BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan ole Mycobacterium Leprae. Kusta dikenal dengan “The Great Imitator Disease” karena penyakit ini seringkali tidak disadari karena memiliki gejala yang hampir mirip dengan penyakit kulit lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh bakteri kusta sendiri mengalami proses pembelahan yang cukup lama yaitu 2–3 minggu dan memiliki masa inkubasi 2–5 tahun bahkan lebih (Kemenkes RI, 2018). Mycobacterium Leprae. merupakan basil tahan asam (BTA) berbentuk batang yang pada awalnya menyerang saraf dan kemudian kulit, dapat juga menyerang jaringan lain, seperti sistem retikuloendotelial, tulang dan sendi, membran mukosa, mata, testis, otot, dan adrenal.1-5 Lepra sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia,6 meskipun dalam 50 tahun prevalensinya sudah menurun karena multi drug treatment (MDT), namun transmisinya terus berlangsung di beberapa negara di dunia terutama di daerah endemik di negara tropis, yaitu India, Brazil, dan Indonesia.3,7,8 Kusta merupakan satu penyakit menular yang menimbulkan masalah sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas hingga masalah sosial, ekonomi, dan budaya karena Kusta sampai saat ini masih 1 merupakan stigma di masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap Kusta dan disabilitas yang ditimbulkannya. Faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kusta di antaranya yaitu kontak serumah dengan penderita kusta, kontak tetangga, kondisi kebersihan perseorangan yang buruk, pengetahuan, jenis kelamin, status vaksinasi BCG, dan kondisi sosio-ekonomi. Lebih dari 200.000 kasus kusta baru ditemukan setiap tahun di dunia. Wilayah dengan kasus tertinggi yaitu Asia Tenggara (72,1%) dan Amerika (15,3%). Indonesia telah mencapai target eliminasi kusta pada tahun namun 13 1/10.000 provinsi masih memiliki penduduk. Penderita Timur. Prevalence kusta Rate (PR) angka lebih dari di ASEAN 2,2% dari Provinsi Jawa pada tahun penduduk. Sebelas kabupaten/kota prevalensi 2000, masih 2016 sebesar 1,06 per 10.000 memiliki PR di atas 1/10.000 penduduk (high endemis), tertinggi ada di Sumenep (PR:4,38) diikuti Kabupaten Sampang (PR:3,69) dan paling rendah ada di Tulungagung (PR:0,06). Kemoprofilaksis adalah pemberian obat untuk mencegah infeksi, pada kusta mencegah infeksi M. Leprae pada orang yang terpapar bakteri tersebut (kontak berisiko tinggi penderita). Beberapa Literatur menunjukkan intervensi pemberian agen imunoprofilaksis memberikan hasil lebih baik dari pada dapsone/acedapsone, BCG. Sedangkan rifampisin dan untuk ROM yang kemoterapi, diberikan merupakan kombinasi Rimfapisin, ofloxsasin dan minosiklin. Kemotherapi yang dilakukan dengan Single Dose Rifampicin (SDR)/Rifampisin dosis tunggal yang diberikan kepada 2 kontak dekat dari kasus indeks, telah terbukti secara efektif mengurangi risiko kusta. Sejak tahun 1975, Vaksin menjadi perhatian para ahli, melalui program IMMLEP/TDR, WHO menetapkan pengembangan vaksin lepra sebagai tujuan utama. merupakan penelitian yang sangat berkembang pesat karena potensinya yang besar dalam eradikasi morbiditas dan mortalitas penyakit.Vaksin menawarkan terapi pencegahan dengan memberikan perlindungan yang dimulai dari dalam tubuh manusia itu sendiri.19 Vaksin i-LEPRA memiliki keunggulan yakni membentuk antibodi IgG yang spesifik pada M. leprae dan meningkatkan proteksi pada infeksi M. leprae. Didukung oleh penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa terdapat 36 protein sangat imunogenik yang terbagi antara MIP dan M. leprae dan tidak ditemukan pada M. bovis BCG.[33,69] 3 1.2 Tujuan Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah bertujuan mengurangi jumlah kasus baru dan mengurangi penularan kusta dengan pemberian profilaksi pada orang yang beresiko tinggi terpapar bakteri tersebut (kontak penderita). 4