Studi Komparasi terhadap Prinsip­prinsip Demokrasi pada Sistem Pemilihan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Pemilihan Presiden 2004 Di Indonesia. (Sebuah Analitis Deskriptif Komparatif) Oleh: Dhian Dhermawan ( 01120008/01400334 ) Twinning Program Dibuat: 2006­04­12 , dengan 2 file(s). Keywords: Nilai­Nilai Demokrasi Demokrasi telah lahir di Yunani kuno tepatnya di Athena, dengan memberi kekuasaan pada rakyat untuk menentukan kebijakan­kebijakan, termasuk penentuan pemimpin dalam pemilihan. Dalam sejarah pernah diungkapkan, Islam telah menghidupkan demokrasi setelah hampir sempat hilang. Islam dengan Negara Madinahnya pada 611M telah membawa umatnya pada kemakmuran, dan membawa Islam pada masa­masa kejayaan. Selain itu, demokrasi juga diterapkan dalam memilih Khalifah melalui sistem pemilihan yang penentuannya adalah baiat oleh umat muslim. Baiat diterapkan mulai kepemimpinan Nabi Muhammad hingga masa Khulafa’urrosyidin termasuk dalam pemilihan Ali Bin Abi Thalib. Namun pemilihan Ali berbeda dengan pemilihan­pemilihan sebelumnya, di mana Pemilihan Ali adalah pemilihan secara langsung oleh umat Muslim. Demokrasi juga telah diterapkan di Indonesia, khususnya dalam menentukan pemimpin bangsa yang dilakukan melalui sistem pemilihan secara langsung pada pemilu 2004. Dalam pemilihan itu, rakyat berhak secara bebas menentukan pemimpin dan wakil mereka di parlemen dengan mencoblos calon secara langsung. Dari uraian di atas, ada benang merah yang menghubungkan antara pemilihan Ali Bin Abi Thalib dan Pemilihan Presiden 2004. Di mana keduanya menggunakan pemilihan secara langsung, sekalipun dalam bentuk yang sedikit berbeda. masing­masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh sebab itu, penulis menilai perlu melakukan analisa, bagaimana keberadaan nilai­nilai demokrasi dalam sistem pemilihan Ali Bin Abi Thalib dan sistem pemilihan Presiden 2004 dan bagaimana perbandingannya. Hal itu bertujuan untuk mengetahui tentang nilai­nilai demokrasi dalam sistem pemilihan Ali Bin Abi Thalib dan sistem pemilihan Presiden 2004 di Indonesia dan perbandingan keduanya. Metode penulisan yang digunakan oleh penulis dalam pembahasan ini adalah metode deskriptif komparatif, yaitu analisa terhadap pelaksanaan kedua pemilihan masa Ali dan PILPRES 2004 di Indonesia, dan mencari nilai­nilai demokrasi dalam pelaksanaan kedua pemilihan tersebut untuk kemudian diperbandingkan. Berdasarkan analisa, nilai­nilai demokrasi pada PILPRES 2004 di Indonesia adalah jaminan hak­ hak dasar terbatas pada undang­undang, kedaulatan rakyat yang penerapannya melalui pemilihan secara langsung, dengan bentuk pencoblosan gambar calon terpilih, dan Prinsip mayoritas, dalam bentuk penentu akhir dari pemilihan adalah suara terbanyak rakyat dalam perolehan suara. sedangkan nilai­nilai demokrasi pada pemilihan Khalifah Ali adalah Jaminan hak­hak dasar dalam pemilihan secara luas, Hak memilih dan menentukan Khalifah adalah umat muslim melalui pemilihan secara langsung dalam arti sebenarnya, di mana umat Islam berkumpul di masjid nabawi dan mengadakan Bai’at pada Ali. Pada pemilihan masa ini tidak ditentukan kriteria khusus untuk memilih ataupun dipilih dalam pemilihan. Dan penentuan calon terpilih adalah perolehan suara mayoritas. Kelebihan Pemilihan masa Ali, adanya jaminan hak­hak dasar dalam pemilihan secara luas, dan pemilihan secara langsung dalam arti sebenarnya yaitu calon Khalifah di baiat oleh umat secara langsung dengan mengumpulkan mereka di masjid nabawi. Kelemahannya adalah tidak memiliki aturan pemilihan secara jelas dan tertulis, serta jaminan hak­hak dasar yang terlalu luas membuat pemilihan kurang efektif. Sedangkan kelebihan PILPRES 2004 di Indonesia telah memiliki aturan pemilihan secara jelas, dan adanya pembatasan oleh UU PILPRES No.23 tahun 2003 dalam pemberian hak­hak dasar dalam pemilihan. Dan kekurangannya adalah jaminan hak­hak dasar dalam pemilihan terlalu dibatasi secara rinci oleh UU PILPRES 23 tahun 2003, dan pemilihan langsung dilaksanakan hanya dalam bentuk pencoblosan gambar. Dari perbandingan di atas, disimpulkan untuk menemukan pemimpin yang benar­benar membawa kesejahteraan bagi rakyat, diperlukan sistem pemilihan yang telah memiliki aturan jelas tentang pemilihan dan perlu pembatasan atas pemenuhan hak dasar rakyat dalam pemilihan, namun bukan pembatasan terlalu sempit yang kemudian justeru menjadikan demokrasi yang hegemonik dengan aturan­aturan yang terlalu terperinci. Dan menjadikan pemaknaan demokrasi juga menjadi sempit dan pelaksanaan pemilihan secara langsung kiranya perlu direkonstruksi bukan dengan gambar melainkan benar­benar secara langsung, karena pencoblosan gambar membuka peluang besar adanya terjadinya manipulasi perolehan suara.