KOTA & ARSITEKTUR NUSANTARA MK Perancangan Kota Perencanaan Wilayah & Kota UB Chairul Maulidi 2013 ì Urban Space as Cultural Product ì Space sebagai sebuah produk budaya, yg dengannya space menjadi place dengan ada meaning di dalamnya ì Whereas space is open and is seen an abstract expanse, place is a perEcular part of thet expanse which is endowned with meaning by people (Madanipour, 1996) ì Tentunya aneh sekali jika sebuah space dirancang dengan mengisikan meaning yang berbeda dari cultural frame setempat. Urban Space as Place of Cultural Struglling ì Urban ì kumpulnya berbagai suku di suatu tempat, di tempat pemujaan, perlindungan, dsj; karenanya dibentuk konsensus bersama. ì Gabungan sel lingkungan permukinan dengan beragam aktvitas, beragam alat produksi, perdagangan, transportasi, barang dan jasa. ì Di mana terdapat lingkungan kehidupan yang beraneka ragam, dan gaya hidup yang berbeda-­‐ beda. (Gallion, 1986) Urban Pattern Evolution ì Bentuk fisik kota sensiEf terhadap Penindasan dan keadilan, dibentuk oleh kekuatan ekonomi, sosial, dan poliEk dalam masyarakat. ì Keragaman pola kota: organik/anorganik, takteratur/geometris, magis/mistsi, formal/informal, klasik/midage, dst à Klasifikasi bentuk tanpa isi. ì Dua bentuk dasar kota masa lalu: kota bertembok dan kota terbuka. pada masing-­‐masing beragam pola terjalin, seEap bentuk dan rancangan ditentukan oleh karakter masyarakat saat itu. ì Sejarah stabilitas dan status-­‐qua kekuasaan suatu saat terputus. Kebudayaan Edak pernah staEs dalam waktu panjang. Nilai-­‐nilai pada seEap fase kehidupan masa lalu menjadi jawaban “siapa kita” dan “dari mana asal idenEtas kita” Man – Culture – Environment ì Manusia beserta BUDAYA budayanya menghasilkan perilaku ì Perilaku tersebut saling menyesuaikan dengan se[ng lingkungan fisik MANUSIA (Rapoport,1971) LINGKU-­‐ NGAN Kota-­‐kota Nusantara ì ì Budaya nusantara perpaduan dari Gujarat, Cina,Timur Tengah, dan Kolonial Eropa; ì Jalur budaya Gujarat dan Cina menyebar melalui pantai Emur Sumatra masuk ke Pulau Jawa. Kolonialiasasi masuk ke Jawa juga melalui jalur ini; ì Jalur budaya Arab ke sepanjang pantai barat Sumatra pengaruhnya makin berkurang keEka masuk ke Jawa; ì Jawa dengan akumulasi budaya banyak menjadikan kaya akan fase-­‐fase model bentuk kota dan arsitektur bangunan ì Sumatra dengan budaya asli (melayu) lebih berkembang (drpd Jawa) dengan sedikit asimilasi budaya lain. ì ì Evolusi Epologi rumah adat Jawa menjadi bentuk atap MERU Rumah adat Sumatra Tipologi PELANA, berkembang dgn berbagai corak Masa Awal Sejarah Abad …. – 13 Masehi Abad < 13 ì Budaya India kuno mendominasi budaya pada masa itu (Hindu-­‐Budha); ì Petapa, Resi, Empu (Kaum Brahmana) memiliki posisi Enggi di tengah masyarakat; ì Keberadaan mereka di suatu tempat menjadi bagian dari wujud kedaulatan poliEk, dan sebagai “pusat (kota)” bagi wilayah sekitarnya à sejarah runtuhnya Kerajaan Kediri Abad < 13 ì Nilai-­‐nilai budaya india Kuno menjadi pondasi dalam pengaturan ruang ì Vastusastra merupakan sekumpulan aturan menerjemahkan konsep-­‐konsep teologis (agama hindu) ke dalam bentuk ruang (Nathan, 2002) ì Vastusastra diterapkan dalam perancangan candi-­‐candi Hindu, akan tetapi ruang lingkup ilmunya juga diterapkan dalam perancangan rumah Enggal, istana, dan struktur kota ì Prinsip Vastusastra ì ì ì ì ì ì ì Lokasi: mpleksitas unsur alam (gunung, mata air, tanah subur) Bentuk Horisontal: stabil, kokoh, diam, seimbang, sempurna (mandala, persegi, simetris) Arah: Emur /Emur laut Pusat Suci: tengah mandala sebaga poros suci brahmastana Bentuk Ver?kal: meru, segiEga Susunan: mikrokosmis. 8 penjuru mata angin Kosmologi: keselarasan alam mikro di dalam alam mikro Vastusastra Javadvipa Vastusastra pada Arsitektur Bangunan Candi Hindu Vastusastra pada Arsitektur Bangunan Candi Budha Abad < 13 Vastusastra pada Struktuar Ruang Wilayah/Kota, ì Kota tumbuh di wilayah pegunungan, bertanah subur, dan banyak mata air (unsur kehidupan). Wilayah dengan kondisi sebaliknya sbg tempat buangan ì Dengan keberadaan adanya resi, kota zaman dulu memiliki fungsi puutama pusat pendidikan agama, ì Diantaranya: Singosari (gunung arjuno) dan Lamajang (gunung semeru), Magelang (gunung lawu) ì Pada awalnya, vastusastra hanya diterapkan pada bangunan ibadah Rumah rakyat masih mempergunakan bentukan asli nusnatadengan struktur kayu dan material atap akar-­‐akaran ì Tampak pada relief Candi Borobudur (abad 8M) ì Masa Keterbukaan Majapahit Abad 13 – 16 Masehi Abad 13-­‐16 ì Masa majapahit, struktur kota mulai lebih terbentuk, terencana, rasionalis, vastusastra tetap menjadi meski mulai pudar, ì Kota turun ke bawah menjauhi pegunungan dan mendekaE laut ì Asimilasi dengan budaya cina dimulai ì Penggunaan material tembikar untuk bangunan, dan berbagai perbaot rumah Abad 13-­‐16 ì Bentuk rumah pada masa majapahit lebih berseni ì Ukiran Cina dengan ornamen hiperbolic banyak dicjumpai pada relief dan perangkat ì Atap berbentuk telah berubah berbentuk Meru. ì Material genteng dan perabot mempergunakan gerabah (genteng), teknologi khas Cina ì SeperE tampak pada relief Candi Sukuh (awal abad 16) Abad 13-­‐16 Kutorenon, Lamajang ì Kota Benteng tertua di Nusantara ì Dibangun oleh Aryawiraraja pada abad 14, antara budaya Madura Cina Jawa ì Tembok pertahanan dan besekem pasukan, mirip di cina, sebagai wujud defensive thd situasi poliEk masa itu Abad 13-­‐16 ì BALI dan CAKRANEGARA ì Lanjutan periodisasi sturuktur ruang majapahit, lanjut berkembang di bali dan lombok barat Masa Kesultanan Abad 16 – 18 Masehi Abad 16-­‐18 ì Budaya Cina makin kental, disertai alih dominasi hindu-­‐buda menjadi silam ì Kasus Kota Jepara, ejayaan pertukangan Cina Abad 16-­‐18 ì Jepara Abad 16-­‐18 ì Pengaruh Vastusastra masih terasa pada struktur ruang kota ì Bentuk dasar bangunan masih mengikuE bentukan mandala vastusastra ì Bentuk arsitektur perpaduan antara budaya jawa dan Cina Masa Pra-­‐Kolonial Abad 18 – 19 Masehi PraKolonialisasi ì Struktur Kota Dua Kekuatan ì Mataram dan Surakarta, Benteng VOC menempaE posisi Timur Laut istana kesultanan Masa Kolonial Abad 19 Masehi Masa Kolonial ì Penegasa kekuatan poliEk kolonial, menjadian kekuatan lokal (bupaE) sebagai pemimpin boneka. Residen kolonial sebagai pemegang kekuasaan poliEk sebenarnya ì Alun-­‐alun sebagai episentrum kekuasaan pada masa itu, pembangunan terpusat, pengelompokan ras, untuk tujuan kemudahan pengendalian situasi poliEk oleh kolonial ì Rumah BupaE di sisi selatan alun-­‐alun. Dan kantor residen di sebelah utara alun-­‐alun, masjid sebelah barat, dan pasar di sebelah Emur ì Kasus kota probolinggo dan Semarang Masa Kolonial ì Pengembangan kota baru, ì Pengembangan kota-­‐ kota baru dan kedatangan arsitek belanda Masa Kolonial Perkembangan Arsitektur Hindia Belanda: Gaya Eropa Tropis ì Style prancis ì Style indische ì Style new indische empire (17-­‐18) ì Style arsitek internasional frank loyd, ì Banglitkan kembali arsitek khas nusantara vernacular Landhuizen Indische Empire Indische Neuw Indische Vernacular, mengangkat kembali nilai tradisi nusantara ì Benhabib, Seyla. 2000. Democracy and IdenEty, in Swiss Federal Office of Culture, Humanity, Urban Planning, Dignity, 12-­‐22 ì Castells, Manuel. 1997. The Power of IdenEty. Malden, MA: Basil Blackwell ì Gallion, Arthur B, etall. 1986. The Urban Palern. Van Nostrand Reinhold. ì Hall, Stuart. 1996. Who Need IdenEty? QuesEons of Cultural IdenEty. London: Sage 1-­‐7 ì Inglis, Fred. 2001 Universalism and Difference: the SeparaEo Culture and PoliEcs. Queen’s University Belfast, 19-­‐22. DAFTAR PUSTAKA ì Neill, JV William. 2004. Urban Planning and Cultural IdenEty. London: Routledge