2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. stolonifer (kapang roti), atau R. arrhizus. Sediaan fermentasi ini secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Secara umum, tempe berwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan bijibiji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat (Anonim1, 2011). Indonesia sendiri merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Hampir 50% konsumsi kedelai di Indonesia digunakan sebagai bahan baku membuat tempe, bahkan konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg. Standar nasional yang mengatur syarat mutu tempe kedelai tertuang dalam SNI 3144:2009, yang dapat dilihat dalam tabel berikut Tabel 1. Syarat Mutu Tempe Kedelai Berbagai macam manfaat dapat kita jumpai pada tempe, diantaranya kaya akan serat pangan, kalsium, protein, vitamin B dan zat besi. Kandungan proteinnya 3 sendiri dapat mencapai 18.9 g per 100 g bahan (Yuliana, 2007). Dua kelompok vitamin juga terdapat pada tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak (vitamin A, D, E, dan K). Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin). Kadar vitamin B12 dalam tempe berkisar antara 1,5 sampai 6,3 mikrogram per 100 gram tempe kering. Jumlah ini telah dapat mencukupi kebutuhan vitamin B12 seseorang per hari (Anonim1, 2011). Untuk daya tahannya, tempe termasuk bahan makanan yang mudah rusak. Masa simpan tempe segar hanya 2 – 3 hari pada suhu ruang. Setelah melewati masa itu enzim proteolitik akan merombak protein tempe sehingga tempe menjadi busuk (Atmojo, 2007). 2.2 Kedelai Kedelai merupakan salah satu bahan pangan yang unggul nilai gizinya terutama kandungan proteinnya (25%), jika dibandingkan dengan bahan pokok lain seperti telur ayam (12,8%) yang sering dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari (Riko, 2010). Bahkan, pada varietas unggul tertentu, kadar proteinnya dapat mencapai 40-43%. Di Indonesia, konsumsi kedelai mencapai 2,2 juta tons per tahun, dimana dari jumlah itu sekitar 1,6 juta tons harus diimpor, sisanya berasal dari kedelai lokal. Hal ini disebabkan para perajin lebih senang menggunakan kedelai impor, dikarenakan harganya yang lebih murah ataupun kenampakan tempe yang dihasilkan lebih bagus. Padahal, kedelai lokal memiliki banyak keunggulan dibandingkan kedelai impor. Menurut Prof Dr Endang Sukara (2008), kedelai lokal lebih baik karena umumnya kedelai yang tersedia adalah kedelai yang baru saja dipanen sehingga lebih segar, sementara kedelai impor biasanya sudah disimpan bertahun-tahun. Selain itu, kedelai lokal merupakan kedelai asli hayati dan bukan kedelai transgenik (modifikasi secara genetik ) seperti kedelai impor (Anonim2, 2009). Selain itu, dari hasil penelitian sebelumnya (Widyastuti, 2010), telah diketahui bahwa kandungan gizi tempe kedelai lokal lebih tinggi daripada tempe kedelai impor. Untuk itu, perlu adanya pemanfaatan secara maksimal dari kedelai lokal yang tersedia, sehingga tercipta suatu produk, dalam hal ini tempe, yang unggul dan tinggi nilai proteinnya. 4 2.3 Belut Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam suku Synbranchidae. Ukuran tubuhnya bervariasi. Di Indonesia, belut yang sering dijumpai adalah belut sawah. Belut sawah sendiri, yang biasa dijual dan dimakan, dapat mencapai panjang sekitar 1m Kebanyakan belut tidak suka berenang dan lebih suka bersembunyi di dalam lumpur. Semua belut adalah pemangsa. Daftar mangsanya biasanya hewan-hewan kecil di rawa atau sungai, seperti ikan, katak, serangga, serta krustasea kecil (Anonim5, 2010). Meski tampilannya tak menarik, belut merupakan makanan unggulan yang kaya berbagai zat gizi. Salah satu keunggulannya, kaya hormon kalsitonin, yang berfungsi untuk memelihara kekuatan tulang. Belut juga kaya akan kandungan gizinya. nilai energi yang cukup tinggi, yaitu 303 kkal per 100 gram daging. Nilai energi belut jauh lebih tinggi dibandingkan telur (162 kkal/100 g tanpa kulit) dan daging sapi (207 kkal per 100 g). Hal itulah yang menyebabkan belut sangat baik untuk digunakan sebagai sumber energi. Nilai protein pada belut (18,4 g/100 g daging) setara dengan protein daging sapi (18,8 g/100g), tetapi lebih tinggi dari protein telur (12,8 g/100 g). Seperti jenis ikan lainnya, nilai cerna protein pada belut juga sangat tinggi, sehingga sangat cocok untuk sumber protein bagi semua kelompok usia, dari bayi hingga usia lanjut. Protein belut juga kaya akan beberapa asam amino yang memiliki kualitas cukup baik, yaitu leusin, lisin, asam aspartat, dan asam glutamat. Leusin dan isoleusin merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak-anak dan menjaga kesetimbangan nitrogen pada orang dewasa. Tingginya kadar asam glutamat pada belut menjadikan belut berasa enak dan gurih. Dalam proses pemasakannya tidak perlu ditambah penyedap rasa berupa monosodium glutamat (MSG) (Astawan, 2008). Zat besi yang dimiliki belut juga sangat tinggi (20 mg/100 g), jauh lebih tinggi dibandingkan zat besi pada telur dan daging (2,8 mg/100g). Konsumsi 125 gram belut setiap hari telah memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi, yaitu 25 mg per hari. Belut juga kaya akan fosfor. Nilainya dua kali lipat fosfor pada telur. Kandungan vitamin A yang mencapai 1.600 SI per 100 g membuat belut sangat baik untuk digunakan sebagai pemelihara sel epitel. Selain itu, vitamin A juga sangat diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, penglihatan, dan proses reproduksi. Belut juga kaya akan vitamin B. Vitamin B umumnya berperan sebagai 5 kofaktor dari suatu enzim, sehingga enzim dapat berfungsi normal dalam proses metabolisme tubuh. Yang tak kalah pentingnya, seperti pada jenis ikan lain, belut juga mengandung asam lemak omega 3. Kadar omega 3 pada lemak ikan, termasuk belut, sangat bervariasi tetapi berkisar antara 4,48 persen sampai dengan 11,80 persen (Astawan, 2008). Walaupun belut disebutkan mempunyai beragam nilai gizi yang tinggi, kandungan lemak pada belut perlu diwaspadai, yaitu mencapai 27 g per 100 g, lebih tinggi dibandingkan lemak pada telur (11,5 g/100 g) dan daging sapi (14,0 g/100 g). Di antara kelompok ikan, belut digolongkan sebagai ikan berkadar lemak tinggi. Kandungan lemak pada belut hampir setara dengan lemak pada daging babi (28 g/100 g) (Astawan, 2008). Oleh karena itu, dalam pengolahannya lebih lanjut, untuk mengurangi kadar lemak pada belut dapat dengan cara dipanggang di atas bara api. 2.4 Usar (Ragi) Tempe Dalam pembuatan tempe dikenal beberapa macam usar atau ragi atau inokulum yang dapat digunakan. Penggunaan usar yang baik sangat penting untuk menghasilkan tempe dengan mutu yang baik. Usar tempe merupakan kumpulan spora kapang, dan jenis kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe adalah R. oligosporus dan R. orizae. Dalam proses fermentasi, R. oligosporus mensintesis enzim protease, sedangkan R. orizae mensintesis enzim aamilase (Anonim6, 2011). Secara tradisional, masyarakat Indonesia membuat usar tempe menggunakan tempe yang sudah jadi. Saat ini, usar/ragi yang banyak digunakan dalam pembuatan tempe adalah usar dengan merek dagang Raprima yang diproduksi oleh PT. Aneka Fermentasi, Bandung. 6