KEWARTAWANAN Oleh : Litbang Wartapala Daftar Isi : 1. Abstract 2. Kode Etik Jurnalistik 3. Syarat Menjadi Wartawan 1. Abstract • Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik. • Di Indonesia, istilah "jurnalistik" dulu dikenal dengan "publisistik". Dua istilah ini tadinya biasa dipertukarkan, hanya berbeda asalnya. Beberapa kampus di Indonesia sempat menggunakannya karena berkiblat kepada Eropa. Seiring waktu, istilah jurnalistik muncul dari Amerika Serikat dan menggantikan publisistik dengan jurnalistik. Publisistik juga digunakan untuk membahas Ilmu Komunikasi. 2. Kode Etik Jurnalistik – (AJI) Aliansi Jurnalis Indonesia 1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar. 3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. 4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. 5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat. 6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen. 7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo. 8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat. 9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur. 10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya. 11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat. 12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual. 13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. 14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. Catatan : yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik. 15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak. 16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik. 17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas. 18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik. 3. Syarat Menjadi Wartawan • • • • • • • • • • • Berpendidikan Peduli Bahasa Menjaga Kepercayaan Berfikir Kritis Agresif Kepo Sopan dan Ramah Keandalan Uang Bukan Segalanya Hobi dan Sukarela Berpendidikan Tahun 1980-an, perusahaan media membuat persyaratan untuk tingkat pendidikan yang mau menjadi wartawan minimal SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) atau istilah sekarang Sekolah Menengah Atas (SMA). Periode itu lulusan SLTA dinilai memadai, karena sarjana muda dan sarjana (S1) sangat sulit didapatkan. Selain itu, lulusan SLTA periode itu memiliki kualitas yang unik (kalau tidak ingin mengatakan lebih baik dari lulusan SMA sekarang). Tetapi sejak tahun 1990-an, lulusan SMA tak mampu lagi mendukung persyaratan menjadi wartawan. Sebagian besar perusahaan media menetapkan syarat S1 untuk menjadi wartawan. Apakah bisa menjamin lulusan S1 sukses menjadi wartawan yang diharapkan? Jawaban pasti, tidak menjamin. Sebab menjalankan profesi wartawan bukan berlandaskan ilmu yang diperoleh seseorang dari perguruan tinggi atau sekolah mana pun. Wartawan menjalankan ilmu terapan yang sederhana, tetapi jika semakin dipraktikan, dia akan manjadi seorang wartawan yang mumpuni. Bahkan ada seloroh, jika seorang wartawan tidak menulis dalam waktu 3 hari, dia akan jatuh sakit. Ya, menulis menjadi kecanduan yang luar biasa bagi wartawan yang tekun dan ulet. Mengapa perusahaan media jarang sekali mengambil para lulusan perguruan tinggi dengan jurusan jurnalistik atau ilmu komunikasi? Ini jawabannya. Sebagian besar perusahaan media memang lebih menyukai menerima lulusan yang di luar jurusan fakultas ilmu komunikasi, khususnya jurnalistik. Perusahaan akan mengambil lulusan jurusan lainnya seperti ekonomi, sosial, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dengan ilmu-ilmu yang dipelajari calon dari perguruan tingginya, maka diharapkan akan mewarnai, menganalisis peristiwaperistiwa yang diliputnya. Misalnya, calon wartawan yang sarjana ekonomi tentu akan lebih mudah memahami peningkatan harga bawang, terjadinya rush atau penarikan uang di sebuah bank atau tingkat suku bunga yang terus menerus naik tanpa terkendali, lebih mudah memahami gejala inflasi, deflasi atau kebijakan pemotongan nilai uang atau penyederhanaan mata uang. Calon wartawan yang bukan sarjana ekonomi tentu akan lebih sulit memahami dan membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami hal tersebut. Peduli Kepedulian terhadap manusia dan lingkungannya merupakan faktor yang penting bagi wartawan. Tanpa kepedulian itu, dia tidak akan mampu untuk mencermati berbagai bidang kehidupan, tidak akan mampu menemukan hal-hal yang unik dan menarik untuk disampaikan kepada pembaca, pendengar dan penonton. Coba bayangkan, seorang wartawan yang cuek jelas akan merugikan perusahaan media. Ketika mendengar ada tabrakan atau kejadian luar biasa seperti demam berdarah atau lainnya, dia tidak peduli dan asyik dengan urusan lain yang tidak punya hubungan dengan tugasnya sebagai kewartawanan. Yakinlah dia tidak akan mendapatkan berita itu. Bahasa Penguasaan bahasa merupakan persyaratan yang penting untuk menjadi seorang wartawan yang sukses. Bahasa itu mencakup bahasa tertulis atau lisan. Penguasaan bahasa memudahkan wartawan untuk memahami makna dan menggunakannya untuk menggambarkan peristiwa yang dilaporkan. Terkadang, penggunaan bahasa dan cara mengungkapkan fakta-fakta menjadi hal yang penting dan menyebabkan berita itu banyak dibaca, didengar dan ditonton audiens. Bahkan, wartawan secara sadar atau tidak acapkali menjadi sumber untuk pengembangan bahasa. Karena wartawan menggunakan bahasa seefektif mungkin dan sering tak mengikuti tata bahasa yang baku. Akhrinya, wartawan menambah perbendaharaan dalam pengaturan standar penggunaan bahasa. Tentu saja, ini membutuhkan rasa kecintaan wartawan terhadap bahasa. Wartawan akan selalu memeriksa ejaan, dan berusaha mengembalikan pada kosa kata yang benar. Keharusan wartawan dalam menuangkan tulisan atau lisan menuangkannya dalam format yang sederhana, jelas dan tidak menimbulkan berbagai penafsiran. Semakin lama, wartawan yang bersangkutan memiliki gaya sendiri yang khas dan bisa menjadi identitas si wartawan tersebut. Menjaga Kepercayaan Orang percaya terhadap fakta-fakta yang dikemukakan wartawan. Karena itu, wartawan harus selalu berpikir kritis untuk tidak boleh mengkhianati kepercayaan yang diberikan pembaca. Caranya adalah sekuat tenaga wartawan memberitakan sesuatu dengan akurasi yang tinggi. Kecerobohan wartawan akan kesalahan faktafakta diyakini akan memerosotkan kepercayaan tersebut yang pada akhirnya berdampak pada kebangkrutan media akibat ditinggal pembaca. Berfikir Kritis Profesi sebagai wartawan akan menimbulkan banyak hal, terutama orang memberikan informasi untuk berbagai tujuan. Pemberian informasi itu bisa jadi bertujuan untuk kepentingan pemberi informasi atau kepentingan kelompoknya untuk “menghancurkan” lawan-lawan politik atau hal-hal yang tidak disukai. Karena itu, wartawan harus berpikir kritis, harus mampu mengenali hal tersebut, apakah informasi itu berisikan fakta-fakta yang benar atau menyesatkan. Karena itu, wartawan dituntut untuk mengembangkan kemampuan menggali informasi lebih lengkap, lebih dalam dan lebih berimbang agar bias dari pemberi informasi bisa terdistorsi sedemikian rupa, sehingga pembaca bisa mengenali fakta yang sebenarnya. Agresif Seorang wartawan dituntut untuk agresif, meskipun sikap ini terkadang menjengkelkan sumber yang sedang diwawancara. Keagresifan ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang berita yang sedang digali. Jangan biarkan berita itu lewat begitu saja. Padahal sumber berada di depan. Gali dan lengkapi berita itu, sehingga wartawan menjadi jelas atas sebuah persoalan, kemudian dibuat laporan untuk pembaca. Kepo Seorangjurnalis harus kepo, atau memiliki kepedulian dan rasa ingin tahu yang tinggi. Istilah “KEPO” atau Knowing Every Particular Object itu sendiri biasa diartikan negative, mau tahu aja. “Tetapi memang seorang wartawan itu harus kepo, tetapi yang terarah, tidak semua mau ditahu dan dipedulikan secara berlebihan, kecuali jika hal itu penting untuk diketahui,” imbuh dia. Sopan dan Ramah Meski agresif, wartawan dituntut untuk tetap bersifat sopan dan ramah. Bahkan, keramahan dan sopan tetap harus ditunjukan kepada sumber yang tidak disukai. Keandalan Wartawan juga dituntut andal untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Ketika dia ditugaskan, maka dari editor hingga mesin percetakan menunggu hasil pekerjaannya. Keandalan itu harus dibuktikan dengan ketepatan waktu dan merampungkan tugas sesuai dengan yang ditetapkan. Uang Bukan Segalanya Sejak awal harus ditanamkan dalam benak para calon wartawan, bahwa uang bukan segalanya bagi profesi kewartawanan, meskipun uang sangat berpengaruh terhadap biaya operasi untuk mendapatkan berita dan kehidupan layak bagi si wartawan. Jika calon wartawan itu berniat mencari kekayaan yang melimpah ruah melalui profesi ini, sebaiknya niat menjadi wartawan itu diurungkan. Selayaknya, dia menjadi seorang pengusaha. Bahwa menjadi wartawan harus memiliki kesadaran yang lebih tinggi dari profesi lainya karena di tangannya informasi dipercayakan untuk kepentingan publik. Keyakinan ada nilai-nilai yang harus diperjuangkan secara terus menerus dan tidak akan pernah berhenti selama ada manusia, ada negara, ada birokrat dan ada kehidupan di berbagai bidang. Untuk melukiskan itu, izinkan menggunakan kata-kata yang terkesan sangat hebat; ada nilai kebenaran dari fakta-fakta yang ingin diketahui masyarakat pada setiap peristiwa. Fakta-fakta itu bisa dipercaya masyarakat karena prosesnya dijalankan oleh wartawanwartawan andal yang memiliki presisi tinggi dalam mejunjung integritas kewartawanan. Hobi dan Sukarela Perbedaan wartawan Wartapala dengan wartawan professional adalah bahwa di wartapala, wartawan adalah mereka yang menjadikan jurnalistik sebagai hobi, sehingga dengan hobi jurnalistik ini, wartawan Wartapala akan dengan senang hati bertugas. Sukarela merupakan senjata pamungkas wartawan Wartapala, di mana dia hadir sebagai pengabdian kepada dunia kepencinta alaman yang telah membesarkannya. Sehingga dengan sukarela, wartawan Wartapala bukan mencari uang tapi terkadang malah menghabiskan uang untuk pengabdiannya. Dengan adanya hobi dan sukarela, maka wartawan Wartapala berhak menolak tugas yang diberikan oleh redaksional. Agresif Seorang wartawan dituntut untuk agresif, meskipun sikap ini terkadang menjengkelkan sumber yang sedang diwawancara. Keagresifan ini bertujuan untuk mengetahui lebih mendalam tentang berita yang sedang digali. Jangan biarkan berita itu lewat begitu saja. Padahal sumber berada di depan. Gali dan lengkapi berita itu, sehingga wartawan menjadi jelas atas sebuah persoalan, kemudian dibuat laporan untuk pembaca. TERIMA KASIH