See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328354247 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI MIKROB Technical Report · October 2018 CITATIONS READS 0 2,229 1 author: Ahmad Arsyadi Bogor Agricultural University (ID) Ibaraki University (JP) 45 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE All content following this page was uploaded by Ahmad Arsyadi on 18 October 2018. The user has requested enhancement of the downloaded file. LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI MIKROB ISOLASI BAKTERI Bacillus sp. PENGHASIL BAKTERIOSIN DARI AIR DAN SEDIMEN LUMPUR STASIUN PERCOBAAN FAKULTAS PERIKANAN INSITUT PERTANIAN BOGOR AHMAD ARSYADI PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2018 2 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan–bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel air dan sedimen lumpur stasiun percobaan Fakultas Perikanan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB). Alat Alat yang digunakan adalah spektrofotometer (Thermo Scientific, Wilmington, USA), mesin sentrifuge Centurion Scientific K3 Series, mesin Sodium Dodecyl SulfatePolyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), dan peralatan mikrobiologi lainnya. Lokasi dan Waktu Praktikum ini dilaksanakan pada 2-23 April 2018 di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB). 3 Diagram Alir Praktikum Cara Kerja Pengambilan sampel Sampel air dari stasiun percobaan FPIK IPB diambil sebanyak 500 mL dengan campuran sedimen lumpur sebanyak 200 g menggunakan pipa. Sampel dimasukkan ke dalam botol plastik bersih, dibawa ke laboratorium, dan langsung digunakan pada tahap selanjutnya. Isolasi dan seleksi isolat Isolasi bakteri penghasil antimikrob dari sampel dilakukan mengikuti metode Jamilah et al. (2011) dengan modifikasi berupa media pertumbuhan dan bakteri patogen yang digunakan. Sebanyak 1 mL sampel campuran air dan sedimen lumpur yang telah homogen ditambahkan ke dalam 9 mL akuades steril lalu dilakukan pengenceran 4 bertingkat hingga 10-3 . Hasil pengenceran 10 -1 -10-3 kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit pada suhu 80°C, didiamkan selama 5 menit, dan 0,1 mL dari setiap hasil pengenceran disebar pada 3 media Nutrient Agar (NA) yang mengandung 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus aureus. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C, koloni yang tumbuh dan membentuk zona bening kemudian dipurifikasi dengan metode gores pada media NA. Uji aktivitas antimikrob Ketiga bakteri patogen diremajakan pada media Agar Luria Bertani (LA) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C. Selanjutnya, setiap bakteri patogen diinokulasikan ke dalam media Luria Bertani (LB) dan diinkubasi pada kondisi yang sama menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm. Sebanyak 1 ose dari setiap isolat uji dan bakteri Bacillus sp. umur 24 jam digores pada 3 media LA yang telah mengandung 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus aureus hingga membentuk simbol (=) secara duplo. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C, zona bening yang terbentuk di sekitar koloni diukur menggunakan mistar dan dihitung indeks penghambatannya menggunakan persamaan: Indeks penghambatan = diameter zona bening (mm)-diameter koloni (mm) diameter koloni (mm) (Isramilda 2007) .Pengendapan bertingkat amonium sulfat Tahap pemekatan protein menggunakan amonium sulfat bertingkat mengikuti Burgess (2009) dengan modifikasi tabel pengendapan dari Simpson (2006). Satu ose isolat yang memiliki indeks penghambatan tertinggi diinokulasikan ke dalam media Nutrient Broth (NB) 200 mL dan diinkubasi pada suhu 28°C selama 15 jam menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm. Kultur tersebut kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit, diukur volume supernatan yang diperoleh, ditambahkan dengan amonium sulfat, dihomogenkan menggunakan vortek, dan didiamkan selama 12 jam. Semua langkah tersebut dilakukan pada suhu 0°C. Adapun jumlah amonium sulfat yang ditambahkan mengacu pada tabel pengendapan dan dimasukkan ke dalam persamaan: Jumlah amonium sulfat (g) = Volume supernatan (mL) x Nilai pada tabel pengendapan 100 Supernatan hasil pengendapan disentrifugasi dengan kondisi yang sama, diukur volumenya yang tersisa, dan presipitat dalam bentuk pelet yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan bufer fosfat (phospate-buffer saline) pH 7.0. Langkah pengendapan dilakukan sebanyak 4x dengan variabel konsentrasi amonium sulfat sebesar 0-20%, 2040%, 40-60%, dan 60-80% serta interval wwaktu inkubasi selama 12 jam. Semua larutan presipitat yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu 4°C. Pengukuran kadar protein Penentuan kadar protein dalam keempat larutan presipitat hasil pengendapan amonium sulfat dilakukan mengikuti metode Bradford (1976). Larutan stok Bovine Serum Albumine (BSA) 1 mg/mL dibuat dengan cara melarutkan 20 mg bubuk BSA ke dalam 20 mL akuades. Selanjutnya, larutan stok tersebut diencerkan dengan akuades dalam variasi konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 mg/mL (Tabel 1). Sebanyak 100 5 µL dari setiap konsentrasi kemudian ditambahkan dengan 5 mL reagen Bradford, dihomogenisasi menggunakan vortek, dan didiamkan selama 5 menit pada suhu 28°C. Nilai absorbansi masing-masing variasi konsentrasi selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombangnya 595 nm dan dibuatkan kurva standar untuk memperoleh persamaan regresi linear yang akan digunakan untuk pengukuran kadar protein pada sampel dengan sumbu X sebagai kadar protein dan sumbu Y sebagai nilai absorbansi sampel terkoreksi. Tabel 1. Variasi konsentrasi larutan standar BSA Kosentrasi BSA (mg/mL) Stok BSA (mL) Akuades (mL) 0 0 1.0 0.1 0.1 0.9 0.2 0.2 0.8 0.3 0.3 0.7 0.4 0.4 0.6 0.5 0.5 0.5 0.6 0.6 0.4 Sebanyak 100 µL dari masing-masing larutan presipitat protein (4 sampel) ditambahkan dengan 5 mL reagen Bradford, dihomogenisasi menggunakan vortek, dan didiamkan selama 5 menit pada suhu 28°C. Nilai absorbansi dari setiap larutan sampel selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombangnya 595 nmuntuk digunakan dalam menghitung kadar protein masing-masing sampel. Uji aktivitas bakteriosin Sebanyak 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus aureus diinokulasikan pada media NA menggunakan metode cawan tuang. Setiap media kemudian dibuatkan 4 sumuran dengan diameter 7 mm, kedalaman 5 mm, dan ditambahkan 50 µL larutan presipitat hasil pengendapan amonium sulfat (4 sampel) (Kimura et al. 1997; Sharma et al. 2011). Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C, zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran diukur menggunakan mistar dan dihitung indeks penghambatannya menggunakan persamaan: Indeks penghambatan = diameter zona bening (mm)-diameter sumuran (mm) diameterkoloni (mm) (Isramilda 2007) Penentuan bobot molekul protein Bobot molekul protein pada sampel larutan presipitat terakhir (60-80%) dianalisis menggunakan metode SDS-PAGE. Sebanyak 75 µL larutan ersipitat ditambahkan dengan 25 µL buffer sampel (β-Mercaptoethanol) sebanyak 4x, dihomogenkan menggunakan vortek, dan dipanaskan di dalam penangas air suhu 100 °C selama 10 menit. Selanjutnya, 30 µL dari larutan tersebut ditambahkan dengan 10 µL marker protein (PageRulerTM Unstained Protein Ladder) dan dimasukkan ke dalam kolom gel poliakrilamid dengan konsentrasi 4% sebagai gel penahan dan 12,5% sebagai gel pemisah. Gel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam buffer SDS-PAGE dan dielektroforesis selama 5 jam pada tegangan 90 Volt. Visualisasi dilakukan dengan perendaman gel di dalam larutan pewarna Coomassie Brilliant Blue G250 selama 12 jam dan dibersihkan menggunakan larutan metanol serta asam asetat, sehingga tampak 6 adanya pita berarna biru di dalam gel. Bobot molekul protein sampel kemudian dihitung menggunakan persamaan dari kurva standar bobot molekul protein. HASIL Isolat Bakteri Penghasil Antimikrob Seleksi isolat dilakukan berdasarkan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar koloni hasil isolasi pada setiap media. Total isolat yang diperoleh dan berpotensi menghasilkan senyawa antimikrob adalah sebanyak 6 isolat (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah isolat yang tumbuh dan mmbentuk zona Bakteri Patogen Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3 Eschericia coli 1 1 Vibrio harvei 1 Staphylococcus aureus 1 1 1 Uji Aktivitas Antimikrob Aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen E. coli dan V. harvei secara konsisten (dibandingkan dengan hasil seleksi) ditunjukkan oleh isolat 5 dan 6. Isolat 5 memiliki indeks penghambatan tertinggi yaitu sebesar 0,6 terhadap bakteri E. coli dan 0,48 terhadap bakteri V. harvei (Tabel 3). Zona hambat yang dibentuk oleh kedua isolat ditunjukkan pada Gambar 1. Tabel 3. Nilai indeks penghambatan (IP) oleh isolat 5 dan 6 Bakteri Patogen IP Isolat 5 IP Isolat 6 Eschericia coli 0,6 0,18 Vibrio harvei 0,48 0,28 Staphylococcus aureus - a b 6 6 5 5 Gambar 1. Pembentukan zona hambat oleh isolat 5 dan 6; a. Eschericia coli; b. Vibrio harvei 7 Kadar Protein Kadar protein tertinggi diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat 40-60% yaitu sebesar 0,36 mg/mL (Gambar 2). 0,4 0,355769231 0,35 0,283067542 0,3 0,25 0,2 0,15 Kadar Protein (mg/mL) 0,1 0,05 0,032129456 0,008677298 0 0-20% 20-40% 40-60% 60-80% Variasi Sampel Larutan Presipitat Gambar 2. Kadar protein larutan sampel presipitat hasil pengendapan bertingkat amonium sulfat Uji Aktivitas Bakteriosin Keempat larutan sampel presipitat tidak memiliki aktivitas penghambatan (antimikrob) terhadap ketiga jenis bakteri patogen. Hal ini ditandai dengan tidak adanya zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran (Gambar 3). a b 8 c Gambar 3. Hasil negatif pembentukan zona hambat terhadap bakteri patogen oleh keempat larutan sampel presipitat; a. Eschericia coli; b. Vibrio harvei; c. Staphylococcus aureus; 1. 0-20%; 2. 20-40%; 3. 40-60%; 4. 60-80% Bobot Molekul Protein Bobot molekul protein yang terkandung di dalam larutan sampel presipitat 6080% (K1) tidak dapat ditentukan karena tidak terbentuknya pita di sepanjang kolom gel (Gambar 4). 1 2 3 4 5 6 7 8 200 kDa 25 kDa 15 kDa 10 kDa Gambar 4. Hasil negatif pembentukan pita dari larutan sampel presipitat 60-80%; 1. SpmoB L; 2. K3; 3. K2; 4. K1; 5. Marker; 6. Kosong; 7. SpmoB 2; 8. SpmoB 1 9 PEMBAHASAN Praktikum ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan penyakit udang dan ikan di area tambak yang disebabkan oleh bakteri patogen. Sampel lingkungan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah campuran air dan sedimen lumpur dari stasiun percobaan (kolam ikan) Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Hal ini dikarenakan praktikan bertujuan untuk mendapatkan bakteri dari genus Bacillus yang umumnya terdapat pada air dan tanah. Bakteri dari genus ini dipilih karena sifatnya yang aerob dan telah banyak diketahui kemampuannya dalam menghasilkan senyawa antimikrob khususnya bakteriosin seperti Bacillus amyloliquefaciens serta Bacillus subtilis (Joseph et al. 2013; Lim et al. 2016). Sampel yang diperoleh digunakan untuk mengisolasi dan menapis bakteri Bacillus penghasil bakteriosin menggunakan media Nutrient Agar (NA). Pada tahap ini dilakukan proses pemanasan larutan sampel pada suhu 80°C selama 10 menit untuk mematikan bakteri lain dan memperoleh endospora Bacillus yang tahan terhadap perlakuan panas. Kemudian, untuk mengetahui kemampuan awal isolat dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen, media NA yang digunakan ditambahkan dengan 1% bakteri patogen yaitu Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus aureus. Ketiga bakteri ini digunakan karena sifatnya yang patogen, mewakili grup bakteri Gram (+) dan Gram (-), serta sensitivitasnya terhadap bakteriosin (Suardana et al. 2017). Oleh karenanya, bakteri yang tumbuh dan membentuk zona bening di sekitar koloninya diharapkan merupakan bakteri Bacillus yang memiliki aktivitas bakteriosin. Hasil isolasi menunjukkan bahwa jumlah isolat yang mampu tumbuh dan memenuhi kriteria di atas adalah sebanyak 6 isolat. Karakterisasi morfologi tidak dilakukan pada praktikum ini karena ditujukan untuk mengetahui dan memastikan kemampuannya dalam menghasilkan bakteriosin terlebih dahulu. Keenam isolat kemudian diuji lebih lanjut kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan ketiga bakteri patogen dengan metode gores berbentuk (=). Metode ini dipilih karena prosesnya sederhana dan menghasilkan perbedaan diameter koloni serta zona hambat yang jelas dibandingkan dengan metode penotolan (titik atau spot). Dalam tahap ini digunakan bakteri Bacillus yang telah diketahui kemampuannya dalam menghasilkan bakteriosin sebagai kontrol positif. Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa, dari keenam isolat uji dan satu bakteri kontrol, hanya isolat 5 dan 6 yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Isolat 5 memiliki indeks penghambatan (IP) terbesar yaitu 0,6 terhadap bakteri E. coli dan 0,48 terhadap bakteri V. harvei. Berdasarkan nilai IP tersebut, diduga isolat 5 mampu menghasilkan bakteriosin dengan aktivitas hambat yang tinggi. Namun, pembentukan zona bening pada media tidak hanya ditentukan oleh aktivitas bakteriosin. Ukuran serta kelarutan bakteriosin di dalam media juga dapat mempengaruhi ukuran zona hambat yang terbentuk sehingga, isolat 6 dapat diduga berpotensi sebagai penghasil bakteriosin meskipun menghasilkan zona hambat yang lebih kecil dibandingkan isolat 5. Meskipun demikian, isolat 5 tetap dipilih untuk pengujian tahap selanjutnya dikarenakan nilai IP-nya yang besar dimana tentunya diharapkan juga mampu meghasilkan bakteriosin dengan konsentrasi dan kadar substansi aktif antimikrob yang tinggi serta daya hambatnya yang luas dilihat dari terbentuknya zona hambat pada kedua bakteri Gram (-). Adapun tidak adanya zona hambat yang terbentuk pada kontrol positif dimungkinkan karena sudah lamanya umur 10 isolat yang digunakan dan menyebabkan hilangnya kemampuan bakteri Bacillus tersebut dalam menghasilkan bakteriosin. Tahap sentrifugasi terhadap kultur cair isolat 5 bertujuan untuk memperoleh supernatan yang mengandung bakteriosin hasil sekresi sel. Supernatan tersebut kemudian diendapkan menggunakan amonium sulfat bertingkat. Tahap ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi protein yang terkandung dalam supernatan. Harapannya, dikarenakan bakteriosin tersusun atas peptida, semakin tinggi konsentrasi protein yang diperoleh juga akan semakin meningkatkan aktivitas bakteriosin. Penggunaan amonium sulfat didasarkan atas kekuatan ioniknya yang tinggi, dapat menstabilkan beberapa enzim, tidak merusak protein, dan mudah larut dalam air (Suprihana 2013). Tahap ini menghasilkan empat larutan presipitat yaitu dari pengendapan 0-20%, 20-40%, 40-60%, dan 60-80%. Keempat larutan presipitat selanjutnya diukur kadar protein dan aktivitas penghambatannya. Sedangkan untuk penentuan bobot molekul protein hanya dilakukan terhadap larutan presipitat 60-80%. Hal ini dikarenakan, pada pengendapan terakhir ini diperoleh konsentrasi protein tertinggi sehingga dapat mempermudah proses pengukuran bobot molekulnya menggunakan metode SDS-PAGE (Umoro 2016). Ketiga tahap ini bertujuan untuk mengkonfirmasi keberadaan bakteriosin di dalam supernatan. Tahap pertama adalah penentuan kadar protein di dalam sampel larutan presipitat dengan metode Bradford. Prinsipnya adalah dengan adanya perubahan warna merah ke biru setelah terbentuknya kompleks CBB-protein yang kemudian dapat dideteksi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Bradford 1976). Pembentukan kompleks tersebut dapat terjadi karena adanya pengikatan protein pada gugus netral CBB interaksi hidrofobik (triftofan dan fenilalanin) dan tarikan elektrostatis antara gugus sulfonat dengan gugus positif guanidin dari asam amino arginin, histidin, dan lysin (Gambar 4) (Georgiou et al. 2008). Kadar protein tertinggi diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat 40-60% yaitu sebesar 0,36 mg/mL. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Umoro (2016). Dalam penelitiannya yang menggunakan bakteri Bacillus LTP 1 mendapatkan protein dengan konsentrasi tertinggi (0,12 mg/mL) pada pengendapan amonium sulfat 40-60%. Berdasarkan hasil ini dapat diduga bahwa larutan presipitat 40-60% mengandung bakteriosin dengan konsentrasi tertinggi. Konfirmasi selanjutnya dilakukan dengan menguji aktivitas antimikrob dari larutan presipitat. Hasil menunjukkan bahwa keempat larutan presipitat tidak memiliki aktivitas antimikrob pada semua media uji, yang ditandai dengan tidak adanya pembentukan zona bening di sekitar sumuran (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan bahwa larutan presipitat yang diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat tidak mengandung bakteriosin. Konfirmasi terakhir adalah penentuan bobot molekul protein di dalam larutan presipitat 60-80% menggunakan metode SDS-PAGE. Metode ini berbasis elektroforesis dengan menggunakan dua jenis gel yaitu gel penahan 4% dan gel pemisah 12,5%. Gel pemisah berfungsi untuk meengkonsentratkan protein yang sudah bermuatan negatif dan linier (oleh perlakuan SDS) sedangkan gel pemisah berfungsi untuk memisahkan molekul protein berdasarkan berat molekulnya (Saraswathy N dan Ramalingam P 2011). Gambar 4 menunjukkan bahwa sampel larutan presipitat (K1) tidak mengandung protein yang ditunjukkan dengan tidak adanya pita yang terbentuk di sepanjang kolom 11 gel. Hal ini juga mengindikasikan bahwa sampel larutan presipitat juga tidak mengandung bakteriosin. Perbedaan hasil ketiga tahap konfirmasi di atas kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah tidak digunakannya larutan presipitat 40-60% pada penentuan bobot molekul protein yang mengandung konsentrasi protein tertinggi dan jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam kolom gel serta sumuran masih terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan tidak munculnya pita pada hasil SDS-PAGE dan tidak terbentuknya zona hambat di sekitar sumuran pada uji aktivitas bakteriosin. Namun demikian, isolat 5 masih dapat diduga mampu menghasilkan bakteriosin didasarkan atas terbentuknya zona hambat pada uji aktivitas antimikrob dan adanya kadar protein sebesar 0,008-0,36 mg/mL pada larutan presipitat hasil pengendapan amonium sulfat bertingkat. KESIMPULAN Isolat 5 diduga berpotensi menghasilkan bakteriosin yang berspektrum luas. Konfirmasi terhadap dugaan tersebut dapat dilakukan dengan pengujian ulang bakteriosin dalam aktivitas antimikrobnya, penentuan bobot molekul proteinnya, serta pengujian lain seperti uji kepekaan terhadap enzim proteolitik. 12 DAFTAR PUSTAKA Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Analyt Biochem. 254:248–254. Burgess RR. 2009. Protein precipitation techniques. Method Enzymol. 463:331342.doi:https://doi.org/10.1016/S0076-6879(09)63020-2. Georgiou CD, Grintzalis K, Zervoudakis G, Papapostolou I. 2008. Mechanism of coomassie brilliant blue G-250 binding to proteins: a hydrophobic assay for nanogram quantities of proteins. Anal Bioanal Chem. 391– 403.doi:10.1007/s00216-008-1996-x Isramilda. 2007. Karakterisasi zat antimikrob penghambat pertumbuhan Vibrio harveyi dan Escherichia coli dari Bacillus sp. asal tambak udang [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jamilah I, Meryandini A, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. Activity of proteolytic and amylolytic enzymes from Bacillus spp. isolated from shrimp ponds. Microbiol Indones. 3(2):67-71. Joseph B, Dhas B, Hena V, Raj J. 2013. Bacteriocin from Bacillus subtilis as a novel drug against diabetic foot ulcer bacterial pathogens. Asian Pac J Trop Biomed. 3(12):942-946. Kimura H, Nagano R, Matsusaki H, Sonomoto K, Ishizaki A. 1997. A bacteriosin of strain Pediococcus sp. ISK-1 isolated from Nukadoko, bed of fermented rice bran. Biosci Biotech Biochem. 61(6):1049-1051. Lim KB, Balolong MP, Kim SH, Oh JK, Lee JY, Kang DK. 2016. Isolation and Characterization of a broad spectrum bacteriocin from Bacillus amyloliquefaciens RX7. BioMed Res Internat. 2016:1-7.doi:http://dx.doi.org/10.1155/2016/8521476. Saraswathy N, Ramalingam P. 2011. Introduction to proteomics. 2011:147158.doi:https://doi.org/10.1533/9781908818058.147. Sharma N, Kapoor R, Gautam N, Kumari R. 2011. Purification and characterization of bacteriocin produced by Bacillus subtilis R75 isolated from fermented chunks of Mung Bean (Phaseolus radiatus). Food Technol Biotechnol. 49(2):169-176. Simpson RJ. 2006. Bulk precipitation of proteins by ammonium sulfate. CSH Protoc. 1.doi:10.1101/pdb.prot4308. Suardana IW, Septiara HKA, Suarsana IN. 2017. Karakteristik bisikokimia bakteriosin asal bakteri asam laktat Enterococcus durans hasil isolasi kolon sapi bali. Bul Vet Uday. 9(2):2019-215.doi:10.21531.bulvet.2017.9.2.209. Suprihana MS. 2013. Fraksinasi enzim lipase dari endosperm kelapa dengan metode salting-out. Agritech. 33(4):377-383. Umoro A. 2016. Isolasi Bacillus sp. penghasil bakteriosin dan peningkatan aktivitasnya sebagai penghambat Vibrio harvei [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 13 Lampiran 1 Absorbansi larutan standar Bovine Serum Albumine (BSA) (λ 595nm) Konsentrasi BSA Absorbansi awal Absorbansi terkoreksi 0 0,173 0 0,1 0,225 0,052 0,2 0,265 0,092 0,3 0,293 0,120 0,4 0,353 0,180 0,5 0,397 0,224 0,6 0,427 0,254 Lampiran 2 Kurva standar larutan Bovine Serum Albumine (BSA) y = 0,426x + 0,003 R² = 0,994 Absorbansi (A) 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0 0,2 0,4 0,6 0,8 Konsentrasi BSA (mg/ml) Lampiran 3 Kurva standar bobot molekul protein 0,6 0,5 y = -0,787x + 1,598 R² = 0,957 0,4 0,3 0,2 0,1 0 1,200 1,300 1,400 1,500 1,600 1,700 1,800 1,900 2,000 14 Lampiran 4 Contoh perhitungan variasi jumlah amonium sulfat Tingkat pengendapan Volume supernatan Jumlah ammonium sulfat 0-20% 181 ml 20-40% 187 ml 40-60% 191 ml 60-80% 195 ml 181 100 187 100 x 10,6 gr = 19,2 gr x 11,3 gr = 21,1 gr 191 100 195 100 x 12 gr = 22,9 gr x 12,9 gr = 25,2 gr Lampiran 5 Contoh perhitungan bobot molekul protein Sampel spmoB Migrasi pita (cm) 2,4 Lampiran 6 Komposisi bahan Larutan/Reagen Bradford Phospate-buffer saline Gel pemisah 12,5% Gel penahan 4% Rf 0,413793 1,5035 BM spmoB 32 Komposisi Jumlah Coomassie Brilliant Blue G250 0,05 g Etanol 95% 25 ml Asam ortofosfat 85% 50 ml Akuades 500 ml NaCl 30 g KCl 0,2 g Na2HPO4 1,44 g KH2 PO4 0,24 g ddH 2O 800 ml Akrilamid/Bisakrilamid 4,16 ml Tris-HCl pH 6,8 0,5 M - Tris-HCl pH 8,8 1,5 M 2,5 ml SDS 10% 100 µl ddH 2O 3,13 ml Amonium Persulfat 10% 100 µl TEMED 10 µl Akrilamid/Bisakrilamid 0,53 ml Tris-HCl pH 6,8 0,5 M 1 ml Tris-HCl pH 8,8 1,5 M - 15 Lanjutan Larutan/Reagen Komposisi Jumlah Gel penahan 4% SDS 10% 40 µl ddH 2O 2,19 ml Amonium Persulfat 10% 40 µl TEMED 4 µl Tris-HCl pH 6,8 1 M 2,5 ml ddH 2O 0,5 ml SDS 1g Bromophenol blue 0,1% 0,8 ml Gliserol 100% 4 ml β-Mercaptoethanol 14,3 M 2 ml Tris base 30 g Glisin 144 g SDS 10 g Akuades 1000 ml Buffer sampel Buffer SDS-PAGE 10x (/L) View publication stats