sistem pengendalian internal badan usaha milik negara

advertisement
SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL
BADAN USAHA MILIK NEGARA
I. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman, di setiap negara pasti membutuhkan
pemerintahan yang baik atau yang disebut dengan Good Corporate Governance.
Pemerintahan yang baik ini merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan
tugas untuk membangun negara sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Untuk
pencapaian tujuan tersebut setiap pemerintahan harus dapat mengelola sumber daya
yang ada di negara, salah satunya yang terpenting adalah keuangan.
Pengelolaan sumber daya tersebut tentunya bertujuan untuk pengamanan aset
dan keuntungan perusahaan yang merupakan tujuan akhir perusahaan. Agar hal
tersebut dapat terlaksana, manajemen perusahaan memerlukan bangunan internal control
yang tangguh, sederhana, mudah dioperasikan, dan aman bagi kepentingan perusahaan.
Walaupun masing-masing organisasi memiliki misi yang berbeda, akan tetapi ,
strategi bisnis yang mendasari tujuan dan sasaran dari semua organisasi umumnya
berhubungan dengan kinerja yang diharapkan, dikaitkan dengan operasi yang efisien
dan efektif; pengembangan dari kehandalan laporan keuangan; dan ketaatan terhadap
hukum dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Internal control yang baik memungkinkan manajemen siap menghadapi
perubahan situasi ekonomi yang dinamis, persaingan yang semakin ketat, pergeseran
permintaan pelanggan dan prioritasnya serta restrukturisasi untuk kemajuan yang akan
datang. Berkaca dari pengalaman Amerika Serikat dan belahan dunia lainnya, kasus
Enron dan WorldCom1 mendorong institusi pemerintah ataupun swasta untuk meninjau
ulang kebijakan audit dan internal control yang selama ini dibuat. Kasus ini mendorong
diterbitnya UU Sarbanes Oaxley atau Sarbanes Oaxley Act yang dalam Pasal 404
penggunaan internal control assessment yang oleh PCAOB diisyaratkan menggunakan
framework yang disusun oleh COSO (Comitte of Sponsoring Treadway Organization
Comission).
Di Indonesia, bagi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) keharusan
penyelenggaraan internal control berbasis framework COSO (internal control COSO)
tersebut tertuang dalam Pasal 22 Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/MMBU/2002 tentang Penerapan Good Governance pada Badan Usaha Milik Negara. Dalam
keputusan tersebut dinyatakan bahwa manajemen BUMN harus memelihara internal
control bagi perusahaan.
Sebagaimana diketahui, peranana BUMN dalam tata perekonomian Indonesia
merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional yang
diharapkan secara aktif berkecimpung dan bekerja sama berdasarkan demokrasi
ekonomi untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk memperoleh hasil,
1
www.news.cnet.com
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
1
manfaat dan dampak positif yang optimal dari kinerja BUMN sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya, penerapan prinsip-prinsip pengendalian internal berperan dalam
menjaga Good Governance pada BUMN.
II. Rumusan masalah
Bagaimanakah pengaturan Sistem Pengendalian Internal pada Badan Usaha Milik
Negara di Indonesia
III. Pembahasan
COSO mendefinisikan pengendalian internal as a process, effected by an entity
board of directors, management and other personnel designed to provide reasonable assurance
regarding the achievement of objective in the following categories : effectiveness and efficiency of
operations, reliability of financial reporting, and compliance with applicable lows and regulation.
Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian internal didefenisikan sebagai suatu
proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi,
yang dirancang untuk membantu organisasi mencapai suatu tujuan atau objektif
tertentu.2 Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan utama proses
pengendalian internal adalah : (1) Operation/performance objectives; (2) Information/financial
reporting objectives; dan (3) Compliance objectives.
Sedangkan sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen
yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi.3
Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen, yaitu : objek, atribut,
hubungan internal dan lingkungan.
Terkait dengan pengendalian internal, Sistem Pengendalian Internal (SPI) adalah
semua kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai
kepada manajemen bahwa organisasi akan mencapai tujuan dan sasarannya.4
Yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang
seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara
langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.5
Berdasarkan ketentuan Pasal 5 Ayat (3) UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa “Dalam melaksanakan tugasnya, anggota
Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan
serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.”
Selanjutnya dalam penjelasan ketentuan Pasal 26 UU No.19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara dinyatakan bahwa persero (dalam hal ini BUMN) wajib
menyelenggarakan pembukuan yang dipertanggungjawabkan dan diselenggarakan
berdasarkan prinsip-prinsip pengendalian internal terutama pemisahan fungsi
pengurusan, pencatatan, penyimpanan dan pengawasan. Selanjutnya menurut
www.id.wikipedia.org
www.id.wikipedia.org
4 www.oacr.ufl.edu
5 Ketentuan Pasal 1UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
2
3
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
2
ketentuan Pasal 22 Ayat (1) Keputusan Menteri BUMN No.117 Tahun 2002 tentang Good
Corporate Governance menyatakan bahwa “Direksi harus menetapkan suatu sistem
pengendalian internal yang efektif untuk mengamankan investasi dan asset BUMN.”
Dengan demikian, peraturan perundang-undangan mewajibkan agar manajemen
membuat serta menjalankan suatu kerangka pengendalian internal yang baik.
Dalam framework COSO, keberhasilan sistem pengendalian ditentukan oleh lima
komponen, yaitu :
1. lingkungan pengendalian (control environment), meliputi integritas pegawai, nilai
etika dan kompetensi dari pegawai yang ada, filosofi manajemen, cara manajemen
menetapkan wewenang dan tanggung jawab, mengorganisasikan dan
mengembangkan pegawai, serta melaksanakan arahan yang diberikan oleh dewan
komisaris dan direksi;
2. pemahaman dan penilaian/pengukuran resiko (risk assessment), merupakan proses
pengidentifikasian dan analisa resiko yang ada hubungannya dengan pencapaian
tujuan, pembentukan dasar penetapan bagaimana resiko harus dikelola;
3. kegiatan kontrol dan pemisahan tugas (control activities), merupakan pengambilan
berbagai tindakan yang diperlukan untuk mengelola resiko terhadap pencapaian
tujuan perusahaan, yang mencakup pengesahan, kewenangan, verifikasi, pengkajian
ulang kinerja usaha, pengamanan aktiva dan pemisahan tugas;
4. informasi dan komunikasi (informations and communications), informasi yang dapat
diidentifikasi, direkam dan dikomunikasikan dalam bentuk rentang waktu dan
memungkinkan semua pihak yang terkait untuk melaksanakan tanggung jawabnya;
dan
5. kegiatan pemantauan dan perbaikan kontrol yang lemah (monitoring), yaitu sebuah
proses penaksiran atau penilaian kualitas kinerja sistem dari waktu ke waktu,
meliputi pemantauan kegiatan manajemen sehari-hari dan kegiatan pegawai dalam
melaksanakan tugasnya.
Pasal 22 Ayat (2) Keputusan Menteri BUMN No.117 Tahun 2002 tentang Good
Corporate Governance, komponen sistem pengendalian internal tersebut mencakup :
1. lingkungan pengendalian internal dalam perusahaan yang disiplin dan terstruktur
yang terdiri : (a) integritas, nilai etika, dan kompetensi karyawan; (b) filosofi dan
gaya kepemimpinan; (c) cara yang ditempuh manajemen dalam melaksanakan
kewenangan dan tanggung jawabnya; (d) pengorganisasian dan pengembangan
sumber daya manusia; dan (e) perhatian dan arahan yang dilakukan Direksi;
2. pengkajian dan pengelolaan resiko usaha yaitu suatu proses untuk mengidentifikasi,
menganalisis, menilai dan mengelola resiko usaha relevan;
3. aktivitas pengendalian yaitu tindakan-tindakan yang dilakukan dalam suatu proses
pengendalian terhadap kegiatan perusahaan pada setiap tingkat dan unit dalam
struktur organisasi BUMN antara lain mengenai kewenangan, otorisasi, verifikasi,
rekonsilisasi, penilaian atas prestasi kerja, pembagian tugas dan keamanan terhadap
aset perusahaan;
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
3
4. sistem informasi dan komunikasi yaitu suatu proses penyajian laporan mengenai
kegiatan operasional, financial dan ketaatan atas ketentuan dan peraturan yang
berlaku pada BUMN;
5. monitoring yaitu proses penilaian terhadap kualitas sistem pengendalian internal
termasuk fungsi audit internal pada setiap tingkat dan unit struktur organisasi
BUMN, sehingga dapat dilaksanakan secara optimal dengan ketentuan bahwa
penyimpangan yang terjadi dilaporkan kepada Direksi dan tembusannya
disampaikan kepada Komite Audit.6
Terlihat bahwa komponen sistem pengendalian internal yang terdapat dalam Keputusan
Menteri BUMN tersebut tidak jauh berbeda dengan komponen sistem pengendalian
internal dalam kerangka COSO.
Penetapan SPI oleh Direksi menunjukkan bahwa manajemen selaku penggerak
perusahaan bertanggung jawab dalam hal penerapan SPI tersebut, memastikan bahwa
SPI telah mencakup seluruh sasaran dan tujuan entitas, menegakkan/mempertahankan
SPI sehingga dapat terus mendukung pencapaian sasaran dan tujuan yang ditentukan,
bahkan ketika tujuan dan sasaran tersebut berubah dari waktu ke waktu, memastikan
bahwa sistem diterapkan secara konsisten, dan memastikan bahwa lingkungan
organisasi mendukung SPI tersebut. Tanggung jawab manajemen tersebut hendaknya
dilandasi atas dua konsep dasar SPI, yakni :
1. keyakinan memadai (reasonable assurance) berarti hanya terdapat kemungkinan yang
sangat kecil bahwa kesalahan yang material tidak dapat dicegah atau dideteksi
secara tepat waktu oleh SPI organisasi;
2. keterbatasan melekat (inherent limitations) berarti pengendalian internal tidak pernah
dapat dianggap sebagai sempurna.
Dengan demikian, sistem pengendalian yang dibangun dalam suatu organisasi
mempunyai lima fungsi, yaitu :
1. Preventive yaitu pengendalian untuk mencegah kesalahan-kesalahan baik itu berupa
kekeliruan ataupun ketidakberesan yang sering terjadi dalam operasi suatu kegiatan;
2. Detective yaitu untuk mendeteksi kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan yang
terjadi;
3. Corrective yaitu untuk memperbaiki kelemahan, kesalahan, dan penyimpangan yang
terdeteksi;
4. Direktive yaitu untuk mengarahkan agar pelaksanaan dilakukan dengan tepat dan
benar;
5. Compensative yaitu untuk menetralisi kelemahan pada aspek kontrol yang lain.
Pasal 22 Ayat (2) Keputusan Menteri BUMN No.117 Tahun 2002 tentang Penerapan Praktek
Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara
6
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
4
Dalam kaitannya dengan pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang salah
satunya dilakukan oleh BUMN7, sebelum Presiden menyampaikan rancangan undangundang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR.8
Laporan keuangan BUMN merupakan pendukung Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) karena nilai ekuitas BUMN merupakan bagian dari aset
Pemerintah dalam LKPP. SPI yang efektif tentunya akan meningkatkan kualitas dan
keandalan Laporan Keuangan BUMN maupun informasi keuangan lainnya yang
diterbitkan BUMN. Hal ini akan berdampak pada peningkatan keandalan LKPP karena
nilai ekuitas BUMN material terhadap nilai aset Pemerintah.
Setiap pelaksanaan pemeriksaan, terutama pemeriksaan keuangan dan
pemeriksaan kinerja, pemeriksa diharuskan memperoleh pemahaman mengenai SPI
entitas yang diperiksa. Keharusan memperoleh pemahaman mengenai SPI tersebut
diatur dalam Generally Accepted Auditing Standards – GAAS, yang dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) disebut sebagai Standar Pemeriksaan.9 Tanggung
jawab BPK adalah pada pernyataan pendapat atas laporan keuangan berdasarkan
pemeriksaan BPK. Pemahaman SPI tersebut sebagai bagian dari memperoleh keyakinan
yang memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material.
Pemahaman mengenai SPI tersebut juga memiliki arti penting dalam
pemeriksaan berkenaan dengan kebijakan pemeriksaan dimasa datang, jenis
pemeriksaan yang diperlukan, penentuan sifat, saat dan lingkup pemeriksaan,
penetapan prosedur pemeriksaan dan rekomendasi yang diberikan.
IV. Kesimpulan
1. Unsur SPI pada BUMN adalah sesuai dengan Keputusan Menteri Negara BUMN
No.117 Tahun 2002 tentang Good Corpoorate Governance, yaitu : lingkungan
pengendalian, penaksiran resiko, aktivitas pengendalian, infromasi dan komunikasi,
serta pemantauan.
2. SPKN mengharuskan BPK melaksanakan pengujian atas efektifitas pengendalian
internal dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan sebagai bagian
dari pemerolehan keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari
salah saji material.
V. Daftar Pustaka
1. Peraturan :
- Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
- Undang-Undang No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
- Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Pasal 6 UU No.15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 30 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
9 Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) memberlakukan kesepuluh Standar Auditing
ini dalam pelaksanaan pemeriksaan keuangan
7
8
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
5
-
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan No.1 Tahun 2007 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik
Negara
2. Website :
- www.news.cnet.com
- www.id.wikipedia.org
- www.oacr.ufl.edu
- www.ruslan.web.id
Sie Infokum – Ditama Binbangkum
6
Download