Analisis Perkembangan Karakter Charlie dalam Novel The Perks of Being a Wallflower karya Stephen Chbosky Ryana Andari Purba, S.Hum (0906536210), Dr. Grace Wiradisastra Program Studi Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan karakter Charlie, karakter utama dalam Novel The Perks of Being a Wallflower. Isu utama dalam penelitian ini adalah represi Charlie terhadap ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen yang berujung kepada kelupaan. Hasil proses represi ini kemudian muncul dalam bentuk perilaku yang ditunjukkan oleh Charlie dalam kesehariannya. Transformasi Charlie dari seorang a wallflower menjadi a participant terjadi karena adanya konflik-konflik psikodinamik yang terjadi dalam kesehariannya. Oleh karena itu, akan dianalisis juga interaksi Charlie dengan orang-orang di lingkungan barunya, terutama Bill, Patrick dan Sam. Berdasarkan analisis tersebut, sifat Charlie yang tertutup dan lebih sering menyendiri dilihat sebagai pengaruh dari trauma masa kecil yang terepresi. Pada akhirnya, proses kembalinya ingatan Charlie yang disertai dengan proses transformasi Charlie dari a wallflower menjadi a participant terbantu oleh kehadiran Bill, Patrick dan Sam. Kata Kunci: The Perks of Being a Wallflower, represi, psikoanalisis Freud, ingatan, pelecehan seksual. ABSTRACT The objective of this study is to find the character development of Charlie, the main character in the novel The Perks of Being a Wallflower. The main issue of this study is Charlie’s repression against memories of molestation committed by Aunt Helen that lead to forgetfulness. The result of repression emerged in the form of behavior exhibited by Charlie in daily life. Charlie’s transformation from being a wallflower into a participant happens due to the psychodynamic conflicts that occur in his daily life. Therefore, Charlie’s interaction with people in his new environment, especially Bill, Patrick and Sam will also be analyzed. Based on this analysis, Charlie’s character that tend to be introvert and prefer to be aloof are the results of repressed childhood trauma. Finally, the return of Charlie’s memory is accompanied by his transformation of being a wallflower into a participant that is helped by the presence of Bill, Patrick and Sam. Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Keywords: The Perks of Being a Wallflower, repression, Freud psychoanalysis, memory, molestation. PENDAHULUAN Skripsi ini bertujuan untuk memaparkan bukti-bukti mengenai adanya represi yang dilakukan oleh tokoh Charlie terhadap ingatan masa lalunya, yaitu ingatan akan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen ketika ia berusia 7 tahun dan bagaimana represi tersebut memengaruhi perkembangan karakternya. Narasi Charlie yang sangat memuji-muji Aunt Helen sepanjang cerita membuat penulis menemukan suatu hipotesis bahwa Charlie telah merepresi ingatan pelecehan seksual yang terjadi di masa lalunya tersebut, kemudian represi itu berujung pada suatu kelupaan terhadap kejadian pelecehan seksual yang ia alami di masa lalu. Gambaran kejadian pelecehan seksual yang terjadi di masa lalu Charlie kemudian hadir dalam bentuk mimpi. Dengan hadirnya gambaran-gambaran tentang masa kecil Charlie yang sering dihabiskan bersama Aunt Helen, dapat disimpulkan bahwa rasa kehilangan Charlie atas sosok penting dalam hidupnya ini dan pelecehan seksual dari Aunt Helen yang ia alami di masa lalu merupakan dua faktor utama dalam pembentukkan karakter Charlie. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Freud, bahwa pengalaman di awal masa kanak-kanak dapat membentuk kepribadian seseorang secara permanen (Hall, 1955: 23). Pemikiran Charlie yang sentimental dan sensitif menjadi hal yang menarik untuk diteliti. Wallflower sendiri artinya adalah seseorang yang terutup, cenderung pendiam dan enggan untuk bersosialisasi, namun secara diam-diam mereka memahami apa yang sedang terjadi di sekitarnya karena mereka selalu mengamati dinamika lingkungan sosialnya tanpa terlibat di dalamnya. Di saat yang bersamaan ia juga terkungkung dengan masa lalunya sendiri dan mempunyai kesulitan untuk memanggil kembali memori itu secara utuh. Novel The Perks of Being a Wallflower sebelumnya pernah diteliti oleh Teodoro Jose Bruno, seorang mahasiswa University of Philippines dengan mengggunakan teori Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 psikoanalis Sigmund Freud pada tahun 2012. Dalam tulisannya yang berjudul Through The Eyes of Freud: A Psychoanalytic Reading of The Perks of Being a Wallflower, Bruno menjabarkan 8 jenis mekanisme pertahanan ego yang digunakan Charlie untuk mereduksi berbagai macam konflik dalam kesehariannya. Bruno mengemukakan bahwa tulisannya ini adalah suatu upaya untuk memperlihatkan relevansi 8 jenis mekanisme pertahanan ego dalam cerita keseharian Charlie. Berbeda dengan penelitian Bruno, penulis akan menarik salah satu jenis mekanisme pertahanan ego, yaitu represi, sebagai tema besar dalam penelitian ini. Rasa kehilangan yang sangat mendalam akibat kehilangan Aunt Helen, figur yang sangat penting dalam hidupnya, terus tergambarkan di dalam novel karena Charlie seringkali menceritakan kejadian indah yang telah ia lalui bersama Aunt Helen di masa lalu. Di akhir cerita dijelaskan bahwa ternyata sosok Aunt Helen yang sangat Charlie cintai itu kerap melakukan tindakan pelecehan seksual ketika Charlie kecil. Narasi Charlie yang sangat memuji-muji Aunt Helen sepanjang cerita pun membuat penulis menemukan suatu hipotesis bahwa Charlie telah merepresi ingatan pelecehan seksual yang terjadi di masa lalunya tersebut, kemudian represi itu berujung pada suatu kelupaan terhadap kejadian pelecehan seksual yang ia alami di masa lalu. Gambaran kejadian pelecehan seksual yang terjadi di masa lalu Charlie hadir dalam bentuk mimpi. Skripsi ini akan meneliti apa makna mimpi Charlie dan bagaimana signifikasi kejadian yang tergambar dalam mimpi tersebut terhadap keseluruhan narasi cerita. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang akan digunakan adalah kualitatif-deskriptif dengan studi pustaka sebagai pendekatannya. Metode ini digunakan untuk memahami pesan simbolik dari teks. Analisis dilakukan terhadap tokoh utama dalam novel ini, yaitu Charlie, meliputi interaksinya terhadap orang-orang di lingkungannya, terutama Sam, Patrick dan Bill. Untuk Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 menganalisis hal tersebut, akan digunakan teori struktur kepribadian dan dinamika kepribadian guna melihat bagaimana tiap-tiap tokoh memainkan peran dalam proses transformasi Charlie dari a wallflower menjadi a participant. Setelah itu, penulis juga akan mencari indikasi-indikasi yang dapat dijadikan bukti bahwa Charlie telah merepresi ingatan kejadian pelecehan seksual yang ia alami ketika kecil dan membuktikan bahwa mimpi Charlie adalah titik klimaks represinya. Lalu, hasil dari analisis mimpi ini akan dihubungkan dengan hasil analisis kepribadian Charlie untuk menunjukkan signifikansi dari korelasi kedua hal tersebut terhadap keseluruhan penceritaan. KERANGKA TEORI Karena usaha represi merupakan isu utama dalam skripsi ini, maka pendekatan psikoanalisis untuk melihat dinamika kepribadian Charlie merupakan pendekatan yang tepat. Penelitian ini akan melihat bagaimana Charlie, tokoh utama dalam novel The Perks of Being a Wallflower, merepesi ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen di masa lalunya serta korelasinya terhadap perkembangan karakternya ketika ia remaja. Dalam penelitian ini, akan digunakan dua teori utama psikoanalisis Sigmund Freud yaitu struktur kepribadian: Id, Ego, Superego dan dinamika kepribadian melalui teori pereduksi ketegangan (drive reduction theory). Melalui kedua teori tersebut akan dilihat bagaimana konflik psikodinamika yang terjadi pada diri Charlie. Id merupakan bagian struktur kepribadian manusia yang telah dimiliki sejak lahir. Id berada dalam diri manusia dalam bentuk naluri-naluri dasar seperti lapar, haus dan dorongan biologis lainnya sehingga Id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle) yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan primordial dan menghindari ketidaksenangan (Hall, 1955:22). Struktur kepribadian yang ke-dua adalah ego. Ego dikuasai oleh prinsip realitas (reality principle). Tujuan dari prinsip realitas adalah meunda kepuasan hingga objek yang dapat memberi kepuasaan telah ditemukan atau diproduksi. Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Struktur kepribadian yang terakhir adalah superego yang bekerja berdasarkan prinsip moral (moral principle). Ia akan berusaha mencari sesuatu yang lebih ideal daripada yang nyata. Superego berkembang dari asimilasi seorang anak terhadap nilai-nilai yang telah ditanamkan orang tuanya sejak dulu, seperti apa yang benar dan apa yang salah. Cara bagaimana energi disalurkan melalui Id, ego dan superego sehingga ketiga sistem tingkatan mental ini mengalami perubahan disebut dinamika kepribadian. Menurut Freud, secara penggunaannya energi manusia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu energi fisik dan energi psikis. Id dengan naluri-nalurinya merupakan media atau jembatan dari energi fisik dengan kepribadian. Lalu, dinamika terbentuk dari cara-cara Id, ego dan superego merealisasikan hasrat-hasrat individu. Ada tiga kemungkinan dalam merealisasikan hasrat-hasrat tersebut. Pertama, ditekan ke dalam ketidaksadaran, ke-dua yaitu diberi kepuasan secara wajar dan ke-tiga adalah pemberian kepuasan dengan cara memberikan alternatif cara lain yang lebih dapat diterima oleh realitas. Hasrat-hasrat yang ditekan ke dalam ketidaksadaran tidak dapat tinggal diam, mereka selalu bergejolak untuk mendapatkan kepuasan. Bila ego sedang lemah, maka hasrat-hasrat dalam bentuk Id dapat muncul ke dalam kesadaran. Munculnya hasrat-hasrat tersebut dapat muncul dalam bentuk perbuatan yang keliru atau dalam bentuk mimpi. Untuk mencapai pemuasan dan pereda ketegangan, energi disalurkan kepada objek pemuas kebutuhan tertentu (Moesono, 2003:6). Proses ini lah yang dinamakan kateksis, namun apabila muncul hambatan dalam proses ini maka dinamakan anti-kateksis. Pertentangan antara kateksis dan anti-kateksis akan melahirkan konflik dalam sistem kepribadian manusia yang dinamakan konflik endofisik (Hall, 1955: 22). Konflik Id, ego dan superego ini akan menghasilkan kecemasan (anxiety). Freud membagi kecemasan itu menjadi tiga. Kecemasan yang pertama adalah kecemasan realitas (reality principle). Sumber kecemasan ini berasal dari persepsi individu akan sesuatu di luar dirinya, misalnya ketakutan terhadap hewan melata. Faktor keturunan mungkin membuat seseorang rentan terhadap rasa takut sementara pengalaman mungkin mengubah kerentanan menjadi Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 aktualitas (Hall. 1955: 63). Kecemasan yang ke-dua adalah kecemasan neurosis (neurotic anxiety). Sumber kecemasan jenis ini adala ancaman dalam pemilihan pemuas naluri oleh Id, contohnya seseorang takut terhadap apa pun yang terbuat dari karet tanpa mengetahui secara pasti tentang bahaya yang dapat dihasilkan karet kepadanya. Bentuk kecemasan yang terakhir adalah kecemasan moral. Sumber dari kecemasan ini adalah ketakutan akan adanya ancaman hati nurani oleh superego. Contohnya adalah ketika seorang anak yang cemas terhadap hasil ulangannya karena apabila ia mendapatkan nilai yang buruk maka ia akan mendapatkan hukuman dari orangtuanya. Ketiga kecemasan ini akan dikontrol oleh ego dengan memberi peringatan akan datangnya bahaya dengan melawan atau menghindarinya sehingga menimbulkan perilaku yang adaptif (Hall, dkk. 1985: 42). Ketika ego tidak mampu lagi untuk mengontrol kecemasan, ia akan melakukan pertahanan dengan cara lain, yakni identifikasi (identification), pemindahan (displacement) dan mekanisme pertahanan (defense mechanisms) (hall, dkk, 1985: 42). Identifikasi merupakan upaya untuk meniru orang lain yang dinilai cukup baik untuk dijadikan acuan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan diri individu tersebut. Figur yang dijadikan acuan utama biasanya adalah orang tua, namun biasanya akan berubah seiring dengan perkembangan diri individu. Usaha berikutnya adalah pemindahan, usaha ini dilakukan dengan cara mengganti objek pemuas. Selanjutnya adalah mekanisme pertahanan yang akan terbagi menjadi lima, yaitu represi (repression), proyeksi (projection), pembentukkan reaksi (reaction formation), fiksasi (fixation), dan regresi (regression) (Hall, dkk. 1985). Represi adalah usaha untuk melupakan sesuatu untuk mereduksi kecemasan. Sulit bagi represi untuk bekerja sendirian, maka ia membutuhkan penyaluran lain atau bisa juga disebut displacement. Sebagai contoh, seseorang yang kesal karena dimarahi oleh atasannya akan melampiaskan kekesalannya kepada adiknya karena ia tidak bisa melampiaskannya kepada atasannya. Selanjutnya adalah proyeksi, yaitu suatu usaha untuk menghubungkan diri sendiri dengan orang lain sebagai akibat dari adanya kebutuhan yang tidak terpenuhi. Contohnya adalah ketika seorang anak yang sedang marah kepada orang Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 tuanya akan mengatakan bahwa orang tuanya lah yang sedang marah padanya. Selanjutnya adalah pembentukkan reaksi yang artinya membalikkan sebuah keinginan menjadi sesuatu yang berlawanan. Misalnya seorang laki-laki yang patah hati karena cintanya bertepuk sebelah tangan kepada seorang perempuan akan mengatakan bahwa perempuan tersebut bukan lah tipe perempuan idamannya karena ia mencoba merahasiakan rasa sakit hatinya dari orang lain. Tujuan dari pembentukkan reaksi ini adalah menyembunyikan kecemasan. Selanjutnya adalah fiksasi, yaitu usaha seseorang untuk tetap berada dalam situasi nyamannya dengan tujuan menghindari frustasi terhadap bahaya yang mungkin terjadi di situasi yang baru. Contohnya adalah seorang anak yang tetap menghisap jempol hingga ia berusia tujuh tahun. Mekanisme pertahanan yang terakhir adalah regresi, yaitu usaha untuk mundur ke tahapan sebelumnya dengan tujuan mengatasi trauma. Contohnya adalah ketika seorang istri telah bercerai dengan suaminya maka ia akan tinggal kembali bersama orang tuanya (Hall, dkk, 1985: 46-47). ANALISIS TOKOH CHARLIE MENGGUNAKAN PERSPEKTIF PSIKOANALISIS SIGMUND FREUD Dalam menuliskan cerita tentang dirinya, manusia pada umumnya memilah-milah mana cerita yang ingin ia ceritakan dan mana cerita yang tidak ingin ia ceritakan kepada orang lain. Oleh karenanya, penulis menyimpulkan bahwa Charlie juga selektif dalam menceritakan kesehariannya kepada si penerima surat. Hal tersebut didukung oleh beberapa narasi Charlie yang menunjukkan bahwa ia memilah-milah cerita yang ingin ia tuliskan dalam surat. Misalnya, Charlie tidak ingin menceritakan tentang pertanyaan-pertanyaan psikiater yang ditujukan kepadanya, lalu ia juga tidak ingin membicarakan tentang apa yang terjadi kepada dirinya saat ia menerima kabar bahwa Aunt Helen telah meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan. Oleh karena itu, tendensi Charlie dalam hal penulisan surat ini bisa dinilai sebagai bentuk represi dan surat dilihat sebagai alat untuk menyalurkan Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 energi Charlie guna meredakan kecemasan-kecemasannya. Dalam suratnya, Charlie banyak bercerita tentang teman-teman baru dan keluarganya. Interaksi Charlie Dengan Bill Bill, seorang guru sastra di sekolah Charlie, merupakan agen superego yang paling krusial ketika Charlie remaja karena Bill yang pertama kali menasihati Charlie tentang pentingnya bersosialisasi. Bill mengajari Charlie tentang nilai-nilai moral yang dapat dipetik apabila ia berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya, seperti menolong sesama dan bersikap terbuka dalam menjalin pertemanan dengan orang lain. Charlie dapat membedakan mana yang seharusnya ia lakukan dan mana yang tidak berdasarkan ucapan Bill. Freud mengemukakan “The Id, cut off from external world, has a world perception of its own,” (Freud, 1940:55). Maka, pemikiran Charlie ini dapat dilihat sebagai Id yang memiliki persepsinya sendiri, berbeda dengan persepsi Bill yang dilihat sebagai persepsi dunia eksternal (masyarakat). Sebelumnya, Charlie bersifat statis, karena memiliki pola pemikiran dan tindakan yang sama sejak kecil, yaitu sifatnya yang tertutup dan lebih senang mengamati orang-orang di sekitarnya daripada berteman dengan mereka. "Do you always think this much, Charlie?" "Is that bad?" I just wanted someone to tell me the truth. "Not necessarily. It's just that sometimes people use thought to not participate in life." "Is that bad?" "Yes." (The Perks of being a Wallflower, hal.26) Dari dialog di atas bisa dilihat bahwa Bill telah memberi penilaian bahwa apa yang dilakukan Charlie itu adalah sesuatu yang buruk. Perkataan Bill mengesankan bahwa ia memiliki penilaian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik untuk dilakukan oleh indvidu sebagai bagian dari masyarakat. Penilaian dari Bill ini lah yang kemudian menginternalisasi pikiran Charlie dan membentuk superego dalam dirinya. Kata “yes” yang Bill ucapkan saat menjawab pertanyaan Charlie telah mendorong Charlie untuk mengesampingkan persepsinya sendiri dan menggantinya dengan persepsi dunia eksternal yang ia dapat dari Bill. Alasan kuat yang membuat Charlie mengikuti nasihat Bill adalah Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 karena Bill merupakan guru di sekolahnya dan sudah seharusnya nasihat dari seorang guru ia dengarkan. Bill juga meminjamkan banyak novel kepada Charlie dan meminta Charlie untuk menuliskan esai tentang masing-masing novel tersebut, novel-novel itu diantaranya To Kill the Mockingbird, The Catcher in the Rye, Naked Lunch, Peter Pan, On the Road, The Stranger dan Great Gatsby. Diantara esai-esai yang ditulis oleh Charlie, Bill mengatakan bahwa esai Charlie tentang The Catcher in the Rye1 merupakan esai terbaik yang pernah Charlie tulis, padahal Charlie sendiri tidak menyadari apa yang berubah dari gaya penulisan esainya dan tidak tahu alasan yang membuat Bill berkata demikian. Penulis melihat adanya korelasi antara Charlie dengan novel The Catcher in the Rye. Karakter utama dalam novel tersebut, yaitu Holden Caufield, adalah seorang anak laki-laki sebaya Charlie. Holden digambarkan sebagai seorang anak yang pemberontak dan seperti “marah” kepada orangorang yang berada di lingkungannya. Pilihan kata yang digunakan Holden dalam novel tersebut kebanyakkan adalah katakata kasar, hal ini memberi kesan adanya “kemarahan” dalam diri Holden. Penulis juga melihat adanya “kemarahan” dalam diri Charlie, namun bedanya, Holden meluapkan kemarahannya secara frontal yang ditunjukkan oleh penggunaan kata-kata kasar serta perilakunya yang impulsif sedangkan Charlie lebih memilih untuk meredam kemarahannya dengan cara yang lebih diterima dalam masyarakat. Dengan kata lain, Charlie merepresi “kemarahan”nya. “Kemarahan” yang dimaksud adalah kemarahan Charlie terhadap Aunt Helen yang telah melakukan pelecehan seksual kepada dirinya, namun ia harus merepresi “kemarahan” ini karena adanya dorongan dari superego (akan dijelaskan dalam subbab berikutnya). Oleh karena itu, karakter Holden dapat dilihat sebagai representasi Id Charlie, yaitu hasrat untuk meluapkan “kemarahan”. Esai Charlie tentang The Catcher in the Rye dapat dilihat sebagai bentuk penyaluran energi Charlie yang berupa kesamaan perasaan dengan Holden. Charlie memiliki keterkaitan secara emosional dengan Holden sehingga ia dapat menyelami karakter Holden dengan sangat baik. Dapat disimpulkan bahwa hal ini 1 The Catcher in the Rye adalah novel karya penulis Amerika bernama J.D Salinger pada tahun 1951. Tokoh utama dalam novel ini, Holden Caufield, dinobatkan sebagai ikon pemberontakkan remaja kala itu. Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 merupakan alasan mengapa Charlie bisa menulis esai tentang The Catcher in the Rye dengan sangat baik. Interaksi Charlie dengan Sam Sam dan Charlie menjadi teman dekat meski sesungguhnya Charlie memendam perasaan cinta untuk Sam. Mary Elizabeth, sahabat Sam, jatuh cinta kepada Charlie dan pada akhirnya mereka menjalin hubungan cinta karena Charlie tidak ingin melukai perasaan Mary Elizabeth, dengan begitu maka perasaan Charlie terhadap Sam semakin terepresi. Charlie tidak berbicara jujur mengenai perasaannya ini karena ia takut merusak persahabatan Sam dan Mary Elizabeth, dan juga persahabatannya dengan Sam. Hal tersebut telah menginternalisasi pikiran Charlie dan membentuk supergo dalam dirinya. Id Charlie untuk memiliki Sam tidak dapat terpenuhi. Namun, Charlie tetap berusaha untuk tetap dekat dengan Sam bagaimana pun keadaannya. Usaha Charlie untuk tetap dekat dengan Sam dapat dilihat sebagai hasil kompromi egonya yang berusaha untuk mencari cara lain agar tetap bisa dekat dengan Sam tanpa harus memilikinya, dengan begitu nilai-nilai superego pun tidak ternodai. Kemudian, hasil represi dari hasrat seksual Charlie terhadap Sam muncul dalam bentuk mimpi. Charlie memimpikan dirinya dan Sam berada dalam suatu ruangan dalam keadaan telanjang. Selama ini ia belum pernah mempunyai fantasi seksual terhadap satu perempuan pun. Sam adalah perempuan pertama yang menjadi objek fantasi seksual Charlie. Dalam mimpi itu, ia melihat Sam membuka kakinya sembari merentangkan tubuhnya di kasur layaknya perempuan dan laki-laki yang akan berhubungan seks. Seperti apa yang telah dikatakan Freud bahwa salah satu muara bagi materi-materi yang terepresi adalah mimpi, hal ini dimungkinkan karena kondisi tidur dapat meredusir aktivitas psikis (Freud, 1965: 591), maka mimpi Charlie ini merupakan bentuk dari keinginannya untuk melakukan hubungan seksual dengan Sam yang terepresi. Charlie merasa bersalah apabila ia mempunyai fantasi seksual atas Sam, gadis yang ia cintai. Ia bahkan belum pernah melakukan masturbasi sebelum ia bertemu Sam. Karena Charlie merasa bersalah terhadap Sam sebab ia telah menjadikan Sam sebagai objek fantasi seksualnya, lalu ia mengaku Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 kepada Sam bahwa ia merasa bersalah terhadap Sam atas hal itu. Tanggapan Sam saat itu hanya lah tertawa dan berusaha menenangkan Charlie bahwa hal itu merupakan hal yang wajar, namun Charlie tetap merasa bersalah dan malu. Interaksi Charlie dengan Patrick Charlie masih melihat masturbasi sebagai hal yang tabu, terlebih lagi jika objek fantasi seksualnya adalah perempuan yang ia cintai, sehingga hal ini menimbulkan rasa cemas dalam dirinya. Patrick lah yang setelah itu memberi tahu Charlie bahwa fantasi seksual itu sangat wajar dilakukan oleh para lelaki dan biasanya para lelaki akan mempunyai fantasi tentang perempuan yang mereka anggap menarik. Patrick lalu menyarankan Charlie untuk mencari sosok perempuan menarik yang tidak ia kenal untuk dijadikan objek fantasinya, seperti artis misalnya, dengan begitu Charlie tidak akan merasa bersalah. Charlie lalu berusaha menghadirkan sosok perempuan lain yang tidak ia kenal sama sekali sebagai objek fantasi seksualnya. Ia melakukan hal itu agar ia tetap bisa menyalurkan dorongan seksualnya sebagai lelaki tanpa merasa bersalah. Dalam hal ini, superego yang berhadapan dengan Id Charlie terbentuk dari ucapan-ucapan Patrick tentang masturbasi kepada Charlie. Lalu, Charlie menginternalisasi pernyataanpernyataan Patrick tentang mana yang salah dan mana yang benar dalam menjadikan wanita sebagai objek fantasi seksual ke dalam pemikirannya. Oleh karenanya, ketika Charlie melakukan masturbasi lagi ia tidak perlu merasa cemas. Pada akhirnya, yang dilakukan Charlie adalah kembali merepesi hasratnya untuk berimajinasi tentang sosok Sam secara seksual. Hal ini terjadi karena adanya dorongan superego, yaitu “ajaran” Patrick terhadap Charlie tentang masturbasi. Penulis melihat bahwa Charlie menjadi lega dan tidak cemas lagi bukan karena ia bisa melakukan masturbasi sesuka hatinya. Akan tetapi, ini terjadi karena Charlie berhasil menekan impuls seksualnya terhadap Sam yang berupa Id dengan menggunakan salah satu mekanisme pertahanan ego yang dikemukakan oleh Freud, yaitu represi. “Such defense mechanisms are put into operation whenever anxiety signals a danger that the original unacceptable impulses may reemerge” (Microsoft Encarta Encyclopedia 2002). Menurut Freud, salah satu cara manusia dalam mereduksi kecemasan adalah dengan melakukan Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 represi. Pada dasarnya, cara yang seperti ini tidak mengubah keadaan atau kondisi objektif dari sebuah hal yang menyakitkan, namun individu hanya mengubah persepsi atau pemikirannya terhadap hal tersebut. Jadi, bisa dibilang mekanisme pertahanan ego ini melibatkan penipuan diri. Ini lah yang terjadi pada Charlie, ia hanya mengubah objek dari fantasi seksualnya, tetapi tetap memiliki objektif yang sama, yaitu menyalurkan hasrat seksualnya dengan cara masturbasi dengan menggunakan sosok seorang perempuan sebagai pemicu kepuasan seksualnya. Superego Charlie yang berasal dari ajaran Patrick yang telah terinternalisasi di dalam dirinya telah berhasil menekan Id Charlie dengan menggunakan salah satu satu mekanisme pertahanan ego, yaitu represi untuk mereduksi kecemasan Charlie. Maka, Charlie tidak perlu merasa cemas lagi ketika ingin menyalurkan hasrat seksualnya melalui masturbasi karena impuls yang berupa Id untuk mengobjektifikasi Sam di dalam fantasi seksualnya telah berhasil direpesi. Lima Bukti yang Mengindikasikan Adanya Represi Charlie Terhadap Ingatan Pelecehan Seksual yang dilakukan Aunt Helen di Masa Lalu Sebelum kejadian pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen terhadap Charlie terungkap, telah ditemukan beberapa bukti yang dapat dijadikan indikasi bahwa Charlie telah merepresi ingatan masa lalunya. Berikut akan dijabarkan bukti-bukti tersebut. Pertama, yaitu persepsi Charlie terhadap karakter Wendy dalam cerita Peter Pan. Ketika sedang sedih, Charlie biasanya membaca buku untuk mengalihkan kesedihannya itu, ia juga kerap membayangkan bahwa tokoh di dalam buku itu adalah dirinya sendiri. Membaca buku adalah bentuk dari pemindahan energi psikis dalam mereduksi kecemasan Charlie (displacement), hal ini merupakan salah satu bagian dari mekanisme pertahanan ego. Salah satu sifat dari mekanisme pertahanan ego adalah menyangkal realita. Maka, bisa disimpulkan bahwa membaca buku adalah salah satu usaha Charlie dalam menyangkal realita. Namun, ada satu novel yang membuat Charlie sulit untuk memposisikan dirinya sebagai karakter utama dalam novel tersebut, novel itu ialah Peter Pan. “Because of its Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 fantasy nature, I could not pretend that I was in the book. That way I could participate and still read” (hal. 31). Jenis cerita Peter Pan yang merupakan sebuah cerita fantasi menjadi alasan bagi Charlie untuk tidak mengandaikan dirinya sebagai karakter dalam novel. Charlie berkata, “It’s just about this boy who refuses to grow up, and when Wendy grows up, he feels very betrayed. At least that’s what I got out of it.” (hal. 31). Penulis melihat adanya suatu indikasi bahwa kesimpulan yang Charlie dapat dari membaca novel Peter Pan bukan lah hanya berdasarkan atas apa yang ia rasakan, tetapi karena adanya suatu perasaan senasib yaitu merasa dikhianati ketika ia dewasa. Charlie merasa terkhianati oleh kenangan masa lalu, Aunt Helen yang selama ini menjadi sosok yang selalu ia puja ternyata justru orang yang melakukan pelecehan seksual terhadapnya. Kenyataan ini lah yang tidak bisa Charlie terima, oleh karenanya ia enggan untuk memposisikan dirinya seperti Wendy. Bukti yang ke-dua terletak pada surat yang Charlie tulis di tanggal 23 Desember 1991 yang menceritakan tentang hari ulang tahun Charlie dan juga hari Natal yang akan segera datang. Charlie ingin dua hari itu segera berlalu karena ia tidak mau mengingat lagi kenangan buruk yang terjadi saat itu. Aunt Helen meninggal dalam perjalanan untuk membeli kado untuk Charlie. Dalam suratnya, Charlie bercerita bahwa seakan-akan ia dihinggapi oleh bayangan gelap yang datang dan membawanya ke tempat yang buruk hanya untuk sesaat. Charlie tidak mampu menggambarkan lebih jelas tentang bayangan dan tempat tersebut. Kejadian seperti ini mirip dengan gejala orang yang menderita amnesia. Orang yang tengah mengalami amnesia tentunya tidak mampu mengingat masa lalunya secara utuh, namun terkadang penggalan-penggalan momen yang terjadi di masa lalu hadir ke dalam pikiran dan meninggalkan rasa sakit akibat ketidakmampuan dalam memanggil memori secara utuh itu. Secara satu sisi, represi dapat mengurangi beban masalah jika indivdidu mampu menekan masalah, namun di sisi lain, represi juga bisa mengakibatkan amnesia. Jenis-jenis amnesia tertentu banyak disebabkan oleh represi (Atkinson 1991:217). Ketidakmampuan Charlie mengingat masa lalunya yang buruk merupakan hasil dari proses represi yang ia jalani selama bertahun-tahun. Selanjutnya, bukti ke-tiga juga masih terletak pada surat di tanggal 23 Desember 1991, kali ini tentang hari dimana Aunt Helen meninggal. Anehnya, Charlie tidak menangis sama sekali ketika mengetahui Aunt Helen meninggal. Penulis melihat ada satu alasan yang Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 sebenarnya membuat ia tidak menangis, yaitu karena adanya perasaan lega dari ketidaksadaran Charlie karena ia tidak akan menerima pelecehan seksual lagi apabila Aunt Helen sudah meninggal. Charlie tidak menyadari adanya perasaan lega ini karena ia telah merepresi ingatan terhadap pelecehan seksual yang dilakukan Aunt Helen ini dan mendorongnya ke dalam ketidaksadaran. Maka, yang terjadi ketika ia menerima kabar bahwa Aunt Helen telah meninggal adalah ia tidak menangis karena ketidaksadarannya mengatakan Charlie justru harus lega karena itu artinya ia tidak akan mendapatkan pelecehan seksual dari Aunt Helen lagi. Secara keseluruhan, apa yang diceritakan Charlie di surat tanggal 23 Desember ini merupakan bukti ke-tiga atas represi yang dilakukan Charlie terhadap ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen. Lalu, bukti ke-empat akan adanya represi yang dilakukan Charlie terhadap ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen terdapat dalam kalimat Charlie berikut, “That scared me a lot. It scared me how much it scared me. Being punished for something you did not do. Or being an innocent victim. It's just something that I never want to experience,” (hal. 111). Kata-kata innocent victim patut digarisbawahi. Charlie tidak menyadari bahwa sebenarnya dirinyalah yang merupakan innocent victim. Ketakutan Charlie menjadi innocent victim juga dilihat sebagai hasil represi yang disimpan dalam ketidaksadarannya dan menghasilkan kecemasan neurosis dalam diri Charlie karena ia tidak bisa menemukan alasan yang rasional dari ketakutannya itu. Charlie hanya tahu bahwa dirinya tidak ingin menjadi innocent victim. Ketakutannya ini berangkat dari represi Charlie terhadap ingatan pelecehan seksual yang Charlie terima dari Aunt Helen. Bukti terakhir yaitu bukti ke-5 ialah ketakutan Charlie saat hendak bersetubuh dengan Sam. Pada awalnya semua terasa indah bagi Charlie karena Charlie telah mengharapkan hal ini terjadi sejak lama. Ini adalah kesempatan Charlie untuk menyalurkan Id yang berupa hasrat seksualnya terhadap Sam. Charlie dan Sam saling meraba tubuh masing-masing, Charlie pun mulai meraba vagina Sam. Namun, ketika Sam meraba penis Charlie, Charlie justru memberhentikan Sam, ia berkata “It felt good actually. I didn't know what was wrong” (hal.217). Ingatan akan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen bertahun-tahun yang lalu mulai mencari celah untuk memasuki kesadaran Charlie. Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Charlie tetap tidak bisa menemukan alasan dari kegelisahannya ini. Charlie kembali mengalami kecemasan neurosis. Kecemasannya ini berasal dari Id Charlie yang berusaha mengingat kenangan masa lalu yang terepresi. Tindakan Sam yang meraba penis Charlie mengingatkan Charlie kepada trauma pelecehan seksual yang terjadi di masa kecil, akan tetapi superego Charlie yang terbentuk dari keluarganya masih lebih mendominasi sehingga Id belum bisa memanggil ingatan masa kecil itu sepenuhnya. Ego Charlie lalu mencari cara untuk mereduksi kecemasannya ini, yaitu menyuruh Sam untuk berhenti meraba penisnya. Charlie berkata kepada Sam bahwa ia tidak bisa meneruskan kegiatan seksualnya, Sam pun memaklumi alasan Charlie. Namun, pada saat itu Charlie merasa bahwa ia tidak lagi berbicara kepada Sam, “But I wasn’t talking to Sam anymore. I was talking to someone else” (hal. 218). Dari dialog ini bisa dilihat bahwa Charlie pernah mengalami hal yang serupa, dia sudah pernah merasakan penisnya diraba tetapi ia tidak ingat dengan siapa. Tindakan Charlie yang menyuruh Sam berhenti meraba penisnya menandakan bahwa hal serupa yang ia alami dulu meninggalkan rasa trauma baginya sehingga ia tidak mau mengulanginya lagi. Proses Kembalinya Ingatan Charlie Pada saat akan berhubungan seksual dengan Sam, Charlie mengalami ketakutan yang tidak bisa ia definisikan sendiri. Charlie pun tidak bisa melanjutkan hubungan seksual itu. Wajahnya berubah menjadi pucat pasi. Lalu Sam memintanya agar tetap tinggal di rumah Sam hingga keadaannya membaik. Pada saat ini lah bayangan kejadian masa lalu Charlie hadir dalam bentuk mimpi. Saat Charlie pulang dari rumah Sam, ia juga mengalami kejadian yang aneh. Charlie merasa mendengarkan radio yang tidak menyala dan menonton televisi yang juga tidak menyala. “When I fell asleep, I had this dream, I were watching television with my Aunt Helen. Everything was in slow motion. The sound was thick. And she was doing what Sam was doing. That's when I woke up. And I didn't know what the hell was going on.” (hal.218) Dialog di atas menunjukkan kebiasaan Charlie dengan Aunt Helen sewaktu Charlie kecil, yaitu menonton televisi hingga larut malam. Besar kemungkinan bahwa Aunt Helen Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 melakukan pelecehan seksual dengan cara meraba penis Charlie ketika mereka sedang menonton televisi bersama. Menonton televisi hingga larut bersama dengan Aunt Helen merupakan hal yang selalu Charlie ingat dan selalu Charlie sebut-sebut di dalam suratsuratnya. Kata slow motion pada dialog tersebut menunjukkan sesuatu yang dramatis, dan juga adanya perasaan atau pun emosi terhadap kejadian tersebut. Ingatan yang awalnya disimpan dalam area ketidaksadaran tersebut mulai meletup ke sistem kesadaran Charlie. Hal ini terjadi karena adanya dorongan kuat dari materi ingatan masa lalu Charlie yang terepresi di dalam sistem ketidaksadaran. Charlie telah melakukan represi secara terus menerus selama bertahun-tahun sehingga area ketidaksadarannya tidak mampu lagi menampung materi-materi yang terepresi hingga akhirnya ingatan pelecehan seksual itu mulai memasuki area kesadaran. Lewat mimpi ini lah ingatan akan pelecehan seksual yang terjadi di masa lalu Charlie muncul. Saat perjalanan pulang ke rumah, Charlie seperti mendengarkan lagu-lagu di radio namun radionya tidak menyala. Sesampainya di rumah, Charlie duduk di sofa dan ia merasa sedang menonton tayangan televisi tetapi televisinya tidak menyala. Radio dan televisi ini merupakan simbol dari alam bawah sadar Charlie. Lagu-lagu dan tayangan televisi Charlie adalah memori masa lalunya yang sedang mendatanginya. Namun, Charlie tidak dapat menjelaskan apa lagu-lagu yang ia dengar dan apa tayangan televisi yang ia tonton. Hal ini menunjukkan bahwa ia belum bisa sepenuhnya mengingat kenangan masa lalunya. Keluarga Sebagai Agen Superego Charlie dalam usaha Represi terhadap Ingatan Pelecehan Seksual Persepsi Charlie terhadap Aunt Helen telah didominasi oleh kebaikan-kebaikan yang telah Aunt Helen lakukan untuknya, dan juga dari cerita orang tua Charlie tentang Aunt Helen. Mereka mengatakan bahwa sejak dulu Aunt Helen telah mengonsumsi banyak obat-obatan dan sering sekali keluar masuk rumah sakit untuk menjalani berbagai macam perawatan. Setelah keadaan Aunt Helen cukup membaik, ia tinggal dengan keluarga Charlie karena ibu Charlie merasa mempunyai kewajiban untuk merawat Aunt Helen. Id Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Charlie untuk mengingat pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen berbenturan dengan superego yang terbentuk dari cerita-cerita baik dan mengharukan tentang Aunt Helen yang disampaikan oleh orang tuanya. Selama ini Charlie selalu takut untuk menceritakan tentang kisah buruk yang dialami oleh Aunt Helen, akan tetapi ia berani menceritakan hal tersebut kepada si penerima surat yang identitasnya tidak pernah ia ketahui ini. Tindakan Charlie yang menceritakan kejadian ini kepada sang penerima surat bisa dilihat sebagai usahanya untuk meredakan ketegangan dan kecemasan yang dimilikinya akibat memendam cerita tentang Aunt Helen ini selama bertahun-tahun tanpa menceritakannya kepada satu orang pun. Hal penting tentang Aunt Helen yang selalu Charlie ingat salah satunya adalah saat Aunt Helen membela ia ketika ia ditampar sang ayah karena Charlie bertanya mengapa Aunt Helen tidak menikah dan malah tinggal bersama keluarga Charlie. Ayah Charlie mengatakan bahwa Charlie telah melukai perasaan Aunt Helen. Sejak saat itu, Charlie tidak pernah berani bertanya tentang hal itu lagi dan ia merasa perlu berhati-hati dalam bersikap agar tidak melukai perasaan Aunt Helen lagi. Hal ini kemudian menginternalisasi pikiran Charlie dan membentuk superego dalam dirinya, ini lah akhirnya yang membuat Charlie melakukan represi terhadap pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen terhadapnya. Kesimpulan Kembalinya ingatan masa lalu Charlie terjadi berkat adanya seorang psikiater. Sebelumnya ia sudah pernah pergi ke psikiater beberapa kali. Pertemuan Charlie dengan psikiater pertama kalinya adalah ketika ia berumur 7 tahun. Setelah itu, dalam suratnya ia menyebutkan bahwa ia pergi menemui psikiater sebanyak dua kali ketika ia remaja. Namun, Charlie tidak mau menceritakan apa saja yang ia lakukan bersama sang psikiater. Charlie menjelaskan bahwa psikiater tersebut memberikan beberapa pertanyaan yang ia anggap aneh, namun Charlie tidak memberi tahu apa saja pertanyaannya. Sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Charlie menulis surat karena saran seseorang, “I am writing to you because she said you listen and understand and didn’t try to sleep,” (hal. 1). Kedua hal ini Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 dapat dikorelasikan, “she” dalam kalimat ini bisa disimpulkan sebagai psikiater yang selama ini Charlie ceritakan, lalu kegiatan menulis surat yang dilakukan oleh Charlie dapat dilihat sebagai bagian dari proses pemulihan untuk mengingat kembali ingatan masa lalunya secara utuh. Proses represi Charlie yang terjadi selama bertahun-tahun telah membentuk karakter Charlie sebagai anak yang tertutup dan tidak terbiasa untuk mengemukakan apa yang ia rasakan. Charlie kemudian lebih memilih untuk menyimpan segala sesuatu yang ia rasakan dalam pikirannya sendiri. Freud mengatakan bahwa pengalaman masa kecil individu, terutama yang berhubungan dengan seksual, jika dihadapi secara sadar akan sangat mengancam dan menimbulkan stress, oleh karenanya perasaan cemas dari konflik ini dapat direduksi melalui represi. Jika digunakan untuk sementara waktu, represi tidak akan membawa pengaruh negatif (Santcrok, 200:2 43). Namun, Charlie tidak melakukan represi hanya untuk sementara waktu. Charlie terus melakukan represi untuk mereduksi berbagai macam kecemasannya hingga ia remaja. Penulis melihat bahwa proses represi yang pertama kali dilakukan Charlie, yaitu represi terhadap ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen, telah berhasil memberikan rasa nyaman kepada Charlie karena ia berhasil mereduksi kecemasannya. Oleh karena keberhasilan ini lah Charlie kembali melakukan represi secara repetitif. Rasa nyaman yang bersifat sementara yang dihasilkan oleh proses represi membuat Charlie terus menerus menggunakan salah satu jenis mekanisme pertahanan ego ini untuk mereduksi segala bentuk kecemasannya hingga ia remaja. Dengan kata lain, perkembangan karakter Charlie dari kecil hingga remaja selalu didominasi oleh nilai-nilai superego yang menyebabkan timbulnya represi demi menjaga nilai-nilai tersebut tetap terjaga. Dalam suratnya Charlie bercerita bahwa sesudah pulang dari rumah sakit, ia kembali menemui Sam dan Patrick, dua sahabat terdekatnya, dan semuanya terasa lebih normal. Mereka pergi ke Big Boy, tempat favorit mereka untuk menghabiskan waktu. Dalam perjalanan menuju ke sana, Charlie mengingat kembali semua hal yang orang-orang katakan kepadanya selama satu tahun ia menjadi murid Sekolah Menengah Atas dan ia merasa telah diterima dalam lingkungannya. Superego yang dulu mendominasi diri Charlie, yaitu nilai-nilai baik tentang Aunt Helen yang diinternalisasi oleh keluarganya telah runtuh Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 dan digantikan oleh superego baru yang terbentuk dari proses transformasinya dari a wallflower menjadi a participant. Nilai-nilai superego yang sekarang mendominasi Charlie berasal dari orang-orang baru di lingkungannya, yaitu Bill, Patrick dan Sam. Charlie akan selalu mencoba untuk menuruti nasihat mereka. Dengan begitu, Charlie berpikir ia akan dapat lebih diterima oleh lingkungan sosialnya. Di dalam dua paragraf terakhir novel The Perks of being a Wallflower, Charlie mengatakan “I’m not sure if I will have the time to write any more letters because I might be too busy trying to “participate”.” (hal. 231). Usaha awal Charlie untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya diawali oleh nasihat dari Bill yang menyarankan Charlie untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain, bukan hanya mengamati kegiatan orang-orang itu dari jauh. Charlie lalu berpartisipasi dalam sebuah kegiatan amal yang diselenggarakan oleh sekolahnya, hal ini merupakan langkah awal ia untuk berpartisipasi dalam lingkungan sosialnya. Bill juga kerap memberikan Charlie tugas untuk menulis esai tentang novel-novel terkenal di luar jam pelajaran di sekolahnya. Hal tersebut dilihat sebagai usaha Bill dalam menggali potensi diri Charlie dan menolongnya agar dapat menyuarakan pikirannya dalam bentuk tulisan yang sistematis. Selanjutnya, partisipasi Charlie dalam lingkungan sosialnya dibantu oleh kehadiran Sam dan Patrick yang kemudian menjadi sahabat baiknya di sekolah. Mereka mengajak Charlie untuk datang ke pesta-pesta yang dihadiri oleh anak-anak populer di sekolahnya. Charlie kemudian mulai berkenalan dengan minuman beralkohol, marijuana, rokok, maupun seks. Ke-empat hal tersebut tidak lagi menjadi hal yang tabu bagi Charlie, bahkan dapat menjadi objek penyaluran energi psikenya ketika ia mengalami kecemasan (displacement); ini dapat dilihat sebagai simbol bahwa Charlie mulai bisa menyesuikan diri dengan kehidupan teman-teman sepermainannya. Pada akhirnya, transformasi Charlie dari a wallflower menjadi a participant ditandai dengan dua hal. Pertama, ditandai dengan meletupnya ingatan pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen di masa lalu yang telah ia represi selama bertahun-tahun. Setelah berhasil mengingat kejadian pelecehan seksual yang dilakukan oleh Aunt Helen, Charlie menjadi lega karena ia tidak lagi merasakan ada yang salah dengan dirinya. Charlie mencoba untuk memaafkan Aunt Helen dengan cara merasioanalisasikan tindakan Aunt Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Helen tersebut. Lalu, yang ke-dua adalah keberhasilan Charlie dalam memasuki lingkungan sosial yang baru berkat perkataan-perkataan Bill, Sam dan Patrick sebagai representasi perspektif dunia eksternal yang terinternalisasi ke dalam pikiran Charlie sehingga membentuk superego yang baru pada dirinya. DAFTAR PUSTAKA Chbosky, Stephen. 1999. The Perks of Being a Wallflower. New York: MTV Books. Freud, Sigmund. 1924. A General Introduction to Psychonalysis. New York: Pocket books. Hall, Calvin S. 1955. A Premier of Freudian Pyschology. New York: The New American Library. Hall, Calvin S. Gardner Linzey, Jhon C. Leohlin, Martin Manosevitz, Viriginia Otis Locke. 1985. Introduction to Theories of Personality. Singapore: John Wiley & Sos Inc. Santrock, John W. 2002. A topical approach to life-span development. London: McGraw-Hill Companies. Yustinius Semiun, OFM. 2006. Teori Kepribadian & Teori Psikonalitik Freud. Yogyakarta: Kanisius. Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Obor Pustaka Indonesia. F. Baumeister, Roy, Karen Dale, Kristin L. Sommer. 1998. Freudian Defense Mechanisms and Empirical Findings in Modern Social Psychology: Reaction Formation, Projection, Displacement, Undoing, Isolation, Sublimation, and Denial. Case Western Reserve University. Biography of Stephen Chbosky. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013 dari http://pabook.libraries.psu.edu/palitmap/bios/Chbosky__Stephen.html Wallflower Controversial at Rockland School. Diakses pada tanggal 11 Februari 2013 dari http://newyork.cbslocal.com/2011/02/09/crusade-on-tobancontroversial-wallflower-at-rockland-school/ Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 Dinamika Kepribadian Menurut Sigmund Freud. Diakses pada tanggal 13 Februari 2013 dari http://www.slideshare.net/elmakrufi/dinamikakepribadian-sigmund-freud Jose Bruno, Teodore. 2010. Psychoanalytic Reading on The Perks of Being a Wallflower. Diakses pada tanggal 20 Februari 2013 dari http://academia.edu/2039467/Psychoanalytic_Reading_of_The_Perks_of_B eing_a_Wallflower_written_with_Angelique_Frances_Gaudiel Character in Stories and Novels. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013 dari http://www.writersrelief.com/blog/2008/06/character-development-instoriesand-novels/ Smart, Harriet. 2010. Plotting and developing the novel: A character-based approach. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013 dari http://www.writerscafe.co.uk/cafetalk/plotchar.htm English Fiction Unit: Character Development. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 dari http://www.ohio.edu/people/hartleyg/ref/fiction/character2.html About Psychoanalysis. Diakses pada tanggal 23 http://www.apsa.org/About_Psychoanalysis.aspx April 2013 dari Psychoanalysis in Literature. Diakses pada tanggal 24 April 2013 dari http://www.questia.com/library/literature/literary-themes-and topics/psychoanalysis-in-literature English and Comparative Literary Studies. Diakses pada tanggal 26 April 2013 http://warwick.ac.uk/fac/arts/english/currentstudents/undergraduate/modules /fulllist/special/litandpsycho/ Definition of Psychoanalytic Criticism. Diakses pada tanggal 28 April 2013 dari http://bcs.bedfordstmartins.com/virtualit/poetry/critical_define/crit_psycho.h tmlt Donnelly, Mabel Collins. 1953. Freud and Literary Criticsm. Diakses pada tanggal 30 April 2013 dari http://www.jstor.org/discover/10.2307/371867?uid=3738224&uid=2&uid= 4&sid=21102451554561 Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013 What is Psychoanalytic Literary Criticism?. 2011. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013 dari http://www.wisegeek.com/what-is-psychoanalyticliterarycriticism.htm Modules on Freud. 2002. Diakses pada tanggal 2 Mei 2013 dari http://www.cla.purdue.edu/english/theory/psychoanalysis/freud.html Hunsberger, Pedersen Ruth. The American Perspection of Sigmund Freud. 2005. Diakses pada tanggal 6 Mei 2013 dari http://www.hunsberger.org/freudamerica.htm Gumery, Keith. 2002. Repression, Inversion and Modernity: A Freudian Rading.. Diakses pada tanggal 18 Mei 2013 dari http://muse.jhu.edu/journals/jml/summary/v025/25.3gumery.html The American Novel. 2007. Diakses pada tanggal 22 Mei 2013 dari http://www.pbs.org/wnet/americannovel/timeline/anderson.html Analisis perkembangan..., Ryana Andari, FIB UI, 2013