I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa merupakan tanaman yang memiliki batang tegak dan lurus yang memiliki banyak manfaat, sehingga sering dijuluki tanaman kehidupan atau “Tree of life” (Asnawi dan Darwis 1988; Tenda dan Kamaunang, 2007). Khususnya bagi masyarakat di Bali kelapa memiliki manfaat penting bagi fungsi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat di Bali seperti sebagai bahan bangunan, kebutuhan pangan, kerajinan tangan, obat (usada) dan sebagai bahan upakara. Berdasarkan kegunaannya kelapa di Bali dibedakan menjadi dua kelompok kelapa (nyuh = kelapa dalam bahasa Bali): Kelapa Biasa adalah kelapa Dalam yang sering dimanfaatkan untuk bahan baku minyak goreng, kopra, bahan kerajinan dan lain-lainnya. Kelapa yang memiliki keunikan dari segi morfologi dan diberi nama sesuai ciri khususnya Bali disebut kelapa Madan yang digunakan untuk bahan obat (usada) serta bahan upakara Padudusan Agung misalnya kelapa Bingin, Bojog, Bejulit, Sudamala, Surya, Rangda, Ancak, Kapas, Gadang, Gading dan Udang (Kriswiyanti, 2013a). Masyarakat di Bali tidak banyak mengenali ragam kelapa Madan, karena kelapa tersebut tidak tersebar luas hanya terdapat dibeberapa daerah saja, selain itu kelapa Madan memiliki lebih dari satu nama lokal dalam satu ragam (Kriswiyanti, 2013a), oleh karena itu masih perlu dilakukan pemetaan dan karakterisasi morfologi khususnya pada daerah penghasil kelapa Madan, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengenali dan mendapatkannya. Salah satu kecamatan yang daerahnya banyak menghasilkan kelapa Madan adalah kecamatan Manggis. Kelapa Madan diperkirakan memiliki banyak ragam tetapi populasinya sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian molekuler yang dapat menunjang karakter morfologi dan anatomi dalam usaha karakterisasi masingmasing ragam kelapa Madan. Pengujian secara molekuler akan mampu mengungkap tidak saja keragaman genetik juga mengungkap tingkat kekerabatan dari masing-masing ragam kelapa madan tersebut. 1 Penanda molekuler banyak digunakan dalam analisis keragaman genetik tanaman. Penanda DNA adalah bagian kecil dari DNA yang memperlihatkan polimorfisme sekuen pada individu-individu berbeda dalam satu spesies. Pendekatan genetika molekuler dengan menggunakan penanda DNA telah berhasil membentuk penanda molekuler yang mampu mendeteksi gen dan sifatsifat tertentu, evaluasi keragaman, kekerabatan dan evolusi pada tingkat genetik (Hoon-Lim et al., 1999; Pandin, 2008) Salah satu teknik penanda molekuler yang telah digunakan adalah penanda DNA mikrosatelit atau STR (Short Tandem Repeat). Penanda DNA mikrosatelit atau STR merupakan suatu urutan basa nitrogen (N) pendek pada DNA yang biasanya terdiri atas dua sampai lima basa N yang berulang-ulang tanpa tersela. Jumlah ulangan panjang DNA ini bervariasi tergantung individu dan diwariskan dari suatu generasi kepada generasi berikutnya (Yuwono, 2005). Penanda DNA ini bersifat kodominan sehingga sangat cocok untuk dijadikan sebagai penanda genetik (Prasetiyono dan Tasliah, 2008). Powell et al. (1996) dan Perera et al. (2000) menyatakan penanda DNA mikrosatelit ini suatu penanda DNA yang memiliki kemampuan dalam menganalisis keragaman genetik suatu populasi tanaman, karena dapat memberikan fenotipe polimorfik yang banyak dan dapat menganalisis aliran gen dari tetuanya. Variasi alel-alel DNA mikrosatelit yang terlihat merupakan kekhasan dari struktur genetik yang tersebar pada populasi tanaman. Penanda molekuler tersebut digunakan untuk mengamplifikasi DNA sampel dengan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction), sehingga dapat memperbanyak DNA yang diinginkan (Jamsari, 2008). Penggunaan penanda DNA mikrosatelit telah banyak digunakan pada penelitian tanaman kelapa untuk menganalisis ragam alel, keragaman genetik dan melacak tetua dari beberapa generasi (Lebrun et al., 2005; Pandin et al., 2008; Xiaolei et al., 2011; Kumar et al., 2011). Beberapa penelitian analisis DNA mikrosatelit menggunakan lokus CnCir A3, CNZ 21 dan CNZ 09 yaitu Konan et al. (2007) meneliti tentang keragaman kelapa Dalam menggunakan 12 primer. Ribeiro et al. (2010) menentukan keragaman genetik 195 tanaman dari 10 populasi kelapa di Brasil dengan menggunakan 13 pasang lokus). Lokus-lokus 2 tersebut juga telah digunakan untuk menganalisis keragaman kelapa Dalam di Bali dengan menggunakan 6 pasang primer (Kriswiyanti dkk., 2013b) Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui ragam alel serta menentukan kekerabatan dari kelapa Pudak, Padma, Bunga dan Bluluk di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali dengan menggunakan penanda DNA mikrosatelit sebagai informasi dasar untuk pemuliaan tanaman. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat dirumuskan adalah bagaimanakah ragam alel dan kekerabatan kelapa Pudak, Padma, Bluluk dan Bunga di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali berdasarkan tiga pasang primer penanda DNA mikrosatelit yaitu CnCir A3, CNZ 09 dan CNZ 21? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengetahui ragam alel dan kekerabatan kelapa Pudak, Padma, Bluluk dan Bunga di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali berdasarkan tiga pasang primer penanda DNA mikrosatelit yaitu CnCir A3, CNZ 09 dan CNZ 21. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ragam alel Pudak, Padma, Bluluk dan Bunga di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali berdasarkan tiga pasang primer penanda DNA mikrosatelit yaitu CnCir A3, CNZ 09 dan CNZ 21 sebagai dasar pertimbangan dalam konservasi plasma nutfah dan pemuliaan kelapa Madan di Bali. 3