Uploaded by User107154

LaporanBAKTERIOSIN

advertisement
See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/328354247
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI MIKROB
Technical Report · October 2018
CITATIONS
READS
0
2,229
1 author:
Ahmad Arsyadi
Bogor Agricultural University (ID) Ibaraki University (JP)
45 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Ahmad Arsyadi on 18 October 2018.
The user has requested enhancement of the downloaded file.
LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI MIKROB
ISOLASI BAKTERI Bacillus sp. PENGHASIL BAKTERIOSIN DARI
AIR DAN SEDIMEN LUMPUR STASIUN PERCOBAAN
FAKULTAS PERIKANAN INSITUT PERTANIAN BOGOR
AHMAD ARSYADI
PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
2
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan–bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel air dan sedimen
lumpur stasiun percobaan Fakultas Perikanan (FPIK) Institut Pertanian Bogor (IPB).
Alat
Alat yang digunakan adalah spektrofotometer (Thermo Scientific, Wilmington,
USA), mesin sentrifuge Centurion Scientific K3 Series, mesin Sodium Dodecyl SulfatePolyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE), dan peralatan mikrobiologi lainnya.
Lokasi dan Waktu
Praktikum ini dilaksanakan pada 2-23 April 2018 di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB).
3
Diagram Alir Praktikum
Cara Kerja
Pengambilan sampel
Sampel air dari stasiun percobaan FPIK IPB diambil sebanyak 500 mL dengan
campuran sedimen lumpur sebanyak 200 g menggunakan pipa. Sampel dimasukkan ke
dalam botol plastik bersih, dibawa ke laboratorium, dan langsung digunakan pada tahap
selanjutnya.
Isolasi dan seleksi isolat
Isolasi bakteri penghasil antimikrob dari sampel dilakukan mengikuti metode
Jamilah et al. (2011) dengan modifikasi berupa media pertumbuhan dan bakteri patogen
yang digunakan. Sebanyak 1 mL sampel campuran air dan sedimen lumpur yang telah
homogen ditambahkan ke dalam 9 mL akuades steril lalu dilakukan pengenceran
4
bertingkat hingga 10-3 . Hasil pengenceran 10 -1 -10-3 kemudian dipanaskan dalam
penangas air selama 10 menit pada suhu 80°C, didiamkan selama 5 menit, dan 0,1 mL
dari setiap hasil pengenceran disebar pada 3 media Nutrient Agar (NA) yang
mengandung 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus
aureus. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C, koloni yang tumbuh dan
membentuk zona bening kemudian dipurifikasi dengan metode gores pada media NA.
Uji aktivitas antimikrob
Ketiga bakteri patogen diremajakan pada media Agar Luria Bertani (LA) dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28°C. Selanjutnya, setiap bakteri patogen
diinokulasikan ke dalam media Luria Bertani (LB) dan diinkubasi pada kondisi yang
sama menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm. Sebanyak 1 ose dari
setiap isolat uji dan bakteri Bacillus sp. umur 24 jam digores pada 3 media LA yang
telah mengandung 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan
Staphylococcus aureus hingga membentuk simbol (=) secara duplo. Setelah diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 28°C, zona bening yang terbentuk di sekitar koloni diukur
menggunakan mistar dan dihitung indeks penghambatannya menggunakan persamaan:
Indeks penghambatan = diameter zona bening (mm)-diameter koloni (mm)
diameter koloni (mm)
(Isramilda 2007)
.Pengendapan bertingkat amonium sulfat
Tahap pemekatan protein menggunakan amonium sulfat bertingkat mengikuti
Burgess (2009) dengan modifikasi tabel pengendapan dari Simpson (2006). Satu ose
isolat yang memiliki indeks penghambatan tertinggi diinokulasikan ke dalam media
Nutrient Broth (NB) 200 mL dan diinkubasi pada suhu 28°C selama 15 jam
menggunakan inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm. Kultur tersebut kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 6000 rpm selama 15 menit, diukur volume supernatan
yang diperoleh, ditambahkan dengan amonium sulfat, dihomogenkan menggunakan
vortek, dan didiamkan selama 12 jam. Semua langkah tersebut dilakukan pada suhu
0°C. Adapun jumlah amonium sulfat yang ditambahkan mengacu pada tabel
pengendapan dan dimasukkan ke dalam persamaan:
Jumlah amonium sulfat (g) = Volume supernatan (mL) x Nilai pada tabel pengendapan
100
Supernatan hasil pengendapan disentrifugasi dengan kondisi yang sama, diukur
volumenya yang tersisa, dan presipitat dalam bentuk pelet yang diperoleh kemudian
dilarutkan dengan bufer fosfat (phospate-buffer saline) pH 7.0. Langkah pengendapan
dilakukan sebanyak 4x dengan variabel konsentrasi amonium sulfat sebesar 0-20%, 2040%, 40-60%, dan 60-80% serta interval wwaktu inkubasi selama 12 jam. Semua
larutan presipitat yang diperoleh kemudian disimpan pada suhu 4°C.
Pengukuran kadar protein
Penentuan kadar protein dalam keempat larutan presipitat hasil pengendapan
amonium sulfat dilakukan mengikuti metode Bradford (1976). Larutan stok Bovine
Serum Albumine (BSA) 1 mg/mL dibuat dengan cara melarutkan 20 mg bubuk BSA ke
dalam 20 mL akuades. Selanjutnya, larutan stok tersebut diencerkan dengan akuades
dalam variasi konsentrasi 0; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 mg/mL (Tabel 1). Sebanyak 100
5
µL dari setiap konsentrasi kemudian ditambahkan dengan 5 mL reagen Bradford,
dihomogenisasi menggunakan vortek, dan didiamkan selama 5 menit pada suhu 28°C.
Nilai absorbansi masing-masing variasi konsentrasi selanjutnya diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombangnya 595 nm dan dibuatkan kurva standar
untuk memperoleh persamaan regresi linear yang akan digunakan untuk pengukuran
kadar protein pada sampel dengan sumbu X sebagai kadar protein dan sumbu Y sebagai
nilai absorbansi sampel terkoreksi.
Tabel 1. Variasi konsentrasi larutan standar BSA
Kosentrasi BSA (mg/mL)
Stok BSA (mL)
Akuades (mL)
0
0
1.0
0.1
0.1
0.9
0.2
0.2
0.8
0.3
0.3
0.7
0.4
0.4
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.6
0.4
Sebanyak 100 µL dari masing-masing larutan presipitat protein (4 sampel)
ditambahkan dengan 5 mL reagen Bradford, dihomogenisasi menggunakan vortek, dan
didiamkan selama 5 menit pada suhu 28°C. Nilai absorbansi dari setiap larutan sampel
selanjutnya diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombangnya 595
nmuntuk digunakan dalam menghitung kadar protein masing-masing sampel.
Uji aktivitas bakteriosin
Sebanyak 1% bakteri patogen Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus
aureus diinokulasikan pada media NA menggunakan metode cawan tuang. Setiap media
kemudian dibuatkan 4 sumuran dengan diameter 7 mm, kedalaman 5 mm, dan
ditambahkan 50 µL larutan presipitat hasil pengendapan amonium sulfat (4 sampel)
(Kimura et al. 1997; Sharma et al. 2011). Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu
28°C, zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran diukur menggunakan mistar dan
dihitung indeks penghambatannya menggunakan persamaan:
Indeks penghambatan = diameter zona bening (mm)-diameter sumuran (mm)
diameterkoloni (mm)
(Isramilda 2007)
Penentuan bobot molekul protein
Bobot molekul protein pada sampel larutan presipitat terakhir (60-80%) dianalisis
menggunakan metode SDS-PAGE. Sebanyak 75 µL larutan ersipitat ditambahkan
dengan 25 µL buffer sampel (β-Mercaptoethanol) sebanyak 4x, dihomogenkan
menggunakan vortek, dan dipanaskan di dalam penangas air suhu 100 °C selama 10
menit. Selanjutnya, 30 µL dari larutan tersebut ditambahkan dengan 10 µL marker
protein (PageRulerTM Unstained Protein Ladder) dan dimasukkan ke dalam kolom gel
poliakrilamid dengan konsentrasi 4% sebagai gel penahan dan 12,5% sebagai gel
pemisah. Gel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam buffer SDS-PAGE dan
dielektroforesis selama 5 jam pada tegangan 90 Volt. Visualisasi dilakukan dengan
perendaman gel di dalam larutan pewarna Coomassie Brilliant Blue G250 selama 12
jam dan dibersihkan menggunakan larutan metanol serta asam asetat, sehingga tampak
6
adanya pita berarna biru di dalam gel. Bobot molekul protein sampel kemudian dihitung
menggunakan persamaan dari kurva standar bobot molekul protein.
HASIL
Isolat Bakteri Penghasil Antimikrob
Seleksi isolat dilakukan berdasarkan adanya zona bening yang terbentuk di sekitar
koloni hasil isolasi pada setiap media. Total isolat yang diperoleh dan berpotensi
menghasilkan senyawa antimikrob adalah sebanyak 6 isolat (Tabel 2).
Tabel 2. Jumlah isolat yang tumbuh dan mmbentuk zona
Bakteri Patogen
Pengenceran 10-1 Pengenceran 10-2 Pengenceran 10-3
Eschericia coli
1
1
Vibrio harvei
1
Staphylococcus aureus
1
1
1
Uji Aktivitas Antimikrob
Aktivitas antimikrob terhadap bakteri patogen E. coli dan V. harvei secara
konsisten (dibandingkan dengan hasil seleksi) ditunjukkan oleh isolat 5 dan 6. Isolat 5
memiliki indeks penghambatan tertinggi yaitu sebesar 0,6 terhadap bakteri E. coli dan
0,48 terhadap bakteri V. harvei (Tabel 3). Zona hambat yang dibentuk oleh kedua isolat
ditunjukkan pada Gambar 1.
Tabel 3. Nilai indeks penghambatan (IP) oleh isolat 5 dan 6
Bakteri Patogen
IP Isolat 5
IP Isolat 6
Eschericia coli
0,6
0,18
Vibrio harvei
0,48
0,28
Staphylococcus aureus
-
a
b
6
6
5
5
Gambar 1. Pembentukan zona hambat oleh isolat 5 dan 6; a. Eschericia coli; b. Vibrio
harvei
7
Kadar Protein
Kadar protein tertinggi diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat 40-60%
yaitu sebesar 0,36 mg/mL (Gambar 2).
0,4
0,355769231
0,35
0,283067542
0,3
0,25
0,2
0,15
Kadar Protein (mg/mL)
0,1
0,05
0,032129456
0,008677298
0
0-20%
20-40%
40-60%
60-80%
Variasi Sampel Larutan Presipitat
Gambar 2. Kadar protein larutan sampel presipitat hasil pengendapan bertingkat
amonium sulfat
Uji Aktivitas Bakteriosin
Keempat larutan sampel presipitat tidak memiliki aktivitas penghambatan
(antimikrob) terhadap ketiga jenis bakteri patogen. Hal ini ditandai dengan tidak adanya
zona bening yang terbentuk di sekitar sumuran (Gambar 3).
a
b
8
c
Gambar 3. Hasil negatif pembentukan zona hambat terhadap bakteri patogen oleh
keempat larutan sampel presipitat; a. Eschericia coli; b. Vibrio harvei; c.
Staphylococcus aureus; 1. 0-20%; 2. 20-40%; 3. 40-60%; 4. 60-80%
Bobot Molekul Protein
Bobot molekul protein yang terkandung di dalam larutan sampel presipitat 6080% (K1) tidak dapat ditentukan karena tidak terbentuknya pita di sepanjang kolom gel
(Gambar 4).
1
2
3
4
5 6 7 8
200 kDa
25 kDa
15 kDa
10 kDa
Gambar 4. Hasil negatif pembentukan pita dari larutan sampel presipitat 60-80%; 1.
SpmoB L; 2. K3; 3. K2; 4. K1; 5. Marker; 6. Kosong; 7. SpmoB 2; 8.
SpmoB 1
9
PEMBAHASAN
Praktikum ini ditujukan untuk mengatasi permasalahan penyakit udang dan ikan
di area tambak yang disebabkan oleh bakteri patogen. Sampel lingkungan yang
digunakan dalam praktikum kali ini adalah campuran air dan sedimen lumpur dari
stasiun percobaan (kolam ikan) Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Hal ini
dikarenakan praktikan bertujuan untuk mendapatkan bakteri dari genus Bacillus yang
umumnya terdapat pada air dan tanah. Bakteri dari genus ini dipilih karena sifatnya
yang aerob dan telah banyak diketahui kemampuannya dalam menghasilkan senyawa
antimikrob khususnya bakteriosin seperti Bacillus amyloliquefaciens serta Bacillus
subtilis (Joseph et al. 2013; Lim et al. 2016).
Sampel yang diperoleh digunakan untuk mengisolasi dan menapis bakteri Bacillus
penghasil bakteriosin menggunakan media Nutrient Agar (NA). Pada tahap ini
dilakukan proses pemanasan larutan sampel pada suhu 80°C selama 10 menit untuk
mematikan bakteri lain dan memperoleh endospora Bacillus yang tahan terhadap
perlakuan panas. Kemudian, untuk mengetahui kemampuan awal isolat dalam
menghambat pertumbuhan bakteri patogen, media NA yang digunakan ditambahkan
dengan 1% bakteri patogen yaitu Eschericia coli, Vibrio harvei, dan Staphylococcus
aureus. Ketiga bakteri ini digunakan karena sifatnya yang patogen, mewakili grup
bakteri Gram (+) dan Gram (-), serta sensitivitasnya terhadap bakteriosin (Suardana et
al. 2017). Oleh karenanya, bakteri yang tumbuh dan membentuk zona bening di sekitar
koloninya diharapkan merupakan bakteri Bacillus yang memiliki aktivitas bakteriosin.
Hasil isolasi menunjukkan bahwa jumlah isolat yang mampu tumbuh dan
memenuhi kriteria di atas adalah sebanyak 6 isolat. Karakterisasi morfologi tidak
dilakukan pada praktikum ini karena ditujukan untuk mengetahui dan memastikan
kemampuannya dalam menghasilkan bakteriosin terlebih dahulu. Keenam isolat
kemudian diuji lebih lanjut kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan ketiga
bakteri patogen dengan metode gores berbentuk (=). Metode ini dipilih karena
prosesnya sederhana dan menghasilkan perbedaan diameter koloni serta zona hambat
yang jelas dibandingkan dengan metode penotolan (titik atau spot). Dalam tahap ini
digunakan bakteri Bacillus yang telah diketahui kemampuannya dalam menghasilkan
bakteriosin sebagai kontrol positif.
Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa, dari keenam isolat uji dan satu bakteri
kontrol, hanya isolat 5 dan 6 yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen
seperti yang ditampilkan pada Gambar 1. Isolat 5 memiliki indeks penghambatan (IP)
terbesar yaitu 0,6 terhadap bakteri E. coli dan 0,48 terhadap bakteri V. harvei.
Berdasarkan nilai IP tersebut, diduga isolat 5 mampu menghasilkan bakteriosin dengan
aktivitas hambat yang tinggi. Namun, pembentukan zona bening pada media tidak
hanya ditentukan oleh aktivitas bakteriosin. Ukuran serta kelarutan bakteriosin di dalam
media juga dapat mempengaruhi ukuran zona hambat yang terbentuk sehingga, isolat 6
dapat diduga berpotensi sebagai penghasil bakteriosin meskipun menghasilkan zona
hambat yang lebih kecil dibandingkan isolat 5. Meskipun demikian, isolat 5 tetap dipilih
untuk pengujian tahap selanjutnya dikarenakan nilai IP-nya yang besar dimana tentunya
diharapkan juga mampu meghasilkan bakteriosin dengan konsentrasi dan kadar
substansi aktif antimikrob yang tinggi serta daya hambatnya yang luas dilihat dari
terbentuknya zona hambat pada kedua bakteri Gram (-). Adapun tidak adanya zona
hambat yang terbentuk pada kontrol positif dimungkinkan karena sudah lamanya umur
10
isolat yang digunakan dan menyebabkan hilangnya kemampuan bakteri Bacillus
tersebut dalam menghasilkan bakteriosin.
Tahap sentrifugasi terhadap kultur cair isolat 5 bertujuan untuk memperoleh
supernatan yang mengandung bakteriosin hasil sekresi sel. Supernatan tersebut
kemudian diendapkan menggunakan amonium sulfat bertingkat. Tahap ini bertujuan
untuk meningkatkan konsentrasi protein yang terkandung dalam supernatan.
Harapannya, dikarenakan bakteriosin tersusun atas peptida, semakin tinggi konsentrasi
protein yang diperoleh juga akan semakin meningkatkan aktivitas bakteriosin.
Penggunaan amonium sulfat didasarkan atas kekuatan ioniknya yang tinggi, dapat
menstabilkan beberapa enzim, tidak merusak protein, dan mudah larut dalam air
(Suprihana 2013). Tahap ini menghasilkan empat larutan presipitat yaitu dari
pengendapan 0-20%, 20-40%, 40-60%, dan 60-80%.
Keempat larutan presipitat selanjutnya diukur kadar protein dan aktivitas
penghambatannya. Sedangkan untuk penentuan bobot molekul protein hanya dilakukan
terhadap larutan presipitat 60-80%. Hal ini dikarenakan, pada pengendapan terakhir ini
diperoleh konsentrasi protein tertinggi sehingga dapat mempermudah proses
pengukuran bobot molekulnya menggunakan metode SDS-PAGE (Umoro 2016).
Ketiga tahap ini bertujuan untuk mengkonfirmasi keberadaan bakteriosin di dalam
supernatan.
Tahap pertama adalah penentuan kadar protein di dalam sampel larutan presipitat
dengan metode Bradford. Prinsipnya adalah dengan adanya perubahan warna merah ke
biru setelah terbentuknya kompleks CBB-protein yang kemudian dapat dideteksi
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Bradford 1976).
Pembentukan kompleks tersebut dapat terjadi karena adanya pengikatan protein pada
gugus netral CBB interaksi hidrofobik (triftofan dan fenilalanin) dan tarikan
elektrostatis antara gugus sulfonat dengan gugus positif guanidin dari asam amino
arginin, histidin, dan lysin (Gambar 4) (Georgiou et al. 2008). Kadar protein tertinggi
diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat 40-60% yaitu sebesar 0,36 mg/mL.
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Umoro (2016). Dalam
penelitiannya yang menggunakan bakteri Bacillus LTP 1 mendapatkan protein dengan
konsentrasi tertinggi (0,12 mg/mL) pada pengendapan amonium sulfat 40-60%.
Berdasarkan hasil ini dapat diduga bahwa larutan presipitat 40-60% mengandung
bakteriosin dengan konsentrasi tertinggi.
Konfirmasi selanjutnya dilakukan dengan menguji aktivitas antimikrob dari
larutan presipitat. Hasil menunjukkan bahwa keempat larutan presipitat tidak memiliki
aktivitas antimikrob pada semua media uji, yang ditandai dengan tidak adanya
pembentukan zona bening di sekitar sumuran (Gambar 3). Hal ini mengindikasikan
bahwa larutan presipitat yang diperoleh dari hasil pengendapan amonium sulfat tidak
mengandung bakteriosin.
Konfirmasi terakhir adalah penentuan bobot molekul protein di dalam larutan
presipitat 60-80% menggunakan metode SDS-PAGE. Metode ini berbasis elektroforesis
dengan menggunakan dua jenis gel yaitu gel penahan 4% dan gel pemisah 12,5%. Gel
pemisah berfungsi untuk meengkonsentratkan protein yang sudah bermuatan negatif
dan linier (oleh perlakuan SDS) sedangkan gel pemisah berfungsi untuk memisahkan
molekul protein berdasarkan berat molekulnya (Saraswathy N dan Ramalingam P
2011). Gambar 4 menunjukkan bahwa sampel larutan presipitat (K1) tidak mengandung
protein yang ditunjukkan dengan tidak adanya pita yang terbentuk di sepanjang kolom
11
gel. Hal ini juga mengindikasikan bahwa sampel larutan presipitat juga tidak
mengandung bakteriosin.
Perbedaan hasil ketiga tahap konfirmasi di atas kemungkinan disebabkan oleh
beberapa hal diantaranya adalah tidak digunakannya larutan presipitat 40-60% pada
penentuan bobot molekul protein yang mengandung konsentrasi protein tertinggi dan
jumlah sampel yang dimasukkan ke dalam kolom gel serta sumuran masih terlalu
rendah. Hal ini dapat menyebabkan tidak munculnya pita pada hasil SDS-PAGE dan
tidak terbentuknya zona hambat di sekitar sumuran pada uji aktivitas bakteriosin.
Namun demikian, isolat 5 masih dapat diduga mampu menghasilkan bakteriosin
didasarkan atas terbentuknya zona hambat pada uji aktivitas antimikrob dan adanya
kadar protein sebesar 0,008-0,36 mg/mL pada larutan presipitat hasil pengendapan
amonium sulfat bertingkat.
KESIMPULAN
Isolat 5 diduga berpotensi menghasilkan bakteriosin yang berspektrum luas.
Konfirmasi terhadap dugaan tersebut dapat dilakukan dengan pengujian ulang
bakteriosin dalam aktivitas antimikrobnya, penentuan bobot molekul proteinnya, serta
pengujian lain seperti uji kepekaan terhadap enzim proteolitik.
12
DAFTAR PUSTAKA
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation microgram
quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Analyt
Biochem. 254:248–254.
Burgess RR. 2009. Protein precipitation techniques. Method Enzymol. 463:331342.doi:https://doi.org/10.1016/S0076-6879(09)63020-2.
Georgiou CD, Grintzalis K, Zervoudakis G, Papapostolou I. 2008. Mechanism of
coomassie brilliant blue G-250 binding to proteins: a hydrophobic assay for
nanogram
quantities
of
proteins.
Anal
Bioanal
Chem.
391–
403.doi:10.1007/s00216-008-1996-x
Isramilda. 2007. Karakterisasi zat antimikrob penghambat pertumbuhan Vibrio harveyi
dan Escherichia coli dari Bacillus sp. asal tambak udang [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Jamilah I, Meryandini A, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. Activity of proteolytic
and amylolytic enzymes from Bacillus spp. isolated from shrimp ponds. Microbiol
Indones. 3(2):67-71.
Joseph B, Dhas B, Hena V, Raj J. 2013. Bacteriocin from Bacillus subtilis as a novel
drug against diabetic foot ulcer bacterial pathogens. Asian Pac J Trop Biomed.
3(12):942-946.
Kimura H, Nagano R, Matsusaki H, Sonomoto K, Ishizaki A. 1997. A bacteriosin of
strain Pediococcus sp. ISK-1 isolated from Nukadoko, bed of fermented rice bran.
Biosci Biotech Biochem. 61(6):1049-1051.
Lim KB, Balolong MP, Kim SH, Oh JK, Lee JY, Kang DK. 2016. Isolation and
Characterization of a broad spectrum bacteriocin from Bacillus amyloliquefaciens
RX7. BioMed Res Internat. 2016:1-7.doi:http://dx.doi.org/10.1155/2016/8521476.
Saraswathy N, Ramalingam P. 2011. Introduction to proteomics. 2011:147158.doi:https://doi.org/10.1533/9781908818058.147.
Sharma N, Kapoor R, Gautam N, Kumari R. 2011. Purification and characterization of
bacteriocin produced by Bacillus subtilis R75 isolated from fermented chunks of
Mung Bean (Phaseolus radiatus). Food Technol Biotechnol. 49(2):169-176.
Simpson RJ. 2006. Bulk precipitation of proteins by ammonium sulfate. CSH Protoc.
1.doi:10.1101/pdb.prot4308.
Suardana IW, Septiara HKA, Suarsana IN. 2017. Karakteristik bisikokimia bakteriosin
asal bakteri asam laktat Enterococcus durans hasil isolasi kolon sapi bali. Bul Vet
Uday. 9(2):2019-215.doi:10.21531.bulvet.2017.9.2.209.
Suprihana MS. 2013. Fraksinasi enzim lipase dari endosperm kelapa dengan metode
salting-out. Agritech. 33(4):377-383.
Umoro A. 2016. Isolasi Bacillus sp. penghasil bakteriosin dan peningkatan aktivitasnya
sebagai penghambat Vibrio harvei [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
13
Lampiran 1 Absorbansi larutan standar Bovine Serum Albumine (BSA) (λ 595nm)
Konsentrasi BSA
Absorbansi awal
Absorbansi terkoreksi
0
0,173
0
0,1
0,225
0,052
0,2
0,265
0,092
0,3
0,293
0,120
0,4
0,353
0,180
0,5
0,397
0,224
0,6
0,427
0,254
Lampiran 2 Kurva standar larutan Bovine Serum Albumine (BSA)
y = 0,426x + 0,003
R² = 0,994
Absorbansi (A)
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0
0,2
0,4
0,6
0,8
Konsentrasi BSA (mg/ml)
Lampiran 3 Kurva standar bobot molekul protein
0,6
0,5
y = -0,787x + 1,598
R² = 0,957
0,4
0,3
0,2
0,1
0
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
2,000
14
Lampiran 4 Contoh perhitungan variasi jumlah amonium sulfat
Tingkat pengendapan
Volume supernatan
Jumlah ammonium sulfat
0-20%
181 ml
20-40%
187 ml
40-60%
191 ml
60-80%
195 ml
181
100
187
100
x 10,6 gr = 19,2 gr
x 11,3 gr = 21,1 gr
191
100
195
100
x 12 gr = 22,9 gr
x 12,9 gr = 25,2 gr
Lampiran 5 Contoh perhitungan bobot molekul protein
Sampel
spmoB
Migrasi pita (cm)
2,4
Lampiran 6 Komposisi bahan
Larutan/Reagen
Bradford
Phospate-buffer saline
Gel pemisah 12,5%
Gel penahan 4%
Rf
0,413793
1,5035
BM spmoB
32
Komposisi
Jumlah
Coomassie Brilliant Blue G250
0,05 g
Etanol 95%
25 ml
Asam ortofosfat 85%
50 ml
Akuades
500 ml
NaCl
30 g
KCl
0,2 g
Na2HPO4
1,44 g
KH2 PO4
0,24 g
ddH 2O
800 ml
Akrilamid/Bisakrilamid
4,16 ml
Tris-HCl pH 6,8 0,5 M
-
Tris-HCl pH 8,8 1,5 M
2,5 ml
SDS 10%
100 µl
ddH 2O
3,13 ml
Amonium Persulfat 10%
100 µl
TEMED
10 µl
Akrilamid/Bisakrilamid
0,53 ml
Tris-HCl pH 6,8 0,5 M
1 ml
Tris-HCl pH 8,8 1,5 M
-
15
Lanjutan
Larutan/Reagen
Komposisi
Jumlah
Gel penahan 4%
SDS 10%
40 µl
ddH 2O
2,19 ml
Amonium Persulfat 10%
40 µl
TEMED
4 µl
Tris-HCl pH 6,8 1 M
2,5 ml
ddH 2O
0,5 ml
SDS
1g
Bromophenol blue 0,1%
0,8 ml
Gliserol 100%
4 ml
β-Mercaptoethanol 14,3 M
2 ml
Tris base
30 g
Glisin
144 g
SDS
10 g
Akuades
1000 ml
Buffer sampel
Buffer SDS-PAGE 10x (/L)
View publication stats
Download