I. Latar belakang PELAYANAN DESA DAN KOTA Pelayanan tidak bisa di pisahkan dari kehidupoan orang percaya, seperti yang sudah di teladani oleh Yesus selama di dunia dua ribu tahun yang lalu. Begitu pula hendaknya bagi setiap orang percaya, pada waktu percaya kepada Yesus maka kita mengikuti apa yang diajarkan dan di perintahkanNya, yaitu menjadi berkat bagi orang lain, melayani orang lain dan bersaksi bagi orang lain. Dalam skope itulah sebetulnya aksentuasi hidup orang percaya, hanya persoalannya adalah sebelum kita melangkah lebih jauh untuk mengetahui seperti apa sebetulnya menjadi berkat bagi orang lain itu, melayani orang lain dan bersaksi bagi ornag lain ? adakah kaidah-kaidahnya, adakan role atau aturanaturannya dsb. Disekitar itulah modul ini dibuat dengan tujuan : 1. Untuk memahami bahwa hakekat orang percaya adalah melayani. 2. Untuk memahami konsep melayani yang seperti apa yang seharusnya orang percaya lakukan. 3. Untuk memahami bagaimana kita bisa melakukan pelayanan yang tepat sasaran dan berdampak pada pelayanan Kota dan Desa Dengan membahas melalui kasus kasus besar. a. Kemiskinan b. Pendidikan c. Lingkungan Sosial – kultural. II. I. Theologi Pelayanan abad 21 Sejarah perkembangan Gereja dan Konteks Kemana gereja melangkah ? apakah sekarang ini gereja mengalami masa-masa sulit atau ketidak pastian?, maka sewajarnya gereja mawas diri dan melihat kepada pandangan theologianya. Karena itu : 1. Selaku orang percaya sudah seharusnya selalu berorientasi kepada Firman dan Iman yang selalu diperbaruhi dibangun di atas Firman. 2. Disamping itu juga harus mempelajari Sejarah Kredo ekumenikal. 3. Harus berprinsip bahwa kita harus hidup dengan Iman, atau seluruh aspek kehidupan tidak lepas dari Iman. A. Enlightment. Enlightment adalah masa yang penting di abad 19 yang lalu. Enlightment adalah hasil dari pandangan Rasionalisme, yaitu hanya menerima hal-hal yang bisa dibuktikan melalui metode Ilmiah. Hal ini menjadikan cenderung menolak hal-hal supranatural dari Allah di Alkitab. Nubuatan dan mujijat telah cenderung di tolak dalam worldview barat. Orang Amerika menjadi Deisme, yaitu mereka percaya Allah tetapi dengan pemahaman Allah seperti pembuat Jam, setelah menciptakan bumi dan manusia, Allah lalu menginggalkan begitu saja dibalik prinsip Ilmiah / keilmuan yang sudah di tentukan sebelumnya. 1 Mereka melihat Allah sebagai yang tidak mungkin mengintervensi kasus kehidupan manusia. B. Calvinism Fenomena yang besar selanjutnya yang melatar-belakangi abad 21 adalah Calvinisme. Calvinis membawa pandangan orang-orang amerika pada waktu itu bukan saja menerima Deisme, melainkan menjadi Universalisme dan Unitarianisme dengan baik. Allah bukan lagi dipandang sebagai sesuatu kekuasaan yang menentukan terlebih dahulu seluruh aspek kehidupan manusia, melainkan Allah yang mencipta manusia, melengkapi manusia sedemikian rupa sehingga manusia bisa dan mampu memperbaiki dirinya sendiri. Manusia sudah diberi pola pikir rasional, dan dapat membangun dirinya sendiri mnuju kepada kehidupan yang lebih baik. You can and you can’t – You shall and you shan’t – You will and you won’t And You will be damned if you do - And you will be damned if you don’t C. Charles Finney. Armeniasm membuat jalur sendiri selama abad 18 di Inggris, dimana kebangunan rohani Wesleyan telah mentransformasi banyak kehidupan. Fenomena Wesleyan ini tidak bisa dibatasi hanya di Inggris saja melainkan telah merambah sampai Amerika Utara.Itu sebabnya pola pikirnya merasuk pandangan jemaat Amerika juga. Pandanganan Methodis sebetulnya cukup membawa pembaruan, hanya mereka mambatasi diri hanya pada hal-hal bagaimana agar membuat mereka selamat saja. Pola pikir mereka adalah manusia mempunyai kehendak bebas, dan mampu dengan rasional memilih atau menolak Kristus. Kesuksesan pandangan ini adalah membawa kepercayaan diri, untuk kabar baik, Kristus mengkotbahkan buah-buah yang positif. Sama seperti manusia yang menerima Kristus, mereka dengan segera ditempatkan kedalam kelompok-kelompok pertanggungjawaban, maka mereka berkembang menjadi orang percaya yang bertumbuh dan dewasa. Salah satu diantara jemaat di New York pada waktu itu adalah Charles Finney. Apa yang terjadi di Rochester, new York pada waktu itu sangat menarik, sebab bisa menggambarkan situasi sejarah keagamaan yang terjadi pada waktu itu, abad 19. Bahkan bila dibandingkan dengan situasi sekarang, dimana api kebangunan rohani terasa lebih besar lagi. Seperti yang ditulis dalam buku yang terkenal, “The Burned Over District”, oleh Whitney Cross, diceriterakan suasana yang penuh semangat pada waktu itu, mereka termasuk didalamnya kelompok-kelompok Evangelism, prohibition-temperance, Abolition, Female suffrage, Masory / Freemason, Anti Masonry, Milleniasm, Mormonism. Dan Spiritualism. Semua ini terjadi di New York Barat dalam kurun waktu 1825 1845. 2 1825 mayoritas di Rochester adalah Calvinis, setelah Finney mayoritas menjadi Armenian. Disinilah lahir apa yang disebut Kekristenan baru di Amerika, agama di Wild West, yang salah satunya di cirikan dengan indivualisme yang kuat, dibarengi dengan keyakinan kuat akan Manifest dari Destiny. Optimisme, Kapitalisme, dan Industrialisme yang secara bersamaan ada di dalam pandangan masyarakat secara dinamis. D. Liberalisme Fenomena di Rochester membawa kepada Liberalisme Protestan. Ditengah tumbuh suburnya semangat untuk meng-kritik Alkitab. Tidak seperti tokohtokoh berpendidikan di masa terdahulu, tokoh-tokoh berpendidikan baru saat itu lebih condong kepada jalur akademik, ketimbang sebagai anggota gereja. Study teologi dipengaruhi dan dikendalikan oleh orang-orang skeptis, beberapa bahkan tidak memiliki perhatian nayata tentang bagaimana kesimpulan mereka dapat mempengaruhi gereja. Beberapa tokoh memiliki perhatian mnyata dengan kehidupan dan masa depan gereja, dan mencari upaya untuk mempertahankan iman didalam upaya menggali ulang dokumendokumen dan peninggalan kuno lebih dalam lagi. Tahun 1835 Augustue R, seorang Lutheran Jerman, yang sudah menjadi berubah menjadi bergabung dengan kelompok Evangelikal pindah ke Amerika. Ia dibabtis selam dan menjadi misionary ke Amerika untuk melayani imigran Jerman. Selama hidupnya Augustus R mengembangkan Departemen Jerman di Rochester Seminary, dan bersama dengan teholog jerman yang lain ia mengembangkan kajian-kajian kristis di Rochester Seminary. Tetapi sepeninggal Augustus R, Rochester Seminary bergeser masuk kedalam aliran Liberalism. II. Scripture dan Tradisi. A. Perkembangan Katolik Jika Liberalisme protestan lahir dari alasan-alasan pergumulan pikiran, dimana sama halnya yang terjadi di dunia sekuler dimana ajaran Charles Darwin sedang di ikuti banyak orang, dimana bersama-sama Katolik dan Evangelikal Protestan berjuang melawannya yaitu mereka yang mulai meragukan otoritas Alkitab. Dan anehnya dalam hal ini pandangan Katolik dan konservatif protestan boleh dikatakan sama. Dari apa yang tertulis didalam Providentissimus Deus, Pope Leo XIII, menuliskan argument yang cukup kuat mendukung otoritas Alkitab. Dengan menulis banyak bukti dari pendahulunya dia bisa buktikan bahwa Alkitab adalah akurat, dan memiliki otoritas penuh didalam hidup orang percaya. Leo mencatat bahwa tradisi katolik adalah penuh dengan kesaksian –kesakian akan otoritas Alkitab. St Jerome mengatakan : “Jika kita mengabaikan Alkitab, kita tidak akan mengenal Kristus”, dan “Seseorang yang memegang teguh kesaksian –kesaksian Alkitab adalah kubu pertahanan Gereja”. Gregory 3 Agung menegaskan bahwa “Siapa yang iri hati didalam tidak akan pernah dapat mempelajari Firman Allah yang tertulis dengan benar.” B. Perkembangan kelompok Fundamentalis Banyak pengikut konservatif Protestan di Akhir th 1800 bereaksi terhadap serangan-serangan dari liberalisme. Seperti Katolik, mereka mulai berpaling kepada pendekatan-pendekatan tradisional untuk meningkatkan pemahaman Firman Allah, dengan memulai mendefinisikan otoritas Alkitab didalam tulisan-tulisan. Katolik Roma menyatakan bahwa Alkitab di-dikte-kan oleh Roh Kudus, dan Fundamental Protestan datang dengan kesimpulan yang sama, dan mulai membuat pernyataan doktrin yang harus di bacakan sebagai keyakinan kaum fundamentalis. Pernyataan pertama Fundamentalis adalah Penjelasan Inspirasi Alkitab. Beberpa point ini mencakup point dari Kredo Nicene, tetapi dengan penekanan khusus akan pentingnya mempercayai infallible Alkitab dan Plenary Inspiration. C. Perkembangan Liberal Dalam bukunya Dayton mengatakan bahwa Orang Kristen Liberal adalah cikal bakal dari kegerakan reformasi Sosial. Dia mengatakan bahwa sebagian dari pola pikir Finney membawanya kepada faham Egalitarianisme, yang mana menghasilkan dua buah kembar, yaitu Abolisionisme dan Feminisme. Memang Sosial Gospel memang banyak di suarakan di Rochester Teologikal Seminary, tetapi sesungguhnya Abolisionisme dan Feminisme lahir dari Theologia konservatif. Rauschenbusch menarik terlalu jauh dengan logika humanis, dan keputusan politis. Dalam bukunya Walter Rauschenbusch banyak di tulis tentang pendefinisian ulang dari doktrin Kristen menjadi penuh dengan penekanan sosialis. Bagaimana Keadilan sosial menjadi isu utama didalam liberal adalah sulit untuk dijelaskan. Barangkali kaum evangelikal membuang bayi bersama dengan air bekas mandi bayi tersebut. Atau barangkali akibat dari kurangnya dukungan semangat dari gereja-gereja liberal sehingga mereka berdalih mau konsentrasi kepada Kotbah dan pengajaran, dan meninggalkan isiu yang penting untuk dikerjakan kaum liberalis. D. Pantekosta Kegerakan Pentakosta menjalar dari Topeka Kansas menuju Azusa Street di Los Angeles , dan sampai ke Rochester juga. Musim Gugur 1911, dibukalah Elim Tabernacle’s Institute dekat Rochester. Elim’s Bible Institute mencetak pelayan Tuhan yang melayani di New York Barat, menjadikan daerah ini menjadi penuh semangat Roh Kudus. Kontribusi Elim’s yang terutama adalah didalam pengajaran Pantekosta yang kemudian hari berkembang menjadi Sidang Jemaat Allah. Mereka mengembangkan pastoral teologi dan Eklesiologi, dengan pengertian bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus yang 4 memiliki tugas Apostolic, Prophetic, Evangelistic, Pastoral dan Catechetical. (Efesus 4:11-12). III. Doktrin. Bagaimanakah Teologi pelayanan abad 21 ini terbentuk ? kita sudah melihat latarbelakang sejarah singkat kelompok – kelompok penting diabad terdahulu, dan belajar adari kesalahan kesalahan yang mereka alami, maka sekarang terdpat komponen penting dari masing-masing kelompok tersebut yang perlu di lihat adalah doktrin mereka. A. Doktrin Katolik Teologi pelayanan di abad 21 haruslah berdasarkan kepada doktrin utama dan yang terkait dari doktrin katolik terdahulu. Doktrin Ortodoks dapat di definisikan dengan : adalah apa yang oleh Gereja secara keseluruhan harus selalu, dimana saja, dipercayai. Tidak mungkin untuk menolak konsensus para bapa gereja sambil secara terus menerus berupaya enjadi orang kristen yang sesungguhnya.Dasar yang utama dari kesatuan orang percaya adalah Alkitab dan ecumenical councills. Orang-bebas dan boleh saja berbeda pada beberapa hal yang tidak secara tegas di definisikan di Alkitab atau di Rule of Faith. B. Doktrin Wesleyan Pola pikir Agustinian dan Calvinis yang determinism sering menjadi tidak masuk akal, dan bahkan tidak alkitabiah. Injil harus diberitakan kepada seluruh ciptaan, manusia memiliki kebebasan untuk menerimanya atau menolaknya. Manusia akan dihakimi setara dengan keputusannya. C. Doktrin Babtis Tradisi membabtis dengan percik pada anak-anak adalah tradisi yang sudah di terima sejak jaman dahulu. Meskipun sudah di kaji cara babtisan selam adalah lebih sesuai dengan Teks Alkitab, namun tetap saja tradisi sakrament gereja ini masih mayoritas diikuti oleh orang Kristen sampai saat ini. D. Doktrin Pantekosta Jika Yesus adalah sama kemarin, hari ini dan sampai selamanya, maka Roh Nya pun harusnya sama. Padahal banyak orang yang percaya kepad Alkitab tetapi menolak kerja Roh kudus. Barangkali ini adalah karena kecenderungan logika pikiran yang menolak intervensi dari Supernatural, tetapi dalam hal ini menolak dan tidak mengakui kerja dari Allah di dunia, maka mereka bisa menjadi orang yang menerima keselamatan karena hasil kerjanya sendiri, mereka mengira mentaati Alkitab. Padahal tentu bukan seperti itu. IV. 5 Eklesiologi Sebuah Teologi yang benar pada akhirnya akan membawa kepada Kristology yang benar. Para bapa gereja mengerti akan hal ini. Mereka berusaha keras untuk sampai kepada pengertian yang benar tentang Trinitas, yaitu dua keberadaan Yesus sebagai Allah dan Manusia, yang dibutuhkan untuk merumuskan Kata gereja dalam bahasa Indonesia adalah di turunkan dari Portugis yaitu igreya, yang berasal dari Latin ecclesia, transkripsi dari Yunani ekklesia artinya “rapat rakyat”, “perkumpulan rakyat” atau dalam konteks keagamaan “perkumpulanan orang beriman” . Ciri khas perkumpulan ini adalah bukan kebetulan, karena para peserta dipanggil keluar (ek kalein dari kalein = dipanggil ek = keluar) dari urusan mereka masing-masing. Dengan kata Yunani ekklesia ini Septaguinta menterjemahkan dari Ibrani kata “qahal”, yang mempunyai artikata porofan adalah “perkumpulan”: dimana orang berkumpul untuk kepentingan tertentu, dan arti relegius adalah “jemaat” yang akhirnya dipanggil oleh firman Allah supaya keluar dari antara bangsa-bangsa dan menjadi umat milik YHWH sendiri: “qahal YHWH” (Bil 16:3). (Nico Dister 2 2004:209-210). Soteriologi yang benar. Mereka mengerti bahwa Yesus adalah benar-benar Allah dan juga benar-benar Manusia. Ia adalah Firman Allah yang menjadi perantara antara Allah yang kudus dan manusia yang berdosa. Yaitu ekspresi yang benar dari bagaimana Allah berkomunikasi dengan manusia. Jika Kristus adalah Ilahi dan sekaligus Manusiawi, maka begitu pula dengan Gereja yang adalah representasi dari Kristus di dunia ini haruslah menjadi manusiawi dan Ilahi juga. Allah menyatu didalam dan diantara keberadaan manusia. Ketika kita sampai pada gereja, beberapa orang menekankan kepada tempat berkumpulnya orang-orang Allah. Yang lain memandang gereja sebagai orangorang yang disatukan didalam meja perjamuan, yang mengambil bagian didalam Tubuh Kristus. Gereja sebagai bagian tubuh Kristus yang ada di bumi ini. Setiap organ tubuh berfungsi berbeda, dan setiap bagian tubuh berkontribusi dengan menyumbangkan untuk kebaikan bagi semua tubuh. Gereja adalah sekumpulan orang-orang percaya dengan babtisan sebagai tandanya, setiap jemaat adalah jemaat lokal dimana mereka berada, tetapi di hubungkan dengan jemaat yang lain secara spiritual. Keselamatan sebetulnya lebih kepada sebuah proses dari pada suatu yang instant. Keselamatan adalah sebuah proses yang dimulai dari kebangunan rohani menuju kepada kedewasaan. V. 6 Teology Pastoral A. Keimaman Sejak bangsa Israel mengalami pembuangan di Babel, orang-orang Saduki yang mengenakan jubah imam harun, menekankan ketaatan kepada torat musa. Mereka memutuskan hanya menerima pengajaran yang tertera di Torah. Orang Parisi dipihak lain, menekankan kebersamaan selaku umat Allah, mereka berkonsentrasi pada pengajaran dan kehidupan moral yang tertuang di tanach. Mereka tertarik dengan Masmur, kitab nabi-nabi dan menempatkan sejajar dengan Torah. Sedang umat di pimpin oleh Rabbi yang adalah bukan Imam. Ini yang terjadi di Sinagoge pada jaman Yesus. Model seperti ini juga di jumpai di gereja mula-mula. Pemimpinnya disebut dengan Bishop, presbiter (tua-tua) tetapi mereka bukan sebagai Imam. Idea tentang Imam berkembang belakangan. Perjanjian Baru tidak memuat banyak petunjuk, Meskipun Imam dalam konteks Perjanjian lama bukanlah modelyang baik untuk pelayanan pastoral. Tetapi meskipun demikian di lain pihak bisa digunakan untuk memelihara umat sebagai pelaksana sakrament keagamaan. Misalnya untuk mengurapi dengan minyak, dan menaikan doa-doa pastoral fungsi Imam masih diperlukan. B. Lima Jawatan Ada yang mendasarkan jenis pelayanan menjadi 3 yaitu sebagai Nabi, Imam, dan Raja. Tetapi berdasarkan Efesus 4:11 ada yang membaginya menjadi 5 jawatan. Ada juga yang berdasarkan ucapan Yesus, Jesus berkata Ia sebagai Seorang utusan, seorang nabi, dan seorang penginjil, seorang Pastor, dan seorang guru. Yang terakhir ini rupanya tidak banyak di tolak baik oleh Roma Katolik, maupun Fundamentas Babtis. Jika Kristus adalah memiliki pola seperti itu, maka selaku tubuh Kristus begitu pula GerejaNya harus mendemonstrasikan hal ini juga. Motivation Christ Women Apostle Mission Ibr 3;1 Roma 16:7 Prophet Justice Mat 21:11 1 kor 11:5 Evangelist Witness Mat 4:23 Fil 4;2-3 Pastor Gathering Joh 10:11 Teacher Instruction Joh 13:13 Titus 2:3 C. Penyembuh Jiwa Pelayanan abad modern lebih membutuhkan tipikal pelayan Dokter Rohani, daripada gambaran seorang gembala Domba seperti di Alkitab. VI. 7 Kesimpulan Jadi perlu diingat bahwa untuk merumuskan theologia pelayanan di abad 21 ini, adalah bahwa orang percaya saat ini sudah ber ada didalamnya, dan sudah mengalaminya sejak 20 abad yang lalu. Mereka menghendaki agar Gereja berperan dan mengubah keadaan, worldview dan kerajaan. Beberapa hal yang menjadi persoalan adalah : Orang-orang yang tetap mengalami Alienasi, dibelenggu rasa bersalah, tidak berpengharapan. Mereka perlu untuk menemukan makna dari kehidupan. Mereka perlu jawaban dari pertanyaan : Mengapa saya ada disini ? Dimana Allah? Mengapada ada kejahatan di dunia ini? Bagaimana saya bisa meraih kemakmuran bagi anak-anak saya ? Apakah ada harapan ? Kita harus menyediakan jawab buat mereka. (Kevin Andrew Cotter. 2004) III. Pemahaman Istilah - Istilah : 1. Injil / Euangelion 2. Missi, Mission 3. Pelayanan 1. Euangelion : “a joyous message of victory”, sebetulnya itu adalah makna lexikal, makna diluar itu masih terdapat makna yang lebih luas lagi, Dalam dictionary of New Testament Theology, persoalannya bukan pada pertanyaan kapan Yesus menggunakan kata ini dan apa maknanya, melainkan bergeser lebih krusial lagi yaitu apakah kata ini sudah menjadi sebuah kata yang menunjuk kepada substansi dari dipesankan Yesus. Tidak diragukan lagi bahwa Yesus memandang pesannya sebagai kedatangan Kerajaan Allah (Markus 1:14), yang mana sudah menjadi kenyataan saat ini didalam perkataanNya dan pelayanNya sebagai kabar baik. Jesus menunjukkan bukan saja sebagai pesan atau utusan atau sebagai penulis pesan, tetapi juga sekaligus dalam waktu bersamaan sebagai subjek yang diberitakan didalamm pesan tersebut. Hal ini sangat konsisten didalam Gereja Mula-mula, dimana terminologi Euangelion di deskripsikan sebagai pesan akan keselamatan yang di hubungkan dengan kedatangan Jesus, juga didalam Euangelion nya Paulus, yang berarti sebagai kabar baik umum, dimana Tuhan sudah melakukan untuk keselamatan dunia didalam Inkarnasi, kematian dan kebangkitan Jesus. Jadi Euangelion menunjuk kepada keseluruhan proses dari sejarah keselamatan yang dilakukan oleh Tuhan didalam Kristus. Euangelion = 77 kali di KJV, 74 kali di terjemahkan Gospel (tunggal), dan 3 juga Gospel (jamak) tetapi dengan konteks sedikit berbeda yaitu : 1). Markus 8:35, Karena siapayang mau menyelamatkan nyawanya... barang siapa kehilangan nyawanya karena Injil, 2) Markus 10:39, ...... yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya,... 3) 1 Kor 9:23, Segala sesuatu ini aku lakukan karena Injil,. Didalam perspektif teologi, Injil bisa dibagi dari tiga komponen tanpa dipisah dari kabar baik. 1). Yesus adalah Pusat dari Inkarnasi Tuhan. Melalui dan didalam hidup, kematian dan kebangkitanNya, Tuhan membawa restorasi hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya didalam masyarakat dan manusia dengan seluruh ciptaan. 8 2) Injil di di perkenalkan dan demonstrasikan oleh Yesus melalui firmanNya dan KaryaNya didalam Injil Kerajaan. Injil adalah kabar baik dari aktifitas keIlahian Allah sebagai Raja yang berpusat didalam Kristus. Sifat Ke-Raja-an Allah (Kingly activity) seperti yang di tunjukkan dan di saksikan didalam Perjanjian Lama, dimana Allah menghukum semua kejahatan, karena menyimpangkan manusia dari hubungan yang benar dengan Tuhan, dan yang mengalihkan perhatian utama Tuhan dari kepada keseluruhan ciptaan menjadi berfokus kepada manusiadan ciptaan. Penghakiman Allah adalah sebagai pelayan dari anugerahNya yang membawa kepada rekonsiliasi orang-orang dengan Tuhan dan restorasi menuju kepada tujuan semula dari ciptaan. Semua ini membawa pesan atau berita bahwa Allah menghukum yang jahat dan membawa restorasi kepada ciptaan. Aktivitas ke-Raja-an Allah mencapai titik kulminasinya pada kedatangan Kristus yang kedua nanti. Didalam kepenuhan dan restorasi akhir yang sempurna untuk manusia, alam dan kosmos didalam sorga dan bumi yang baru. 3). Jesus terkait dengan kabar baik yang tidak dapat di abaikan begitu saja didalam hubungannya dengan orang miskin. Yang mana kepada orang miskinlah kabar baik di arahkan dan ini adalah penting sebagai isi dari kabar baik itu sendiri. Yesus mendeskripsikan kabar baik untuk orang miskin. Jesus mengucapkannya, mendemonstrasikan dan mengimplementasikan kabar baik dengan mengidentifikasikan dan mengembangkan solidaritas dengan orang miskin. (Vinay Samuel and Chris Sugden. An Eassay outline the major issues for theology and strategy. 18-19) 2. Misi sebuah definisi sementara. David Boss (13-15) 1. Iman kristen pada hakekatnya adalah bersifat misioner. Bersama dengan agamaagama misioner yang lain seperti Islam dan Budhisme, juga dengan ideologi seperti marxis memiliki semangat misioner. Agama-agama misioner memiliki pegangan pada suatu “penyingkapan” yang besar dari suatu kebenaran puncak yang dipercayai penting secara universal. Iman kristen memandang semua keturunan manusia dibumi adalah objek dari kehendak Allah yang menyelamatkan, atau dalam Perjanjian Baru pemerintahan Allahyang telah datang didalam Yesus Kristus adalah untuk seluruh umat manusia. Pada hakekatnya Iman Kristen adalah misioner atau ia menyangkali hakekat dirinya sendiri, hal ini bukanlah pilihan mana suka. 2. Missiologi sebagai cabang dari teologi Kristen, bukanlah usaha yang tidak memihak atau netral, sebaliknya melihat dunia dari perspektif komitment terhadap Iman Kristen. Demi misi Kristen kita perlu menempatkan definisi dan setiap perwujudan dari misi Kristen pada analisis dan penilaian yang ketat. 3. Misi tidak dapat didefinisikan. Misi tidak boleh dipenjarakan didalam batas-batas sempit dari prasangka-prasangka kita sendiri. 4. Misi Kristen mengungkapkan hubungan yang dinamis antara Allah dan dunia. Dalam konteks sejarah diawali dari Allah perjanjian lama yang berbicara dengan Israel, sampai dengan kelahiran, kamatian dan kebangkitan Yesus di perjanjian Baru. Atau misi adalah Pengkomunikasian diri Allah didalam Yesus Kristus. 9 5. Alkitab tidak boleh diperlakukan sebagai gudang kebenaran yang dari padanya kita dapat mengambil sesuka hati kita. Tidak ada hukum-hukum misi yang tidak dapat berubah-ubah dan secara objektif benar yang terhadapnya eksegesa kitab suci membuka kita jalan masuk dan memberikan cetak biru yang dapat kita berlakukan dalam setiap situasi. Keterlibatan gereja dalam misi tetap merupakan tindakan iman tanpa jaminan jaminan duniawi. 6. Keseluruhan keberadaan Kristen harus dicirikan sebagai keberadaan misioner atau injil adalah universal. Gereja mulai menjadi misioner bukan melalui pemberitaannya yang universal tentang Injil, melainkan melalui universalitas Injil yang diberitakan. 7. Secara teologis “misi luar negeri” bukanlah suatu keberadaan yang terpisah. Identifikasi dan pembentukan misi luar negeri, seperti halnya dengan misi didakam negeri terletak didalam universalitas keselamatan dan pemerintahan Kristus yang tidak terbagi-bagi. 8. Kita telah membedakan antara misi (tunggal) dan misi-misi (jamak). Misi tunggal adalah mengacu kepada missio Dei (misi Allah), artinya pernyataan diri Allah yang mengasihi dunia, ketrlibatan Allah didalam dan dengan dunia, sifat dan kegiatan Allah didalam merangkul Gereja dan dunia, dimana gereja mendapat kesempatan istimewa untuk ikut serta. Misi dalam jamak adalah missiones ecclesiae, usaha-usaha misione gereja, mengacu kepada bentuk-bentuk khusus, yang berhubungan dengan waktu, tempat, atau kebutuhan tertentu, dari partisipasi didalam missio Dei. 9. Tugas misi itu sama utuh, luas dan mendalamnya, seperti kebutuhan dan tuntutantuntutan kehidupan manusia. Seluruh gereja membawa seluruh Injil kepada seluruh dunia. 10. Misi adalah jawaban “ya” Allah kepada dunia. Kasih dan perhatian Allah ditujukan kepada dunia dan misi merupakan “pertisipasi didalam keberadaan Allah didalam dunia”. Ada kesinambungan antara pemerintahan Allah, misi gereja dan keadilan, perdamaian dan keutuhan masyarakat. 11. Misi mencakup penginjilan sebagai salah satu dimensi essensial. Penginjilan adalah pemberitaan keselamatn didalam Kristus kepada mereka yang tiak percaya kepadaNya, memanggil mereka untuk bertobat dan meninggalkan hidup yang lama, memberitakan pengampunan dosa dan mengundang mereka untuk menjadi anggotaanggota yang hidup dari komunitas Kristus di bumi dan untuk memulai kehidupan pelayana kepad aorang lain didalam kuasa Roh Kudus. 12. Misi juga adalah jawaban “tidak” oleh Allah kepada dunia. Tidak disini adalah ungkapan perlawanan kita terhadap dunia dan keterlibatan kita denganNya. 13. Gereja didalam misi dapat dilukiskan dalam pengertian sekaramen dan tanda. Tanda dalah petunjuk, lambang, contoh atau model. Sakremen dalam pengertian perantara representasi, atau antisipasi. Gereja tidak identik dengan pemerintahan Allah, gereja adalah suati cicipan bagi kedatangan kerajaan Allah. Sakrament bagi antisipasinya didalam sejarah. Hidup didalam ketegangan kreatif, pada saat yang bersamaan dipanggil keluar dari dunia dan diutus ke dalamnya, gereja terpanggila untuk menjadi taman percobaan Allah di bumi, sebuah fragmen dari pemerintahan Allah, karena ia mempunyai buah-buah sulung roh, sebagai janji dari apa yang akan datang. Gereja didalam misi masa kini di tantang dengan faktor-faktor berikut ini : (hal 297-298) 10 1. Barat, yang sudah beribu tahun menjadi rumah bagi kekristenan dan bahkan diciptakan oleh kekristenan telah kehilangan posisinya, sekarang bagian dunia lain berjuang untuk bebas dari cengkeraman 'barat”. 2. Struktur-struktur penindasan dan eksploitasi. 3. Perasaan mendalam tentang ambiguitas tehnologi dan perkembangan barat. 4. Kita hidup di dunia yang semakin menciut dan sumbber yang semakin terbatas. 5. Kita hidup di jaman yang bukan saja sanggup membunuh bumi yang diciptakan Allah, melainkan juga sanggup melenyapkan umat manusia. 6. Posisi budaya yang besar - “budaya membentuk suara manusia yang menjawab suara Kristus” - memberikan pandangan bahwa teologi barat harus berdampingan dengan theologi lain yang terus muncul. 7. Keunggulan Kristen dari kepercayaan lain diterima begitu saja selama berabad-abad oleh pengikutnya, sebagai satu-satunya agama yang benar. Berkenaan dengan munculnya hak asasi manusia yaitu bebas menentukan kepercayaannya, mendorong orang kristen untuk mengevaluasi ulang sikap dan pemahaman tentang agama lain. Dasar Alkitabiah dari Mission Apa yang dapat kita pelajari setelah kita melihat latar belakang dari Alkitab berkenaan dengan foundation dari misi universal? Apakah kita sempat berpikir terjadi bagaimana dengan terjadinya perubahan dari Israel menjadi Gereja mula-mula ? yang merubah identitias pribadi dan bagaimana dengan tanggung jawab ke dunia luar ? dibawah ini empat thema besar yang bisa mengatasi perubahan ini. 1. 2. 3. 4. Allah adalah maha kuasa dan menghendaki semua orang di selamatkan. Sejarah adalah Ilahi dan diwahyukan Di dunia Ciptaan inilah arena pewahyuan dan keselamatan. Pengalaman Keagamaan adalah Katalisator untuk Missi. 3. Pelayanan Pelayanan adalah kata kerja yang dilakukan oleh Pelayan. Siapa Pelayan ? bagaimana posisi pelayan dan orang percaya ? bagaimana kedudukan Pelayan didalam persekutuan orang percaya ? Yesus adalah Pelayan. Lukas 22:27 Ada beberapa kata yang di pakai di Perjanjian Baru yang di terjemahkan sebagai pelayan : Oketes = pelayan rumah tangga; doulos = hamba; huperetes = perlayan, bawahan; diakonos = pelayan, penjaga atau pendeta. Paulus tidak malu menyebut dirinya doulos Yesus kristus (Roma 1:1; 2 Kor 4:5; Galatia 1:10; Filipi 1:1; Titus 1:1); sering menyebut dirinya sendiri sebagai diakonos Yesus Kristus (1 Kor 3:5; 2 Kor 3:6; 6:4; Ef 3:7; Kol 1:23). Tidak ada perbedaan di benak Paulus antara pelayan Allah dan pelayan Umat Allah (2 Kor 4:5). (W.Wiersbe 2011:28). Dalam perkembangan selanjutnya pelayanan menunjuk kepada program-porgram gereja yang dilakukan baik untuk kedalam anggota jemaat sendiri maupun kepada orang di luar anggota jemaat. Didalam perkembangan sejarah gereja rupanya jenis dan ragampelayanan ini terus berkembang sesuai dengan kebutuhan gereja dan masyarakatnya maupun pergumulan nya. 11 IV. Kasus : a. Kemiskinan : Kristologi Asia (Nico Syukur Dister). Jika dilihat perjalanan kekristenan yang di mulai di daerah Timur tengah (Palestina) telah berkembang ke Barat dan dari Barat baru kemudian kembali ke Timur. Saat ini pada abad 21 Kekristenan cukup berkembang di Asia. Itu secara umum, tetapi jika dilihat lebih detail, tipikal negara Asia tempat di mana Kekristenan baru datang kembali adalah : Dunia ketiga (baru merdeka era 50-60 an) dengan ciri kemiskinan dan dari sisi agama adalah multifaced. Dimana orang kristen menjadi minoritas (kecuali di Filipina). Di benua Asia ini tempat lahirnya agama Hindu, Budha, Yahudi, Kristen dan Islam. Dimana Agama Kristen meninggalkan kawasan kelahirannya , dan baru beberapa abad kemudian kembali sebagai “orang asing dan pendatang” yang kurang di terima di Asia.(Nico 2004:230) Asia memiliki ciri yang tidak tebantahkan yaitu : Ciri dari Kedunia ketiga-an adalah kemiskinan yang meluas dan Ke Asia-annya adalah kerelegiusan yang majemuk. (multifaced religeniousness). Artinya miskin di Asia berbeda dengan miskin di Timur tengah misalnya. Kedua unsur tadi saling terkait, artinya Kemiskinan di Asia walaupuan bersifat ekonomis, tidak dapat di reduksi pada kategori ekonomis semata. Begitu pula keberagama-an Asia, walaupun soal budaya, tidak dapat di rumuskan dalam peristilahan budaya saja. Kedua-duanya kemiskinan dan kerelegiusan berjalin secara ekonomis dan budaya. Justru dengan demikian keduanya membentuk realitas sosial – politis yang luas, yaitu Asia. Jadi sia sialah kedua usaha berikut ini : - Startegi dan program-program ideologis untuk memerangi kemiskinan di Asia, sambiul bersikap naif terhadap situasi kerelegiusannya. - Uapaya-upaya teologis untuk berjumpa dengan agama-agama Asia tanpa keprihatinan radikal akan kemiskinannya. Karena itu perlu : Penanganan problem kemiskinan di Asia hanya dapat berlangsung dengan tapat kalau dilakukan dalam konteks dialog dengan agama-agama Asia Dialog yang autentik dan berhasil antara agama-agama itu hanya mungkin kalaju didasari oleh keprihatinan terhadap kaum miskin di Asia. Tantangan bagi gereja Asia untuk mendorong jemaat menemukan dalam etos budaya nya sendiri suatu titik tersembunyi yang mempertautkan kemiskinan dan kerelegiusan sehingga menghasilkan watak Asia. Jadi akan muncul pertanyaan pertanyaan seperti berikut : 12 1. Apakah bagi orang Asia kemiskinan secara otomatis dipahami sebagai penderitaan semata-mata ? Ataukah ada nilai lain kemiskinan, yang potensial mendukung upaya memperoleh keselamatan, sehingga kemiskinan dapat juga disebut kebajikan? 2. Apakah agama-agama soteriologis sungguh-sungguh selalu bernilai penyelamatan? Ataukah ada kemungkinan menjadi tanda yang justru berfungsi sebaliknya? Skema bipolaritas Kemiskinan dan Agama Dimensi / Kutub Agama yang memperbudak Psikologis (individu) Takhayul, ritualisme, dogmatisme, dll transendentalisme (manikeisme, Dokeisme, dll) Agama yang membebaskan Pembebasan batin dari dosa (Mamon, antiAllah, kerakusan, atau instinginsting eksploatatif). Kemiskinan yang memperbudak Kemiskinan yang menindas memperkosakeluhuran martabat pribadi manusia (alienasi) Kemiskinan yang membebaskan Kemiskinan sukarela sebagai pembebasan batin dari Mamon, yaitu penanggulangan spiritual (ditekankan oleh agamaagama Timur). Sosiologis (politis) Tendensi agama untuk melegitimasi status quo yang menindas = tendensi agama untuk mengabdi mormon atau anti – Allah, komersialisme. Organisasi dan motivasi agama yang potensial untuk perubahan sosial (mis. Gerakan-gerakanm kemerdekaan di Asia). Kemiskinan karena manusia diperbudak oleh Mamon (pencabutan warisan, hak milik, melalui kolonialisasi, multinational, konglomerasi). Kemiskinan sukarela sebagai strategi poolitis dalam pembabasan manusia dari Mamon atau dosa terorganisasi (posisi teolog-teolog pemerdekaan). Mengingat situasi teologis seperti itu di konteks Asia, maka secara teologis pula muncul alternatif pendekatan : 1. Pendekatan pemenuhan, artinya Kristus di tampilkan sebagai pemenuhan semua agama yang ada. Cara ini kurang efektif sebab hampir semua pendiri agama timur memposisikan dirinyalah sebagai pemenuhi itu. 2. Pendekatan semi-kontekstual, yaitu memusatkan perhatian kepada kemiskinan. Tetapi sering kali walaupun kristen memiliki “Allah yang kaya menjadi miskin “dan memuja “Guru ilahi” yang memberi kebebasan batin dari keserakahan dan yang mengumpukan kaum miskin yang saleh di sekitarNya. Tetapi tetap kurang 13 memahami kemiskinan sebagai kemiskinan struktural yang perlu di perangi secara Radikal. Sebaliknya Pendekatan kontekstual terlalu menekankan kepada kemiskinan yang struktural, mengabaikan unsur ”Guru Ilahi” yang membebaskan batin. Sehingga jika kita hendak menggunakan keduanya (kemiskinan dan guru ilahi) maka pendekatan yang kita gunakan adalah semi kontekstual. 3. b. Pendidikan c. Pembangunan 14