UPAYA PREVENTION PARENTING UNTUK MENCEGAH DAN MENGURANGI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA BERPACARAN Ugung Dwi Ario Wibowo Fakultas Psikologi – Universitas Muhammadiyah Purwokerto ABSTRAKSI. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengkaji upaya preventif untuk mencegah dan mengurangi perilaku seksual pada remaja berpacaran. Metode kajian menggunakan studi literatur dan analisis hasil survey. Sebagai kesimpulan, penulis membagi solusi untuk mencegah dan mengurangi pola perilaku seksual pada saat berpacaran: (1) memperkuat konsep diri dan religiusotas; (2) memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang sehat; dan (3) melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja lakukan. Saran yang diberikan penulis: (1) Kepada remaja berpacaran hendaknya agar memperkokoh benteng moral, iman, serta menerapkan norma agama untuk dapat menahan keinginan serta menjaga perilaku pada saat di rumah maupun di luar rumah; dan (2) Kepada orang tua hendaknya memahami, memantau, dan mengontrol perilaku dan pergaulan anak remajanya pada saat berada di dalam dan di luar rumah. Memberi nasehat anak sebelum bepergian dengan pacarnya dan memberi peringatan apabila remaja mulai menampakkan aktivitas seksual dalam berpacaran. Kata Kunci : preventif, parenting, perilaku seksual PENDAHULUAN Pergeseran nilai dan norma tampak dalam keseharian generasi muda saat ini. Kemajuan teknologi informasi yang semakin berkembang membuat remaja dengan mudahnya mengakses segala informasi dari berbagai media, seperti televisi, media cetak, maupun internet, yang membuatnya lebih mudah dalam mendapatkan perubahan trend atau mode dan menirukan berbagai tingkah laku yang mereka anggap mudah dijangkau dan dinikmati. Remaja mulai merasakan dorongan-dorongan seksual sehingga ada keinginan untuk memperluas pergaulan dan adanya ketertarikan dengan lawan jenis, di antaranya remaja laki-laki tertarik dengan remaja perempuan dan sebaliknya remaja perempuan tertarik dengan remaja laki-laki. Remaja masih bersifat malu-malu bila menjalin hubungan dengan lawan jenis secara terbuka. Remaja tertarik pada lawan jenis dipengaruhi oleh kecantikan dan ketampanan fisik. Ketertarikan yang intensif dan intim cenderung memunculkan komitmen di antara pasangan remaja untuk menjalin kedekatan yang lazim disebut pacaran. Masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antara individu dari kedua lawan jenis yaitu ditandai dengan suatu pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu (Dariyo, 2004). Pacaran Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 42 cenderung memunculkan berbagai pola perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran. Remaja yang masih mencoba-coba segala sesuatu dan belum menemukan jati dirinya sering menirukan gaya orang dewasa dalam berpacaran yang mereka dapat dari berbagai informasi baik melalui media massa, pertemanan, maupun mencontoh langsung dari apa yang mereka lihat dari lingkungan di sekitarnya yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan lingkungan merupakan faktor pendukung utama terhadap perkembangan seksual remaja (Hurlock, 2000). Meningkatnya minat pada seks, remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks dan pacaran. Akses yang mudah untuk mencari model dalam berpacaran menjadikan remaja menerapkan dalam pola berpacaran yang mereka lakukan. Kematangan organ reproduksi pada remaja mendorong mereka melakukan hubungan yang lebih dari sekedar hubungan sosial dengan lawan jenisnya. Remaja yang tidak mampu mengendalikan diri dalam berpacaran cenderung melakukan aktivitas seksual dalam berpacaran bahkan sampai dengan pergaulan bebas, bahkan hingga penularan HIV/AIDS yang tinggi. Pada tahun 2011 jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia telah mencapai 180.000 jiwa atau 0,24% dari total 240 juta penduduk Indonesia. Juga fenomena bahwa selama tahun 2011 terdapat 5 juta wanita Indonesia melakukan aborsi, di mana 62% di antaranya berada di usia remaja. Berangkat dari paparan diatas, penulis tertarik untuk memberikan gagasan tentang bagaimana upaya prevensi dalam mencegah dan mengurangi perilaku seksual saat berpacaran. Kajian berbasis referensi tentang upaya aplikatif terhadap prevensi dalam sexual parenting dan hasil survey mahasiswa, dengan harapan dapat memberikan solusi bagi orangtua. KAJIAN 1. Remaja Remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja terdiri dari masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun (Monks, et al. 2002). Masa remaja disebut juga sebagai periode perubahan, tingkat perubahan dalam sikap, dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan perubahan fisik (Hurlock, 2004). Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 43 Rentang usia remaja menurut beberapa tokoh memiliki perbedaan. Namun rata-rata masa remaja dimulai sejak usia 10 sampai 13 dan berakhir pada usia 18 sampai 22 tahun, karena situasi budaya dan sejarah membatasi kita dalam menentukan rentang usia remaja. Menurut tahapan perkembangan Erikson, masa remaja yaitu usia 10-20 tahun berada pada tahap perkembangan identity versus identity confusion dimana individu diharapkan menemukan siapa mereka, mereka sebetulnya apa dan kemana mereka menuju dalam hidupnya. Menurut tahap perkembangan kognitif dari Jean Piaget, masa remaja berada pada tahap operasional formal yaitu usia 11-15 tahun dimana pada masa ini remaja akan bernalar secara lebih abstrak dan logis, pikiran menjadi lebih idealistik. Sedangkan menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Sementara menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Hurlock (2000) mengatakan bahwa masa remaja diidentikan sebagai periode perubahan yang bersifat universal, yaitu: meningginya emosi, perubahan tubuh, berubahnya minat dan pola perilaku, dan konflik batin menuju pembentukan identitas diri. Zulkifli (2005) mengemukakan tentang tugas perkembangan masa remaja yaitu: bergaul dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin, mencapai peranan social sebagai pria atau wanita, menerima keadaan fisik sendiri, memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan, serta memilih pasangan dan mempersiapkan diri untuk berkeluarga. Permasalahan yang muncul pada remaja membuat masyarakat mengeluarkan berbagai norma yang sebenarnya tidak ada, keluhan-keluhan terlontarkan dari masyarakat dan lingkungan sekitar, tetapi ada juga remaja yang tidak melakukan dan menganggap suatu status hubungan teman menjadi status yang lebih dekat atau pacaran. Anggraeni dan Wulandari (2006) mengkategorikan remaja yang tidak pacaran, sebagai remaja yang idealis, agamis, pembelajaran, tradisional, berorientasi berprestasi, berorientasi komunitas/kelompok, introvert (tertutup dan pemalu, memiliki label ‘tidak gaul’), idealis yaitu tidak mau pacaran sebelum mencapai tujuan tertentu, traumatik (mengalami trauma atas masa pacaran sebelumnya), neurotik (mengalami gangguan). Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 44 2. Pacaran Masa pacaran dianggap sebagai masa pendekatan antar individu dari kedua lawan jenis, yaitu ditandai dengan saling pengenalan pribadi baik kekurangan dan kelebihan dari masing-masing individu (Dariyo, 2004). Pacaran dianggap sebagai masa persiapan individu untuk dapat memasuki masa pertunangan dan masa pernikahan (Santrock,1998) dalam buku psikologi perkembangan remaja. Pacaran bisa diartikan sbg masa penjajakan atau pendekatan yang dilakukan sepasang insan berlainan jenis, diawali dengan saling mengikrarkan cinta untuk saling berbagi cinta dan kasih sayang (Gisymar, 2005). Ketertarikan mereka lebih banyak dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan kecantikan atau ketampanan fisik. Daya tarik remaja perempuan ada pada penampilan umum, wajah, mata, tinggi badan, bentuk badan, payudara, bibir, pundak, dagu, dan rambut. Sementara daya tarik remaja laki-laki ada pada wajah, penampilan umum, hidung, dagu, tinggi badan, berat badan, mulut, mata, pundak dan rambut. Perbedaan karakteristik tersebut biasanya dijadikan patokan utama oleh remaja dalam mencari pacar. Dariyo (2004) mengutip pendapat Paul dan White, ahli psikologi perkembangan remaja menyatakan 8 fungsi pacaran. Menurutnya pacaran berfungsi sebagai: 1) masa rekreasi, 2) sumber status dan prestasi, 3) proses sosialisI, 4) melibatkan kemampuan untuk bergaul secara intim, akrab, terbuka, dan bersedia untuk melayani atau membantu individu lain jenis, 5) penyesuaian normatif, 6) masa sharing yaitu mengekspresikan perasaan, pemikiran atau pengalaman, 7) masa perkembangan identitas, 8) masa pemikiran pasangan hidup. 3. Perilaku Seksual Perilaku seksual merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari remaja yang berpacaran, Remaja menganggap perilaku seksual merupakan hal yang mudah ditiru dalam berpacaran. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didoring oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwono, 1991). Bentuk dan perilaku seksual bisa bermacam-macam mulai dari pacaran tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Perilaku seksual remaja merupakan perilaku yang muncul dari remaja sehingga manifestasi dari perkembangan dan mulai berfungsinya organorgan seksual remaja (Hurlock, 2000). Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 45 Kartono (1981) mengatakan bahwa energi psikis tidak hanya bertingkah laku di bidang seks saja, yaitu melakukan relasi seksuil atau bersenggama, akan tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan nonseksuil, seperti berprestasi di bidang ilmiah, seni, melakukan tugas-tugas moril, perilaku seksual yang bertentangan dengan norma agama pada remaja disebabkan oleh merosotnya kepercayaan pada agama. Agama tidak begitu berpengaruh lansung pada tingkah laku seksual masing-masing individu pada remaja, akan tetapi dalam masyarakat di mana agama masih dijadikan norma masyarakat, ada semacam mekanisme kontrol seksual yang mengurangi kemungkinan seseorang melakukan tindakan seksual di luar batas ketentuan agama. Hurlock (2000) mengatakan bahwa seorang remaja berkencan dijabarkan antara lain sebagai hiburan, sosialisasi, status, masa pacaran, dan pemilihan hidup. Zaman sekarang banyak hal mengejutkan yang justru dibanggakan oleh remaja yang berpacaran tanpa malu dan ragu menceritakan apa yang dialami bersama pacarnya terhadap teman sesama remaja. Remaja berpacaran memiliki keyakina untuk harus melakukan perilaku seksual karena semua orang melakukannya. Perilaku ini mirip ungkapan dari hubungan yang bermakna yang memenuhi kebutuhan semua remaja untuk mengadakan hubungan yang intim dengan pacarnya. 4. Perilaku Seksual dalam Berpacaran Masa remaja yang merupakan periode peralihan ke masa dewasa dimana mereka mulai mempersiapkan diri menuju persiapan perkawinan, secara alamiah akan menampilkan perilaku dan aspek seksualnya. Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong dengan hasrat seksual, yaitu dengan lawan jenisnya (Sarwono, 2000). Saat remaja berpacaran, terdapat kecenderungan terbangun nuansa romantisme yang kemudian meningkatkan tingkat perilaku seksual dari tahap sentuhan ringan hingga yang paling berat misalnya hubungan seksual. HASIL SURVEY 1. Hasil survey Siswi Anggreni dan Kinanti Ayu Wulandari terhadap 50 pelajar SLTP, SLTA, dan mahasiswa berusia 13 -21 tahun, tentang pacaran dan gaya boncengan sebagai pola berpacaran di Purwokerto, ditemukan hal-hal sebagai berikut: Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 46 a. Waktu berboncengan motor. Waktu favorit untuk pacaran adalah siang dan malam hari, untuk yang pasangannya berada dalam satu lingkungan pendidikan yang sama memilih waktu pagi hari ketika berpacaran. Pemilihan waktu siang dan malam hari untuk berpacaran, karena waktu tersebut merupakan suasana yang mereka anggap nyaman untuk melakukan boncengan dalam dalam berpacaran. Sementara pagi hari menjadi waktu favorit bagi remaja yang berada dalam lingkungan yang sama untuk dapat sering melakukan berboncengan setiap saat beraktivitas rutin antar jemput. b. Tempat favorit pacaran dengan berboncengan motor adalah : 1) Pasangan remaja (SLTP): gedung olah raga (6 pasang), alun-alun kota (5 pasang), kolam renang ( 2 pasang), objek wisata sungai ( 3 pasang), objek wisata pantai ( 2 pasang). 2) Pasangan remaja (SLTA): gedung olah raga ( 9 pasang), alun-alun kota (8 pasang), bioskop (6 pasang), kontrakan (1 pasang), objek wisata sungai (4 pasang) , café (2 pasang). 3) Pasangan remaja (mahasiswa): kos/kontrakan (10 pasang), bioskop (8 pasang), alun-alun kota (5 pasang), café (4 pasang), gedung olah raga (3 pasang), objek wisata sungai (2 pasang). Makna dari temuan kuantitatif tersebut adalah, pasangan remaja SLTP dan SLTA lebih memilih gedung olah raga (GOR) sebagai tempat favorit saat berpacaran dengan berboncengan dengan alasan GOR berarea luas dan cenderung sepi sebagai tempat favorit dalam berpacaran, apalagi tempat tersebut sudah memiliki image sebagai tempat berpacaran. Sedangkan mahasiswa memilih tempat kos sebagai tempat favorit untuk berpacaran dengan alasan di tempat kos lebih merasa bebas dan nyaman dalam melakukan perilaku seksual yang mereka inginkan, apalagi tidak induk semangnya tidak berada di kos tersebut. Motor merupakan kendaraan favorit mahasiswa untuk beraktivitas antar jemput dan sesekali berekreasi ke tempat-tempat tertentu. 2. Survey oleh 53 mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2009 terhadap 105 responden tentang perilaku seksual mahasiswa berpacaran di kota X, berdasarkan tempat tinggal atau inhouse dating. Hasilnya adalah : Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 47 Jumlah terbesar responden memilih rumah pribadi untuk menjadi lokasi favorit tempat melakukan kencan. Sebagian responden yang memiliki kamar kos memilih tempat sewaan tersebut sebagai lokasi kencan atau berpacaran yang favorit. Menariknya, meskipun beberapa di antara responden memiliki tempat tinggal pribadi mereka memilih hotel untuk berkencan dengan dalih agar tidak terganggu aktivitas berpacaran. Fasilitas Umum/ Outhouse Dating favorit saat berpacaran adalah alunalun kota, gedung olah raga, area kampus, warnet, rumah makan/kafe, tempat belanja, karaoke dan taman kota. Dari tempat-tempat itu sebagian besar memilih alun-alun kota, rumah makan/cafe sebagai tempat yang nyaman untuk berpacaran. Tempat Wisata/ Outhouse Dating, meliputi gunung, pantai, sungai, bioskop, wahana air. Dari tempat-tempat itu objek wisata di pegunungan dan pantai menjadi tempat favorit dalam berpacaran. Hasil survey melalui wawancara menemukan : a. Mahasiswa berpacaran di kota X rata-rata memiliki usia berpacaran 1,5 tahun. b. Mahasiswa berpacaran di kota X rata-rata pertama kali berpacaran saat duduk di bangku SLTP. c. Rata-rata pengalaman mahasiswa berpacaran di kota X dengan pacar sebelumnya adalah melakukan ciuman bibir. d. Media komunikasi yang digunakan mahasiswa berpacaran di kota X dalam berpacaran rata rata adalah telepon. e. Rata rata waktu favorit mahasiswa berpacaran di kota X dalam berpacaran adalah pada saat malam hari. f. Interaksi bertemu pacar mahasiswa berpacaran di kota X rata rata 3 kali dalam seminggu Selain itu itu ditemukan juga tentang adanya pacaran jarak jauh (long distance). Perilaku seksual saat berpacaran adalah dengan dating (kencan jarak jauh) yang dilakukan menggunakan media komunikasi dan teknologi seperti: telepon (sex telephone); live chatting (misalnya skype); chatting (layanan media sosial seperti facebook, layanan smartphone seperti BBM, SMS, dan sebagainya). Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 48 PREVENTION PARENTING Secara umum upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran sulit digambarkan mengingat pola perilaku seksual dan berpacaran sangat variatif dan belum ada satu pun penelitian yang sudah memetakan secara konseptual. Padahal fenomena perilaku seksual dalam berpacaran merupakan fenomena keseharian yang nyata terjadi dan sering terlihat di depan mata. Sebagai upaya prevensi (pencegahan) dalam parenting kepada putraputri remajanya, penulis berusaha menciptakan suatu gagasan tertulis berdasarkan pola yang ditemukan dalam gaya berpacaran remaja saat ini. Pertama, memperkuat konsep diri dan religiusotas. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya (Hurlock, 2005), sedangkan religiusitas merupakan sistem timbul, nilai, keyakinan dan sistem perilaku yang terlembaga yang semuanya terpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (Ancok dan Suroso, 2005). Beberapa hal yang harus diadvisory dan dimodelkan kepada remaja yaitu : 1. Affiliation style (gaya bergaul), dressing style (gaya berpakaian), communication style (gaya berbicara), ettiquette style (gaya bersopan santun), dan driving style (gaya berkendaraan). 2. Memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang sehat. Konsep pacaran berdasarkan model triangulasi cinta Stenberg, yang memiliki 3 komponen utama, yaitu : 1) komponen intimacy (kedekatan fisik): mengacu pada perasaan akan kedekatan hati (closeness), keterkaitan (connectedness), dan keterikatan (boundedness) dalam hubungan cinta (Sternberg & Grajek, 1984). Komponen intimacy terhadap seseorang yang dicintai, 2) komponen passion (gairah/nafsu): mengacu pada keromantisan, ketertarikan fisik, pemenuhan kebutuhan biologis, dan fenomena terkait dalam menjalin hubungan cinta, 3) komponen decision/commitment (perjanjian/komitmen): keputusan untuk mencintai seseorang dan dalam jangka panjang berarti komitmen untuk saling menjaga cinta masing-masing pasangan, dan biasanya diakhiri dengan pernikahan. Untuk cinta berdasarkan teori triangulasi cinta dari Sternberg (www.e-psikologi.com), penulis berpendapat bahwa di dalam konsep pacaran remaja sebaiknya menampilkan companionate love yang tidak melibatkan passion (gairah seksual). Artinya, passion merupakan sesuatu yang harus direduksi seminimal mungkin selama proses berpacaran. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 49 Sementara jenis percintaan dalam tataran consummate love (cinta sejati) sangat tepat diterapkan dan dimiliki oleh pasangan yang sudah menikah. 3. Melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja lakukan, di antaranya: a. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran yang sifatnya inhouse dating yaitu dengan mendesain tata ruangan agar tidak aman untuk berkencan, seperti: tempat duduk yang single (bukan sofa), ada meja di antaranya, penerangan yang terang, biasa dilewati oleh lalu lalang anggota keluarga, berdekatan dengan ruang keluarga, memiliki jam bertamu yang harus ditaati. Selain itu juga mendesain “orang ketiga” (hidden supervision). Pihak ketiga sebagai hidden supervisor seperti: orang tua, anggota keluarga, atau stake holder seperti pembantu rumah tangga. b. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam Berpacaran yang sifatnya Outhouse Dating yaitu dengan membudayakan pamit dan tanggung jawab, memberi panduan gaya berboncengan beretika yaitu gaya berboncengan jaga jarak dan standard (Anggraeni dan Wulandari (2004), memantau posisi/lokasi kencan sesekali, mengevaluasi outhouse dating dalam bentuk diskusi c. Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran yang sifatnya longdistance dating yaitu dengan membudayakan keterbukaan sebab d. kedekatan orangtua dengan anak akan membangun upaya preventif dalam hal yang lain untuk jangka waktu yang panjang, memantau intensitas chatting e. Biasanya intensitas chatting yang tinggi, diikuti dengan percakapanpercakapan “remeh”, salah satunya tentang percakapan yang menyinggung tentang perilaku seksual secara verbal bahkan sampai ke aktivitas seksual virtual, memantau gaya bahasa. Gaya bahasa yang dipakai akan berpengaruh terhadap dan bisa dipengaruhi oleh percakapan dalam chatting, misalnya referensi (pengetahuan) tentang aktivitas seksual. Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 50 KESIMPULAN Penulis membagi solusi untuk mencegah dan mengurangi pola perilaku seksual pada saat berpacaran, yaitu : Pertama, memperkuat konsep diri dan religiusitas, Kedua, memberikan konsep pacaran dan konsep pacaran yang sehat, Ketiga, melakukan upaya-upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran dalam pola-pola berkencan (dating) yang remaja lakukan, di antaranya: 1. In House Dating, yang biasa dilakukan di rumah pribadi atau sewa, kos atau kontrakan, perlu didesain tata ruang yang mengarahkan pada kencan aman dan adanya hidden supervision. 2. Out House Dating, seperti di tempat umum dan taman (alun-alun, area sport center, kampus, kolam renang, dan sebagainya), tempat umum yang private (gasibu rumah makan, bilik warnet, ruang karaoke, dan sebagainya), tempat khusus yang sepi (pesawahan, perkebunan, hutan, dan sebagainya), pada saat berboncengan, dan di dalam mobil. Untuk itu sebagai upaya preventif diperlukan budaya pamit dan tanggung jawab, panduan gaya berboncengan beretika, pemantauan posisi/lokasi kencan sesekali, dan mengevaluasi outhouse dating. 3. Long Distance Dating, yaitu perilaku seksual berpacaran long distance dating (kencan jarak jauh) biasa dilakukan menggunakan media komunikasi dan teknologi sebagai berikut: telepon, live chatting (misalnya skype), dan Chatting (layanan media sosial seperti facebook, layanan smartphone seperti BBM, short message service/SMS, dan sebagainya). Upaya mencegah dan mengurangi perilaku seksual dalam berpacaran yang sifatnya Longdistance Dating, dilakukan dengan membudayakan keterbukaan, memantau intensitas chatting, dan memantau gaya bahasa. SARAN Melihat kondisi yang demikian maka saran yang dapat diberikan penulis sebagai berikut : 1. Artikel ilmiah dan gagasan tertulis ini bukan dianjurkan pada keluarga yang memiliki religiusitas dan masih memegang tatanan ketimuran yang kental. 2. Kepada remaja berpacaran hendaknya agar memperkokoh benteng moral, iman, serta menerapkan norma agama untuk dapat menahan Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 51 keinginan serta menjaga perilaku pada saat di rumah maupun di luar rumah. 3. Kepada orang tua hendaknya memahami, memantau, dan mengontrol perilaku dan pergaulan anak remajanya pada saat berada di dalam dan di luar rumah. Memberi nasehat sebelum bepergian dengan pacarnya dan memberi peringatan apabila remaja mulai menampakkan aktivitas seksual dalam berpacaran, bisa meminimalisir perilaku seksual yang tidak pada tempatnya. DAFTAR PUSTAKA Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar Anggraeni, Siswi dan Wulandari, K.A. 2007. Perilaku Seksual pada saat Berboncengan pada Remaja Berpacaran. Karya Tulis. (Tidak Diterbitkan). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Dariyo, A. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor: Penerbit Ekalia Indonesia Gisymar, S. 2005. Mitos Pacaran. Yogyakarta : Amor Book. Hurlock, E.B. 2000. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Penerbit Erlangga Monks, F. J, dkk. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Poerwadarminta, W. J. S. 1997. Kamus Besar Bahasa Indionesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Rahmawati, A. N. 2005. Perilaku Seksual Mahasiswa di Purwokerto. Karya Tulis. (Tidak Diterbitkan). Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Sarwono, S. W. 1991. Psikologi Remaja. Jakarta: CV. Rajawali Wijayanto, 1. ______2000. Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Rajawali Garfindo Persada Wibowo. 2004. Pacaran: antara Naksir, Suka, Simpati, dan Cinta. Makalah (tidak diterbitkan). Purwokerto: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Wijayanto, I. 2004. Campus Fresh Chicken. Yogyakarta: Qalam Seminar Nasional : Parenting and Education About Sex 52