Document

advertisement
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Group Investigation
Group Investigation adalah sebuah bentuk pembelajaran kooperatif yang
berasal dari jamannya John Dewey (1970), tetapi telah diperbaharui dan diteliti
pada beberapa tahun terakhir oleh Shlomo dan Yael Sharan.1 Group Investigation
merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan
pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi)
pelajaran yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia misalnya dari
buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak
perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Model ini menuntut para siswa untuk memiliki kemampuan
yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok.
Hal ini membutuhkan norma dan struktur kelas yang lebih canggih dibandingkan
pendekatan-pendekatan yang lebih teacher centered (berpusat pada guru).2
Ide model pembelajaran group investigation bermula dari perspektif
filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki
pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku
Democracy and Education. Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep
1
2
Robert E. Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2005), hal. 214
Ibid., hal. 215
12
pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi
sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey
yang utama tentang pendidikan adalah:3
1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing.
2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.
3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.
4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.
5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami
dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat
penting.
6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model groupinvestigation yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen
menyatakan bahwa kelas hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang
bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial antar pribadi. Pandangan Dewey
terhadap kooperatif di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa
menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam demokrasi. Kelas
adalah sebuah tempat kreatifitas kooperatif dimana guru dan siswa membangun
proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutul dari berbagai
pengalaman, kapasitas dan kebutuhan mereka masing-masing. Pihak yang belajar
3
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2131277-model-group-investigation,diakses
pada tanggal 19 April 2011
13
adalah partisipan aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah, membuat
keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang mereka kerjakan.
Kelompok dijadikan sebagai sarana sosial dalam proses ini. Rencana kelompok
adalah satu metode untuk mendorong keterlibatan maksimal para siswa.4
Model Group Investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan
kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa secara aktif dapat terlihat mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran. Pembentukan kelompok
dalam model pembelajaran ini didasari atas minat anggotanya.
Pembelajaran dengan model group investigation menuntut melibatkan
siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk
mempelajari melalui investigasi. Dalam hal ini ada enam tahapan yang menuntut
keterlibatan anggota tim, yaitu sebagai berikut:
1. Identifikasi topik. Setiap anggota kelompok terlibat aktif dalam melakukan
identifikasi terhadap topik-topik pembelajaran yang akan dibahas. Siswa
memilih sub topik tertentu dalam bidang permasalahan tertentu yang
dijelaskan oleh guru. Kemudian diorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok
kecil dengan secara heterogen.
2. Perencanaan tugas belajar. Setelah topik ditetapkan, kegiatan kelompok
berikutnya adalah melakukan perencanaan tugas belajar. Dalam hal ini bisa
saja tugas-tugas pembalajaran dibagi-bagi untuk setiap anggota, sesuai dengan
topik yang ditetapkan.
4
Robert E. Slavin, Cooperative Learning, ..… hal. 215
14
3. Pelaksanaan kegiatan penelitian. Setelah tugas pembelajaran masing-masing
anggota ditetapkan, setiap anggota bekerja sesuai tugasnya, selanjutnya
diadakan diskusi kelompok untuk menyimpulkan hasil penelitian. Guru
mengikuti
dari
dekat
perkembangan
masing-masing
kelompok
dan
menawarkan bantuan bila dibutuhkan.
4. Persiapan laporan akhir. Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang
diperoleh selama proses pelaksanaan kegiatan. Setelah hasil penelitian dibuat,
selanjutnya dilakukan penulisan laporan akhir penelitian.
5. Presentasi
penelitian.
Langkah
berikutnya
adalah
setiap
kelompok
mempresentasikan hasil penelitiannya di forum kelas. Presentasi kelompok ini
dikoordinasikan oleh guru.
6. Evaluasi. Dari hasil diskusi kelas masing-masing kelompok mengevaluasi
hasilnya lagi sesuai dengan saran atau kritik yang didapat dalam forum diskusi
kelas.
Setiap
kelompok
siswa
membuat
laporan
akhir
yang
telah
disempurnakan.5
5
hal. 195
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
15
Tabel 2.1 Enam tahapan siswa di dalam pembelajaran kooperatif dengan model
Group Investigation6
Tahap I
Mengidentifikasi topik dan
membagi siswa ke dalam
kelompok.
Tahap II
Merencanakan tugas.
Tahap III
Membuat penyelidikan.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas akhir.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa
untuk memberi kontribusi apa yang akan
mereka selidiki. Kelompok dibentuk
berdasarkan heterogenitas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada
seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan
dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam
pengetahuan baru dalam mencapai solusi
masalah kelompok.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Tahap V
Mempresentasikan tugas
akhir.
Siswa mempresentasikan hasil kerjanya.
Kelompok lain tetap mengikuti.
Tahap VI
Evaluasi.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
telah diselidiki dan dipresentasikan.
Slavin mengemukakan bahwa hal penting untuk melakukan model Group
Investigation adalah:
1. Membutuhkan Kemampuan Kelompok.
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok harus
mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam penyelidikan, siswa
6
David Nurudin, Model Group Investigation http://akhmadsudrajat.wordpress.com diakses
pada tanggal 19 April 2011
16
dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam maupun di luar
kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap
anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
2. Rencana Kooperatif.
Siswa secara bersama dalam kelompok menentukan tentang hal yang
diinvestigasi. Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber
mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana
mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
3. Peran Guru.
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar diantara
kelompok-kelompok
memperhatikan
siswa
mengatur
pekerjaan
dan
membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa
menemukan kesulitan dalam interaksi kelompok. Menurut Trianto, para guru
yang menggunakan model group investigation umumnya membagi kelas
menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 5 sampai 6 siswa dengan
karakteristik yang heterogen. Pembagian kelompok dapat juga didasarkan atas
kesenangan berteman atau kesamaan minat terhadap suatu topik tertentu.
Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan
yang mendalam atas topik yang telah dipilih, kemudian menyiapkan dan
mempresentasikan laporannya di depan kelas.7
7
David Nurudin, Model Group Investigation, http://akhmadsudrajat.wordpress.com diakses
pada tanggal 19 April 2011
17
B. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)
Pembelajaran dapat diartikan sebagai proses kerja sama antara guru dan
siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang ada baik potensi yang
bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat, bakat dan kemampuan
dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun potensi yang ada di luar siswa
seperti lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk mencapai
tujuan tertentu.8
Dalam suatu aktivitas mengajar dan belajar dikatakan terjadi proses
pembelajaran, dimana guru dan siswa secara sadar bersama-sama mengarah pada
tujuan yang sama. Oleh karena itu, baik guru maupun siswa dalam suatu proses
pembelajaran selamanya memanfaatkan segala potensi yang dimiliki untuk
keberhasilan belajar. Menurut Hamid Hasan dalam bukunya Etin Solihatin,
kooperatif mengandung pengertian bekerja sama dalam mencapai tujuan tertentu.
Sehubungan dengan pengertian tersebut, Slavin mengatakan bahwa pembelajaran
kooperatif (cooperative leraning) adalah suatu model pembelajaran dimana siswa
belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang
anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari
kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik
8
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran,……, hal. 26
18
secara individual maupun secara kelompok.9. Selanjutnya Stahl menyatakan
cooperative learning dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan
meningkatkan sikap tolong menolong dalam perilaku sosial.10 Sedang menurut
Davidson dan Krool, pembelajaran kooperatif adalah kegiatan yang berlangsung
di lingkungan belajar siswa dalam kelompok kecil yang saling berbagi ide-ide dan
bekerja sama secara kolaboratif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada
dalam tugas mereka.11
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran kelompok
yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif
adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk
mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai
membantu siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa kurang
pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman
yang membantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap
pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi
secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya.12
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran
kooperatif
adalah
sistem
pembelajaran
yang
berusaha
Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis ………, hal. 4
Isjoni, Cooperative Learning Efektivitas Pembelajaran kelompok, (Bandung: Alfabeta,
2010), hal.66
11
Nur Asma, Model Pembelajaran Kooperatif, (Jakarta: Bumi aksara, 2006), hal 11
12
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif ……, hal. 189
9
10
19
memanfaatkan teman/ siswa lain sebagai sumber belajar, disamping guru dan
sumber belajar lainnya.13
2. Unsur- Unsur Dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen yang merupakan
ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Saling ketergantungan positif
Dalam sistem pembelajaran kooperatif, guru dituntut untuk mampu
menciptakan suasana belajar yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Siswa yang satu membutuhkan siswa yang lain, demikian pula
sebaliknya. Dalam hal ini kebutuhan antara siswa tentu terkait dengan
pembelajaran (bukan kebutuhan yang berada di luar pembelajaran). Dalam
pembelajaran kooperatif setiap anggota kelompok sadar bahwa mereka perlu
bekerja sama dalam mencapai tujuan. Suasana saling ketergantungan tersebut
dapat diciptakan melalui berbagai strategi, yaitu sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan dalam pencapaian tujuan. Dalam hal ini masingmasing siswa merasa memerlukan temannya dalam usaha mencapai tujuan
pembelajaran.
2) Saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas. Dalam hal ini masingmasing siswa membutuhkan teman dalam menyelesaikan tugas-tugas
pembelajaran.
13
Ibid., hal. 190
20
3) Saling ketergantungan bahan atau sumber belajar. Siswa yang tidak
memiliki sumber belajar akan berusaha meminjam pada temannya.
4) Saling ketergantungan peran. Siswa yang mungkin sebelumnya sering
bertanya pada temannya, suatu saat ia akan berusaha mengajari temannya
yang mungkin mengalami masalah.
5) Saling ketergantungan hadiah/ penghargaan. Penghargaan/ hadiah
diberikan kepada kelompok, karena hasil kerja adalah hasil kerja
kelompok, bukan hasil individual. Sedangkan keberhasilan kelompok
dalam mencapai tujuan pembelajaran bergantung pada keberhasilan setiap
anggota kelompok.14
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya
dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Jadi, semua anggota
kelompok berinteraksi saling berhadapan, dengan menerapkan ketrampilan
bekerja sama untuk menjalin hubungan sesama anggota kelompok.
c. Akuntabilitas individual
Untuk mencapai tujuan kelompok, setiap siswa harus bertanggung
jawab terhadap penguasaan materi pembelajaran secara maksimal, karena
hasil belajar kelompok didasari atas rata-rata nilai anggota kelompok.
Kondisi belajar yang demikian akan mampu menumbuhkan tanggung
14
Ibid, hal 191
21
jawab (akuntabilitas) pada masing-masing individu siswa.tanpa adanya
tanggung jawab individu, keberhasilan kelompok akan sulit tercapai.
d. Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif dituntut untuk membimbing siswa
agar dapat berkolaborasi, bekerja sama dan bersosialisasi antara anggota
kelompok. Dengan demikian, ketrampilan sosial seperti tenggang rasa,
sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain,
mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan
antar pribadi tidak hanya diasumsikan, tetapi secara sengaja diajarkan oleh
guru. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya
memperoleh teguran dari guru, tetapi juga teguran dari sesama siswa.
Dengan adanya teguran tersebut siswa secara perlahan dan pasti akan
berusaha menjaga hubungan antar pribadi.15
3. Langkah-Langkah Dalam Pembelajaran Kooperatif
Langkah-langkah dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif secara
umum dapat dijelaskan secara operasional sebagai berikut:16
a. Langkah pertama yang dilakukan guru adalah merancang rencana program
pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan menetapkan
target pembelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Di samping
15
16
Ibid., hal. 192
Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis .……, hal. 11
22
itu, gurupun menetapkan sikap dan ketrampilan sosial yang diharapkan
dikembangkan dan diperlihatkan oleh siswa selama berlangsungnya
pembelajaran.
b. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang
lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan
siswa dalam belajar secara bersama dalam kelompok-kelompok kecil.
Dalam menyampaikan materi, guru tidak lagi menyampaikan materi
secara panjang lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut
nantinya akan dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam
kelompok.
c. Langkah ketiga, dalam melakukan observasi terhadap kegiatan siswa, guru
mengarahkan dan membimbing siswa, baik secara individual maupun
kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan
perilaku siswa selama kegiatan belajar berlangsung. Pemberian pujian dan
kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek penting yang
harus
diperhatikan
oleh
guru
pada
saat
siswa
bekerja
dalam
kelompoknya.17
d. Langkah keempat, guru memberikan kesempatan kepada siswa dari
masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada
saat diskusi kelas ini, guru bertidak sebagai moderator. Hal ini
dimaksudkan untuk mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan
17
Ibid., hal. 12
23
pemahaman siswa terhadap materi atau hasil kerja yang telah
ditampilkannya. Pada saat presentasi siswa berakhir, guru mengajak siswa
untuk melakukan refleksi diri terhadap proses jalannya pembelajaran
dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan- kelemahan yang ada atau
sikap serta perilaku menyimpang yang dilakukan selama pembelajaran.18
4. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Ruang kelas merupakan suatu tempat yang sangat baik untuk kegiatan
cooperative learning. Di dalam ruang kelas, para siswa dapat diberi
kesempatan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan
atau memecahkan suatu masalah secara bersama. Siswa juga diberi
kesempatan untuk mendiskusikan masalah dan menentukan strategi
pemecahannya serta menghubungkan masalah tersebut dengan masalahmasalah lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Pembelajaran
kooperatif dapat melatih siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain dan
merangkum pendapat atau temuan itu dalam bentuk tulisan tugas kelompok
akan memacu siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain
dalam mengintegrasikan pengetahuan-pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang telah dimilikinya.19
Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan dan pemahaman
18
19
Ibid., hal. 12
Robert E. Slavin, Cooperative Learning, ..… hal. 216
24
yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia
dan memberikan kontribusi. Struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah
situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi
mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. 20
B. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial
1. Pengertian IPS
Rumusan tentang pengertian IPS telah banyak dikemukakan oleh para
ahli IPS atau social studies. Di sekolah-sekolah Amerika pengajaran IPS
dikenal dengan social studies. Jadi, istilah IPS merupakan terjemahan social
studies. Dengan demikian IPS dapat diartikan dengan “penelaahan atau kajian
tentang masyarakat”. Dalam mengkaji masyarakat, guru dapat melakukan
kajian dari berbagai perspektif sosial, seperti kajian melalui pengajaran
sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, politik-pemerintahan, dan
aspek psikologi sosial yang disederhanakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran.21 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang
mempelajari kehidupan sosial yang didasarkan pada bahan kajian geografi,
ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah. IPS yang dipelajari
di SD/MI terdiri atas dua bahan kajian pokok, yaitu pengetahuan sosial dan
sejarah. Bahan kajian pengetahuan sosial mencakup lingkungan sosial, ilmu
bumi (geografi), ekonomi dan pemerintahan. Bahan kajian sejarah meliputi
20
Robert E. Slavin, Cooperative Learning, ......, hal. 33
http://blog.sunan-ampel.ac.id/heni/files/2010/10/IPS-1-Paket-1.pdf, diakses tanggal 29
Maret 2011
21
25
perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lampau hingga masa kini.22
Berikut pengertian IPS yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan
IPS di Indonesia:
a. Moeljono Cokrodikardjo mengemukakan bahwa IPS adalah perwujudan
dari suatu pendekatan interdisipliner dari ilmu sosial. Ia merupakan
integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial yakni sosiologi, antropologi
budaya, psikologi, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik dan ekologi
manusia, yang diformulasikan untuk tujuan instruksional dengan materi
dan tujuan yang disederhanakan agar mudah dipelajari.
b. Nu’man Soemantri menyatakan bahwa IPS merupakan pelajaran ilmuilmu sosial yang disederhanakan untuk pendidikan tingkat SD, SLTP, dan
SLTA. Penyederhanaan mengandung arti: a) menurunkan tingkat
kesukaran ilmu-ilmu sosial yang biasanya dipelajari di universitas menjadi
pelajaran yang sesuai dengan kematangan berfikir siswa-siswi sekolah
dasar dan lanjutan, b) mempertautkan dan memadukan bahan aneka
cabang ilmu-ilmu sosial dan kehidupan masyarakat sehingga menjadi
pelajaran yang mudah dicerna.
c. S. Nasution mendefinisikan IPS sebagai pelajaran yang merupakan fusi
atau paduan sejumlah mata pelajaran sosial. Dinyatakan bahwa IPS
merupakan bagian kurikulum sekolah yang berhubungan dengan peran
22
M. Hasan, Petunjuk Guru IPS 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal. 2
26
manusia dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai subjek sejarah,
ekonomi, geografi, sosiologi, antropologi, dan psikologi sosial.
d. Tim IKIP Surabaya mengemukakan bahwa IPS merupakan bidang studi
yang menghormati, mempelajari, mengolah, dan membahas hal-hal yang
berhubungan dengan masalah-masalah human relationship hingga benarbenar dapat dipahami dan diperoleh pemecahannya. Penyajiannya harus
merupakan bentuk yang terpadu dari berbagai ilmu sosial yang telah
terpilih, kemudian disederhanakan sesuai dengan kepentingan sekolahsekolah.23
Pada
jenjang
pendidikan
dasar
pemberian
mata
pelajaran
IPS
dimaksudkan untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan kemampuan
praktis, agar mereka dapat menelaah, mempelajari dan mengkaji fenomenafenomena serta masalah sosial yang ada di sekitar mereka. Dalam mengkaji
dan membahas persoalan-persoalan tersebut, IPS adalah mendapat sumber
materi dari berbagai bidang ilmu sosial. Menurut Nu’man Sumantri bahwa
pendidikan IPS yang diajarkan sekolah sebagai: “(1) pendidikan IPS yang
menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral ideologi
negara dan agama; (2) pendidikan IPS yang menekankan pada isi dan metode
berpikir keilmuan sosial.24
23
http://massofa.wordpress.com/2010/12/09/pengertian-ruang-lingkup-dan-tujuan-ips,diakses
tanggal 11 April 2011
24
Syafrudin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa
dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Ciputat Press, 2005), hal 23
27
Martorella mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih
menekankan pada aspek “pendidikan” dari pada “transfer konsep”, karena
dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap
sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, moral, nilai dan
ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. 25 Pada intinya,
fokus kajian IPS adalah berbagai aktivitas manusia dalam berbagai dimensi
kehidupan sosial sesuai dengan karakteristik manusia sebagai makhluk
sosial.26
2. Ruang Lingkup IPS
Secara mendasar, pembelajaran IPS berkenaan dengan kehidupan manusia
yang melibatkan segala tingkah laku dan kebutuhannya. IPS berkenaan
dengan cara manusia memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan untuk
memenuhi materi, budaya, dan kejiwaannya memanfaatkan sumber daya yang
ada dipermukaan bumi, mengatur kesejahteraan dan pemerintahannya maupun
kebutuhan lainnya dalam rangka mempertahankan kehidupan masyarakat
manusia.
Singkatnya, IPS mempelajari, menelaah, dan mengkaji sistem kehidupan
manusia di permukaan bumi ini dalam konteks sosialnya atau manusia sebagai
anggota masyarakat. Dengan pertimbangan bahwa manusia dalam konteks
sosial demikian luas, pengajaran IPS pada jenjang pendidikan harus dibatasi
25
26
Etin Solihatin, Cooperative Learning Analisis ..…, hal. 14
Sapriya. Konsep Dasar IPS, ( Bandung : Upi Press, 2006), hal. 7
28
sesuai dengan kemampuan siswa tiap jenjang, sehingga ruang lingkup
pengajaran IPS pada jenjang pendidikan dasar berbeda dengan jenjang
pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pada bahan kajian pengetahuan sosial, ruang lingkup meliputi hal-hal
yang berkaitan dengan keluarga, masyarakat setempat, uang, tabungan, pajak,
ekonomi setempat, wilayah provinsi, wilayah kepulauan, pemerintah daerah,
negara Republik Indonesia dan pengenalan kawasan dusia. Sedangkan pada
bahan kajian sejarah, ruang lingkup meliputi sejarah lokal, kerajaan-kerajaan
di Indonesia, tokoh dan peristiwa, bangunan bersejarah, Indonesia pada zaman
penjelajahan Portugis, Spanyol dan Belanda.27
Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi
sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi
dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang
ada di lingkungan sekitar siswa MI/SD.28
Radius ruang lingkup tadi, dari tahun ke tahun harus kita kembangkan.
Mulai dari ruang lingkup gejala dan masalah kehidupan yang ada di sekitar
tempat tinggal dan sekolah, kemudian ke tingkat desa, kecamatan, kabupaten,
provinsi, negara dan akhirnya ke negara-negara tetangga, terutama yang
27
M. Hasan, Petunjuk Guru IPS 2........., hal. 3
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), (Bandung:
Alumni, 1980), hal. 11
28
29
berkenaan dengan hubungan kerja sama ekonomi, sosial dan budaya di
wilayah-wilayah yang bersangkutan.29
3. Tujuan Pembelajaran IPS
Pembelajaran IPS bukan hanya sekedar menyajikan materi-materi yang
akan memenuhi ingatan para siswa, melainkan lebih jauh, kebutuhannya
sendiri dan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Oleh karena
itu, pembelajaran IPS harus pula mampu menggali materi-materi yang
bersumber kepada masyarakat. Dengan demikian guru dan siswa dapat
memberikan fungsi praktis kepada masyarakat sebagai sumber dan materi
IPS.
Dalam mata pelajaran IPS di SD/MI, bahan kajian pengetahuan sosial
bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan
dasar yang berguna bagi dirinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan
pada kajian pengajaran sejarah bertujuan agar siswa mampu mengembangkan
pemahaman tentang perkembangan masyarakat Indonesia sejak masa lalu
hingga masa kini sehingga siswa memiliki kebanggaan sebagai bangsa
Indonesia dan cinta tanah air. 30
Pengajaran IPS bukan bertujuan untuk memenuhi ingatan siswa dengan
berbagai fakta dan materi yang harus dihafalnya, melainkan untuk membina
mental yang sadar akan tanggung jawab terhadap hak dirinya sendiri dan
29
30
Ibid, hal 12
M. Hasan, Petunjuk Guru IPS 2........., hal. 3
30
kewajiban kepada masyarakat, bangsa dan negara. Pembelajaran IPS
merupakan upaya menerapkan teori, konsep dan prinsip ilmu sosial untuk
menelaah pengalaman, peristiwa, gejala dan masalah sosial yang secara nyata
terjadi di masyarakat. Melalui upaya ini, pembelajaran IPS melatih
ketrampilan para siswa baik ketrampilan fisiknya maupun kemampuan
berpikirnya dalam mengkaji dan mencari jalan keluar dari masalah sosial yang
dialaminya.31
Menurut Hasandalam buku Syafrudin Nurdin, Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS) bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai
siswa sebagai individu maupun sebagai sosial budaya.32 Secara garis besar
terdapat tiga sasaran pokok dari pembelajaran IPS, yaitu:
a. Pengembangan aspek pengetahuan (cognitive).
b. Pengembangan aspek nilai dan kepribadian (affective).
c. Pengembangan aspek ketrampilan (psycomotoric).33
Pengembangan aspek kognitif dapat diupayakan melalui penguasaan
materi mata pelajaran IPS yang berasal dari ilmu-ilmu sosial, seperti: sejarah,
geografi, ekonomi dan tata negara. Oleh karena itu, pemilihan materi IPS yang
bersumber pada ilmu-ilmu sosial bukan didasarkan atas pemikiran bahwa
materi itu penting dilihat dari disiplin ilmunya, tapi karena penting dalam
upaya untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan untuk pengembangan
31
Nursid Sumaatmadja, Metodologi Pengajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)........, hal. 21
Syafrudin Nurdin, Model Pembelajaran ….... hal 24
33
Ibid, hal 25
32
31
aspek nilai dan kepribadian dalam pembelajaran IPS perlu diperhatikan
bagaimana keterkaitan antara siswa dengan masyarakat. Nana Sukmadinata
mengatakan bahwa, ada tiga sifat penting pendidikan. Pertama, pendidikan
mengandung nilai dan memberikan pertimbangan nilai. Kedua, pendidikan
diarahkan pada kehidupan dalam masyarakat. Ketiga, pelaksanaan pendidikan
dipengaruhi dan didukung oleh lingkungan masyarakat tempat pendidikan itu
berlangsung. Oleh karena itu, baik aspek nilai dan kepribadian, pengetahuan,
maupun ketrampilan yang dibina dan dikembangkan di sekolah tidak bisa
lepas dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.34 Suatu tujuan dalam
pengajaran adalah deskripsi tentang penampilan perilaku (performance) siswa
yang diharapkan setelah mereka mempelajari bahan pelajaran yang diajarkan.
Suatu tujuan pengajaran menyatakan suatu hasil yang diharapkan dari
pengajaran itu dan bukan sekedar proses dari pengajaran itu sendiri.35
Kemudian mengenai pengembangan aspek-aspek ketrampilan, Jarolimek
mengatakan bahwa aspek-aspek ketrampilan yang perlu mendapat penekanan
dalam IPS adalah social skill, study skill and work habits, group skill dan
intellectual skill. Dalam pembelajaran IPS, aspek-aspek ilmu pengetahuan di
atas harus mendapat penekanan, terutama pada jenjang pendidikan dasar.
Karena itu untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang mampu
berpikir kritis, kreatif dan bertanggung jawab perlu dilakukan pembinaannya
34
35
Syafrudin Nurdin, Model Pembelajaran ….... hal 26
Supriatna, Pendidikan IPS SD, (Bandung: Upi Press, 2007), hal. 22
32
semenjak kecil yaitu semenjak mereka duduk pada bangku sekolah dasar.
Pada jenjang pendidikan ini, ketrampilan bekerja sama dalam kelompok serta
kemampuan interpersonal harus dikembangkan secara tepat dan seimbang.
Pengajaran IPS ini haru dialami oleh setiap orang, karena di sinilah
pentingnya penerapan pengajaran IPS mulai dari tingkat sekolah dasar sampai
ke perguruan tinggi. Pengajaran IPS sebagai sarana dan metode membentuk
manusia Indonesia seutuhnya. Karena pada dasarnya tiap orang adalah
anggota masyarakat.36
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa IPS bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir, sikap dan nilai siswa sebagai individu,
anggota masyarakat, makhluk sosial dan budaya, agar nantinya mampu hidup
di tengah-tengah masyarakat dengan baik.37
C. Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Menurut Winkel
(1999) belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, ketrampilan dan sikap.38
Hasil belajar menurut Sudjana adalah hasil yang diperoleh berupa kesankesan yang mengakibatkan perubahaan dalam diri individu sebagai hasil dari
36
Ibid, hal 24
Ibid, hal 27
38
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 39
37
33
aktivitas dalam belajar.39 Perubahan dalam tingkah laku tersebut merupakan
indikator yang dijadikan pedoman untuk mengetahui kemajuan individu dalam
segala hal yang diperoleh di sekolah. Proses belajar merupakan proses yang unik
dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada
individu yang belajar, tidak pada orang lain dan setiap individu menampilkan
perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena
setiap individu mempunyai karakteristik individualnya yang khas, seperti minat
intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai cara
yang khas untuk mengusahakan proses belajar terjadi dalam dirinya. Individu
yang berbeda dapat melakukan proses belajar dengan kemampuan yang berbeda
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.40
Siswa dikatakan belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, afektif
dan psikomotorik dengan baik terhadap lingkungannya. Dalam proses hasil
belajar menurut taksonomi pembelajaran Benyamin S. Bloom menyatakan bahwa
pembelajaran meliputi 3 aspek yaitu:41
1) Aspek Kognitif
a. Pengetahuan, yaitu tingkat kemampuan yang harus dikuasai siswa untuk
mengenal (recognition) dan mengingat kembali (recall) konsep, fakta dan
infornasi.
39
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995), hal. 3
40
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, …… hal. 43
41
http://www.google.com/penilaianhasilbelajar/, diakses tanggal 27 April 2011
34
b. Pemahaman, yaitu tingkat kemampuan yang diharapkan agar dikuasai siswa
untuk memahami atau menangkap makna dan fakta dari bahan yang
dipelajari. Tingkat ini lebih sulit daripada pengetahuan, karena memerlukan
pemikiran.
c. Penerapan, yaitu kemampuan yang dituntut agar yang bersangkutan mampu
menerapkan atau menggunakan apa yang telah diketahui dan dipahami
dalam situasi baru.
d. Analisa, yaitu kemampuan untuk menguraikan atau merinci sesuatu
kedalam unsur-unsurnya, sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami
dengan sebaik-baiknya.
e. Sintesa, yaitu kemampuan untuk membentuk atau menyatukan unsur-unsur
menjadi suatu bentuk yang menyeluruh.
f. Evaluasi, yaitu kemampuan untuk membentuk pendapat yang mengandung
penilaian atas suatu pernyataan, konsep, situasi, dan sebagainya berdasarkan
suatu kriteria tertentu. Dan kegiatan ini bisa dilihat dari segi tujuan,
gagasan, cara bekerjanya, cara pemecahannya dan sebagainya.
2) Aspek Afektif 42
a. Penerimaan, yaitu kepekaan terhadap suatu perangsang dan kesediaan untuk
memperhatikannya, seperti buku pelajaran, penjelasan guru.
42
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar ...., hal. 29
35
b. Merespon (responding), yaitu kerelaan untuk memperlihatkan reaksi
terhadap norma tertentu; menunjukkan kesediaan dan kerelaan untuk
merespon: dan merasa puas dalam merespon.
c. Penilaian, yaitu mencakup kemampuan untuk memberikan penilaian
terhadap sesuatu dan membawa diri sesuai dengan penilaian itu.
d. Organisasi, yaitu mencakup kemampuan untuk membentuk suatu konsep
tentang suatu nilai sebagai pedoman dalam kehidupan dan menyusun suatu
sistem nilai.
e. Karakteristik menurut suatu nilai atau komplek nilai (pembentukan pola
hidup), yaitu mencakup kemampuan untuk menghayati dan mewujudkan
nilai-nilai dalam kehidupannya sedemikian rupa sehingga menjadi milik
pribadinya dan menjadi bagian dari pribadinya.
3) Aspek Psikomotorik43
a. Persepsi, yaitu mencakup kemampuan untuk membedakan secara tepat dua
perangsang atau lebih, berdasarkan ciri-ciri fisik yang khas dari masingmasing perangsang tersebut.
b. Kesiapan, yaitu mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam
memulai suatu garakan atau serangkaian gerakan, baik secara jasmani atau
mental.
c. Gerakan yang terbimbing, yaitu mencakup kemampuan menirukan
serangkaian gerakan yang dicontohkan. Kemampuan ini dinyatakan dalam
43
Ibid., hal. 31
36
menggerakkan anggota badan menurut contoh yang diperlihatkan atau
diperdengarkan.
d. Gerakan yang terbiasa, yatu mencakup kemampuan untuk melakukan
serangkaian gerakan dengan lancar, tanpa memperhatikan lagi contoh yang
pernah diberikan, karena sudah terlatih secukupnya.
e. Gerakan yang kompleks, yaitu mencakup kemampuan suatu ketrampilan,
yang terdiri dari beberapa komponen dengan lancar, tepat dan efisien.
f. Penyesuaian pola gerakan, yaitu mencakup kemampuan untuk mengadakan
perubahan dan menyesuaikan pola gerakan dengan kondisi setempat atau
dengan persyaratan khusus yang berlaku.
g. Kreatifitas, yaitu mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola
gerakan yang baru, yang sepenuhnya berdasarkan prakarsa sendiri.
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu proses interaksi tindak belajar dan
tindak mengajar. Hasil belajar juga merupakan puncak dari proses belajar.44
Hasil belajar meliputi aspek pembentukan watak seorang siswa.45 Dengan
demikian hasil belajar IPS tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa yang dapat diamati dalam bentuk perubahan sikap dan
ketrampilan. Perubahan tersebut dapat juga diartikan sebagai terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dari sebelumnya.
44
45
hal. 7
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 3
Jahja Umar, et al, Penilaian dan pengujian Pendidikan, (Jakarta: Balitbang Dikbud, 2002),
37
Hasil belajar digunakan untuk mengukur sejauh mana tujuan-tujuan
pembelajaran dapat dicapai atau dikuasai siswa setelah menempuh kegiatan
pembelajaran. Peranan hasil belajar sangat penting karena dengan adanya hasil
belajar dapat mengetahui ketercapaian pembelajaran yang telah dilakukan
siswa. Hasil belajar berkaitan dengan pencapaian dalam memperoleh
kemampuan sesuai dengan tujuan khusus yang direncanakan. Dengan demikian,
tugas utama guru dalam kegiatan ini adalah merancang instrumen yang dapat
mengembangkan
data
tentang
keberhasilan
siswa
mencapai
tujuan
pembelajaran.46 Hasil belajar perlu diukur. Pengukuran hasil belajar apabila
dilihat dari hasil yang dicapai, mempunyai kelemahan lebih-lebih apabila
dibandingkan dengan pengukuran lain. Namun demikian, dalam kegiatan
penilaian, pengukuran mutlak perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar hasil
penilaian aktif dan komutatif.47
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau
faktor lingkungan.
a. Faktor dari dalam diri siswa
Faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya.
Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar
46
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran…., hal. 13
Edy Purwanto, Evaluasi Proses dan Hasil Belajar dalam Pembelajaran, (Malang: UM
Press, 2005), hal. 7
47
38
yang dicapai siswa. Sebagaimana yang diungkapkan Clark bahwa hasil
belajar siswa disekolah 70% dipengaruhi oleh lingkungan.
Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, ada juga faktor
lain yang sangat berpengaruh, seperti motivasi belajar, sikap dan lebiasaan
belajar, ketekunan, sosial ekonomi dan faktor fisik maupun psikis.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan inilah yang kemudian menunjukkan bahwa ada
faktor-faktor lain diluar diri siswa yang dapat menentukan atau
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai siswa. Salah satu faktor
lingkungan yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar siswa
disekolah adalah kualitas pengajaran. Kualitas pengajaran yang dimaksud
adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam
mencapai tujuan pengajaran.48
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu:
(a) bakat pelajar, (b) waktu yang tersedia, (c) waktu yang dperlukan siswa
untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan
individu. Kelima faktor di atas pada dasarnya berkenaan dengan kemampuan
individu dan lingkungan. Didalam kualitas pengajaran ada tiga unsur yang
48
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Alsindo,
2005), hal. 39
39
sangat penting, yaitu: kompetensi guru, karakteristik kelas, dan karakteristik
sekolah.49
1) Kompetensi guru artinya kemampuan dasar yang dimiliki guru baik dalam
bidang kognitif (intelektual) seperti pengusaan bahan, bidang sikap seperti
mencintai profesinya, dan bidang perilaku seperti ketrampilan mengajar,
menilai hasil belajar dan lain-lain.
2) Karakteristik kelas, dijelaskan melalui tiga variabel, antara lain: (a) besar
kecilnya kelas, dimana semakin besar jumlah siswa yang harus dilayani
guru dalam satu kelas, semakin rendah kualitas pengajaran. Oleh sebab itu
standar rasio kelas 1:40, yang artinya seorang guru maksimal melayani 40
siswa, (b) suasana belajar, suasana belajar yang demokratis akan memberi
peluang mencapai hasil belajar yang kaku dan disiplin ketat, serta otoritas
pada guru, (c) fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Didalam
menyediakan berbagai fasilitas dan sumber belajar seperti buku pelajaran
dan alat peraga akan sangat menunjang kualitas pengajaran sehingga hasil
belajar dapat dicapai secara optimal.
3) Karakteristik sekolah, berkaitan dengan disiplin sekolah, perpustakaan
yang ada disekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, estetika
yang berarti sekolah memberikan perasaan nyaman dan kepuasan belajar
yang bersih, rapi dan teratur.
49
Ibid., hal 43
40
Suatu hasil belajar tersebut pada umumnya dituangkan ke dalam skor
atau angka yang menunjukkan semakin tinggi nilainya semakin tinggi pula
tingkat keberhasilannya dalam proses belajar. Begitu pula sebaliknya semakin
rendah nilainya menunjukkan kurang keberhasilannya dalam proses belajar
yang ia lakukan. Dan untuk mengetahui sebarapa jauh pencapaian tersebut
dipergunakan alat berupa tes hasil belajar yang biasa dikenal dengan tes
pencapaian (achiefment test).50
Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap
berhasil adalah hal-hal berikut:
1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi
tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan instruksional khusus (TIK) telah
dicapai oleh siswa baik secara individual maupun kelompok.51
D. Implementasi Penggunaan Model Group Investigation Untuk Peningkatan
Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Kelas IV
Dalam group investigation, para siswa bekerja melalui enam tahap.
Tahap-tahap ini dan komponen-komponennya dijabarkan dibawah ini selanjutnya
digambarkan secara rinci. Guru tentunya perlu mengadaptasikan pedomanpedoman ini dengan latar belakang, umur dan kemampuan para siswa, sama
50
51
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar ...., hal. 59
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 120
41
halnya seperti penekanan waktu, tetapi pedoman-pedoman ini cukup bersifat
umum untuk dapat diaplikasikan dalam skala kondisi kelas yang luas.
1) Tahap pertama: mengidentifikasikan topik dan mengatur siswa ke dalam
kelompok.52
a) Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan
mengkategorikan saran-saran.
b) Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
mereka pilih.
c) Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus
bersifat heterogen.
d) Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi
pengaturan.
2) Tahap kedua: merencanakan tugas yang akan dipelajari.
Para siswa merencanakan bersama mengenai materi pembelajaran.
3) Tahap ketiga: melaksanakan investivigasi.53
a) Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat
kesimpulan.
b) Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya.
52
53
Robert E. Slavin, Cooperative Learning,……. hal. 218
Ibid., hal. 219
42
c) Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensintesis
semua gagasan.
4) Tahap keempat: menyiapkan laporan akhir.54
a) Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
b) Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka.
c) Wakil-wakil
kelompok
membentuk
sebuah
panitia
acara
untuk
mengkoordinasikan rencana-rencana presentasi.
5) Tahap kelima: mempresentasikan laporan akhir.
a) Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
b) Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara
aktif.
c) Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan
presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh
seluruh anggota kelas.
6) Tahap keenam: evaluasi.
a) Para siswa saling memberikan umpan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka.
b) Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.
c) Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.55
54
Ibid., hal. 221
43
Pada pembelajaran IPS melalui model group investigation ini, guru
mengambil pokok bahasan tentang masalah-masalah sosial di lingkungan
setempat. Penjabaran tahap-tahap group investigation di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut:56
1) Tahap pertama: mengidentifikasi topik dan mengatur ke dalam kelompok
investigasi. Tahap ini secara khusus ditujukan untuk masalah pengaturan.
Tahap ini dimulai dengan perencanaan kooperatif sebagai berikut:
a) Guru mempresentasikan tentang sebuah permasalahan kepada seluruh
kelas dan bertanya, “Apa yang kalian ketahui tentang masalah-maslah
sosial yang ada di lingkungan sekitarmu?” tiap siswa menanggapi
mengenai aspek-aspek dari masalah tersebut yang ingin mereka
investigasi.57
b) Siswa berkumpul dalam diskusi menuliskan semua gagasan dan kemudian
melaporkannya kepada seluruh teman sekelas. Diskusi singkat akan
menghasilkan usulan bersama mengenai subtopik yang akan menjadi
bahan investigasi. Hasil dari usulan tersebut, diatur ke dalam kategori
yang
dipresentasikan
sebagai
topik
nantinya.
Misalnya,
dalam
mempelajari tentang masalah-masalah sosial yang ada, tiap kelompok
boleh saja memilih masalah yang terjadi di lingkungan ataupun yang
mereka tahu dari berbagai sumber informasi. Partisipasi pada tahap ini
55
Robert E. Slavin, Cooperative Learning,……. hal. 218
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif ....., hal. 195
57
Robert E. Slavin, Cooperative Learning,……. hal. 220
56
44
membuat para siswa dapat mengekspresikan ketertarikan mereka masingmasing dan saling bertukar gagasan dan pendapat dengan teman sekelas
mereka. Pada langkah akhir, tiap kelompok menuliskan di depan
permasalahan yang akan mereka investigasi dan tiap siswa bergabung
dengan kelompok yang sudah dibagi sebelumnya untuk segera
mempelajari permasalahannya.58
2) Tahap kedua: merencanakan investigasi di dalam kelompok. Pada tahap ini
masing-masing anggota kelompok menentukan aspek dari topik permasalahan
yang akan mereka investigasi. Setiap kelompok harus memformulasikan
sebuah
masalah
yang
dapat
diinvestigasi,
memutuskan
bagaimana
melaksanakannya dan menentukan sumber-sumber mana yang akan
dibutuhkan. Tiap siswa berkontribusi terhadap group investigation pada
kelompok kecil dan tiap kelompok berkontribusi terhadap pembelajaran
seluruh kelas atas unit yang lebih besar.59
3) Tahap ketiga: melaksanakan investigasi. Dalam tahap ini, tiap kelompok
melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Ini adalah
tahap yang paling banyak memakan waktu. Guru harus mengupayakan
berbagai cara untuk memungkinkan sebuah proyek kelompok berjalan.
Selama tahap ini, para siswa mengumpulkan, menganalisis dan membuat
kesimpulan atas masalah yang diteliti kelompok. Kelompok boleh memilih
58
59
Ibid., hal. 197
Ibid., hal. 222
45
salah satu anggota untuk mencatat kesimpulan mereka atau membuat
rangkuman tertulis dari penemuan mereka untuk dapat dipresentasikan.
Tampilan dari rangkuman ini akan menjadi sebuah diskusi penyelesaian
masalah.
4) Tahap keempat: menyiapkan laporan akhir. Tahap ini merupakan transisi dari
tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap mana kelompok-kelompok
yang ada melaporkan hasil investigasi mereka kepada seluruh teman sekelas.
Salah satu anggota menyiapkan laporan yang akan dipresentasikan agar
menarik. Guru mengambil peran sebagai penasihat, membantu anggota
kelompok apabila diperlukan dan memastikan bahwa tiap kelompok
memungkinkan masing-masing anggotanya terlibat.
Para siswa, tentunya
selama ini sudah mengatakan kepada teman satu kelompoknya mengenai apa
yang mereka lakukan dan pelajari. Tetapi sekarang mereka mulai
merencanakan bagaimana mengajari teman sekelasnya dengan cara yang lebih
teratur mengenai inti dari apa yang telah mereka pelajari.60
5) Tahap kelima: mempresentasikan laporan akhir. Masing-masing kelompok
mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan hasil yang telah di
kerjakan bersama kelompoknya. Para siswa yang akan melakukan presentasi
harus mengisi peran sebagian besar dari peran tersebut merupakan hal yang
baru bagi mereka.
60
Ibid., hal. 224
46
6) Tahap keenam: evaluasi pencapaian. Group investigation memberikan
tantangan kepada guru
untuk menggunakan pendekatan inovatif dalam
menilai apa yang telah dipelajari siswa. Guru harus mengevaluasi pemikiran
paling tinggi siswa mengenai subyek yang dipelajari, tentang bagaimana
mereka
mengaplikasikan
pengetahuan
mereka,
bagaimana
mereka
menggunakan kesimpulan dari apa yang mereka pelajari.61
Evaluasi semacam ini baik dilakukan selama proses investigasi. Dalam
kelas group investigation, guru harus mampu membentuk evaluasi siswa yang
dapat diandalkan yang didasarkan pada perckapan dan observasi yang sering
dilakukan terhadap aktivitas akademik siswa.62
61
62
Robert E. Slavin, Cooperative Learning,……. hal. 223
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif ....., hal. 227
Download