Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto PENDAHULUAN Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Jumlah pasien DKI diperkirakan cukup banyak, namun angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya pasien dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Salah satu bentuk DKI yang akan dilaporkan adalah DKI kantarides yang disebabkan oleh zat kantharidin. Cantharis vesicatoria (Spanish fly) atau lebih dikenal sebagai kantarides adalah sejenis kumbang lepuh, jika tersentuh kulit manusia akan mengeluarkan zat kantharidin yang dapat menyebabkan kulit berlepuh. Hewan ini memiliki panjang 10–15 mm, lembut, memiliki kaki yang panjang, dan sangat cerdas1. Kantarides diduga dipengaruhi oleh suhu, hujan, tekanan udara, kelembaban serta kecepatan angin yang relatif tinggi serta keadaan geografis, karena pada keadaan tersebut diperkirakan perkembangan kumbang lepuh (kantarides) meningkat. Di Inggris kumbang lepuh sering berkontak dengan kulit manusia pada musim panas, karena mencari kulit yang lembab akibat kekurangan air1. Kantarides dapat mengeluarkan zat kantaridin yang bila kontak langsung dengan kulit manusia dapat menyebabkan DKI kantarides (DKI K). Masuknya kantarides ke rumah penduduk yang berada dekat daerah pertanian atau perkebunan disebabkan kumbang lepuh tertarik dengan cahaya lampu pada malam hari. 2 Hal ini dapat dicegah dengan pemasangan kasa pada ventilasi udara, sehingga jumlah pasien diperkirakan dapat dikurangi. Bertambahnya kumbang lepuh diduga akibat hilangnya predator alamiah atau pemakaian pestisida yang menganggu lingkungan. Di Amerika, kumbang lepuh tumbuh dewasa pada musim panas dan tidak nampak pada musim dingin. Hewan ini mengandung zat kantaridin, yang merupakan bentuk lakton dari asam kantaridat, berbentuk kristal dengan rasa pahit, dan dapat menyebabkan kulit berlepuh. Jika kumbang ini berjalan pada kulit tanpa terganggu, tidak ada / hanya sedikit kantaridan yang dikeluarkan. Akan tetapi bila tubuh kumbang lepuh tertekan sedikit saja, badan hewan ini akan mengeluarkan cairan yang berwarna jernih dari lutut, protoraks, dan genitalia. Akibat cairan yang dikeluarkan, timbul rasa sedikit menggelitik pada 10 menit setelah kontak, dan 8–12 jam kemudian timbul bula tanpa peradangan2. Hewan ini umumnya berkontak dengan kulit pada malam hari, sehingga tidak biasa ditemukan pada pagi hari. RSUD Kota Yogyakarta terletak di bagian selatan propinsi DIY, masih merupakan daerah yang banyak perkebunan atau sawah, dan sebagian besar pasien DKI K yang berkunjung ke RSUD Kota berasal dari daerah selatan yang padat dengan perkebunan atau persawahan. Di samping itu kasus DKI K cukup banyak mengalami kesalahan manajemen klinis di wilayah Kota Yogyakarta yaitu sering di terapi sebagai kasus herpes zoster.3 Tujuan penelitian untuk mengetahui adakah hubungan antara angin, suhu, kelembaban, tekanan udara, dan curah hujan dengan banyaknya kasus DKI K di Kota Yogyakarta, sehingga dapat dilakukan antisipasi dalam pencegahan kasus DKI K. BAHAN DAN CARA PENELITIAN Penelitian ini bersifat restrospektif dengan mengambil data pasien DKI K yang dihubungkan dengan angin, suhu, kelembaban, curah hujan, dan tekanan udara. Lokasi dan waktu penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit RSUD Kota Yogyakarta. Data yang diambil berasal dari pasien rawat jalan yang berkunjung bulan Juli 1998 sampai Juni 2003. Data yang diperoleh dari rekam medis Poliklinik Kulit RSUD Kota Yogyakarta tentang kasus DKI K dihubungkan dengan keadaan suhu, kelembaban, curah hujan, angin dan 1 Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto tekanan udara yang didapat dari catatan Badan Metereologi setiap tahun. Dilakukan analisis kecenderungan musim hujan terhadap banyaknya kasus DKI K. HASIL PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif terhadap pasien DKI K mulai Juli 1998 sampai Juni 2003. Dalam kurun waktu tersebut didapati 331 pasien DKI K. yang akan didistribusikan menurut keadaan suhu, curah hujan, tekanan udara, kelembaban, dan angin. Tabel 1: Hubungan suhu dan jumlah kasus DKI K selama 5 tahun No Bulan 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 t t t t t 26,9 18 25,1 2 25,9 3 25,6 7 25,9 6 1 Juli 2 Agustus 27 11 25,7 7 25,1 5 25,7 2 25,1 3 3 September 27,2 5 26,7 8 27,3 3 27,4 1 26,2 1 4 Oktober 27,5 6 27,3 11 26,9 10 27 7 27,3 5 5 November 26,3 8 26,3 21 26,2 7 27 5 27,8 16 6 Desember 26,1 4 26,5 9 26,4 9 26,3 4 27,2 9 7 Januari 26 4 26,2 2 25,4 4 26,5 5 26,6 5 8 Februari 26,1 0 26,2 0 26 2 26,2 4 26,4 3 9 Maret 26,2 0 25,4 3 26,2 4 27,1 12 27 6 10 April 24,8 0 26,3 0 26,9 2 27,1 11 27,8 17 11 Mei 26,7 4 27 2 27,2 5 27,2 6 27 6 12 Juni 26,1 4 25,5 0 26,3 3 26,2 2 23,9 2 Pada tahun 1998/99 terdapat 64 kasus DKI K, terbanyak terdapat pada bulan Juli, yaitu sebanyak 18 kasus dengan suhu 26,9C. Tahun 1999/2000 terdapat 69 kasus, terbanyak pada bulan November yaitu sebanyak 21 kasus dengan suhu 26,3C. Tahun 2000/2001 terdapat 57 kasus, terbanyak pada bulan Oktober yaitu sebanyak 10 kasus pada suhu 26,9C. Tahun 2001/2002 terdapat 66 kasus, terbanyak pada bulan Maret, yaitu sebanyak 12 kasus dengan suhu 27,1C. Tahun 2002/2003 terdapat 79 kasus, terbanyak pada bulan April, sebanyak 17 kasus dengan suhu 27,8C. Dari keterangan di atas, secara umum kasus terbanyak bervariasi antar bulan setiap tahun. Hasil penelitian ini agak berbeda dengan penelitian di Inggris, yang menyimpulkan bahwa musim kemarau akan memudahkan perkembang-biakan lepuh kumbang.1 Penelitian di Brasil dan Venezuela yang menunjukkan kasus lebih dominan pada musim hujan. 4 Secara statistik juga tidak ada hubungan bermakna antara suhu dengan kasus DKI K. Hal ini mungkin disebabkan kumbang lepuh yang ada di Indonesia berlainan spesies dengan negara lain. Menurut McKoy dan Moschella, Paederus umumnya terdapat di Asia tenggara, sedangkan di Indonesia yang sering ditemukan adalah P.peregrinus.4 Di samping itu, dapat pula disebabkan pemakaian insektisida pertanian yang mempengaruhi populasi dan siklus hidup kumbang lepuh atau hilangnya predator alamiah misalnya tikus. Kasus pada penelitian ini umunya bertempat tinggal dekat perkebunan atau persawahan. 2 Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto Tabel 2 Hubungan curah hujan dan jumlah DKI K selama 5 tahun No Bulan 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 CH CH CH CH CH Juli 26,9 18 1,6 2 0 3 1 7 0,1 6 2 Agustus 0,7 11 ,019 7 0,3 5 0 2 0 3 3 September 0,9 5 1,6 8 0,2 3 0,08 1 0 1 4 Oktober 9,5 6 3,3 11 4 10 6,8 7 1,5 5 5 November 0,5 8 8 21 8 7 6,7 5 8,7 16 6 Desember 6,6 4 10,2 9 5,9 9 5,2 4 7,7 9 7 Januari 12,1 4 10,6 2 15,9 4 17,1 5 5,6 5 8 Februari 11,1 0 15,1 0 9,7 2 16,3 4 16,6 3 9 Maret 15,2 0 9,4 3 15 4 5,3 12 7,5 6 10 April 9,2 0 9 0 11,2 2 4 11 1,5 17 11 Mei 2,8 4 2,3 2 1,5 5 3,2 6 4,2 6 12 Juni 1 4 3,3 0 2,8 3 0 2 0,48 2 1 Pada tahun 1998/1999 jumlah pasien terbanyak pada bulan Juli dengan curah hujan 26,9 mm. Tahun 1999/2000 jumlah pasien terbanyak pada bulan November dengan curah hujan 8 mm. Tahun 2000/2001 jumlah pasien terbanyak pada bulan Oktober dengan curah hujan 4 mm. Tahun 2001/2002 jumlah pasien terbanyak pada bulan Maret dengan curah hujan 5,3 mm. Tahun 2002/2003 jumlah pasien terbanyak pada bulan April dengan curah hujan 1,5 mm. Secara statistik tidak ada hubungan bermakna antara curah hujan dengan jumlah kasus DKI K. Hal ini masih memerlukan penelitian mengenai pola hidup kumbang lepuh pada daerah tempat tinggal pasien, supaya dapat diketahui siklus hidup dan keaktifan hewan tersebut sehingga dapat diantisipasi agar tidak membahayakan penduduk di sekitarnya. 3 Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto Tabel 3 Hubungan tekanan udara dan jumlah DKI Kantarides selama 5 tahun. No Bulan 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 P P P P P 1 Juli 1009,8 18 1011,4 2 1010,8 3 1010,9 7 1012,5 6 2 Agustus 1011,1 11 1012,9 7 1011,6 5 1012,1 2 1013,1 3 3 September 1011,4 5 1012,1 8 1011,9 3 1011,6 1 1013,9 1 4 Oktober 1010,1 6 1010,7 11 1010,3 10 1010,6 7 1012,1 5 5 November 1009,3 8 1009,8 21 1008,7 7 1010,3 5 1010,9 16 6 Desember 1009,3 4 1008,5 9 1009,3 9 1011 4 1010,7 9 7 Januari 1007,4 4 1008,4 2 1008,4 4 1009,8 5 1010,8 5 8 Februari 1008,9 0 1007,9 0 1007,8 2 1010,3 4 1009,2 3 9 Maret 1007,1 0 1008,5 3 1009,1 4 1009,6 12 1010 6 10 April 1009,1 0 1009 0 1010,3 2 1009,4 11 1010 17 11 Mei 1010,1 4 1010,1 2 1010,3 5 1010,4 6 1010,4 6 12 Juni 1011,3 4 1010,7 0 1010,9 3 1011,2 2 1009,3 2 Jumlah kasus tahun 1998/1999 terbanyak pada tekanan udara 1009,8 mB. Tahun 1999/2000 jumlah kasus terbanyak pada pada tekanan udara 1009,8 mB. Tahun 2000/2001 pada tekanan udara 1010,3 mB, tahun 2001/2002 pada tekanan udara 1009,6 mB, dan tahun 2002/2003 pada tekanan udara 1010 mB. Secara statistik tidak ada hubungan secara bermakna antara tekanan udara dengan jumlah pasien DKI K. Tabel 4. Hubungan kelembaban nisbi dan jumlah Pasien DKI K selama 5 tahun. No Bulan 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 KL KL KL KL KL Juli 83 18 79 2 77 3 79 7 75 6 2 Agustus 78 11 74 7 72 5 74 2 73 3 3 September 78 5 72 8 73 3 75 1 72 1 4 Oktober 83 6 78 11 80 10 82 7 73 5 5 November 86 8 85 21 86 7 85 5 80 16 6 Desember 85 4 83 9 83 9 83 4 84 9 7 Januari 86 4 85 2 86 4 87 5 81 5 8 Februari 85 0 86 0 84 2 87 4 87 3 9 Maret 85 0 89 3 86 4 83 12 83 6 10 April 91 0 86 0 83 2 83 11 79 17 11 Mei 80 4 80 2 80 5 80 6 81 6 12 Juni 78 4 79 0 82 3 78 2 72,75 2 1 4 Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto Tahun 1998/1999 jumlah pasien terbanyak pada kelembaban nisbi 83%, tahun 1999/2000 pada kelembaban nisbi 85%, tahun 2000/2001 pada kelembaban nisbi 80%, tahun 2001/2002 pada kelembaban nisbi 83%, dan tahun 2002/2003 pada kelembaban 79%. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara kelembaban nisbi dengan jumlah pasien DKI K. Tabel 5. Hubungan kecepatan angin dan jumlah DKI K selama 5 tahun. No Bulan 98/99 99/00 00/01 01/02 02/03 Angin Angin Angin Angin Angin Juli 3 18 3 2 3 3 2 7 2 6 2 Agustus 3 11 3 7 2 5 2 2 3 3 3 September 3 5 4 8 4 3 3 1 3 1 4 Oktober 3 6 4 11 3 10 2 7 3 5 5 November 3 8 4 21 3 7 2 5 3 16 6 Desember 3 4 4 9 4 9 32 4 2 9 7 Januari 4 4 4 2 3 4 2 5 3 5 8 Februari 4 0 3 0 3 2 2 4 2 3 9 Maret 3 0 4 3 2 4 2 12 2 6 10 April 4 0 3 0 2 2 2 11 2 17 11 Mei 3 4 3 2 2 5 2 6 2 6 12 Juni 3 4 3 0 2 3 2 2 1 2 1 Tahun 1998/1999 jumlah kasus terbanyak pada bulan Juli dengan kecepatan angin 3 knots, tahun 1999/2000 pada bulan November dengan kecepatan angin 4 knots, tahun 2000/2001 pada bulan Oktober dengan kecepatan angin 3 knots, tahun 2001/2002 pada bulan Maret dengan kecepatan angin 2 knots, dan tahun 2002/2003 pada bulan April dengan kecepatan angin 2 knots. Secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara kecepatan angin dengan jumlah kasus DKI K. 5 Hubungan DKI K dengan cuaca di Yogyakarta Rikyanto Kecenderungan curah hujan dengan kejadian DKI K dapat digambarkan dalam grafik berikut Gambar 1. Kecenderungan curah hujan dengan kasus DKI K Secara epidemiologis dalam kurun waku 5 tahun (Juli 1998 - Juni 2003), ada kecenderungan peningkatan kasus DKI K pada bulan-bulan dengan perubahan frekuensi hujan yaitu bulan Juli dan Oktober – November. Namun bila hujan terus terjadi, justru kasus DKI K semakin menurun (Februari). Fenomena ini hampir sama dengan keadaan di Amerika yaitu kumbang lepuh menghilang pada musim dingin.2 Atau dapat dihubungkan dengan aktivitas penduduk yang mungkin cenderung tinggal dalam rumah pada saat curah hujan yang tinggi sehingga kurang terpajan dengan kumbang lepuh. Kumbang lepuh yang banyak terdapat di Asia Tenggara adalah kumbang lepuh pengembara genus Paederus, yang menghasilkan semacam zat kantaridin yang disebut vesicant paederin.5 Kumbang lepuh di Indonesia diduga adalah Paederus peregrinus, menimbulkan reaksi kulit berlepuh pada tempat kontak misalnya tengkuk dan bagian tubuh yang terbuka umumnya (ekstremitas), berupa lesi linear.4 KESIMPULAN Penyebab utama penyakit DKI K adalah kontak langsung kantaridin (zat yang dikeluarkan oleh kumbang lepuh kantarides) dengan kulit pasien. Kasus terbanyak terjadi pada suhu yang relatif rendah, awal musim hujan dan menurun pada saat curah hujan yang tinggi. Namun secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah kasus DKI K dengan suhu, curah hujan, tekanan udara, kelembaban, dan kecepatan angin. Disarankan penelitian lanjutan mengenai penyebab DKI K yang ada disekitar Kota Yogyakarta sehingga dapat diketahui pola hidup kumbang lepuh untuk mengantisipasi merebaknya kasus DKI K dikemudian hari. DAFTAR PUSTAKA 1. Rook A. Skin diseases caused by arthropods and others venomous or noxious animals. Dalam: Rook A, Wilkinson DS, Ebling FJG, Champion RH, Burton JL, editor. Textbook of dermatology; edisi ke-4. Oxford: Blackwell Scientific Publ, 1988:1052-3. 2. McKoy KC, Mochella SL. Parasites, arthropods, hazardous animals, and tropical dermatology. Dalam: Moschella SL, Hurley HJ, editor. Dermatology; edisi ke-2. Philadelphia: WB.Saunders. Co, 1985; 1804-5. 3. Rikyanto. Kesalahan klinis pasien rujukan kasus dermatitis kontak iritan vs herpes zoster di Poliklinik RSUD Kota Yogyakarta. MDVI 2003; 30: 117-20. 4. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew’s diseases of the skin; edisi ke-8. Philadelphia: WB. Saunder.Co, 1990; 518-9. 5. Wilson. DC, Leyva.WH, King, LE Yr. Arthropod bite and stings Dalam: Fitzpatrick TB, Eisen AZ, Wolff K, Freedberg IM, Austen KF, editor. Dermatology in general medicine; edisi ke-4. New York: Mc-Graw Hill, 1993; 2821-2. Keterangan Gambar Grafik ada di Sekretariat MDVI 6