HUBUNGAN TINGKAT KEAKTIFAN DENGAN PRASANGKA KETIKA PRESENTASI PADA MAHASISWA ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA STAMBUK 2018 TUGAS 2 METODE PENELITIAN SOSIAL Noniya Dewinta Anggi Ritonga NIM 180904074 DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 Latar Belakang Masalah 1. Situasi terkait dengan masalah yang ingin diteliti Dalam kehidupan sehari-hari sering sekali ditemui adanya rasa saling tidak memercayai atau tasa mencurigai satu sama lain. Duga-dugaan tentang tindakan atau sikap seseorang yang belum dilakukan dan belum terbukti kebenarannya sudah cukup berakar pada pribadi manusia. Hal ini kemudian tentunya bisa menjadi hambatan dalam berkomuikasi, dikarenakan sebelum melakukan interaksi individu sudah terlebih dahulu membuat duga-dugaan yang menjadi tembok pembatas antara komunikator dengan komunikan. Sehingga maksud yang ingin disampaikan oleh komunikator jadi tidak sepenuhnya dapat tersampaikan atau bahkan tidak tersampaikan sama sekali. Pun jika pesan tersebut sampai kepada komuikan dengan adanya duga-dugaan yang dibangun oleh komunikan atas dasar latar belakang komunikator, maksud pesan yang sesungghunya disampaikan oleh komunikator malah akan berbeda dengan pesan yang ditangkap oleh komunikan. Fenomena ini bisa dikaji melalui sub bab dalam Ilmu Komunikasi, yaitu Prasangka yang merupakan salah satu hambatan dalam berkomunikasi. Dan yang ingin diangkat penulis saat ini adalah prasangka yang terdapat dalam Teori Komunikasi Antar Pribadi. 2. Alasan ingin menelaah masalah secara mendalam Penulis ingin menelaah masalah ini secara mendalam karena penulis melihat adanya ketimpangan konsetrasi atau fokus audiens ketika melihat presentator yang aktif di kelas dan yang tidak aktif di kelas. Audiens memberikan perhatian lebih dan berusaha memahami materi yang disampaikan presentator aktif di kelas. Bahkan terkadang ditemui audiens yang benarbenar tidak perduli terhadap presentator karena dianggap tidak menarik. Beberapa kali juga penulis temui audiens langsung berprasangka bahwa presentator tersebut salah dan terus memberikan pertanyaan ataupun statmen yang menjatuhkan presentator. Prasangka inilah yang menjadi hambatan dalam penyampaian pesan dari presentator dengan audiens. Sehingga materi dan maksud yang ingin disampaikan presentator sudah lebih dulu terhalang oleh prasanga yang dibangun oleh audiens. Sehingga pesan yang ingin disampaikan presentator tidak terkirim dengan baik. Penulis ingin menemukan apakah terdapat hubungan antara tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi di kelas pada mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara stambuk 2018. Dan nantinya ketika sebab akibat dari permasalahaan ini sudah ditemukan oleh penulis, penulis akan mencoba mensinergikannya dengan teori-teori yang ada didalam Ilmu Komunikasi dan mencoba menemukan solusi dari permasalahan ini. 3. Hal-hal yang telah diketahui dan belum diketahui mengenai masalah yang diteliti Penulis mengetahui beberapa mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018 yang bisa dikategorikan termasuk dalam mahasiswa yang tidak begitu aktif di kelas. Dan penulis juga melakukan sedikit pegamatan mengenai alasan dibalik ketidak aktifan mahasiwa tersebut di kelas. Penulis melihat adanya ketimpangan sikap dan prilaku audeins antara presentator yang dipandang aktif dan tidak aktif di kelas. Penulis juga menemukan bahwa hal ini semakin berkurang intensitasnya seiring berjalannya waktu. Masalah ini sangat jelas terlihat ketika awal masuk perkulian atau semester pertama. Namun, penulis belum menemukan mengapa audiens memberikan prilaku yang berbeda terhadap presentator yang tidak aktif di kelas dan presentator yang aktif di kelas. Juga apakah terdapat huungan antara tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi di kelas mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara stambuk 2018. Dan penulis juga ingin mengetahui apakah permasalahan ini juga berhubungan dengan waktu yang sudah dilalui bersama-sama sebagai teman sekelas atau apakah hal ini akan menhilang dengan sedirinya seiring dengan berjalanya waktu. Hal ini lah yang melatarbelakangi ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian. 4. Pentingnya penelitian baik secara teoritis maupun praktis Penelitian ini penting dilakukan agar mengetahui hubungan tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi tugas pada mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018. Penelitian dilakukan sesuai dengan bidang keilmuan penulis, yang mana penelitian dilatar belakangi dengan prasangka sebagai kostrak. Prasangka yaitu salah satu hambatan dalam berkomunikasi pada hakikat komunikasi. Yang diharapkan nantinya setelah selesai melakukan penelitian ini, penulis dapat menemukan hubungan dan menyimpulkan penyebab timbulnya prasangka ini. Dan kemudian mampu memberikan solusi atas permasalahan ini demi mengurangi hambatan komunikasi yang terdapat di kelas mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018. Dimana solusi tersebut diharapkan mampu diterapkan dan membantu mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018 untuk bisa megurangi hambatan dalam berkomuikasinya. 5. Penelitian yang dilakukan dapat mengisi kekosongan yang ada (belum pernah diteliti) Sebelumnya penelitian tentang prasangka sudah cukup sering dilakukan. Sebagai salah satu contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Resti Amanda mahasiswa Universitas Negri Padang mengenai Hubungan Antara Prasangka Masyarakat Terhadap Muslimah Bercadar Dengan Jarak Sosial (Amanda, 2014). Penelitian tersebut kemudian menumbuhkan hasil uji korelasi kedua variabel menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara prasangka dan jarak sosial. Dengan demikinan hipotesis kerja yang dikemukakan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara prasangka dan jarak sosial dan hipotesis dapat diterima. Maka penelitian mengenai hubungan tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi tugas pada mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018 pula diharapkan mampu mengisi kekosongan yang ada, sebab penelitian dalam konteks dan lingkup ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Rumusan Masalah Berpijak pada latar belakang yang telah penulis paparkan di atas, maka rumusan masalah yang ada adalah : Apakah terdapat hubungan antara tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi pada mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara Stambuk 2018? Dan bagaimana mengkaji masalah tersebut dengan prasangka yang merupakan salah satu hambatan berkomunikasi sebagai konstrak? Tujuan Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : - Mengetahui hubungan tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi tugas pada mahasiswa Ilmu Komunikasi USU Stambuk 2018. - Mengkaji hubungan tingkat keaktifan dengan prasangka yang merupakan salah satu hambatan berkomunikasi sebagai konstrak - Pemenuhan tugas mata kuliah Metode Penelitian Sosial Manfaat Adapun manfaat dari peulisan makalah ini adalah sebagai berikut: - Menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai prasangka yang merupakan salah satu hambatan berkomunikasi Landasan Teori Interpersonal Communication (Komunikasi Antar Pribadi) Komunikasi anatar pribadi diartikan oleh Joseph A. Devito dalam bukunya “The Interpersonal Communication Book”. Devito, 1989: 4) sebagai : “Proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.” Berdasarkan definisi oleh Devito, komunikasi anatar pribadi dapat berlangsung antara dua orang yang memang melaukan interaksi berdua seperti pasutri yang sedang bercakap-cakap, dua orang yang menjalin hubungan asmara ataupun pertemanan atau antara dua orang dalam suatu pertemuan misalnya antara penyaji materi dengan salah seoramg peserta dalam seminar. Dalam komunikasi antar pribadi, proses komunikasi yang berlangsung memungkinkan terjadinya dialog yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda. Masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis ini nampak adanya upaya dari prilaku komunikasi untuk terjadinya pengertian bersama (Mutual Understanding) dan empati. Dalam hal ini, terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan oleh status ekonomi, melainkan berdasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang wajib, berhak, dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia. (Effendy, 2003) Demikian pun derajat keakraban dalam komunikasi antar pribadi dialogis pada situasi tertentu bisa berbeda. Komunikasi horizontal selalu menimbulkan derajat keakrabab yang lebih tinggi ketimbang komunikasi secara vertikal. Komunikasi vertikal adalah komunikasi antara orang-orang yang memiliki kesamaan dalam apa yang disebut Wilbur Schramm “Field of Experience” atau bidang pengalaman. Para pelaku komunikasi yang mempunyai kesamaan dalam field of experience itu adalah mereka yang sama atau hampir sama dalam tingkat pendidikan, jenis profesi atau pekerjaan, agama, bangsa, hobi, ideologi dan lain sebagainya. Misalnya, dua orang teman sekelas yang memiliki kesamaan dalam hobi dan ideologi akan lebih merasa cocok untuk berteman dekat daripada dengan orang yang tidak memiliki kesamaan. Prasangka Fenomena yang ingin penulis bahas dalam penelitian ini adalah prasagka. Prasagka merupaka salah satu hambatan yang cukup berat dalam proses komunikasi. Karena seseorag yang memiliki prasagka, sebelum melakukan komunikasi sudah menaruh curiga dan bahkan terkadang melakukan penetangan (Effedy, 2003). Dalam suatu prasangka, emosi yang memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar duga-dugaan yang kita bangun sendiri tanpa menggunakan pikiran secara rasional. Emosi ini pula sering kali membutakan pandangan dan pikiran kita terhadap fakta yang nyata. Dikarenakan prasangka sudah timbul dan diteruskan oleh individu, maka individu tersebut tak akan dapat berfikir secara objektif dan selalu memberikan nilai negatif atas segala yang dilihatnya. Prasangka bukan hanya bisa timbul ketika berbicara mengenai ras, tetapi juga menyangkut soal agama, pendirian politik, pandangan akan sesuatu atau bahkan hanya terhadap sepenggal kata yang bisa merangsang pendengarnya untuk menjadi tidak nyaman. Hal yang bisa kita lihat dan rasakan bersama bahwa prasangka memang benar sering sekali hadir dalam kehidupan kita adalah misalya ketika suatu pidato yang disusun dengan baik oleh seseorang, kemudian dibumbui dengan fatwa-fatwa agama oleh seseorang yang pernah atau diduga terlibat dalam peristiwa G30SPKI akan ditanggapi dengan prasangka oleh khalayak. Walaupun, apa yang disampaikan orang tersebut sepemahaman dengan khalayak dan merupakan kebenaran. Faktor-faktor yang memengaruhi prasangka sebagai berikut : - Menurut Allport dan Tajfel (1954) bahwa munculnya prasangka dikarenakan adanya suatu proses ketegorisasi dalam individu. Ditekankan pula bahwa prasangka, contohnya dalam kategori sosial merupakan basis psikologi sosial yang muncul dari adanya prasangka. Kategori tersebut meliputi etnisitas dan cenderung menjaga jaraj sosial dengan orang-orang yang dianggap tidak berada dalam grup. - Dalam salah satu teori Adorno, menyatakan bahwa prasangka itu berhubungan dengan pola kepribadian dari sesorang. Jenis kepribadian yang antara lain; otoriter, konsep diri, self-esteem dan orientasi diminasi sosial. Individu yang memiliki prasangka yang tinggi biasanya memiliki kepribadian otorisme. Hubungan positif antara identitas sosial dan self-esteem dengan prasangka dikeukakan oleh Fien & Spencer (1995) bahwa ancaman terhadap identitas sosial dan self-esteem mendorong untuk mengembangkan penilaian prasangka terhadap orang yang lainnya. Orientasi dominasi sosial merupakan keinginan seseorang untuk memiliki dominasi pada grupnya dan menjadi superior di luar grupnya pula. Tentu individu dengan dominasi sosial yang cukup tinggi cenderung bersikap negatif terhadap bebrapa kelompok marginal seperti etnis tertentu, agama, pandangan politik dan sebagainya. - Hasil belajar atau Social Learning theory juga berperan dalam terjadinya prasangka. Menurut teori ini, prasangka pada dasarnya dipelajari oleh individu dari perilaku individu lainnya berkaitan dengan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat dan kebudayaannya. Contohnya kelas pekerja lebih berprasangka dibandingkan dengan kelas menengah dan atas, karena kurangnya pendidikan dan lingkungan yang miskin membuat mereka lebih berprasangka. - Keinginan untuk berkompetisi juga memegaruhi prasagka, terutama untuk memperoleh sesuatu yang sangat berharga namun persediaanya sangat teratas. Misalya perhatia guru di kelas, pekerjaa, daerah kekuasaa atau jabatan. Menurut teori realistik group conflict, kompetisi akan menimbulkan penilaian negatif bahkan permusuhan. - Teori norma dalam kelompok yang di kemukakan oleh Sherif dkk menggambarkan tentang perkembangan prasangkayang kemudian dikaitkan dengan norma sosial kelompok dan adanya tekanan agar individu dapat menyatu dalam kelompok tersebut. Dalam teori ini, sikap, nilai-nilai, keyakinan dan prasangka merupakan bagian dari proses sosialisasi : “The attitude of prejudice is a product of group membership” (Sheriff; dalam Crandall dkk, 2002) hal tersebut bukan merupakan hasil dari pilihanpilihan individu yang diperoleh selam hidupnya. Melainkan hal tersebut merupakan sebuah hasil dari kontal dengan anggota dari kelompok lain, kemudian distandarisasikan lalu diinternalisasikan menjadi nilai-nilai kelompoknya. Kepatuhan seseorang pada nilai-nilai dalam grupnya akan mengarahkan pada munculnya prasangka. Pengukuran prasangka : Prasangka dapat dinilai dengan memerhatikan cara-cara orang berhubungan antara satu sama lain. Dalam kepentingan ilmiah, prasangka dapat diketahui melalui metode kajian yang disusun secara sistematis. Salah satu metode kajian tersebut adalag alat kajian yang berfungsi untuk mengukur prasangka. Sikap etnik bisa diukur dengan menggunkan kaidah pengukuran sikap Semantic Differential Scale yang diperkenalkan oleh Osgood, Tannenbaum & Suci (1957). Semantic Differential mengukur reaksi individu terhadap rangsangan dalam item-item pemeringkatan yang berasaskan pada skala dwi kutub didefinisikan dengan menggunakan kata sifat pada dua ujung. Hal ini merupakan taksiran respons secara perasaan (afektif). Sifat-sifat ini diambil berdasarkan kesesuaian budaya masyarakat setempat dan hal-hal yang selalu dinilai oleh individu terhadap individu lain. subjek boleh memberikan penilaian untuk suku apa saja yang mereka inginkan termasuk sukunya sendiri dengan menggarisbawahi suku yang ia nilai. Setelah satu jawaban pada garis yang telah dibuat subjek untuk semua sifat-sifat stereotaip yang diberikan sebagai sebuah rangsangan. Variabel Prasangka akan semakin menurun bila presentator adalah mahasiswa dengan tingkat keaktifan yang tinggi dan prasangka akan semakin meningkat bila presentator adalah mahasiswa denagn tin gkat keaktifan yang rendah. Dengan “Tingkat Keaktifan yang rendah” adalah variabel moderator yang memperkuat prasangka dan “Tingkat keaktifan yang tinggi” adalah variabel moderator yang memperlemah prasangka. Hipotesis Hipotesis alteratif (Ha) Apabila semakin tinggi tingkat keaktifan mahasiswa maka semakin rendah prasangka yang timbul ketika presetasi, begitu juga sebaliknya. Apabila semakin rendah tingkat keaktifan mahasiswa maka semakin tinggi prasangka yang timbul ketika presentasi. Hal ini berarti terdapat hubungan antara tingkat keaktifan dengan prasangka. Hipotesis nihil (H0) : Apabila semakin tinggi tingkat keaktifan mahasiswa tidak dapat dikatakan bahwa semakin rendah pula prasangka yang timbul ketika presetasi, begitu juga sebaliknya. Apabila semakin rendah tingkat keaktifan mahasiswa tidak dapat dikatakan semakin tinggi pula prasangka yang timbul ketika presentasi. Hal ini berarti tidak terdapat hubungan antara tingkat keaktifan dengan prasangka ketika presentasi pada mahasiswa Ilmu Komunikasi USU stambuk 2018. Populasi Populasi penelitian kali ini adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sumatera Utara Stambuk 2018. Populasi ini dipilih karena menurut peneliti, mahasiswa Ilmu Komuniasi seharusnya lebih pandai menempatkan prasangka secara teapt karena sudah mempelajarinya dalam mata kuliah Komunikasi Antar Pribadi. Sampel Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan Simple Random Sampling yang merupakan salah satu teknik dari Probability Sampling. Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang adil atau sama bagi setiap unsur dalam populasi untuk kemudian dipilih menjadi anggota dalam sample. Simple Random Sampling yang peneliti gunakan untuk penelitian kali ini merupakan teknik pengambilan anggota sample dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memerhatikan latar belakang sosial yang ada dalam populasi. Peneliti memilih teknik penarikan sampel tersebut karena penulis melihat bahwa populasi penelitian kali ini merupakan populasi yang homogen. Dan banyak nya anggota sampel yang akan diambil sebanyak 50 mahasiswa yang dipilih berdasarkan tabel angka acak. Daftar Pustaka Amanda, R. (2014). Hubungan Antara Prasangka Masyarakat Terhadap Muslimah Bercadar Dengan Jarak Sosial. Riset Aktual Psikologi Universitas Negeri Padang, 1-5. Devito, Joseph A. (1989). The Interpersonal Communication Book. New York: Harper & Row, Publishers. Effedy, O. U. (2003). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Badung: PT. Citra Aditya Bakti. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Psikologi Prasangka Orang Indonesia: Kumpulan Studi Empirik Prasangka dalam Berbagai Aspek Kehidupan Orang Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Rajawali Pers.