8 BAB II KAJIAN TEORI dan KERANGKA PIKIR PENELITIAN A

advertisement
8
BAB II
KAJIAN TEORI dan KERANGKA PIKIR PENELITIAN
A. KAJIAN TEORI
1. Pengertian Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem Based Learning (PBL) adalah kurikulum dan proses
pembelajaran. Dalam kurikulumnya dirancang masalah-masalah yang
menuntut mahasiswa mendapatkan pengetahuan yang penting, membuat
mereka mahir dalam memecahkan masalah dan memiliki strategi belajar
sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses
pembelajarannya menggunakan pendekatan yang sistematik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan
dalam karier dan kehidupan sehari-hari, menurut Howard Barrows dan
Kelson dalam Amir 2009.
Menurut
Arends
(2007)
menyatakan
bahwa
esensinya
PBL
menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna
kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan. PBL dirancang untuk membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan meyeleseikan
masalah, mempelajari peran-peran orang dewasa dan menjadi pelajar yang
mandiri. Model ini menyediakan sebuah alternatif yang menarik bagi guru
yang menginginkan maju melebihi pendekatan-pendekatan yang lebih
8
9
berpusat pada guru menantang siswa dengan aspek pembelajaran aktif dari
model itu.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning /
PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan
lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan
relevan (bersangkut-paut) bagi
siswa, dan
memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
2. Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends, 2007
antara lain :
a. Pembelajaran
berdasarkan
proyek
(project-based
instruction),
pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa untuk bekerja
mandiri dalam mengkonstruk pembelajarannya.
b. Pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction),
pendekatan pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan
percobaan guna mendapatkan kesimpulan yang benar dan nyata.
c. Belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang
memperkenankan siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan
memecahkan masalah yang penting dalam konsteks kehidupan nyata.
d. Pembelajaran
bermakna
(anchored
instruction),
pendekatan
pembelajaran yang mengikuti metodologi sains dan memberi
kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
10
3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Arends, 2009 Problem Based Learning dengan pengharapan
peseta didik belajar di lingkungan kecil atau kelompok kecil akan
membantu perkembangan masyarakat belaajr. Bekerja dalam kelompok
juga membantu mengembangkan karakteristik esensial yang dibutuhkan
untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti dalam berkomunikasi
secara verbal, berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan membangun
team
kerja.
Dari
deikembangkan
itu
berbagai
memiliki
model
pembelajaran
masing-masing
yang
dimulai
karakteristik.
Para
pengembang pembelajaran Problem Based Learning telah mendiskripsikan
karakteristik sebagai berikut :
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pembelajaran
Problem
Based
Learning
mengorganisasikan
pembelajaran dengan diseputar pertanyaan dan masalah yang keduaduanya secara sosial penting dan secara autentik untuk menghindari
jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai mascam
solusi untuk situasi itu.
b. Berfokus pada interdisipliner
Meskipun Problem Based Learning dipusatkan pada subjek ertentu
atau mata pelajaran tertentu, akan tetapi masalah yang dipilihkan
benar-benar nyata agar dalam pemecahan siswa meninjau masalah itu
dari banyak mata pelajaran.
11
c. Investigasi autentik
Problem Based Learning mengharuskan siswa untuk melakukan
investigasi autentik atau penyelidikan autentik untuk menentukan
solusi riil. Mereka harus menganalisis, mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis
informasi,
melaksanakan
eksperimen
(bila
memungkinkan) membuat inferensi dan menarik kesimpulkan.
d. Mengasilkan produk/karya dan memamerkannya
Problem Based Learning menuntut siswa untuk menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang
menjelaskan atau mewakili penyeleseian masalah yang mereka
tenukan. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, debat bohongbohongan, dan dapat juga dalam bentuk laporan, model fisik, video,
maupun
program
komputer.
Karya
nyata
itu
kemudian
di
demonstrasikan kepada teman-temannya yang lain kemudian di
demonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang
telah mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segera
terhadap laporan tradisional atau malakah.
e. Kolaborasi
Problem Based Learning dirincikan oleh siswa yang bekerjasama satu
sama lain, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompokkelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk keterlibatan
secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan meningkatkan
12
kesempatan untuk melakukan penyelididkan dan dialog bersama dan
untuk mengembangkan berbagai keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir.
4. Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pengguanaan Problem Based
Learning menurut Trianto, 2010 adalah :
a. Membantu
siswa
mengembangkan
keterampilan
berpikir
dan
keterampilan pemecahan masalah.
b. Belajar peranan orang dewasa yang autentik
c. Menjadikan siswa berusaha berpikir kritis dan mampu mengembangkn
kemmapuan analisisnya serta menjadi pembelajar yang mandiri.
d. Memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak hanya sekedar
berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir
terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.
5. Unsur – Unsur Pembelajaran Berbasis Masalah
Problem Based Learning mempunyai beberapa unsur-unsur yang
mendasar pada pendidikan, yaitu :
a. Integrated Learning, pembelajaran mengintegrasikan seluruh bidang
pelajaran. Pembelajaran bersifat menyeluruh melibatkan aspek-aspek
perkembangan anak. Anak membangun pemikiran melalui pengalaman
langsung.
13
b. Contextual Learning, yaitu anak belajar sesuatu yang nyata, terjadi,
dan dialami dalam kehidupannya. Anak merasakan langsung manfaat
belajar untuk kehidupannya.
c. Constructivist Learning, yaitu anak membangun pemikirannya melalui
pengalaman langsung (hand on experience).
d. Active Learning, yaitu anak sebagai subyek belajar yang aktif
menentukan, melakukan dan mengevaluasi.
e. Learning Interesting, yaitu bahwa pembelajaran lebih menarik dan
menyenangkan bagi anak karena anak terlibat langsung dalam
menentukan masalah.
6. Keunggulan Dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
Model pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan menurut Rusman, 2012 :
a. Keunggulan Problem Based Learning
Sebagai suatu strategi pembelajaran, strategi Problem Based Learning
memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
1) Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran.
2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru
bagi siswa.
3) Pemecahan
masalah
pembelajaran siswa.
dapat
meningkatkan
aktivitas
14
4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana
mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam kehidupan nyata.
5) Pemecahan
masalah
dapat
membantu
siswa
untuk
mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab
dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
6) Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan
disukai siswa.
7) Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka
untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
8) Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan pada siswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam
dunia nyata.
9) Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk
secara terus menerus belajar.
b. Kelemahan Problem Based Learning
Disamping memiliki keunggulan, strategi pembelajaran berbasis
masalah juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya :
1) Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
15
2) Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving
membutuhkan cukup waktu untuk persiapan.
3) Tanpa
pemahaman
mengapa
mereka
berusaha
untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka
tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
7. Peran Guru Dalam Problem Based Learning
a. Menyiapkan Perangkat Berpikir siswa
Beberapa hal yang dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam
PBL adalah :
1) Membantu siswa mengubah cara berpikir
2) Member siswa ikhtisar siklus PBL, struktur dan batasan waktu.
3) Mengomunikasikan tujuan, hasil dan harapan
4) Menyiapkan siswa untuk pembaruan dan kesulitan yang akan
menghadang
5) Membantu siswa merasa memiliki masalah
b.
Menekankan Belajar Kooperatif
PBM menyediakan cara untuk inqury yang bersifat kolaborasi dan
belajar Bray,dkk dalam Rusman (2010) mengambarkan inquiry
kolaboratif sebagai proses di mana orang melakukan refleksi dan
kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk
menjawab pertanyaan penting. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa pada Pembelajaran Berbasis Masalah
lebih menekankan
16
pembelajaran inquiry kolaboratif yang di kerjakan dengan tim secara
berkelompok.
c. Memfasilitasi Pembelajaran Kelompok Kecil dalam Pembelajaran
Berbasis masalah
Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota
berkisar antara 1 sampai 10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan
satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar
kooperatif untuk mengabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam
langkah-langkah yang beragam dalam siklus PBM untuk menyatukan
ide, berbagai hasil belajar, dan penyajian ide.
d. Melaksanakan Pembelajaran Berbasis Masalah
Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan
pelibatan siswa dalam masalah. Guru juga memaikan peran aktif dalam
memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.
Fase Pembelajaran Berbasis Masalah :
a. Fase sebelum pembelajaran
1) memastikan bahwa siswa-siswa memahami masalah yang
diberikan
2) menjelaskan hal-hal yang diharapkan dari siswa
3) menyiapkan mental para siswa untuk menyelesaikan masalah
dan pengetahuan yang telah siswa miliki yang akan berguna
untuk membantu dalam memecahkan
17
b. Fase selama pembelajaran
1) memberikan siswa kesempatan untuk bekerja tanpa petunjuk
dari guru atau hindari memberikan bantuan di awal kerja siswa
2) menggunakan waktu untuk mendeteksi perbedaan –perbedaan
siswa berfikir, ide-ide yg digunakan dlm memecahkan masalah
c. Fase sesudah pembelajaran
1) siswa-siswa
berdiskusi,
akan
bekerja
sebagai
menguji
dan
menghadapi
komunitas
belajar,
berbagai
macam
penyelesaian yang diperoleh siswa
2) menggunakan kesempatan ini untuk mengetahui cara siswa
berfikir dan cara mereka mendekati permasalahan
3) membuat ringkasan ide-ide pokok dan mengidentifikasi
masalah-masalah untuk kegiatan selanjutnya
8. Kriteria Pemilihan Bahan Pelajaran Untuk Problem Based Learning
Kriteria pemilihan bahan pelajaran untuk Problem Based Learning
adalah sebagai berikut :
a. Bahan pelajaran mengandung isu-isu konflik (conflict issue)
bersumber dari berita, rekaman, dan video.
b. Bahan yang dipilih bersifat familiar dengan siswa.
c. Bahan yang dipilih yang berhubungan dengan orang banyak
(universal).
d. Bahan yang dipilih yang mendukung tujuan atau kompetensi yang
dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.
18
e. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga siswa merasa
perlu untuk mempelajarinya.
Materi dalam Blok 10 LBM 3 adalah sebagai berikut :
a.
Menjelaskan infeksi pada masa nifas
b.
Menjelaskan HPP pada masa nifas dan asuhannya
c.
Menjelaskan macam-macam infeksi masa nifas
d.
Menjelaskan gangguan psikologi masa nifas
e.
Menjelaskan tindak lanjut asuhan nifas dirumah
9. Tahapan Pemecahan Masalah Dalam Problem Based Learning
Tahapan pemecahan masalah sangat bergantung pada kompleksitas
masalahnya. Untuk masalah yang kompleks karena cakupan dan
dimensinya sangat luas, maka langkah-langkah pemecahan masalah
dengan pendekatan akademik dapat dilakukan. Permasalahan yang
sederhana dengan cakupan dan dimensi yang rela sempit dan praktis dapat
dipecahkan dengan tahapan-tahapan yang sederhana dan praktis pula.
Kedua jenis tahapan tersebut adalah sebagai berikut ini :
a. Tahapan Pemecahan Masalah Secara Akademik
Secara akademik tahapan pemecahan masalah yang kompleks adalah
sebagai berikut :
1) Kesadaran akan adanya masalah
2) Merumuskan masalah
3) Membuat jawaban sementara atas masalah atau hipotesis
4) Mengumpulkan data atau fakta-fakta
19
5) Menganalisis data atau fakta-fakta sebagai pengujian hipotesa
6) Membuat kesimpulan berdasarkan hasil pengujian hipotesa
7) Membuat alternative pemecahan masalah
8) Menetapkan pilihan diantara alternative pemecahan masalah
9) Menyusun rencana upaya pemecahan masalah
10) Melaksanakan upaya pemecahan masalah
11) Mengevaluasi hasil pemecahan masalah
b. Tahapan pemecahan masalah secara praktis
Tahapan pemecahan masalah yang lebih praktis adalah :
1) Kesadaran akan adanya masalah
2) Merumuskan masalah
3) Mencari alternative pemecahan masalah
4) Menetapkan pilihan diantara alternatif pemecahan masalah
5) Melaksanakan pemecahan masalah
6) Evaluasi pemecahan masalah
10. Langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Arends (2007) menyatakan bahwa sintaks pembelajaran berdasarkan
masalah terdiri dari lima fase utama. Fase-fase tersebut merujuk pada
tahapan-tahapan yang praktis yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran
dengan PBL, sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah ini
Tabel 2.1 Sintaks untuk PBL
Fase
Perilaku Guru
Fase 1.
Guru membahas tujuan
Memberikan orientasi tentang
pembelajaran, mendeskripsikan
20
permasalahan kepada siswa
berbagai kebutuhan logistik
penting, dan memotivasi siswa
untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah.
Fase 2.
Guru membantu siswa untuk
Mengorganisasikan siswa untuk
mendefinisikan dan
meneliti
mengorganisasikan tugas-tugas
belajar yang terkait dengan
permasalahannya
Fase 3.
Guru mendorong siswa untuk
Membantu investigasi mandiri dan
kelompok
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen dan
mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4.
Guru membantu siswa dalam
Mengembangkan dan
merencanakan dan menyiapkan
mempresentasikan artefak dan
artefak-artefak yang sesuai seperti
exhibit
laporan, rekaman video, dan model-
.
model, serta membantu mereka
untuk menyampaikannya kepada
orang lain.
Fase 5.
Guru membantu siswa untuk
Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah
melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses
yang mereka gunakan.
Fase 1. Memberikan Orientasi tentang Permasalahannya Kepada Siswa.
Pada awal pembelajaran PBL, seperti tipe pelajaran lainnya, guru
seharusnya mengkomunikasikan dengan jelas maksd pelajarannya,
membangun sikap positif terhadap pelajaran itu, dan mendeskripsikan
21
sesuatu yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Guru perlu
menyodorkan situasi bermasalah dengan hati-hati atau memiliki prosedur
yang jelas untuk melibatkan siswa dalam indentifikasi permasalahan. Guru
seharusnya menyuguhkan situasi bermasalah itu kepada siswa dengan
semenarik mungkin.
Fase 2. Mengorganisasikan Siswa untuk Meneliti.
PBL mengharuskan guru untuk mengembangkan keterampilan
kolaborasi di antara siswa dan membantu mereka untuk menginvestigasi
masalah secara bersama-sama. PBL juga mengharuskan guru untuk
membantu siswa untuk merencanakan tugas investigatif dan pelaporannya.
Fase 3. Membantu Investigasi Mandiri dan Kelompok.
Investigasi yang dilakukan secara mandiri, berpasangan, atau
dalam tim-tim studi kecil adalah inti PBL. Meskipun setiap situasi masalah
membutuhkan teknik investigatif yang agak berbeda, kebanyakan
melibatkan proses mengumpulkan data dan eksperimentasi, pembuatan
hipotesis dan penjelasan, dan memberikan solusi.
Fase 4. Mengembangkan dan Mempresentasikan Artefak dan Exhibits.
Artefak lebih dari sekedar laporan tertulis. Artefak termasuk halhal seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah
dan solusi yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik
dari situasi masalah atau solusinya, dan pemrograman komputer serta
presentasi multimedia. Setelah artefak dikembangkan, guru sering
mengorganisasikan exhibits untuk memamerkan hasil karya siswa di depan
22
umum. Exhibits dapat berupa pekan ilmu pengetahuan tradisional, yang
masing-masing siswa memamerkan hasil karyanya untuk diobservasi dan
dinilai oleh orang lain.
Fase 5. Menganalisis dan Mengevaluasi Proses Mengatasi Masalah.
Fase
terakhir
PBL
melibatkan
kegiatan-kegiatan
yang
dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi
proses berpikirnya sendiri maupun keterampilan investigatif dan
keterampilan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini, guru
meminta siswa untuk merekontruksikan pikiran dan kegiatan mereka
selama berbagai fase pelajaran.
Sanjaya, 2007
mengemukakan 5 langkah strategi PBL melalui
kegiatan kelompok :
a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa
tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas
masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta
pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik
untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya
masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa
menghambat
maupun
faktor
yang
dapat
mendukung
dalam
penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam diskusi
kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan
23
tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambat yang diperkirakan.
c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang
telah dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa
didorong untuk berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi
tentang kemungkinan setiap tindakan yang dapat dilakukan.
d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan
keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan
kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan
strategi yang diterapkan.
11. Evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah
Seperti yang telah disebutkan bahwa model Problem-Based Learning
tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyakbanyaknya kepada siswa. Dalam Problem-Based Learning, perhatian
pembelajaran tidak hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, tetapi
juga perolehan pengetahuan prosedural. Oleh karena itu, penilaian tidak
cukup hanya dengan tes. Penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model
Problem-Based Learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh
siswa sebagai hasil penyelidikan mereka.
Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan siswa
tersebut, penilaian itu antara lain asesmen kenerja, asesmen autentik dan
24
portofolio. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat melihat bagaimana
siswa merencanakan pemecahan masalah melihat bagaimana siswa
menunjukkan pengetahuan dan keterampilan. Karena kebanyakkan
problema dalam kehidupan nyata bersifat dinamis sesuai perkembangan
zaman dan konteks lingkungannya, maka perlu dikembangkan model
pembelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif mengembangkan
kemampuannya untuk belajar (Learning how to learn). Dengan
kemampuan atau kecakapan tersebut diharapkan siswa akan mudah
beradaptasi (Nurhadi, 2003).
12. Penilaian Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
a. Aspek Penilaian
Penilaian
dalam Pembelajaran
Berbasis
Masalah (PBM)
atau Problem Based Learning (PBL) dilakukan dengan memadukan
tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap
(attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup
seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir
semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan
laporan.
Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat
bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan
perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap
dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan
partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan
25
kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek
tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
b. Teknik Penilaian
Penilaian Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) atau Problem Based
Learning (PBL) dilakukan dengan authentic assesment. Penilaian
dapat dilakukan dengan portfolio yang merupakan kumpulan yang
sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk
melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka
pencapaian tujuan pembelajaran.
Penilaian dalam Pembelajaran Berbasis Masalah atau Problem Based
Learning dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assesment) dan
peer-assesment.
1) Self-assesment. Penilaian yang dilakukan oleh pembelajar itu
sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pelerjaannya dengan
merujuk pada tujuan yang ingin dicapai (standard) oleh
pebelajar itu sendiri dalam belajar.
2) Peer-assessment. Penilaian di mana pebelajar berdiskusi untuk
memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian
tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh
teman dalam kelompoknya.
Penilaian yang relevan dalam Pembelajaran Berbasis Masalah antara
lain sebagai berikut :
26
1) Penilaian kinerja peserta didik. Pada penilaian kinerja ini,
peserta
didik
diminta
mendemonstrasikan
tertentu,
seperti
untuk
kemampuan
menulis
unjuk
kerja
melakukan
karangan,
atau
tugas-tugas
melakukan
suatu
eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah,
memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.
2) Penilaian portofolio peserta didik. Penilaian portofolio adalah
penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan
informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan
peserta didik dalam suatu periode tertentu.
Informasi
perkembangan peserta didik dapat berupa hasil karya terbaik
peserta didik selama proses belajar, pekerjaan hasil tes, piagam
penghargaan, atau bentuk
informasi
lain yang terkait
kompetensi tertentu dalam suatu mata pelajaran. Dari informasi
perkembangan itu peserta didik dan guru dapat menilai
kemajuan belajar yang dicapai dan peserta didik terus berusaha
memperbaiki diri. Penilain dengan portofolio dapat dipakai
untuk penilaian
pembelajaran yang
dilakukan
secara
kolaboratif. Penilaian kolaboratif dalam PBL dilakukan dengan
cara evaluasi diri (self assesment) dan peer assesment. Self
assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik
itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya
dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh peserta
27
didik itu sendiri dalam belajar. Peer assessment adalah penilian
dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian
upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang diselesaikan
sendiri maupun teman dalam kelompoknya.
3) Penilaian Potensi Belajar. Penilaian yang diarahkan untuk
mengukur potensi belajar peserta didik yaitu mengukur
kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau
teman-temannya yang lebih maju. PBL yang memberi tugastugas pemecahan masalah memungkinkan peserta didik untuk
mengembangkan dan mengenali potensi kesiapan belajarnya.
4) Penilaian Usaha Kelompok. Menilai usaha kelompok seperti
yang dlakukan pada pembelajaran kooperatif dapat dilakukan
pada PBL. Penilaian usaha kelompok mengurangi kompetisi
merugikan yang sering terjadi, misalnya membandingkan
peserta didik dengan temannya. Penilaian dan evaluasi yang
sesuai dengan model pembelajaran berbasis masalah adalah
menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh peserta didik sebagai
hasil pekerjaan mereka dan mendiskusikan hasil pekerjaan
secara bersama-sama.
5) Penilaian proses dapat digunakan untuk menilai pekerjaan
peserta didik. Penilaian proses bertujuan agar guru dapat
melihat bagaimana peserta didik merencanakan pemecahan
28
masalah, melihat bagaimana peserta didik menunjukkan
pengetahuan dan keterampilannya.
6) Penilaian kinerja memungkinkan peserta didik menunjukkan
apa yang dapat mereka lakukan dalam situasi yang sebenarnya.
Sebagian masalah dalam kehidupan nyata bersifat dinamis
sesuai dengan perkembangan zaman dan konteks atau
lingkungannya, maka di samping pengembangan kurikulum
juga perlu dikembangkan model pembelajaran yang sesuai
tujuan kurikulum yang memungkinkan peserta didik dapat
secara
aktif
mengembangkan
kerangka
berpikir
dalam
memecahkan masalah serta kemampuannya untuk bagaimana
belajar (learning how to learn). Dengan kemampuan atau
kecakapan tersebut diharapkan peserta didik akan mudah
beradaptasi.
Dasar
pemikiran
pengembangan
strategi
pembelajaran tersebut sesuai dengan pandangan kontruktivis
yang menekankan kebutuhan peserta didik untuk menyelidiki
lingkungannya dan membangun pengetahuan secara pribadi
pengetahuan bermakna.
c. Tahap Penilaian
Tahap penilaian pada Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) terdiri
dari 3 hal, antara lain :
a. Bagaimana peserta didik dan evaluator menilai produk (hasil
akhir) proses
29
b. Bagaimana mereka menerapkan tahapan PBM untuk bekerja
melalui masalah
c. Bagaimana peserta didik akan menyampaikan pengetahuan
hasil
pemecahan
akan
masalah
atau
sebagai
bentuk
pertanggungjawaban mereka belajar menyampaikan hasil-hasil
penilaian atau respon-respon mereka dalam berbagai bentuk
yang beragam, misalnya secara lisan atau verbal, laporan
tertulis, atau sebagai suatu bentuk penyajian formal lainnya.
B. PENELITIAN YANG RELEVAN
1. Penelitian yang dilakukan oleh Faristin Amala (2013) yang berjudul “
Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based
Learning) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Pada
Kompetensi Dasar Menerima dan Menyampaikan Informasi Bagi
Siswa Kelas X Administrasi Perkantoran di SMK Cut Nya’ Dien
Semarang” menunjukan bahwa dilihat dari rata-rata berpikir kritis dan
hasil belajar siswa pada pembelajaran yang menerapkan Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) pada siklus
I sampai dengan siklus II yang mengalami peningkatan hingga
mencapai indikator keberhasilan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ary Cahyo Nugroho (2008), yang
berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem
Based Learning) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
Kelompok Satu di Kelas-x Pada Mata Pelajaran Sejarah di SMA
30
Negeri 1 Ponggok” menunjukan hasil bahwa motivasi beajar sejarah
semua siswa kelompok satu setelah diterapkannya model pembelajaran
berbasis masalah mengalami peningkatan, adapun peningkatan
tersebut diukur berdasarkan lima indikator motivasi yaitu perhatian,
waktu belajar, usaha. Disarankan agar guru sejarah sebaiknya tidak
hanya menggunakan metode ceramah atau konvensional sebagai satusatunya metode metode dalam menyampaikan materi sejarah.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Darwati Jufri (2010), yang berjudul
Implementasi Model Problem Based Learning pada Pembelajaran
Pendidikan Agama Islam di SMA Negeri 3 Parepare” menunjukan
hasil bahwa bahwa implementasi model pembelajaran problem based
learning pada pembelajaran pendidikan pendidikan agama Islam di
SMA Negeri 3 Parepare, belum berjalan dengan baik, masih
terbatasnya kompeten pelaksanaannya artinya kemampuan guru secara
utuh dalam mengelolah pembelajaran. Oleh karena itulah masih perlu
ditingkatkan lagi terutama dalam menerapkan variasi metode dan
strategi pembelajaran.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Larassati Riani Dewi (2012), yang
berjudul “Pengaruh Model Problem Based Learning (PBL) Melalui
Metode Eksperimen Terhadap Kemampuan Kognitif Berdasarkan
Keterampilan Pemecahan Masalah Fisika Pada Materi Sub Bahasan
Asas Black Untuk Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Sewon Bantul
Yogyakarta”, menunjukan hasil bahwa terdapat pengaruh positif dan
31
signifikan
model
PBL
melalui
metode
eksperimen
terhadap
kemampuan kognitif berdasarkan keterampilan pemecahan masalah
fisika yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi sebesa r 0,482
dan sumbangan model PBL dalam hal ini aktivitas eksperimen siswa
terhadap kemampuan kognitif siswa sebesar 23,2%.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Dina Lestari (2011), dengan judul
“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap
Hasil Belajar IPA Siswa Kelas VIII SMPN 2 Blitar Ditinjau Dari
Kemampuan Dasar Matematika”, menunjukan hasil belajar IPA bagi
siswa yang belajar dengan pembelajaran problem based learning lebih
tinggi daripada siswa yang belajar secara konvensional, hasil belajar
IPA bagi siswa yang mempunyai kemampuan dasar matematika tinggi
lebih tinggi daripada siswa yang mempunyai kemampuan dasar
matematika rendah, terdapat interaksi antara model pembelajaran
problem based learning dengan kemampuan dasar matematika
terhadap hasil belajar IPA, hasil belajar IPA siswa yang mempunyai
kemampuan dasar matematika tinggi, lebih tinggi jika belajar dengan
model pembelajaran problem based learning daripada siswa yang
mempunyai kemampuan dasar matematika tinggi yang belajar secara
konvensional, hasil belajar IPA siswa yang mempunyai kemampuan
dasar matematika rendah, lebih tinggi jika belajar dengan model
pembelajaran problem based learning daripada siswa yang mempunyai
32
kemampuan
dasar
matematika
rendah
yang
belajar
secara
konvensional.
C. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Perencanaan
PBL:
1. Silabus
pembelajaran
2. RPP
pembelajaran
3. Buku panduan
SGD
Pelaksanaan PBL :
1. Mengidentifikas
i masalah
2. Mendiagnosa
masalah
3. Merumuskan
alternative
4. Menentukan dan
menerapkan
strategi
Kendala PBL
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Evaluasi PBL :
1. Aspek
Pengetahuan
2. Keaktifan
3. Sikap
Download