UPAYA MANUSIA MENCARI SUATU KEBENARAN Upaya manusia dalam mencari sebuah kebenaran dan menemukan inovasi kian hari kian berkembang. dari penalaran sederhana hingga dengan berbagai metode penelitian termasuk dalam upaya manusia mencari kebenaran akan suatu fenomena. sebelum mencari kebenaran dengan rasa ingin tahu yang kita miliki, kita menengok terlebih dahulu definisi dan sifat kebenaran. kebenaran sendiri memiliki sifat relatif yang mengakibatkan suatu kebenaran tidak dapat bertahan selamanya, pada masanya akan muncul kebenaran yang baru yang lebih sesuai dengan kebenaran terdahulu. jika pembaca bingung akan definisi diatas, maka kita simak contoh dari kebenaran yang memiliki sifat relatif berikut : Jauh sebelum ditemukanya teleskop observer dan wahana antariksa moderen, peradaban memandang dan memutuskan bahwa bumi adalah pusat alam semesta, hingga Nicolaus Copernicus membuat terobosan melalui teorema Heliosentrisme dan menemukan bahwa pusat alam semesta adalah matahari, saat ini kita semua mengetahui bahwa pusat alam semesta bukanlah matahari, sebab matahari juga mengalami revolusi dan berputar mengelilingi galaksi bersama dengan objek antariksa yang lainya. Dari contoh diatas kita mengetahui bahwa kebenarn dari sutu temuan akan terbantahkan dan diperbarui oleh kebenaran baru yang lebih relevan. Lain halnya dalam ilmu sosial dan psikologi, kebenaran akan sebuah temuan akan lebih relatif, sebab fenomena sosial yang terjadi disebabkan oleh banyak faktor, misalnya budaya, nilai - nilai (value) bahkan perkembangan teknologi. PROSES MENEMUKAN KEBENARAN Kebenaran dapat kita kaji dan temukan melalui dua cara yakni, nalar sehat dan metode ilmu pengetahuan. Melalui nalar sehat kita dapat mengonstruksikan suatu fenomena dengan logika, kita bisa melakuaknya melalui asosiasi dan proses belajar, misalnya kita melihat fenomena bahwa peserta didik yang memiliki motivasi tinggi juga berpotensi untuk berprestasi, kita bisa men logikakan bahwa hubungan antara motivasi dan prestasi adalah hubungan yang positif. Dari sini saja kita tidak bisa membuat hipotesis (Praduga) tentang fenomena motivasi yang berkaitan dengan prestasi peserta didik, namun paparan kita masih pada tahap analogi sederhana dan belum dapat diklarifikasi kebenaranya, sebab itu, kita bisa mencari kebenaran lebih komprehensif melalu metode penelitian ilmu pengetahuan. Ilmu pengethuan Dikembangkan melalui struktur-struktur teori dan diuji konsistensi internalnya melalui metode pendekatan yang lebih sistematis dengan menguji fenomena melalui uji empiris disertai catatan penulisan yang dapat digeneraliasikan. PERLUNYA METODOLOGI Dalam pelaksanaan tugas dan pencapaian tujuan apapun, manusia memerlukan cara atau jalan (metode) yang tepat dan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan pencarian kebenaran suatu fenomena. Dunia penelitian dan penulisan pun memerlukan sarana atau alat bantu sebagai jalan untuk mencapai tuntutan akademik. Metode penelitian dan penulisan ilmiah akan menentukan hasil kerja peneliti atau penulis (Chang, 2014) PENELITIAN TANPA MENGGUNAKAN METODE Sebuah penelitian metodologi yang terencana matang umumnya akan: memboroskan banyak waktu, pikiran, tenaga dan perhatian, tidak memiliki sasaran yang pasti dan cara kerja yang sistematis, sulit mencapai target karya ilmiah. Referensi : Dr. William Chang (2014). Metodologi Penulisan Ilmiah. Penerbit Erlangga. Proses Memperoleh Kebenaran Ilmu Pengetahuan 1. Know-Tahu Dalam struktur dasar kegiatan manusia mengetahui ( to know) mengetahui secara umum dapat dibedakan adanya 3 tahap ( Sudarminta 2002; 65) : a.Tahap pengalaman keindraan yaitu tahap ketika obyek tersaji sebagai subjek melalui pengindraan,persepsi, imajinasi dan ingatan. b.Tahap pemahaman, yaitu tahap ketika fikiran berusaha memahami atau mengerti dengan mengonseptualisasikan pola dan struktur keterpahaman yang imanen pada obyek tersaji pada tahap pertama. c.Tahap pertimbangan dan penegasan keputusan, tahap initahap puncak mengandaikan dua tahap sebelumnya, dalam tajhap ketiga ini fikiran berusaha membuat penegasan putusan. Tahapan ini merupakan tahap ketika penalaran atas pengalaman dan pemahaman atasnya terjadi. Tiga tahap ini membentuk struktur yang tak berubah berlaku dalam berbagai bentuk atau cara manusia mengetahui. 2.The Knower – Kemampuan manusia untuk mengetahui, merasakan,dan mencapai apa yang dirasakan. Manusia yang ingin mencari pengetahuan dan memiliki pengetahuan berdasarkan pada kesadaran. Knower juga kemampuan manusia yang kreatif untuk mengetahui alam semesta. Ada 3 jenis kemampuan mengetahui, yaitu : a.Kemampuan kognitif atau cipta : ialah kemampuan untuk mengerti, memahami dan mengingat apa yang diketahui. Landasan kognitif adalah rasio dan akal yang pada hakekatnya bersifat netral. b.Kemampuan efektif atau kemampuan rasa yaitu : Kemampuan untuk merasakan tentang apa yang diketahui dan selalu memihak, rasa inilah yang menghubungkan serta menjadi sumber kreatifitas manusia. c.Kemampuan onatif atau kemampuan karsa atau psikomotorik, yaitu kemampuan untuk mencapaia apa yang dirasakan atau kekuatan gerak sebagaimana yang didiktekan oleh rasa.rasalah yang akhirnya memutuskan 3. Knowing Sesuatu yang dapat diindrai (pengalaman), mampu tentang berpikir atau nalar secara sadar Apa yang dipikirkan melalui pengalaman indra,atau di luar indra, jadi knowing adalah Proses nalar atau berfikir. Kesadaran adalah landasan untuk berfikir baik tentang segala sesuatu yang tidak dapat diindrai . 4.Knowledge / pengetahuan diperoleh dari hasil nalar berhubungan dengan kepercayaan, realitas dan solidaritas dari dunia eksternal. Pengetahuan adalah hasil mengetahui dari knowing. Jadi pengetahuan atau knowledge di kembangkan untuk pengetahuan manusia. 5.Melalui clarifikation atau pencarian diperoleh sains knowledge. Kaitan antara knower, knowing,knowledge dan intelectual activity, bahwa intelectual activity meliputi kegiatan manusia untuk memperoleh pengetahuan dimulai dengan proses mengamati, membedakan (memilah), memilih, melakukan percobaan penelitian dan selanjutnya pengembangan. PENGERTIAN PENGETAHUAN Pengetahuan merupakan hasil proses dalam usaha manusia untuk tahu tentang sesuatu obyek melalui rasio, pengalaman (rasa,pengamatan,atau segala sesuatu yang kita ketahui melalui pancaindra merupakan alat yang paling penting dalam memperoleh pengetahuan. 1.Ada 4 macam pengetahuan yang dimiliki manusia : a.Pengetahuan biasa (common sense), dua bentuk dasar yang berbeda: Pengetahuan yang patut digunakan atau diterapkan dalam menjawab kebutuhan praktis pengetahuan. Pengetahuan ini disebut pengetahuan non ilmiah dimana tidak mengggunakan cara-cara ilmiah diperoleh melalui hasil pemahaman manusia dalam kehidupan sehari-hari. b.Filsafat Filsafat merupakan hasil dari pemikiran manusia yang radikal, tajam dan menukik terhadap setiap persoalan. dalam mencari kebenaranpun hanya menggunakan akal semata sehingga kebenarannya merupakan kebenaran rasionalisme yang tentunya bersifat relatif atau nisbi. c.Ilmu pengetahuan Ilmu merupakan hasil dari penelitian yang dibuktikan dengan kegiatan ilmiah melalui tahap pengujian,pembuktian, dan penyesuaian fakta yang terjadi. kebenarannya diperoleh pandangan manusia terhadap realita. sehingga kebenarannya bersifat empiris dan masih relative atau nisbi. d.Pengetahuan agama Agama merupakan kebenaran yang diperoleh melalui wahyu (agama samawi) yang bersifat intuisi serta rohani, kebenarannya bersifat mutlak atau hakiki. 2.Prosedur memperoleh ilmu pengetahuan Karena rsa ingin tahu manusia yang besar dalam mengamati sesuatu. Melalui pengamatan, melalui rasio dan rasa manusia memperoleh kebenaran sesuatu pada tingkatan pengalamannya, sehingga ia memperoleh pengetahuan tentang kebenaran suatu teori hasil dari penelitian yang berulang untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu tidak sama dengan ilmu pengetahuan, pengetahuan adalah segala sesuatu yang didapat dari pancaindra kita, pengetahuan disini disebut pengetahuan biasa yang merupakan sumber pengetahuan.pengetahuan mencakup apa yang kita ketahui tentang suatu obyek. Jadi pengetahuan jelas berbeda dengan ilmu sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. 3.Kegiatan memperoleh pengetahuan ( intektual activity) Kegiatan untuk memperoleh pengetahuan atau intelectual activity adalah proses kegiatan manusia sejak manusia ada walaupun hidup secara nomaden, manusia telah mengamati lingkungannya serta memanfaatkan lingkungannya untuk dapat mempertahankan hidupnya. Dengan proses pengamatan dan pemilahan itu manusia memilih gejala mana yang cocok dijadikan percobaan dalam upaya menguji kecocokan gejala-gejala itu dengan pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya. Sumber : Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Program Pasca Sarjana Universitas Prof.Dr. HAMKA Referensi : Jujun Sumantri ( Filsafat Ilmu 1985), Asif Iqbal Khan ( Agama, Filsafat dalam seni pemikiran 2002), Endang Saifudin Anshari ( Ilmu, Filsafat dan Agama 1979). ILMU PENGETAHUAN DAN KEBENARAN ILMIAH Herva Emilda Sari 1. Konsep Ilmu Konsep sangat penting bagi pembentukan atau untuk membangun suatu teori bagi kepentingan suatu penelitian yang menghasilkan ilmu atau kepentingan praktis. Membangun suatu teori sangat dibutuhkan dukungan konsep yang banyak. Konsep ini ada juga yang memahami identik dengan konstruk, definisi, dan proposisi. Konsep merupakan ide umum yang mewakili suatu pemahaman yang dipersepsikan oleh seseorang atas dasar penalaran dan logika yang kemudian membentuk suatu makna secara induktif maupun deduktif. Konsep yang dibangun sangat berperan dalam menentukan bangunan teori suatu penelitian ilmiah. Ilmu berasal dari bahasa Arab: ‘alima, ya’lamu,’ilman, dengan wazan fa’ila, yaf’alu, yang berarti: mengerti, memahami benar-benar. Dalam bahasa Inggris disebut science; dari bahasa Latin scientia (pengetahuan)- scire (mengetahui). Sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme (Abuddin, 1999: 1). Pengertian ilmu yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia (Admojo, et.al, 1998: 324) adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang tersebut. Mulyadhi Kartanegara dalam Amsal (2004: 12) mengatakan bahwa ilmu adalah any organized knowledge. Ilmu dan sains menurutnya tidak berbeda, terutama sebelum abad ke-19, tetapi setelah itu sains lebih terbatas pada bidang-bidang fisik atau inderawi, sedangkan ilmu melampauinya pada bidang-bidang nonfisik, seperti metafisika. Berikut diberikan beberapa definisi menurut para ahli (Sedarmayanti & Syarifudin, 2011: 1; Amsal,, 2004: 12): 1. Sheldom J. Lachman berpendapat bahwa ilmu menunjuk pertama-tama pada kumpulan-kumpulan yang disusun secara sistematis dari pengetahuan yang dihimpun tentang alam semesta yang hanya diperoleh melalui teknik observasi yang objektif. 2. John Warfield mengatakan bahwa ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan proses ini paling berhubungan dengan suatu perhatian terhadap penyelidikan karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses. 3. Mark dan Hillix mengatakan bahwa ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, atau perorangan memberikan penjelasan ataupun melakukan penerapan. 4. Harold H. Titus mengatakan, banyak pihak menggunakan istilah ilmu untuk menyebut suatu metode guna memperoleh pengetahuan yang objektif dan dapat diprediksi kebenarannya. 5. Norman Campbell membagi ilmu menjadi dua bentuk: Pertama, ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang berguna dan praktis. Kedua, ilmu tidak berhubungan dengan kehidupan praktis dan tidak dapat mempengaruhinya, kecuali dalam cara yang paling tidak langsung, baik untuk kebaikan atau untuk keburukan. 6. Mohammad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam. 7. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak. 8. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana. 9. Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji. 10. Harsojo, Guru Besar Antropologdi Universitas Pajajaran, menerangkan bahwa ilmu adalah: 1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan. 2. Suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka, dan kumulatif. Objek ilmu tidak mesti selalu empiris karena realitas itu tidak hanya yang empiris bahkan yang tidak empiris lebih luas dan dalam dibandingkan dengan yang empiris. Karena itu, dia memasukkan teologi adalah ilmu, yang sama dengan ilmu-ilmu lainnya. Adapun beberapa ciri-ciri utama ilmu menurut terminologi, antara lain: 1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Berbeda dengan iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan penghayatan serta pengalaman pribadi. 2. Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, sebaliknya ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (atau alam objek) yang sama dan saling berkaitan secara logis. Karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu. Prinsip-prinsip objek dan hubungan-hubungannya yang tercermin dalam kaitan-kaitan logis yang dapat dilihat dengan jelas. Bahwa prinsip-prinsip metafisis objek meyingkapkan dirinya sendiri kepada kita dalam prosedur ilmu secara lamban, didasarkan pada sifat khusus intelek kita yang dapat dicirikan oleh visi ruhani terhadap realitas tetapi oleh berpikir. 3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan, sebab ilmu dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang belum sepenuhnya di mantapkan. 4. Di pihak lain, yang seringkali berkaitan dengan konsep ilmu (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode-metode yang berhasil dan hasil-hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua pencari ilmu. Kendati demikian, rupanya baik untuk tidak memasukan persyaratan ini dalam definisi ilmu, karena objektivitas ilmu dan kesamaan hakiki daya persyaratan ini pada umumnya terjamin. 5. Ciri hakiki lainnya dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide yang terpisahpisah. Sebaliknya, ilmu menuntut pengamatan dan berpikir metodis, tertata rapi. Alat bantu metodologis yang penting adalah terminologi ilmiah. Yang disebut belakangan ini mencoba konsepkonsep ilmu. 6. Kesatuan setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Teori skolastik mengenai ilmu membuat pembedaan antara objek konkret yang disimak ilmu. Sedangkan yang belakangan adalah aspek khusus atau sudut pandang terhadap objek material. Yang mencirikan setiap ilmu adalah objek formalnya. Sementara objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Pembagian objek studi mengantar ke spesialisasi ilmu yang terus bertambah. Gerakan ini diiringi bahaya pandangan sempit atas bidang penelitian yang terbatas. Sementara penangkapan yang luas terhadap saling leterkaitan seluruh realitas lenyap dari pandangan. Konsep ilmu agar dapat berguna secara ilmiah maka ia harus memiliki dua sifat dasar, yaitu sifat operasional untuk kepentingan pengamatan (observasi) dan sifat abstrak untuk kepentingan penyimpulan dan generalisasi. Bersifat operasional, maksudnya setiap konsep ilmu mengandung pengertian yang berkesesuaian dengan fakta atau situasi yang dapat diamati secara empiris. Ciri empiris dari ilmu menurut Muchtar, 2014: 87) mengandung pengertian bahwa pengetahuan yang diperoleh itu berdasarkan pengamatan (observation) atau eksperimentasi (experimentation). Konsep ilmu disisi lain bersifat abstrak untuk kepentingan melakukan penyimpulan atau membuat keterangan ilmiah yang berlaku secara umum. 1. Konsep Pengetahuan Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia Phisolophy dijelaskan bahwa definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Sedangkan secara terminologi akan dikemukakan beberapa definisi tentang pengetahuan. Menurut Amsal (2004) pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, ingat, mengerti, dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua mind atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu. Dalam kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge) adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki yang diketahui (objek) di dalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan aktif. Lebih lanjut lagi dijelaskan oleh Amsal (2004) bahwa pengetahuan dalam arti luas berarti semua kehadiran international objek dalam subjek. Namun dalam arti sempit dan berbeda dengan imajinasi atau pemikiran belaka, pengetahuan hanya berarti putusan yang benar dan pasti (kebenaran, kepastian). Di sini subjek sadar akan hubungan objek dengan eksistensi. Pada umumnya, adalah tepat kalau mengatakan pengetahuan hanya merupakan pengalaman sadar. Karena sangat sulit melihat bagaimana persisnya suatu pribadi dapat sadar akan suatu eksisten tanpa kehadiran eksisten itu di dalam dirinya. Pengetahuan dapat diartikan sebagai hasil keingintahuan, segala perbuatan atau usaha manusia untuk memahami objek yang dihadapinya. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang fisik yang pemahamannya dilakukan dengan cara persepsi, baik melalui pancaindra maupun akal. Wirartha (2006: 1) mengatakan, pengetahuan dibedakan menjadi pengetahuan pra ilmiah (pengetahuan biasa) dan pengetahuan ilmiah. Agar bisa disebut pengetahuan ilmiah, syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah: mempunyai objek tertentu, baik formal maupun non formal dan harus bersistem. Syarat lainnya adalah mempunyai metode tertentu yang bersifat umum. Pengetahuan pada hakekatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu (Muchtar, 2014: 87). Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui manusia di samping berbagai pengetahuan yang lainnya seperti seni dan agama. Secara ontologis ilmu membatasi diri pada kajian objek yang berada dalam lingkup pengalaman manusia, sedangkan agama memasuki daerah penjelajahan yang bersifat transcendental yang ada di luar pengalaman manusia. Cara menyusun pengetahuan dalam kajian filsafat disebut epistemologi dan landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah. Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Bachtiar Asal (2004: 87) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat, yaitu: 1. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat disamakan dengan istilah common sense dan sering diartikan dengan good sense, karena seseorang memiliki sesuatu di mana ia menerima secara baik. Dengan common sense, semua orang sampai pada keyakinan secara umum tentang sesuatu, di mana mereka akan berpendapat sama semuanya. Common sense diperoleh dari pengalaman sehari-hari, seperti air dapat dipakai untuk menyiram bunga, makanan dapat memuaskan rasa lapar, musim kemarau akan mengeringkan sawah tadah hujan, dan sebagainya. 2. Pengetahuan ilmu, yaitu ilmu sebagai terjemahan dari science. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan seharihari. Namun, dilanjutkan dengan pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking), tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian (subjektif), karena dimulai dengan fakta. Ilmu merupakan lukisan dan keterangan yang lengkap dan konsisten mengenai hal-hal dipelajarinya dalam ruang dan waktu sejauh jangkauan logika dan dapat diamati pancaindera manusia. 3. Pegetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplasif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat lebih menekankan pada universalitas dalam kedalaman kajian tentang sesuatu. Kalau ilmu hanya pada satu bidang pengetahuan yang sempit dan rigid, filsafat membahas hal yang lebih luas dan mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan yang reflektif dan kritis, sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup menjadi longgar kembali. 4. Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. Pengetahuan mengandung beberapa hal yang pokok, yaitu ajaran tentang cara berhubungan dengan Tuhan, yang sering juga disebut dengan hubungan vertikal dan cara berhubungan dengan sesama manusia, yang sering juga disebut dengan hubungan horizontal. Pengetahuan agama yang lebih penting di samping informasi tentang Tuhan, juga informasi tentang Hari Akhir. Iman kepada Hari Akhir merupakan pokok agama dan sekaligus merupakan ajaran yang membuat manusia optimis akan masa depannya. Menurut para pengamat, agama masih bertahan sampai sekarang karena adanya doktrin tentang hidup setelah mati karenanya masih dibutuhkan. 1. Sumber Pengetahuan Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan ini terbatas untuk kelangsungan hidupnya (survival). Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memiliki hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu. Manusia mengembangkan kebudayaan, manusia memberi makna kepada kehidupan manusia memanusiakan diri dalam hidupnya dan masih banyak lagi pernyataan semacam ini, semuanya menyimpulkan bahwa manusia dalam hidupnya yang lebih tinggi dari sekarang. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya dan pengetahuan ini juga yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi ini. Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan dua hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan juga pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Sumber pengetahuan menurut Nurani Sayomukti (2011) ada lima hal, yaitu: 1. Aliran ini menganggap bahwa pengetahuan diperoleh melalui pengalaman empiris. Dalam hal ini ada tiga aspek yang menjadi dasarnya, yakni mengetahui (subjek) yang diketahui (objek) dengan cara mengetahui (pengalaman). 2. Aliran ini mengatakan bahwa dasar kepastian dan kebenaran pengetahuan, yaitu selain terbukti secara empiris dia harus didukung oleh fakta empiris. 3. Dengan intuisi manusia dapat memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa melalui proses penalaran tertentu. 4. Hal ini identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis, yang merupakan pengetahuan yang bersumber melalui hamba-hamba-Nya yang terpilih. 5. Kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui oleh kelompoknya. Rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di sekitar merupakan kodrat yang melekat pada diri manusia. Oleh karenanya manusia selalu berusaha menjelajah dan menggali apa pun yang ada di sekitarnya. Penjelajahan dan penggalian ini akan dihadapkan pada permasalahan yang berkesinambungan, masalah satu selesai akan muncul masalah yang lain yang tidak kalah rumitnya. Dalam konteks tersebut maka muncul berbagai cara untuk memecahkannya, dan salah satu cara untuk memecahkanya adalah dengan menggunakan cara-cara berpikir ilmiah. Ada empat cara memperoleh pengetahuan, yaitu: (1) pengalaman pribadi (2) modus otorita (3) penalaran deduktif dan (4) penalaran induktif. Pengalaman Pribadi Ketika menghadapi suatu masalah, manusia akan mencari solusi dengan belajar dari pengalaman masa lalunya. Sebagai contoh, seorang ibu telah punya pengalaman mengobati anaknya dengan suatu ramuan tradisional tertentu saat sakit. Ketika suatu waktu anaknya sakit kembali maka ibu tersebut akan mengobati anaknya dengan ramuan yang sama. Modus Otorita Jika orang yang mempunyai wewenang atau pengetahuan tertentu memberikan penjelasan, wajar orang lain mendengar dan mempercayainya. Sebagai contoh, penjelasan seorang dokter tentang suatu penyakit akan dipercayai pasiennya. Begitu pula, guru yang mengajar di kelas akan dipercaya muridnya. Kemudian, analisis bisnis, praktisi bisnis yang berpengalaman tentu dipercaya banyak orang. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif dimulai dari hal-hal bersifat umum menuju hal yang khusus. Penalaran deduktif disebut pula silogisme dan digunakan untuk menguji suatu kesimpulan. Silogisme terdiri atas tiga argument, yaitu: premis mayor, premis minor, dan kesimpulan. Contoh premis mayor: semua makhluk hidup akan mati. Premis minor: manusia adalah makhluk hidup. Kesimpulan semua manusia akan mati. Penalaran Induktif Dalam penalaran induktif, pencarian pengetahuan dimulai dengan observasi terhadap hal -hal khusus (fakta-fakta konkret) menuju hal-hal yang umum. Kesimpulan umum yang dapat diperoleh melalui penalaran induktif dipakai sebagai premis mayor dalam penalaran deduktif. Penggunaan cara-cara ilmiah dalam sebuah aktivitas untuk menjawab rasa ingin tahu, tidak saja memperhatikan kebenaran ilmiah (scientific truth), akan tetapi juga mempertimbangkan cara-cara untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Oleh karena itu, cara tersebut menurut Ahmad (2015: 21) lazimnya disebut penelitian ilmiah atau disebut dengan metode ilmiah melalui prosedur yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis. Penelitian ilmiah adalah rangkaian pengamatan yang sambung menyambung, berakumulasi, dan melahirkan teori-teori yang mampu menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena. Penelitian ilmiah sering diasosiasikan dengan metode ilmiah sebagai cara-cara sistematis yang digunakan untuk melakukan penelitian. Penelitian ilmiah juga menjadi salah satu cara untuk menjelaskan gejala-gejala alam dan gejala-gejala sosial di sekitar. Adanya penelitian ilmiah membuat ilmu berkembang, karena hipotesis -hipotesis yang dihasilkan oleh penelitian ilmiah seringkali mengalami perkembangan. Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisis. Ilmuwan melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk menjelaskan fenomena alam dan fenomena sosial. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut diuji dengan melakukan eksperimen atau percobaan. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali, hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah. 1. Konsep Ilmu Pengetahuan Muchtar Latif (2014: 88) menjelaskan ada enam proses dari pengetahuan menuju ilmu pengetahuan, yaitu: Pertama, adanya masalah (problem). Kedua, adanya sikap (attitude). Ketiga, adanya metode (method). Keempat, adanya aktivitas (activity). Kelima, adanya kesimpulan (conclusions). Keenam, adanya beberapa pengaruh (effects). Keenam hal tersebut menjadi kesatuan yang tidak terpisahkan dalam proses lahirnya ilmu. Definisi ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris sciene, yang berasal dari bahasa latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti mempelajari, meengetahui. Pertumbuhan selanjutnya pengertian ilmu mengalami perluasan arti sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Pengertian ilmu pengetahuan adalah sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan kedalam bahasa yang bisa dimengerti oleh manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Dalam kata lain dapat diketahui definisi arti ilmu yaitu sesuatu yang didapat dari kegiatan membaca dan memahami benda-benda maupun peristiwa. The Liang Gie dalam Surajiyo (2010) memberikan pengertian ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu meto de untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Ciri persoalan pengetahuan ilmiah antara lain adalah persoalan dalam ilmu itu penting untuk segera dipecahkan dengan maksud untuk memperoleh jawaban. Dengan memiliki persoalan keilmuwan pada dasarnya masalah yang terkandung dalam ilmu adalah selalu harus merupakan suatu problema yang telah diketahui atau yang ingin diketahuinya, kemudian ada suatu penelaahan dan penelitian agar dapat diperoleh kejelasan dengan mengunakan metode yang relevan untuk mencapai kebenaran yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah menurut The Liang Gie dalam Surajiyo (2010) mempunyai lima ciri pokok antara lain: 1. Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan dan percobaan. 2. Sistematis, berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan ketergantungan dan teratur. 3. Objektif, ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi. 4. Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda bedakan pokok soalnya kedalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-bagian itu. 5. Verifikatif, dapat diperiksa kebenaranya oleh siapapun juga. Kumpulan pernyataan ilmuwan mengenai suatu objek yang memuat pengetahuan ilmiah oleh The Liang Gie (2007) mempunyai 4 bentuk: 1. Ini merupakan kumpulan pernyataan bercorak deskrptif dengan memberikan mengenai bentuk, susunan, peranan, dan hal-hal terperinci lainnya dari fenomena yang bersangkutan. Bentuk ini umumnya terdapat pada cabang-cabang ilmu khusus yang terutama bercorak deskriptif, misalnya ilmu antonomi atau ilmu geografi. 2. Ini merupakan kumpulan corak pernyataan bercorak preskriptif dengan memberikan petunjuk atau ketentuan mengenai apa yang perlu berlangsung atau sebaiknya dilakukan dalam hubungannya dengan objek sederhana. Bentuk ini dapat dijumpai dalam cabang-cabang ilmu sosial misalnya, ilmu pendidikan yang memuat petunjuk cara mengajar yang baik dalam kelas. 3. Eksposisi pola. Bentuk ini merangkum pernyataan yang memaparkan pola dalam sekumpulan sifat, ciri, kecenderungan, atau proses lainnya dari fenomena yang ditelaah. Misalnya dalam antropologi dapat dipaparkan dalam kebudayaan berbagai suku bangsa atau dalam sosiologi dibeberkan pola perubahan masyarakat pedesaan menjadi masyarakat perkotaan. 4. Rekontroksi historis. Bentuk ini merangkum pernyataan yang berusaha mengambarkan atau menceritakan dengan penjelasan atau alasan yang diperlukan pertumbuhan sesuatu hal pada masa lampau yang jauh lebih baik secara ilmiah atau karena campur tangan manusia. Dengan demikian bentuk dari hasil kegiatan ilmu pengetahuan mencakup dua hal, yaitu penjelasan terhadap sesuatu gejala yang dinyatakan sebagai hukum bila gejalanya merupakan gejala alam, kemudian sebagai dalil bila gejalanya merupakan gejala pikir atau gejala abstrak. Tujuan ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua macam alirannya, sebagaimana dikemukakan oleh Darsono (2011), yaitu: 1. Berdasarkan pengembangan ilmu pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri, yaitu sebatas untuk memenuhi rasa keingintahuan manusia. 2. Ilmu pengetahuan pragmatis. Aliran ini menyakini bahwa pengembangan ilmu pengetahuan haruslah dapat memberikan manfaat bagi manusia dalam memecahkan masalah kehidupan. Sedangkan yang menjadi ciri-ciri ilmu pengetahuan menurut terminologi adalah: 1. Ilmu adalah sebagian pengetahuan yang bersifat koheren, empiris, sistematis, dapat diukur dan dibuktikan. 2. Ilmu menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek atau alam objek yang sama dan saling berkaitan secara logis karena itu koherensi sistematis adalah hakekat ilmu. 3. Ilmu tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan dengan masing-masing penalaran perorangan sebab ilmu dapat memuat di dalamnya diri sendiri, hipotesis-hipotesis dan teori-teori yang sebelumnya dimantapkan. 4. Metode–metode yang berhasil dan hasil yang terbukti harus terbuka kepada semua pencari ilmu. 5. Ilmu memiliki metodologi sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dapat dicapai dengan menggabungkan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide-ide yang terpisah. 6. Setiap ilmu bersumber di dalam kesatuan objeknya. Yang mencirikan ilmu adalah objek formalnya. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. Banyak sekali definisi ilmu pengetahuan dan jika disimpulkan maka: ilmu pengetahuan adalah sebagian dari pengetahuan yang memiliki ciri, tanda, syarat tertentu yaitu: sistematik – rasional – empiris – universal – objektif – dapat diukur – terbuka – dan kumulatif. Pengetahuan agar dapat diakui kebenarannya sebagai ilmu, harus terbuka untuk diuji atau diverifikasi dari berbagai sudut telaah yan g berlainan dan akhirnya diakui benar. Ciri verifikasi ilmu sekaligus mengandung pengertian bahwa ilmu senantiasa mengarah kepada tercapainya kebenaran. Ilmu pengetahuan dikembangkan manusia untuk menemukan suatu nilai luhur dalam kehidupan manusia yang disebut kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat berupa asas-asas atau kaidah yang berlaku umum atau universal mengenai pokok keilmuan yang bersangkutan. 1. Hakekat Kebenaran Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadarminta ditemukan arti kebenaran, yakni: 1. Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya). 2. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul-betul demikian halnya dan sebagainya). 3. Kejujuran atau kelurusan hati. Sedangkan kebenaran pengetahuan dapat diartikan sebagai persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya. Yang terpenting untuk diketahui adalah bahwa persesuaian yang dimaksud sebagai kebenaran adalah merupakan pengertian kebenaran yang immanen yakni kebenaran yang tetap tinggal di dalam jiwa dalam kata lain adalah keyakinan. Menurut Endang Saifuddin Anshari (2009) bahwa agama dapat diibaratkan sebagi suatu gedung besar perpustakaan kebenaran. Di dalam pembicaraan mengenai kepercayaan dapat disimpulkan bahwa sumber kebenaran adalah Tuhan. Manusia tidak dapat hidup dengan benar hanya dengan kebenaran kebenaran pengetahuan, ilmu dan filsafat, tanpa kebenaran agama. Kebenaran dibedakan menjadi tiga hal, yaitu: 1. Kebenaran yang pertama berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya bahwa setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui suatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Maksudnya pengetahuan itu meliputi: pengetahuan biasa, pengetahuan ilmiah, pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama. 2. Kebenaran pengetahuan yang kedua berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah membangunnya dengan penginderaan atau akal pikirnya, atau rasio, intuisi, atau keyakinan. 3. Kebenaran pengetahuan yang ketiga adalah nilai kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan itu. Artinya bagaimana relasi atau hubungan antar subjek dan objek. Kebenaran merupakan suatu hal yang mutlak diperlukan untuk membuktikan suatu kebenaran dari teori ataupun pengetahuan yang diperoleh. Namun kebenaran itu sendiri merupakan suatu bentuk dari rasa ingin tahu setiap individu. Rasa ingin tahu terbentuk dari kekuatan dari adanya akal yan g dimiliki manusia yang selalu ingin mencari, memahami, serta memanfaatkan kebenaran yang telah ia dapatkan dalam hidupnya. Jadi kebenaran merupakan persesuaian angara pengetahuan dan objeknya. Bila benda yang sedang pembaca hadapi adalah buku, maka pernyataan tentang buku itu harus sesuai dengan objeknya. Tidak dapat dikatakan bahwa benda yang sekarang dihadapi adalah seekor monyet atau kue. Dengan berdasarkan teori menguji kebenaran maka pertanyaan berikutnya adalah jenis kebenaran apakah yang ingin diperoleh. Jenis kebenaran yang ingin diperoleh menurut Sulistyo Basuki (2010: 12) adalah: 1. Kebenaran aktual atau kebenaran empirik; artinya kebenaran yang merupakan kesesuaian antara sebuah pendapat dan hal yang ada di alam dalam keadaan dan hubungan yang nyata. Dikatakan kebenaran empirik karena kebenaran tersebut diperoleh melalui pengetahuan empiris, artinya berdasarkan pancaindera. Dengan kata lain, pengetahuan inderawi merupakan tingkat terendahdalam struktur pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu sosial pada umumnya bertujuan memperoleh kebenaran aktual atau empiris. 2. Kebenaran formal, logis, intensional; artinya kebenaran menurut definisi, merupakan hasil pemikiran yang logis, masuk akal. Karena sifatnya yang logis itu maka kebenaran jenis formal ini tergantung terhadap kenyataan sebenarnya. 3. Kebenaran ideal, normatif, etik; artinya kebenaran yang tidak dapat dicapai dengan menguji konsistensinya terhadap kenyataan atau logika saja. Jenis kebenaran ini dicapai dengan unsur kemauan manusia. 4. Kebenaran transcendental, metafisika, absolute; artinya kebenaran dasar realita yang dicapai melalui filsafat mengenai hal absolute. Transendental berarti menonjolkan hal-hal yang bersifat rohani. Descartes merumuskan pedoman penyelidikan supaya orang jangan tersesat dalam usahanya mencapai kebenaran sebagai berikut: Pertama, jangan menerima kebenaran itu begitu saja tanpa ada bukti yang kuat. Kedua, rincilah setiap kesulitan sesempurna mungkin dan carilah jawaban secukupnya. Ketiga, aturlah pikiran dan pengetahuan sedemikian rupa, dimulai dari yang paling rendah dan sederhana, kemudian meningkat dari sedikit, setapak demi setapak untuk mencapai pengetahauan yang lebih sukar dan lebih ruwet. Keempat, buatlah pengumpulan fakta sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya dan seumum-umumnya hingga menyeluruh. 1. Hakekat Kebenaran Ilmiah Perbincangan tentang kebenaran dalam perkembangan pemikiran filsafat sebenarnya sudah dimulai sejak Plato melalui metode dialog membangun teori pengetahuan yang cukup lengkap sebagai teori pengetahuan yang paling awal. Kemudian dilanjutkan oleh Aristoteles hingga saat ini, di mana teori pengetahuan berkembang terus untuk mendapatkan penyempurnaan. Untuk mengetahui ilmu pengetahuan mempunyai nilai kebenaran atau tidak sangat berhubungan erat dengan sikap dan cara memperoleh pengetahuan. Secara tradisional teori-teori kebenaran sampai saat ini antara lain: 1. Teori kebenaran saling berhubungan (coherence theory of truth). 2. Teori kebenaran saling berkesesuaian (correspondence theory of truth). 3. Teori kebenaran inherensi (inherent theory of truth). 4. Teori kebenaran berdasarkan arti (semantic theory of truth). 5. Teori kebenaran sintaksis. 6. Teori kebenaran nondeskripsi. 7. Teori kebenaran logik yang berlebihan (logical superfluity of truth). Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dan kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang lainnya, dan disitu terlihat sifat-sifat dari kebenaran. Sifat kebenaran dapat dibedakan menjadi tiga hal (Muslih, 2005) yaitu: 1. Kebenaran berkaitan dengan kualitas pengetahuan, di mana setiap pengetahuan yang dimiliki ditilik dan jenis pengetahuan yang dibangun. Pengetahuan itu berupa: 1. Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenai. 2. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang telah mendapatkan kesepakatan para ahli sejenis. Kebenaran dalam pengetahuan ilmiah selalu mengalami pembaharuan sesuai dengan hasil penelitian yang mutakhir. 3. Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafat, bersifat mendasar dan menyeluruh dengan model pemikiran analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat kebenaran yang terkandung adalah absolute-intersubjektif. 4. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama. Pengetahuan agama bersifat dogmatis yang selalu dihampiri oleh keyakinan yang telah tertentu sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki nilai kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahaminya. 2. Kebenaran dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dan bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya. Implikasi dan penggunaan alat untuk memperoleh pengetahuan akan mengakibatkan karakteristik kebenaran yang dikandung oleh pengetahuan akan memiliki cara tertentu untuk membuktikannya. Jadi jika membangun pengetahuan melalui indera atau sense experience, maka pembuktiannya harus melalui indera pula. 3. Kebenaran dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan. Membangun pengetahuan tergantung dari hubungan antara subjek dan objek, mana yang dominan. Jika subjek yang berperan, maka jenis pengetahuan ini mengandung nilai kebenaran yang bersifat subjektif. Sebaliknya, jika objek yang berperan, maka jenis pengetahuannya mengandung nilai kebenaran yang sifatnya objektif. Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori ataupun metode yang berfungsi sebagai petunjuk jalannya pengujian kebenaran. Jujun S. Suriasumantri (2010), Louise Kattsoff (2006), Surajiyo (2010) dan Muchtar Latif (2014) mengemukakan beberapa teori tentang kebenaran ilmiah, yaitu: kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik, dan kebenaran proposisi. Pertama, kebenaran koherensi (the coherence theory of truth). Sesuatu yang koheren dengan sesuatu yang lain berarti ada kesesuaian atau keharmonisan dengan sesuatu yang memiliki hirarki lebih tinggi, hal ini dapat berupa skema, sisitem, atau nilai. Dengan kata lain, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori ini merupakan suatu usaha pengujian atau tes atas arti kebenaran. Suatu keputusan benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan yang lebih dahulu diterima dan diketahui kebenarannya. Putusan yang benar yaitu suatu putusan yang saling berhubungan secara logis dengan putusan lainnya yang relevan. Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yang sering dilakukan dalam suatu penelitian pengukuran psikologi dan pendidikan. Teori ini tidak bertentangan dengan teori korespondensi dan keduanya saling melengkapi. Teori koherensi yaitu pendalaman dan kelanjutan yang teliti dari teori korespondensi. Teori koherensi menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya. Kedua, kebenaran korespondensi (the correspondence theory of truth). Berfikir benar korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan (positifisme), antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik. Dengan kata lain, teori ini menjelaskan bahwa suatu kebenaran atau suatu keadaan benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat itu. Berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran atau keadaan dapat dinilai dengan membandingkan antara preposisi dan fakta atau kenyataan yang berhubungan. Apabila keduanya terdapat kesesuaian (correspondence), maka proposisi ini dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran. Ketiga, kebenaran performatif (the performance theory of truth). Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis, yang teoritik, maupun yang filosofik. Orang yang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual yang disebut dengan kebenaran performatif tokoh penganut ini antara lain Strawson (1950) dan Geach (1960) sesuatu sebagai benar bila dapat diaktualkan dalam tindakan. Teori ini menyatakan b ahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemimpin masyarakat dan sebagainya. Keempat, kebenaran pragmatik (the pragmatic theory of truth). Menurut William James, pragmatik berasal dari bahasa Yunani pragma, yang berarti tindakan atau action. Dari istilah practice dan practical dikembangkan dalam bahasa Inggris. Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktik yang dikenal para pendidik sebagai metode proyek atau metode problem solving dalam pengajaran. Mereka akan merasakan kebenaran jika mereka berguna dan mampu memecahkan masalah yang ada. Artinya sesuatu itu benar jika mengembalikan pribadi manusia dalam keseimbangan dan keadaan tanpa persoalan. Perintis teori ini adalah Charles S. Pierce (1914-1939) dalam tulisannya yang berjudul How to Make Our Ideas untuk pertama kalinya dan diikuti oleh William James dan John Dewey. Yang benar adalah yang konkret, yang individual, dan yang spesifik, demikian James Dewey lebih lanjut menyatakan bahwa 5 kebenaran merupakan korespondensi antara ide dengan fakta, dan arti korespondensi menurut Dewey adalah kegunaan praktis. Teori Dewey bukanlah mengerti objek secara langsung (teori korespondensi) atau cara tidak langsung melalui kesan-kesan dari realita (teori konsistensi), melainkan segalanya melalui praktik dalam proble solving. Kelima, kebenaran struktural (the structural theory of truth). Teori ini menyatakan bahwa suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradiga atau perspektif tertentu, dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma ini. Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari ole h kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Paradigma yaitu apa yang dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains yaitu orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama. Daftar Pustaka Ahmad, Jamaluddin. 2015. Metode Penelitian Administrasi Publik: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gava Media. Ashori, Endang Saefuddin. 2009. Ilmu, Filsafat dan Agama. Edisi Revisi. Jakarta: Bina Ilmu Bakhtiar, Amsal. 2004. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jujun S. Suriasumantri. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Kattsoff, Louise. 2006. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana. Latif, Muchtar. 2014. Orientasi Kearah Pemahaman Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenada Media Group. Muslih, Mohammad. 2005. Filsafat Ilmu, Kajian Atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka Teori llmu Pengetahuan. Yogyakarta: Belukar. Nata, Abuddin. 1999. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Sedarmayanti, Syarifudin Hidayat. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Sulistyo Basuki. 2010. Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Penaku. Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. The Liang Gie. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.