Uploaded by ariefrizki41

bab-ii-tinjauan-pustaka-landasan-teori-kerangka-pemikiran-dan-hipotesis-penelitian compress

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN,
DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Defenisi Ayam (Ayam Broiler, Ayam Ras Petelur, dan Ayam Buras)
Ayam dibagi dalam dua jenis yaitu ayam buras dan ayam ras. Ayam Buras atau
ayam Bukan Ras yang biasanya juga disebut ayam kampung merupakan plasma
nutfah ayam asli Indonesia. Ayam ras terbagi atas dua yaitu ayam ras pedaging
dan ayam ras petelur. Istilah ayam broiler ditujukan untuk ayam pedaging yang
unggul (Rasyaf,M., 2004).
Sebenarnya ayam broiler ini baru dikenal menjelang periode 1980-an, sekalipun
galur murninya sudah diketahui pada tahun 1960-an ketika peternak mulai
memeliharanya. Akan tetapi, ayam broiler komersil seperti sekarang ini baru
populer pada periode 1980-an. Sebelumnya ayam yang untuk dipotong adalah
ayam petelur seperti ayam white leghorn jengger tunggal. Tidak heran pada saat
itu banyak orang yang antipati terhadap dagin,g ayam ras sebab ada perbedaan
yang sangat mencolok antara daging ayam broiler dan ayam ras petelur, terutama
pada struktur pelemakan di dalam serat-serat dagingnya. Antipati masyarakat
yang saat itu sudah terbiasa dengan ayam kampung terus berkembang hingga
pemasaran ayam broiler semakin sulit. Peternak ayam broiler yang baru membuka
usahanya menjadi prihatin dan terpuruk kerugian. Pada akhir periode 1980-an
itulah pemerintah mencanangkan penggalakan konsumsi daging ruminansia yang
saat itu semakin sulit keberadaannya. Kondisi pun membaik, kini banyak
peternakan ayam broiler bangkit dan peternak musiman muncul. Dari sinilah
ayam broiler komersil atau ayam broiler final stock mulai dikenal dan secara
perlahan mulai diterima orang (Rasyaf,M., 2004).
Ayam broiler umumnya dipelihara dalam waktu 5-6 minggu sejak doc (bibit
ayam) dengan bobot tubuh antara 1,4-1,6 kg per ekor. Akan tetapi, kini ayam
broiler dengan bobot lebih dari itu diterima konsumen, misalnya bobot tubuh
antara 1,8-2 kg per ekor. Ayam seberat ini memerlukan masa pemeliharaan antara
6-7 minggu (Rasyaf,M., 2004).
Ayam buras atau biasa disebut dengan ayam kampung adalah ayam jinak yang
telah terbiasa hidup di tengah masyarakat. Di daerah yang padat penduduknya,
seperti di Pulau Jawa, ayam buras berkeliaran di berbagai tempat. Daya
adaptasinya sangat tinggi, karena ayam itu mampu menyesuaikan diri dengan
berbagai situasi, lingkungan, dan iklim yang ada (Sarwono,B., 1997).
Ada beberapa manfaat dalam beternak ayam antara lain:
1) Penyediaan kebutuhan protein hewani
2) Pengisi waktu luang dimasa pensiun
3) Pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan dikalangan remaja
4) Tabungan di hari tua
5) Mencukupi kebutuhan keluarga (profit motif)
2.1.2. Permasalahan yang Dihadapi Peternak Ayam di Indonesia
Pada kenyatannya, peternak, khususnya peternak ayam ras di Indonesia,
mempunyai posisi yang cukup rawan dalam percaturan bisnis unggas yang secara
statistik sangat pesat. Hal penting yang harus dibahas tentu saja langkah yang
perlu diambil agar posisi rawan itu dapat berubah menjadi posisi strategis yang
menguntungkan. Untuk menuju ke posisi tersebut, perlu diketahui permasalahanpermasalahan yang dihadapi peternak ayam Indonesia. Menurut Suharno,B.
(1999), permasalahan tersebut yaitu:
1) Permintaan fluktuatif
Berbeda dengan masyarakat di negara maju yang menggunakan komoditas
peternakan dalam menu makanan sehari-hari, tidak semua masyarakat di
Indonesia dapat mengkonsumsi daging dan telur ayam setiap hari dalam
menu makanannya. Di berbagai daerah, daging dan telur ayam masih
dianggap
sebagai
makanan
mewah
dan
mahal.
Masyarakat
mengkonsumsinya di saat-saat tertentu, seperti lebaran, tahun baru, dan
bulan-bulan tertentu. Keadaan tersebut sangat menyulitkan program
produksi ayam. Para peternak mencoba melakukan program peningkatan
produksi jika lebaran tiba. Namun, kesulitannya jika usai lebaran
permintaan langsung anjlok, sedangkan produksi tidak dapat dihentikan
karena barang hidup. Harga pun langsung merosot tajam.
2) Pasarnya masih tradisional
Jika permintaan terhadap komoditas ayam benar fluktuatif seperti disebut
di atas, maka logikanya pasokan ayam diatur dengan menggunakan
teknologi penyimpanan. Dengan cara ini, permintaan daging dan telur
ayam dapat diramalkan jumlahnya untuk waktu setahun. Dengan produksi
ayam stabil, sementara permintaan fluktuatif, pasokan ayam ke konsumen
dapat diatur sesuai dengan irama permintaan konsumen. Jadi, untuk
kondisi tersebut, teknologi pascapanen harus dikembangkan. Namun,
kenyataannya pasar ayam Indonesia masih bersifat tradisoinal. Kondisi ini
menyebabkan masalah fluktuasi makin menjadi-jadi dialami oleh peternak.
Fluktuasi ini juga akan selalu terjadi berulang-ulang setiap tahun.
3) Konsumen belum tahu persis tentang ayam
Ketidaktahuan konsumen secara pasti tentang ayam menjadi satu masalah
yang cukup merepotkan. Di beberapa media massa pernah terjadi
pemberitaan mengenai ayam yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya. Namun, karena masyarakat lebih percaya pada media
massa maka konsumen dapat selalu mencurigai baik buruknya daging
ayam.
4) Kebijaksanaan pemerintah belum sepenuhnya dilaksanakan
Dalam upaya mengembangkan peternakan ayam ras milik rakyat,
pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan. Namun demikian, dalam
prakteknya peraturan itu tidak dapat berjalan mulus di lapangan.
Perusahaan
peternakan
harus
memenuhi
syarat-syarat
berdirinya
perusahaan, yakni ada izin usaha, sedangkan peternakan rakyat tidak
memerlukan
izin
usaha.
Untuk
peternakan
rakyat
hanya
perlu
mendaftarkan saja kepada Dinas Peternakan setempat. Peraturan ini
membuat usaha peternakan berkembang sangat pesat, melebihi 10% per
tahun. Namun, terjadi kemelut mengenai peternakan rakyat yang seolaholah ditinggalkan begitu saja. Masyarakat peternak banyak yang
merasakan bahwa peraturan itu hanya memungkinkan perusahaanperusahaan skala besar saja yang dapat terus berkembang, sementara
peternak kecil menagalami kesulitan. Sebagian di antaranya bangkrut
karena tidak dapat bersaing dengan peternakan yang besar.
5) Organisasi bidang peternakan belum tangguh
Di Indonesia
belum ada asosiasi peternak yang tangguh dan mampu
mendata secara baik anggota-anggotanya sekaligus melakukan pembinaan
agar lebih profesional. Organisasi-organisasi yang ada masih berkutat pada
masalah kekurangan dana untuk menjalankan roda organisasi. Hal ini
menyebabkan para peternak belum merasa terlindungi oleh kehadiran
organisasi.
6) Penguasaan teknologi masih perlu ditingkatkan
Banyak peternak merasa bahwa beternak itu gampang, hanya urusan
membeli bibit, memberikan pakan dan obat-obatan, serta selanjutnya
tinggal memanen. Ayam ras merupakan jenis ayam hasil teknologi
pemuliabiakan peternakan yang mempunyai mutu genetik tinggi, jadi perlu
perlakuan manajemen yang tinggi pula. Dalam pemeliharaannya
diperlukan pakan yang baik, diberi vitamin, antibiotik, dan vaksin agar
dapat hidup hingga panen. Itu pun harus didukung dengan sanitasi yang
ketat.
2.1.3. Pertumbuhan Populasi dan Perusahaan/Usaha Ternak Ayam
Populasi sebagian jenis ternak ayam di Sumatera Utara tumbuh positif (Tabel 1).
Laju pertumbuhan yang cepat dialami oleh ternak ayam ras pedaging (broiler) dan
ayam ras petelur. Cepatnya laju pertumbuhan ini menurut Hermanto,dkk (1992)
antara lain disebabkan oleh semakin terfokusnya perhatian pemerintah pada
pengembangan kedua jenis ayam tersebut. Pertimbangannya antara lain bahwa
protein hewani pada unggas jauh lebih murah dibandingkan dengan kelompok lain
dan secara operasional pengembangan ternak ayam lebih mudah dibandingkan
dengan pengembangan ternak besar, ternak kecil, dan perikanan.
Tabel 1. Pertumbuhan populasi ternak ayam di Sumatera Utara (ekor)
Jenis
Ternak
2000
2001
2002
2003
2004
2005
16.863.4
36
13 825
929
14.128.
403
14.436.
402
13.826.9
70
6 190
175
Ayam
broiler
26.893.1
65
27.565.
494
38.809.1
73
49.218.1
25
38.045.26
0
35 568
236
Ayam buras
20.532.9
60
21.361.
054
22.222.
545
23.118.
780
23.128.1
48
21 280
380
Ayam
petelur
ras
Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Utara, 2007
Pada Tabel 1, dapat dilihat populasi ternak ayam mengalami fluktuasi. Pada tahun
2003 terjadi peningkatan yang drastis pada ayam broiler, yaitu sebesar 10.408.952
ekor. Akan tetapi pada tahun 2004 populasi ayam broiler mangalami penurunan
yang drastis pula, yaitu sebesar 11.172.865 ekor.
Proyeksi trend pertumbuhan populasi ternak ayam di Kabupaten Deli Serdang
akan dianalisis dengan analisis regresi linier sederhana. Beberapa model regresi
linier sederhana yang dapat dibentuk untuk dapat mengetahui proyeksi trend
pertumbuhan ternak ayam di Kabupaten Deli Sedang adalah sebagai berikut:
a. Ayam Ras Petelur
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Jumlah populasi ayam petelur (ekor)
a = Intercept
b = Koefisien regresi
X = waktu yang dinotasikan dalam angka
b. Ayam Broiler
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Jumlah populasi ayam broiler (ekor)
a = Intercept
b = Koefisien regresi
X = waktu yang dinotasikan dalam angka
c. Ayam Buras
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Jumlah populasi ayam broiler (ekor)
a = Intercept
b = Koefisien regresi
X = waktu yang dinotasikan dalam angka
Pada saat krisis terjadi sekitar tahun 1998, populasi semua jenis ternak menurun.
Penurunan paling drastis dialami oleh ayam broiler dan ayam ras petelur hingga
hampir mencapai 45% karena banyak perusahaan yang bangkrut yang disebabkan
oleh naiknya harga pakan dan doc yang terlalu tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
usaha peternakan ayam ras adalah yang paling rentan terhadap gejolak
perekonomian nasional, seperti melambungnya nilai tukar dolar terhadap rupiah.
Pada tahun 2000, populasi unggas sudah tumbuh positif, terutama ayam broiler
dan ayam petelur yang tumbuh luar biasa, yaitu masing-masing diatas 60% dan
diatas 50%. Ini juga menunjukkan usaha ternak ayam ras mempunyai daya pulih
(recovery) yang sangat cepat.Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk
menganalisis trend pertumbuhan populasi ayam petelur, ayam broiler, dan ayam
buras secara regresi linier sederhana.
Produksi ternak ayam broiler menurun tajam dengan persentase minus 11,07
persen jika dilihat produksi tahun 2004 sebesar 38.045.260 dibanding produksi
tahun 2005 sebesar 35.568.236. Anjloknya produksi ternak akibat flu burung ini
menyebabkan kinerja peternakan Sumut minus sepanjang tahun 2005. Kinerja
seperti ini menggangu perekonomian Sumut baik dari pengusaha maupun
peternak sendiri. Dikatakan, dampak wabah flu burung juga menurunkan
konsumsi produk peternakan (Dinas Peternakan Sumatera Utara, 2005).
Hal ini juga dialami di Pulau Jawa. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Suseno (2007), dapat dilihat bahwa perkembangan ayam broiler di Pulau Jawa
selama periode 2001 sampai dengan 2006 sangat berfluktuasi, seiring dengan
merebaknya kasus flu burung di tanah air. Pada tahun 2004, populasi ayam broiler
sempat mengalami kenaikan yang sangat tinggi, yaitu naik sebesar 119,75%.
Memasuki tahun 2005 populasinya mengalami penurunan sebesar 47,59%,
kondisi ini disebabkan oleh merebaknya kasus flu burung di berbagai wilayah di
Indonesia. Namun dengan adanya berbagai upaya pemerintah memberantas
penyakit tersebut ternyata mampu mengembalikan keyakinan masyarakat untuk
mengkonsumsi ayam broiler. Hal ini terlihat dari naiknya populasi ayam broiler
sebesar 13,30% pada tahun 2006.
Untuk lebih meningkatkan konsumsi ayam broiler di masyarakat serta agar para
pengusaha ayam lebih bergairah dalam berusaha maka penanganan flu burung
harus benar-benar tepat dan benar. Salah satu upaya adalah dengan memberikan
penjelasan bagaimana cara beternak ayam yang baik kepada masyarakat, agar
terhindar dari penyakit.
Menurut Priyadi,dkk (2004), dalam jurnalnya mengatakan bahwa usaha
peternakan ayam ditinjau dari aspek finansial merupakan salah satu usaha di
bidang agribisnis yang memberikan keuntungan. Dalam menjalankan usaha ayam
terdapat 2 jenis pengelolaan, yakni dikelola secara mandiri (peternak mandiri) dan
dikelola dalam bentuk plasma-inti (peternak plasma inti). Dalam pengelolaan
sistem plasma-inti, pihak peternak sebagai plasma, sementara perusahaan pakan
dan perusahaan yang bergerak pada pemasaran doc dan pakan ayam umumnya
sebagai inti. Pada sisi lain para peternak mandiri dalam menjalankan usahanya
segala aktivitasnya dibiayai dengan menggunakan modal sendiri.
2.2. Landasan Teori
Usaha pengembangan ternak ayam di Indonesia memiliki prospek yang cukup
baik, terutama bila ditinjau dari aspek masyarakat akan kebutuhan gizi. Sesuai
standar nasional, konsumsi protein per hari per kapita ditetapkan 55 gr yang terdiri
dari 80% protein nabati dan 20 % protein hewani. Pemenuhan gizi ini, khususnya
protein hewani dapat diperoleh dari protein daging dan telur. Sehingga dengan
demikian, usaha ternak ayam memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan
(Sudarmono,A.S.,2003).
Pemulihan populasi ayam ras dan buras baik pedaging maupun petelur yang
sangat cepat disebabkan oleh sangat cepatnya proses regenerasi jenis ternak ini.
Hal ini juga mencerminkan respon produksi ternak ini yang sangat cepat terhadap
pulihnya permintaan pasar sebagai akibat membaiknya kondisi perekonomian
masyarakat. Perkembangan ekonomi masyarakat ini mengakibatkan tingginya
permintaan akan ayam ras. Untuk itu populasi ayam ras jumlahnya perlu
ditingkatkan untuk memenuhi permintaan masyarakat tersebut.
Salah satu faktor yang dapat meningkatkan permintaan suatu produk, pada tingkat
harga tertentu adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang bertambah besar
menunutun ke arah meningkatnya permintaan beberapa jenis barang. Jumlah
penduduk sebanyak 150 juta orang misalnya, mempunyai permintaan pangan,
sandang, sepatu, mobil, popok bayi dan sebagainya lebih banyak daripada
penduduk yang berjumlah 50 juta orang, dengan asumsi hal-hal lainnya tetap
(ceteris paribus) (Sicat, 1991).
Teori Malthus (1706) menyebutkan bahwa penduduk cenderung bertambah
dengan cepat menurut deret ukur, sedangkan persediaan pangan bertambah
menurut deret hitung. Artinya, bila pada suatu saat terjadi kelebihan jumlah
penduduk, maka penduduk akan memperebutkan jumlah pangan yang sedikit itu.
Implikasinya adalah kesejahteraan masyarakat akan menurun, status kesehatan
memburuk, dan lingkungan menjadi rusak. Akibatnya angka kematian dan angka
kelahiran menurun.
Bertambahnya jumlah penduduk bersamaan dengan meningkatnya pendapatan
masyarakat akan meningkatkan permintaan terhadap produk-produk pertanian,
baik dalam jumlah maupun kualitas. Dari segi jumlah, total permintaan
merupakan perkalian antara jumlah penduduk dengan tingkat konsumsi per kapita
(Husodo, 2004).
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Sumatera Utara, pada tahun 2000 trend
pertumbuhan populasi ternak ayam broiler meningkat sebesar 17,13% per tahun..
Akan tetapi, produksi ternak ayam broiler menunjukkan trend yang menurun
sebesar 11,07%. Jika dilihat produksi ayam broiler pada tahun 2004 sebesar
38.045.260 ekor dibanding produksi tahun 2005 sebesar 35.568.236 ekor, hal ini
menunjukkan terjadi trend yang menurun pada produksi ayam broiler.
Berdasarkan penurunan trend pertumbuhan populasi ayam, maka diperlukan
proyeksi untuk mengetahui pertumbuhan populasi ayam dan usaha ternaknya di
masa yang akan datang untuk dapat memenuhi permintaan dan kebutuhan
masyarakat. Proyeksi tersebut diteliti melalui suatu metode proyeksi berdasarkan
analisis trend terhadap pertumbuhan populasi ayam tersebut.
Trend adalah salah satu peralatan statistik yang dapat digunakan untuk
memperkirakan keadaan dimasa yang akan datang berdasarkan pada data masa
lalu. Tren juga merupakan gerakan dan data deret berkala selama beberapa tahun
dan cenderung menuju pada suatu arah, dimana arah tersebut bisa naik, turun
maupun mendatar. Perhitungan trend linear menggunakan analisis regresi linier
sederhana, yang dapat dinyatakan dalam bentuk : Y = a+b(x). Proyeksi
menjelaskan hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Tren linear
dilihat melalui garis lurus pada grafik trend yang dibentuk berdasarkan data
proyeksi. Penyimpangan trend menunjukkan besarnya kesalahan nilai proyeksi
dengan data yang aktual (Ibrahim, 2009).
Seperti penelitian yang dilakukan oleh Irsalina (2010), trend pertumbuhan luas
lahan sawah yang menunjukkan trend menurun sebesar 11.44 % per tahun dalam
kurun waktu 1998-2008. trend tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis
trend melalui regresi linier sederhana dengan formulasi Y = a+b(x), dimana Y
adalah luas lahan yang akan dianalisis trendnya, dan X adalah waktu yang
dinotasikan dengan angka.
Menurut
Ibrahim
(2009),
analisis
tren
memperlihatkan
kecenderungan
pertumbuhan populasi ayam dan perusahaan/usaha ternak ayam di masa yang
akan datang. Hasil proyeksi ini dapat memperkirakan kebutuhan pangan yang
bersumber dari hewani. Melalui proyeksi ini dapat diperkirakan apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang apabila tidak ada intervensi terhadap
kecenderungan pada saat ini.
2.3. Kerangka Pemikiran
Pangan merupakan kebutuhan hidup manusia yang utama. Ketersediaan akan
pangan tersebut sangat tergantung oleh jumlah produksi dan jumlah permintaan.
Dimana, jumlah permintaan tersebut akan semakin bertambah seiring dengan
pertambahan populasi penduduk. Seperti yang diberitakan sebelumnya, hingga
2015 kebutuhan daging dan susu di Indonesia mencapai 253,6 juta ton. Namun
laju pertumbuhan penduduk dengan ketersediaan pangan asal ternak untuk
memenuhi kebutuhan tersebut masih defisit sekitar 333.573 ton dan 1.041.213
ton.
Ayam merupakan salah satu sumber pangan hewani yang terbesar. Ayam
memiliki kandungan protein yang besar yaitu sekitar 21% dari berat tubuhnya.
Sesuai dengan standar nasional, konsumsi protein perhari perkapita ditetapkan 55
gr yang terdiri atas 80% protein nabati dan 20% protein hewani. Pemenuhan gizi
ini, khususnya protein hewani dapat diperoleh dari protein daging ayam. Sehingga
dengan demikian usaha ternak ayam baik ayam broiler, ayam ras petelur maupun
ayam buras memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan.
Akan tetapi, sekitar tahun 2004 wabah flu burung melanda Indonesia. Penyakit ini
menyerang sebagian besar ternak ayam di Sumatera Utara. Wabah flu burung
sampai Agustus 2006 sudah menyerang 16 dari 25 kabupaten/kota di Sumut dan
Kabupaten Deli Serdang yang paling banyak terserang penyakit ini. Dampaknya,
selain menimbulkan kepanikan bagi 12 juta lebih warga daerah ini, juga
menyebabkan meruginya peternak akibat anjloknya produksi sehingga banyak
usaha ternak menutup usahanya.
Populasi ayam ini mempengaruhi kebutuhan pangan yang bersumber dari hewan.
Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara yang
terbesar dalam memproduksi ayam. Tingkat pemenuhan kebutuhan pangan
hewani di Sumatera Utara sangat tergantung pada daerah tersebut.
Jumlah permintaan terhadap ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras erat
kaitannya dengan jumlah penduduk. Dalam teori permintaan, semakin banyak
jumlah penduduk maka semakin banyak pula permintaan terhadap suatu produk.
Perkembangan usaha ternak dan populasi ayam juga bergantung kepada jumlah
penduduk dan permintaan terhadap ayam tersebut.
Maka daripada itu, kita perlu menganalisis bagaimana trend populasi dan usaha
ternak ayam (ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras) dari beberapa tahun
yang lalu, kemudian akan dapat di proyeksikan populasi usaha ternak ayam
tersebut untuk waktu yang akan datang, yakni tahun 2010-2020 berdasarkan
jumlah penduduk dan permintaan terhadap ayam tersebut. Sehingga dapat
diketahui kondisi dari keadaan pangan hewani Kabupaten Deli Serdang pada
masa mendatang.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
skema kerangka pemikiran berikut:
Laju Pertumbuhan Usaha
Ternak Ayam (1998-2008)
Laju Pertumbuhan Populasi
Ayam (1998-2008)
Trend Usaha Ternak
Ayam (1998-2008)
Trend Populasi
Ayam (1998-2008)
Proyeksi Usaha Ternak Ayam
(2010-2020)
Proyeksi Populasi Ayam
(2010-2020)
Kondisi Kebutuhan Pangan Hewani
Pada Masa Mendatang
Jumlah Penduduk
Jumlah Permintaan Ayam
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
Keterangan:
= Pengaruh
= Hubungan
2.4. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori yang telah disusun, maka diajukan beberapa hipotesis
yang akan diuji sebagai berikut:
1) Terdapat trend usaha ternak ayam ras dan buras
2) Terdapat trend populasi ayam broiler
3) Terdapat trend populasi ayam ras petelur
4) Terdapat trend populasi ayam buras
5) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam broiler, maka dapat ditarik
hipotesis sebagai berikut:
a. Proyeksi trend populasi ayam broiler dalam kurun waktu 2010-2020
adalah menurun
b. Proyeksi trend usaha ternak ayam broiler dalam kurun waktu 2010-2020
adalah menurun
6) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam ras petelur, maka dapat ditarik
hipotesis sebagai berikut:
a. Proyeksi trend populasi ayam ras petelur dalam kurun waktu 2010-2020
adalah meningkat
b. Proyeksi trend usaha ternak ayam ras petelur dalam kurun waktu 20102020 adalah menurun
7) Berdasarkan trend analisis pertumbuhan ayam buras, maka dapat ditarik
hipotesis sebagai berikut:
a. Proyeksi trend populasi ayam buras dalam kurun waktu 2010-2020 adalah
menurun
b. Proyeksi trend usaha ternak ayam buras dalam kurun waktu 2010-2020
adalah meningkat
8) Terdapat hubungan yang nyata antara jumlah penduduk dengan permintaan
ayam (ayam broiler, ayam ras petelur, dan ayam buras) di Kabupaten Deli
Serdang.
Download