BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan mobilitas merupakan kemampuan bergerak secara bebas, mudah, dan teratur.Kemampuan mobilitas tersebut diperlukan individu termasuk anak-anak, untuk memenuhi kebutuhan aktifitasnya.Namun terkadang, seorang anak dimungkinkan bergerak dengan batasan, atau tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya.Hal ini dapat ditemui pada kasus anak dengan cedera, misalnya patah tulang atau fraktur. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka fraktur pada usia < 1 tahun 0,3%; usia 1-4 tahun 1,6%, usia 5-14 tahun 4,5 %. Meskipun angka tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan jenis cedera lain, misalnya memar atau luka robek pada kelompok usia yang sama, namun fraktur harus dicegah karena memiliki sejumlah dampak bagi anak Dampak yang utama adalah keterbatasan fisik anak untuk melakukan aktivitas seperti halnya teman seusianya. Padahal, aktivitas tersebut, baik motorik halus maupun kasar, penting untuk perkembangan anak.Kemudian, jika fraktur tidak ditangani dengan baik, tulang yang cedera dimungkinkan tidak dapat pulih sebagaimana mestinya dan mempengaruhi pertumbuhan anak. Oleh karena itu, keterampilan seorang perawat dalam menangani fraktur menjadi bagian penting untuk menurunkan dampak fraktur yang dialami anak.. B. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui dan memahami definisi fraktur 2. Mengetahui dan memahami penyebab atau etiologi terjadinya fraktur 3. Memahami proses terjadianya fraktur atau patofisiologi fraktur 4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari fraktur 5. Mengetahui pengkajian atau pemeriksaan pada anak dengan fraktur 6. Mengetahui metode pengkajian nyeri pada anak 7. Mengetahui penatalaksanaan medis pada anak dengan fraktur 8. Mengetahuai dan memahami asuhan keperawatan pada anak dengan fraktur. BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Fraktur Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang.Sisi fraktur yang paling sering terkena antara lainklavikula, humerus, radius, ulna, femur dan lempeng epifisis (Muscari, 2001).Fraktur merupakan suatu kondisi abnormalitas dari system musculoskeletal yang dapat menyebabkan gangguan kenyamanan dan menyebabkan rasa nyeri.Pada anak, fraktur lebih sering di alami ketimbang cedera jaringan lunak. B. Etiologi Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248) Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan. Menurut Oswari E(1993) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Kekerasan langsung ,kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. 2. Kekerasan tidak langsung, Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan. 3. Kekerasan akibat tarikan otot, Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. Menurut Long (1996:356) adapun penyebab fraktur antara lain: 1. Trauma Langsung terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur 2. Trauma Tak Langsung trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat kejadian kekerasan. 3. Fraktur Patologik Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal (kongenital,peradangan, neuplastik dan metabolik). C. Manifestasi klinik Adapun manifestasi klinis dari fraktur adalah sebagai berikut: 1. Nyeri dan nyeri tekan yang hilang dengan beristirahat Nyeri paling sering dirasakan oleh klien dengan masalah fraktur sebagai respon inflamasi terhadap kondisi fraktur pada tulang. Nyeri ini merupakan persepsi, namun nyeri pada fraktur biasanya akan hilang pada hari ke empat dan selanjutnya karena respon inflamasi telah selesai. Nyeri semakin bertambah ketika ditekan dan menyebabkan nyeri tekan. 2. Bengkak/kerusakaan fungsi, pincang Bengkak merupakan kondisi yang lazim pada kondisi fraktur. Bengkak merupakan salah satu respon inflamasi dan merupakan kondisi yang wajar karena sedang terjadi pembesaran/vasodilatasi pembuluh darah dan sedang terjadinya proses perbaikan kondisi pada arean sekitar fraktur seperti pelepasan leukosit, trombosit dan agen lainnya. 3. Gerakan terbatas Gerakan terbatas/immobilisasi merupakan hal yang berkaitan dengan kondisi nyeri dan bengkak.Kebanyakan pasien mengalami immobilisasi karena merasakan nyeri ketika melakukan suatu gerakan, sehingga mereka memilih untuk tidak melakukan aktivitas. 4. Ekimosis di sekitar lokasi Memar dan ekimosis adalah manifestasi penyiksaan anak yang paling sering dan mungkin terdapat pada setiap permukaan tubuh.Memar kecelakaan dari dampak trauma, paling mungkin ditemukan pada permukaan utama yang melapisi tepi permukaan tulang, seperti tulang betis, lengan bawah, pinggul dan kening. Memar berubah warna menurut waktu, warna memar dapat digunakan untuk memperkirakan waktu luka tersebut agar menentukan ketepatan riwayat luka 5. Krepitasi di sisi fraktur Krepitasi merupakan suara keretak-keretak pada gerakan pasif yang biasanya menunjukkan kerusakan sendi lanjut.Krepitasi ini dialami pada pasien fraktur karena terjadinya dislokasi system musculoskeletal tertentu. 6. Status neurovascular pada daerah distal dari tempat fraktur mengalami penurunan. Pada kebanyakan kasus fraktur, banyak sekali kasus fraktur yang mengenai saraf. Saraf terletak sangat dekat dengan tulang. Inilah yang mnyebabkan klien fraktur sering mengalami penurunan gangguan neurovascular. 7. Atrofi distal Atrofi distal merupakan kondisi pengecilan sendi.Kondisi ini biasanya disebabkan karena immobilasasi yang membuat pembesaran otot terhambat dan menyebabkan atrofi. D. Patofisiologi Fraktur Fraktur pada anak-anak biasanya sebagai akibat trauma dari kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau penganiayaan anak.Jaringan lunak pada anak biasanya masih fleksibel, sehingga fraktur terjadi lebih sering daripada cedera jaringan.Fraktur ini juga bisa disebabkan karena dorongan lagsung pada tulang, kondisi patologis yang mendasarinya seperti rakitis yang mengarah pada fraktur spontan, kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba, dan dorongan tidak langsung (Betz and Sowden, 2004).Penyebab lainnya adalah neroblastoma metastatic, defisiensi lembaga, osteomyelitis, cidera karena penggunaan berlebih, dan imobilisasi yang mengakibatkan osteoporosis. Fraktur ini terjadi ketika resistensi tulang untuk melawan tekanan berpindah mengikuti gaya tekanan tersebut. Fraktur yang paling banyak terlihat pada anak-anak antara: 1. Bend Fracture Dikarakteristikkan dengan membengkoknya tulang pada titik yang patah dan tidak dapat diluruskan tanpa dilakukan suatu intervensi. 2. Buckle Fracture Terjadi akibat kegagalan kompresi pada tulang ditandai dengan tulang yang menerobos dirinya sendiri 3. Greenstick Fracture Merupakan fraktur inkomplet Patah tulang ini biasanya menyebabkan sel tulang akan mengalami kerusakan dan menyebabkan perdarahan pada area fraktur yang menyebabkan beberapa jaringan lunak di daerah fraktur tersebut rusak. Ketika terjadi fraktur, maka akan mengaktifkan respon inflamasi dan menyebabkan pelepasan agen leukosit, sel darah putih, dan sel mast untuk memperbaiki kondisi fraktur tersebut. Pelepasan agen inflamasi tersebut menyebabkan peningkatan aliran darah ke area fraktur dan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah tersebut yang menyebabkan panas, kemerahan dan bengkak. Sebagai respon inflamasi, fibrin akan membentuk jala untuk sel-sel bartu dan menyebabkan ostevlas terstimulasi dan terbentuklah kalus yang nantinya kalus tersebut akan membentuk tulang sejati. E. Pemeriksaan diagnostik 1. Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan darah yang menyatakan adanya perdarahan : penurunan hemoglobin dan hematokrit b) Pemeriksaan darah yang menyetakan adanya kerusakan otot : peningkatan aspartat transaminase (AST) dan lactic dehydrogenase (LDH) 2. Pemeriksaan penunjang a) X-Ray b) CT scan c) MRI d) PET scan e) Nuclear bone scans f) Ultrasonografi F. Komplikasi Adapun komplikasi dari fraktur adalah sebagai berikut: 1. Deformitas ekstremitas Penyakit yang sudah lama berlangsung biasanya dapat menyebabkan deformitas seperti fleksi terfiksasi yang tentunya dapat menyebabkan immobiliassi dan gangguan system musculoskeletal secara terus menerus (Patrick and Davey, 2006). 2. Potensial henti kembang Henti kembang biasa terjadi pada anak dengan gangguan fisik yang menghambat pertumbuhan secara fisik, biologis, psikologis dan social. 3. Keterbatasan gerak Keterbatasan di seluruh arah gerak aktif dan pasif menunjukan sinovitas peradangan pada sendi yang terkena. 4. Cedera saraf yang menyebabkan mati rasa atau paralisis saraf Pada kebanyakan kasus fraktur, banyak sekali kasus fraktur yang mengenai saraf.Saraf terletak sangat dekat dengan tulang. 5. Gangguan sirkulasi Gangguan sirkulasi ini dapat terjadi ketika proses penyembuhan berjalan lambat ataupu terhambat. Terakumulasinya blood clots dan thrombosis merupakan salah satu pencetus dari masalah gangguan sirkulasi darah yang dapat menyebabkan banyak risiko gangguan sirkulasi pada tubuh. 6. Gangrene Kondisi suatu area yang mengalami kematian jaringan. Ketika system tubuh gagal dalam berkompensasi untuk melakukan system pemulihan pada daerah fraktur, akan terjadi hipoperfusi pada daerah fraktur yang menyebabkan daerah tersebut tidak mendapatkan banyak oksigen dan njutrisi untuk mempercepat proses penyembuhan yang akhirnya menyebabkan kematian jaringan. 7. Sindrom kompartemen Kondisi tidak adekuatnya perfusi jaringan di dalam otot, biasanya pada lengan atau kaki yang disebabkan oleh edema yang menyumbat aliran vena dan arteri serta biasanya menekan saraf. G. Penatalaksanaan 1. Reduksi/Manipulasi Fraktur Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Reduksi fraktur (setting tulang) dapat juga diartikan sebagai pengembalian fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. 2. Gips Dibuat dari potongan kasa dan pembalut yang diisi dengan plester paris atau umumnya dari bahan-bahan sintetis ringan dan kedap air (misalnya fiberglass dan damar poliuretan). Gips plaster dapat dibentuk sesuai dengan bentuk bagian tubuh, memerlukan waktu 10 sampai 72 jam untuk mengering dan mempunyai lapisan eksterior yang halus dan murah. Empat kategori utama gips digunakan untuk fraktur: ekstermitas atas untuk mengimobilisasi pergelangan tangan dan/atau siku, ekstermitas bawah untuk mengimobilisasi pergelangan kaki dan/atau lutut, spinal dan servikal untuk imobilisasi tulang belakang, dan gips spica untuk mengimobilisasi pinggul dan lutut. 3. Traksi Traksi dapat digunakan untuk tujuan memungkinkan ekstermitas untuk istirahat, mencegah atau memperbaiki deformitas akibat kontarktur, mengoreksi deformitas, menangani dislokasi, memudahkan pengaturan posisi praoperatif atau pascaoperatif dan penjajaran, mengimobilisasi area khusus, mengurangi ketegangan otot. 4. Pembidaian Untuk menahan atau menjaga agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi) memberikan istirahat, dan mengurangi rasa sakit. 5. Imobilisasi/Retensi Fraktur Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan.Tujuan Imobilisasi fraktur adalah meluruskan ekstrimitas yang cedera dalam posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah fraktur. Hal ini akan tercapai dengan melakukan traksi untuk meluruskan ekstrimitas dan dipertahankan dengan alat imobilisasi. Pemakaian bidai yang benar akan membantu menghentikan pendarahan, mengurangi nyeri, dan mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut. 6. Distraksi Proses pemisahan tulang lawan untuk mendorong regenerasi tulang baru dalam ruang yang diciptakan. Distraksi juga dapat digunakan ketika anggota badan memiliki panjang yang tidak seimbang dan tulang baru diperlukan untuk memanjangkan tungkai yang lebih pendek. H. Konsep asuhan keperawatan 1. Pengkajian a. Anamnesa a) Identitas klien b) Penyebab fraktur c) Mekanisme fraktur d) Klasifikasi fraktur b. Pemeriksaan fisik 1) Look (inspeksi) a) Fraktur tertutup atau terbuka b) Deformitas : angulasi (medial, lateral, posterior, atau anterior), diskrepensi (rotasi, perpendekan, atau perpanjangan) c) Kaji adanya bengkak atau kebiruan d) Kaji adanya fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak) 2) Feel (palpasi) a) Palpasi seluruh ekstremitas dari proksimal hingga distal b) Kaji adanya tenderness (nyeri tekan) pada daerah fraktur c) Kaji area rasa sakit, efusi, maupun krepitasi 3) Move (gerakan) a) Nyeri apabila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif b) Gerakan tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya c) Kaji Range of Motion (ROM)klien c. Pemeriksaan laboratorium a) Pemeriksaan darah yang menyatakan adanya perdarahan : penurunan hemoglobin dan hematokrit b) Pemeriksaan darah yang menyetakan adanya kerusakan otot : peningkatan aspartat transaminase (AST) dan lactic dehydrogenase (LDH) c) Pemeriksaan penunjang (1) X-Ray (2) CT scan (3) MRI (4) PET scan (5) Nuclear bone scans (6) Ultrasonografi Selain itu penting untuk melakukan pengkajian fungsi neurovascular pada klien yang mengalami fraktur.Pengkjian neurovascular tersebut adalah “enam P”, yaitu pain, pulse, pallor, paresthesia, paralysis, dan polar. 1. Kaji pain –nyeri, merupakan tanda awal adanya iskemia otot a. P – Provocating dan Precipitating : faktor yang mempengaruhi berat/ringannya nyeri b. Q – Quality of pain: bagaiamana nyeri yang dirasakan klien. Apakah terasa seperti menikam, tajam, tumpul, atau terbakar. c. R – Radiation : area dan penjalaran nyeri. d. S – Severity : keparahan atau intensitas nyeri. Dapat diukur dengan skala nyeri yaitu: 1) Wong-Baker Faces Pain Scale Tampilan skala gambar atau warna juga dapat membantu klien dalam menggambarkan nyeri yang ia rasakan apabila klien mengalami kesulitan menggunakan skala angka. Gambar 1.Wong-Baker Faces Pain Scale e. T – Timing : kapan nyeri muncul, berapa lama durasi nyeri berlangsung serta seberapa sering frekuensi nyeri muncul. 2. Diagnosa 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur 3. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri fraktur 3. Intervensi No Tujuan Intervensi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: 1. lakukan pengkajian nyeri 2.ajarkan teknik non farmakologi (distraksi relaksasi) jika nyeri timbul dengan terapi musik klasik mozart 3.berikan posisi nyaman 4.Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri dengan dokter dalam pemberian analgetik. Dx 1 1. 2. 3. 4. Skala nyeri 0-1 Ekspresi wajah santai dan tenang. Pasien tampak rileks. Kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST. 2 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: 1.aktivitas fisik pasien meningkat 2.mmemverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah gangguan istirahat tidur teratasi, dengan kriteria hasil: - Pola tidur, kualitas dalam batas normal 1.monitor vital sign 2.ajarkan teknik ambulasi 3.kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 4.dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi 1.kaji penyebab tidak bisa tidur 2.ciptakan lingkungan yang nyaman 3.atur posisi pasien 4.kolaborasi pemberian terapi BAB III RESUME ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian Pengkajian dilakukan pada tanggal 01 Juni 2018. Data diperoleh dari pasien, keluarga pasien, catatan keperawatan pasien dan tim kesehatan lainnya dengan metode Autoanamnesa dan Alloanamnesa. 1. Identitas pasien Nama : An. A Umur : 7 tahun Jenis kelamin : laki-laki Agama : Islam Diagnosa : Fraktur antebracii dexstra Tanggal masuk RS : 29 Juni 2018 Tanggal pengkajian : 01 juni 2018 2. Identitas penanggungjawab Nama : Tn. S Agama : Islam Genogram 10 7 Keterangan : : laki-laki : meninggal : perempuan 7 : pasien : tinggal serumah 1. Keluhan Utama Kesemutan, nyeri saat digerakan pada tangan kanannya P : nyeri jika digerakan Q : seperti dituduk-tusuk R : nyeri pada bagian fraktur antebracii dexstra S : skala 3 T : saat digerakan 2. Riwayat Kesehatan 3. Keluhan utama 4. Riwayat penyakit sekarang Pasien masuk ke IGD RSUP Dr.Kariadi dengan antebracii dexstra dengan pendarahan di IGD, dari IGD pasien dipindahkan ke ruang anak lt 1 untuk dilakukan perawatan selanjutnya. 5. Pola Kehidupan Sehari-hari a. Pola persepsi kesehatan Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan bahwa keluarganya sangat memperhatikan masalah kesehatan. Jika ada anggota keluarga yang sakit, segera diberi obat atau diperiksakan ke Puskesmas. b. Pola Nutrisi Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan biasanya makan 3x/ hari dengan menu nasi, sayur (bayam, buncis, wortel, kangkung), lauk (tempe, telur, tahu, daging). Pasien biasa minum perhari ± 1200 cc, pasien biasanya minum air putih dan susu Selama sakit : keluarga pasien mengatakan makan 3 kali sehari dengan menu yang disediakan RS yaitu nasi, sayur, lauk, buah, porsi makan sedang tetapi pasien hanya makan dan habis ½ porsi makanan karena masakan yang disediakan dari RS tidak enak. Pasien minum air putih ± 5-6 gelas setiap harinya ± 1000 cc. Diit dari RS yaitu RKTP ( Rendah Kalori Tinggi Protein ). c. Pola Istirahat dan Tidur Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan tidur anaknya malam ± 7-8 jam tidurnya tidak ada gangguan. Selama sakit : keluarga pasien mengatakan tidur malam ± 6 dan tidur siang ± 3 jam. d. Pola Aktivitas dan Latihan Sebelum sakit : keluarga pasien mengatakan sehari-hari anaknya sekolah di sekolah dasar. Selama sakit : keluarga pasien mengatakan anaknya izin sekolah selama masih sakit. Aktivitas sehari-harinya dibantu keluarga. Untuk makan disuapi, minum diambilkan, BAK dan BAB di bantu ke toilet. Kemampuan perawatan diri 0 1 2 Makan/minum √ Mandi √ √ Toilet √ Berpakaian Mobilitas ditempat tidur Berpindah ambulasi (ROM) √ √ keterangan : 0 : Mandiri 1 : Dibantu dengan alat 2 : Dibantu orang lain/keluarga/perawat 3 : Dibantu orang lain dan alat 4 : Tergantung sepenuhnya 6. Pemeriksaan fisik a. Kesadaran : Compos mentis b. Tanda-tanda vital : TD : 110/80 mmHg N : 85 x/ menit S : 37 oC RR : 20 x/ menit 3 4 c. Head to toe Kepala : Mesochepal, tidak terdapat lesi. Rambut : Kulit kepala bersih, rambut hitam, lurus, rambut bersih. Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada gangguan penglihatan, pupil isokor. Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan pendengaran, tidak terdapat serumen, tidak ada nyeri saat telinga ditekan dan ditarik. Hidung : Simetris, bersih, tidak ada polip, tidak ada gangguan penciuman, tidak ada massa, tidak ada sekret, tidak ada nyeri tekan, tidak ada perdarahan, tidak terpasang O2. Mulut : mulut bersih, gigi tidak caries, tidak ada stomatitis, fungsi pengecapan baik, membran mukosa bibir lembab. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, simetris, tidak ada nyeri tekan dan nyeri telan, tidak ada peningkatan JVP (Jugular Venous Pressure). Dada : Inspeksi : Pengembangan paru kanan dan kiri simetrik Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, gerakan fokal fremitus antara kanan dan kiri sama. Perkusi : Bunyi paru sonor Auskultasi : Suara dasar paru normal, terdengar vesikuler, tidak ada whezzing. Abdomen : Inspeksi : Tidak ada asites, bentuk simetris Auskultasi : Bising usus 5-6x/menit Perkusi : Tidak ada pembesaran pada hati, tidak ada nyeri tekan, suara tympani. Palpasi :Tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa Kekuatan otot Ekstremitas : 2 5 5 5 Ekstremitas atas: Tangan kiri tidak dapat melawan gravitasi, terpasang oref dextra. Ekstremitas bawah : kanan dan kiri pasien dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal, - pemeriksaan nyeri menggunakan skala nyeri wong baker 7. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan Hasil Foto thorak b. Pemeriksaan rontgen Klinis : deformitas regio lengan atas kiri Kesan : Fraktur komplit bentuk oblik pada 1/3 tengah os jumerus kiri disertai shortening dan angulasi ke lateral aposisi dan alignment tidak aktif. Soft tissue swelling pada regio lesi. 8. Terapi 2. Infus RL 10 tpm 3. Injeksi Ketorolac 15 mg / 8 jam iv 4. Ktrim soft uderm oles / 12 jam 5. Krim desoksimetason oles / 12 jam B. Analisa data Data fokus etiologi DS :Pasien mengatakan nyeri pada Agen injuri tangan kanan. DO : skala nyeri 3 P: fraktur antabracii dextra Q : nyeri seperti tertusuktusuk R : antabracii dextra S : skala nyeri: 3 T : 5 menit Ekspresi wajah pasien meringis TTV : TD : 110/80 mmHg N : 85 x/ menit S : 37 oC RR : 22 x/ menit Pasien tampak takut menggerakkan tangan sebelah kanannya Problem Nyeri akut DS : pasien mengatakan takut untuk Injuri pada Gangguan menggerakan tangannya karena sakit ekstremitas mobilitas fisik DO : - pasien takut untuk memindahkan tangannya - Kebutuhan pasien dibantu oleh keluarga DS : pasien mengatakan tidak bisa Nyeri fraktur tidur karena nyeri pada lengan kanan DO : - tidur hanya 2-3 jam - Nyeri pada lengan kanan H+1 orif . skala 3 - TTV : TD 110/70 mmHg Suhu : 37,5 o C RR : 22x/menit HR : 90x/menit Gangguan istirahat tidur C. Diagnosa 4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri 5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur 6. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan nyeri fraktur D. Intervensi No Dx Tujuan 1 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nyeri berkurang atau hilang dengan kriteria hasil: 1. Skala nyeri 0-1 2. Ekspresi wajah santai dan tenang. 3. Pasien tampak rileks. 4. Kaji tingkat nyeri dengan standar PQRST. Intervensi 1. Lakukan pengkajian nyeri 2. Ajarkan teknik non farmakologi (distraksi relaksasi) jika nyeri timbul dengan terapi musik klasik mozart 3. Berikan posisi nyaman 4. Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi nyeri dengan dokter dalam pemberian analgetik. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil: 1. Aktivitas fisik pasien meningkat 2. Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 2 3 Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan masalah gangguan istirahat tidur teratasi, dengan kriteria hasil: - Pola tidur, kualitas dalam batas normal 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. Monitor vital sign Ajarkan teknik ambulasi Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi Kaji penyebab tidak bisa tidur Ciptakan lingkungan yang nyaman Atur posisi pasien Kolaborasi pemberian terapi E. Implementasi dan Evaluasi Tanggal No Implemantasi Evaluasi dx 01 juni 2018 1 1. Mengajarkan teknik S : Pasien mengatakan nyeri relaksasi dengan terapi padalengan kiri masih terasa musik klasik mozart jika untuk bergerak 2. Memonitor TTV dan observasi KU pasien P : fraktur antabracii dan keluhan pasien. dextra 3. Mengatur posisi yang Q : nyeri seperti aman dan nyaman. tertusuk-tusuk 4. Kolaborasi dengan R : antabracii dextra dokter dalam pemberian analgetik S : skala nyeri: 3 T : 5 menit O : Pasien tampak menikmati musik mozart dengan menahan nyeri sesekali nyeri timbul A : Masalah nyeri akut belum teratasi P : Lanjutkan intevensi: - Kaji tingkat nyeri. - Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien - Atur posisi aman dan nyaman - Lakukan program terapi dari dokter 2 S : pasien mengatakan takut untuk memindahkan tangan kiri nya 1. Monitor vital sign 2. Ajarkan teknik ambulasi 3. Kaji kemampuan pasien O : tangan kiri pasien tampak di dalam mobilisasi balut karena fraktur 4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi A : masalah gangguan mobilisasi belum teratasi P : lanjutkan intervensi 02 juni 2018 1 1. Mengajarkan teknik relaksasi dengan terapi musik klasik mozart 2. Memonitor TTV dan observasi KU pasien dan keluhan pasien. 3. Mengatur posisi yang aman dan nyaman. 4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik S : Pasien mengatakan masih nyeri padalengan kiri masih terasa jika untuk bergerak tapi berkurang dengan nafas dalam, skala nyeri : 2 P : fraktur antabracii dextra Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk R : antabracii dextra S : skala nyeri: 2 T : 3 menit O : - Pasien tampak menikmati musik mozart - Pasien sedikit rileks A : Masalah nyeri akut belum teratasi 2 1. Monitor vital sign 2. Ajarkan teknik ambulasi 3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi 4. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi P : Lanjutkan intevensi: - - Kaji tingkat nyeri. Monitor TTV, observasi KU dan keluhan pasien Atur posisi aman dan nyaman Lakukan program terapi dari dokter S : pasien mengatakan masih takut untuk memindahkan tangan kiri nya O : tangan kanan pasien tampak di pasang oref A : masalah gangguan mobilisasi belum teratasi P : lanjutkan intervensi BAB IV APLIKASI JURNAL EVIDENCE BASED NURSING A. Data Data fokus Etiologi DS :Pasien mengatakan nyeri Agen injuri pada antabracii dextra. Problem Nyeri akut DO : skala nyeri 3 P: nyeri saat bergerak Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk R : antabracii dextra S : skala nyeri: 3 T : 5 menit Ekspresi meringis. wajah pasien Pre op - TTV : TD 110/70 mmHg Suhu : 37,5 o C RR : 22x/menit HR : 90x/menit A. Diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri B. Analisa sintesa justifikasi Salah satu ketakutan terbesar pasien fraktur adalah nyeri, untuk itu perawat perlu memberikan informasi kepada pasien dan keluarga pasien tentang terapi non farmakologi yang bisa membantu pasien dalam menghilangkan atau mengurangi nyeri antaranya terapi musik. Musik bisa menyentuh individu baik secara fisik, psikososial, dan spiritual. Musik menghasilkan perubahan status kesadaran melalui bunyi, kesunyian, ruang, dan waktu. Pada keadaan perawatan akut, mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasca operasi pasien Mendengarkan musik dapat memberikan hasil yang sangat efektif dalam upaya mengurangi nyeri pasien pasca operasi (Potter & Perry, 2006).Terapi musik Mozart mempunyai kekuatan yang membebaskan, mengobati, dan bahkan memiliki kekuatan yang dapat menyembuhkan.Penelitian yang dilakukan Harefa (2010), terkait terapi musik terhadap intensitas nyeri dan hasil penelitian menunjukan bahwa musik yang paling disarankan untuk terapi yaitu terapi musik Mozart.Hal ini dikarenakan musik Mozart memiliki tempo dan harmonisasi nada yang seimbang, tidak seperti musik yang berjenis rock, dangdut atau musik-musik lainnya.Terapi musik Mozart terbukti dapatmenurunkan intensitas nyeri pada pasien post operasi fraktur. Hal ini disebabkan karena mendengarkan musik Mozart merupakan salah satu teknik distraksi yang dapat dilakukan, teknik distraksi berfokus pada pengalihan perhatian pasien sesuatu hal yang lain selain nyeri (Delaune &Ladner, 2002). Distraksi diduga dapat menstimulasi system kontrol desenden sehingga mengeluarkan opiate endogen berupa erdorpin, dinorpin dan nyeri yang dirasakan berkurang.Pasien diminta rileks dan mendengarkan musik Mozart melalui headphone atau earphone.Mendengarkan musik Mozart ini dilakukan selama 15 menit. BAB V PEMBAHASAN APLIKASI EVIDENCE BASED NURSING i. Hasil Hasil analisis statistik Pengaruh Terapi Musik Pada Pasien Fraktur di Irina A RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado menunjukan nilai P Value <0,05 (0,000) yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan anatara terapi musik terhadap skala nyeri. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Novita (2012), dimana dia mengemukakkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara terapi musik terhadap skala nyeri pada pasien post operasi ORIF. Hasil penelitian ini diperoleh penurunan tingkat nyeri yang lebih besar terjadi pada kelompok intervensi.Hal ini berarti bahwa intervensi terapi music dapat berpengaruh terhadap tingkat nyeri. Penelitian yang dilakukan McCaffery menemukan bahwa intensitas nyeri menurun sebanyak 33% setelah terapi musik dengan menggunakan music klasik Mozart terhadap pasien osteoarthritis selama 20 menit dengan music Mozart. S : Setalah dilakukan tindakan keparawatan selama 3 hari pasien mengatakan nyeri berkurang P: Q: R: S: T: fraktur humerus nyeri cenut-cenut antabracii dextra skala nyeri: 1 1 menit O : - Pasien tampak menikmati musik mozart - Post op H+1 - Pasien sedikit rileks - Tampak lengan kiri di balut bidai A : Masalah nyeri akut teratasi P : pertahankan intervensi - Berikan analgetik sesuai indikasi Berikan treapi dengan terapi musik klasik mozart Dengan terapi musik klasik mozart menunjukkan ada penurunan nyeri dari skala nyeri 3 menjadi skala nyeri 1. ii. Manfaat EBN yang diaplikasikan 1. Perawat jelas dalam menerapkan intervensi 2. Perawat mampu mempertimbangkan dan mencari solusi terhadap tindakan 3. Dapat menurangi waktu perawatan (menghemat biaya) iii. Hambatan yang ditemui Penelitian yang dilakukan oleh peneliti kadang tidak menjamin bahwa hal tersebut dapat diterapkan dalam praktek sehari-hari dan lingkungan kerja yang tidak mendukung. Masih ada kesulitan untuk menggabungkan antara perawat klinis dan perawat peneliti untuk berinteraksi dan berkolaborasi terkait penelitian. BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Kasus fraktur pada anak sering kita temua disbanding cedera jaringan lunak.Banyak dari klien anak yang fraktur tersebut mengalami komplikasi karena tidak mendapatkan penanganan yang tidak tepat.Kebanyakan dari kasus fraktur tersebut disebabkan oleh dorongan lagsung pada tulang, kondisi patologis yang mendasarinya seperti rakitis yang mengarah pada fraktur spontan, kontraksi otot yang kuat dan tiba-tiba, dan dorongan tidak langsung.Fraktur biasanya menyebabkan rasa nyeri dan tidak nyaman dan hal ini merupakan hal yang wajar dialami oleh setiap klien fraktur.Perawat dapat memberikan penatalaksanaan berupa terapi farmakologi maupun non-farmakologi untuk mengurangi respon nyeri tersebut.Perawat dapat mengajarkan teknik relaksasi, distraksi maupun pemberian analgesic. Nyeri ini umumnya akan menghilang setelah tiga hari di saat respon inflamasi telah selesai. Proses penyembuhan fraktur pada anak juga biasanya lebih cepat disbanding orang dewasa, karena tulang pada anak masih bersifat rawan dan fleksibel sehingga akan mebih cepat dalam proses penyembuhannya. B. Saran Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan perawat dapat memberikan informasi, pengertian dan pendidikan tentang fraktur, tindakan yang perlu dilakukan untuk menangani frakur. Perawat juga diharapkan mampu memberikan pelayanan yang penuh pasien yang mengalami fraktur.Pada mahasiswa, terhadap diharapkan mahasiswa keperawatan mampu melakukan penelitian tentang fraktur yang terjadi pada anak dan menetapkan masalah keperawatan dan intervensi yang tepat pada klien fraktur pada anak. Daftar Pustaka Appley, Ag Dan Scloman, L, 1999, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Edisi 7, Widya Medika: Jakarta. Betz, C. L., Sowden, L. A. (2004/2009). Buku saku keperawatan pediatrik (Ed. 5) (Eny Meiliya, Penerjemah). Jakarta: EGC. Brunner and Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah Volume 3 Edisi 8, EGC: Jakarta. Depkes, RI, 1996, Asuhan Keperawatan pada Sistem Muskuloskeletal, Depkes RI, Harefa, K. (2010). Pengaruh terapi musik terhadap intensitas nyeri pada pasien pasca operasi di RSUD Swadana Tarutung tahun 2010. Diperoleh tanggal22 Desember 2013. Darihttp://manuskrip-terapi-musik-terhadapintensitas-nyeri-pada-pasien-pascaoperasi.pdf:Jakarta. Nurarif, A. H. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC.Yogyakarta: Mediaction Publishing Potter, P. A, & Perry, A.G (2006). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik, Jakarta: EGC.