UTSMAN BIN AFFAN (Proses Pengangkatan dan Kebijakan Politik Sebagai Khalifah ke-3) Dosen Pengampu: Dr. Musyarif, M.Ag Disusun Oleh: Kelompok 2 1. Anita Lestari (18.3200.018) 2. Sartika Sunubi (13.3200.029) 3. Parwati (18.3200.073) 4. Muhammad Rizky Ramadhani (2020203870232020) 5. Revi Mariska (2020203870232040) 6. Aldha (2020203870232042) 7. Nurhalifah (2020203870232052) MATA KULIAH SEJARAH ISLAM PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PAREPARE 2021 Kata Pengantar Bismillahirrohmanirrohim, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang dengan segala rahmat-Nya, kita bisa hidup dengan kenikmatan-kenikmatan yang tidak bisa dihitung satu-persatu. Berkat-Nya pulalah, makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Shalawat serta salam tak henti-hentinya pula kita kirimkan kepada Nabi Allah, Muhammad Saw. nabi yang telah membawa kita dari masa kejahilian menuju masa yang serba berpengatahuan ini. Adanya makalah ini, guna untuk melengkapi nilai mata kuliah Sejarah Islam. Adapun, isinya masih jauh dari kata sempurnya. Olehnya, penulis sangat berharap kritik serta saran, demi perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Akhir kata, kami ucapkan banyak terima kasih. i Daftar Isi Kata Pengantar ...............................................................................................i Daftar Isi ........................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1 A. Latar Belakang .........................................................................................1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................2 C. Tujuan Pembelajaran ..............................................................................2 BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................3 A. Proses Pengangkatan Utsman bin Affan Sebagai Khalifah ke-3 .............3 B. Bagaimanakah kebijakan politik Utsman bin Affan pada masa kepemimpinannya sebagai khalifah ke-3 .................................................5 BAB III PENUTUP .......................................................................................10 A. Kesimpulan ..............................................................................................10 B. Saran ........................................................................................................10 C. Daftar Pustaka ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai umat Islam, tentu kita harus mengetahui sejarah umat terdahulu, sebagai salah satu bentuk perhatian kita terhadap umat, dan juga tentunya dengan mengetahui sejarah umat terdahulu, akan menambah keimanan kita, karena perjuangan-perjuangan umat yang terdahulu akan menjadi pompa keimanan bagi kita umat Islam di masa sekarang. Selain daripada perjuangan di masa Rosulullah, ada juga masa para khalifah yang juga tidak kalah penting untuk diketahui dan dijadikan suri tauladan di masa sekarang, juga di masa yang akan datang. Dalam sejarah Islam, kepemimpinan Islam setelah wafatnya Rosulullah Saw. dikenal dengan kepemimpinan khilafah, di mana pemimpinnya disebut khalifah. Adapun, empat sahabat Rosulullah yang menjadi khalifah setelah wafatnya beliau, yakni Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Abu bakar merupakan khalifah pertama, setelah Rosulullah Saw. wafat, proses pengangkatannya dilakukan dengan cara dipilih oleh para sahabat, setelah perundingan dan sedikit perdebatan. Setelah wafatnya Abu Bakar, digantilah oleh Umar bin Khattab sebagai khalifah ke-2, proses pengangkatannya tidak sama dengan Abu Bakar yang dipilih oleh para sahabat. Akan tetapi, Umar diangkat sebagai khalifah kedua, dengan cara Abu Bakar yang memang telah berwasiat sebelum wafat untuk digantikan oleh Umar nantinya setelah beliau wafat. Adapun, proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah ke-3, akan menjadi topik bahasan kita pada makalah ini. Selain dari pada proses pengangkatan yang berbeda-beda dari keempat khilafah yang telah disebutkan di paragrap awal tadi, ada juga cara kepemimpinan mereka yang berbedabeda, dan yang akan menjadi bahasan kita pada makalah ini, adalah kepemimpinan Utsman bin Affan. 1 B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah ke-3? 2. Bagaimanakah kebijakan politik Utsman bin Affan pada masa kepemimpinannya sebagai khalifah ke-3? C. Tujuan Pembahasan 1. Untuk mengetahui proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah ke-3. 2. Untuk mengetahui kebijakan politik Utsman bin Affan pada masa kepemimpinannya sebagai khalifah ke-3. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Proses Pengangkatan Utsman bin Affan Sebagai Khalifah ke-3 Dalam proses pengangkatan Utsman bin Affan sebagai Khalifah ke-3, ditemukan banyak versi, tapi masih dengan inti yang sama. Di bawah, penulis menguraikan dua versi, yang intinya tidak jauh berbeda. 1. Dalam sebuah Riwayat yang valid, bahwa sebelum terbunuhnya Umar bin al-Khattab saat melaksanakan salat subuh, ia menunjuk enam orang untuk menentukan pengganti khalifah berikutnya. Setelah tiga hari Umar wafat, maka tim 6 bertuugas untuk menunjuk pemimpin berikutnya. Al-Suyuti menyebut mereka dengan ahlu syura (mereka yang bermusyawarah) untuk memilih khalifah. Al-Suyuti menceritakan dalam Tarikh al-Khulafa’ bahwa pengangkatan Utsman bin Affan terdiri dari 6 orang sahabat Nabi. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah, Said, dan Zubair. Mereka telah ditunjuk oleh Umar bin al-Khattab sebagai tim penentuan khalifah setelah dirinya wafat. Al-Suyuti dalam Tarikh al-Khulafa’ menerangkan bahwa masyarakat kala itu telah berkumpul di rumah Abdurrahman bin Auf dan dukungan kepadanya menjadi suksesi Umar bin al-Khattab. Akan tetapi, mengikuti aturan yang berlaku, Abdurahman bin Auf mendatangi keempat orang sahabat yang lain untuk memilih siapa yang cocok. Ketika para sahabat nabi yang lain, seperti Abu Wail, bertanya kepada Abdurahman bin Auf, “bagaimana kamu bisa membaiat (memilih) Utsman bin Affan, padahal ada sahabat nabi yang mulia seperti Ali bin Abu Thalib di sana? Pertanyaan tersebut dijawab oleh Abdurahman, sebagaimana diterangkan dalam Musnad Ahmad. Diriwayatkan, bahwa Abdurahman bin Auf mendatangi Ali bin Abi Thalib untuk menanyakan siapa yang layak menjadi khalifah. Ali bin Abi Thalib menjawab, “Utsman.” Begitupun Ketika ditanya kepada para sahabat-sahabit yang lain. 3 Ketika Abdurahman bertanya kepada Utsman bin Affan dengan pertanyaan serupa yang diajukannya kepada Ali. Utsman menjawab, “Ali bin Abi Thalib.” Pertanyaan tersebut diajukan kepada para ahli syuro secara personal, mayoritas mereka menjawab “Utsman bin Affan” yang cocok menjadi pengganti Umar. Pengangkatan Utsman bin Affan kala itu berimbas pada penggantian beberapa pejabat daerah, seperti Kufah dan berbagai daerah Negara muslim lainnya. Pengganti kepala daerah, atau yang disebut amir merupakan kebijakan Utsman bin Affan yang cukup kontroversial. Pasalnya, beberapa pejabat daerah diangkat dari sanak keluarganya. 2. Sebelum meninggal, Umar ibn Al-Khaththab memanggil tiga calon yang akan menggantikannya sebagai khalifah, mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Sa’ad bin Abi Waqqash. Khalifah Umar bertemu dengan ketiganya secara bergantian, dan berpesan agar penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat untuk menghindari segala kemungkinan konflik yang akan terjadi. Umar ibn Al-Khaththab sebelumnya telah membentuk sebuah dewan formatur yang bertugas memilih khalifah penggantinya dari 3 calon yang sudah ditentukan olehnya. Dewan formatur itu berjumlah 6 orang, yaitu Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Selain itu ada Abdullah bin Umar yang dijadikan sebagai anggota, tetapi tidak memiliki hak suara. Mekanisme pemilihan Khalifah yang telah ditentukan oleh Umar ibn AlKhaththab berbeda dengan sebelumnya, yaitu mereka yang berhak menjadi khalifah adalah yang mendapat suara terbanyak dari anggota formatur. Kemudian apabila ada calon yang mendapatkan suara sama, maka Abdullah bin Umar yang berhak menentukan khalifah selanjutnya. Apabila keputusan Abdullah bin Umar tidak diterima, maka calon yang dipilih oleh Abd ArRahman bin Auf yang berhak menjadi khalifah. Jika masih ada yang menentang keputusan tersebut, maka hendaklah penentang tersebut dibunuh. Setelah Khalifah Umar wafat, Abd Ar-Rahman bin Auf meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah untuk membicarakan calon yang akan 4 diangkat sebagai khalifah. Hasilnya terdapat dua kandidat khalifah, yaitu Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kemudian ketika dilakukan sidang penentuan khalifah, terdapat dua calon yang sama kuat, dan secara mengejutkan ternyata Utsman memilih Ali sebagai calon khalifah, begitu pula Ali yang memilih Utsman sebagai calon khalifah pilihannya. Di samping itu, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang memiliki hak suara memilih Utsman bin Affan sebagai khalifah. Sementara Thalhah dan Zubair tidak dapat memilih calon khalifah karena sedang tidak berada di Madinah. Abd Ar-Rahman bin Auf selanjutnya memilih untuk bermusyawarah dengan masyarakat dan beberapa tokoh di luar anggota formatur. Ia mendapati dua suara yang memilih calon berbeda, yaitu kubu Bani Hasyim mendukung Ali bin Abi Thalib, dan kubu Bani Ummayah yang mendukung Utsman bin Affan. Karena masih dilanda kebingungan, Abd Ar-Rahman bin Auf memanggil Ali dan Utsman secara terpisah. Ia menanyakan kepada keduanya, seandainya mereka dipilih sebagai khalifah, sanggupkah keduanya melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Quran, Sunah Rasul, dan kebijaksanaan khalifah sebelumnya. Ali menjawab bahwa dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Sedangkan Utsman menjawab “Ya! Saya sanggup”. Berdasarkan jawaban keduanya, Abd Ar-Rahman bin Auf menyatakan bahwa Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga. Ketika diangkat sebagai khalifah usia Utsman telah menginjak 70 tahun. Masa pemerintahan Utsman bin Affan menjadi yang paling lama dibandingkan dengan khalifah lainnya, yaitu 12 tahun. Selama awal pemerintahannya sebagai khalifah, Utsman bin Affan menunjukan berbagai prestasi yang hebat untuk perkembangan Islam. B. Kebijakan Utsman bin Affan Pada Masa Kepemimpinannya Sebagai Khalifah ke-3. a. Perluasan Wilayah. 5 Pada masa khalifah Usman terdapat juga beberapa upaya perluasan daerah kekuasaan Islam di antaranya adalah melanjutkan usaha penaklukan Persia. Kemudian Tabaristan, Azerbaijan dan Armenia. Usaha perluasan daerah kekuasaan Islam tersebut lebih lancar lagi setelah dibangunnya armada laut. Satu persatu daerah di seberang laut ditaklukanya, antara lain wilayah Asia Kecil, pesisir Laut Hitam, pulau Cyprus, Rhodes, Tunisia dan Nubia. Dalam upaya pemantapan dan stabilitas daerah kekuasaan Islam di luar kota Madinah, khalifah Usman bin Affan telah melakukan pengamanan terhadap para pemberontak yang melakukan maka di daerah Azerbaijan dan Rai, karena mereka enggan membayar pajak, begitu juga di Iskandariyah dan di Persia. b. Standarisasi Al-Qur’an. Pada masa Usman, terjadi perselisihan di tengah kaum muslimin perihal secara baca Al-Qur’an (qiraat). Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Al-Qur’an diturunkan dengan beragam cara baca. Karena perselisihan ini, hampir saja terjadi perang saudara. Kondisi ini dilporkan oleh Hudzaifah al Yamani kepada Khalifah Usman. Menanggapai laporan tersebut, Khalifah Usman memutuskan untuk melakukan penyeragaman cara baca Al-Qur’an. Cara baca inilah yang akhirnya secara resmi dipakai oleh kaum muslimin. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dan perpecahan dapat dihindari. Dalam menyusun cara baca Al-Qur’an resmi ini, Khalifah Usman melakukannya berdasarkan cara baca yang dipakai dalam Al-Qur’an yang disusun leh Abu Bakar. Setelah pembukuan selesai, dibuatlah beberapa salinannya untuk dikirim ke Mesir, Syam, Yaman, Kufah, Basrah dan Mekkah. Satu mushaf disimpan di Madinah.Mushaf-mushaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushaf Usmani. Khalifah Usman mengharuskan umat Islam menggunakan Al-Qur’an hasil salinan yang telah disebarkan tersebut. Sementara mushaf Al-Qur’an dengan cara baca yang lainnya dibakar. c. Pengangkatan Pejabat Negara. Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun. Pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat 6 Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umurnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdir dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan ibnu Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting. Usman laksana boneka dihadapan kerabatnya tersebut. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. d. Pembangunan Fisik. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pada masa Usman tidak ada kegiatan-kegiatan yang penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas mesjid Nabi di Madinah. e. Pembentukan Armada Laut Islam Pertama Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut Islam sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar Ibn khattab namun beliau menolaknya lantaran khawatir akan membebani kaum muslimin pada saat itu. Setelah kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman maka gagasan itu diangkat kembali kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum muslimin memang harus ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela. Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah luas setelah berhasil menaklukkan tentara Romawi di Cyprus dipimpin Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 27 Hijrah meski harus melewati peperangan yang melelahkan. f. Administrasi Pemerintahan 7 Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, khalifah Utsman bin Affan mempercayakannya kepada seorang gubernur untuk setiap wilayah atau propinsi. Pada masanya wilayah kekuasaan kekhalifahan Madinah dibagi menjadi 10 (sepuluh) propinsi dengan masing-masing gubernur/amirnya, yaitu: 1) Nafi’ bin al-Haris al-Khuza’i, Amir wilayah Makkah; 2) Sufyan bin Abdullah al-Tsaqafi, Amir wilayah Thaif; 3) Ya’la bin Munabbih Halif Bani Naufal bin Abd. Manaf, Amir wilayah Shana’a; 4) Abdullah bin Abi Rabiah, Amir wilayah al-Janad; 5) Utsman bin Abi al-Ash al-Tsaqafi, Amir wilayah Bahrain; 6) Al-Mughirah bin Syu’bah al-Tsaqafi, Amir wilayah Kuffah; 7) Abu Musa Abdullah bin Qais al-Asy’ari, Amir wilayah Basrah; 8) Muawiyah bin Abi Sufyan, Amir wilayah Damaskus; 9) Umair bin Sa’ad, Amir wilayah Himsh; dan 10) Amr bin Ash al-Sahami, Amir wilayah Mesir. Setiap Amir atau Gubernur adalah wakil khalifah di daerah untuk melaksanakan tugas administrasi pemerintahan dan bertanggungjawab kepadanya. Seorang amir diangkat dan diberhentikan oleh Khalifah. Kedudukan gubernur disamping sebagai kepala pemerintahan di daerah juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer, menetapkan undang-undang, dan memutuskan perkara, yang dibantu oleh katib (sekretaris), pejabat pajak, pejabat keuangan (Baitul Mal), dan pejabat kepolisian. Sedangkan kekuasan legislatif dipegang oleh Dewan Penasehat atau Majlis Syura, tempat Khalifah mengadakan musyawarah atau konsultasi dengan para sahabat Nabi terkemuka. Majelis ini memberikan saran, usul, dan nasihat kepada Khalifah tentang berbagai masalah penting yang dihadapi Negara. Akan tetapi pengambil keputusan terakhir tetap berada di tangan Khalifah. Artinya berbagai peraturan dan kebijaksanaan, di luar ketentuan al-Qur’an dan Sunnah Rasul, dibicarakan di dalam majelis itu dan diputuskan oleh Khalifah atas persetujuan anggota Majelis. Dengan demikian, Majelis Syura diketuai oleh Khalifah. 8 Jadi, jika Majelis Syura ini disebut sebagai lembaga legislatif, maka ia tidak sama dengan lembaga legislatif yang dikenal sekarang yang memiliki ketua tersendiri. Namun bagaimanapun, dengan adanya Majelis Syura ini mencerminkan telah adanya pendelegasian kekuasaan dari Khalifah untuk melahirkan berbagai peraturan dan kebijaksanaan. Dari cerminan fungsi ini, Majelis Syura masa kekhalifahan Utsman bin Affan tersebut dapat dikatakan sebagai lembaga legislatif untuk zamannya. Dengan demikian, Khalifah Utsman sebagaimana pendahulunya tetap melaksanakan prinsip musyawarah dengan mengajak beberapa pihak untuk memecahkan masalah-masalah kenegaraan yang dihadapi. Ia tidak bertindak otoriter dalam memerintah bahkan sangat lunak dalam bertindak yang justru dikemudian hari menjadi boomerang bagi dirinya. g. Kebijakan Ekonomi Pemerintahan Ustman Ibn Affan 1. Zakat Seperti di masa Rasululah, Abu Bakar, dan Umar bin Chattab, zakat di masa Usman tetap merupakan ‘primadona‘ pendapat keuangan negara. Mengenai zakat, Usman menetapkan beberapa kaedah yang penting diperhatikan sebagai kewajiban agama : Pertama, kewajiban zakat merupakan kewajiban tahunan kecuali zakat pertanian yang harus dikeluarkan tiap panen. Kedua, kewajiban zakat merupakan kewajiban yang harus jadi diperhatian serius kaum muslimin. Setiap pemilik harta harus hati-hati dengan harta mereka. 2. Harta Peninggalan Si Mayit yang Tak Mempunyai Ahli Waris Harta yang ditinggalkan seseorang yang telah meninggal dunia menjadi milik ahli warisnya. Namun ada juga kasus, seseorang meninggal dunia sedangkan ia tidak mempunyai ahli waris yang berhak atas harta peninggalnya. Terhadap harta simayit ini, Ustman mengeluarkan kebijakan harta tersebut diserahkan ke baitul mal sebagai pendapatan negara. Harta ini kemudian dibagi-bagikan kepada fakir miskin dan pembangunan fasilitas pelayanan umum. 3. Harta Ghanimah, Jizyah, Kharaj dan ‘Usyur Keuangan negara yang terkumpul dari sumber –sumber pemasukan berupa zakat, harta waris yang tidak ada ahli warisnya, ghanimah, jizyah, kharaj dan ‘usyur tijarah didistribusikan untuk belanja operasional pemerintahan dan angkatan perang atau untuk pertahanan negara Islam. 9 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sebelum wafat, Umar bin al-Khattab sebagai khalifah ke-2, telah membentuk kelompok 6 orang untuk nantinya kelompok 6 orang itu bertugas memilih pengganti Umar. Adapun, 6 orang yang dipilih oleh Umar bin Al-Khattab, yakni, Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar-Rahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Selain itu ada Abdullah bin Umar yang dijadikan sebagai anggota, tetapi tidak memiliki hak suara. Adapun, kebijakan Utsman saat menjabat sebagai khalifah ke-3, yaitu kebijakan dalam perluasan wilayah, standarisasi Al-Qur’an, pengangkatan pejabat negara, pembangunan fisik, pembentukan armada laut Islam pertama, administrasi pemerintahan, dan kebijakan ekonominya yang meliputi, zakat, harta peninggalan si mayit yang tak mempunyai ahli waris, harta ghanimah, jizyah, kharaj dan ‘usyur B. Saran Saran yang penulis dapat berikan, yakni perbanyak membaca sejarah-sejarah umat, baik di masa Rosulullah, maupun setelah wafatnya beliau, karena kita sebagai umat muslim dan muslimat, sangat perlu mengetahui sejarah pendahulu-pendahulu kita, agar kita dapat mengambil pelajaran dari mereka, dan dengan mengetahui sejarah-sejarah perjuangan para umat terdahulu, dapat juga menambah keimanan dalam diri kita. 10 Daftar Pustaka https://bincangsyariah.com/khazanah/sejarah-pengangkatan-khalifah-utsman-binaffan/ https://www.bacaanmadani.com/2018/02/kebijakan-dan-strategi-khalifahusman.html https://adentatho.blogspot.com/2011/09/kebijakan-pada-masapemerintahan-utsman.html https://kumparan.com/dnoviani9/kebijakan-ekonomi-sahabat-rasulullahsaw1uoN599tcDu?utm_source=kumMobile&utm_medium=whatsapp&utm_cam paign=share&shareID=yVJtG976sEsd https://kumparan.com/potongan-nostalgia/periode-pengangkatan-dan-masapemerintahan-utsman-bin-affan/full