RADANG TELINGA LUAR

advertisement
RADANG TELINGA LUAR
Mukhlis Imanto
Bagian Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL)
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
e-mail: [email protected]
Abstract: Inflammation of the Outer Ear. Inflammation of the outer ear is the case that most often
causes the patient came to the clinic for treatment. The incidence is approximately 1: 100 and 1: 250 of
the entire population, with regional variations based on age and geographic location. On the Outer Ear
inflammation is inflammation of the skin or cartilage auricle, ear canal or tympanic membrane epithelial
layer caused by bacteria, fungi and viruses. This review will discuss the embryology, anatomy and
physiology of the ear, especially the outer ear, as well as classification, pathophysiology, diagnosis and
treatment of inflammation of the outer ear. This review is expected can help the reader to know and
understand the inflammatory diseases of the external ear where it is most useful in the further
management, especially for an ENT specialist.
Key words: Outer Ear Inflammation, Diagnosis, Treatment
Abstrak: Radang Telinga Luar. Radang pada telinga luar merupakan kasus yang paling sering
menyebabkan pasien datang ke klinik untuk mendapatkan pengobatan. Insidensinya sekitar 1:100 dan
1:250 dari seluruh populasi, dengan variasi regional berdasarkan usia dan letak geografis. Radang pada
Telinga Luar adalah radang pada kulit atau kartilago aurikula, liang telinga atau lapisan epitel membran
timpani yang disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus. Sari pustaka ini akan membahas mengenai
embriologi, anatomi dan fisiologi telinga terutama telinga luar, serta klasifikasi, patofisiologi, diagnosis
dan penatalaksanaan radang pada telinga luar. Diharapkan sari pustaka ini dapat membantu pembaca
dalam mengenal dan memahami penyakit radang pada telinga luar dimana hal ini sangat berguna dalam
penatalaksanaan selanjutnya terutama bagi seorang ahli THT.
Kata kunci: Radang Telinga Luar , Diagnosis, Penatalaksanaan
Radang pada Telinga Luar adalah radang pada
kulit atau kartilago aurikula, liang telinga atau
lapisan epitel membran timpani yang disebabkan
oleh bakteri, jamur dan virus.
Radang dapat dikategorikan berdasarkan
penyebab dan lokasi, serta diklasifikasikan
berdasarkan waktu terjadi sebagai akut, subakut dan
kronis.
Seorang ahli THT sangat sering menemukan
kasus radang pada telinga luar dalam praktek seharihari. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui embriologi, anatomi dan fisiologi
telinga, terutama telinga luar. Hal tersebut sangat
berguna dalam penatalaksanaan selanjutnya.
Faktor yang mempermudah terjadinya radang
pada telinga luar adalah perubahan pH di liang
telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH
menjadi basa, proteksi terhadap infeksi menurun.
Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, bakteri
dan jamur mudah tumbuh. Predisposisi radang pada
telinga luar yang lain adalah trauma ringan saat
mengorek telinga.
Sebagaimana diketahui bahwa radang pada
telinga luar merupakan kasus yang paling sering
menyebabkan pasien datang ke klinik untuk
mendapatkan pengobatan. Insidensinya sekitar 1:100
dan 1:250 dari seluruh populasi, dengan variasi
regional berdasarkan usia dan letak geografis.
Hampir 98% penyebabnya adalah bakteri, dengan
patogen terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa
(20-60%) dan Staphylococcus aureus (10-70%),
yang paling sering terjadi adalah infeksi
polimikroba.
Klasifikasi
Radang pada Aurikula
Berdasarkan penyebabnya dibagi ke dalam:4
1. Bakteri: Selulitis dan perikondritis serta kondritis
2. Virus: Herpes zoster otikus.
Radang pada Kanalis Akustikus Eksternus
Berdasarkan penyebabnya dibagi ke dalam:1
1. Bakteri: Otitis eksterna sirkumkripta (furunkel),
otitis eksterna difus dan otitis eksterna maligna.
2. Jamur: Otomikosis.
Radang Pada Membran Timpani
Penyakit yang paling sering ditemui adalah
yang disebabkan oleh bakteri, yaitu miringitis bulosa
dan granular miringitis kronis.
201
202 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 201-210
ISI
EMBRIOLOGI, ANATOMI DAN FISIOLOGI
TELINGA LUAR
Embriologi
Secara embriologi, selama minggu keenam
masa gestasi, terjadi kondensasi mesoderem dari
percabangan pertama dan kedua, membentuk enam
hillocks dari His. Tiga cabang pertama hillocks
dibentuk dari cabang pertama dan cabang kedua
yang memberikan kontribusi pada tiga cabang
terakhir.
Gambar 2.1 Pembagian aurikula
Cabang pertama: hillocks pertama (tragus),
hillocks kedua (krus heliks), dan hillocks ketiga
(heliks). Cabang kedua: hillocks keempat
(antiheliks), hillocks kelima (antitragus), dan
hillocks keenam (lobula).
Pada minggu ketujuh, pembentukan kartilago
terus berlanjut. Pada minggu kedua belas, aurikula
dibentuk oleh fusi dari hillocks dan minggu
keduapuluh sudah mencapai bentuk seperti dewasa,
walaupun baru mencapai ukuran menjadi seukuran
dewasa sampai usia 9 tahun.
Konka dibentuk oleh tiga area yang
memisahkan bakal pertama (ektoderem):
1. Bagian tengah dari bakal pertama: kavum konka
2. Bagian atas dari bakal pertama: simba konka
3. Bagian bawah dari bakal pertama: insisor
intertragus
Selama minggu kedelapan masa gestasi,
permukaan ektoderem pada ujung bagian atas
(dorsal) dari bakal faringeal pertama menebal.
Kepadatan inti epitelium ini terus berlanjut menuju
telinga tengah. Secara simultan, kavum konka
melekuk ke dalam membentuk sepertiga luar liang
telinga. Pada awal minggu keduapuluh, inti ini mulai
teresobsi dan menembus keluar membentuk liang.
Sisa bagian terdalam dari ektoderem menjadi bagian
superfisial dari membran timpani. Pembentukan
sempurna dari liang ini terjadi pada minggu kedua
puluh delapan. Saat lahir, liang telinga membentuk
tulang (osifikasi) dan ukuran dewasa. Proses
osifikasi ini baru sempurna pada usia 3 tahun dan
mencapai ukuran dewasa pada usia 9 tahun.
Anatomi
Telinga luar terdiri dari aurikula dan liang
telinga sampai membran timpani. Aurikula terdiri
dari tulang rawan (kartilago) dan kulit. Liang telinga
berbentuk huruf S, dengan kartilago pada sepertiga
lateral, sedangkan duapertiga medial adalah tulang.
Panjangnya sekitar 2,5-3 cm pada dewasa.
Batas-batas liang telinga adalah anterior: fossa
mandibula, kelenjar parotis; posterior: mastoid;
superior: resesus epitimpani (medial), kavitas kranial
(lateral); inferior: kelenjar parotis.
Pada sepertiga lateral kulit liang telinga
terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi
kelenjar keringat=kelenjar serumen) dan rambut.
Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga.
Pada duapertiga medial hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen. Serumen adalah hasil
produksi kelanjar sebasea, kelenjar seruminosa,
epitel kulit yang terlepas dan partikel debu. Dalam
keadaan normal, serumen terdapat di sepertiga luar
liang telinga karena kelenjar tersebut hanya
ditemukan di daerah ini. Konsistensinya lunak,
tetapi kadang-kadang kering. Dipengaruhi oleh
faktor keturunan, iklim, usia dan keadaan
lingkungan.
Gambar 2.2 Pembagian liang telinga luar
Membran timpani berbentuk bundar dan
cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan
tampak oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian
atas disebut pars flaksida (membran Shrapnell) dan
bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah
lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
Imanto, Radang Telinga Luar 203
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel saluran
napas. Pars tensa memiliki satu lapis lagi di tengah,
yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan
sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di
bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.
adalah tindikan anting, pukulan, luka bakar dan
iatrogenik. Insidensi meningkat pada cuaca panas.
Penggunaan alkohol 70% efektif melawan hampir
semua bakteri kulit kecuali jamur. Menjaga
kebersihan, kekeringan dan proteksi terhadap trauma
dapat menurunkan insidensi.
Gejala dan tanda biasanya terdapat indurasi,
hangat, eritema, nyeri tekan dan demam. Dilaporkan
terjadinya sindrom syok toksik (demam, hipotensi,
diare, lidah “stroberi”, eritroderma) tercatat dalam
literatur terjadi setelah penindikan.
Gambar 2.3 Membran timpani
Fisiologi
Serumen dapat keluar sendiri dari liang
telinga akibat migrasi epitel kulit yang bergerak dari
arah membran timpani menuju ke luar serta dibantu
oleh gerakan rahang saat mengunyah. Walaupun
tidak memiliki efek anti bakteri atau anti jamur,
serumen memiliki efek proteksi, mengikat kotoran,
menyebarkan aroma yang tidak disenangi serangga
sehingga serangga enggan masuk ke liang telinga.
Gambar 2.4 Unit mikroskopik normal, menunjukkan
drainase sekresi kelenjar sebasea dan modifikasi
kelenjar apokrin ke dalam kanal folikular folikel
rambut.
PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS DAN
PENATALAKSANAAN
Radang pada Aurikula
Selulitis
Infeksi bakteri pada aurikula paling sering
berhubungan dengan komorbiditas pasien (misal,
diabetes) dan trauma. Penyebab trauma tersering
Gambar 3.1 Selulitis pada aurikula
Patogen
penyebab
terbanyak
adalah
staphylococcus
aureus,
coagulase
negative
staphylococcus, pseudomonas aeruginosa dan
streptococcus species.
Penegakan diagnosis dengan cara kultur
jarang diperlukan, bila tidak ada resolusi dapat
dipertimbangkan infeksi jamur atau dilakukan biopsi
bila curiga tumor.
Penatalaksanaan infeksi simpel adalah dengan
pemberian obat anti-staphylococcus dan antistreptococcus secara oral. Jika sudah terjadi
komplikasi dapat diberikan antibiotik secara
intravena yang direkomendasikan. Golongan
quinolon oral dan intavena serta anti-pseudomonal
aminopenisilin dapat diberikan secara intravena
tergantung pada derajat keparahan.
Perikondritis dan Kondritis
Infeksi yang terjadi pada jaringan mesenkim
pada aurikula akibat tindikan, luka bakar,
pembedahan, trauma tumpul atau tajam yang
menyebabkan vascular compromise. Perikondritis
versus kondritis hanya terjadi saat pembedahan
dengan adanya nekrotik kartilago yang menunjukkan
kondritis. Akumulasi darah atau serum dapat
menjadi infeksi sekunder. Deposisi kartilago mulai
2-4 minggu dari sisa perikondrium. Tidak
204 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 201-210
terbentuknya matriks menyebabkan deformitas
telinga menjadi cauliflower.
Gejala dan tanda dapat akut atau kronis yang
terjadi setelah beberapa minggu sejak terjadinya
trauma. Setalah trauma, bengkak yang fluktuatif dari
suatu hematom atau secara kronis terjadi eritema,
nyeri dan kekeringan telinga.
Gambar 3.3 Herpes zoster otikus
Gambar 3.2 Perikondritis dan kondritis
Patogen penyebab tersering adalah P.
aeruginosa, S. aureus, Enterobacter, P. mirabilis
dan bakteri gram negatif lain. Diagnosis ditegakkan
dengan kultur dan sensitivitas serta biopsi.
Penatalaksanaan bertujuan untuk eradikasi
infeksi dan optimalisasi kosmetik telinga. Standar
prosedur pascatrauma adalah perawatan luka,
evakuasi hematom atau seroma, ganjalan telinga dan
profilaktik topikal (pada luka bakar) serta antibiotik
sistemik, yaitu anti-pseudomonal aminopenisilin
atau fluoroquinolon selama 2-4 minggu. Antibiotik
intravena biasanya direkomendasikan sampai terjadi
perbaikan klinis. Pembedahan dilakukan untuk
eliminasi nekrotik kartilago dan minimalisasi
deformitas.
Herpes Zoster Otikus
Pasien dengan riwayat infeksi varicella zoster
virus (VZV) akan rentan terhadap imunosupresi.
Terjadinya delayed facial palsy dan Ramsay Hunt
syndrome setelah pencabutan gigi dan pembedahan
orofasial, sekitar 2-10% dari semua paralisis fasialis.
Adanya genomik VZV DNA pada segmen
genikulatum nervus fasialis, ganglion spiral, vesikel
aural, cairan serebrospinal, mukosa telinga tengah
dan kanal fasial.
Pasien dengan Ramsay Hunt syndrome dapat
menimbulkan suatu kombinasi patologis:
1. Cabang sensorik dari n. VII
2. Divisi motorik dan sensorik dari n. VII
3. Divisi motorik dan sensorik dari n. VII dengan
gejala auditori
4. Divisi motorik dan sensorik dari n. VII dengan
gejala auditori dan vestibular
5. Nyeri sekitar telinga dan erupsi vesikular (8090%) pada area konka, mukosa oral atau leher
dengan facial palsy yang progresif (50% dengan
House-Brackmann derajat IV-V).
6. Tuli sensorineural (50%) dan vertigo (30%) dapat
terjadi.
Prognosis untuk penyembuhan paralisis
fasialis lebih buruk daripada Bell palsy idiopatik dan
menimbulkan denervasi yang lebih berat. Nervus
kranial lainnya juga dapat terkena (V, IX, X, XI dan
XII), namun jarang terjadi pada anak dimana
prognosis lebih baik dan tingkat keparahan juga
lebih ringan.
Diagnosis ditegakkan dengan Tzanck smear,
isolasi virus dari vesikel telinga, MRI tulang
temporal dan kanalis akustikus internus untuk
mencari penyebab lain paralisis fasialis. Konfirmasi
laboratorium dengan peningkatan titer viral serum
pada tes fiksasi komplemen juga dapat membantu.
Penatalaksanaan adalah dengan pemberian
valasiklovir selama 14 hari atau famsiklovir selama
10 hari dengan steroid. Asiklovir diberikan secara
intravena (bila bioavailabilitas buruk dengan per
oral). Inflamasi menyebar luas sepanjang nervus
menentang perbatasan dekompresi pada area labirin
dan segmen genikulatum.
Radang pada Kanalis Akustikus Eksterna
1. Otitis Eksterna Sirkumkripta (Furunkel)
Furunkel adalah infeksi kuman stafilokokus pada
folikel rambut. Oleh karena kulit di sepertiga luar
liang telinga mengandung adneksa kulit, seperti
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
Imanto, Radang Telinga Luar 205
serumen, maka di tempat itu dapat terjadi infeksi
pada apilosebaseus, sehingga membentuk furunkel.
Gambar 3.4 Furunkel pada kanalis akustikus
eksternus
Gejalanya adalah rasa nyeri hebat, tidak
sesuai dengan besar bisul. Hal ini disebabkan karena
kulit liang telinga tidak mengandung jaringan
longgar di bawahnya, sehingga rasa nyeri timbul
pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat juga
timbul pada saat membuka mulut (sendi
temporomandibula). Selain itu terdapat juga
gangguan pendengaran, bila furunkel besar dan
menyumbat liang telinga.
Terapi tergantung pada keadaan furunkel. Bila
sudah menjadi abses, diaspirasi secara steril
selanjutnya dilakukan insisi drainase. Lokal
diberikan antibiotik dalam bentuk salap, seperti
polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam
asetat 2-5% dalam alkohol).
2. Otitis Eksterna Difus
Peradangan difus pada kulit liang telinga yang
meluas ke aurikula dan lapisan epidermis dari
membran timpani. Penyakit ini paling sering terjadi
pada keadaan dengan kelembaban tinggi dan panas
serta pada perenang. Keringat yang berlebihan
merubah pH kulit liang telinga dari asam menjadi
basa sehingga menimbulkan pertumbuhan kuman
patogen. Terdapat dua faktor yang paling
responsibel terhadap kondisi ini, yaitu trauma liang
telinga dan invasi kuman patogen. Trauma dapat
terjadi akibat mengorek telinga secara radikal,
instrumen yang kurang ahli saat ekstraksi serumen,
dan saat membersihkan telinga setelah berenang
dimana kulit liang telinga terjadi maserasi.
Kerusakan terus menerus pada kulit liang telinga
menyebabkan invasi kuman patogen.
Gambar 3.5 Otitis eksterna difus
Gejala klinisnya dapat akut atau kronis
dengan berbagai derajat keparahan:
1. Fase Akut
Ditandai dengan sensasi panas terbakar dalam
liang telinga, diikuti nyeri saat menggerakkan
mandibula. Telinga biasanya mengeluarkan
sekret serous yang kemudian menjadi kental dan
purulen. Dinding liang telinga mengalami
inflamasi. Penumpukan debris dan sekret yang
disertai
pembengkakan
liang
telinga
menimbulkan gangguan dengar konduktif. Pada
kasus berat, dapat terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening regional, nyeri tekan dengan
selulitis jaringan sekitarnya.
2. Fase Kronis
Fase kronis memiliki karakteristik iritasi dan
sangat gatal. Ini adalah responsibel untuk
eksaserbasi akut dan reinfeksi. Sekret hanya
sedikit bahkan kadang-kadang kering hingga
membentuk krusta. Kulit liang telinga menebal
dan bengkak sehingga membentuk celah. Jarang
sekali terjadi hipertrofi kulit yang menimbulkan
stenosis (otitis eksterna stenosis kronis).
Fase akut diberi pengobatan sebagai berikut:
1. Pembersihan telinga. Ini adalah faktor utama
yang sangat penting dalam pengobatan otitis
eksterna difus. Seluruh sekret dan debris harus
dikeluarkan secara gentle. Perhatian khusus harus
diberikan pada bagian resesus anteroinferior yang
membentuk “blind pocket” dimana sekret sering
tertumpuk. Pembersihan telinga dapat dilakukan
dengan kapas kering, penyedot (suction
clearance) atau irigasi liang telinga dengan
normal saline steril hangat.
206 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 201-210
2. Tampon telinga. Setelah telinga dibersihkan,
diberikan tampon kasa yang dibasahi dengan
preparat steroid-antibiotik yang dimasukkan ke
liang telinga dan diberikan nasihat pada pasien
untuk menjaga kelembaban dengan meneteskan
obat tersebut 2-3 kali sehari. Tampon diganti 2-3
hari sekali. Obat tetes steroid lokal membantu
meringankan
edema
dan
eritema
dan
menghilangkan gatal. Aluminium asetat (8%)
atau silver nitrat (3%) adalah astrigen ringan
yang dapat digunakan dalam bentuk tampon
sehingga membentuk koagulum protektif untuk
mengeringkan liang telinga.
3. Antibiotik. Golongan antibiotik sistemik
berspektrum luas adalah yang paling sering
digunakan terutama pada keadaan selulitis dan
limfadenitis akut.
4. Analgetik. Digunakan untuk mengurangi nyeri.
Tujuan pengobatan pada fase kronis adalah:1
5. Mengurangi bengkak liang telinga sehingga
pembersihan telinga dapat dilakukan secara
efektif.
6. Menghilangkan gatal sehingga kebiasaan
menggaruk atau mengorek telinga dapat
dihentikan sehingga rekurensi dapat terkontrol di
kemudian hari.
Tampon kasa dengan ichthammol glycerine
10% dimasukkan ke liang telinga untuk mengurangi
edema. Kemudian diikuti dengan pembersihan
telinga dengan perhatian khusus pada resesus meatal
antero-inferior. Gatal dapat dikontrol dengan
aplikasi krim antibiotik steroid topikal.
Jika kulit liang telinga mulai menebal hingga
membengkak serta sudah resisten pada semua
pengobatan medikamentosa, misal otitis eksterna
stenosis kronis, maka dapat dilakukan pembedahan.
3. Otitis Eksterna Maligna
Merupakan infeksi telinga luar yang
berpotensi mengancam kehidupan. Terjadi pada
pasien
tua
dengan
diabetes
dan
immunocompromised. Kelainan mikroangiopati dan
disfungsi sel imun merupakan predisposisi
terjadinya infeksi.
Gambar 3.6 Otitis eksterna maligna
Nadol memperkenalkan histopatologi pada
dua pasien, yaitu osteomielitis kronis pada tulang
temporal dengan pembentukan formasi baru,
trombosis sinus lateral, inflamasi dan degenerasi
nervus fasialis, inflamasi meningeal, destruksi tulang
kapsul otik karena osteomielitis dan labirintitis.
Ditemukan juga obliterasi sinus kavernosus dengan
jaringan lunak yang tampak pada satu spesimen.
Nadol mendefinisikan apa saja yang berperan
dalam progesifitas penyakit, yaitu sebagai berikut:
1. Kanalis akustikus eksternus dengan invasi melalui
fisura Santorini atau sutura timpanomastoid ke
fosa retromandibula
2. Keterlibatan mastoid dan foramen jugulare
3. Trombosis septik dari sinus vena lateral
4. Penyebaran ke apeks petrosus melalui vaskular
dan bidang fasialis serta tidak termasuk air cells.
Perjalanan
penyakit
tersembunyi
dan
membahayakan dalam onsetnya dan tersangka
dengan kecurigaan tinggi adalah hal terpenting
untuk mendiagnosis individu yang rentan. Progresif
secara gradual tidak selalu ada, dan kadang-kadang
terjadi perbaikan kemudian gejala dapat memburuk
lagi. Tanda penyakit ini meliputi otitis eksterna
dengan granulasi jaringan sepanjang garis sutura
timpanomastoid, neuropati kranial bawah (VII, IX,
X, XI) dan dalam, nyeri hebat adalah yang biasa
dijumpai. Eksudat dari liang telinga juga hal yang
sering. Diagnosis banding termasuk Paget disease,
kelainan granulomatus dan karsinoma.
Menurut Benecke, derajat otitis eksterna
maligna dapat dibagi tiga, yaitu:
1. Derajat I: infeksi terbatas pada jaringan lunak dan
kartilago
Imanto, Radang Telinga Luar 207
2. Derajat II: keterlibatan jaringan lunak dan erosi
tulang temporal
3. Derajat III: ekstensi intrakranial atau erosi tulang
temporal
Gambar 3.8 Bone scan pada pasien dengan otitis
eksterna maligna.4
Gambar 3.7 Computer tomography potongan
koronal pada pasien otitis eksterna maligna kiri.
Pada anak, osteomielitis tulang basis kranii
dapat ditemukan dengan prognosis lebih baik,
biasanya termasuk penyakit telinga tengah dan
perjalanan pengobatan lebih pendek. Pada pasien
dengan AIDS, hanya sedikit granulasi yang
ditemukan, karena itu perlu didiagnosis sebagai
tersangka tinggi.
Patogen penyebab tersering adalah P.
aeruginsa, S. aureus dan patogen lain yang jarang
adalah Aspergillus, Proteus, dll.
Diagnosis ditegakkan dengan:
1. Kultur eksudat liang telinga menggunakan
suatu apusan kalsium alginat
2. Pemeriksaan hitung jenis leukosit dan laju
endap darah
3. Komorditas adalah hal yang penting diketahui
(misal: diabetes, HIV, dll)
4. CT scan untuk melihat ekstensi penyakit
5. Bone
scan
untuk
mendokumentasikan
osteomilitis (nonspesifik) dan mungkin sembuh
selama beberapa bulan setelah resolusi terjadi
6. Gallium-67 scan sebagai indikator infeksi yang
aktif dan berguna untuk mengikuti perjalanan
penyakit, juga positif dalam jaringan lunak dan
infeksi tulang. Pengulangan gallium scan setiap
4 minggu untuk menentukan kelanjutan
pengobatan.
Penatalaksanaan adalah diagnosis dini
pada populasi dengan risiko tinggi, terapi antibiotik
intravena secara jangka panjang, secara rutin
membersihkan liang telinga, pemeriksaan fisik dan
gallium scan serial untuk menilai resolusi, intervensi
bedah
untuk
abses
intratemporal
atau
ekstratemporal. Chandler melaporkan angka
mortalitas 38% dengan kombinasi modalitas
pengobatan dengan pembedahan dan antimikroba
1. Saat ini tindakan bedah hanya terbatas dengan
perbaikan
dengan
pemberian
antibiotik
antipseudomonal saja. Menurut laporan terbaru,
menggunakan
antibiotik
saja
dengan
membersihkan liang telinga secara lokal dan
dengan dual modalitas terapi (antibiotik dan
terapi
oksigen
hiperbarik)
menunjukkan
peningkatan angka keberhasilan mencapai 90100%.
2. Pemberian antibiotik pada kasus ini sering jangka
panjang (2-4 bulan).
3. Resisten terhadap antibiotik dapat dicegah bila
dua obat yang digunakan dengan cara mengganti
aksinya, sebagai contoh, sefalosporin generasi
ketiga (ceftazidime) ditambah quinolon. Regimen
lain yang paling sering digunakan adalah
aminoglikosid (tobramisin) dan antipseudomonal
aminopenisilin.
4. Siprofloksasin oral sukses digunakan sebagai
suatu agen tunggal.
5. Liang telinga tampak normal namun tidak sensitif
terhadap indikator resolusi dan rekurensi terlihat
2-3 bulan setelah pengobatan yang sesuai.
Gallium scan mungkin saja masih positif
walaupun pemeriksaan fisiknya normal.
6. Refrakter, kemajuan dan kasus rekurensi adalah
kandidat untuk tambahan terapi oksigen
hiperbarik selama 30 kali pengobatan.
7. Peningkatan fagositik akibat tekanan tinggi kadar
oksigen jaringan.
8. Peningkatan aktivitas antibiotik aminoglikosida.
Terapi rutin oksigen hiperbarik ada kemajuan
208 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 201-210
(derajat II dan III) dan kasus
dikombinasi dengan antibiotik.
refrakter
4. Otomikosis
Timbul pada kondisi lembab terutama di daerah
tropis atau pasca operasi mastoid. Pada pasien
dengan immunocompromised, invasi otomikosis
(Mucor, Aspergillus) dapat ditegakkan diagnosis.
Obat tetes telinga diduga dapat meningkatkan
insidens infeksi jamur.4
Gejala otitis eksterna bakterial dan otomikosis
hampir sama, namun dalam perjalanan penyakitnya,
rasa gatal sering dikeluhkan dan lebih menonjol
pada infeksi mikosis. Disertai juga dengan rasa tidak
nyaman, gangguan pendengaran, tinitus dan keluar
cairan dari telinga.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya
jamur, terlihat hifa dan spora (conidiophores) yang
disebut Aspergillus. Candida sering membentuk
gambaran miselia berwarna putih atau jika
bercampur serumen akan berwarna kekuningan.
Pada kasus penyakit jamur invasif atau organisme
lainnya, tambahan manifestasi lokal dan sistemik
tidak ditemukan.
2% asam salisilat dalam alkohol juga efektif yang
bersifat keratolitik untuk mengelupas lapisan
superfisial epidermis sehingga fungal mycelia
berkembang ke dalamnya. Terapi antifungal
sebaiknya dilanjutkan selama 1 minggu setelah
terjadinya perbaikan untuk mencegah rekurensi.
Telinga harus dijaga agar tetap kering. Infeksi
bakteri sering berhubungan dengan otomikosis dan
terapi
dengan
antibiotik/steroid
membantu
mengurangi inflamasi dan edema serta membantu
penetrasi antifungal menjadi lebih baik.
Radang pada Membran Timpani
1. Miringitis Bulosa
Penyakit akut yang sembuh sendiri tanpa
pengobatan dan biasanya unilateral. Sering
ditemukan pada dewasa dan dewasa muda. Inflamasi
pada seluruh lapisan membran timpani dengan bula
yang membentuk lapisan permukaan epitel di
bawahnya. Bentuk primer tanpa disertai adanya
otitis media sebelumnya. Bentuk sekunder adalah
sisa dari penyakit di telinga tengah.
Gejala dan tanda secara tipikal miringitis
bulosa menimbulkan otalgia berat dan bula pada
membran timpani yang mungkin hemoragik atau
serous. Penyakit ini secara tipikal bisa sembuh
sendiri paling lama 3-4 hari dan menunjukkan tuli
konduktif ringan. Biasanya akibat infeksi virus pada
saluran napas atas atau infeksi sekunder dari otitis
media.
Gambar 3.9 Otomikosis
Patogen penyebab tersering adalah Candida,
Aspergillus niger dan fumigatus, Penicilium, dll.
Pada pasien dengan immunocompromised
berat atau pasien dengan gejala yang atipik diagnosis
ditegakkan dengan biopsi. Sedangkan kultur jarang
diperlukan.
Penatalaksanaan terdiri dari pembersihan
liang telinga untuk mengeluarkan sekret dan debris
epitel yang memicu pertumbuhan jamur. Dapat
dilakukan dengan syring, suction atau kapas
pembersih. Antifungal spesifik dapat digunakan.
Nistatin (100.000 unit/ml propylene glycol) yang
efektif melawan kandida. Antifungal spektrum luas
lainnya termasuk klotrimazol dan povidone iodine.
Gambar 3.10 Miringitis bulosa
Patogen
penyebab
tersering
adalah
Hemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae,
Moraxella catarrhalis, parainfluenza, Mycoplasma,
dll. Walaupun ada postulat hubungan antara
Imanto, Radang Telinga Luar 209
organisme Mycoplasma dan miringitis bulosa, barubaru ini data yang tersedia membantah postulat
tersebut.
Untuk menegakkan diagnosis, kultur tidak
diperlukan untuk penatalaksanaan selanjutnya
karena miringitis bulosa dapat sembuh sendiri.
Penatalaksanaan miringitis bulosa primer
adalah sebagai berikut:
1. Sembuh secara spontan dalam 3-4 hari
2. Membuka
bula
dengan
menggunakan
myryngotomy knife agar nyeri berkurang
Penatalaksanaan miringitis bulosa sekunder
adalah dengan pemberian antibiotik ditujukan untuk
penyakit otitis media yang mendasari.
2. Miringitis Granular Kronis
Kerusakan epitel membran timpani selama
lebih dari 1 bulan tanpa disertai penyakit pada
telinga tengah. Biasanya terjadi pada orang tua.
Riwayat otitis media, trauma atau ventilasi tuba.
Tidak adanya penyakit yang mendasari dan
berhubungan dengan kelainan ini. Operasi
timpanomastoid adalah faktor patogenik yang sering
ditemukan.
Gambar 3.11 Miringitis granular kronis
Gejala dan tanda dari miringitis granular
kronis dibingungkan dengan otitis media kronis
yang menyerupai otitis eksterna. Timbulnya jaringan
granulasi pucat pada bagian membran timpani
(biasanya posterosuperior) atau seluruh membran
timpani yang mencapai hampir 55% pasien,
perforasi rekuren, membran timpani menebal,
miringosklerosis dan kadang-kadang kanalis
akustikus eksternus ikut terlibat. Membran timpani
secara tipikal bergerak saat dilakukan pemeriksaan
pneumatik. Otore dan pruritus juga sering
dikeluhkan pasien. Tuli konduktif yang mencapai 40
dB juga sering terjadi. Bertolak belakang dengan
otitis media kronis dimana telinga tengah tidak
terlibat. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
tidak adanya perforasi membran merupakan
prasyarat untuk diagnosis. Keterlibatan kanalis
akustikus eksternus biasanya juga terbatas pada
bagian dekat membran timpani saja, berbeda dengan
otitis eksterna difus.
Patogen penyebab tersering adalah S. aureus,
Streptococcus epidermis dan P. aeruginosa.
Diagnosis
dapat
ditegakkan
dengan
audiogram dengan hasil tuli konduktif. Pemilihan
terapi juga tidak ditentukan oleh hasil kultur.
Penatalaksanaan miringitis granular kronis
adalah sebagai berikut:
1. Menjaga kekeringan telinga, antibiotik tetes
telinga, kuretase, skin grafting, kauterisasi dan
timpanoplasti untuk kasus yang refrakter.
2. Mencegah rekurensi
3. Kuretase formal dan timpanoplasti dapat
memiliki efek jangka panjang dengan rekurensi
hanya sewaktu-waktu, hal ini tercatat dalam studi
terbaru yang dilakukan.
SIMPULAN
1. Radang Pada Telinga Luar: Radang pada kulit
atau kartilago aurikula, liang telinga atau lapisan
epitel membran timpani yang disebabkan oleh
bakteri, jamur dan virus.
2. Radang dapat dikategorikan berdasarkan
penyebab dan lokasi, serta diklasifikasikan
berdasarkan waktu terjadi sebagai akut, subakut
dan kronis.
3. Faktor yang mempermudah terjadinya radang
pada telinga luar adalah perubahan pH di liang
telinga dengan faktor predisposisi lain adalah
trauma ringan saat mengorek telinga.
4. Klasifikasi berdasarkan lokasi, yaitu radang pada
aurikula, kanalis akustikus eksternus dan
membran timpani.
5. Berdasarkan penyebabnya radang pada aurikula
dibagi ke dalam: Bakteri (Selulitis dan
perikondritis serta kondritis), virus (Herpes zoster
otikus).
6. Berdasarkan penyebabnya radang pada kanalis
akustikus eksternus dibagi ke dalam: Bakteri:
(Otitis eksterna sirkumkripta/furunkel, otitis
eksterna difus dan otitis eksterna maligna), Jamur
(Otomikosis).
7. Radang pada membran timpani yang paling
sering ditemui adalah yang disebabkan oleh
bakteri, yaitu miringitis bulosa dan granular
miringitis kronis.
210 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 2, Oktober 2015, hlm 201-210
DAFTAR PUSTAKA
Dhingra PL, Disease of Ear, nose and Throat. Fourth
Edition. New Delhi; 2009; p. 50-52.
Kolegium Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher. Buku Acuan
Modul Otitis Eksterna. 2008.
Lalwani K Anil. Current Diagnosis & Treatment
Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Second Edition. Mc Graw Hill Lange. New
York; 2008; p. 273-281.
Lee K.J. Essensial Otolaryngology Head & Neck
Surgery. Ninth Edition. Mc Graw Hill
Medical. New York; 2008; p. 305-313.
Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Infection of the
External Ear. In : Bailey ed. OtolaryngologyHead and Neck Surgery. Second Edition.
Philadelphia.
Lippincot-Raven
Publisher;2006; p. 1988-2001.
Arsyad Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Kelainan Telinga
Luar. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan
Leher. Edisi keenam. FKUI. Jakarta; 2010.
Rosenfeld M, Brown L, Cannon R. Clinical Practise
Guideline: Acute Otitis External. Journal
Otolaryngology Head and Neck Surgery;
2006.
Probst R, Grevers G, Iro H. Disorders of the
External Ear. In: Basic Otorhinolaryngology a
Step by Step Guideline. Thieme; 2006; p.
207-210.
Hawke M, Bingham B, Stammberger H. Diagnostic
Handbook of Otorhinolaryngology. 2005.
Dhillon RS, An Illustrated Color Text Ear, Nose,
Throat, Head and Neck Surgery. Second
Edition. London; 2001.
Download