Hubungan Kehilangan Pasangan Terhadap Tingkat Depresi pada Lansia Di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah Ni Nyoman Diah Larasanti, M. Imron Rosyidi*, Priyanto** Email : [email protected] **Program Studi Ilmu Keperawatan, STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Lansia merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan, dimana seseorang mengalami perubahan secara biologis, psikologis, maupun sosial. Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik jadi sebagian atau keseluruhan. Kondisi tersebut menyebabkan lansia lebih rentan mengalami depresi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur yang berusia lebih dari 60 tahun dan dapat berkomunikasi dengan baik. Teknik samplingnya menggunakan quota sampling yang berjumlah 73 lansia. Alat pengukuran data berupa kuesioner untuk mengukur kehilangan pasangan dan tingkat depresi lansia. Analisa statistik menggunakan Chi Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden tidak menerima kehilangan pasangan sebanyak 24 lansia (32,9%) sedangkan yang menerima kehilangan pasangan sebanyak 49 lansia (67,1%). Adapun lansia yang tidak mengalami depresi sebanyak 30 lansia (41,1%) depresi ringan sebanyak 32 lansia (43,8%), depresi sedang sebanyak 11 lansia (15,1%). Hasil perhitungan statistik menunjukkan ada hubungan antara kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi (p value < 0,05) yaitu 0,003, sehingga Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur. Sebagai anak atau sanak saudara yang memiliki orang tua yang pasangan hidupnya baru saja meninggal ataupun sudah lama meninggal perlu menerapakan pemahaman diri bahwa orang tua membutuhkan dukungan dari keluarga dalam menyesuaikan diri terhadap hilangnya pasangan hidup. Kata kunci : Kehilangan Pasangan, Tingkat Depresi, Lanjut Usia ii ABSTRACT Elderly is the final stage of the life cycle, where a person experiences changes biologically, psychologically, and socially.Losing is an individual state to part with something that previously exists, to be, part is and wholly.This condition causes theelderly are moresusceptible to depression.The purpose of this study was to determine the relationship of losing a spouses to the level of depression in the elderly in Gedanganak village East Ungaran. This research was a descriptive correlation with cross sectional approach. The population in this study was the elderlies who lived in the Gedanganak Village of East Ungaran who were more than 60 years old and could communicate well. The sampling technique used quota sampling to 73 elderlies. Measurement tool in the form of questionnaires to measure the loss of a spouse and elderlies depression levels. Statistical analysis used ChiSquare. The results showed that the number of were respondents who do not accept losing were many 24 elderly couples (32.9%) while dose who accpeted were49 elderly (67.1%). As for the elderlies who ware not depressed were 30 elderlies (41.1%) mild depression were 32 elderlies (43.8%), medium depression were 11 elderlies (15.1%).Statistical calculation results showed a relationship between the loss of a spouse to the levels of depression in the elderlies (p value <0.05), which was 0.003,so Ho was rejected, it meants that there was a relationship betweenthe loss of a spouse to the levels of depression in the elderlies in Gedanganak village East Ungaran. Children or relatives who have parents who has recently died or a long time a go need to apply self-understanding that parents need support from family in adjusting to the loss of a spouse. Keywords : Loss Of a Spouse, Levels of Depression, Elderly PENDAHULUAN Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (Aging Struktured Population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lanjut usia (lansia) sebanyak 7% adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini antara lain disebabkan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat. Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India, dan Amerika. Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, iii psikologis dan sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia sebagian sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan mental. perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan depresi. Salah satunya penyebab depresi yaitu kehilangan obyek, menujuk kepada perpisahan traumatika individu dengan benda atau yang sangat berarti seperti kehilangan pasangan hidup. Berdasarkan sensus penduduk yang diperoleh bahwa pada tahun 2000 jumlah lansia mencapai 15,8 juta jiwa atau 7,6 %. Pada tahun 2005 diperkirakan jumlah lansia menjadi 18,2 juta jiwa atau 8,2 % dan pada tahun 2015 menjadi 24,4 juta jiwa atau 10 %. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2008 sekitar 241,97 juta jiwa dengan usia harapan hidup 69,57 tahun. Untuk laki-laki 67,3 tahun dan wanita 72,13 tahun. Seseorang sampai pada masa lanjut usia yang merupakan tahap terakhir pada perkembangan manusia, ia seakan-akan dihadapkan pada kenyataan yang tidak direlakannya bahwa ia menjadi tua dan akhirnya hanya bisa menerima tanpa dapat berbuat apa-apa. Tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering disebut lanjut, yang dimulai pada usia enam puluh tahun. Usia lanjut ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Berbagai kehilangan yang dijumpai di usia lanjut, salah satunya yang terberat adalah kehilangan pasangan melalui kematian. Kehilangan pasangan tersebut membuat orang berusia lanjut mengalami kesepian yang mereka rasakan, karena kurangnya perhatian keluarga terutama anak, dan kehilangan orang-orang terdekat. Menua atau aging adalah suatu proses kehidupan yang pasti akan dialami oleh setiap manusia yang hidup. Penuaan merupakan suatu proses yang normal. Perubahan fisik dan tingkah laku yang terjadi pada semua orang pada saat mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu dapat diramalkan . Proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa aman dan terlindungi, keinginan untuk dihargai, dihormati, dan lain-lain. seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love object) dapat jatuh dalam kesedihan yang mendalam. Sebagai contoh seseorang yang dicintai (suami atau istri yang meninggal), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap iii akan menyebabkan orang itu mengalami kesedihan yang mendalam, kekecewaan yang diikuti oleh rasa sesal, bersalah dan seterusnya, yang pada gilirannya orang akan jatuh dalam depresi. Timur kabupaten Semarang provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada minggu ke dua bulan Februari 2015 selama 10 hari dengan menyebarkan kuesioner kehilangan pasangan dan tingkat depresi. Penelitian ini akan mengukur hubungan antara kehilangan pasangan sebagai variabel bebas dan tingkat depresi lansia sebagai variabel terikat Depresi adalah gangguan afek yang sering terjadi pada lansia dan merupakan salah satu gangguan emosi. Gejala depresi pada lansia dapat terlihat seperti lansia mejadi kurang bersemangat dalam menjalani hidupnya, mudah putus asa, aktivitas menurun, kurang nafsu makan, cepat lelah dan susah tidur di malam hari. Lansia yang mengalami depresi akan mengakibatkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-harinya. Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban disabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas, dan resiko bunuh diri. Berdasarkan penjelasan di atas maka peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasi menggunakan pendekatan cross sectional. Pengolahan data dilakukan dengan program komputer SPSS yang meliputi analisis univariat (distribusi frekuensi), analisis bivariat untuk mengetahui hubungan kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia (chi Square). Subyek penelitian ini terdiri dari lansia yang kehilangan pasangan (meninggal) di komunitas Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah sejumlah 73 lansia dengan menggunakan cara kouta sampling dan termasuk dalam kriteria inklusi. Berdasarkan uraian dari latar belakang, maka dapat dirumuskan pertanyaan peneliti sebagai berikut: “Apakah ada hubungan kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur,Kab Semarang Provinsi Jawa Tengah ?” HASIL DAN PEMBAHASAN Ada hubungan yang sangat signifikan antara variabel kehilangan pasangan dengan tingkat depresi pada lansia yang tinggal di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur Jawa Tengah. Berdasarkan uji Chi Square diperoleh χ² hitung 11,521 dengan p-value 0,003. Oleh METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kelurahan Gedanganak Ungaran iv karena p-value = 0,003 < α (0,05), maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kehilangan pasangan terhadap tingkat depresi pada lansia di Kelurahan Gedanganak Ungaran Timur, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah. Perasaan kehilangan pasangan yang ditinggal pasangan yaitu yang tidak menerima sejumlah 29 lansia dengan persentase 32,9%, sedangkan yang menerima sejumlah 49 lansia dengan persentase 67,1%. orang yang mensupportnya hal ini disebabkan oleh waktu yang sudah lama ditinggal pasangan sehingga lansia sudah tidak bergantung lagi dengan orang yang mensupportnya dan sudah mulai terbiasa dengan keadaanya dan sudah mulai menyesuaikan dirinya. Setiap orang membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk dapat menyesuaikan diri. Di jawa, terdapat tradisi seseorang yang sudah meninggal akan diperingati sampai seribu hari meninggalnya dengan upacara-upacara tertentu. Rentang waktu kurang lebih tiga tahun tersebut merupakan proses untuk dapat menerima dan menyesuaikan diri, karena selama tiga tahun itu kemungkinan untuk masih mengingat-ingat seseorang yang sudah meninggal akan lebih sering dilakukan. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kebanyakan lansia menerima kehilangan pasangan hal ini disebabkan lamanya waktu yang telah ditinggalkan olah pasangannya yaitu > 3 tahun. Berdasarkan hasil kuesioner instrumen kehilangan dimana 49 lansia memilih sudah mulai menerima arti kehilangan dan mulai membuat perencanaan hal ini disebabkan lamanya kehilangan pasangan dan lansia sudah mulai terbiasa menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan. Semakin lama waktu sudah ditinggalkan, harapan penyesuaian diri yang dilakukan juga semakin baik, karena seiring berjalannya waktu, seseorang akan dapat menerima kematian pasangan hidup dan menyesuaikan diri dengan keadaanya yang baru, yaitu hidup tanpa pasangan hidup lagi atau menjanda. Berdasarkan hasil kuesioner instrumen kehilangan lansia juga lebih banyak yang memilih sudah tidak tergantung pada Selain lamanya waktu yang telah ditinggalkan lingkungan juga mempengaruhi penyesuaian diri saat kehilangan pasangan karena lingkungan memberikan batasanbatasan individu yang ada didalamnya (Vebriarto, 2006). Individu menyesuaikan diri dengan cara-cara yang dapat diterima oleh lingkungannya, sehingga dukungan dan penerimaan sosial turut membantu lansia dalam menyesuaikan diri terhadap hilangnya pasangan hidup. Dukungan dan penerimaan sosial dapat berupa adanya fasilitas berkumpulnya lansia untuk melakukan aktivitas yang diminati. v Sekedar berkumpul untuk membagikan pengalamanpengalaman yang telah dialami dan perasaan yang dirasakan saat kehilangan pasangan hidup akan dapat memberikan rasa dihargai karena pengalaman ditinggalkan oleh pasangan hidup merupakan pengalaman kehilangan yang paling sulit diterima. disimpulkan perempuan tingkat depresinya lebih tinggi dari pada laki-laki. Hasil penelitian juga menunjukan kebanyakan perempuan yang mengalami depresi dibandingkan laki-laki. KESIMPULAN Lansia yang tidak menerima kehilangan pasangannya lebih banyak mengalami depresi ringan 45,8%. Sedangkan lansia yang menerima kehilangan pasangannya sebagian besar tidak mengalami depresi 51,0%. Hal ini disebabkan oleh lamanya waktu ditinggal oleh pasangan lansia yang sudah meninggal. Lingkungan sosial juga sangat mendukung serta koping dari masing-masing individu. Kehilangan seseorang berupa kematian berubahnya status sosial termasuk dalam perubahan hidup yang besar dimana hal tersebut memungkinkan orang yang mengalaminya akan cenderung terkena depresi, terlebih jika ditambah dengan permasalahan ekonomi dengan menjadi kepala keluarga atau kepala rumah tangga. Sehingga perempuan yang kehilangan pasangan hidupnya dan harus menjadi kepala rumah tangga mungkin saja mengalami depresi lebih berat jika dibandingkan dengan perempuan bercerai yang harus menjadi kepala rumah tangga. SARAN Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik untuk meneliti variabel depresi, diharapkan dapat meneliti variabel depresi kearah yang lebih klinis, dan penelitian ini dapat dijadikan bahan pembelajaran dan pengembangan ide untuk penelitian yang selanjutnya yang berkaitan dengan depresi pada lansia. Sedangkan pada laki-laki merasa kesepian seiring dengan menyusutnya kegiatan dan merasa tidak siap untuk hidup menyendiri serta mengatur hidupnya yang biasanya ia lakukan dengan istri. Pria dalam hal keuangan atau segala sesuatu menyangkut ekonomi lebih dapat menyesuaikan diri dibandingakn wanita karena ia sudah terbiasa bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri atau apabila ia memiliki pensiun. Jadi dapat DAFTAR PUSTAKA Azizah. L.M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu Badan Pusat Statistik. (2008). Profil Lansia Jawa Tengah 2008. BPS: Provinsi Jawa Tengah Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. (2005). Pedoman Pembinaan vi Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta. Hawari. D. (2008). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Edisi 2. Jakarta. Balai Penerbit FKUI Hurlock, E.B (2005). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi kelima. Jakarta : Penerbit Erlangga Keliat, B.A., dkk. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa. CMHN. Jakarta: EGC Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC Notoatmodjo. S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika Padila. (2013). Buku ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika Santrock, John. W (2012). Life-San Development Masa Hidup, edisi 13, jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga Vembrianto, S. T. (2006). Sosiologi Pendidikan . jakarta : PT. Gramedia Widiasarna Indonesia vii