Uploaded by User37272

BAB 1

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat
berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan
oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan
masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif
dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral
dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan.
Anak jalanan di identikkan bahkan sama dengan fakir miskin
dan anak terlantar. Dikatakan fakir miskin karena mereka memang
hidup dari keluarga yang sangat miskin tidak berkecukupan dan hidup
menderita. Layak dikatakan anak terlantar yang terlihat dari
keseharian mereka dimana anak-anak tersebut sama sekali tidak
mendapat perhatian dari orang tuanya, mereka di terlantarkan dan
dibiarkan berjibaku mencari kehidupan di alam bebas tanpa
memperhitungkan bahaya dan dampak terhadap masa depan si anak.
Sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Negara mempunyai tanggung jawab
1
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan dengan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara bertanggung jawab
untuk memelihara fakir miskin guna memenuhi kebutuhan dasar yang
layak bagi kemanusiaan.
Untuk melaksanakan tanggung jawab Negara sebagaimana
dimaksud tersebut, diperlukan kebijakan pembangunan nasional yang
berpihak
pada
fakir
miskin
secara
terencana,
terarah,
dan
berkelanjutan. Mengenai pemenuhan kebutuhan dasar bagi fakir
miskin
masih
tersebar
dalam
berbagai
peraturan
perundang-
undangan, sehingga diperlukan pengaturan penanganan fakir miskin
yang terintegrasi dan terkoordinasi.Tujuan pembangunan nasional
pada dasarnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan seluruh masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, oleh sebab pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya haruslah dimulai sedini mungkin yakni dari anak
dan bahkan dimulai sejak ia dalam kandungan ibu.
Fenomena merebaknya anak terlantar di Indonesia merupakan
persoalan sosial yang komplek. Hidup menjadi anak terlantar memang
bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka
berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan jelas, dan
keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak
pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian terhadap
2
nasib anak terlantar tampaknya belum begitu besar dan solutif.
Padahal mereka adalah saudara kita. Dari tahun ke tahun jumlah anak
terlantar semakin meningkat, menunjukkan bahwa kualitas hidup dan
masa depan anak- anak sangat memperihatinkan, padahal mereka
adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan
bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan,
berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang menggembirakan.
Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita
mengalami lost generation (generasi yang hilang).
Anak merupakan potensi bangsa sehingga perlu dipersiapkan
dan dikembangkan untuk kematangan pribadinya, agar kemudian
dapat berperan serta dan memberikan sumbangan nyata kepada
kepentingan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Saat ini tidak sedikit anak-anak yang berkeliaran di jalan: di
sudut-sudut lampu merah. Tidak sekadar berkeliaran, lebih dari itu,
mereka menjadikan jalanan sebagai tempat hidup dan menghabiskan
hari-hari mereka di jalanan. Mengemis adalah salah satu pilihan yang
dilakukan
oleh
anak
jalanan
di
samping
loper
koran.
Anak-anak jalanan ini tidak tahu dan tidak mau tahu apakah berdirinya
bangunan-bangunan megah, mall, restoran, cafe, bisa merembes ikut
mengubah nasib mereka. Anak-anak jalanan sebagai aktor yang
melakoni sudut-sudut jalan, juga tidak pernah berpikir mengenai,
misalnya, peraturan, rambu-rambu, atau kenyamanan pengguna jalan.
3
Bagi mereka yang penting adalah bagaimana mereka bisa mengais
rezeki di jalan.
Fakta membuktikan bahwa keberadaan anak-anak jalanan itu
menjadi ruang eksploitatif bagi preman. Bahkan, banyak kasus
perdagangan
anak
yang
menimpa
anak
jalanan.
Selain
itu,
keberadaan mereka juga cenderung akrab dengan tindak kriminal,
mereka juga rentan terkena virus narkoba, free sex, dan penyakit
moral lainnya yang menghancurkan masa depan anak bangsa.
Tentunya, kita mesti prihatin akan kondisi generasi penerus bangsa
tersebut, di tengah sistem kehidupan yang semakin global ini, apa
jadinya bila sebagian besar anak-anak Indonesia tidak sekolah dan
terus-terusan hidup di jalan.
Kita semua tahu, anak, termasuk anak-anak jalanan ini adalah
penerus cita-cita bangsa. Anak-anak ini bahkan gambaran masa
depan
suatu
bangsa
dan
calon
pemegang
tongkat
estafet
kepemimpinan negeri ini nantinya. Kesejahteraan anak-anak ini,
menurut
penulis,
dengan
demikian
perlu
diperhatikan.
Perhatian pada masa depan anak-anak ini tentunya bukan dengan
bentuk seremonial, seperti peringatan hari anak nasional yang tiap
tahunnya kita peringati. Anak-anak harus mendapat perhatian lebih
dari sekadar seremonial ini. Sebagai insan yang belum dapat berdiri
sendiri, perlu diadakan suatu usaha kesejahteraan anak agar dapat
4
anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar, baik secara rohani,
jasmani maupun sosial.
Salah satu usaha dalam rangka pembinaan kesejahteraan anak
adalah dengan melakukan pengawasan terhadap pertumbuhan,
perkembangan dan pemeliharaan anak. Usaha untuk mewujudkan
kesejahteraan anak tersebut pertama-tama dan utama menjadi
tanggung jawab orang tua.
Namun demikian, mengingat tingkat penghidupan bangsa
Indonesia yang beraneka ragam tingkatannya, maka belum semua
anak dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara
rohani, jasmani dan sosialnya, mereka itu adalah anak yang
mempunyai masalah yang demikian luas dan kompleks, diantaranya
adalah anak terlantar.
Anak jalanan juga merupakan salah satu aset yang sangat
berharga untuk menjadi penerus Indonesia di masa yang akan datang.
Sebagian besar hidup anak-anak tersebut ada di jalanan yang
notabene
merupakan
kehidupan
yang
keras,
sehingga
tidak
mengherankan jika mereka memiliki perilaku dan moral yang sedikit
berbeda
dari
anak
seusianya.
Bagi
sebagian
besar
orang
beranggapan bahwa anak jalanan cukup meresahkan pengguna jalan.
Tetapi mereka hanyalah anak-anak yang masih belum mengerti apaapa, yang mereka bisa lakukan adalah bagaimana caranya mencari
sesuap nasi di jalanan agar bisa menyambung hidupnya. Mereka juga
5
punya mimpi yang sama seperti anak-anak lainnya, mereka ingin
bersekolah dan bercita-cita setinggi mungkin, namun hal itu hanyalah
sebuah angan-angan belaka karena mereka harus menghadapi realita
yang ada yaitu kemiskinan. Sehingga keinginan tersebut mereka
pendam.
Melihat
kondisi
anak
jalanan
tersebut
sungguh
sangat
memprihatinkan, jika hal itu tetap berlangsung, maka apa jadinya
wajah Indonesia yang akan datang. Sekarang bukan lagi waktunya
untuk saling menyalahkan dan menuntut semuanya sebab hal itu tidak
akan bisa menjadi lebih baik tapi nantinya malah memperburuk
keadaan. Ini adalah masalah bersama dan penyelesaiannya pun juga
perlu bersama dan perlu banyak kesadaran diri dari setiap individu
untuk bisa mengubah kondisi yang seperti itu. Di sinilah peran dan
fungsi mahasiswa seharusnya bisa berjalan. Mahasiswa sebagai
“Control Sosial” diharapkan bisa mengontrol lingkungan sekitarnya
agar bisa menjadi lebih baik. Sehingga secara tidak langsung
mahasiswa juga berperan sebagai “Agent of Change” yang nantinya
dapat memberikan perubahan bagi Indonesia. Perubahan tersebut
tidaklah harus dikerjakan dari sesuatu yang besar tapi bisa juga
dimulai dari sesuatu yang kecil yang berada di sekitar kita. Hal konkrit
yang bisa dilakukan adalah membawa sedikit sinar harapan bagi anak
jalanan.
6
Masalah anak terlantar adalah salah satu masalah nasional
yang memerlukan upaya penanganan secara bersama-sama, baik
oleh pemerintah maupun masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh
UUD 1945 padal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara
oleh negara.
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah merupakan harapan dan
cita-cita seorang anak. Tidak ada seorang anakpun yang dilahirkan
bercita-cita menjadi anak jalanan. Anak merupakan bagian dari
komunitas seluruh manusia di muka bumi. Tanpa terkecuali anak
jalanan. Mereka bukan binatang, sampah, atau kotoran yang
menjijikkan. Anak jalanan juga manusia yang mempunyai rasa dan
hati.
Dikejar-kejar, ditangkap, diboyong ke truk secara paksa,
diinterogasi bersama-sama dengan preman, pencuri, perampok,
bahkan pembunuh tanpa memikirkan bagaimana cara
hak-hak
mereka bisa terpenuhi. Usaha-usaha represif haruslah dihindari dan
menjadi cara terakhir dalam menertibkan anak jalanan. Cara tersebut
sangat tidak baik bagi perkembangan mental anak. Pencegahan
merupakan cara yang terbaik dalam mengatasi anak jalanan. Apabila
faktor-faktor yang menyebabkan mereka turun ke jalanan dapat
diminimalisir maka bukan tidak mungkin pula aktifitas anak jalanan
dapat berkurang.
Mengingat meningkatnya jumlah anak jalanan dari tahun ke
tahun tentulah menuntut kita sebagai manusia ber-ideologi Pancasila
7
untuk menemukan solusinya. Tentu saja solusi yang dimaksud adalah
suatu solusi yang manusiawi dan baik bagi mereka bukan saja
semata-mata baik bagi kita atau pemerintah.
Namun, masalah anak jalanan ini tidak hanya menjadi
tanggungjawab pemerintah dalam memberantasnya. Sebagai bagian
dari realitas sosial, dukungan masyarakat juga sangat dibutuhkan
disini. Peranan pranata sosial seperti keluarga, organisasi pemuda
dan masyarakat, maupun LSM yang bergerak di bidang sosial sangat
dibutuhkan disini. Dengan bersinerginya berbagai komponen ini, maka
komunitas mereka bisa diminimalisir sehingga mereka tidak perlu lagi
berpikiran untuk melakukan kegiatan ekonomi dijalanan lagi. Anakanak ini bisa mengenyam pendidikan, memperoleh pengetahuan
tentang etika dan moral yang nantinya akan melahirkan generasi yang
berkualitas dan beradab.
Masalah anak terlantar ini juga merupakan salah satu masalah
yang semakin hari semakin luas dan sangat kompleks di Kelurahan
Malimongan Baru Kecamatan Bontoala Kota Makassar, apabila tidak
ditangani secara bersama-sama maka anak-anak tersebut akan
menjadi
beban,
baik
terhadap
keluarga,
maupun
masyarakat
disekitarnya, karena tidak mampu menjalankan fungsi sosialnya
secara wajar.
8
Oleh sebab itu, anak terlantar memerlukan kepedulian / upaya
penanganan
secara
konprehensif
dari
kalangan
masyarakat
Kelurahan Malimongan Baru itu sendiri.
Penelitian dan pembahasan kepedulian masyarakat terhadap
kelompok anak terlantar perlu dilakukan guna memperoleh gambaran
umum mengenai tanggung jawab sosial masyarakat Kelurahan
Malimongan Baru yang dilakukan terhadap anak terlantar.
Berdasarkan uraian singkat di atas, penulis akan menguraikan
hal-hal yang menjadi alasan dalam memilih judul “Studi Tentang
Kepedulian Masyarakat Terhadap Anak Terlantar” sebagai obyek
pembahasan dalam penyusunan skripsi ini.
Adapun hal-hal yang mendorong penulis untuk memilih judul
tersebut di identifikasikan sebagai berikut :
1. Pembinaan anak merupakan tanggung jawab utama dan pertama
adalah orang tua dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya baik
kebutuhan jasmani, kebutuhan rohani maupun kebutuhan sosial.
Namun tidak semua orang tua mampu untuk memenuhi kebutuhan
tersebut, yang disebabkan oleh berbagai macam persoalan antara
lain : kemiskinan, kematian orange tua mereka,keretakan keluarga,
dan lain-lain, sehingga anak-anak menjadi terlantar. Oleh sebab itu
upaya pembinaan anak terlantar harus dilakukan oleh masyarakat
melalui
berbagai
aspek
misalnya
aspek
pendidikan
dan
keterampilan, agama, dan lain-lain, agar anak terlantar tersebut
9
dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara rohani,
jasmani maupun sosial.
2. Keberadaan anak terlantar di Kelurahan Malimongan Baru
semakin hari semakin luas dan kompleks yang dapat dilihat dari
kondisi yang sangat memprihatinkan seperti :
a. Banyaknya anak usia sekolah yang tidak dapat menikmati
pendidikan sampai ke tingkat SLTA.
b. Masih adanya anak yang mengalami kekurangan gizi.
c. Masih
adanya
anak
yang
tidak
mampu
menamatkan
pendidikannya di SD dan SMP (putus sekolah).
Kondisi tersebut mengakibatkan anak berperilaku menyimpang
seperti : mencuri, mabuk-mabukan, perjudian dan perkelahian yang
menyebabkan jatuh korban luka-luka bagi anak laki-laki dan pergaulan
bebas baik laki-laki maupun perempuan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut telah terlihat
bahwa masalah anak terlantar memerlukan upaya penanganan secara
konprehensif terutama dari kalangan masyarakat. Oleh sebab itu
penulis
menjabarkan
masalah-masalah
tersebut
dalam
bentuk
rumusan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi
sebagai berikut :
10
1. Bagaimana bentuk kepedulian masyarakat terhadap kelompok
anak terlantar.
2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kepedulian masyarakat
terhadap kelompok anak terlantar.
3. Bagaimana hasil pelaksanaan kepedulian masyarakat terhadap
kelompok anak terlantar.
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan dengan seperangkat tujuan yang
ingin dicapai, dan disertai dengan harapan-harapan dan kegunaan.
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bentuk pelaksanaan kepedulian masyarakat
terhadap kelompok anak terlantar.
b. Untuk mengetahui factor-faktor apa yang mempengaruhi
pelaksanaan kepedulian masyarakat terhadap kelompok anak
terlantar.
c. Untuk mengetahui hasil pelaksanaan kepedulian masyarakat
terhadap kelompok anak terlantar.
2. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan :
a. Sebagai bahan untuk pengembangan teori bidang Ilmu
Pengetahuan Kesejahteraan Sosial.
11
b. Sebagai bahan dasar bagi penentu kebijaksanaan dalam
mengambil kebijakan yang berhubungan dengan kesejahteraan
sosial.
c. Sebagai bahan masukan bagi pihak penyelenggara usahausaha kesejahteraan sosial.
d. Sebagai bahan masukan bagi pihak lain yang berminat meneliti
masalah ini lebih lanjut.
12
Download