dibuat, disusun sedemikian rupa sehingga
penonton dapat memahami apa yang diinginkan pembuatnya. Hal ini seperti yang pernah
dikatakan Griffith “The task I am trying to achieve is above all to make you see.” Apa yang
diinginkan oleh classical cutting adalah mencoba membuat penonton memahami adegan
yang disajikan sehingga secara normatif urtuannya adalah :
• Extreme Longs Shot (ELS / XLS)
• Long Shot (LS)
• Full Shot (FS)
• Medium Shot (MS)
• Medium Close Up (MCU)
• Close Up (CU)
• Big Close Up (BCU)
• Extreme Close Up (ECU / XCU)
Urutan ini juga bisa dibuat terbalik dan bila terjadi interupsi, maka shot selanjutnya harus
kembali pada shot sebelum diinterupsi atau melanjutkan tipe shot sebelum diinterupsi.
Contohnya :
2016
6
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. LS Rumah tokoh.
2. FS Tokoh sedang menyiram kembang dan istrinya datang membawakan minum
dengan cangkir dan sebuah teko.
3. MS Sang istri menyerahkan cangkir.
4. CU Tangan memegang cangkir.
5. MS Sang istri menuangkan air teh dari teko.
6. MCU Tokoh meneguk tehnya
7. CU Tokoh merasa segar
Namun bisa juga dibuat dengan cara :
1. LS Rumah tokoh.
2. FS Tokoh sedang menyiram kembang dan istrinya datang membawakan minum dengan
cangkir dan sebuah teko.
3. MS Sang istri menyerahkan cangkir.
4. CU Tangan tokoh memegang cangkir dan tangan istri menuangkan air teh di teko.
5. MCU Tokoh meneguk air teh dari cangkir.
6. CU Tokoh merasakan kesegaran setelah meminum tehnya.
Namun Griffith sendiri tidak secara kaku menerapkan urutan seperti di atas, sebab sekali
lagi dia menyusunnya lebih kompleks dan kreatif. Misalnya saat ingin menjelaskan sebuah
adegan keluarga Cameron pada scene ketiga dalam film Teh Birth of a Nation, dia
mengurutkannya adalah sbb:
1. LS Depan rumah keluarga Cameron.
2. LS Bonnie Cameron di pekarangan dekat rumahnya.
3. LS Depan rumah keluarga Cameron di mana ada dua anak jatuh dari kereta kuda.
4. LS Bonnie Cameron keluar dari pekarangan.
5. LS Bonnie Cameron menuju depan rumahnya hingga bertemu dengan seorang gadis
di kereta kuda.
6. MS Bonnie Cameron berbincang dengan gadis di kereta kuda
7. LS Interior rumah keluarga Cameron. Margareth sedang menuju ke lantai dua.
8. MS Bonnie Cameron berbincang dengan gadis di kereta kuda.
9. LS Bonnie Cameron selesai berbincang dengan gadis di kereta kuda lalu menuju
teras rumahnya.
10.
FS Keluarga Cameron sedang bercengkerama di teras.
11.
MS Bonnie Cameron berbincang dengan ayahnya Camera Tilt Down dua anak
anjing yang sedang bermain dekat kaki Bonnie.
12.
2016
MS Bonnie Cameron bercanda dengan adiknya yang paling kecil.
7
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Decoupage yang dilakukan Griffith ini tidak hanya berhasil mendapatkan detail yang lebih
banyak, namun juga menguasai reaksi penonton yang jauh lebih besar. Secara sengaja dia
memaksa penonton untuk melihat apa saja yang harus mereka lihat. Kesatuan ruang dan
waktu pada adegan sebenarnya berubah secara radikal. Hal tersebut digantikan dengan
kontinuitas subjektif keterkaitan ide terkandung dalam shot shot yang terhubung.
Sekali lagi, apa yang dilakukan Griffith ini sesungguhnya adalah mencoba membuat cutting
itu memiliki intensitas dramatik dan penekanan emosional, sehingga setidaknya dia dapat
mengembangkan dramatisasi tersebut menjadi tiga bagian yaitu :
• Dramatic Content (kandungan dramatik) : Sebelum menyambung, setiap shot harus
memiliki kandungan dramatik yang kuat agar dapat memperkuat keterhubungannya.
• Dramatic Context (hubungan dramatik) : Hubungan dramatik yang dimaksud merujuk
pada setidaknya dua shot yang akan disambung apakah hubungan tersebut memiliki
nilai informasi atau estetik.
• Dramatic Impact (dampak dramatik)
Apa akibat yang akan diterima penonton saat menyaksikan penyambungan-penyambungan
tersebut? Dengan menggunakan ketiga hal ini maka Griffith dapat leluasa melakukan
editing secara progresif dan kompleks sehingga ada beberapa metode atau gaya editing
muncul dari kaidah-kaidah di atas. Dari apa yang sudah dilakukan oleh Griffith pada The
Birth of a Nation sudah dilakukannya intercut ‘yang sempurna’, yaitu penyambungan
berselang-seling sebuah adegan dalam satu ruang atau lebih namun harus dalam satu
waktu. Bila adegan tersebut berada dalam ruang yang berbeda, maka harus memiliki garis
aksi yang sama.
Selain itu Griffith juga sudah membuktikan akan efisiennya Paralel Editing, yaitu
penyambungan berselang-seling dua adegan atau lebih yang diasumsikan terjadi dalam
waktu yang sama namun tidak memiliki garis aksi yang sama. Contohnya, ketika adegan
penyerangan keluarga Cameron, penahanan Elsie Stoneman oleh Silas Lynch dan
kedatangan Ku Klux Klan disambung berselang-seling secara bergantian dan menunjukkan
waktu yang terjadi secara bersamaan.
Selain itu Griffith juga sudah melakukan sebuah
terobosan dengan membuat Cross Cutting saat memperlihatkan adegan Margaret Cameron
mengingat kedua saudara laki-lakinya, Griffith menyambungnya dengan shot-shot saat
mereka menemui ajal. Secara sederhana Cross Cutting dipahami sebagai penyambungan
berselang-seling dua adegan atau lebih terjadi dalam ruang dan waktu yang berlainan,
namun memiliki keterhubungan tema atau kesatuan tema.
2016
8
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Namun yang menarik adalah ketika Griffith juga membuat suatu sequence penyelamatan
keluarga Cameron dari keganasan pasukan kulit hitam, di mana dia menggunakan paralel
editing pada awalnya dan menjadi intercut di bagian akhirnya ketika Ku Klux Klan dapat
menghabisi pasukan utara dan membebaskan keluarga tersebut. Metode ini disebut Last
Minutes Rescue. Pada masa sekarang, metode ini banyak digunakan film-film laga terutama
saat-saat sequence terakhir.
Eksperimen editing Griffith yang radikal adalah film Intolerance (1916) yang merupakan film
fiksi pertama yang berhasil mengeksplorasi ide thematic montage. Baik film dan tekniknya
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sutradara film pada tahun 1920 an,
terutama di Uni Soviet. Thematic montage ini lebih menekankan asosiasi ide serta
mengabaikan kontinuitas waktu dan ruang.
Film tersebut menyatukan tema tentang kekejaman manusia terhadap manusia lain dan
bukan hanya satu cerita yang diceritakan, namun empat cerita berbeda.
1. Cerita Zaman Modern (1914) : Cerita tentang awal abad ke-20 di Amerika Serikat saat
terjadi pemogokan dan kerusuhan buruh serta perubahan sosial di California.
Sequence ini juga menceritakan konflik buruh dan majikan.
2. Cerita Masa Penyaliban Yesus
3. Cerita Masa Renaissance Di Perancis : Penganiayaan dan pembantaian kaum Huguenot
oleh bangsawan Katolik pada abad ke – 16.
4. Cerita Masa Babilonia (539 S.M)
Perdamaian Pangeran Belshazzar dari Babilonia pada zaman-nya dan pengepungan oleh
Raja Cyrus dari Persia.
Keempat cerita terjalin secara paralel dan Griffith hanya
menghubungkan keempat cerita tersebut menggunakan sebuah insert shot bayi dalam
buaian yang sedang ditidurkan oleh ibunya. Pada akhir film, Griffith menggambarkan
pengajaran yang penuh ketegangan pada cerita pertama dan keempat. Pembantaian yang
kejam pada cerita Huguenot serta klimaks yang lambat pada pembunuhan Jesus.
Film ini terdiri dari ratusan shot dan shot-shot yang terpisah oleh ribuan tahun dan ribuan
kilometer jaraknya, disejajarkan secara rapi. Perbedaan waktu dan ruang ini disatukan
denga satu tema sentral yaitu intoleransi. Kontinuitas bagi Griffith tidak lagi bersifat fisik
maupun psikologis, namun tematis. Secara komersial film ini tidak sukses atau bahkan lebih
layak disebut gagal total. Akan tetapi pengaruhnya besar sekali bagi pembuat film di
kemudian hari. Contohnya adalah para pembuat film Rusia yang begitu terpesonanya
terhadap dua film Griffith tersebut, juga dengan kemampuannya dalam menjalankan
metode-metodenya.
2016
9
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DaftarPustaka
Millerson, Gerald, Effective Television Production, 3rd ed, Focal Press
London, New York,1987
Compesi, Ronald J and Sherrieffs, Ronald E, Video Field Production &
Editing, 3rd Edition, Allyn and Bacon, 1993
Thompson, Roy, Grammar of the Edit, Media Manual , Berlin, 1992
Thompson, Roy, Grammar of the Shot, Media Manual , Berlin, 1997
Zettl, Herbert, Video Basic 3, 3rd ed, Wadsworth Thomson Learning, 2004
Shaner, Pete and Jones, Gerald E, Real World Digital Video, Peachpit Press
Tahapary, Hanoch, Bahan Ajar Pasca Produksi, D3 Kom-Fisip UI, Depok, 1999, (Revisi
2003)
Subroto, Darwanto, Produksi Acara Televisi, Duta Wacana University Press,
Yogyakarta, 1998
www.cybercollege.com
www.mediacollege.com
www.shutterstock.com
www.issprops.com
www.urbanfox.com
www.tpub.com
www.internetcampus.com
www.tv-handbook.com
www.google.com/images
www.google.com/web
2016
10
Editing II
Bagus Rizki Novagyatna, S.Ikom
PusatBahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download