LAPORAN PENDAHULUAN (STASE XI) ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL DENGAN HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY (HIE) AKIBAT ASFIKSIA BERATDI RUANG PERINATAL RSUD M.YUNUS KOTA BENGKULU Disusun oleh : MEIRISKA EKA SYASMI P05140420008 Pembimbing Akademik : Ratna Dewi, SKM, M.PH Pembimbing Lahan : Hastuti, SST KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI PROFESI KEBIDANAN TAHUN 2021 LEMBAR PENGESAHAN “ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL DAN NEONATAL DENGAN HYPOXIC-ISCHEMIC ENCEPHALOPATHY (HIE) AKIBAT ASFIKSIA BERATDI RUANG PERINATAL RSUD M.YUNUS KOTA BENGKULU” Disusun oleh : Meiriska Eka Syasmi P0 5140420008 Telah disetujui oleh pembimbing pada tanggal: Menyetujui, Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan, Ratna Dewi, SKM, M.PH NIP. 197810142001122001 Hastuti, S.ST NIP. 197506261998032005 ii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga dapat menyelesaikan Laporan Komprehensif ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas Praktik Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Laporan ini terwujud atas bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bunda Yuniarti, SST.M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu 2. Bunda Diah Eka Nugraheni, M.Keb selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Bengkulu 3. Bunda Ratna Dewi, SKM, M.PH selaku pembimbing Akademik 4. Bunda Hastuti, SST selaku Pembimbing Lahan Praktik Mengingat keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan Pendahuluan ini bermanfaat bagi semua pihak. Bengkulu, 27 Mei 2021 Penyusun iii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ ii KATA PENGANTAR .................................................................................... iii DAFTAR ISI ................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... B. Rumusan Masalah ................................................................................ C. Tujuan................................................................................................... D. Ruang Lingkup ..................................................................................... E. Manfaat................................................................................................. 1 2 2 3 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir ............................................................ B. Asfiksia Neonatorum ........................................................................... 4 9 BAB III ASUHAN KEBIDANAN A. Tinjauan Asuhan Kebidanan ................................................................ B. Penerapan Asuhan Kebidanan.............................................................. 20 27 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 35 iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bayi baru lahir juga dinamakan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intra uterine ke kehidupan ekstra uterine. Bayi baru lahir normal adalah bayi kehamilan badannya 37-42 minggu dan berat yang lahir pada usia 2.500-4.000 gram (Kristyanasari, 2019). Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2019, Angka Kematian Bayi di Indonesia yaitu sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi baru lahir tertinggi di dunia yaitu asfiksia, kurang lebih 23% dari sekitar 4 juta kematian neonatus di seluruh dunia setiap tahunnya. Di Indonesia, asfiksia juga menjadi penyebab kematian bayi baru lahir tertinggi yaitu sebesar (38%) sedangkan penyebab kematian yang lain yaitu prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), kelainan darah/ikterus (5%), post matur (3%), dan kelainan kongenital (1%). Asfiksia merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Disamping itu, asfiksia merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas, dan paling sering terjadi pada periode segera setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan intervensi segera untuk meminimalkan mortabilitas dan morbiditas. Asfiksia merupakan suatu keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan sel otak bahkan kematian apabila tidak mendapatkan penanganan segera dan tepat. Kewenangan bidan dalam penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia (ringan, sedang dan berat) yaitu dengan melakukan tindakan resusitasi (langkah awal) dan ventilasi tekanan positif. Tindakan resusitasi bertujuan untuk memperbaiki fungsi pernapasan dan jantung pada bayi yang tidak bernafas. 1 2 Berdasarkan data dan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “ Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat di RSUD M.Yunus Kota Bengkulu. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di latar belakang diatas dirumuskan masalah yaitu bagaimana cara memberikan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat di RSUD M.Yunus Kota Bengkulu C. Tujuan 1. Tujuan umum Melaksanakan dan menerapkan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat di RSUD M.Yunus Kota Bengkulu 2. Tujuan khusus a. Melaksanakan pengkajian pada kasus Bayi dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat b. Mengidentifikasi diagnosa/masalah kebidanan berdasarkan data subyektif dan data obyektif pada kasus Bayi dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat c. Melaksanakan tindakan untuk menangani kasus Bayi dengan HypoxicIschemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat d. Melakukan evaluasi untuk menangani kasus Bayi dengan HypoxicIschemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat. e. Melakukan pendokumentasian kasus Bayi dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat 3 D. Ruang Lingkup Ruang lingkup laporan komprehensif ini adalah pelaksanaan pelayananan kebidanan yang berfokus pada masalah Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat. E. Manfaat 1. Manfaat Teoritis Dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman secara langsung, sekaligus penanganan dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama pendidikan. Selain itu, menambah wawasan dalam menerapkan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa Dapat memperoleh gambaran dalam memberikan Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat. b. Bagi RSUD M.Yunus Bengkulu Diharapkan dapat menerapkan ilmu yang diperoleh dalam melakukan pelayanan kebidanan terutama pada Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal dengan Hypoxic-Ischemic Encephalopathy (HIE) akibat Asfiksia berat BAB II TINJAUAN TEORI DAN KASUS A. Konsep Dasar Bayi Baru Lahir 1. Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus, merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2019). Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai dengan 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar > 7 dan tanpa cacat bawaan (Rukiyah Yulianti dkk, 2019). Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan 4 minggu (28hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi berumur 0 (baru lahir) sampai dengan usia 1 bulan sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari (Muslihatun, 2018). 2. Pelayanan Kesehatan Neonatus Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang di berikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Pelaksanaan pelayanan neonatus : a. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah lahir. b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir. c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN-3) dilakukan pada kurun waktu hari ke8 sampai dengan hari ke-28 setelah lahir . (Karwati et all, 2010). 4 5 3. Klasifikasi Bayi Baru Lahir a. Klasifikasi menurut berat lahir 1) Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. 2) Bayi Berat Lahir Cukup/Normal Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir > 2500 – 4000 gram. 3) Bayi Berat Lahir Lebih Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir >4000gram. b. Klasifikasi menurut masa gestasi atau umur kehamilan yaitu 1) Bayi Kurang Bulan (BKB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi <37 minggu (< 259 hari). 2) Bayi Cukup Bulan (BCB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi antara 37–42 minggu (259–293 hari). 3) Bayi Lebih Bulan (BLB) Bayi dilahirkan dengan masa gestasi >42 minggu (294 hari). 4. Ciri- Ciri Bayi Normal Menurut Marmi, 2014 ciri bayi normal adalah : a. Berat badan 2500-4000 gram. b. Panjang badan lahir 48-52 cm. c. Lingkar dada 30-35 cm. d. Lingkar kepala 33-35 cm. e. Bayi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-140 x/menit. f. Pernapasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 x/menit. g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subeutan cukup terbentuk dan diliputi Venii Caseosa. h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna. i. Kuku telah agak panjang dan lemas. 6 j. Genetalia, labia minora sudah menutupi labia mayona (perempuan), testis sudah turun( pada anak laki-laki) k. Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik. l. Reflek moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan gerakan seperti memeluk. m. Gerak reflek sudah baik, apabila diletakan suatu benda diatas telapak tangan , bayi akan mengenggam/ adanyanya gerakan reflek. n. Eliminasi Bayi, urin dan Mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama. Mekonium berwarna hitam kecoklatan). 5. Tanda – Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir Bila ditemukan tanda bahaya berikut.Rujuk bayi ke fasilitas kesehatan. Tidak dapat menyusu a) Kejang. b) Mengantuk atau tidak sadar. c) Nafas cepat >60x/menit. d) Merintih. e) Retraksi dinding dada bawah. f) Sianosis sentral. 6. Perubahan- perubahan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir Menurut Syahlan (2017) perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi baru lahir yaitu : a. Perubahan Metabolisme Karbohidrat. Dalam waktu 2 jam setelah lahir akan terjadi penurunan gula darah untuk menambah Energi pada jam-jam pertama setelah diambil dari Metabolisme asam lemak. b. Perubahan Suhu Tubuh Ketika bayi lahir berada pada suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu yang berada didalam rahim ibu. Apabila bila bayi dibiarkan dalam suhu kamar 25 oC, maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, evaporasi sebanyak 200 kal/kg BB/menit. 7 c. Perubahan sistem pernafasan Selama dalam uterus, janin mendapatkan O2 dari pertukaran gas melalui plasenta setelah Bayi Lahir pertukaran gas harus melalui paruparu Bayi. Rangsangan untuk gerakan pertama adalah : 1) Tekanan Mekanis dari toraks sewaktu melalui jalan lahir. 2) Penurunan PaO2 dan kenaikan CO2 merangsang kemareseptor yang terletak di sinus kuratis. 3) Rangsangan Dingin didaerah muka dapat merangsangkan permukaan gerakan pernapasan. 4) Reflek Deflasi Hering Breur 5) Pernapasan pertama pada bayi baru lahir terjadi normal dalam waktu 30 detik setelah persalinan. 6) Perubahan Sirkulasi Dengan perkembangan paru-paru mengakibatkan tekanan O2 meningkatkan dan tekanan CO2 menurun, hal ini mengakibatkan menurunnya Refleksi pembuluh darah paru sehingga aliran darah kealat tersebut meningkat. d. Perubahan Alat pencernaan, hati, ginjal, dan alat lainnya mulai berfungsi. 7. Penanganan Bayi Baru Lahir Menurut (Depkes, 2018) penanganan bayi baru lahir yaitu : a. Membersihkan jalan nafas b. Memotong dan merawat Tali Pusat c. Mempertahankan Suhu tubuh Bayi d. Memberikan injeksi vitamin K e. Memberi obat/salep mata, untuk mencegah infeksi f. Identifikasi Bayi Pembersihan jalan nafs, perawatan tali pusat, perawatan mata, dan identifikasi adalah rutin segera dilakukan, kecuali bayi dalam keadaan krisis, dan dokter memberi intruksi khusus. 8 8. Pengkajian Bayi Baru Lahir Menurut (Depkes, 2018) penanganan bayi baru lahir yaitu : Fisik Denyut jantung pernapasan/ respirasi Tonus otot Nilai Apgar 0 Tidak ada Tidak ada 1 2 Kurang dari Lebih dari 100/menit 100x/menit Nafas lambat dan Baik tidak teratur menangis/teratur sedikit gerakan bergerak/Normal Lemah/tidak ada gerakan Tidak ada menangis lemah respon Respon Respon baik dengan terhadap mengangis/normal stimulus Warna tubuh seluruhnya biru warna kulit tubuh Merah muda/normal normal merah tidak kebiruan muda, tapi tangan dan kaki kebiruan 9. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir a. Bayi bernafas atau menangis, warna merah muda, denyut jantung . 100/menit, serahkan bayi langsung ke abdomen ibu dan keringkan dengan handuk kering. Tindakan ini meningkatkan bounding dan mempertahankan suhu karena kontak langsung kulit dengan kulit. b. Bayi apneu atau terengah-engah, warna kulit biru dan denyut jantung. 100 stimulasi dengan menggosok punggung menggunakan sebuah handuk atau tepuk-tepuk kaki dengan lembut. Buka dan bersihakn jalan nafasdengan melakukan penghisapan pada mulut kemudian hidung dengan lembut. Berikan oksigen fasial. Jika tidak ada respon pada usia satu menit denyut jantung menurun atau tetap biru, maka ventilasi ambu bag dan masker harus dimulai, jika tidak ada peningkatan dalam 2 menit denyut jantung tidak meningkat pertimbangkan untuk mempertimbangkan intubasi pada bayi. c. Bayi apnea atau biru pucat denyut jantung , 100/ menit, ventilasi ambu bag dan masker harus segera dimulai. Jika tidak ada respon dalam 2 menit maka intubasi bayi. 9 d. Bayi apnea warna kulit putih, denyut jantun , 60 x/menit, resusitasi jantung paru penuh perlu dilakukan, lakukan intubasi segera dan mulai berikan ventilasi tekanan positif intermiten (Varney, 2003). B. Asfiksia Neonatorum 1. Pengertian Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia antara lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2019). Asfiksia pada bayi baru lahir (BBLR) menurut IDAI (Ikatan Dokter anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2019). Asfiksia berarti hipoksia yang progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2019). 2. Etiologi Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahirannya, setelah itu diikuti dengan pernapasan teratur. Asfiksia janin/bayi baru lahir terjadi apabila terdapat gangguan pertukaran gas atau transport oksigen dari ibu kejanin. Gangguan transport oksigen tersebut dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Ada beberapa faktor penyebab asfiksia yaitu: a. Faktor ibu 1) Hipoksia ibu dan gangguan aliran darah uterus 2) Pre-eklamsia dan eklamsia 3) Perdarahan anterpartum 4) Partus lama. 5) Demam selama hamil 10 6) Infeksi Berat (malaria, sifilis dan TBC) b. Faktor plasenta Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengarahi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta dll. c. Faktor fetus 1) Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. 2) Lilitan tali pusat 3) Tali pusat pendek 4) Simpil tali pusat 5) Prolapsus tali pusat d. Faktor neonatus 1) Bayi premature 2) Mekonium dalam ketuban 3) Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir yang terjadi karena beberapa hal, yaitu: Pemakaian obat anestesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, trauma yang terjadi pada persalinan, kelainan kongenital pada bayi. 3. Faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksa a. Usia Ibu Usia ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu untuk menerima tanggung jawab sebagai seorang ibu sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia mudah/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan 11 alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. begitu juga kehamilan di usia tua (di atas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil. b. Partus Lama Partus lama merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara. Bila persalinan berlangsung terlalu lama, maka bisa menimbulkan terjadi komplikasi baik terhadap ibu dan bayi akan mengalami asfiksia. Persalinan pada primi lebih lama 5-6 jam dari pada multi. Bila persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasikomplikasi baik terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan anak. Partus lama merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya asfiksia dan dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun pada bayi serta dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Partus lama dapat menyebabkan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir, hal ini disebabkan karena semakin lama janin berada di pintu panggul, maka janin akan mengalami hipoksia sehingga terjadilah asfiksia. c. Oksitosin atau induksi Induksi persalinan adalah tindakan terhadap ibu hamil untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim agar terjadi persalinan. Dampak dari kegagalan His tersebut menyebabkan persalinan lambat dan lama serta menyebabkan terjadi gangguan metabolisme ke arah asidosis dan dehidrasi yang memerlukan penanganan sesuai dengan penyebabnya. Bila hanya kekuatan His yang lemah maka dapat dilakukan upaya induksi persalinan dengan metode infus oksitosin. Oksitosin dianggap merangsang pengeluaran prostaglandin sehingga terjadi kontraksi otot rahim. Komplikasi yang penting diperhatikan pada induksi persalinan dengan oksitosin adalah ketuban pecah pada pembukaan kecil yang 12 disertai pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan dan diikuti gawat janin, darah merah segar, plolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat juga dapat terjadi. Terjadi gawat janin karena gangguan sirkulasi retroplasenta pada tetani uteri atau solusio plasenta. Tetania uteri yaitu his yang yang terlalu kuat dan sering, sehingga tidak terdapat kesempatan untuk relaksasi otot rahim, akibatnya yaitu, terjadinya partus presipitatus atau partus yang berlangsung dalam waktu 3 jam, yang mengakibatkan hal yang fatal seperti terjadinya persalinan tidak pada tempatnya, terjadi trauma pada janin, trauma jalan lahir ibu yang luas, dan dapat menyebabkan Asfiksia. d. Mekonium dalam ketuban. Kondisi merupakan ketuban salah yang satu beresiko faktor pada terjadinya saat ibu asfiksia. bersalin Menurut Prawirohardjo (2019) Apabila kondisi ketuban bermasalah, maka pertumbuhan paru juga akan bermasalah dan berdampak pada asfiksia. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Septiana (2019), menunjukkan bahwa ada hubungan antara kondisi ketuban bercampur mekonium dengan kejadian asfiksia ada bayi baru lahir. Bayi yang lahir dengan kondisi ketuban yang bercampur mekonium beresiko sebanyak 2,6 kali terjadi asfiksia pada bayi baru lahir dibandingkan bayi yang lahir tidak dengan ketuban yang bercampur mekonium. Mekonium yang kental merupakan penanda hipoksia pada janin, hipotesis ini ditarik dari anggapan bahwa dalam rahim, hipoksia meningkatkan persitalsis usus dan relaksasi tonus sfingter ani. Aspirasi kemungkinan besar terjadi inutero akibat megap-megap janin yang anoksia. Akibatnya timbul kontroversi mengenai seberapa besar manfaat pengisapan agresif pada jalan nafas atas (Woodward dkk, 2019). 13 4. Klasifikasi Klinis a. Asfiksia Ringan ( vigorus baby) Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 1) Takipnea napas > 40 x / menit 2) Bayi tampak cyanosis 3) Adanya retaksi sela iga 4) Adanya pernapasan cuping hidung 5) Pada pemeriksaan aultulkasi diperoleh ronchi, rates, wheezing 6) Bayi kurang aktivitas b. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia) Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x / menit 2) Tidak ada usaha napas 3) Tanus otot lemah bahkan hampir tidak ada 4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika dirangsang 5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu 6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan c. Asfiksia Berat Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadangkadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama pada asfiksia berat. 1) Frekuensi jantung < 40 x / menit 2) Tidak ada usaha napas 3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada 14 4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan 5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu 6) Terjadi kekurangan yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan Pemeriksaan apgar untuk bayi : TANDA Frekuensi Jantung Usaha Napas Tonus Otot Refleks saat jalan napas dibersihkan Warna Kulit 0 Tidak ada Tidak ada Lunglai Tidak ada NILAI APGAR SCORE 1 2 Lambat, < 100 x/mnt > 100 x/mnt Tidak teratur Menangis kuat Beberapa fleksi ekstremitas Gerakan aktif Menyeringai Batuk/bersin Biru pucat Tubuh merah muda, ekstremitas biru Merah muda seluruhnya Keterangan : Nilai 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. 5. Tanda dan Gejala Asfiksia a. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat (kurang dari 30 kali permenit). b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada). c. Tangisan lemah atau merintih. d. Warna kulit biru. e. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai. f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (kurang dari 100 kali per menit) 15 6. Patofisiologi Janin yang kekurangan O2 sedangkan kadar CO2-nya bertambah, akan menyebabkan muncul rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O 2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun. Sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer. Apabila bayi dapat brnapas kembali secara teratur maka bayi mengalami asfiksia ringan. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun disebabkan karena terjadinya metabolisme anaerob yaitu glikolisis glikogen tubuh yang sebelumnya diawali dengan asidosis respiratorik karena gangguan metabolisme asam basa, Biasanya gejala ini terjadi pada asfiksia sedang - berat, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O 2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Pada saat ini, Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. 16 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosisa asfiksia pada bayi baru lahir menurut Prawirohardjo (2019), yaitu: a. Denyut Jantung Janin Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda bahaya. b. Mekonium Dalam Air Ketuban Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. c. Pemeriksaan Darah Janin Alat yang digunakan : amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7.2, hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi yang sempurna. Untuk hal ini diperlukan cara penilaian menurut APGAR. 17 d. Laboratorium Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%), analisa gas darah dan serum elektrolit. e. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik. 8. Penatalaksanaan Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi : a. Memastikan saluran nafas terbuka : 1) Meletakan bayi dalam posisi yang benar 2) Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea 3) Bila perlu masukan ET (endotracheal tube) untuk memastikan pernapasan terbuka b. Memulai pernapasan : 1) Lakukan rangsangan taktil Beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk telapak kakiLakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi. 2) Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif c. Mempertahankan sirkulasi darah : Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila perlu menggunakan obat-obatan Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : a. Tindakan umum 1) Pengawasan suhu 2) Pembersihan jalan nafas 18 3) Rangsang untuk menimbulkan pernafasan b. Tindakan khusus 1) Asfiksia Sedang (Apgar skor 4-6) a) Bersihkan jalan napas. b) Bersihkan oksigen 2 liter/menit. c) Rangsangan pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum bereaksi, bantu pernapasan dengan masker (sungkup). d) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 ml. Dektrosan 40% sebanyak 4 ml disuntikan melalui vena umbilikasi secara perlahan-lahan untuk mencegah tekanan Intra Cranial meningkat. 2) Asfiksia Berat (Apgar skor 0-3) a) Bersihkan jalan napas sambil pompa dengan sungkup. b) Berikan oksigen 4-5 liter/menit. c) Bila tidak berhasil lakukan ondotrakeal tube (ETT). d) Bersihkan jalan napas melalui ETT. e) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis, berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 ml. Dekstrosa 40% sebanyak 4 ml. 9. Komplikasi Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain: a. Edema otak dan pendrahan otak Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berkelanjutan sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke otak menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, dan pendarahan otak b. Anuria atau oliguria Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat 19 terjadinya yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium atau ginjal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit. c. Kejang Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan prtukarn gas dan transportasi sehingga penderita kekurangan persediaan dan kesulitan pengeluaran hal ini dapat menyebabkan kejang pada bayi tersebut karena disfungsi jaringan efektif. d. Koma Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak (Muslimatun, 2018). BAB III ASUHAN KEBIDANAN A. Tinjauan Asuhan Kebidanan Penerapan manajemen kebidanan menurut Varney (1997) meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, dan tindakan antisipasi segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam situasi apapun. Akan tetapi setiap langkah dapat diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan ini berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai berikut: Langkah I : Pengumpulan data dasar Pada langkah ini dilakukan pengkajian dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan untuk evaluasi keadaan klien secara lengkap yaitu: 1. Riwayat kesehatan. 2. Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya. 3. Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya. 4. Meninjau data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil studi. Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang lengkap atau bila klien mengalami komplikasi yang perlu dikonsultasikan kepada dokter dalam manajemen kolaborasi bidan akan melakukan konsultasi. Pada keadaan tertentu dapat terjadi langkah pertama akan overlap dengan langkah 5 dan 6 (atau menjadi bagian dari langkahlangkah tersebut) karena data yang perlu diambil dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya. Kadang-kadang bidan pelu memulai manajemen dari langkah 4 untuk mendapatkan data dasar awal yang perlu disampaikan kepada dokter. 20 21 Langkah II : Interpretasi Data Dasar Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnosa atau masalah berdasarkan interpretasi atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang telah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumusan diagnosa dan masalah keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi tetap membutuhkan penanganan. Masalah sering berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami oleh wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosa. Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam lingkup praktek kebidanan memenuhi standart nomenklatur diagnosa kebidanan. Langkah III : Mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah atau diagnosa potensial lain. Berdasarkan rangkaian masalah atau diagnosa yang sudah diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan sambil mengamati klien bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa atau masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan asuhan yang aman. Contoh seorang wanita dengan pembesaran uterus yang berlebihan. Bidan harus mempertimbangkan kemungkinan penyebab pemuaian uterus yang berlebihan tersebut misalnya: 1. Polihidramnion 2. Besar dari masa kehamilan 3. Ibu dengan diabetes kehamilan atau 4. Kehamilan kembar Kemudian dia harus mengantisipasi, melakukan perencanaan untuk mengatasinya dan bersiap-siap terhadap kemungkinan tiba-tiba terjadi perdarahan post partum yang disebabkan oleh atonia uteri karena pembesaran uterus yang berlebihan. 22 Pada persalinan dengan bayi besar bidan sebaiknya mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan yang terjadi distosia bahu dan juga kebutuhan untuk resusitasi. Bidan juga sebaiknya waspada terhadap kemungkinan wanita menderita infeksi saluran kencing yang menyebabkan tingginya terjadinya peningkatan partus prematur atau bayi kecil. Persiapan yang sederhana adalah dengan bertanya dan mengkaji riwayat kehamilan pada setiap kunjungan ulang, pemeriksaan laboratorium terhadap simptomatik terhadap dan segera memberi pengobatan jika infeksi saluran kencing terjadi. Langkah IV: Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan yang memerlukan penanganan segera. Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien. Langkah keempat mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen kebidanan. Jadi manajemen kebidanan bukan hanya selama asuhan primer, periodik, atau kunjungan perinatal saja, tetapi selama wanita tersebut bersama bidan terus menerus, misalnya pada waktu wanita tersebut dalam persalinan. Data baru mungkin saja perlu dikumpulkan dan dievaluasi. Beberapa data mungkin mengindikasikan situasi yang gawat dimana bidan harus bertindak segera untuk kepentingan keselamatan jiwa ibua atau anak ( misal perdarahan kala III atau perdarahan segera setelah lahir, distosia bahu, atau nilai APGAR yang rendah). Dari data yang dikumpulkan dapat menunjukkan satu situasi yang memerlukan tindakan segera sementara yang lain harus menunggu intervensi dari seorang dokter misalnya prolaps tali pusat. Situasi lainnya bisa saja tidak merupakan kegawatan tetapi memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Demikian juga bila ditemukan tanda-tanda awal dari 23 preeklamsia,kelainan panggul, adanya penyakit jantung, diabetes atau masalah medik serius, bidan perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter. Dalam kondisi tertentu seorang wanita mungkin juga akan memerlukan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lainnya seperti pekerja sosial, ahli gizi dan ahli perawatan klinis bayi baru lahir dalam hal ini bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam manajemen asuhan klien. Langkah V : Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi/data dasar tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang berkaitan tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita tersebut seperti apa yang diperkirakan akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling dan apakah perlu merujuk klien bila ada masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial ekonomi, kultural atau masalah psikologis. Dengan kata lain asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana asuhan haruslah disetujui oleh dua belah pihak yaitu oleh bidan dan klien agar dapat dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena itu pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan rencana asuhan sesuai kebutuhan hasil pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya. Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan yang menyeluruh ini harus rasional dan benar-benar dan memadai atau berdasarkan satu dasar yang lengkap dan bisa dianggap valid sehingga menghasilkan asuhan klien 24 yang lengkap dan tidak berbahaya. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan oleh klien atau anggota tim kesehatan yang lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya. Dalam situasi ini dimana bidan berkolaborasi dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi maka keterlibatan bidan dalam manajemen asuhan kebidanan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat waktu dan biaya serta meningkatkan mutu dari asuhan klien. Langkah VII : Evaluasi Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa. Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif. Mengingat bahwa proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum maka perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa proses manajemen tidak efektif serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut. Langkah-langkah proses manajemen pada umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses pemikiran yang mempengaruhi tindakan serta berorienatasi (Varney, 1997). Metode Pendokumentasian secara SOAP meliputi: 25 Subjektif 1. Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien dengan anamnesa. 2. Data yang didapatkan dari klien maupun keluarga sebagai suatu keadaan dalam situasi dan kejadian. 3. Informasi tidak dapat ditentukan oleh bidan maupun petugas kesehatan lain secara independent tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data yang dikumpulkan pada ANC misalnya: 1. Biodata 2. Riwayat kehamilan sekarang (HPHT, tanda bahaya, gerakan janin, keluhan umum). 3. Riwayat kehamilan yang lalu (jumlah kehamilan dan anak hidup, persalinan dengan tindakan, keguguran, perdarahan, BB bayi). 4. Riwayat kesehatan/penyakit yang diderita sekarang/dahulu (jantung, DM, hipertensi, malaria, dan lain-lain). 5. Riwayat KB 6. Riwayat sosial ekonomi a. Status perkawinan b. Respon ibu dan keluarga terhadap kehamilan c. Dukungan keluarga d. Pengambilan keputusan dalam keluarga e. Pola makan f. Kebiasaan hidup merokok dan minuman keras g. Beban kerja dalam kehidupan sehari-hari h. Tempat dan petugas kesehatan yang diinginkan untuk membantu persalinan. Objektif 1. Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium, dan test diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung assessment. 2. Data yang didapat diobservasi dan diukur 26 3. Data yang dikumpulkan pada ANC meliputi: a. BB dan TB b. Status present c. Status obstetrikus d. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laborat) Pemeriksaan penunjang meliputi: 1) PP test 2) Hb 3) Urine reduksi 4) Glukosa urine ASSESSMENT Suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu tentang masalah kesehatan sebagai dasar memberikan intervensi/tindakan kebidanan. 1. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interprestasi data subjektif dan data objektif. 2. Diagnosa / masalah 3. Antisipasi diagnosa lain / masalah potensial PLANNING 1. Pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau mengoreksi masalah-masalah yang diidentifikasi pada analisa kebidanan. Berisi perencanaan yang meliputi: a. Asuhan b. Pendidikan kesehatan c. Terapi d. Kolaborasi e. Rujukan f. Tindak lanjut 27 B. Penerapan Asuhan Kebidanan Penerapan manajemen Kebidanan menurut Varney (2007) meliputi pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial, dan tindakan antisipasi segera untuk mencegahnya, penyusunan rencana tindakan, pelaksanaan dan evaluasi. 1. Pengkajian Merupakan suatu cara untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan metode wawancara dan pemeriksaan fisik. a. Data Subyektif 1. Identitas pasien Berisi tentang biodata pasien dan penanggung jawab yaitu menurut nama, umur, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat. Nama: Untuk kebenaran dalam memberikan asuhan pada pasien dan membedakan dengan pasien lain. Umur : Untuk mengetahui usia reproduksi (20-35 tahun), karena pada usia lebih dari 35 tahun termasuk faktor resiko terjadinya placenta previa karena endometrium yang kurang subur. Pada usia kurang dari 20 tahun juga merupakan faktor resiko terjadinya placenta previa karena endometrium belum sempurna (FK UNPAD, 2002). Alamat: Untuk mengetahui alamat yang lebih jelas dalam melakukan kunjungan rumah. 2. Keluhan Utama Dikaji untuk mengetahui keluhan yang dirasakan pasien pada saat itu. Adanya perdarahan (darah segar) pada kehamilan 20 minggu/ kehamilan lanjut (trimester 3), sifat perdarahan tanpa sebab, tanpa nyeri dan berulang, perdarahan timbul dengan tiba-tiba dan terkadang terjadi sewaktu-waktu pada waktu bangun tidur dan pagi hari, dan darah berwarna merah segar (Rustam, 1998). 28 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat kesehatan dahulu Dikaji untuk mengetahui riwayat penyakit yang pernah diderita oleh klien sebelumnya atau saat terdahulu. Riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat placenta previa sebelumnya dapat menjadi faktor resiko seseorang menderita placenta previapada kehamilan berikutnya. Operasi sesar sebelumnya (yang dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada endometrium). Pada ibu atau wanita yang pernah menjalani operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 4 dari 100 wanita tersebut akan mengalami placenta previa. Resiko akan meningkat setelah mengalami 4 kali atau lebih menjalani operasi sesar, (pada ibu atau wanita yang pernah 4 kali atau lebih menjalani operasi saesar, maka 1 dari 10 ribu atau wanita tersebut akan mengalami placenta previa) (Yulianingsih, 2009). b. Riwayat Obstetri Riwayat haid: Riwayat haid dikaji untuk mengetahui usia kehamilan yaitu dari umur kehamilan tersebut bisa dilihat apakah umur kehamilannya sudah aterm atau belum, melalui HPHT (hari pertama haid terakhir) karena apabila sudah diketahui umur kehamilannya maka dapat ditentukan penatalaksanaannya akan dilakukan secara konservatif atau aktif. Pada kasus placenta previa ibu hamil dengan placenta previa akan timbul pada bulan ketujuh (FK UNPAD, 2009). Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu. Dikaji untuk mengetahui keadaan klien saat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya, adakah penyulit saat itu serta pasien perlu dikaji antara lain: 29 1) Riwayat sektio sesaria sebelumnya. Melahirkan dengan operasi sesar mengakibatkan parut di dalam rahim. Kejadian meningkat pada wanita yang sudah melakukan 4 kali atau lebih operasi sesar (Yulianingsih, 2009). 2) Lebih sering pada paritas tinggi dan paritas rendah. 3) Pada para 3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali lebih besar dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun (Rustam, 1998). 4) Riwayat kehamilan sekarang a. Keluhan selama hamil Untuk mengetahui keluhan yang dirasa ibu pada ibu hamil dengan placenta previa ibu akan mengeluh terjadi perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya perdarahan tersebut terjadi pada saat tidur, perdarahan ini juga terjadi pada umur kehamilan 7 bulan dan disebabkan oleh pergerakan plasenta dan dinding rahim. (FK UNPAD, 2005). b. Gerakan janin Untuk mengetahui frekuensi janin bergerak dalam satu hari, sebagai penilaian janin masih dalam keadaan baik. 5) Psikososial, kultural, dan spiritual a. Psikososial Mengkaji tentang respon klien terhadap kehamilannya dan janin memberikan yang dikandungannya informasi apakah hal klien ini dapat mengalami gangguan kehamilan yang nantinya akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya karena pasien/ibu dengan placenta previa ada yang berhari-hari bahkan 30 berminggu-minggu dirawat, maka seringkali pasien dan keluarga menjadi gelisah. Dalam hal ini bidan/perawat harus memberikan motivasi kepada pasien/ibu dan keluarga mengenai: 1) Mengapa terjadi perdarahan dan harus dirawat. 2) Kalau terjadi perdarahan ulang atau perdarahan baru, apa yang akan dikerjakan oleh dokter. 3) Apabila pasien/ibu menolak untuk dirawat, komplikasi apa yang akan terjadi. 4) Memberikan kekuatan mental pada pasien/ibu dan keluarga dalam menghadapi ini (Yulianingsih, 2009). b. Data Objektif 1) Keadaan umum Untuk menilai status keadaan ibu, untuk ibu dengan placenta previa totalis keadaan umum ibu pucat (Nugraheny, 2009) 2) Tingkat kesadaran Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan menilai composmentis, apatis, somnolen, spoor, koma, delirium. Pada ibu dengan placenta previa tingkat kesadaran ibu compos mentis. Pada pasien yang mengalami syok maka ibu akan terlihat gelisah, bingung atau hilangnya kesadaran (Saifuddin, 2002). 3) Tanda vital a. Tekanan darah : pada kasus placenta previa tekanan darah rendah (90/70 mmHg-120/80 mmHg ). b. Nadi : pada kasus placenta previa nadi normal (60-80 kali/ menit), kecuali apabila pasien mengalami syok maka nadinya akan cepat atau lambat (110 kali per menit atau lebih) (Saifuddin, 2002). c. Pernafasan : pada kasus placenta previa pernafasan ibu masih normal (16-20 kali/menit), kecuali apabila pasien mengalami 31 syok maka pernapasan akan cepat (30 kali per menit atau lebih) (Saifuddin, 2002). d. Suhu : pada kasus placenta previa suhu normal (36oC- 37oC). 4) Pemeriksaan Fisik a) Muka : Pada pasien placenta previa wajah terlihat pucat b) Mata : Untuk mengetahui keadaan mata dengan menilai sclera dan konjungtiva. Pada pasien placenta previa konjungtiva terlihat anemis, ini dikarenakan perdarahan yang dialami oleh ibu sehingga menyebabkan ibu terlihat anemis. c) Mulut : Pada pasien placenta previa mulut terlihat pucat. d) Abdomen : Untuk mengetahui bentuk abdomen, luka bekas operasi (Yulianingsih, 2009). 5) Status Obstetrikus Inspeksi a. Abdomen : Dikaji untuk mengetahui bentuk, ada tidaknya striae, linea, kontraksi uterus baik/tidak, dan TFU dengan palpasi. Pada placenta previa, uterus halus dan tidak lunak, biasanya normal. Kelainan letak janin (bokong, oblik, lintang) merupakan temuan yang sering berkaitan, tidak ada rasa nyeri tekan uterus, bagian terendah janin belum masuk PAP. Bila menggunakan palpasi atau rabaan: Leopold 1 : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah. Leopold 2 : Sering dijumpai kesalahan letak janin. Leopold 3 : Sering dijumpai kesalahan letak janin. Leopold 4 : Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di atas pintu atas panggul. Bila cukup pengalaman, dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim terutama pada ibu yang kurus (Nurgahaeny, 2009). 32 b. Genetalia : Untuk mengetahui adanya pengeluaran pervaginam, banyak atau sedikit, warnanya kehitaman dan darah segar atau tidak (FK UNPAD, 2005). c. Pemeriksaan dalam : Pada kasus placenta previa tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam, kecuali apabila pasien sudah berada di meja operasi boleh 6) Pemeriksaan penunjang Untuk memastikan bahwa perdarahan yang dialami oleh ibu adalah dikeranakan oleh placenta previa yaitu dengan dilakukan pemeriksaan USG, pemeriksaan Lab yaitu haemoglobin untuk mengetahui kadar Hb (Achadiyat, 2004). c. Interpretasi data Diagnosa : Ny. P umur 34 tahun G1 P0 A0, usia kehamilan 36 minggu janin tunggal hidup intra uteri presentasi belakang kepala, puka dengan placenta previa totalis Data Dasar 1) Data Subyektif a) Identitas pasien b) Keluhan c) Riwayat kehamilan d) HPHT e) HPL f) Umur kehamilan 2) Data Obyektif Data obyektif diperoleh dari hasil pemeriksaan fisik pada pasien untuk mendapatkan data yang mendukung diagnosa di atas, antara lain: a) Keadaan umum. b) Tingkat kesadaran. c) Tanda vital. d) Status present. e) Status obstetrikus. 33 f) Pemerksaan penunjang. 3) Diagnosa potensial a) Perdarahan b) Syok c) Gawat janin d) Kematian 4) Identifikasi kebutuhan akan tindakan segera atau kolaborasi dan konsultasi a) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi b) Pemberian infus c) Lakukan Kuretase 5) Perencanaan Membuat suatu rencana asuhan yang menyeluruh atau komprehensif adalah suatu pengembangan dari masalah atau diagnosa yang sedang terjadi dan terantisipasi mengumpulkan informasi tambahan dan berlandaskan teori yang berkaitan. Langkah ini merupakan kelanjutan penatalaksanaan yang diindentifikasikan atau diantisipasi. Rencana ini meliputi: Komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pada pasien: a) Observasi keadaan umum dan tanda vital b) Observasi DJJ, His dan banyaknya perdarahan. c) Beri dukungan psikologi kepada ibu tentang keadaan kehamilannya. d) Lakukan kolaborasi dengan dokter obsgyne untuk pemberian terapi. e) Lakukan penanganan secara konservatif atau secara aktif sesuai dengan umur kehamilan. 6) Pelaksanaan Dalam pelaksanaan asuhan kebidanan bidan dapat berkolaborasi dengan dokter obsgyne untuk pemberian terapi. Bidan juga ikut 34 bertanggung jawab atas pelaksanaan rencana perawatan komprehensif, kolaboratif. Perencanaan yang biasa dilakukan oleh bidan adalah: a) Mengobservasi tanda vital dan keadaan umum pasien. b) Mengobservasi DJJ, His, dan pengeluaran pervaginam. c) Memberi dukungan psikologi kepada ibu tentang keadaan kehamilannya. d) Melakukan kolaborasi dengan dokter obsgyne untuk pemberian terapi e) Melakukan penanganan secara konservatif atau secara aktif sesuai dengan 7) Evaluasi Merupakan bagian dari proses asuhan kebidanan untuk melakukan pengkajian apakah asuhan kebidanan telah berhasil keseluruhan atau belum sama sekali. Dari hasil situasi ini menentukan sebagian rencana asuhan kebidanan relevan diterapkan, dihentikan, atau direvisi. Berdasarkan evaluasi rencana asuhan kebidanann dituliskan dalam catatan perkembangan menggunakan SOAP yang terdiri dari 4 bagian yaitu data subyektif, data obyektif, assesment, dan planning. Setelah rencana asuhan kebidanan dilakukan maka harus dievaluasi keadaan penderita placenta previa. Pada penatalaksanaan ibu hamil dengan placenta previa, maka hal-hal yang perlu dievaluasi antara lain tanda-tanda vital dan jumlah perdarahan serta DJJ dan His. DAFTAR PUSTAKA Benson, P., Pernoll. (2018). Buku saku Obsetry Gynecology William. Jakarta: EGC. Elizabeth S.W & Th. Endang Purwoastuti. (2018). Asuhan Kebidanan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Hadianti, Nur and Resmana. 2018. “Kemajuan Persalinan Berhubungan Dengan Asupan Nutrisi.” Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan. Hidayat, Asri & Sujiyatini. (2018). Asuhan Kebidanan Persalinan. Yogyakarta: Nuha Medika. Kostania. 2020. “Model Pelaksanaan Dan Evaluasi Asuhan Kebidanan Berkesinambungan Dalam Praktik Kebidanan.” Jurnal Kebidanan Dan Kesehatan Tradisional. Mochtar, R. (2019) Sinopsis Obstentri Fisiologi dan Obstentri Patofisiologi. Edisi 3 Jilid I. Jakarta: EGC. Oxorn, Harry dan William R. Forte. (2018). Ilmu Kebidanan, Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta: Yayasan Esentia Medika. Prawirohardjo. 2016. Ilmu Kebidanan. keempat. edited by dr. T. Rachimhadhi. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Rawirohardjo, Sarwono. (2019) Ilmu Kebidanan. keempat. edited by Rachimhadhi. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Sumarah,dkk. 2018. Perawatan ibu bersalin. Yogyakarta : Fitramaya. 35 dr. T.