UPAYA PREVENTION PARENTING UNTUK MENCEGAH DAN

advertisement
UPAYA PREVENTION PARENTING UNTUK MENCEGAH DAN MENGURANGI
PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA BERPACARAN
Ugung Dwi Ario Wibowo
Fakultas Psikologi – Universitas Muhammadiyah Purwokerto
ABSTRAKSI. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengkaji upaya preventif untuk
mencegah dan mengurangi perilaku seksual pada remaja berpacaran. Metode
kajian menggunakan studi literatur dan analisis hasil survey. Sebagai
kesimpulan, penulis membagi solusi untuk mencegah dan mengurangi pola
perilaku seksual pada saat berpacaran: (1) memperkuat konsep diri dan
religiusotas; (2) memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang sehat;
dan (3) melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual
dalam berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja lakukan.
Saran yang diberikan penulis: (1) Kepada remaja berpacaran hendaknya agar
memperkokoh benteng moral, iman, serta menerapkan norma agama untuk
dapat menahan keinginan serta menjaga perilaku pada saat di rumah maupun di
luar rumah; dan (2) Kepada orang tua hendaknya memahami, memantau, dan
mengontrol perilaku dan pergaulan anak remajanya pada saat berada di dalam
dan di luar rumah. Memberi nasehat anak sebelum bepergian dengan pacarnya
dan memberi peringatan apabila remaja mulai menampakkan aktivitas seksual
dalam berpacaran.
Kata Kunci : preventif, parenting, perilaku seksual
PENDAHULUAN
Pergeseran nilai dan norma tampak dalam keseharian generasi muda saat
ini. Kemajuan teknologi informasi yang semakin berkembang membuat remaja
dengan mudahnya mengakses segala informasi dari berbagai media, seperti
televisi, media cetak, maupun internet, yang membuatnya lebih mudah dalam
mendapatkan perubahan trend atau mode dan menirukan berbagai tingkah laku
yang mereka anggap mudah dijangkau dan dinikmati.
Remaja mulai merasakan dorongan-dorongan seksual sehingga ada
keinginan untuk memperluas pergaulan dan adanya ketertarikan dengan lawan
jenis, di antaranya remaja laki-laki tertarik dengan remaja perempuan dan
sebaliknya remaja perempuan tertarik dengan remaja laki-laki. Remaja masih
bersifat malu-malu bila menjalin hubungan dengan lawan jenis secara terbuka.
Remaja tertarik pada lawan jenis dipengaruhi oleh kecantikan dan ketampanan
fisik. Ketertarikan yang intensif dan intim cenderung memunculkan komitmen di
antara pasangan remaja untuk menjalin kedekatan yang lazim disebut pacaran.
Masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antara individu dari
kedua lawan jenis yaitu ditandai dengan suatu pengenalan pribadi baik
kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu (Dariyo, 2004). Pacaran
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
42
cenderung memunculkan berbagai pola perilaku seksual yang dilakukan oleh
remaja yang berpacaran. Remaja yang masih mencoba-coba segala sesuatu dan
belum menemukan jati dirinya sering menirukan gaya orang dewasa dalam
berpacaran yang mereka dapat dari berbagai informasi baik melalui media
massa, pertemanan, maupun mencontoh langsung dari apa yang mereka lihat
dari lingkungan di sekitarnya yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Keadaan lingkungan merupakan faktor pendukung utama terhadap
perkembangan seksual remaja (Hurlock, 2000). Meningkatnya minat pada seks,
remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks dan
pacaran. Akses yang mudah untuk mencari model dalam berpacaran menjadikan
remaja menerapkan dalam pola berpacaran yang mereka lakukan. Kematangan
organ reproduksi pada remaja mendorong mereka melakukan hubungan yang
lebih dari sekedar hubungan sosial dengan lawan jenisnya. Remaja yang tidak
mampu mengendalikan diri dalam berpacaran cenderung melakukan aktivitas
seksual dalam berpacaran bahkan sampai dengan pergaulan bebas, bahkan
hingga penularan HIV/AIDS yang tinggi. Pada tahun 2011 jumlah penderita
HIV/AIDS di Indonesia telah mencapai 180.000 jiwa atau 0,24% dari total 240
juta penduduk Indonesia. Juga fenomena bahwa selama tahun 2011 terdapat 5
juta wanita Indonesia melakukan aborsi, di mana 62% di antaranya berada di
usia remaja.
Berangkat dari paparan diatas, penulis tertarik untuk memberikan gagasan
tentang bagaimana upaya prevensi dalam mencegah dan mengurangi perilaku
seksual saat berpacaran. Kajian berbasis referensi tentang upaya aplikatif
terhadap prevensi dalam sexual parenting dan hasil survey mahasiswa, dengan
harapan dapat memberikan solusi bagi orangtua.
KAJIAN
1. Remaja
Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja
terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia
15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa
remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap,
dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock,
2004).
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
43
Rentang usia remaja menurut beberapa tokoh memiliki perbedaan. Namun
rata-rata masa remaja dimulai sejak usia 10 sampai 13 dan berakhir pada usia
18 sampai 22 tahun, karena situasi budaya dan sejarah membatasi kita dalam
menentukan rentang usia remaja. Menurut tahapan perkembangan Erikson,
masa remaja yaitu usia 10-20 tahun berada pada tahap perkembangan identity
versus identity confusion dimana individu diharapkan menemukan siapa mereka,
mereka sebetulnya apa dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Menurut
tahap perkembangan kognitif dari Jean Piaget, masa remaja berada pada tahap
operasional formal yaitu usia 11-15 tahun dimana pada masa ini remaja akan
bernalar secara lebih abstrak dan logis, pikiran menjadi lebih idealistik.
Sedangkan menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada
usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21
tahun. Sementara menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja
berada pada rentang 12-23 tahun.
Hurlock (2000) mengatakan bahwa masa remaja diidentikan sebagai
periode perubahan yang bersifat universal, yaitu: meningginya emosi, perubahan
tubuh, berubahnya minat dan pola perilaku, dan konflik batin menuju
pembentukan identitas diri. Zulkifli (2005) mengemukakan tentang tugas
perkembangan masa remaja yaitu: bergaul dengan teman sebaya dari kedua
jenis kelamin, mencapai peranan social sebagai pria atau wanita, menerima
keadaan fisik sendiri, memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan, serta
memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga.
Permasalahan
yang
muncul
pada
remaja
membuat
masyarakat
mengeluarkan berbagai norma yang sebenarnya tidak ada, keluhan-keluhan
terlontarkan dari masyarakat dan lingkungan sekitar, tetapi ada juga remaja yang
tidak melakukan dan menganggap suatu status hubungan teman menjadi status
yang
lebih
dekat
atau
pacaran.
Anggraeni
dan
Wulandari
(2006)
mengkategorikan remaja yang tidak pacaran, sebagai remaja yang idealis,
agamis,
pembelajaran,
tradisional,
berorientasi
berprestasi,
berorientasi
komunitas/kelompok, introvert (tertutup dan pemalu, memiliki label ‘tidak gaul’),
idealis yaitu tidak mau pacaran sebelum mencapai tujuan tertentu, traumatik
(mengalami trauma atas masa pacaran sebelumnya), neurotik (mengalami
gangguan).
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
44
2. Pacaran
Masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antar individu dari kedua
lawan jenis, yaitu ditandai dengan saling pengenalan pribadi baik kekurangan
dan kelebihan dari masing-masing individu (Dariyo, 2004). Pacaran dianggap
sebagai masa persiapan individu untuk dapat memasuki masa pertunangan dan
masa pernikahan (Santrock,1998) dalam buku psikologi perkembangan remaja.
Pacaran bisa diartikan sbg masa penjajakan atau pendekatan yang dilakukan
sepasang insan berlainan jenis, diawali dengan saling mengikrarkan cinta untuk
saling berbagi cinta dan kasih sayang (Gisymar, 2005). Ketertarikan mereka lebih
banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan kecantikan atau
ketampanan fisik. Daya tarik remaja perempuan ada pada penampilan umum,
wajah, mata, tinggi badan, bentuk badan, payudara, bibir, pundak, dagu, dan
rambut. Sementara daya tarik remaja laki-laki ada pada wajah, penampilan
umum, hidung, dagu, tinggi badan, berat badan, mulut, mata, pundak dan
rambut. Perbedaan karakteristik tersebut biasanya dijadikan patokan utama oleh
remaja dalam mencari pacar.
Dariyo (2004) mengutip pendapat Paul dan White, ahli psikologi
perkembangan remaja menyatakan 8 fungsi pacaran. Menurutnya pacaran
berfungsi sebagai: 1) masa rekreasi, 2) sumber status dan prestasi, 3) proses
sosialisI, 4) melibatkan kemampuan untuk bergaul secara intim, akrab, terbuka,
dan bersedia untuk melayani atau membantu individu lain jenis, 5) penyesuaian
normatif, 6) masa sharing yaitu mengekspresikan perasaan, pemikiran atau
pengalaman, 7) masa perkembangan identitas, 8) masa pemikiran pasangan
hidup.
3. Perilaku Seksual
Perilaku seksual merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
remaja yang berpacaran, Remaja menganggap perilaku seksual merupakan hal
yang mudah ditiru dalam berpacaran. Perilaku seksual adalah segala tingkah
laku yang didoring oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama
jenis (Sarwono, 1991). Bentuk dan perilaku seksual bisa bermacam-macam
mulai dari pacaran tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan
bersenggama. Perilaku seksual remaja merupakan perilaku yang muncul dari
remaja sehingga manifestasi dari perkembangan dan mulai berfungsinya organorgan seksual remaja (Hurlock, 2000).
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
45
Kartono (1981) mengatakan bahwa energi psikis tidak hanya bertingkah
laku di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksuil atau bersenggama, akan
tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan nonseksuil, seperti berprestasi di bidang
ilmiah, seni, melakukan tugas-tugas moril, perilaku seksual yang bertentangan
dengan norma agama pada remaja disebabkan oleh merosotnya kepercayaan
pada agama. Agama tidak begitu berpengaruh lansung pada tingkah laku
seksual masing-masing individu pada remaja, akan tetapi dalam masyarakat di
mana agama masih dijadikan norma masyarakat, ada semacam mekanisme
kontrol seksual yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan tindakan
seksual di luar batas ketentuan agama. Hurlock (2000) mengatakan bahwa
seorang remaja berkencan dijabarkan antara lain sebagai hiburan, sosialisasi,
status, masa pacaran, dan pemilihan hidup.
Zaman sekarang banyak hal mengejutkan yang justru dibanggakan oleh
remaja yang berpacaran tanpa malu dan ragu menceritakan apa yang dialami
bersama pacarnya terhadap teman sesama remaja. Remaja berpacaran memiliki
keyakina untuk harus melakukan perilaku seksual karena semua orang
melakukannya. Perilaku ini mirip ungkapan dari hubungan yang bermakna yang
memenuhi kebutuhan semua remaja untuk mengadakan hubungan yang intim
dengan pacarnya.
4. Perilaku Seksual dalam Berpacaran
Masa remaja yang merupakan periode peralihan ke masa dewasa dimana
mereka mulai mempersiapkan diri menuju persiapan perkawinan, secara alamiah
akan menampilkan
perilaku dan aspek seksualnya. Perilaku seksual adalah
segala tingkah laku yang didorong dengan hasrat seksual, yaitu dengan lawan
jenisnya (Sarwono, 2000).
Saat remaja berpacaran, terdapat kecenderungan terbangun nuansa
romantisme yang kemudian meningkatkan tingkat perilaku seksual dari tahap
sentuhan ringan hingga yang paling berat misalnya hubungan seksual.
HASIL SURVEY
1. Hasil survey Siswi Anggreni dan Kinanti Ayu Wulandari terhadap 50 pelajar
SLTP, SLTA, dan mahasiswa berusia 13 -21 tahun, tentang pacaran dan gaya
boncengan sebagai pola berpacaran di Purwokerto, ditemukan hal-hal
sebagai berikut:
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
46
a. Waktu berboncengan motor.
Waktu favorit untuk pacaran adalah siang dan malam hari, untuk yang
pasangannya berada dalam satu lingkungan pendidikan yang sama
memilih waktu pagi hari ketika berpacaran. Pemilihan waktu siang dan
malam hari untuk berpacaran, karena waktu tersebut merupakan suasana
yang mereka anggap nyaman untuk melakukan boncengan dalam dalam
berpacaran. Sementara pagi hari menjadi waktu favorit bagi remaja yang
berada dalam lingkungan yang sama untuk dapat sering melakukan
berboncengan setiap saat beraktivitas rutin antar jemput.
b. Tempat favorit pacaran dengan berboncengan motor adalah :
1) Pasangan remaja (SLTP): gedung olah raga (6 pasang), alun-alun kota
(5 pasang), kolam renang ( 2 pasang), objek wisata sungai ( 3 pasang),
objek wisata pantai ( 2 pasang).
2) Pasangan remaja (SLTA): gedung olah raga ( 9 pasang), alun-alun kota
(8 pasang), bioskop (6 pasang), kontrakan (1 pasang), objek wisata
sungai (4 pasang) , café (2 pasang).
3) Pasangan remaja (mahasiswa): kos/kontrakan (10 pasang), bioskop (8
pasang), alun-alun kota (5 pasang), café (4 pasang), gedung olah raga (3
pasang), objek wisata sungai (2 pasang).
Makna dari temuan kuantitatif tersebut adalah, pasangan remaja SLTP
dan SLTA lebih memilih gedung olah raga (GOR) sebagai tempat favorit saat
berpacaran dengan berboncengan dengan alasan GOR berarea luas dan
cenderung sepi sebagai tempat favorit dalam berpacaran, apalagi tempat
tersebut sudah memiliki image sebagai tempat berpacaran.
Sedangkan
mahasiswa memilih tempat kos sebagai tempat favorit untuk berpacaran
dengan alasan di tempat kos lebih merasa bebas dan nyaman dalam
melakukan perilaku seksual yang mereka inginkan, apalagi tidak induk
semangnya tidak berada di kos tersebut. Motor merupakan kendaraan favorit
mahasiswa untuk beraktivitas antar jemput dan sesekali berekreasi ke
tempat-tempat tertentu.
2. Survey oleh 53 mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2009 terhadap
105 responden tentang perilaku seksual mahasiswa berpacaran di kota X,
berdasarkan tempat tinggal atau inhouse dating.
Hasilnya adalah :
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
47
Jumlah terbesar responden memilih rumah pribadi untuk menjadi lokasi
favorit tempat melakukan kencan. Sebagian responden yang memiliki kamar kos
memilih tempat sewaan tersebut sebagai lokasi kencan atau berpacaran yang
favorit. Menariknya, meskipun beberapa di antara responden memiliki tempat
tinggal pribadi mereka memilih hotel untuk berkencan dengan dalih agar tidak
terganggu aktivitas berpacaran.
Fasilitas Umum/ Outhouse Dating favorit saat berpacaran adalah alunalun kota, gedung olah raga, area kampus, warnet, rumah makan/kafe, tempat
belanja, karaoke dan taman kota. Dari tempat-tempat itu sebagian besar memilih
alun-alun kota, rumah makan/cafe sebagai tempat yang nyaman untuk
berpacaran.
Tempat Wisata/ Outhouse Dating, meliputi gunung, pantai, sungai,
bioskop, wahana air. Dari tempat-tempat itu objek wisata di pegunungan dan
pantai menjadi tempat favorit dalam berpacaran.
Hasil survey melalui wawancara menemukan :
a. Mahasiswa berpacaran di kota X rata-rata memiliki usia berpacaran 1,5 tahun.
b. Mahasiswa berpacaran di kota X rata-rata pertama kali berpacaran saat
duduk di bangku SLTP.
c. Rata-rata pengalaman mahasiswa berpacaran di kota X dengan pacar
sebelumnya adalah melakukan ciuman bibir.
d. Media komunikasi yang digunakan mahasiswa berpacaran di kota X dalam
berpacaran rata rata adalah telepon.
e. Rata rata waktu favorit mahasiswa berpacaran di kota X dalam berpacaran
adalah pada saat malam hari.
f. Interaksi bertemu pacar mahasiswa berpacaran di kota X rata rata 3 kali
dalam seminggu
Selain itu itu ditemukan juga tentang adanya pacaran jarak jauh (long
distance). Perilaku seksual saat berpacaran adalah dengan dating (kencan jarak
jauh) yang dilakukan menggunakan media komunikasi dan teknologi seperti:
telepon (sex telephone); live chatting (misalnya skype); chatting (layanan media
sosial seperti facebook, layanan smartphone seperti BBM, SMS, dan
sebagainya).
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
48
PREVENTION PARENTING
Secara umum upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam
berpacaran sulit digambarkan mengingat pola perilaku seksual dan berpacaran
sangat variatif dan belum ada satu pun penelitian yang sudah memetakan secara
konseptual. Padahal fenomena perilaku seksual dalam berpacaran merupakan
fenomena keseharian yang nyata terjadi dan sering terlihat di depan mata.
Sebagai upaya prevensi (pencegahan) dalam parenting kepada putraputri remajanya, penulis berusaha menciptakan suatu gagasan tertulis
berdasarkan pola yang ditemukan dalam gaya berpacaran remaja saat ini.
Pertama, memperkuat konsep diri dan religiusotas. Konsep diri merupakan
gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 2005), sedangkan
religiusitas merupakan sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang
terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati
sebagai yang paling maknawi (Ancok dan Suroso, 2005).
Beberapa hal yang harus diadvisory dan dimodelkan kepada remaja yaitu :
1. Affiliation
style
(gaya
bergaul),
dressing
style
(gaya
berpakaian),
communication style (gaya berbicara), ettiquette style (gaya bersopan santun),
dan driving style (gaya berkendaraan).
2. Memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang sehat. Konsep
pacaran berdasarkan model triangulasi cinta Stenberg, yang memiliki 3
komponen utama, yaitu : 1) komponen intimacy (kedekatan fisik): mengacu
pada perasaan akan kedekatan hati (closeness), keterkaitan (connectedness),
dan keterikatan (boundedness) dalam hubungan cinta (Sternberg & Grajek,
1984). Komponen intimacy terhadap seseorang yang dicintai, 2) komponen
passion (gairah/nafsu): mengacu pada keromantisan, ketertarikan fisik,
pemenuhan kebutuhan biologis, dan fenomena terkait dalam menjalin
hubungan cinta, 3) komponen decision/commitment (perjanjian/komitmen):
keputusan untuk mencintai seseorang dan dalam jangka panjang berarti
komitmen untuk saling menjaga cinta masing-masing pasangan, dan biasanya
diakhiri dengan pernikahan. Untuk cinta berdasarkan teori triangulasi cinta
dari Sternberg (www.e-psikologi.com), penulis berpendapat bahwa di dalam
konsep pacaran remaja sebaiknya menampilkan companionate love yang
tidak melibatkan passion (gairah seksual). Artinya, passion merupakan
sesuatu yang harus direduksi seminimal mungkin selama proses berpacaran.
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
49
Sementara jenis percintaan dalam tataran consummate love (cinta sejati)
sangat tepat diterapkan dan dimiliki oleh pasangan yang sudah menikah.
3. Melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam
berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja lakukan, di
antaranya:
a. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran
yang sifatnya inhouse dating yaitu dengan mendesain tata ruangan agar
tidak aman untuk berkencan, seperti: tempat duduk yang single (bukan
sofa), ada meja di antaranya, penerangan yang terang, biasa dilewati
oleh lalu lalang anggota keluarga, berdekatan dengan ruang keluarga,
memiliki jam bertamu yang harus ditaati. Selain itu juga mendesain “orang
ketiga” (hidden supervision).
Pihak ketiga sebagai hidden supervisor
seperti: orang tua, anggota keluarga, atau stake holder seperti pembantu
rumah tangga.
b. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam Berpacaran
yang sifatnya Outhouse Dating yaitu dengan membudayakan pamit dan
tanggung jawab, memberi panduan gaya berboncengan beretika yaitu
gaya berboncengan jaga jarak dan standard (Anggraeni dan Wulandari
(2004), memantau posisi/lokasi kencan sesekali, mengevaluasi outhouse
dating dalam bentuk diskusi
c. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran
yang
sifatnya
longdistance
dating
yaitu
dengan
membudayakan
keterbukaan sebab
d. kedekatan orangtua dengan anak akan membangun upaya preventif
dalam hal yang lain untuk jangka waktu yang panjang, memantau
intensitas chatting
e. Biasanya intensitas chatting yang tinggi, diikuti dengan percakapanpercakapan
“remeh”,
salah
satunya
tentang
percakapan
yang
menyinggung tentang perilaku seksual secara verbal bahkan sampai ke
aktivitas seksual virtual, memantau gaya bahasa. Gaya bahasa yang
dipakai
akan
berpengaruh
terhadap
dan
bisa
dipengaruhi
oleh
percakapan dalam chatting, misalnya referensi (pengetahuan) tentang
aktivitas seksual.
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
50
KESIMPULAN
Penulis membagi solusi untuk mencegah dan mengurangi pola perilaku
seksual pada saat berpacaran, yaitu : Pertama, memperkuat konsep diri dan
religiusitas, Kedua, memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang
sehat, Ketiga, melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku
seksual dalam berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja
lakukan, di antaranya:
1. In House Dating, yang biasa dilakukan di rumah pribadi atau sewa, kos atau
kontrakan, perlu didesain tata ruang yang mengarahkan pada kencan aman
dan adanya hidden supervision.
2. Out House Dating, seperti di tempat umum dan taman (alun-alun, area sport
center, kampus, kolam renang, dan sebagainya), tempat umum yang private
(gasibu rumah makan, bilik warnet, ruang karaoke, dan sebagainya), tempat
khusus yang sepi (pesawahan, perkebunan, hutan, dan sebagainya), pada
saat berboncengan, dan di dalam mobil. Untuk itu sebagai upaya preventif
diperlukan budaya pamit dan tanggung jawab, panduan gaya berboncengan
beretika, pemantauan posisi/lokasi kencan sesekali, dan mengevaluasi
outhouse dating.
3. Long Distance Dating, yaitu perilaku seksual berpacaran long distance
dating (kencan jarak jauh) biasa dilakukan menggunakan media komunikasi
dan teknologi sebagai berikut: telepon, live chatting (misalnya skype), dan
Chatting (layanan media sosial seperti facebook, layanan smartphone
seperti BBM, short message service/SMS, dan sebagainya). Upaya
mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran yang sifatnya
Longdistance Dating, dilakukan dengan membudayakan keterbukaan,
memantau intensitas chatting, dan memantau gaya bahasa.
SARAN
Melihat kondisi yang demikian maka saran yang dapat diberikan penulis
sebagai berikut :
1. Artikel ilmiah dan gagasan tertulis ini bukan dianjurkan pada keluarga
yang memiliki religiusitas dan masih memegang tatanan ketimuran yang
kental.
2. Kepada remaja berpacaran hendaknya agar memperkokoh benteng
moral, iman, serta menerapkan norma agama untuk dapat menahan
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
51
keinginan serta menjaga perilaku pada saat di rumah maupun di luar
rumah.
3. Kepada orang tua hendaknya memahami, memantau, dan mengontrol
perilaku dan pergaulan anak remajanya pada saat berada di dalam dan di
luar rumah. Memberi nasehat sebelum bepergian dengan pacarnya dan
memberi peringatan apabila remaja mulai menampakkan aktivitas seksual
dalam berpacaran, bisa meminimalisir perilaku seksual yang tidak pada
tempatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit
Pustaka Pelajar
Anggraeni, Siswi dan Wulandari, K.A. 2007. Perilaku Seksual pada saat
Berboncengan pada Remaja Berpacaran. Karya Tulis. (Tidak
Diterbitkan). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Penerbit Ekalia
Indonesia
Gisymar, S. 2005. Mitos Pacaran. Yogyakarta : Amor Book.
Hurlock, E.B. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Penerbit Erlangga
Monks, F. J, dkk. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Poerwadarminta, W. J. S. 1997. Kamus Besar Bahasa Indionesia. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Rahmawati, A. N. 2005. Perilaku Seksual Mahasiswa di Purwokerto. Karya Tulis.
(Tidak Diterbitkan). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Sarwono, S. W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali Wijayanto, 1.
______2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Rajawali Garfindo Persada
Wibowo. 2004. Pacaran: antara Naksir, Suka, Simpati, dan Cinta. Makalah (tidak
diterbitkan). Purwokerto: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.
Wijayanto, I. 2004. Campus Fresh Chicken. Yogyakarta: Qalam
Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex
52
Download