PROPOSAL SKRIPSI KAPASITAS INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) NABILAH ANANDA RAZANI I34120133 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 ii PERNYATAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Nabilah Ananda Razani NIM I34120133 iii ABSTRAK NABILAH ANANDA RAZANI. Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan IVANOVICH AGUSTA. Industri Mikro dan Kecil di Indonesia memberikan kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi nasional karena dapat memperluas kesempatan kerja dari pada sektor formal dan meningkatkan pendapatan bagi kaum miskin. Peran lainnya juga mendukung pemberdayaan masyarakat lokal berorientasi people center development. Kapasitas IMK tersebut dapat dijadikan salah satu prioritas pengembangan ekonomi lokal yang terdiri dari aspek lokalitas, bisnis/ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas. Perkembangan IMK dapat dilihat dari tingkat keberdayaan usaha terhadap modal, tenaga kerja, teknologi, pendapatan, dan prospek usaha. Tingkat keberdayaan usaha tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pengusaha seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, dan tingkat kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha dan menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini menggunakan metode sensus yang didukung metode kuantitatif dan metode kualitatif. Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, IMK. ABSTRACT NABILAH ANANDA RAZANI. The Capacity of Small and Micro Industry in Local Economic Develpoment (Case: Bag Craftsman Industry in Bojong Rangkas Village, Ciampea Subdistrict, Bogor District, West Java Province). Supervised by IVANOVICH AGUSTA. Small and Micro Industry in Indonesia contribute to economic growth because it can expand the labor opportunities than the formal and raise the income for the poor. Other roles also support local community empowerment based on people center development. The capacity of SMI can become one priority of local economic development consisting many aspects such as locality, business, human resources, and community based economic and employment. The development of the SMI can be seen from the venture empowerment level to capital, labor, technology, income, and business prospects. That venture empowerment level are influenced by the characteristics of the entrepreneurs such as age, education level, experience level, and entrepreneurship level. This research aims to analyze the relationship between the characteristics of entrepreneurs and the venture empowerment level and analyze the relationship between the venture empowerment level and the capacity level of local economic development. This research takes the respondent by census methods that supported by quantitative methods and qualitative methods. Keywords: community empowerment, local economic development, small and micro industry. iv KAPASITAS INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DALAM PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) NABILAH ANANDA RAZANI I34120133 Proposal Skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan Matakuliah Kolokium (KPM 497) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016 v Judul Proposal Penelitian : Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) Nama : Nabilah Ananda Razani NIM : I34120133 Disetujui oleh Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: vi PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Studi Pustaka berjudul “Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)” ini dengan baik. Proposal skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Kolokium (KPM 497) pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan ini tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi yang telah membimbing, mendukung, dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan studi pustaka. 2. Ayahanda Tavip Herman Soelistyo dan Ibunda Yosephine Soelistyo serta Adik Julia Puteri Laraswati yang telah memberikan dukungan moral dan doa yang tak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal sampai tahap ini. 3. Lembaga Tanoto Foundation yang telah memberikan segala bentuk dukungan baik materil maupun non-materil selama proses pembelajaran dan penulisan studi pustaka serta memotivasi penulis dalam menyelesaikan laporan ini. 4. Reza Patni, Tiara Anjani, M. Ghifari, dan Tri Nugroho sebagai teman satu bimbingan, Azkiyyatus Syariifah yang memberikan inspirasi penelitian, Ade Febryanti yang bersedia menampung curahan hati serta rekan-rekan SKPM 49 yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memotivasi dan mendukung penulis dalam kelancaran penulisan studi pustaka serta sebagai teman berdiskusi dan saling bertukar pikiran. 5. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa kepada penulis selama ini. Penulis berharap kajian mengenai Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan. Bogor, Maret 2016 Nabilah Ananda Razani NIM. I34120133 vii DAFTAR ISI PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Masalah Penelitian .............................................................................................. 3 Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3 Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 3 PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................... 4 Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 4 Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) .................................. 4 Konsep Kapasitas ............................................................................................. 8 Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development ....... 9 Karakteristik Pengusaha ................................................................................ 12 Pemberdayaan UMKM .................................................................................. 13 Jejaring Bisnis ................................................................................................ 16 Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 17 Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 18 PENDEKATAN LAPANG ................................................................................... 19 Metode Penelitian .............................................................................................. 19 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 19 Teknik Pengambilan Responden dan Informan ................................................ 20 Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 20 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 21 Definisi Operasional .......................................................................................... 21 Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal ........................................... 25 Tabel Tabulasi Silang dan Dummy Tables ........................................................ 26 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 29 LAMPIRAN .......................................................................................................... 31 viii DAFTAR TABEL 1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan aset dan omzet 2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal 3 Jadwal penyusunan skripsi tahun 2016 4 Jenis dan metode pengumpulan data 5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran karakteristik pengusaha 6 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat keberdayaan usaha 7 Variabel, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal 8 Dummy table karakteristik pengusaha 9 Dummy table tingkat keberdayaan usaha 10 Dummy table tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal 11 Tabulasi silang karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha 12 Tabulasi silang tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal 4 10 19 20 22 23 25 26 26 26 26 26 DAFTAR GAMBAR 1 Pergeseran paradigma pembangunan dari development ke people center development 2 Kerangka pemikiran production center 14 18 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, 31 Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat 2 Data calon responden 32 3 Kuesioner 33 4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 41 5 Catatan harian lapang 43 6 Outline skripsi 44 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peran sektor industri khususnya Industri Mikro dan Kecil (IMK) di Indonesia sangat vital dalam pembangunan ekonomi. BPS (2015) mengatakan dalam Profil Industri Mikro dan Kecil bahwa sektor industri tidak saja memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai tambah produksi, tetapi juga dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014, sebanyak 13,49 juta orang dan sebesar 61,96 persen bekerja di IMK. Intensitas tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil menyebabkan IMK lebih fleksibel dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Hal tersebut disebabkan IMK tidak terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal karena dapat tanggap menangkap peluang ntuk subsitusi impor dan meningkatkan persediaan domestik. Pengembangan IMK juga dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi industri dan percepatan perubahan struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang stabil dna berkesinambungan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20081 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mengatakan bahwa UMKM merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Sudantoko (2011) menyebutkan bahwa IKM yang kuat akan merangsang kerjasama yang kondusif dengan usaha besar dan secara informal juga dengan usaha-usaha mikro lainnya. Di Indonesia, peran IKM lebih banyak dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, dibandingkan sebagai penggerak ekspor dan sumber investasi serta pembangunan ekonomi di daerah (Tambunan 2002). Melihat perannya yang penting dalam perekonomian kerakyatan, IMK merupakan salah satu sektor industri potensial untuk memberikan kesempatan kerja yang berusaha mencapai peningkatan kesejahteraan secara merata dan berkeadilan. Upaya pengembangan ekonomi rakyat perlu diarahkan untuk mendorong perubahan struktural dengan memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional. Pendekatan demikian dapat dijadikan sebagai pengembangan UKM (Hermanto 2001). Oleh karenanya, UMKM dapat berperan dengan optimal dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Menurut Statistik Daerah Kabupaten Bogor (BPS 2015), Kabupaten Bogor memiliki potensi yang tinggi dalam perindustrian pengolahan. Sektor tersebut memegang peranan penting dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bogor tahun 2013 karena menempati posisi pertama dengan persentase 57,62% dari total PDRB keseluruhan. Jumlah perusahaan atau usaha industri, jumlah tenaga kerja, dan jumlah investasi perusahaan industri mengalami peningkatan terhitung dari tahun 2008-2013. Jumlah Industri Menengah Besar tercatat 1.024 unit usaha, 1 Diunduh dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=210:undangundang-nomor-20-tahun-2008-tentang-kukm-penjelasan&Itemid=93 pada 6 Oktober 2015, pukul 13.26 WIB 2 sementara jumlah Industri Kecil tercatat 1.800 pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut, kelompok industri tekstil dan produk tekstil dan industri barang dari kulit termasuk lima besar yang paling banyak unit usahanya dan tenaga kerjanya. Menurut data dari BPS (2015), kategori industri pengolahan merupakan kategori lapangan usaha dengan kontribusi terbesar dalam penciptaan PDRB Kabupaten Bogor yaitu, lebih dari 55% dari total PDRB. Laju pertumbuhan usaha tersebut pada tahun 2014 adalah sebesar 5,27% di mana angka tersebut adalah yang tertinggi sejak tahun 2011. Peranan PDRB menurut lapangan usaha tahun 20102014 di Kabupaten Bogor, sumbangan terbesar diperoleh dari industri pengolahan (manufacturing) sebesar 55,23% dari total PDRB. Sama halnya dengan PDRB per kapita pada tahun 2010-2014, lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi pertama, yaitu sebesar 15,67 juta rupiah. Hal tersebut sangat penting mengingat penduduk Kabupaten Bogor menduduki urutan pertama se-Provinsi Jawa Barat, yaitu sebanyak 5.331.149 atau 11,58% dari total penduduk Jawa Barat. Oleh karenanya sektor perindustrian pengolahan dapat menjadi salah satu kelompok usaha yang dapat mengurangi tingkat pengangguran dan memperluas kesempatan kerja. Namun, perkembangan UMKM banyak ditemukan kendala. Persoalanpersoalan umum yang ditemukan antara lain keterbatasan modal, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan pemasaran (Tambunan 2009). Menurut hasil penelitian P2E-LIPI (2001), permasalahan mendasar yang selalu dihadapi UMKM adalah kurangnya permodalan, manajemen yang masih tradisional, pemasaran terbatas serta teknologi yang masih tradisional. Irawan dan Putra (2007) juga menjelaskan bahwa kebijakan untuk UMKM didominasi oleh kemampuan UMKM untuk mengakses pada keuangan, teknologi, dan sumber daya manusia, di mana ketiga sumber akses penting tersebut masih rendah pada karakteristik UMKM. Badan Pusat Statistik (2007)2 menjelaskan bahwa kemampuan UMKM dalam menyerap sebagian besar tenaga kerja nasional erat kaitannya dengan struktur pendidikan tenaga kerjanya yang didominasi oleh buruh berpendidikan menengah ke bawah. Oleh karena itu, UMKM yang memiliki teknologi pengolahan yang relatif sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian dan keterampilan kerja yang tinggi dalam proses produksi produk-produk UMKM. Besarnya potensi dan prospek pengembangan UMKM masih diiringi dengan karakteristik UMKM dan iklim eksternal yang belum mendukung. Iklim eksternal yang tidak mendukung yaitu kebijakan pemerintah yang tumpang tindih antara “welfare policy” dan “economy policy”. Sistem insentif dan program permberdayaan yang belum menyentuh kebutuhan kelompok sasaran UMKM. BPS (2015) mengatakan usaha IMK masih memerlukan pembinaan terus menerus agar masalah yang dihadap seperti masalah pemasaran, permodalan, dan pengelolaan dapat segera diatasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas IMK dalam pengembangan ekonomi lokal. 2 Diunduh dari http://bps.go.id/website/pdf_publikasi/Pengukuran-dan-Analisis-Ekonomi-KinerjaPenyerapan-Tenaga-Kerja,nilai-tambah-serta-perannya-2007.pdf, pada 9 Januari 2016, pukul 13.28 WIB 3 Masalah Penelitian Perkembangan suatu usaha ditentukan oleh pengusaha, bagaimana dia mengorganisasikan dan memanajemen sumber daya yang dimiliki. Keterampilan, pengetahuan, pengalaman, dan jiwa kewirausahaan menjadi hal penting yang harus dimiliki dan diasah terus menerus dalam mengelola suatu usaha. Menurut Zahara (2014), karakteristik internal termasuk umur, pendidikan formal, pengalaman usaha perempuan pengusaha bordir Aceh berhubungan dengan kapasitas menjalankan usaha, memecahkan modal, dan beradaptasi. Sifat tradisional dan kewirausahaan yang cenderung kurang berani menghadapi resiko masih melekat sebagai salah satu karakteristik internal pengusaha UMKM menjadi penghambat keberdayaan usaha dan perkembangan skala usaha. Persoalan tersebut dapat merugikan karen kualitas sumber daya manusia tenaga kerja IMK perlu ditingkatkan mengingat penyerapan tenaga kerja sangat besar. Bagaimana hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha? Tingkat keberdayaan usaha dapat diukur dari permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, pendapatan, dan prospek usaha. Indikator tersebut menunjukkan perkembangan usaha dalam pembangunan ekonomi daerah. Namun, persoalan umum yang ditemukan dalam hambatan UMKM berkinerja antara lain keterbatasan modal, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan pemasaran. Padahal IMK dipandang sebagai kekuatan strategis dan penting untuk mengurangi pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, serta untuk mempercepat pembangunan ekonomi di daerah (Tambunan 2002). Pembangunan ekonomi lokal/daerah dinilai dari aspek lokalitas, bisnis/ekonomi, sumber daya manusia, dan komunitas. Bagaimana hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal? Tujuan Penelitian 1. 2. Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut: Menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha. Menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. Kegunaan Penelitian 1. 2. 3. Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut: Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam memahami kondisi sosial ekonomi pengusaha UMKM dan kinerjanya terhadap pengembangan usaha serta menjadi referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya. Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi suatu saran dalam memberikan dukungan (modal maupun kebijakan) dan informasi dalam pengambilan keputusan bagi pengembangan UMKM. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik pengusaha UMKM dan kapasitas pengembangan UMKM dalam perekonomian lokal. 4 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat penting, baik di negara sedang berkembang maupun di negara maju. Kelompok usaha tersebut menyerap tenaga kerja paling banyak dan berkontribusi terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Di negara sedang berkembang, UMKM berperan sangat penting sebagai sumber pendapatan kelompok miskin, distribusi pendapatan, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan perluasan kesempatan kerja. Namun, produk manufaktur, inovasi, dan pengembangan teknologi UMKM di negara sedang berkembang masih relatif rendah dibandingkan UMKM di negara maju (Tambunan 2009). Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut negara karena tidak ada kesepakatan umum dalam membedakan kategori Usaha Mikro (UMi), Usaha Kecil, (UK), dan Usaha Menengah (UM). Di Indonesia, pengkategorian tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 20083 dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang. Undang-Undang tersebut menyebutkan jumlah nilai kekayaan bersih atau nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan yang terdapat dalam tabel di bawah ini. Tabel 1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan aset dan omzet No Uraian Kriteria Aset Omzet Usaha Mikro Maks. 50 juta Maks. 300 juta 1 Usaha Kecil > 50 juta - 500 juta > 300 juta – 2,5 miliar 2 Usaha Menengah > 500 juta – 10 miliar > 2,5 miliar – 50 3 miliar 3 Diakses dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129 pada 9 Desember 2015 pukul 19.59 WIB 5 BPS (2015) mengelompokkan UMKM berdasarkan lokasi, antara lain: (a) perusahaan menggunakan lokasi tetap dan peralatan tak bergerak, contohnya perusahaan yang biasanya dibangun hanya berdasarkan SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan), kebanyakan dari mereka tidak memiliki SIUP; dan (b) perusahaan yang berlokasi tidak tetap tetapi peralatannya bergerak. Dilihat dari aktivitas ekonominya, cakupan UMKM adalah (a) pertambangan milik sendiri, (b) industri sekala kecil dan kerajinan rumah tangga, (c) perusahaan listrik swasta, (d) kegiatan konstruksi perseorangan, (e) perdagangan, restoran, dan pelayanan akomodasi, (f) transportasi perorangan, storage, dan aktivitas kominikasi, (g) perusahaan penyimpanan dan peminjaman tanpa identitas resmi, usurer, asuransi yang mendukung perusahaan dan tempat pertukaran uang yang dijalankan perorangan, (h) dan jasa-jasa lainnya. Salah satu bagian dari UMKM adalah Industri Mikro dan Kecil (IMK). Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-IND/PER/9/2007, industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Peraturan menteri tersebut juga mengklasifikasikan industri kecil dan industri menengah. Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Sedangkan industri menengah adalah kegiata industri dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp200.000.000 sampai dengan paling banyak Rp10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Menurut BPS (2015), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Kegiatan ini termasuk di dalamnya adalah jasa industri/makloon dan pekerjaan perakitan (assembling). Kegiatan industri pengolahan meliputi kegiatan ekonomi di bidang perubahan secara kimia atau fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk baru. Bahan baku industri pengolahan berasal dari produk pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan atau penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan lainnya, perubahan, pembaharuan atau rekonstruksi yang pokok dari barang secara umum diperlakukan sebagai industri pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan sebagai pabrik, mesin, atau peralatan yang khusus digerakkan dengan mesin dan tangan. Kategori industri pengolahan adalah perubahan bahan menjadi produk baru dengan menggunakan tangan, kegiatan maklon atau kegiatan penjualan produk yang dibuat di tempat yang sama di mana produk tersebut dijual dan unit yang melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak lain atas dasar kontrak. Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan4, yaitu : 1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih) 4 Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan kepada banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu (BPS 2015). 6 2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang) 3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang) 4. Industri Mikro/Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang) Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip Nurgandini (2014) menggolongkan jenis-jenis kelompok industri kecil, antara lain: 1. Industri kecil pangan yang meliputi makanan ringan. 2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan yang meliputi minyak atsiri, industri kayu, dan industri komponen karet. 3. Industri kecil ringan, mesin dan elektronik yang meliputi industri pengelolaan logam, industri komponen, dan suku cadang. 4. Industri kecil sandang, kulit, meliputi industri barang dan kulit. 5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri kerajinan ukiran. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip Nurgandini (2014) juga membedakan kategori-kategori industri kecil sebagai berikut: 1. Industri kecil modern, dengan kriteria adalah yang: a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process technologies). b. Menggunakan skala produksi terbatas. c. Tergantung pada dukungan litbang dan industri- industri perekayasaan (industri besar). d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor. e. Menggunakan mesin khusus alat perlengkapan modal lainnya. 2. Industri kecil tradisional, dengan kriteria: a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana. b. Mesin yang digunakan dan alat penangkapan modal relatif lebih sederhana. c. Lokasi di daerah pedesaan. d. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang berdekatan terbatas. 3. Industri kerajinan kecil yang meliputi berbagai industri kecil yang sangat beragam mulai industri kecil yang menggunakan teknologi sederhana sampai teknologi proses madya bahkan teknologi maju. Selain itu, berpotensi untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan kesempatan memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang berpendapatan rendah terutama di pedesaan. Industri kerajinan kecil juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia. Klasifikasi industri yang digunakan oleh BPS dalam survei industri pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar kepada International Standard Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. Kode baku lapangan usaha suatu perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu jenis komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan 7 industri menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar. Kategori industri pengolahan dibagi menjadi 16 subkategori, yaitu 1. Industri Pengolahan Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas Bumi 2. Industri Makanan dan Minuman 3. Industri Pengolahan Tembakau 4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi 5. Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki Subkategori ini mencakup pengolahan dan pencelupan kulit berbulu dan proses perubahan dari kulit jangat menjadi kulit dengan proses penyamakan atau proses pengawetan dan pengeringan serta pengolahan kulit menjadi produk yang siap pakai, pembuatan koper, tas tangan dan sejenisnya, pakaian kuda dan peralatan kuda yang terbuat dari kulit, dan pembuatan alas kaki. Subkategori ini juga mencakup pembuatan produk sejenisnya dari bahan lain (kulit imitasi atau kulit tiruan), seperti alas kaki dari bahan karet, koper dari tekstil, dan lain-lain. KBLI 2009: kode 15. 6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus, dan Barang Anyaman 7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan, dan Reproduksi Media Rekam 8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional 9. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik 10. Industri Barang Galian Bukan Logam 11. Industri Logam Dasar 12. Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan Peralatan Listrik 13. Industri Mesin dan Perlengkapan 14. Industri Alat Angkutan 15. Industri Furnitur 16. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, dan Pemasangan Mesin dan Peralatan Berdasarkan data Sensus Ekonomi Penentuan Kriteria Usaha Mikro KecilUsaha Menengah Besar dari BPS (2006)5, jumlah UMKM menurut subkelompok usaha dan status badan hukum yang paling banyak adalah berstatus tidak berbadan hukum yang mencapai 95,10%. Persentase tersebut terdiri dari 95,63% milik Usaha Mikro, 94,67% milik Usaha Kecil, dan 85,17% milik Usaha Menengah. Hal tersebut mengindikasikan semakin kecil skala usaha, semakin sedikit usaha yang berbadan hukum. Hal tersebut juga menyebabkan sulitnya UMKM untuk akses ke kredit perbankan karena adanya status berbadan hukum akan memudahkan akses UMKM dalam memperoleh permodalan dari sektor keuangan formal. Kualitas sumberdaya manusia UMKM dapat dilihat dari struktur umur pengusaha dan tingkat rata-rata pendidikan formal. Berdasarkan data BPS (2006), pengusaha Usaha Mikro dan Usaha Kecil didominasi oleh pengusaha berusia muda sedangkan Usaha Menengah umumnya sudah lebih tua, yang rata-rata di 5 Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Evaluasi-Terhadap-Kriteria-UMK--UMB,-Hasil-SE06.pdf pada 23 Februari 2016, pukul 20.48 WIB 8 atas 45 tahun. Hal tersebut bisa dikarenakan pengusaha yang lebih tua dianggap lebih mapan, bermodal, berpengalaman dan berwawasan lebih. Sedangkan dari tingkat pendidikan, struktur umur pengusaha juga mengindikasikan hal yang serupa. Rata-rata tingkat pendidikan formal pengusaha Usaha Mikro dan Kecil lebih sedikit dibandingkan Usaha Menengah. Merujuk dari data BPS (2006) menjelaskan bahwa pengusaha tamat sarjana lebih tinggi di Usaha Menengah sehingga tingkat skala usaha juga meningkat karena butuh keterampilan tinggi dan wawasan bisnis yang lebih luas. Karakteristik lainnya dapat juga dilihat dari status pekerja. Menurut data BPS (2006), jumlah tenaga kerja yang digaji lebih sedikit di Usaha Mikro dan Usaha Kecil dibandingkan Usaha Menengah. Hal tersebut menunjukkan sebagian besar Usaha Mikro dan Usaha Kecil memperkerjakan anggota keluarga atau pengusahanya terlibat langsung sebagai tenaga kerja (selfemployment). Jenis kelamin ternyata juga mempengaruhi partisipasi wanita dalam skala usaha. Merujuk dari data BPS (2006), peran wanita pengusaha lebih besar sekitar 29% dibandingkan peran pria di sektor informal yang kebanyakan di UMKM. Pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, tingkat partisipasi wanita sebagai pengusaha lebih besar, tercatat 31,9% dan 22,67% sedangkan di Usaha Menengah sekitar 16,25%. Keterlibatan pengusaha wanita dalam usaha ekonomi dapat dilihat sebagai usaha perubahan perilaku ketimbang pendapatan. Peran perempuan dapat dilihat sebagai harapan untuk menciptakan aksi ke depan dalam pencapaian program pemberdayaan ekonomi (Blakely dan Bradshaw 2002). Konsep Kapasitas Kapasitas menurut Fatchiya (2010) didefinisikan sebagai kemampuan pelaku usaha dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha, memecahkan masalah, merencanakan dan mengevaluasi usaha, serta memiliki daya adaptasi dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Pengembangan kapasitas pelaku usaha adalah suatu upaya untuk mencapai kondisi kapasitas yang lebih tinggi, dengan harapan pelaku usaha akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjalankan usahanya dan pada akhirnya memiliki kemandirian tangguh yang dicirikan dari kemampuannya bekerjasama dengan pihak lainnya. United Nation Development Program (UNDP 1998) seperti dikutip Fatchiya (2010) mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam menyusun dan mencapai tujuan yang berkelanjutan, seperti yang dinyatakan bahwa "capacity as the ability of individuals, institutions and societies to perform functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable manner.” Konsep kapasitas mengacu pada tiga makna, yaitu sebagai (a) ABILITY, power, strength, facility, gift, intelligence, efficiency, genius, faculty, capability, forte, readiness, aptitude, aptness, competence or competency, (b) SIZE, room, range, space, volume, extent, dimensions, scope, magnitude, compass, amplitude, dan (c) FUNCTION, position, role, post, appointment, province, sphere, service, office (Collins Essential Thesaurus 2006 seperti dikutip Fatchiya 2010). Hal tersebut juga didukung oleh kapasitas yang dimiliki oleh seseorang tidak serta merta diperoleh dengan sendirinya, melainkan berkembang sesuai dengan 9 perkembangan dirinya sebagai manusia yang meliputi perkembangan biologi, psikologi, dan tingkah laku. Konsep kapasitas dari Fatchiya (2010) juga menjelaskan level kapasitas berada dari individu, kelompok, organisasi, sampai masyarakat. Biasanya ruang lingkupnya adalah organisasi kemasyarakatan baik informal dan formal serta organisasi pemerintah. Substansi yang terkandung dalam konsep kapasitas tergantung dari levelnya. Pada level masyarakat, mencakup kepemimpinan, partisipasi, pemberdayaan, jaringan sosial, nilai sosial, dan kemampuan kolektif. Pada level organisasi terkait dengan aspek yang terkait dengan kepemimpinan, misi dan strategi, administrasi (termasuk sumber daya manusia, manajemen keuangan, dan hukum peraturan, kerjasama dan kolaborasi, evaluasi. Pada level individu mencakup aspek personal dan profesi, seperti kepemimpinan, keterampilan advokasi, kemampuan berbicara, keterampilan teknik, keterampilan mengorganisir, kesadaran, keterampilan, pengetahuan, motivasi, komitmen, dan kepercayaan diri. Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development Era saat ini, pertumbuhan ekonomi global maupun nasional mendapat banyak perhatian dari lokalitas dan people oriented. Banyak komunitas yang dituntut untuk kompetitif dalam mengambil kesempatan menciptakan usaha baru dengan menggunakan sumber daya lokal baik itu dari alam, sosial, institusi, dan fisik. Oleh karenanya, komunitas memerlukan kemitraan (partnership) untuk mengidentifikasi aset sehingga dapat membangun ekonomi lokal. Konsep yang mendasari PEL atau Local Economic Development (LED) adalah kemitraan antara berbagai stakeholder dengan mengoptimalkan sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lokal dalam rangka pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja (Blakely dan Bradshaw 2002). Konsep PEL dilandasi dua strategi dalam upaya percepatan pembangunan wilayah, yaitu strategi “klaster ekonomi” untuk meningkatkan kesempatan memperoleh pendapatan dan strategi “forum kemitraan” untuk mengadakan dialog partisipatif antarstakeholder. Pada dasarnya, proses konsep PEL adalah location theories dan economic base theories. Location theories memberikan parameter realistik untuk komunitas dalam proses pengembangan sedangkan economic base theories menekankan jaringan kemitraan. Secara garis besar, PEL adalah usaha mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan ekonomi pada suatu wilayah. Teori pengembangan yang ada saat ini dirasa kurang relevan untuk mendeskripsikan dan mengarahkan aktivitas pengembangan ekonomi lokal. Blakely dan Bradshaw (2002) merefomulasikan dan mensintesiskan konsep lama dan baru sehingga tercipta komponen-komponen pengembangan ekonomi lokal yang relevan. 10 Tabel 2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal Komponen Konsep Lama Konsep Baru Lokasi fisik (dekat Lingkungan yang Lokalitas sumber daya alam, berkualitas dan kapasitas transportasi, pasar) yang komunitas yang kuat meningkatkan pilihan ditambah keuntungan ekonomi. alam untuk pertumbuhan ekonomi. industri Basis Ekonomi dan Industri dan perusahaan Klaster basis ekspor kompetitif berhubungan Bisnis menciptakan pekerjaan dengan jaringan regional dan menstimulasi dari semua jenis peningkatan bisnis lokal. perusahaan yang dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi baru dan pendapatan. banyak Perkembangan Sumber Daya Semakin perusahaan yang keterampilan yang Pekerjaan/Manusia menciptakan pekerjaan, komprehensif dan walaupun upah rendah. inovasi teknologi mengarahkan pada pekerjaan yang berkualitas dan upah yang tinggi. tujuan Kolaborasi kemitraan Sumber Daya Organisasi tunggal dapat dari banyak grup Komunitas meningkatkan komunitas dibutuhkan kesempatan ekonomi untuk mendirikan suatu komunitas. organisasi yang luas untuk mendukung industri yang kompetitif. Setiap daerah mempunyai permasalahan dan kebutuhannya masingmasing. Keberagaman aset dan potensi yang ada tidak dapat dihadapi dengan satu pendekatan ekonomi lokal. Keempat konsep di atas dapat digunakan sebagai pendekatan strategi di suatu daerah yang dapat disesuaikan dan dikombinasikan dengan situasi kondisi dan kebutuhan daerah tersebut. Strategi The Locality Development digunakan untuk membangun dimensi lingkungan. Berbagai input ekonomi seperti persediaan listrik, air, infrastruktur dapat mempengaruhi desain program pengembangan ekonomi lokal. Beberapa alat untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi lokal antara lain: - Planning and development controls. Mempengaruhi iklim investasi. - Economic and enterprise zones. Merevitalisasi area yang usang. - Transportation and major infrastructure. Meningkatkan aset publik seperti sungai, taman, dan lain-lain. - Land and streetscaping. Membuat penghijauan atau standar fisik bangunan yang komersil. 11 - Household services and housing. Tempat tinggal yang layak dan tenaga kerja yang terlatih dapat menjadi dorongan pekerjaan yang potensial. Strategi The Business Development digunakan untuk sisi permintaan untuk memperkuat dan memperluas usaha yang ada sehingga dapat meningkatkan jumlah pekerjaan. Beberapa mekanisme yang dapat digunakan antara lain: - Small business assistance centers. Untuk menyediakan pelatihan manajemen, konseling, konsultasi agar dapat membantu perluasan kinerja. - Technology and business parks. Untuk menyediakan infrastruktur yang relevan. - Venture financing companies. Akses pada sektor finansial formal. - One-stop business information centers. Memperlancar kebutuhan informasi bisnis. - Micro-entreprises programs. Menyediakan peminjaman berbasis kelompok yang dapat membangun modal sosial secara kolektif. Strategi The Human Resources digunakan untuk sisi penyediaan agar sumberdaya manusia dapat menciptakan pekerjaan yang baik untuk komunitas yang underemployed. Metodenya terdiri dari: - Customized training. Pelatihan berdasarkan kebutuhan. - Targeted placement. Memastikan seseorang yang mendapat pendampingan pemerintah dapat menyewa personel yang terkualifikasi. - Welfare to work. Memanfaatkan badan/institusi yang potensial untuk mendesain pekerjaan yang ada local assistance. - School to work programs. Bertujuan untuk memberdayakan kaum muda dan mengarahkan mereka pada kebutuhan pekerjaan sesuai proses pendidikan yang mereka tempuh. - Local employment programs. Program peningkatan keterampilan. Strategi The Community-Based Employment Development digunakan untuk dimensi kemasyarakatan untuk mempromosikan ekonomi demokrasi dan perantara sistem kesejahteraan sosial dan ekonomi lokal. Aktivitas dasar yang terhimpun terdiri dari: - Community-based development organizations. NGO yang dapat mengoperasikan aktivitas kewirausahaan dan jasa komunitas. - Cooperatives. Pembagian kerjasama dan tanggung jawab bersama untuk menghasilkan kesejahteraan/pekerjaan. - Land trust and similar community ownership instruments. Kendaraan untuk kontrol kepemilikan lokal dari aktivitas ekonomi komunitas. Dalam mengubah pengembangan ekonomi, konsep pengembangan ekonomi lokal menekankan people dan place. Konsep tersebut merupakan proses yang menekankan pengoptimalan sumberdaya alam dan manusia untuk membangun pembangunan dan menciptakan kesejahteraan sesuai potensi lokal/daerah. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan ekonomi lokal, baik individu maupun institusi harus bertumpu pada sumberdaya lokal yang dapat menciptakan kesempatan kesejahteraan yang berkelanjutan secara lokal. Pemerintah perlu melibatkan institusi lokal yang ada termasuk level masyarakat 12 dengan meningkatkan ketetapan politikal mereka dengan mendukung melalui financial resources dan technical assistance to localities. Tujuan dari strategi pengembangan ekonomi lokal terdiri dari (1) menciptakan pekerjaan berkualitas yang sesuai dengan konsep ekonomi baru dan yang sesuai dengan keterampilan dan kapasitas komunitas, (2) mencapai stabilitas ekonomi lokal, dan (3) membangun diversitas ekonomi dan pekerjaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu mengetahui sektor yang mendominasi perekonomian lokal/daerah (misal pertanian, kehutanan, manufaktur, dan lainlain), mengidentifikasi keterhubungan sektor ekonomi lokal dan ekonomi eksternal untuk mengukur respon perubahan ekonomi regional, nasional, bahkan internasional, menilai potensi dan peluang lokal untuk pertumbuhan, kerberlanjutan, dan kemunduran ekonomi serta mengidentifikasi kemungkinan pengembangan ekonomi yang bisa digunakan sebagai penyangga perubahan pada perekonomian lokal serta saling melengkapi perubahan yang ada di ekonomi lokal dan regional, dan terakhir untuk mengeksplorasi populasi lokal atau kepemimpinan politik yang berdampak penting pada isu pekerjaan, perdagangan, pendapatan, penerimaan publik, pengeluaran, produktivitas ekonomi, kualitas pekerjaan, dan kualitas hidup. Karakteristik Pengusaha Seorang pengusaha adalah a risk taker. Menurut The American Heritage Dictionary seperti dikutip Nitisusastro (2010), wirausahawan didefinisikan dengan seseorang yang mengorganisasikan, mengoperasikan, dan memperhitungkan risiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Nilai-nilai personal juga mempengaruhi keberhasilan dalam berwirausaha (Alma 2009), seperti keinginan menghasilkan superior produk, layanan berkualitas terhadap konsumen, fleksibel menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, kemampuan dalam manajemen, dan memiliki sopan santun dan etika dalam berbisnis. Menurut Irawan dan Putra (2007), wirausahawan mempunyai karakter keberanian, kepercayaan diri, dan kepemimpinan personal. Nilai-nilai kewirausahaan seorang pengusaha berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Penelitian Zahara (2014) menunjukkan bahwa karakteristik pribadi berhubungan dengan kapasitas perempuan pengusaha bordir Aceh seperti umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha, jumlah anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran. Sedikit berbeda dengan penelitian Zahara (2014), Syariifah (2016) meneliti faktor internal pengrajin yang berhubungan dengan kapasitas pengrajin dalam usaha anyaman bambu, yaitu jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, sumber awal modal usaha, pengalaman usaha, motivasi usaha, jumlah tenaga kerja, dan cara penjualan. Menurut penelitian Nurgandini (2014), terdapat empat karakteristik individu yang mempengaruhi modal sosial dalam keberhasilan industri tas, yaitu usia, tingkat pendidikan, motivasi wirausaha, dan keahlian. Sedikit berbeda dengan penelitian Triutami (2013) yang meneliti keberhasilan industi sepatu, karakteristik individu yang diukur adalah usia, tingkat pendidikan, dan lama usaha. Sedangkan penelitian Fazlurrahman (2015) menunjukkan karakter pribadi dan modal sosial berpengaruh dalam kemampuan wirausaha perempuan peserta Mitra Agribisnis seperti usia, pendidikan, pengalaman, dan 13 pelatihan. Hasil penelitian tim Thoha et. al (2001) memperlihatkan bahwa faktor internal yang mempengaruhi skala usaha, meliputi: 1. Umur pengusaha, yaitu yang efektif kurang dari 45 tahun. 2. Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap keberhasilan pengembangan skala usaha. 3. Rata-rata lama usaha untuk peningkatan skala usaha adalah sekitar 510 tahun. 4. Kerjasama antar sesama pengusaha. 5. Aspek kewirausahaan seperti ketepatan dalam melayani pesanan/perjanjian bisnis, sikap menghadapi persaingan dan ketidakpastian usaha, sikap optimisme dalam pengembangan usaha di masa depan, visi usaha serta berbagai jenis inovasi (proses produksi, desain produk kualitas produk, dan kecanggihan teknologi). Pemberdayaan UMKM Pemberdayaan merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris dari istilah empowerment yang secara harfiah diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan pada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung. Empowerment aims to increase the power of dis-advantaged demikian menurut Jim Ife seperti dikutip Suharto (2014). Secara politis, community development didasarkan pada prakarsa komunitas itu sendiri maupun pemerintah dalam rangka memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta mengintegrasikanya ke dalam kehidupan komunitas tersebut. Adapun unsur-unsur penting yang terkandung dalam community development, yaitu: (1) komunitas sebagai unit kegiatan, (2) adanya inisiatif komunitas setempat dan unsur kepemimpinan sebagai sumber, (3) menggunakan sumber internal dan eksternal, dan (4) adanya partisipasi menyeluruh (Hasim dan Remiswal 2009). Pergeseran paradigma dari production centered development menuju people centered development dapat dikatakan sebagai salah satu pendekatan strategi pemberdayaan UMKM. Dalam paradigma people centered development, prinsip keswadayaan memfokuskan relasi antara tempat, masyarakat, dan sumberdaya yang terjalin dalam sistem ekologi manusia yang mendukung kemandirian di tingkat lokal. Keswadayaan di tingkat lokal memprioritaskan kepada penciptaan kondisi-kondisi yang memungkinkan komunitas dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dengan menggunakan sumberdaya lokal yang di bawah kontrol masyarakat lokal. Dengan demikian, pengembangan kelembagaan dapat berpusat pada rakyat (Nasdian 2014). 14 Production Center Development - Sentralisasi Mobilisasi Penaklukan Eksploitasi Hubungan Fungsional Nasional Ekonomi Konvensional Unsustainable People Center Development - Desentralisasi - Partisipasi - Pemberdayaan - Pelestarian - Jejaring Sosial - Teritorial - Keswadayaan Lokal - Sustainable Gambar 2 Pergeseran paradigma pembangunan dari production center development ke people center development (Nasdian 2014) Tingkat keberdayaan pelaku usaha dapat diukur dari kemampuan akses pelaku terhadap sumber-sumber penting. Berdasarkan hasil penelitian Sudantoko (2011), tingkat keberdayaan pelaku IKM Batik Pengalongan masih tergolong kurang berdaya. Hal tersebut dikarenakan akses usaha, akses pasar, akses teknologi, akses SDM masih rendah. Dari faktor akses usaha, pelaku IKM baru sebanyak 37% yang pernah menerima bantuan kredit. Hal tersebut disebabkan prosedur peminjaman yang rumit dan memberatkan. Begitupun dengan bantuan dari lembaga keuangan yang lainnya. Dari faktor akses pasar juga sama, yaitu sebesar 40% yang menggunakan informasi pasar, sisanya belum pernah memanfaatkan informasi pasar untuk mengembangkan usahanya. Dari faktor akses sumberdaya manusia, kemampuan melobi masih rendah yaitu hanya 29% karena sebagian besar pelaku IKM batik meminta pertolongan atau kerja sama dengan saudara/teman saja. BPS (2015) menjelaskan mengenai indikator-indikator yang diukur dalam Survei Industri Mikro dan Kecil. Indikator-indikator tersebut terdiri dari banyaknya usaha, banyaknya tenaga kerja, pengeluaran untuk tenaga kerja, struktur input dan output, kendala dan pemasaran, serta keterangan lain yang berkaitan dengan IMK dalam Profil Industri Mikro dan Kecil tahun 2015. Hal tersebut mengindikasikan bagaimana tingkat keberdayaan usaha IMK dalam pengembangan usahanya. Data tersebut menyebutkan bahwa kebanyakan alasan utama usaha IMK tidak menerima pelayanan/bantuan pengembangan usahanya adalah dikarenakan tidak tahu ada bantuan sebesar 64,61%, diikuti dengan alasan tidak tahu prosedur mencapai 15,82% dan tidak berminat sekitar 14,81%. Selain itu, belum semua pengusaha IMK memanfaatkan koperasi karena 97,35% dari mereka tidak menjadi anggota koperasi. Sebagian besar atau sekitar 90,11% usaha IMK tidak menjalin kemitraan. Pengusaha IMK juga masih memasarkan hasil produksi dalam satu kabupaten/kota, yaitu sebesar 89,45%. Ekspor hasil industri IMK pada industri yang melakukan pemasaran ke luar negeri hampir seluruhnya (99,81%) sebesar kurang dari 25% dari hasil produksi perusahaan/usaha. Data tersebut menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih 15 sepenuhnya dari krises ditandai oleh belum berubahnya iklim usaha secara umum. BPS (2015) menyebutkan bahwa usaha IMK masih memerlukan pembinaan yang terus menerus agar permasalahan pemasaran, permodalan, dan pengelolaan dapat diatasi. Pembinaan UMKM perlu dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM menjadi usaha yang berdaya. Pembinaan UMKM terdiri dari upaya pemberdayaan, pengembangan, pembiayaan, penjaminan, dan kemitraan. Upayaupaya tersebut dilakukan secara sinergis oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing UMKM. Landasan pemberdayaan UMKM adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Undang-Undang tersebut menjelaskan pemberdayaan UMKM yang bertujuan (Malano 2011 dan Nitisusastro 2010): a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan. b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. c. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Prinsip pemberdayaan UMKM meliputi: a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM untuk berkarya dengan prakarsa sendiri. b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi UMKM. d. Peningkatan daya saing UMKM. e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Oleh karenanya, dalam rangka mencapai tujuan pemberdayaan UMKM, peran pemerintah pusat dan daerah harus: a. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dengan menetapkan peraturan perundang-undangan tentang: pendanaan, sarana prasarana, informasi, kemitraan, perizinan, kesempatan berusaha, promosi, dan dukungan kelembagaan. b. Memfasilitasi pengembangan UMKM bersama-sama dunia usaha dan masyarakat dalam bidang: produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, dan desain serta teknologi. c. Menyediakan pembiayaan dan penjaminan bagi UMKM bersama-sama dunia usaha dan masyarakat berupa: kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari penyisihan bagian laba tahunan BUMN, hibah, dan jenis pembiayaan lainnya yang tidak mengikat. d. Memfasilitasi kemitraan antar-UMKM dan kemitraan antara UMKM dan Usaha Besar dengan pola: inti plasma, subkontrak, dagang umum, 16 bagi hasil, waralaba, keagenan, kerja sama operasional, usaha patungan, dan penyumberluaran (outsourching). e. Melakukan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM. f. Melaksanakan sanksi pidana dan administratif kepada Usaha Menengah dan Usaha Besar yang merugikan pemberdayaan UMKM. Jejaring Bisnis Jejaring adalah asosiasi-asosiasi dari individu atau organisasi yang berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan kesalingmanfaatan (mutual benefit) (Holmlund dan Fulton 1999 seperti dikutip Irawan dan Putra 2007). Jejaring (networks) akan menghasilkan eksternalitas positif pada produksi dan konsumsi, baik secara langsung maupun tidak langsung (Economides 1995 seperti dikutip Irawan dan Putra (2007). Dalam konteks modal sosial, Field (2010) mengutip dari Hendry et. al (1991) mengungkapakan bahwa jaringan dapat membantu memberikan akses keuangan. Bahkan jaringan juga dipandang memberikan kontribusi konsisten dan stabil yang dapat menjadi sesuatu yang vital untuk mendorong usaha tetap bertahan dari guncangan yang membuat usaha menjadi terkendala atau mengalami pasang surut. Jaringan dapat menjadi peran penting dalam pengembangan usaha, dengan jaringan sosial seperti keluarga dan persahabatan yang didukung oleh hubungan yang berbasis kekerabatan, dapat mempermudah akses usaha maupun ketika membutuhkan pekerjaan (Field 2010). Dalam konteks manfaat jejaring, jejaring adalah cara untuk menghasilkan keahlian dan bahwa terdapat keuntungan (advantages) dari adanya hubungan jejaring yang meningkat secara terus menerus (Holmlund dan Fulton 1999 seperti dikutip Irawan dan Putra 2007). Berhubungan dengan jejaring, ternyata unsur kepercayaan antarpribadi secara umum memiliki asosiasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan ketika mengontrol faktor lain (Knack dan Keefer 1997 seperti dikutip Irawan dan Putra 2007). Definisi kepercayaan (trust) dalam Oxford English Dictionary dijelaskan sebagai confidence in yang berarti yakin dan reliance on yang bermakna percaya atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau seseorang, atau kebenaran suatu pernyataan (Triutami 2013). Kepercayaan adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004 seperti dikutip Triutami 2013). Hal yang menarik terkait jejaring dan kepercayaan dapat dilihat dari praktik bisnis etnis Tionghoa yang menggunakan jejaring kepercayaan yang disebut guanxi. Nilai Konfusianisme menjadi pendorong utama bagi pelaku bisnis etnis Tionghoa dalam metode bisnisnya termasuk hal pembentukan jejaring bisnis. Guanxi adalah jejaring bisnis yang dibangun atas dasar kepercayaan dalam rangka mewujudkan kepentingan bersama dari para anggotanya. Guanxi memfasilitasi pertukaran informasi dalam pengambilan keputusan bisnis, rekrutmen karyawan, pencarian dan transaksi mitra bisnis dan sumber pendanaan untuk tujuan strategis. Etika dalam guanxi menekankan pada penjagaan martabat dan nilai baik, memegang komitmen lisan, menjaga kepercayaan, reciprocal obligation, solidaritas dan tolong menolong. Nilai-nilai tersebut diturunkan lintas generasi melalui pendidikan keluarga (Irawan dan Putra 2007). 17 Awalnya guanxi hanya berlaku sebatas etnis Tionghoa, namun dalam konteks globalisasi, jejaring bisnis non-Tionghoa berkembang pesat. Di Indonesia ada beberapa karakteristik guanxi antara lain hubungan keluarga sebagai titik awal pengembangan bisnis dan pencarian mitra/karyawan, profesionalitas di samping kepercayaan sebagai faktor dalam pengambilan keputusan bisnis maupun manajerial, dan pergaulan sekolah/kuliah, kesamaan hobi, atau keahlian/profesi. Kerangka Pemikiran Sektor industri mikro dan kecil memberikan kontribusi bagi percepatan perekonomian daerah. Sektor tersebut terbukti berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang sangat besar dan memperluas kesempatan kerja sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Namun dibalik potensinya, masih banyak persoalan umum yang ditemukan dalam hambatan UMKM berkinerja antara lain keterbatasan modal, kualitas sumber daya manusia yang rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan pemasaran (Tambunan 2009). Akar dari permasalahan umum tersebut adalah kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah sehingga berdampak pada persoalan yang lainnya. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan jiwa kewirausahaan sangat mempengaruhi kualitas seorang pengusaha. Namun, merujuk data-data dari berbagai literatur yang sudah disebutkan di atas, pengusaha yang didominasi dewasa berumur di atas 45 tahun, tingkat pendidikan yang rendah, alasan berwirausaha karena usaha turun temurun, tidak tahu adanya bantuan maupun prosedur bantuan, dan tidak menjadi anggota koperasi merupakan faktor yang berasal dari pribadi sendiri (internal). Hal-hal inilai yang menggambarkan karakteristik UMKM relatif rendah. Oleh karenanya, dalam penelitian ini ingin dibahas karakteristik pengusaha yang diukur dari umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, dan tingkat kewirausahaan. Karakteristik tersebut ingin diteliti hubungannya dengan tingkat keberdayaan usaha. Seseorang yang pribadinya berwawasan, berpengalaman, dan a risk taker akan menunjukkan kepribadian yang independen/mandiri/berdaya sehingga dia mampu memanajemen, mengorganisasikan, memobilisasi usahanya dengan optimal. Tingkat keberdayaan usaha untuk pengembangan industri mikro dan kecil yang diukur adalah permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, pendapatan, dan prospek usaha. Sesuai dengan peran industri mikro dan kecil dalam ekonomi kerakyatan di mana sistem ekonomi tersebut memberikan keadilan dan pemerataan kesejahteraan, maka diperlukan upaya-upaya pengembangan usaha agar IMK dapat berperan dalam percepatan perekonomian di daerah. Dengan adanya tingkat keberdayaan usaha, akan berdampak pada kapasitas IMK dalam pengembangan ekonomi lokal/daerah. Indikator kapasitas pengembangan ekonomi lokal yang akan dilihat terdapat dalam empat aspek yaitu aspek lokalitas, aspek bisnis, aspek sumber daya manusia, dan aspek komunitas. Keempat aspek tersebut merupakan konsep-konsep baru hasil reformulasi dalam pengembangan ekonomi lokal (Blakely dan Bradshaw 2002). 18 Karakteristik Pengusaha (X): 1. Umur 2. Tingkat Pendidikan 3. Tingkat Pengalaman Usaha 4. Tingkat Kewirausahaan Keterangan: Tingkat Keberdayaan Usaha (Y): 1. Permodalan 2. Ketenagakerjaan 3. Teknologi 4. Pendapatan 5. Prospek Usaha Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal (Z): 1. Aspek Lokalitas 2. Aspek Bisnis/Ekonomi 3. Aspek Sumber Daya Manusia 4. Aspek Komunitas Memiliki hubungan Gambar 1 Kerangka pemikiran Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah: 1. Karakteristik pengusaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat keberdayaan usaha. 2. Tingkat keberdayaan usaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. 19 PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pendekatan kuantitatif diperlukan untuk pengambilan data dan informasi yang diperoleh melalui metode survei. Metode survei dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada responden yang dipilih dari seluruh populasi pengusaha tas di Desa Bojong Rangkas. Penelitian ini bersifat eksplanatori karena menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi 2006). Sementara itu, penelitian kualitatif dengan panduan pertanyaan wawancara mendalam digunakan untuk pengambilan data yang bersifat deskriptif. Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif, memahami secara mendalam rincian peristiwa, menggali realitas, proses sosial, dan makna yang berkembang dari responden dan informan. Penelitian yang bersifat deskriptif berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena Kecamatan Ciampea merupakan sentra IKM tas yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan Ciampea terdiri dari 13 desa di mana Desa Bojong Rangkas merupakan desa dengan jumlah industri menengah dan besar serta tenaga kerja paling banyak6. Proses penyusunan skripsi dilaksanakan dalam waktu lima bulan yang diawali penjajagan pada bulan Januari 2016. Pengambilan data sekunder pada bulan Februari 2016 kemudian dilanjutkan pengambilan data primer pada bulan Maret 2016. Berikut rincian kegiatan proses penyusunan skripsi. Tabel 1 Jadwal proses penyusunan skripsi tahun 2016 Kegiatan Penyusunan dan Pengumpulan Proposal Skripsi Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapang Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Uji Petik Sidang Skripsi Perbaikan Laporan Skripsi 6 Januari Feb Maret April Data didapat dari Kecamatan Ciampea dalam Angka 2013 (http://bogorkab.bps.go.id) Mei 20 Teknik Pengambilan Responden dan Informan Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua unit usaha pengrajin tas yang masih aktif di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah usaha rumah tangga pengrajin tas. Populasi responden yang didapat dengan sensus adalah 35 unit usaha tas. Berdasarkan populasi tersebut, kemudian ditentukan sampel penelitian atau calon responden sebanyak 35 unit usaha yang tersebar dari RW 01 sampai RW 06. Penetapan informan akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju (snowball) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan lainnya. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Informan kunci yang dipilih adalah camat Kecamatan Ciampea, kepala Desa Bojong Rangkas, ketua RT/RW, tokoh masyarakat, pengumpul dan distributor tas yang ada di Desa Bojong Rangkas. Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan dari responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari profil Desa Bojong Rangkas, data demografi desa, data monografi desa, data Badan Pusat Statistik dan berbagai literatur yang terkait dengan penelitian ini, yakni buku, jurnal penelitian, dan internet. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang sudah dibuat kepada responden yang juga didukung wawancara mendalam. Sedangkan penelitian kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan serta penelusuran dokumen. Pengujian tersebut dimaksudkan untuk menguji validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data kuantitatif. Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data No Kebutuhan Data Metode Survei Pengamatan Data sekunder Wawancara mendalam 1. Data jumlah √ pengusaha √ √ - 2. Peta desa dan data monografi Desa Bojong Rangkas Karakteristik √ pengusaha tas - √ - √ - √ 3. 21 4. 5. Tingkat keberdayaan usaha Tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal √ √ - √ √ √ - √ Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif seperti gambaran umum pengrajin tas di Kecamatan Ciampea, profil Desa Bojong Rangkas, data monografi desa, data demografi desa, dan data sekunder lainnya akan dideskripsikan dan diinterpretasikan. Data primer yang diperoleh secara kuantitatif di lapangan akan melalui proses pengolahan data. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Proses pengolahan data ini meliputi proses pembuatan kode, pemberian skor, dan kemudian dimasukkan ke dalam SPSS Statistic 20 dan Microsoft Excel 2013. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis deskriptif kualitatif, digunakan untuk menggambarkan karakteristik pengusaha tas dan perkembangan usahanya serta keadaan industri tas di Desa Bojong Rangkas melalui wawancara mendalam. Data primer yang diperoleh secara kualitatif akan dikumpulkan dalam sebuah catatan harian kemudian akan dilakukan reduksi data dan disusun menjadi sebuah manuskrip yang akan digunakan sebagai penjelasan data yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif. 2. Analisis kuantitatif deskriptif, digunakan untuk menggambarkan karakteristik pengrajin tas di Desa Bojong Rangkas yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, tingkat kewirausahaan; tingkat keberdayaan usaha, yaitu: permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, keuntungan, prospek usaha; serta kapasitas pengembangan usaha yang diteliti dalam aspek lokalitas, aspek bisnis, aspek sumber daya manusia, dan aspek komunitas. Analisis statistik inferensial dengan uji korelasi Rank Sperman untuk mengetahui hubungan antara variabel karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha, serta hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. Sebelum dilakukan uji Rank Sperman, akan dilakukan penyusunan tabel frekuensi terlebih dahulu, kemudian disusun menjadi tabel tabulasi silang, setelah itu dilakukan uji Rank Sperman untuk menguji seberapa besar hubungan antar variabel yang diuji. Definisi Operasional Karakteristik Pengusaha Karakteristik pengusaha adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam individu pelaku usaha. Faktor-faktor tersebut terdiri dari umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, dan tingkat kewirausahaan. Karakteristik pelaku tersebut kemudian dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu rendah, sedang, tinggi. 22 Tabel 3 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran karakteristik pengusaha Variabel X1 Umur X2 Tingkat pendidikan X3 X4 Definisi Operasional Masa hidup yang dilalui responden. Indikator Tahun kelahiran responden yang dibulatkan ke bawah sebelum ulang tahun terakhir. Strata pendidikan formal terakhir yang ditamatkan atau lama tahun pendidikan formal terakhir. Jenjang pendidikan formal yang berhasil ditamatkan atau tidak berhasil ditamatkan (lama tahun). Tingkat 1. Lamanya 1. Lama tahun pengalaman waktu dalam menjalani usaha. usaha menjalankan 2. Pernyataan usaha. responden 2. Akumulasi tentang lama pengetahuan usaha membuat dan keterampilan keterampilan. semakin mahir dengan skala Likert. Tingkat 1. Alasan/motiva 1. Pengkategorian kewirausahaan si membuka alasan/motivasi usaha industri responden kerajinan tas. membuka usaha 2. Sikap, industri perilaku, dan kerajinan tas sifat seorang yaitu terpaksa, pengusaha. adanya kesempatan, dan keinginan jadi wirausaha. 2. Diukur berdasarkan pernyataan responden tentang sikap, perilaku, dan sifat kewirausahaan dengan skala Likert. Kategori Pengukuran 1. Rendah : X ≤ ½ SD. 2. Sedang : ½ SD < X < ½ SD. 3. Tinggi : X ≥ ½ SD. 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 23 Tingkat Keberdayaan Usaha Tingkat keberdayaan usaha adalah indikator suatu usaha dikatakan berdaya jika usaha tersebut dapat mengakses sumber-sumber yang penting yang mendukung perkembangan atau pertumbuhan skala usaha. Tingkat keberdayaan usaha diukur dari permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, keuntungan, jejaring bisnis, dan prospek usaha. Tingkat keberdayaan usaha tersebut dikategorikan menjadi tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi. Tabel 4 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat keberdayaan usaha Y1 Variabel Definisi Operasional Permodalan Menunjukkan kondisi 1. yang sah secara hukum atas pemilikan modal usaha. 2. 3. Y2 Ketenagakerjaan Semua orang yang 1. terlibat secara langsung dalam kegiatan/pekerjaan di 2. usaha. 3. 4. 5. 6. 7. Y3 Teknologi Kategori Pengukuran Nilai rupiah 1. Rendah modal lancar: 2. Sedang uang tunai dan 3. Tinggi barang produksi. Sumber modal usaha. Alasan tidak meminjam dari bank. Jumlah tenaga 1. Rendah kerja tetap dan 2. Sedang tidak tetap. 3. Tinggi Jumlah hari kerja. Jumlah tenaga kerja dibayar dan tidak dibayar. Jumlah tenaga kerja berdasar kelompok umur. Jumlah tenaga kerja berdasar jenis pekerjaan. Jumlah tenaga kerja berdasar tingkat pendidikan. Nilai rupiah balas jasa pekerja dibayar baik tetap maupun tidak tetap. Sumber 1. Rendah pembelajaran 2. Sedang teknik produksi. 3. Tinggi Penggunaan komputer. Pemanfaatan internet. Status kepemilikan jenis Indikator Pemanfaatan 1. teknologi/teknik baik materi/fisik, pengetahuan, 2. keterampilan dalam mengelola usaha. 3. 4. 24 5. 6. Y4 Pendapatan Total pemasukan 1. yang dihasilkan dari usaha produksi, jasa industri, kegiatan lain 2. namun masih satu kesatuan usaha, dan lainnya. 3. 4. Y5 Prospek Usaha Besar kecilnya 1. kendala/kesulitan yang dialami pengusaha serta upaya yang dilakukan 2. untuk keberlanjutan usaha. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. mesin penggerak, mesin jahit, lainnya. Jumlah mesin penggerak, mesin jahit, lainnya. Rata-rata penggunaan per hari (jam). Nilai rupiah barang yang dihasilkan. Nilai rupiah jasa industri (makloon). Nilai rupiah kegiatan lain yang masih satu kesatuan usaha namun bukan utama. Nilai rupiah pendapatan lainnya. Kesulitan utama yang dihadapi jika mengalami kesulitan. Penyebab kesulitan utama. Pelayanan dan keanggotaan koperasi. Kemitraan saat ini. Bantuan yang pernah diterima selain koperasi. Alasan tidak memperoleh bantuan. Keikutsertaan BPP. Distribusi persentase pemasaran. Keadaan usaha dan perencanaan pengembangan usaha. 1. Rendah : X ≤ ½ SD. 2. Sedang : ½ SD < X < ½ SD. 3. Tinggi : X ≥ ½ SD. 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 25 Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal Tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal adalah indikator strategi yang menggambarkan kapasitas masyarakat/komunitas untuk menjadi mandiri secara ekonomi dengan mengelola sumber daya manusia, sumber daya alam/fisik, dan lingkungan. Tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal dilihat dari empat aspek, yaitu aspek lokalitas, aspek bisnis/ekonomi, aspek sumber daya manusia, dan aspek komunitas. Tingkat tersebut dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Tabel 5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal Variabel Z1 Aspek Lokalitas Z2 Aspek Bisnis/Ekono mi Z3 Aspek Sumber Daya Manusia Z4 Aspek Komunitas Definisi Operasional Sarana/fasilitas yang memfasilitasi/men dukung keberlanjutan usaha. Jaringan usaha dengan pihak lain yang dapat memperluas dan mengembangkan usaha. Keterampilan yang komprehensif dan inovasi teknologi mengarahkan pada pekerjaan yang berkualitas dan pendapatan lebih tinggi. Kerjasama kolaborasi berbagai grup komunitas untuk organisasi aras masyarakat mendukung industri kompetitif. Kategori Pengukuran 1. Sarana/fasilitas 1. Rendah yang dimiliki. 2. Sedang 2. Sarana/fasilitas 3. Tinggi yang penting untuk tersedia. Indikator 1. Peranan jaringan bisnis dalam mendukung keberlanjutan usaha. 2. Prospek pengembangan bisnis. 1. Kemampuan di bidang produksi, pemasaran, teknologi, dan manajerial. 2. Pelatihan/pendidikan yang dibutuhkan. 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Kelompok/organisasi yang ada untuk mewadahi industri kerajinan tas seperti KUB, persatuan pengusaha tas, dan lain-lain. 2. Organisasi/kelompok yang diinginkan. 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 1. Rendah 2. Sedang 3. Tinggi 26 Tabel Tabulasi Silang dan Dummy Tables Tabel 6 Dummy table karakteristik pengusaha Kategori Rendah Sedang Tinggi Jumlah (n) Persentase (%) Tabel 7 Dummy table tingkat keberdayaan usaha Kategori Rendah Sedang Tinggi Jumlah (n) Persentase (%) Tabel 8 Dummy table tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal Kategori Rendah Sedang Tinggi Jumlah (n) Persentase (%) Hubungan Karakteristik Pengusaha dengan Tingkat Keberdayaan Usaha Variabel pengaruh : Karakteristik Pengusaha Variabel terpengaruh : Tingkat Keberdayaan Usaha Tabel 9 Tabulasi silang karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha Tingkat Keberdayaan Usaha Rendah Sedang Tinggi Karakteristik Pengusaha Rendah Sedang Tinggi HIPOTESIS Terdapat hubungan antara karakteristik pengusaha dan tingkat keberdayaan usaha. Hubungan Tingkat Keberdayaan Usaha dengan Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal Variabel pengaruh : Tingkat Keberdayaan Usaha Variabel terpengaruh : Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal Tabel 10 Tabulasi silang tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal Rendah Sedang Tinggi Tingkat Keberdayaan Usaha Rendah Sedang Tinggi HIPOTESIS Terdapat hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. 27 DAFTAR PUSTAKA Alfitri. 2011. Community Development: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Alma B. 2009. Kewirausahaan. Bandung (ID): Alfabeta, Bandung. Anwas OM. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung (ID): Alfabeta. Blakely EA dan Bradshaw T. 2002. Planning Local Economic Development Theory and Practice, Third Edition. Thousand Oaks, London, New Delhi (USA, UK, IN): Sage Publications. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Indikator Industri Mikro dan Kecil. [Internet]. [Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/IndikatorIndustri-Mikro-dan-Kecil-2001-2006.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.55 WIB]. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja Penyerapan Tenaga Kerja Nilai Tambah UKM serta Peranannya menurut Harga Konstan dan Harga Berlaku. [Internet]. [Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Pengukuran-dan-AnalisisEkonomi-Kinerja-Penyerapan-Tenaga-Kerja,nilai-tambah-serta-perannya2007.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.57 WIB]. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Konsep Usaha Mikro dan Kecil. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Industri Mikro dan Kecil. [Internet]. [Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Profil-IndustriMikro-dan-Kecil-2015-.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.17 WIB]. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Bogor. [Internet]. [Diunduh dari http://bogorkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Statistik-DaerahKabupaten-Bogor-2015.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.50 WIB] Jakarta (ID): BPS. Damayanti M dan Adam L. 2015. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai Alat Pendorong Pengembangan UMKM di Indonesia. Working Paper Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). [Internet]. [Diunduh dari www.tnp2k.go.id pada 12 September 2015, pukul 14.35 WIB]. Volume 27: Jakarta. Dasaluti T, Hubeis AIS, dan Wiyono ES. 2010. Analisis Pengembangan Usaha Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken, Kota Manado, Sulawesi Utara. Jurnal Manajemen IKM. [Internet]. [Diunduh dari www.scholar.google.co.id pada 14 September 2015, pukul 17.09 WIB]. Volume 5 Nomor 2 (hlm 157-165): Jakarta. Fatchiya A. 2010. Pola Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan Kolam Air Tawar di Provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 28 Fazlurrahman IR. 2015. Pengaruh Karakter Pribadi dan Modal Sosial terhadap Kemampuan Wirausaha Perempuan di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Field J. 2010. Modal Sosial. Penerjemah: Nurhadi; Editor: Muzir IR. Bantul (ID): Kreasi Wacana. Garjita IP, Susilowati I, dan Soeprobowati TR. 2014. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Kelompok Tani Hutan Ngudi Makmur di Sekitar Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Jurnal Ekosains. [Internet]. [Diunduh dari www.jurnal.pasca.uns.ac.id pada 14 September 2015, pukul 11.06 WIB]. Volume 4 Nomor 1: Surakarta, Jawa Tengah. Hafiluddin MR, Supriyadi, dan Saleh C. 2014. Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis “Community Based Economic Development” (Studi pada Pelaku UMKM di Kecamatan Sukodono Kabupaten Sidoarjo). Jurnal Wacana. [Internet]. [Diunduh dari www.wacana.ub.ac.id pada 15 September 2015, pukul 19.38 WIB]. Volume 17 Nomor 2 (hlm 68-77): Malang, Jawa Timur. Hasim dan Remiswal. 2009. Community Development Berbasis Ekosistem. Jakarta (ID): Diadit Media. Iqbal M dan Anugrah IS. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan dan Pengembangan Ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan Wilayah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. [Internet]. [Diunduh dari www.pse.litbang.pertanian.go.id pada 14 September 2015, pukul 12.28 WIB]. Volume 7 Nomor 2 (hlm 169-188): Jakarta. Irawan I dan Putra BA. 2007. Kewirausahaan UKM Pemikiran dan Pengalaman Karya Bersama Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya dan Forum Daerah UKM Jawa Timur. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Malano H. 2011. Selamatkan Pasar Tradisional: Potret Ekonomi Rakyat Kecil. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Mardana IBP. 2014. Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin dengan The Sustainable Livelihood Approach Berbasis Budaya Lokal di Daerah Lahan Kering Nusa Penida Klungkung-Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora. [Internet]. [Diunduh dari www.ejournal.undiksha.ac.id pada 14 September 2015, pukul 10.44 WIB]. Volume 3 Nomor 1: Bali. Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Obor. Ningtias K, Noor I, dan Soeprapto R. 2009. Pemberdayaan Industri Kecil di Pedesaan (Studi Upaya Peningkatan Keberdayaan Pengrajin Kain Tenun Sambas di Desa Sumber Harapan Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas Kalimantan Barat). Jurnal Sosial dan Humaniora Wacana. [Internet]. [Diunduh dari www.wacana.ub.ac.id pada 14 September 2015, pukul 17.29 WIB]. Volume 12 Nomor 3 (hlm. 609-625): Malang, Jawa Timur. Nitisusastro M. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung (ID): Alfabeta, Bandung. Nurgandini P. 2014. Peranan Modal Sosial dalam Industri Kecil Tas di Desa Bojong Rangkas Kecamatan Ciampea-Bogor. [Internet]. [Diunduh dari 29 http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/72094/I14pnu.pdf?se quence=1&isAllowed=y pada 26 Januari 2016, pukul 17.17 WIB]. Prasetyo PE dan Maisaroh S. 2009. Model Strategi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Trikonomika. [Internet]. [Diunduh dari www.jurnal.fe.unpas.ac.id pada 14 September 2015, pukul 16.59 WIB]. Volume 8 Nomor 2 (hlm 103-116): Bandung. Singarimbun M dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: LP3ES. Sudantoko D. 2011. Strategi Pemberdayaan Skala Kecil Batik di Pekalongan. Jurnal Eksplanasi. [Internet]. [Diunduh dari www.kopertis6.or.id pada 22 September 2015, pukul 07.34 WIB]. Volume 6 Nomor 1 (hlm 29-45): Jawa Tengah. Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat (Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan). Bandung (ID): PT Refika Aditama. Sumodiningrat G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta (ID): PT Gramedia. Susanti EA, Hanafi I, dan Adiono R. 2013. Pengembangan Ekonomi Lokal dalam Sektor Pertanian (Studi pada Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang). Jurnal Administrasi Publik. [Internet]. [Diunduh dari www.administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id pada 14 September 2015, pukul 07.01 WIB]. Volume 1 Nomor 4 (hlm 31-40): Malang, Jawa Timur. Syarif T. 2008. Kajian Efektivitas Model Promosi Pemasaran Produk UMKM. Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. [Internet]. [Diunduh dari http://www.jurnal.smecda.com/index.php/pengkajiankukm/article/view/25/2 2 , pada 13 Januari 2016, pukul 13.59 WIB]. Volume 3 Nomor 1: Jakarta. Syariifah A. 2016. Kapasitas Pengrajin dalam Usaha Anyaman Bambu di Desa Bandung Kabupaten Serang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tambunan TTH. 2009. UMKM Di Indonesia. Ciawi (ID): Ghalia Indonesia. Thoha M, Firmansyah, Wie TK, Zarida, dan Sarana J. 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Menengah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPE-LIPI). Triutami T. 2013. Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas-Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zahara H. 2014. Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zamzami L. 2011. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari Ampiang Perak, Sumatera Barat. Jurnal Sosial dan Pembangunan Mimbar. [Internet]. [Diunduh dari www.ejournal.unisba.ac.id pada 14 September 2015, pukul 17.09 WIB]. Volume 27 Nomor 1 (hlm 113-124): Bandung. 30 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Nabilah Ananda Razani dilahirkan di Jakarta, 10 Agustus 1994 dari pasangan Tavip Herman Soelistyo dan Yosephine Soelistyo. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal dijalani penulis mulai dari TK Harapan Nita (1998-2000), SD Budi Mulia Bogor (20002006), SMP Budi Mulia Bogor (2006-2009), SMA Negeri 6 Bogor (2009-2012). Pada tahun 2012, penulis diterima menjadi mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Tulis. Penulis merupakan mahasiswi penerima beasiswa National Champhion Scholarship dari Tanoto Foundation 2015-2016. Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia “Mozaik Tosca” periode 2013-2014 sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Forum Syiar Islam (FORSIA) Fakultas Ekologi Manusia periode 2014-2015 sebagai Bendahara I. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) Angkatan 50 sebagai anggota divisi Publikasi, Dokumentasi dan Dekorasi (PDD) serta anggota Seksi Konsumsi di Masa Perkenalan Fakultas angkatan 50, dan berbagai kepanitiaan lainnya. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisiten praktikum mata kuliah Berfikir dan Menulis Ilmiah, Sosiologi Umum, dan Komunikasi Bisnis. Sampai saat ini, penulis masih menjadi mahasiswa aktif di Institut Pertanian Bogor. 31 LAMPIRAN Lampiran 1 Peta jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat Keterangan : - Warna merah menunjukkan jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea. - Warna merah muda/pink menunjukkan area industri kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas. 32 Lampiran 2 Daftar calon responden dengan metode sensus DAFTAR CALON RESPONDEN PENGUSAHA KERAJINAN TAS DI DESA BOJONG RANGKAS KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT No Nama RT/RW Nama Usaha Jenis Tas yang Diproduksi Jumlah Tenaga Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 ..... Keterangan : yang akan dijadikan responden adalah 35 pengusaha pada usaha industri kerajinan tas yang masih aktif sampai saat penelitian. 33 Lampiran 3 Kuesioner KUESIONER Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Oleh: Nabilah Ananda Razani/I34120133 No. Responden Tgl Wawancara : : RW/RT : Tgl Entri Data : I. Karakteristik Pengusaha 1 2 3 4 5 6 7 Nama pengusaha : Nama usaha : Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan Umur : .............. tahun Pendidikan tertinggi yang ditamatkan : 1. Tidak tamat SD 2. SD & sederajat 3. SLTP & sederajat 4. SLTA & sederajat 5. DI/DII 6. Sarjana Muda/DIII 7. DIV, S1, atau lebih Bentuk badan hukum/badan 1. PT usaha/perizinan : 2. CV 3. Perorangan 4. Lainnya Tahun mulai beroperasi/berproduksi secara komersial : 8. Tingkat Pengalaman Usaha Pilih kode jawaban di mana 1-Sangat Setuju 2-Setuju 3-Kurang Setuju 4-Tidak Setuju 1 Lama usaha membuat saya semakin terampil dalam membuat tas. 2 Lama usaha membuat usaha saya terorganisir dengan baik. 3 Lama usaha membuat jaringan bisnis semakin beragam. 4 Lama usaha membuat jaringan bisnis semakin banyak. 5 Lama usaha membuat saya semakin memahami keinginan pelanggan. 6 Lama usaha membuat saya semakin memahami model/tren terbaru. 7 Lama usaha membuat hubungan kekerabatan/pertemanan dengan mitra membaik. 34 9. Tingkat Kewirausahaan 1 Alasan/motivasi membuka usaha 1. Mencari kesibukan kerajinan tas : 2. Hobi/tertarik 3. Meneruskan usaha keluarga 4. Kebutuhan uang tambahan 5. Menguasai pembuatan tas 6. Ingin mencoba 7. Ingin mandiri 8. Memberi orang lain pekerjaan Pilih kode jawaban di mana 1-Sangat Setuju 2-Setuju 3-Kurang Setuju 4-Tidak Setuju 2 Saya adalah orang yang berani mengambil resiko. 3 Saya mampu melihat peluang/mengambil kesempatan. 4 Saya suka tantangan. 5 Saya senang melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang. 6 Saya senang memperhitungkan segala hal sebelum mengambil keputusan. 7 Saya sering mengambil keputusan sendiri tanpa berkonsultasi. 8 Saya senang berimajinasi bagaimana prospek usaha saya ke depan. II. Tingkat Keberdayaan Usaha II.1 Permodalan 1 Modal usaha (umur pemakaian kurang dari setahun): a. Uang tunai b. Persediaan barang-barang untuk kegiatan usaha 2 Sumber modal: a. Milik sendiri (termasuk hibah/transfer) b. Pihak lain 3 a. Jika 2.b terisi, sumber modal dari pihak lain berasal dari: 1. Pinjaman bank 2. Pinjaman koperasi 3. Pinjaman lembaga keuangan bukan bank 4. Modal ventura 5. Pinjaman dari perorangan 6. Pinjaman keluarga 7. Lainnya 4 b. Jika rincian 3.1 kode 1 tidak dipilih, alasan utama tidak meminjam dari bank: 1. Tidak tahu prosedur 2. Prosedur sulit 3. Tidak ada agunan/jaminan 4. Suku bunga tinggi 5. Usulan ditolak 6. Tidak berminat II. Ketenagakerjaan 1 Banyaknya tenaga kerja tetap: 2 Banyaknya tenaga kerja tidak tetap: Rp................................... Rp.................................... .........................% .........................% Januari 2016:.................... Februari 2016:.................. Maret 2016:...................... Januari 2016:.................... Februari 2016:.................. 35 3 Maret 2016:...................... Januari 2016:.................... Februari 2016:.................. Maret 2016:...................... Jumlah hari kerja 4 Uraian TK Tetap Dibayar L P TK Tetap Tdk Dibayar L P Total a. Kelompok umur 1.<15 tahun 2.>=15 tahun b. Jenis pekerjaan 1.TK produksi 2.TK lainnya c. Tk. Pendidikan 1.Tidak tamat SD 2.SD&sederajat 3.SLTP&sederajat 4.SLTA&sederajat 5.DI/DII 6.Sarjana muda/DIII 7.DIV, S1, lebih 5 a. 1. 2. b. c. Balas jasa Pekerja tetap Gaji Lainnya (lembur, hadiah, bonus) Pekerja tidak tetap Jumlah (Rincian 5.a + 5.b) Nilai (Rupiah) III. Teknologi 1 Apakah dalam mengelola usaha menggunakan komputer 1-Ya setahun terakhir? 2-Tidak 2 Apakah usaha memanfaatkan fasilitas internet setahun 1-Ya terakhir? 2-Tidak 3 Jenis mesin penggerak dan Banyaknya menurut status Rata-rata mesin lainnya kepemilikan (unit) penggunaan per hari (jam) Milik sendiri Bukan milik sendiri a. Motor listrik b. Generator c. Lainnya (kincir air/angin) d. Mesin jahit 4 Dari mana Anda belajar teknik 1. Keluarga produksi: 2. Teman 3. Media cetak/elektronik 4. Belajar sendiri IV. Pendapatan 1 Jenis tas yang dihasilkan a b Banyaknya (unit) Nilai rupiah 36 2 3 4 5 c d Jumlah Pendapatan dari jasa indusri (makloon) Pendapatan dari kegiatan lain: a. Keuntungan penjualan barang dalam bentuk yg sama b. Pendapatan lainnya a. Bagi hasil/sejenis b. Sumbangan/hadiah Jumlah (Rincian 1 sampai 4) V. Prospek Usaha 1 a.Apakah usaha ini mengalami kesulitan selama setahun terakhir? b.Jika Ya, kesulitan utama yang dialami: c.Jika 1.b berkode 1, kesulitan utama adalah: 2 3 4 1-Ya 2-Tidak 1-Bahan baku 2-Pemasaran 3-Permodalan 4-BBM/Energi 5-Transportasi 6-Keterampilan tenaga kerja 7-Upah buruh 8-Lainnya (....................) 1-Bahan baku langka 2-Bahan baku mahal 3-Lokasi bahan baku jauh 4-Lainnya (...................) 1-Ya 2-Tidak 1-Ya 2-Tidak langsung ke 3.a a.Apakah usaha ini sedang menjadi anggota koperasi? b.Apakah usaha ini pernah menerima pelayanan dari koperasi selama setahun terakhir? c.Jika Ya, jenis pelayanan dari 1-Pinjaman uang/barang modal koperasi yang pernah diterima: 2-Pengadaan bahan baku 3-Pemasaran 4-Bimbingan/pelatihan/penyuluhan 5-Lainnya (...................) a.Apakah usaha ini sedang menjalin 1-Ya kemitraan dengan usaha lain? 2-Tidak langsung ke rincian 4 b.Jika Ya, jenis kemitraan yang 1-Uang/barang modal dijalin berupa: 2-Pengadaan bahan baku 3-Pemasaran 4-Bimbingan/pelatihan/penyuluhan 5-Lainnya (...................) a.Apakah selama setahun terakhir 1-Ya usaha ini pernah menerima bantuan 2-Tidak langsung ke rincian 5 untuk mengembangkan usaha selain dari koperasi? b.Jika Ya, jenis bantuan yang pernah 1-Bantuan uang/modal diterima: 2-Bantuan bahan baku 3-Bantuan mesin dan peralatan 37 c.Badan/lembaga bantuan: 5 6 7 8 9 yang memberi 1-Instansi pemerintah 2-Perusahaan swasta 3-Perbankan 4-Yayasan/LSM 5-Lainnya (...................) Jika tidak pernah memperoleh 1-Tidak tahu prosedur bantuan untuk pengembangan usaha, 2-Proposal ditolak alasan utamanya adalah: 3-Tidak berminat 4-Tidak tahu 5-Lainnya (....................) a.Apakah ada tenaga kerja di usaha 1-Ada ini pernah mengikuti 2-Tidak ada langsung ke rincian bimbingan/pelatihan/penyuluhan? 7.a b.Jika Ada, 1-Sendiri bimbingan/pelatihan/penyuluhan Pihak lain: tersebut diselenggarakan oleh: 2-Instansi pemerintah 3-Perusahaan swasta 4-Yayasan/LSM 5-Lainnya (......................) c.Jenis 1-Manajerial bimbingan/pelatihan/penyuluhan 2-Keterampilan/teknik produksi yang pernah diikuti: 3-Pemasaran 4-Lainnya (........................) Pemasaran setahun terakhir (100) a.Dalam negeri (%) 1.Satu kabupaten/provinsi 2.Antar kabupaten/kota satu provinsi 3.Antar provinsi b. Luar negeri/ekspor Bagaimana keadaan usaha saat ini 1-Lebih baik dibandingkan 3 bulan lalu? 2-Sama baik 3-Sama buruk 4-Lebih buruk 5-Tidak dapat dibandingkan a.Apakah ada rencana untk 1-Ya mengembangkan/memperluas usaha 2-Tidak ini setahun yang akan datang? b.Jika Ya, rencana utama yang akan 1-Memperluas sarana/prasarana usaha dilakukan 2-Membuka cabang 3-Meningkatkan keahlian SDM 4-Lainnya (......................) c.Jika Tidak, alasan utama adalah 1-Kekurangan modal 2-Kesulitan pemasaran 3-Kurang keahlian 4-Lainnya (.......................) 38 III. Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal I. Aspek Lokalitas 1. Peranan fasilitas/sarana dalam memfasilitasi usaha Skor Pilih skor 1-5, di mana 5 paling tinggi peranan dalam memfasilitasi usaha 1-Ada 2-Tidak ada 1 Jalan desa 2 Tempat produksi tas 3 Ruang/tempat promosi/showroom 4 Kantor administrasi 5 Sarana komunikasi/internet 6 Gudang bahan baku/bahan penolong 7 Tempat pengolahan limbah 8 Sarana transportasi 9 Papan nama usaha 2. Menurut Anda, sarana/fasilitas apa yang penting untuk tersedia dalam mendukung usaha? Pilih 3 fasilitas/sarana berdasarkan skala prioritas. (ingat TANGGA, semakin naik semakin penting) 1-Koperasi tas 2-Showroom di rumah pribadi 3-Kondisi jalan diperbagus/diperlebar 4-Tempat produksi yang terpisah dengan rumah pribadi 5-Toko/kios tas milik sendiri di luar desa 6-Kendaraan pribadi II. Aspek Bisnis 1. Peranan jaringan dalam mendukung keberlanjutan usaha Pilih skor 1-5, di mana 5 adalah Paling Tinggi Peranan dalam Pemerintah Antar Masyarak Koperasi Keluarga pengadaan/kemudah Pengusaha at sekitar an di bidang 1 Permodalan (uang, peralatan, tenaga kerja) 2 Pemasaran (promosi,transportas i, konsumen) 3 Teknologi (keterampilan, inovasi teknik produksi) 4 Informasi usaha (harga, model) 2. Menurut Anda, apa yang penting yang harus dilakukan dalam pengembangan bisnis? Urutkan berdasarkan skala prioritas. 1-mengajak orang baru untuk berbisnis tas 2-membuka cabang baru 3-bergabung/bekerja sama dengan pengusaha yg lebih besar III. Aspek Sumber Daya Manusia Pilih skor 1-5, di mana 5 adalah paling tinggi/mampu Kemampuan Bidang Produksi Skor 39 1 2 3 4 Mendesain berbagai macam jenis/model tas Memproduksi tepat waktu Memproduksi dengan kualitas baik tanpa cacat/pengembalian Memperhitungkan ketersediaan bahan sesuai pesanan sehingga tidak banyak tersisa/tidak kurang Kemampuan Bidang Pemasaran 1 Mempromosikan produk secara online 2 Menjual produk ke daerah/wilayah baru 3 Memprediksi harga pasaran produk 4 Beradaptasi dengan tren/fashion saat ini Kemampuan Bidang Manajerial 1 Mengelola keuangan usaha (tata buku, administrasi) 2 Bernegosiasi dengan mitra bisnis 3 Bekerja sama dengan tim usaha 4 Merencanakan struktur organisasi tim usaha (divisi, peran, tanggung jawab, deskripsi tugas) Kemampuan Bidang Teknologi 1 Mengolah limbah menjadi barang yang bisa dijual 2 Mengolah limbah menjadi barang yang tidak bisa dijual 3 Memperbaiki mesin jahit jika rusak 4 Mengoperasikan komputer 2. Menurut Anda, pelatihan/pendidikan seperti apa yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan atau pengetahuan usaha? Pilih 3 lalu urutkan sesuai skala prioritas. 1-Sertifikasi kompetensi dari pemerintah 2-Pendidikan kewirausahaan 3-Pelatihan komputerisasi/website 4-Pelatihan teknik mutu produksi dan penampilan produk 5-Pelatihan administrasi/tata buku 6-Pelatihan pengolahan limbah IV. Aspek Komunitas 1. Organisasi aras masyarakat yang mendukung usaha 1 Apakah ada organisasi/kelompok 1-Ada pengusaha tas? 2-Tidak ada 3-Tidak tahu 2 Apakah ada kelompok usaha bersama 1-Ada untuk peminjaman modal? 2-Tidak ada 3-Tidak tahu 3 Apakah ada kelompok perempuan 1-Ada pengusaha/pengrajin? 2-Tidak ada 3-Tidak tahu 4 Apakah ada kelompok pecinta produk 1-Ada tas lokal? 2-Tidak ada 3-Tidak tahu 5 Kelompok/organisasi lainnya (sebutkan) 6 Jika Ada, peran organisasi/kelompok tersebut: (skor 1-5, 5 paling tinggi) a. Menyediakan informasi untuk para pengusaha/pengrajin b. Mengkoordinasikan pemerintah dan warga desa c. Mengidentifikasi prioritas/masalah warga d. Memberi motivasi ke pengusaha/pengrajin dan warga desa 40 e. Membantu menyiapkan rencana pengembangan bisnis f. Membantu pelaksanaan kegiatan g. Menyiapkan dana untuk mencukupi biaya kegiatan h. Menyediakan keperluan/dukungan untuk kegiatan 2. Menurut Anda, organisasi/kelompok seperti apa yang perlu ada untuk memfasilitasi pengembangan usaha? 1-Yang dapat membantu/memudahkan permodalan usaha 2-Yang dapat meningkatkan kompetensi/keterampilan pengusaha/pengrajin 3-Yang dapat membina kerukunan antar pengusaha, pemerintah, masyarakat, dan pihak lainnya 41 Lampiran 4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam Informan : Camat Kecamatan Ciampea, Kepala Desa, Ketua RT/RW, Tokoh Masyarakat Desa Bojong Rangkas Gambaran Umum IMK Kerajinan Tas 1. Sejak kapankah Desa Bojong Rangkas ditetapkan sebagai sentra IKM kerajinan tas? Bagaimana pertama kali awal mula sentra ini muncul? Siapakah yang berperan dominan? (misal inisiasi Pak RW berasal dari keluaran pabrik, sejarah etnis pedagang Cina) 2. Bagaimana perkembangan industri kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas secara keseluruhan sampai saat ini? 3. Apa saja karakteristik pengusaha/pengrajin yang Bapak/Ibu ketahui? (misal usaha keluarga turun temurun, kebanyakan orang dewasa/tua, sikap/perilaku/sifat pengusaha/pengrajin tidak berani ambil risiko 4. Kendala apa saja yang ditemui dalam industri kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas? (misal kesulitan bahan baku, kualitas tenaga kerja rendah) 5. Ada berapa pengusaha/pengrajin tas yang masih aktif sampai sekarang di Desa Bojong Rangkas? 6. Apakah terjadi kenaikan/penurunan jumlah pengrajin kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas? 7. Mengapa terjadi? Apa yang menyebabkan penurunan/peningkatan jumlah pengrajin kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas? Keberdayaan Usaha dan Pengembangan Ekonomi Lokal 1. Apakah terdapat bimbingan/pelatihan/penyuluhan (BPP) dari pihak desa atau pihak kecamatan, atau kerja sama dengan pihak lain untuk para pengusaha/pengrajin tas? Jika ada, kapan dan berapa kali BPP dilaksanakan? Seperti apa BPP yang dilaksanakan? 2. Apakah ada program khusus untuk para pengusaha tas dari pemerintah desa/kecamatan/kabupaten, swasta, LSM, lembaga pendidikan? (misal program kewirausahaan, program studi banding) 3. Apakah terdapat organisasi khusus (misal koperasi, paguyuban, lembaga keuangan) yang dibentuk untuk menaungi para pengusaha/pengrajin tas? 4. Jika ada, sejauh mana peran lembaga tersebut dalam membantu pengusaha/pengrajin tas? 5. Apakah ada aturan atau kebijakan khusus dari pemerintah desa/kecamatan/kabupaten untuk industri kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas? 6. Apakah ada bantuan (misal kredit, pemasaran, mesin/alat) bagi pengusaha/pengrajin tas dari pemerintah desa/kecamatan/kabupaten? 7. Kapan dan berapakah bantuan tersebut diberikan kepada pengusaha/pengrajin tas? Apakah ada persyaratan penerima bantuan tersebut? 42 8. 9. 10. 11. Bagaimana pemasaran/promosi bagi pengusaha/pengrajin tas untuk menjual produknya? Media komunikasi apa yang digunakan dalam akses ke pasar tersebut? (misal internet) Sejauh mana peran jaringan bisnis para pengusaha/pengrajin tas Desa Bojong Rangkas? Berapa banyak jaringan bisnis tersebut? Didominasi oleh siapakah para mitra/konsumen/pemasok? Sejauh mana peran jaringan tersebut dalam usaha industri kerajinan tas Desa Bojong Rangkas? Apakah infrastruktur, fasilitas, sarana prasarana desa sudah baik dalam mendukung usaha IMK kerajinan tas? (misal perumahan, transportasi, jalan, lokasi usaha, bangunan pertemuan/baai? 43 Lampiran 5 Catatan harian lapang FORMAT CATATAN HARIAN LAPANG Topik Metode Informan/Partisipan Hari, tanggal Waktu dan durasi Tempat Kondisi dan situasi : : : : : : : DESKRIPSI INTERPRETASI 44 Lampiran 6 Outline Skripsi 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Masalah Penelitian 1.3. Tujuan Penelitian 1.4. Kegunaan Penelitian 2. PENDEKATAN TEORETIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.2. Kerangka Pemikiran 2.3. Hipotesis 2.4. Definisi Operasional 3. PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu 3.2. Teknik Pengumpulan Data 3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data 4. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KERAJINAN TAS DESA BOJONG RANG 4.1. Letak dan Keadaan Fisik 4.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi 4.3. Profil Desa Bojong Rangkas 4.4. Profil Industri Kerajinan Tas 5. ANALISIS TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA 5.1. Karakteristik Pengusaha 5.2. Tingkat Keberdayaan Usaha 5.3. Hubungan Karakteristik Pengusaha dengan Tingkat Keberdayaan Usaha 6. ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA DENGAN TINGKAT KAPASITAS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL TERHADAP 6.1. Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal 6.2. Hubungan Tingkat Keberdayaan Usaha dengan Tingkat Kapasitas Ekonomi Lokal 7. PENUTUP 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran 8. DAFTAR PUSTAKA 9. LAMPIRAN 10. RIWAYAT HIDUP