Judul Proposal Penelitian : Kapasitas Industri Mikro dan

advertisement
PROPOSAL SKRIPSI
KAPASITAS INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
(Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
NABILAH ANANDA RAZANI
I34120133
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
ii
PERNYATAAN MENGENAI PROPOSAL PENELITIAN DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kapasitas Industri
Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri
Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat)” adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Nabilah Ananda Razani
NIM I34120133
iii
ABSTRAK
NABILAH ANANDA RAZANI. Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong
Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Di bawah
bimbingan IVANOVICH AGUSTA.
Industri Mikro dan Kecil di Indonesia memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan ekonomi nasional karena dapat memperluas kesempatan kerja dari
pada sektor formal dan meningkatkan pendapatan bagi kaum miskin. Peran
lainnya juga mendukung pemberdayaan masyarakat lokal berorientasi people
center development. Kapasitas IMK tersebut dapat dijadikan salah satu prioritas
pengembangan ekonomi lokal yang terdiri dari aspek lokalitas, bisnis/ekonomi,
sumber daya manusia, dan komunitas. Perkembangan IMK dapat dilihat dari
tingkat keberdayaan usaha terhadap modal, tenaga kerja, teknologi, pendapatan,
dan prospek usaha. Tingkat keberdayaan usaha tersebut dipengaruhi oleh
karakteristik pengusaha seperti umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman
usaha, dan tingkat kewirausahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha dan
menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas
pengembangan ekonomi lokal. Penelitian ini menggunakan metode sensus yang
didukung metode kuantitatif dan metode kualitatif.
Kata Kunci: pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi lokal, IMK.
ABSTRACT
NABILAH ANANDA RAZANI. The Capacity of Small and Micro Industry in
Local Economic Develpoment (Case: Bag Craftsman Industry in Bojong Rangkas
Village, Ciampea Subdistrict, Bogor District, West Java Province). Supervised by
IVANOVICH AGUSTA.
Small and Micro Industry in Indonesia contribute to economic growth because it
can expand the labor opportunities than the formal and raise the income for the
poor. Other roles also support local community empowerment based on people
center development. The capacity of SMI can become one priority of local
economic development consisting many aspects such as locality, business, human
resources, and community based economic and employment. The development of
the SMI can be seen from the venture empowerment level to capital, labor,
technology, income, and business prospects. That venture empowerment level are
influenced by the characteristics of the entrepreneurs such as age, education
level, experience level, and entrepreneurship level. This research aims to analyze
the relationship between the characteristics of entrepreneurs and the venture
empowerment level and analyze the relationship between the venture
empowerment level and the capacity level of local economic development. This
research takes the respondent by census methods that supported by quantitative
methods and qualitative methods.
Keywords: community empowerment, local economic development, small and
micro industry.
iv
KAPASITAS INDUSTRI MIKRO DAN KECIL DALAM
PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
(Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
NABILAH ANANDA RAZANI
I34120133
Proposal Skripsi
sebagai salah satu syarat kelulusan Matakuliah Kolokium (KPM 497)
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
v
Judul Proposal Penelitian : Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri
Kerajinan Tas di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan
Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Nama
: Nabilah Ananda Razani
NIM
: I34120133
Disetujui oleh
Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Studi Pustaka berjudul “Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam
Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa
Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat)” ini dengan baik. Proposal skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat
kelulusan Mata Kuliah Kolokium (KPM 497) pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan laporan ini
tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu, penulis
ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr Ivanovich Agusta, SP, MSi yang telah membimbing,
mendukung, dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan
studi pustaka.
2. Ayahanda Tavip Herman Soelistyo dan Ibunda Yosephine Soelistyo serta
Adik Julia Puteri Laraswati yang telah memberikan dukungan moral dan
doa yang tak terbatas kepada penulis hingga mampu menjalani banyak hal
sampai tahap ini.
3. Lembaga Tanoto Foundation yang telah memberikan segala bentuk
dukungan baik materil maupun non-materil selama proses pembelajaran
dan penulisan studi pustaka serta memotivasi penulis dalam
menyelesaikan laporan ini.
4. Reza Patni, Tiara Anjani, M. Ghifari, dan Tri Nugroho sebagai teman satu
bimbingan, Azkiyyatus Syariifah yang memberikan inspirasi penelitian,
Ade Febryanti yang bersedia menampung curahan hati serta rekan-rekan
SKPM 49 yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memotivasi dan
mendukung penulis dalam kelancaran penulisan studi pustaka serta
sebagai teman berdiskusi dan saling bertukar pikiran.
5. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi, dukungan, dan doa
kepada penulis selama ini.
Penulis berharap kajian mengenai Kapasitas Industri Mikro dan Kecil
dalam Pengembangan Ekonomi Lokal (Kasus: Industri Kerajinan Tas di Desa
Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat) ini mampu memberikan manfaat dan sumbangsih terhadap khazanah
ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2016
Nabilah Ananda Razani
NIM. I34120133
vii
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Masalah Penelitian .............................................................................................. 3
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 3
Kegunaan Penelitian ............................................................................................ 3
PENDEKATAN TEORITIS ................................................................................... 4
Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 4
Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) .................................. 4
Konsep Kapasitas ............................................................................................. 8
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development ....... 9
Karakteristik Pengusaha ................................................................................ 12
Pemberdayaan UMKM .................................................................................. 13
Jejaring Bisnis ................................................................................................ 16
Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 17
Hipotesis Penelitian ........................................................................................... 18
PENDEKATAN LAPANG ................................................................................... 19
Metode Penelitian .............................................................................................. 19
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................. 19
Teknik Pengambilan Responden dan Informan ................................................ 20
Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 21
Definisi Operasional .......................................................................................... 21
Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal ........................................... 25
Tabel Tabulasi Silang dan Dummy Tables ........................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 29
LAMPIRAN .......................................................................................................... 31
viii
DAFTAR TABEL
1
Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia
berdasarkan aset dan omzet
2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal
3 Jadwal penyusunan skripsi tahun 2016
4 Jenis dan metode pengumpulan data
5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
karakteristik pengusaha
6 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
tingkat keberdayaan usaha
7 Variabel, definisi operasional, parameter, dan kategori pengukuran
tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal
8 Dummy table karakteristik pengusaha
9 Dummy table tingkat keberdayaan usaha
10 Dummy table tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal
11 Tabulasi silang karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan
usaha
12 Tabulasi silang tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas
pengembangan ekonomi lokal
4
10
19
20
22
23
25
26
26
26
26
26
DAFTAR GAMBAR
1 Pergeseran paradigma pembangunan dari
development ke people center development
2 Kerangka pemikiran
production
center 14
18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, 31
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
2 Data calon responden
32
3 Kuesioner
33
4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam
41
5 Catatan harian lapang
43
6 Outline skripsi
44
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peran sektor industri khususnya Industri Mikro dan Kecil (IMK) di
Indonesia sangat vital dalam pembangunan ekonomi. BPS (2015) mengatakan
dalam Profil Industri Mikro dan Kecil bahwa sektor industri tidak saja
memberikan kontribusi dalam peningkatan nilai tambah produksi, tetapi juga
dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014, sebanyak 13,49 juta orang dan
sebesar 61,96 persen bekerja di IMK. Intensitas tenaga kerja yang relatif lebih
tinggi dan jumlah investasi yang relatif kecil menyebabkan IMK lebih fleksibel
dan beradaptasi terhadap perubahan pasar. Hal tersebut disebabkan IMK tidak
terlalu terpengaruh oleh tekanan eksternal karena dapat tanggap menangkap
peluang ntuk subsitusi impor dan meningkatkan persediaan domestik.
Pengembangan IMK juga dapat memberikan kontribusi pada diversifikasi industri
dan percepatan perubahan struktur sebagai pra kondisi pertumbuhan ekonomi
jangka panjang yang stabil dna berkesinambungan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 20081 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) mengatakan bahwa UMKM merupakan kegiatan usaha yang
mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara
luas kepada masyarakat, dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan
peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan
berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Sudantoko (2011) menyebutkan
bahwa IKM yang kuat akan merangsang kerjasama yang kondusif dengan usaha
besar dan secara informal juga dengan usaha-usaha mikro lainnya. Di Indonesia,
peran IKM lebih banyak dikaitkan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi
pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan,
dibandingkan sebagai penggerak ekspor dan sumber investasi serta pembangunan
ekonomi di daerah (Tambunan 2002). Melihat perannya yang penting dalam
perekonomian kerakyatan, IMK merupakan salah satu sektor industri potensial
untuk memberikan kesempatan kerja yang berusaha mencapai peningkatan
kesejahteraan secara merata dan berkeadilan. Upaya pengembangan ekonomi
rakyat perlu diarahkan untuk mendorong perubahan struktural dengan
memperkuat kedudukan dan peran ekonomi rakyat dalam perekonomian nasional.
Pendekatan demikian dapat dijadikan sebagai pengembangan UKM (Hermanto
2001). Oleh karenanya, UMKM dapat berperan dengan optimal dalam upaya
penanggulangan kemiskinan.
Menurut Statistik Daerah Kabupaten Bogor (BPS 2015), Kabupaten Bogor
memiliki potensi yang tinggi dalam perindustrian pengolahan. Sektor tersebut
memegang peranan penting dalam menyumbang PDRB Kabupaten Bogor tahun
2013 karena menempati posisi pertama dengan persentase 57,62% dari total
PDRB keseluruhan. Jumlah perusahaan atau usaha industri, jumlah tenaga kerja,
dan jumlah investasi perusahaan industri mengalami peningkatan terhitung dari
tahun 2008-2013. Jumlah Industri Menengah Besar tercatat 1.024 unit usaha,
1
Diunduh
dari
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_phocadownload&view=file&id=210:undangundang-nomor-20-tahun-2008-tentang-kukm-penjelasan&Itemid=93 pada 6 Oktober 2015, pukul
13.26 WIB
2
sementara jumlah Industri Kecil tercatat 1.800 pada tahun 2013. Dari jumlah
tersebut, kelompok industri tekstil dan produk tekstil dan industri barang dari kulit
termasuk lima besar yang paling banyak unit usahanya dan tenaga kerjanya.
Menurut data dari BPS (2015), kategori industri pengolahan merupakan kategori
lapangan usaha dengan kontribusi terbesar dalam penciptaan PDRB Kabupaten
Bogor yaitu, lebih dari 55% dari total PDRB. Laju pertumbuhan usaha tersebut
pada tahun 2014 adalah sebesar 5,27% di mana angka tersebut adalah yang
tertinggi sejak tahun 2011. Peranan PDRB menurut lapangan usaha tahun 20102014 di Kabupaten Bogor, sumbangan terbesar diperoleh dari industri pengolahan
(manufacturing) sebesar 55,23% dari total PDRB. Sama halnya dengan PDRB per
kapita pada tahun 2010-2014, lapangan usaha industri pengolahan menempati
posisi pertama, yaitu sebesar 15,67 juta rupiah. Hal tersebut sangat penting
mengingat penduduk Kabupaten Bogor menduduki urutan pertama se-Provinsi
Jawa Barat, yaitu sebanyak 5.331.149 atau 11,58% dari total penduduk Jawa
Barat. Oleh karenanya sektor perindustrian pengolahan dapat menjadi salah satu
kelompok usaha yang dapat mengurangi tingkat pengangguran dan memperluas
kesempatan kerja.
Namun, perkembangan UMKM banyak ditemukan kendala. Persoalanpersoalan umum yang ditemukan antara lain keterbatasan modal, kualitas
sumberdaya manusia yang rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang
menyulitkan, dan kesulitan pemasaran (Tambunan 2009). Menurut hasil penelitian
P2E-LIPI (2001), permasalahan mendasar yang selalu dihadapi UMKM adalah
kurangnya permodalan, manajemen yang masih tradisional, pemasaran terbatas
serta teknologi yang masih tradisional. Irawan dan Putra (2007) juga menjelaskan
bahwa kebijakan untuk UMKM didominasi oleh kemampuan UMKM untuk
mengakses pada keuangan, teknologi, dan sumber daya manusia, di mana ketiga
sumber akses penting tersebut masih rendah pada karakteristik UMKM. Badan
Pusat Statistik (2007)2 menjelaskan bahwa kemampuan UMKM dalam menyerap
sebagian besar tenaga kerja nasional erat kaitannya dengan struktur pendidikan
tenaga kerjanya yang didominasi oleh buruh berpendidikan menengah ke bawah.
Oleh karena itu, UMKM yang memiliki teknologi pengolahan yang relatif
sederhana sehingga tidak diperlukan keahlian dan keterampilan kerja yang tinggi
dalam proses produksi produk-produk UMKM.
Besarnya potensi dan prospek pengembangan UMKM masih diiringi
dengan karakteristik UMKM dan iklim eksternal yang belum mendukung. Iklim
eksternal yang tidak mendukung yaitu kebijakan pemerintah yang tumpang tindih
antara “welfare policy” dan “economy policy”. Sistem insentif dan program
permberdayaan yang belum menyentuh kebutuhan kelompok sasaran UMKM.
BPS (2015) mengatakan usaha IMK masih memerlukan pembinaan terus menerus
agar masalah yang dihadap seperti masalah pemasaran, permodalan, dan
pengelolaan dapat segera diatasi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas IMK
dalam pengembangan ekonomi lokal.
2
Diunduh dari http://bps.go.id/website/pdf_publikasi/Pengukuran-dan-Analisis-Ekonomi-KinerjaPenyerapan-Tenaga-Kerja,nilai-tambah-serta-perannya-2007.pdf, pada 9 Januari 2016, pukul
13.28 WIB
3
Masalah Penelitian
Perkembangan suatu usaha ditentukan oleh pengusaha, bagaimana dia
mengorganisasikan dan memanajemen sumber daya yang dimiliki. Keterampilan,
pengetahuan, pengalaman, dan jiwa kewirausahaan menjadi hal penting yang
harus dimiliki dan diasah terus menerus dalam mengelola suatu usaha. Menurut
Zahara (2014), karakteristik internal termasuk umur, pendidikan formal,
pengalaman usaha perempuan pengusaha bordir Aceh berhubungan dengan
kapasitas menjalankan usaha, memecahkan modal, dan beradaptasi. Sifat
tradisional dan kewirausahaan yang cenderung kurang berani menghadapi resiko
masih melekat sebagai salah satu karakteristik internal pengusaha UMKM
menjadi penghambat keberdayaan usaha dan perkembangan skala usaha.
Persoalan tersebut dapat merugikan karen kualitas sumber daya manusia tenaga
kerja IMK perlu ditingkatkan mengingat penyerapan tenaga kerja sangat besar.
Bagaimana hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan
usaha?
Tingkat keberdayaan usaha dapat diukur dari permodalan,
ketenagakerjaan, teknologi, pendapatan, dan prospek usaha. Indikator tersebut
menunjukkan perkembangan usaha dalam pembangunan ekonomi daerah. Namun,
persoalan umum yang ditemukan dalam hambatan UMKM berkinerja antara lain
keterbatasan modal, kualitas sumberdaya manusia yang rendah, keterbatasan
teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan pemasaran. Padahal IMK
dipandang sebagai kekuatan strategis dan penting untuk mengurangi
pengangguran, kemiskinan dan peningkatan pemerataan pendapatan, serta untuk
mempercepat pembangunan ekonomi di daerah (Tambunan 2002). Pembangunan
ekonomi lokal/daerah dinilai dari aspek lokalitas, bisnis/ekonomi, sumber daya
manusia, dan komunitas. Bagaimana hubungan tingkat keberdayaan usaha
dan tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal?
Tujuan Penelitian
1.
2.
Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut:
Menganalisis hubungan karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan
usaha.
Menganalisis hubungan tingkat keberdayaan usaha dan tingkat kapasitas
pengembangan ekonomi lokal.
Kegunaan Penelitian
1.
2.
3.
Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
Bagi akademisi, penelitian ini menjadi proses pembelajaran dalam
memahami kondisi sosial ekonomi pengusaha UMKM dan kinerjanya
terhadap pengembangan usaha serta menjadi referensi untuk penelitianpenelitian selanjutnya.
Bagi pemerintah, penelitian ini menjadi suatu saran dalam memberikan
dukungan (modal maupun kebijakan) dan informasi dalam pengambilan
keputusan bagi pengembangan UMKM.
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
karakteristik pengusaha UMKM dan kapasitas pengembangan UMKM
dalam perekonomian lokal.
4
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
Peranan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat penting, baik di
negara sedang berkembang maupun di negara maju. Kelompok usaha tersebut
menyerap tenaga kerja paling banyak dan berkontribusi terhadap peningkatan
Produk Domestik Bruto (PDB). Di negara sedang berkembang, UMKM berperan
sangat penting sebagai sumber pendapatan kelompok miskin, distribusi
pendapatan, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi pedesaan, dan
perluasan kesempatan kerja. Namun, produk manufaktur, inovasi, dan
pengembangan teknologi UMKM di negara sedang berkembang masih relatif
rendah dibandingkan UMKM di negara maju (Tambunan 2009).
Definisi dan konsep UMKM berbeda menurut negara karena tidak ada
kesepakatan umum dalam membedakan kategori Usaha Mikro (UMi), Usaha
Kecil, (UK), dan Usaha Menengah (UM). Di Indonesia, pengkategorian tersebut
diatur dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 20083 dari Kementrian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang. Usaha Menengah
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah
kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang.
Undang-Undang tersebut menyebutkan jumlah nilai kekayaan bersih atau
nilai aset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan
tahunan yang terdapat dalam tabel di bawah ini.
Tabel 1 Kriteria skala usaha mikro, kecil, dan menengah Indonesia berdasarkan
aset dan omzet
No
Uraian
Kriteria
Aset
Omzet
Usaha Mikro
Maks. 50 juta
Maks. 300 juta
1
Usaha Kecil
> 50 juta - 500 juta
> 300 juta – 2,5 miliar
2
Usaha Menengah
> 500 juta – 10 miliar > 2,5 miliar – 50
3
miliar
3
Diakses dari http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129
pada 9 Desember 2015 pukul 19.59 WIB
5
BPS (2015) mengelompokkan UMKM berdasarkan lokasi, antara lain: (a)
perusahaan menggunakan lokasi tetap dan peralatan tak bergerak, contohnya
perusahaan yang biasanya dibangun hanya berdasarkan SIUP (Surat Ijin Usaha
Perdagangan), kebanyakan dari mereka tidak memiliki SIUP; dan (b) perusahaan
yang berlokasi tidak tetap tetapi peralatannya bergerak. Dilihat dari aktivitas
ekonominya, cakupan UMKM adalah (a) pertambangan milik sendiri, (b) industri
sekala kecil dan kerajinan rumah tangga, (c) perusahaan listrik swasta, (d)
kegiatan konstruksi perseorangan, (e) perdagangan, restoran, dan pelayanan
akomodasi, (f) transportasi perorangan, storage, dan aktivitas kominikasi, (g)
perusahaan penyimpanan dan peminjaman tanpa identitas resmi, usurer, asuransi
yang mendukung perusahaan dan tempat pertukaran uang yang dijalankan
perorangan, (h) dan jasa-jasa lainnya.
Salah satu bagian dari UMKM adalah Industri Mikro dan Kecil (IMK).
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/M-IND/PER/9/2007, industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang jadi dengan nilai lebih tinggi
untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri. Peraturan menteri tersebut juga mengklasifikasikan industri kecil dan
industri menengah. Industri kecil adalah kegiatan industri dengan nilai investasi
perusahaan seluruhnya sampai dengan Rp200.000.000 tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha. Sedangkan industri menengah adalah kegiata industri
dengan nilai investasi perusahaan seluruhnya di atas Rp200.000.000 sampai
dengan paling banyak Rp10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan
tempat usaha.
Menurut BPS (2015), industri pengolahan adalah suatu kegiatan ekonomi
yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia,
atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi/setengah jadi, dan atau barang
yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih
dekat kepada pemakai akhir. Kegiatan ini termasuk di dalamnya adalah jasa
industri/makloon dan pekerjaan perakitan (assembling). Kegiatan industri
pengolahan meliputi kegiatan ekonomi di bidang perubahan secara kimia atau
fisik dari bahan, unsur atau komponen menjadi produk baru. Bahan baku industri
pengolahan berasal dari produk pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan
atau penggalian seperti produk dari kegiatan industri pengolahan lainnya,
perubahan, pembaharuan atau rekonstruksi yang pokok dari barang secara umum
diperlakukan sebagai industri pengolahan. Unit industri pengolahan digambarkan
sebagai pabrik, mesin, atau peralatan yang khusus digerakkan dengan mesin dan
tangan. Kategori industri pengolahan adalah perubahan bahan menjadi produk
baru dengan menggunakan tangan, kegiatan maklon atau kegiatan penjualan
produk yang dibuat di tempat yang sama di mana produk tersebut dijual dan unit
yang melakukan pengolahan bahan-bahan dari pihak lain atas dasar kontrak.
Perusahaan Industri Pengolahan dibagi dalam 4 golongan4, yaitu :
1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)
4
Penggolongan perusahaan industri pengolahan ini semata-mata hanya didasarkan kepada
banyaknya tenaga kerja yang bekerja, tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu menggunakan
mesin tenaga atau tidak, serta tanpa memperhatikan besarnya modal perusahaan itu (BPS 2015).
6
2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)
3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)
4. Industri Mikro/Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip
Nurgandini (2014) menggolongkan jenis-jenis kelompok industri kecil, antara
lain:
1. Industri kecil pangan yang meliputi makanan ringan.
2. Industri kecil kimia, agro non pangan dan hasil hutan yang meliputi
minyak atsiri, industri kayu, dan industri komponen karet.
3. Industri kecil ringan, mesin dan elektronik yang meliputi industri
pengelolaan logam, industri komponen, dan suku cadang.
4. Industri kecil sandang, kulit, meliputi industri barang dan kulit.
5. Industri kerajinan dan umum, meliputi industri kerajinan ukiran.
Departemen Perindustrian dan Perdagangan (2001) seperti dikutip
Nurgandini (2014) juga membedakan kategori-kategori industri kecil sebagai
berikut:
1. Industri kecil modern, dengan kriteria adalah yang:
a. Menggunakan teknologi proses madya (intermediate process
technologies).
b. Menggunakan skala produksi terbatas.
c. Tergantung pada dukungan litbang dan industri- industri
perekayasaan (industri besar).
d. Dilibatkan dalam sistem produksi industri besar dan menengah dan
dengan sistem pemasaran domestik dan ekspor.
e. Menggunakan mesin khusus alat perlengkapan modal lainnya.
2. Industri kecil tradisional, dengan kriteria:
a. Teknologi proses yang digunakan secara sederhana.
b. Mesin yang digunakan dan alat penangkapan modal relatif lebih
sederhana.
c. Lokasi di daerah pedesaan.
d. Akses untuk menjangkau pasar di luar lingkungan langsungnya yang
berdekatan terbatas.
3. Industri kerajinan kecil yang meliputi berbagai industri kecil yang
sangat beragam mulai industri kecil yang menggunakan teknologi
sederhana sampai teknologi proses madya bahkan teknologi maju.
Selain itu, berpotensi untuk menyediakan lapangan pekerjaan dan
kesempatan memperoleh pendapatan bagi kelompok-kelompok yang
berpendapatan rendah terutama di pedesaan. Industri kerajinan kecil
juga didorong atas landasan budaya yakni mengingat peranan
pentingnya dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.
Klasifikasi industri yang digunakan oleh BPS dalam survei industri
pengolahan adalah klasifikasi yang berdasar kepada International Standard
Industrial Classification of all Economic Activities (ISIC) revisi 4 , yang telah
disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dengan nama Klasifikasi Baku Lapangan
Usaha Indonesia (KBLI) tahun 2009. Kode baku lapangan usaha suatu
perusahaan industri ditentukan berdasarkan produksi utamanya, yaitu jenis
komoditi yang dihasilkan dengan nilai paling besar. Apabila suatu perusahaan
7
industri menghasilkan 2 jenis komoditi atau lebih dengan nilai yang sama maka
produksi utama adalah komoditi yang dihasilkan dengan kuantitas terbesar.
Kategori industri pengolahan dibagi menjadi 16 subkategori, yaitu
1. Industri Pengolahan Batubara dan Pengilangan Minyak dan Gas Bumi
2. Industri Makanan dan Minuman
3. Industri Pengolahan Tembakau
4. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi
5. Industri Kulit, Barang dari Kulit, dan Alas Kaki
Subkategori ini mencakup pengolahan dan pencelupan kulit berbulu dan
proses perubahan dari kulit jangat menjadi kulit dengan proses
penyamakan atau proses pengawetan dan pengeringan serta pengolahan
kulit menjadi produk yang siap pakai, pembuatan koper, tas tangan dan
sejenisnya, pakaian kuda dan peralatan kuda yang terbuat dari kulit, dan
pembuatan alas kaki. Subkategori ini juga mencakup pembuatan produk
sejenisnya dari bahan lain (kulit imitasi atau kulit tiruan), seperti alas
kaki dari bahan karet, koper dari tekstil, dan lain-lain. KBLI 2009: kode
15.
6. Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus, dan Barang Anyaman
7. Industri Kertas dan Barang dari Kertas, Percetakan, dan Reproduksi
Media Rekam
8. Industri Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional
9. Industri Karet, Barang dari Karet, dan Plastik
10. Industri Barang Galian Bukan Logam
11. Industri Logam Dasar
12. Industri Barang Logam, Komputer, Barang Elektronik, Optik, dan
Peralatan Listrik
13. Industri Mesin dan Perlengkapan
14. Industri Alat Angkutan
15. Industri Furnitur
16. Industri Pengolahan Lainnya, Jasa Reparasi, dan Pemasangan Mesin
dan Peralatan
Berdasarkan data Sensus Ekonomi Penentuan Kriteria Usaha Mikro KecilUsaha Menengah Besar dari BPS (2006)5, jumlah UMKM menurut subkelompok
usaha dan status badan hukum yang paling banyak adalah berstatus tidak berbadan
hukum yang mencapai 95,10%. Persentase tersebut terdiri dari 95,63% milik
Usaha Mikro, 94,67% milik Usaha Kecil, dan 85,17% milik Usaha Menengah.
Hal tersebut mengindikasikan semakin kecil skala usaha, semakin sedikit usaha
yang berbadan hukum. Hal tersebut juga menyebabkan sulitnya UMKM untuk
akses ke kredit perbankan karena adanya status berbadan hukum akan
memudahkan akses UMKM dalam memperoleh permodalan dari sektor keuangan
formal.
Kualitas sumberdaya manusia UMKM dapat dilihat dari struktur umur
pengusaha dan tingkat rata-rata pendidikan formal. Berdasarkan data BPS (2006),
pengusaha Usaha Mikro dan Usaha Kecil didominasi oleh pengusaha berusia
muda sedangkan Usaha Menengah umumnya sudah lebih tua, yang rata-rata di
5
Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Evaluasi-Terhadap-Kriteria-UMK--UMB,-Hasil-SE06.pdf pada 23 Februari 2016, pukul 20.48 WIB
8
atas 45 tahun. Hal tersebut bisa dikarenakan pengusaha yang lebih tua dianggap
lebih mapan, bermodal, berpengalaman dan berwawasan lebih. Sedangkan dari
tingkat pendidikan, struktur umur pengusaha juga mengindikasikan hal yang
serupa. Rata-rata tingkat pendidikan formal pengusaha Usaha Mikro dan Kecil
lebih sedikit dibandingkan Usaha Menengah. Merujuk dari data BPS (2006)
menjelaskan bahwa pengusaha tamat sarjana lebih tinggi di Usaha Menengah
sehingga tingkat skala usaha juga meningkat karena butuh keterampilan tinggi dan
wawasan bisnis yang lebih luas. Karakteristik lainnya dapat juga dilihat dari status
pekerja.
Menurut data BPS (2006), jumlah tenaga kerja yang digaji lebih sedikit di
Usaha Mikro dan Usaha Kecil dibandingkan Usaha Menengah. Hal tersebut
menunjukkan sebagian besar Usaha Mikro dan Usaha Kecil memperkerjakan
anggota keluarga atau pengusahanya terlibat langsung sebagai tenaga kerja (selfemployment). Jenis kelamin ternyata juga mempengaruhi partisipasi wanita dalam
skala usaha. Merujuk dari data BPS (2006), peran wanita pengusaha lebih besar
sekitar 29% dibandingkan peran pria di sektor informal yang kebanyakan di
UMKM. Pada Usaha Mikro dan Usaha Kecil, tingkat partisipasi wanita sebagai
pengusaha lebih besar, tercatat 31,9% dan 22,67% sedangkan di Usaha Menengah
sekitar 16,25%. Keterlibatan pengusaha wanita dalam usaha ekonomi dapat dilihat
sebagai usaha perubahan perilaku ketimbang pendapatan. Peran perempuan dapat
dilihat sebagai harapan untuk menciptakan aksi ke depan dalam pencapaian
program pemberdayaan ekonomi (Blakely dan Bradshaw 2002).
Konsep Kapasitas
Kapasitas menurut Fatchiya (2010) didefinisikan sebagai kemampuan
pelaku usaha dalam menjalankan fungsi-fungsi usaha, memecahkan masalah,
merencanakan dan mengevaluasi usaha, serta memiliki daya adaptasi dalam
menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi. Pengembangan kapasitas pelaku
usaha adalah suatu upaya untuk mencapai kondisi kapasitas yang lebih tinggi,
dengan harapan pelaku usaha akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam
menjalankan usahanya dan pada akhirnya memiliki kemandirian tangguh yang
dicirikan dari kemampuannya bekerjasama dengan pihak lainnya. United Nation
Development Program (UNDP 1998) seperti dikutip Fatchiya (2010)
mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan individu, lembaga atau masyarakat
dalam menjalankan fungsi-fungsinya, memecahkan masalah, dan dalam
menyusun dan mencapai tujuan yang berkelanjutan, seperti yang dinyatakan
bahwa "capacity as the ability of individuals, institutions and societies to perform
functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable
manner.”
Konsep kapasitas mengacu pada tiga makna, yaitu sebagai (a) ABILITY,
power, strength, facility, gift, intelligence, efficiency, genius, faculty, capability,
forte, readiness, aptitude, aptness, competence or competency, (b) SIZE, room,
range, space, volume, extent, dimensions, scope, magnitude, compass, amplitude,
dan (c) FUNCTION, position, role, post, appointment, province, sphere, service,
office (Collins Essential Thesaurus 2006 seperti dikutip Fatchiya 2010). Hal
tersebut juga didukung oleh kapasitas yang dimiliki oleh seseorang tidak serta
merta diperoleh dengan sendirinya, melainkan berkembang sesuai dengan
9
perkembangan dirinya sebagai manusia yang meliputi perkembangan biologi,
psikologi, dan tingkah laku.
Konsep kapasitas dari Fatchiya (2010) juga menjelaskan level kapasitas
berada dari individu, kelompok, organisasi, sampai masyarakat. Biasanya ruang
lingkupnya adalah organisasi kemasyarakatan baik informal dan formal serta
organisasi pemerintah. Substansi yang terkandung dalam konsep kapasitas
tergantung dari levelnya. Pada level masyarakat, mencakup kepemimpinan,
partisipasi, pemberdayaan, jaringan sosial, nilai sosial, dan kemampuan kolektif.
Pada level organisasi terkait dengan aspek yang terkait dengan kepemimpinan,
misi dan strategi, administrasi (termasuk sumber daya manusia, manajemen
keuangan, dan hukum peraturan, kerjasama dan kolaborasi, evaluasi. Pada level
individu mencakup aspek personal dan profesi, seperti kepemimpinan,
keterampilan advokasi, kemampuan berbicara, keterampilan teknik, keterampilan
mengorganisir, kesadaran, keterampilan, pengetahuan, motivasi, komitmen, dan
kepercayaan diri.
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal/ Local Economic Development
Era saat ini, pertumbuhan ekonomi global maupun nasional mendapat
banyak perhatian dari lokalitas dan people oriented. Banyak komunitas yang
dituntut untuk kompetitif dalam mengambil kesempatan menciptakan usaha baru
dengan menggunakan sumber daya lokal baik itu dari alam, sosial, institusi, dan
fisik. Oleh karenanya, komunitas memerlukan kemitraan (partnership) untuk
mengidentifikasi aset sehingga dapat membangun ekonomi lokal.
Konsep yang mendasari PEL atau Local Economic Development (LED)
adalah kemitraan antara berbagai stakeholder dengan mengoptimalkan
sumberdaya manusia dan sumberdaya alam lokal dalam rangka pertumbuhan
ekonomi dan kesempatan kerja (Blakely dan Bradshaw 2002). Konsep PEL
dilandasi dua strategi dalam upaya percepatan pembangunan wilayah, yaitu
strategi “klaster ekonomi” untuk meningkatkan kesempatan memperoleh
pendapatan dan strategi “forum kemitraan” untuk mengadakan dialog partisipatif
antarstakeholder. Pada dasarnya, proses konsep PEL adalah location theories dan
economic base theories. Location theories memberikan parameter realistik untuk
komunitas dalam proses pengembangan sedangkan economic base theories
menekankan jaringan kemitraan. Secara garis besar, PEL adalah usaha
mengoptimalkan sumber daya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha,
masyarakat lokal dan organisasi masyarakat madani untuk mengembangkan
ekonomi pada suatu wilayah.
Teori pengembangan yang ada saat ini dirasa kurang relevan untuk
mendeskripsikan dan mengarahkan aktivitas pengembangan ekonomi lokal.
Blakely dan Bradshaw (2002) merefomulasikan dan mensintesiskan konsep lama
dan baru sehingga tercipta komponen-komponen pengembangan ekonomi lokal
yang relevan.
10
Tabel 2 Reformulasi komponen pengembangan ekonomi lokal
Komponen
Konsep Lama
Konsep Baru
Lokasi
fisik
(dekat
Lingkungan
yang
Lokalitas
sumber
daya
alam, berkualitas dan kapasitas
transportasi, pasar) yang komunitas yang kuat
meningkatkan
pilihan ditambah
keuntungan
ekonomi.
alam untuk pertumbuhan
ekonomi.
industri
Basis Ekonomi dan Industri dan perusahaan Klaster
basis
ekspor kompetitif berhubungan
Bisnis
menciptakan pekerjaan dengan jaringan regional
dan
menstimulasi dari
semua
jenis
peningkatan bisnis lokal. perusahaan yang dapat
menciptakan
pertumbuhan ekonomi
baru dan pendapatan.
banyak Perkembangan
Sumber
Daya Semakin
perusahaan
yang keterampilan
yang
Pekerjaan/Manusia
menciptakan pekerjaan, komprehensif
dan
walaupun upah rendah.
inovasi
teknologi
mengarahkan
pada
pekerjaan
yang
berkualitas dan upah
yang tinggi.
tujuan Kolaborasi
kemitraan
Sumber
Daya Organisasi
tunggal
dapat dari
banyak
grup
Komunitas
meningkatkan
komunitas dibutuhkan
kesempatan
ekonomi untuk
mendirikan
suatu komunitas.
organisasi yang luas
untuk
mendukung
industri yang kompetitif.
Setiap daerah mempunyai permasalahan dan kebutuhannya masingmasing. Keberagaman aset dan potensi yang ada tidak dapat dihadapi dengan satu
pendekatan ekonomi lokal. Keempat konsep di atas dapat digunakan sebagai
pendekatan strategi di suatu daerah yang dapat disesuaikan dan dikombinasikan
dengan situasi kondisi dan kebutuhan daerah tersebut.
Strategi The Locality Development digunakan untuk membangun dimensi
lingkungan. Berbagai input ekonomi seperti persediaan listrik, air, infrastruktur
dapat mempengaruhi desain program pengembangan ekonomi lokal. Beberapa
alat untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi lokal antara lain:
- Planning and development controls. Mempengaruhi iklim investasi.
- Economic and enterprise zones. Merevitalisasi area yang usang.
- Transportation and major infrastructure. Meningkatkan aset publik
seperti sungai, taman, dan lain-lain.
- Land and streetscaping. Membuat penghijauan atau standar fisik
bangunan yang komersil.
11
-
Household services and housing. Tempat tinggal yang layak dan
tenaga kerja yang terlatih dapat menjadi dorongan pekerjaan yang
potensial.
Strategi The Business Development digunakan untuk sisi permintaan untuk
memperkuat dan memperluas usaha yang ada sehingga dapat meningkatkan
jumlah pekerjaan. Beberapa mekanisme yang dapat digunakan antara lain:
- Small business assistance centers. Untuk menyediakan pelatihan
manajemen, konseling, konsultasi agar dapat membantu perluasan
kinerja.
- Technology and business parks. Untuk menyediakan infrastruktur yang
relevan.
- Venture financing companies. Akses pada sektor finansial formal.
- One-stop business information centers. Memperlancar kebutuhan
informasi bisnis.
- Micro-entreprises programs. Menyediakan peminjaman berbasis
kelompok yang dapat membangun modal sosial secara kolektif.
Strategi The Human Resources digunakan untuk sisi penyediaan agar
sumberdaya manusia dapat menciptakan pekerjaan yang baik untuk komunitas
yang underemployed. Metodenya terdiri dari:
- Customized training. Pelatihan berdasarkan kebutuhan.
- Targeted placement. Memastikan seseorang yang mendapat
pendampingan pemerintah dapat menyewa personel yang
terkualifikasi.
- Welfare to work. Memanfaatkan badan/institusi yang potensial untuk
mendesain pekerjaan yang ada local assistance.
- School to work programs. Bertujuan untuk memberdayakan kaum
muda dan mengarahkan mereka pada kebutuhan pekerjaan sesuai
proses pendidikan yang mereka tempuh.
- Local employment programs. Program peningkatan keterampilan.
Strategi The Community-Based Employment Development digunakan
untuk dimensi kemasyarakatan untuk mempromosikan ekonomi demokrasi dan
perantara sistem kesejahteraan sosial dan ekonomi lokal. Aktivitas dasar yang
terhimpun terdiri dari:
- Community-based development organizations. NGO yang dapat
mengoperasikan aktivitas kewirausahaan dan jasa komunitas.
- Cooperatives. Pembagian kerjasama dan tanggung jawab bersama
untuk menghasilkan kesejahteraan/pekerjaan.
- Land trust and similar community ownership instruments. Kendaraan
untuk kontrol kepemilikan lokal dari aktivitas ekonomi komunitas.
Dalam mengubah pengembangan ekonomi, konsep pengembangan
ekonomi lokal menekankan people dan place. Konsep tersebut merupakan proses
yang menekankan pengoptimalan sumberdaya alam dan manusia untuk
membangun pembangunan dan menciptakan kesejahteraan sesuai potensi
lokal/daerah. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan ekonomi lokal, baik
individu maupun institusi harus bertumpu pada sumberdaya lokal yang dapat
menciptakan kesempatan kesejahteraan yang berkelanjutan secara lokal.
Pemerintah perlu melibatkan institusi lokal yang ada termasuk level masyarakat
12
dengan meningkatkan ketetapan politikal mereka dengan mendukung melalui
financial resources dan technical assistance to localities.
Tujuan dari strategi pengembangan ekonomi lokal terdiri dari (1)
menciptakan pekerjaan berkualitas yang sesuai dengan konsep ekonomi baru dan
yang sesuai dengan keterampilan dan kapasitas komunitas, (2) mencapai stabilitas
ekonomi lokal, dan (3) membangun diversitas ekonomi dan pekerjaan. Untuk
mencapai tujuan tersebut perlu mengetahui sektor yang mendominasi
perekonomian lokal/daerah (misal pertanian, kehutanan, manufaktur, dan lainlain), mengidentifikasi keterhubungan sektor ekonomi lokal dan ekonomi
eksternal untuk mengukur respon perubahan ekonomi regional, nasional, bahkan
internasional, menilai potensi dan peluang lokal untuk pertumbuhan,
kerberlanjutan, dan kemunduran ekonomi serta mengidentifikasi kemungkinan
pengembangan ekonomi yang bisa digunakan sebagai penyangga perubahan pada
perekonomian lokal serta saling melengkapi perubahan yang ada di ekonomi lokal
dan regional, dan terakhir untuk mengeksplorasi populasi lokal atau
kepemimpinan politik yang berdampak penting pada isu pekerjaan, perdagangan,
pendapatan, penerimaan publik, pengeluaran, produktivitas ekonomi, kualitas
pekerjaan, dan kualitas hidup.
Karakteristik Pengusaha
Seorang pengusaha adalah a risk taker. Menurut The American Heritage
Dictionary seperti dikutip Nitisusastro (2010), wirausahawan didefinisikan
dengan
seseorang
yang
mengorganisasikan,
mengoperasikan,
dan
memperhitungkan risiko untuk sebuah usaha yang mendatangkan laba. Nilai-nilai
personal juga mempengaruhi keberhasilan dalam berwirausaha (Alma 2009),
seperti keinginan menghasilkan superior produk, layanan berkualitas terhadap
konsumen, fleksibel menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, kemampuan
dalam manajemen, dan memiliki sopan santun dan etika dalam berbisnis. Menurut
Irawan dan Putra (2007), wirausahawan mempunyai karakter keberanian,
kepercayaan diri, dan kepemimpinan personal.
Nilai-nilai kewirausahaan seorang pengusaha berasal dari faktor internal
dan faktor eksternal. Penelitian Zahara (2014) menunjukkan bahwa karakteristik
pribadi berhubungan dengan kapasitas perempuan pengusaha bordir Aceh seperti
umur, pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, pengalaman usaha,
jumlah anak balita, dan frekuensi mengikuti pameran. Sedikit berbeda dengan
penelitian Zahara (2014), Syariifah (2016) meneliti faktor internal pengrajin yang
berhubungan dengan kapasitas pengrajin dalam usaha anyaman bambu, yaitu jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan formal, frekuensi mengikuti pelatihan, sumber
awal modal usaha, pengalaman usaha, motivasi usaha, jumlah tenaga kerja, dan
cara penjualan. Menurut penelitian Nurgandini (2014), terdapat empat
karakteristik individu yang mempengaruhi modal sosial dalam keberhasilan
industri tas, yaitu usia, tingkat pendidikan, motivasi wirausaha, dan keahlian.
Sedikit berbeda dengan penelitian Triutami (2013) yang meneliti keberhasilan
industi sepatu, karakteristik individu yang diukur adalah usia, tingkat pendidikan,
dan lama usaha. Sedangkan penelitian Fazlurrahman (2015) menunjukkan
karakter pribadi dan modal sosial berpengaruh dalam kemampuan wirausaha
perempuan peserta Mitra Agribisnis seperti usia, pendidikan, pengalaman, dan
13
pelatihan. Hasil penelitian tim Thoha et. al (2001) memperlihatkan bahwa faktor
internal yang mempengaruhi skala usaha, meliputi:
1. Umur pengusaha, yaitu yang efektif kurang dari 45 tahun.
2. Tingkat pendidikan berpengaruh positif terhadap keberhasilan
pengembangan skala usaha.
3. Rata-rata lama usaha untuk peningkatan skala usaha adalah sekitar 510 tahun.
4. Kerjasama antar sesama pengusaha.
5. Aspek kewirausahaan seperti ketepatan dalam melayani
pesanan/perjanjian bisnis, sikap menghadapi persaingan dan
ketidakpastian usaha, sikap optimisme dalam pengembangan usaha di
masa depan, visi usaha serta berbagai jenis inovasi (proses produksi,
desain produk kualitas produk, dan kecanggihan teknologi).
Pemberdayaan UMKM
Pemberdayaan merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris dari istilah
empowerment yang secara harfiah diartikan sebagai “pemberkuasaan” dalam arti
pemberian atau peningkatan kekuasaan pada masyarakat yang lemah atau tidak
beruntung. Empowerment aims to increase the power of dis-advantaged demikian
menurut Jim Ife seperti dikutip Suharto (2014). Secara politis, community
development didasarkan pada prakarsa komunitas itu sendiri maupun pemerintah
dalam rangka memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, dan kebudayaan serta
mengintegrasikanya ke dalam kehidupan komunitas tersebut. Adapun unsur-unsur
penting yang terkandung dalam community development, yaitu: (1) komunitas
sebagai unit kegiatan, (2) adanya inisiatif komunitas setempat dan unsur
kepemimpinan sebagai sumber, (3) menggunakan sumber internal dan eksternal,
dan (4) adanya partisipasi menyeluruh (Hasim dan Remiswal 2009).
Pergeseran paradigma dari production centered development menuju
people centered development dapat dikatakan sebagai salah satu pendekatan
strategi pemberdayaan UMKM. Dalam paradigma people centered development,
prinsip keswadayaan memfokuskan relasi antara tempat, masyarakat, dan
sumberdaya yang terjalin dalam sistem ekologi manusia yang mendukung
kemandirian di tingkat lokal. Keswadayaan di tingkat lokal memprioritaskan
kepada penciptaan kondisi-kondisi yang memungkinkan komunitas dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dengan menggunakan sumberdaya lokal
yang di bawah kontrol masyarakat lokal. Dengan demikian, pengembangan
kelembagaan dapat berpusat pada rakyat (Nasdian 2014).
14
Production Center
Development
-
Sentralisasi
Mobilisasi
Penaklukan
Eksploitasi
Hubungan Fungsional
Nasional
Ekonomi Konvensional
Unsustainable
People Center
Development
- Desentralisasi
- Partisipasi
- Pemberdayaan
- Pelestarian
- Jejaring Sosial
- Teritorial
- Keswadayaan Lokal
- Sustainable
Gambar 2 Pergeseran paradigma pembangunan dari production center
development ke people center development (Nasdian 2014)
Tingkat keberdayaan pelaku usaha dapat diukur dari kemampuan akses
pelaku terhadap sumber-sumber penting. Berdasarkan hasil penelitian Sudantoko
(2011), tingkat keberdayaan pelaku IKM Batik Pengalongan masih tergolong
kurang berdaya. Hal tersebut dikarenakan akses usaha, akses pasar, akses
teknologi, akses SDM masih rendah. Dari faktor akses usaha, pelaku IKM baru
sebanyak 37% yang pernah menerima bantuan kredit. Hal tersebut disebabkan
prosedur peminjaman yang rumit dan memberatkan. Begitupun dengan bantuan
dari lembaga keuangan yang lainnya. Dari faktor akses pasar juga sama, yaitu
sebesar 40% yang menggunakan informasi pasar, sisanya belum pernah
memanfaatkan informasi pasar untuk mengembangkan usahanya. Dari faktor
akses sumberdaya manusia, kemampuan melobi masih rendah yaitu hanya 29%
karena sebagian besar pelaku IKM batik meminta pertolongan atau kerja sama
dengan saudara/teman saja.
BPS (2015) menjelaskan mengenai indikator-indikator yang diukur dalam
Survei Industri Mikro dan Kecil. Indikator-indikator tersebut terdiri dari
banyaknya usaha, banyaknya tenaga kerja, pengeluaran untuk tenaga kerja,
struktur input dan output, kendala dan pemasaran, serta keterangan lain yang
berkaitan dengan IMK dalam Profil Industri Mikro dan Kecil tahun 2015. Hal
tersebut mengindikasikan bagaimana tingkat keberdayaan usaha IMK dalam
pengembangan usahanya. Data tersebut menyebutkan bahwa kebanyakan alasan
utama usaha IMK tidak menerima pelayanan/bantuan pengembangan usahanya
adalah dikarenakan tidak tahu ada bantuan sebesar 64,61%, diikuti dengan alasan
tidak tahu prosedur mencapai 15,82% dan tidak berminat sekitar 14,81%. Selain
itu, belum semua pengusaha IMK memanfaatkan koperasi karena 97,35% dari
mereka tidak menjadi anggota koperasi. Sebagian besar atau sekitar 90,11% usaha
IMK tidak menjalin kemitraan. Pengusaha IMK juga masih memasarkan hasil
produksi dalam satu kabupaten/kota, yaitu sebesar 89,45%. Ekspor hasil industri
IMK pada industri yang melakukan pemasaran ke luar negeri hampir seluruhnya
(99,81%) sebesar kurang dari 25% dari hasil produksi perusahaan/usaha. Data
tersebut menunjukkan kondisi perekonomian Indonesia yang belum pulih
15
sepenuhnya dari krises ditandai oleh belum berubahnya iklim usaha secara umum.
BPS (2015) menyebutkan bahwa usaha IMK masih memerlukan pembinaan yang
terus menerus agar permasalahan pemasaran, permodalan, dan pengelolaan dapat
diatasi.
Pembinaan UMKM perlu dilakukan dalam rangka pengembangan UMKM
menjadi usaha yang berdaya. Pembinaan UMKM terdiri dari upaya
pemberdayaan, pengembangan, pembiayaan, penjaminan, dan kemitraan. Upayaupaya tersebut dilakukan secara sinergis oleh pemerintah, masyarakat, dan dunia
usaha melalui pemberian fasilitas bimbingan pendampingan dan bantuan
perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing
UMKM.
Landasan pemberdayaan UMKM adalah Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008. Undang-Undang tersebut menjelaskan pemberdayaan UMKM yang
bertujuan (Malano 2011 dan Nitisusastro 2010):
a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang,
berkembang, dan berkeadilan.
b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan UMKM menjadi
usaha yang tangguh dan mandiri.
c. Meningkatkan peran UMKM dalam pembangunan daerah, penciptaan
lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan
pengentasan rakyat dari kemiskinan.
Prinsip pemberdayaan UMKM meliputi:
a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan UMKM
untuk berkarya dengan prakarsa sendiri.
b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan
berkeadilan.
c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar
sesuai dengan kompetensi UMKM.
d. Peningkatan daya saing UMKM.
e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara
terpadu.
Oleh karenanya, dalam rangka mencapai tujuan pemberdayaan UMKM,
peran pemerintah pusat dan daerah harus:
a. Menumbuhkan iklim usaha yang kondusif dengan menetapkan
peraturan perundang-undangan tentang: pendanaan, sarana prasarana,
informasi, kemitraan, perizinan, kesempatan berusaha, promosi, dan
dukungan kelembagaan.
b. Memfasilitasi pengembangan UMKM bersama-sama dunia usaha dan
masyarakat dalam bidang: produksi dan pengolahan, pemasaran,
sumber daya manusia, dan desain serta teknologi.
c. Menyediakan pembiayaan dan penjaminan bagi UMKM bersama-sama
dunia usaha dan masyarakat berupa: kredit perbankan, pinjaman
lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari
penyisihan bagian laba tahunan BUMN, hibah, dan jenis pembiayaan
lainnya yang tidak mengikat.
d. Memfasilitasi kemitraan antar-UMKM dan kemitraan antara UMKM
dan Usaha Besar dengan pola: inti plasma, subkontrak, dagang umum,
16
bagi hasil, waralaba, keagenan, kerja sama operasional, usaha
patungan, dan penyumberluaran (outsourching).
e. Melakukan koordinasi dan pengendalian pemberdayaan UMKM.
f. Melaksanakan sanksi pidana dan administratif kepada Usaha
Menengah dan Usaha Besar yang merugikan pemberdayaan UMKM.
Jejaring Bisnis
Jejaring adalah asosiasi-asosiasi dari individu atau organisasi yang
berkomunikasi satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan kesalingmanfaatan
(mutual benefit) (Holmlund dan Fulton 1999 seperti dikutip Irawan dan Putra
2007). Jejaring (networks) akan menghasilkan eksternalitas positif pada produksi
dan konsumsi, baik secara langsung maupun tidak langsung (Economides 1995
seperti dikutip Irawan dan Putra (2007).
Dalam konteks modal sosial, Field (2010) mengutip dari Hendry et. al
(1991) mengungkapakan bahwa jaringan dapat membantu memberikan akses
keuangan. Bahkan jaringan juga dipandang memberikan kontribusi konsisten dan
stabil yang dapat menjadi sesuatu yang vital untuk mendorong usaha tetap
bertahan dari guncangan yang membuat usaha menjadi terkendala atau mengalami
pasang surut. Jaringan dapat menjadi peran penting dalam pengembangan usaha,
dengan jaringan sosial seperti keluarga dan persahabatan yang didukung oleh
hubungan yang berbasis kekerabatan, dapat mempermudah akses usaha maupun
ketika membutuhkan pekerjaan (Field 2010). Dalam konteks manfaat jejaring,
jejaring adalah cara untuk menghasilkan keahlian dan bahwa terdapat keuntungan
(advantages) dari adanya hubungan jejaring yang meningkat secara terus menerus
(Holmlund dan Fulton 1999 seperti dikutip Irawan dan Putra 2007).
Berhubungan dengan jejaring, ternyata unsur kepercayaan antarpribadi
secara umum memiliki asosiasi positif dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan
ketika mengontrol faktor lain (Knack dan Keefer 1997 seperti dikutip Irawan dan
Putra 2007). Definisi kepercayaan (trust) dalam Oxford English Dictionary
dijelaskan sebagai confidence in yang berarti yakin dan reliance on yang
bermakna percaya atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau seseorang, atau
kebenaran suatu pernyataan (Triutami 2013). Kepercayaan adalah hubungan
antara dua belah pihak atau lebih yang mengandung harapan yang
menguntungkan salah satu pihak atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial
(Lawang 2004 seperti dikutip Triutami 2013).
Hal yang menarik terkait jejaring dan kepercayaan dapat dilihat dari
praktik bisnis etnis Tionghoa yang menggunakan jejaring kepercayaan yang
disebut guanxi. Nilai Konfusianisme menjadi pendorong utama bagi pelaku bisnis
etnis Tionghoa dalam metode bisnisnya termasuk hal pembentukan jejaring bisnis.
Guanxi adalah jejaring bisnis yang dibangun atas dasar kepercayaan dalam rangka
mewujudkan kepentingan bersama dari para anggotanya. Guanxi memfasilitasi
pertukaran informasi dalam pengambilan keputusan bisnis, rekrutmen karyawan,
pencarian dan transaksi mitra bisnis dan sumber pendanaan untuk tujuan strategis.
Etika dalam guanxi menekankan pada penjagaan martabat dan nilai baik,
memegang komitmen lisan, menjaga kepercayaan, reciprocal obligation,
solidaritas dan tolong menolong. Nilai-nilai tersebut diturunkan lintas generasi
melalui pendidikan keluarga (Irawan dan Putra 2007).
17
Awalnya guanxi hanya berlaku sebatas etnis Tionghoa, namun dalam
konteks globalisasi, jejaring bisnis non-Tionghoa berkembang pesat. Di Indonesia
ada beberapa karakteristik guanxi antara lain hubungan keluarga sebagai titik awal
pengembangan bisnis dan pencarian mitra/karyawan, profesionalitas di samping
kepercayaan sebagai faktor dalam pengambilan keputusan bisnis maupun
manajerial, dan pergaulan sekolah/kuliah, kesamaan hobi, atau keahlian/profesi.
Kerangka Pemikiran
Sektor industri mikro dan kecil memberikan kontribusi bagi percepatan
perekonomian daerah. Sektor tersebut terbukti berperan dalam penyerapan tenaga
kerja yang sangat besar dan memperluas kesempatan kerja sehingga dapat
mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran. Namun dibalik potensinya,
masih banyak persoalan umum yang ditemukan dalam hambatan UMKM
berkinerja antara lain keterbatasan modal, kualitas sumber daya manusia yang
rendah, keterbatasan teknologi, akses kredit yang menyulitkan, dan kesulitan
pemasaran (Tambunan 2009). Akar dari permasalahan umum tersebut adalah
kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah sehingga berdampak pada
persoalan yang lainnya. Pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan jiwa
kewirausahaan sangat mempengaruhi kualitas seorang pengusaha. Namun,
merujuk data-data dari berbagai literatur yang sudah disebutkan di atas, pengusaha
yang didominasi dewasa berumur di atas 45 tahun, tingkat pendidikan yang
rendah, alasan berwirausaha karena usaha turun temurun, tidak tahu adanya
bantuan maupun prosedur bantuan, dan tidak menjadi anggota koperasi
merupakan faktor yang berasal dari pribadi sendiri (internal). Hal-hal inilai yang
menggambarkan karakteristik UMKM relatif rendah. Oleh karenanya, dalam
penelitian ini ingin dibahas karakteristik pengusaha yang diukur dari umur,
tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, dan tingkat kewirausahaan.
Karakteristik tersebut ingin diteliti hubungannya dengan tingkat keberdayaan
usaha. Seseorang yang pribadinya berwawasan, berpengalaman, dan a risk taker
akan menunjukkan kepribadian yang independen/mandiri/berdaya sehingga dia
mampu memanajemen, mengorganisasikan, memobilisasi usahanya dengan
optimal. Tingkat keberdayaan usaha untuk pengembangan industri mikro dan
kecil yang diukur adalah permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, pendapatan,
dan prospek usaha. Sesuai dengan peran industri mikro dan kecil dalam ekonomi
kerakyatan di mana sistem ekonomi tersebut memberikan keadilan dan
pemerataan kesejahteraan, maka diperlukan upaya-upaya pengembangan usaha
agar IMK dapat berperan dalam percepatan perekonomian di daerah. Dengan
adanya tingkat keberdayaan usaha, akan berdampak pada kapasitas IMK dalam
pengembangan ekonomi lokal/daerah. Indikator kapasitas pengembangan
ekonomi lokal yang akan dilihat terdapat dalam empat aspek yaitu aspek lokalitas,
aspek bisnis, aspek sumber daya manusia, dan aspek komunitas. Keempat aspek
tersebut merupakan konsep-konsep baru hasil reformulasi dalam pengembangan
ekonomi lokal (Blakely dan Bradshaw 2002).
18
Karakteristik Pengusaha
(X):
1. Umur
2. Tingkat Pendidikan
3. Tingkat Pengalaman
Usaha
4. Tingkat Kewirausahaan
Keterangan:
Tingkat Keberdayaan
Usaha (Y):
1. Permodalan
2. Ketenagakerjaan
3. Teknologi
4. Pendapatan
5. Prospek Usaha
Tingkat Kapasitas
Pengembangan
Ekonomi Lokal (Z):
1. Aspek Lokalitas
2. Aspek Bisnis/Ekonomi
3. Aspek Sumber Daya
Manusia
4. Aspek Komunitas
Memiliki hubungan
Gambar 1 Kerangka pemikiran
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dijelaskan di atas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan adalah:
1. Karakteristik pengusaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat
keberdayaan usaha.
2. Tingkat keberdayaan usaha diduga memiliki hubungan dengan tingkat
kapasitas pengembangan ekonomi lokal.
19
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data
kualitatif. Pendekatan kuantitatif diperlukan untuk pengambilan data dan
informasi yang diperoleh melalui metode survei. Metode survei dilakukan dengan
menggunakan kuesioner kepada responden yang dipilih dari seluruh populasi
pengusaha tas di Desa Bojong Rangkas. Penelitian ini bersifat eksplanatori karena
menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun
dan Effendi 2006). Sementara itu, penelitian kualitatif dengan panduan pertanyaan
wawancara mendalam digunakan untuk pengambilan data yang bersifat deskriptif.
Informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini digunakan sebagai
interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan kuantitatif, memahami
secara mendalam rincian peristiwa, menggali realitas, proses sosial, dan makna
yang berkembang dari responden dan informan. Penelitian yang bersifat deskriptif
berguna untuk membuat penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea.
Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) karena Kecamatan
Ciampea merupakan sentra IKM tas yang ada di Kabupaten Bogor. Kecamatan
Ciampea terdiri dari 13 desa di mana Desa Bojong Rangkas merupakan desa
dengan jumlah industri menengah dan besar serta tenaga kerja paling banyak6.
Proses penyusunan skripsi dilaksanakan dalam waktu lima bulan yang diawali
penjajagan pada bulan Januari 2016. Pengambilan data sekunder pada bulan
Februari 2016 kemudian dilanjutkan pengambilan data primer pada bulan Maret
2016. Berikut rincian kegiatan proses penyusunan skripsi.
Tabel 1 Jadwal proses penyusunan skripsi tahun 2016
Kegiatan
Penyusunan dan
Pengumpulan Proposal
Skripsi
Kolokium
Perbaikan Proposal
Pengambilan Data
Lapang
Pengolahan dan
Analisis Data
Penulisan Draft
Skripsi
Uji Petik
Sidang Skripsi
Perbaikan Laporan
Skripsi
6
Januari
Feb
Maret
April
Data didapat dari Kecamatan Ciampea dalam Angka 2013 (http://bogorkab.bps.go.id)
Mei
20
Teknik Pengambilan Responden dan Informan
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua unit usaha pengrajin tas
yang masih aktif di Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah usaha rumah
tangga pengrajin tas. Populasi responden yang didapat dengan sensus adalah 35
unit usaha tas. Berdasarkan populasi tersebut, kemudian ditentukan sampel
penelitian atau calon responden sebanyak 35 unit usaha yang tersebar dari RW 01
sampai RW 06.
Penetapan informan akan dilakukan dengan menggunakan teknik bola salju
(snowball) yang memungkinkan perolehan data dari satu informan ke informan
lainnya. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak
lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Informan
kunci yang dipilih adalah camat Kecamatan Ciampea, kepala Desa Bojong
Rangkas, ketua RT/RW, tokoh masyarakat, pengumpul dan distributor tas yang
ada di Desa Bojong Rangkas.
Teknik Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lapangan
dari
responden dan informan dengan menggunakan kuesioner maupun
wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan. Data sekunder yang
digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari profil Desa Bojong Rangkas, data
demografi desa, data monografi desa, data Badan Pusat Statistik dan berbagai
literatur yang terkait dengan penelitian ini, yakni buku, jurnal penelitian, dan
internet. Teknik pengumpulan data pada metode kuantitatif dilakukan dengan
melakukan wawancara berdasarkan kuesioner yang sudah dibuat kepada
responden yang juga didukung wawancara mendalam. Sedangkan penelitian
kualitatif dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan
serta penelusuran dokumen. Pengujian tersebut dimaksudkan untuk menguji
validitas dan reliabilitas kuesioner yang digunakan sebagai instrumen
pengumpulan data kuantitatif.
Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data
No
Kebutuhan
Data
Metode
Survei
Pengamatan
Data
sekunder
Wawancara
mendalam
1.
Data
jumlah √
pengusaha
√
√
-
2.
Peta desa dan data monografi
Desa
Bojong
Rangkas
Karakteristik
√
pengusaha tas
-
√
-
√
-
√
3.
21
4.
5.
Tingkat
keberdayaan
usaha
Tingkat
kapasitas
pengembangan
ekonomi lokal
√
√
-
√
√
√
-
√
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data sekunder yang diperoleh secara kualitatif seperti gambaran umum
pengrajin tas di Kecamatan Ciampea, profil Desa Bojong Rangkas, data
monografi desa, data demografi desa, dan data sekunder lainnya akan
dideskripsikan dan diinterpretasikan.
Data primer yang diperoleh secara kuantitatif di lapangan akan melalui
proses pengolahan data. Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang
telah dirumuskan. Proses pengolahan data ini meliputi proses pembuatan kode,
pemberian skor, dan kemudian dimasukkan ke dalam SPSS Statistic 20 dan
Microsoft Excel 2013. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Analisis deskriptif kualitatif, digunakan untuk menggambarkan
karakteristik pengusaha tas dan perkembangan usahanya serta keadaan
industri tas di Desa Bojong Rangkas melalui wawancara mendalam.
Data primer yang diperoleh secara kualitatif akan dikumpulkan dalam
sebuah catatan harian kemudian akan dilakukan reduksi data dan
disusun menjadi sebuah manuskrip yang akan digunakan sebagai
penjelasan data yang diperoleh dari pendekatan kuantitatif.
2. Analisis kuantitatif deskriptif, digunakan untuk menggambarkan
karakteristik pengrajin tas di Desa Bojong Rangkas yang meliputi:
umur, tingkat pendidikan, tingkat pengalaman usaha, tingkat
kewirausahaan; tingkat keberdayaan usaha, yaitu: permodalan,
ketenagakerjaan, teknologi, keuntungan, prospek usaha; serta kapasitas
pengembangan usaha yang diteliti dalam aspek lokalitas, aspek bisnis,
aspek sumber daya manusia, dan aspek komunitas.
Analisis statistik inferensial dengan uji korelasi Rank Sperman untuk
mengetahui hubungan antara variabel karakteristik pengusaha dengan tingkat
keberdayaan usaha, serta hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dengan
tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal. Sebelum dilakukan uji Rank
Sperman, akan dilakukan penyusunan tabel frekuensi terlebih dahulu, kemudian
disusun menjadi tabel tabulasi silang, setelah itu dilakukan uji Rank Sperman
untuk menguji seberapa besar hubungan antar variabel yang diuji.
Definisi Operasional
Karakteristik Pengusaha
Karakteristik pengusaha adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam
individu pelaku usaha. Faktor-faktor tersebut terdiri dari umur, tingkat
pendidikan, tingkat pengalaman usaha, dan tingkat kewirausahaan. Karakteristik
pelaku tersebut kemudian dikategorikan ke dalam tiga tingkatan, yaitu rendah,
sedang, tinggi.
22
Tabel 3 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran
karakteristik pengusaha
Variabel
X1
Umur
X2
Tingkat
pendidikan
X3
X4
Definisi
Operasional
Masa hidup yang
dilalui responden.
Indikator
Tahun kelahiran
responden yang
dibulatkan ke
bawah sebelum
ulang tahun
terakhir.
Strata pendidikan
formal terakhir
yang ditamatkan
atau lama tahun
pendidikan formal
terakhir.
Jenjang
pendidikan
formal yang
berhasil
ditamatkan atau
tidak berhasil
ditamatkan (lama
tahun).
Tingkat
1. Lamanya
1. Lama tahun
pengalaman
waktu dalam
menjalani usaha.
usaha
menjalankan 2. Pernyataan
usaha.
responden
2. Akumulasi
tentang lama
pengetahuan
usaha membuat
dan
keterampilan
keterampilan.
semakin mahir
dengan skala
Likert.
Tingkat
1. Alasan/motiva 1. Pengkategorian
kewirausahaan
si membuka
alasan/motivasi
usaha industri
responden
kerajinan tas.
membuka usaha
2. Sikap,
industri
perilaku, dan
kerajinan tas
sifat seorang
yaitu terpaksa,
pengusaha.
adanya
kesempatan, dan
keinginan jadi
wirausaha.
2. Diukur
berdasarkan
pernyataan
responden
tentang sikap,
perilaku, dan
sifat
kewirausahaan
dengan skala
Likert.
Kategori
Pengukuran
1. Rendah : X ≤ ½
SD.
2. Sedang : ½ SD
< X < ½ SD.
3. Tinggi : X ≥ ½
SD.
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
23
Tingkat Keberdayaan Usaha
Tingkat keberdayaan usaha adalah indikator suatu usaha dikatakan
berdaya jika usaha tersebut dapat mengakses sumber-sumber yang penting yang
mendukung perkembangan atau pertumbuhan skala usaha. Tingkat keberdayaan
usaha diukur dari permodalan, ketenagakerjaan, teknologi, keuntungan, jejaring
bisnis, dan prospek usaha. Tingkat keberdayaan usaha tersebut dikategorikan
menjadi tiga tingkatan yaitu rendah, sedang, tinggi.
Tabel 4 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat
keberdayaan usaha
Y1
Variabel
Definisi Operasional
Permodalan
Menunjukkan kondisi 1.
yang
sah
secara
hukum atas pemilikan
modal usaha.
2.
3.
Y2
Ketenagakerjaan
Semua orang yang 1.
terlibat
secara
langsung
dalam
kegiatan/pekerjaan di 2.
usaha.
3.
4.
5.
6.
7.
Y3
Teknologi
Kategori
Pengukuran
Nilai
rupiah 1. Rendah
modal
lancar: 2. Sedang
uang tunai dan 3. Tinggi
barang produksi.
Sumber
modal
usaha.
Alasan
tidak
meminjam
dari
bank.
Jumlah
tenaga 1. Rendah
kerja tetap dan 2. Sedang
tidak tetap.
3. Tinggi
Jumlah hari kerja.
Jumlah
tenaga
kerja dibayar dan
tidak dibayar.
Jumlah
tenaga
kerja
berdasar
kelompok umur.
Jumlah
tenaga
kerja
berdasar
jenis pekerjaan.
Jumlah
tenaga
kerja
berdasar
tingkat
pendidikan.
Nilai rupiah balas
jasa
pekerja
dibayar baik tetap
maupun
tidak
tetap.
Sumber
1. Rendah
pembelajaran
2. Sedang
teknik produksi.
3. Tinggi
Penggunaan
komputer.
Pemanfaatan
internet.
Status
kepemilikan jenis
Indikator
Pemanfaatan
1.
teknologi/teknik baik
materi/fisik,
pengetahuan,
2.
keterampilan dalam
mengelola usaha.
3.
4.
24
5.
6.
Y4
Pendapatan
Total
pemasukan 1.
yang dihasilkan dari
usaha produksi, jasa
industri, kegiatan lain 2.
namun masih satu
kesatuan usaha, dan
lainnya.
3.
4.
Y5
Prospek Usaha
Besar
kecilnya 1.
kendala/kesulitan
yang
dialami
pengusaha
serta
upaya yang dilakukan 2.
untuk keberlanjutan
usaha.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
mesin penggerak,
mesin
jahit,
lainnya.
Jumlah
mesin
penggerak, mesin
jahit, lainnya.
Rata-rata
penggunaan per
hari (jam).
Nilai
rupiah
barang
yang
dihasilkan.
Nilai rupiah jasa
industri
(makloon).
Nilai
rupiah
kegiatan lain yang
masih
satu
kesatuan
usaha
namun
bukan
utama.
Nilai
rupiah
pendapatan
lainnya.
Kesulitan utama
yang dihadapi jika
mengalami
kesulitan.
Penyebab
kesulitan utama.
Pelayanan
dan
keanggotaan
koperasi.
Kemitraan
saat
ini.
Bantuan
yang
pernah diterima
selain koperasi.
Alasan
tidak
memperoleh
bantuan.
Keikutsertaan
BPP.
Distribusi
persentase
pemasaran.
Keadaan
usaha
dan perencanaan
pengembangan
usaha.
1. Rendah : X
≤ ½ SD.
2. Sedang : ½
SD < X <
½ SD.
3. Tinggi : X
≥ ½ SD.
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
25
Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal
Tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal adalah indikator strategi
yang menggambarkan kapasitas masyarakat/komunitas untuk menjadi mandiri
secara ekonomi dengan mengelola sumber daya manusia, sumber daya alam/fisik,
dan lingkungan. Tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal dilihat dari
empat aspek, yaitu aspek lokalitas, aspek bisnis/ekonomi, aspek sumber daya
manusia, dan aspek komunitas. Tingkat tersebut dikategorikan menjadi rendah,
sedang, dan tinggi.
Tabel 5 Variabel, definisi operasional, indikator, dan kategori pengukuran tingkat
kapasitas pengembangan ekonomi lokal
Variabel
Z1
Aspek
Lokalitas
Z2
Aspek
Bisnis/Ekono
mi
Z3
Aspek Sumber
Daya Manusia
Z4
Aspek
Komunitas
Definisi
Operasional
Sarana/fasilitas
yang
memfasilitasi/men
dukung
keberlanjutan
usaha.
Jaringan
usaha
dengan pihak lain
yang
dapat
memperluas dan
mengembangkan
usaha.
Keterampilan
yang
komprehensif dan
inovasi teknologi
mengarahkan pada
pekerjaan
yang
berkualitas
dan
pendapatan lebih
tinggi.
Kerjasama
kolaborasi
berbagai grup
komunitas
untuk
organisasi aras
masyarakat
mendukung
industri
kompetitif.
Kategori
Pengukuran
1.
Sarana/fasilitas 1. Rendah
yang dimiliki.
2. Sedang
2.
Sarana/fasilitas 3. Tinggi
yang penting untuk
tersedia.
Indikator
1. Peranan jaringan
bisnis
dalam
mendukung
keberlanjutan usaha.
2.
Prospek
pengembangan
bisnis.
1. Kemampuan di
bidang
produksi,
pemasaran, teknologi,
dan manajerial.
2.
Pelatihan/pendidikan
yang dibutuhkan.
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1.
Kelompok/organisasi
yang
ada
untuk
mewadahi
industri
kerajinan tas seperti
KUB,
persatuan
pengusaha tas, dan
lain-lain.
2.
Organisasi/kelompok
yang diinginkan.
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
1. Rendah
2. Sedang
3. Tinggi
26
Tabel Tabulasi Silang dan Dummy Tables
Tabel 6 Dummy table karakteristik pengusaha
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tabel 7 Dummy table tingkat keberdayaan usaha
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah (n)
Persentase (%)
Tabel 8 Dummy table tingkat kapasitas pengembangan ekonomi lokal
Kategori
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah (n)
Persentase (%)
Hubungan Karakteristik Pengusaha dengan Tingkat Keberdayaan Usaha
Variabel pengaruh
: Karakteristik Pengusaha
Variabel terpengaruh : Tingkat Keberdayaan Usaha
Tabel 9 Tabulasi silang karakteristik pengusaha dengan tingkat keberdayaan usaha
Tingkat Keberdayaan Usaha
Rendah
Sedang
Tinggi
Karakteristik
Pengusaha
Rendah
Sedang
Tinggi
HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara karakteristik pengusaha dan tingkat keberdayaan usaha.
Hubungan Tingkat Keberdayaan Usaha dengan Tingkat Kapasitas Pengembangan
Ekonomi Lokal
Variabel pengaruh
: Tingkat Keberdayaan Usaha
Variabel terpengaruh : Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal
Tabel 10 Tabulasi silang tingkat keberdayaan usaha dengan tingkat kapasitas
pengembangan ekonomi lokal
Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi
Lokal
Rendah
Sedang
Tinggi
Tingkat
Keberdayaan
Usaha
Rendah
Sedang
Tinggi
HIPOTESIS
Terdapat hubungan antara tingkat keberdayaan usaha dan tingkat kapasitas
pengembangan ekonomi lokal.
27
DAFTAR PUSTAKA
Alfitri. 2011. Community Development: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta (ID):
Pustaka Pelajar.
Alma B. 2009. Kewirausahaan. Bandung (ID): Alfabeta, Bandung.
Anwas OM. 2013. Pemberdayaan Masyarakat di Era Global. Bandung (ID):
Alfabeta.
Blakely EA dan Bradshaw T. 2002. Planning Local Economic Development
Theory and Practice, Third Edition. Thousand Oaks, London, New Delhi
(USA, UK, IN): Sage Publications.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2006. Indikator Industri Mikro dan Kecil. [Internet].
[Diunduh
dari
http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/IndikatorIndustri-Mikro-dan-Kecil-2001-2006.pdf pada 27 Februari 2016, pukul
14.55 WIB]. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Pengukuran dan Analisis Ekonomi Kinerja
Penyerapan Tenaga Kerja Nilai Tambah UKM serta Peranannya menurut
Harga Konstan dan Harga Berlaku. [Internet]. [Diunduh dari
http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Pengukuran-dan-AnalisisEkonomi-Kinerja-Penyerapan-Tenaga-Kerja,nilai-tambah-serta-perannya2007.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.57 WIB]. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Konsep Usaha Mikro dan Kecil. Jakarta (ID):
BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Industri Mikro dan Kecil. [Internet].
[Diunduh dari http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Profil-IndustriMikro-dan-Kecil-2015-.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.17 WIB].
Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Daerah Kabupaten Bogor. [Internet].
[Diunduh
dari
http://bogorkab.bps.go.id/new/website/pdf_publikasi/Statistik-DaerahKabupaten-Bogor-2015.pdf pada 27 Februari 2016, pukul 14.50 WIB]
Jakarta (ID): BPS.
Damayanti M dan Adam L. 2015. Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai
Alat Pendorong Pengembangan UMKM di Indonesia. Working Paper Tim
Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). [Internet].
[Diunduh dari www.tnp2k.go.id pada 12 September 2015, pukul 14.35
WIB]. Volume 27: Jakarta.
Dasaluti T, Hubeis AIS, dan Wiyono ES. 2010. Analisis Pengembangan Usaha
Mikro dalam Mendukung Pemberdayaan Perempuan di Pulau Bunaken,
Kota Manado, Sulawesi Utara. Jurnal Manajemen IKM. [Internet]. [Diunduh
dari www.scholar.google.co.id pada 14 September 2015, pukul 17.09 WIB].
Volume 5 Nomor 2 (hlm 157-165): Jakarta.
Fatchiya A. 2010. Pola Pengembangan Kapasitas Pembudidaya Ikan Kolam Air
Tawar di Provinsi Jawa Barat. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
28
Fazlurrahman IR. 2015. Pengaruh Karakter Pribadi dan Modal Sosial terhadap
Kemampuan Wirausaha Perempuan di Kecamatan Dramaga Kabupaten
Bogor. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Field J. 2010. Modal Sosial. Penerjemah: Nurhadi; Editor: Muzir IR. Bantul (ID):
Kreasi Wacana.
Garjita IP, Susilowati I, dan Soeprobowati TR. 2014. Strategi Pemberdayaan
Masyarakat Kelompok Tani Hutan Ngudi Makmur di Sekitar Kawasan
Taman Nasional Gunung Merapi. Jurnal Ekosains. [Internet]. [Diunduh dari
www.jurnal.pasca.uns.ac.id pada 14 September 2015, pukul 11.06 WIB].
Volume 4 Nomor 1: Surakarta, Jawa Tengah.
Hafiluddin MR, Supriyadi, dan Saleh C. 2014. Strategi Pemberdayaan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Berbasis “Community Based
Economic Development” (Studi pada Pelaku UMKM di Kecamatan
Sukodono Kabupaten Sidoarjo). Jurnal Wacana. [Internet]. [Diunduh dari
www.wacana.ub.ac.id pada 15 September 2015, pukul 19.38 WIB]. Volume
17 Nomor 2 (hlm 68-77): Malang, Jawa Timur.
Hasim dan Remiswal. 2009. Community Development Berbasis Ekosistem.
Jakarta (ID): Diadit Media.
Iqbal M dan Anugrah IS. 2009. Rancang Bangun Sinergi Kebijakan Agropolitan
dan Pengembangan Ekonomi Lokal Menunjang Percepatan Pembangunan
Wilayah. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. [Internet]. [Diunduh dari
www.pse.litbang.pertanian.go.id pada 14 September 2015, pukul 12.28
WIB]. Volume 7 Nomor 2 (hlm 169-188): Jakarta.
Irawan I dan Putra BA. 2007. Kewirausahaan UKM Pemikiran dan Pengalaman
Karya Bersama Fakultas Ekonomi Universitas Surabaya dan Forum Daerah
UKM Jawa Timur. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Malano H. 2011. Selamatkan Pasar Tradisional: Potret Ekonomi Rakyat Kecil.
Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardana IBP. 2014. Model Pemberdayaan Masyarakat Miskin dengan The
Sustainable Livelihood Approach Berbasis Budaya Lokal di Daerah Lahan
Kering Nusa Penida Klungkung-Bali. Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora.
[Internet]. [Diunduh dari www.ejournal.undiksha.ac.id pada 14 September
2015, pukul 10.44 WIB]. Volume 3 Nomor 1: Bali.
Nasdian FT. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta (ID): Yayasan Obor.
Ningtias K, Noor I, dan Soeprapto R. 2009. Pemberdayaan Industri Kecil di
Pedesaan (Studi Upaya Peningkatan Keberdayaan Pengrajin Kain Tenun
Sambas di Desa Sumber Harapan Kecamatan Sambas Kabupaten Sambas
Kalimantan Barat). Jurnal Sosial dan Humaniora Wacana. [Internet].
[Diunduh dari www.wacana.ub.ac.id pada 14 September 2015, pukul 17.29
WIB]. Volume 12 Nomor 3 (hlm. 609-625): Malang, Jawa Timur.
Nitisusastro M. 2010. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Bandung
(ID): Alfabeta, Bandung.
Nurgandini P. 2014. Peranan Modal Sosial dalam Industri Kecil Tas di Desa
Bojong Rangkas Kecamatan Ciampea-Bogor. [Internet]. [Diunduh dari
29
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/72094/I14pnu.pdf?se
quence=1&isAllowed=y pada 26 Januari 2016, pukul 17.17 WIB].
Prasetyo PE dan Maisaroh S. 2009. Model Strategi Pemberdayaan Ekonomi
Rakyat sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Jurnal Trikonomika.
[Internet]. [Diunduh dari www.jurnal.fe.unpas.ac.id pada 14 September
2015, pukul 16.59 WIB]. Volume 8 Nomor 2 (hlm 103-116): Bandung.
Singarimbun M dan Effendi S. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]:
LP3ES.
Sudantoko D. 2011. Strategi Pemberdayaan Skala Kecil Batik di Pekalongan.
Jurnal Eksplanasi. [Internet]. [Diunduh dari www.kopertis6.or.id pada 22
September 2015, pukul 07.34 WIB]. Volume 6 Nomor 1 (hlm 29-45): Jawa
Tengah.
Suharto E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat (Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan). Bandung (ID):
PT Refika Aditama.
Sumodiningrat G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial.
Jakarta (ID): PT Gramedia.
Susanti EA, Hanafi I, dan Adiono R. 2013. Pengembangan Ekonomi Lokal dalam
Sektor Pertanian (Studi pada Kecamatan Pagelaran Kabupaten Malang).
Jurnal
Administrasi
Publik.
[Internet].
[Diunduh
dari
www.administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id pada 14 September 2015,
pukul 07.01 WIB]. Volume 1 Nomor 4 (hlm 31-40): Malang, Jawa Timur.
Syarif T. 2008. Kajian Efektivitas Model Promosi Pemasaran Produk UMKM.
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM. [Internet]. [Diunduh dari
http://www.jurnal.smecda.com/index.php/pengkajiankukm/article/view/25/2
2 , pada 13 Januari 2016, pukul 13.59 WIB]. Volume 3 Nomor 1: Jakarta.
Syariifah A. 2016. Kapasitas Pengrajin dalam Usaha Anyaman Bambu di Desa
Bandung Kabupaten Serang. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tambunan TTH. 2009. UMKM Di Indonesia. Ciawi (ID): Ghalia Indonesia.
Thoha M, Firmansyah, Wie TK, Zarida, dan Sarana J. 2001. Dinamika Usaha
Kecil dan Menengah. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Ekonomi, Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPE-LIPI).
Triutami T. 2013. Peranan Modal Sosial terhadap Keberhasilan Usaha Industri
Kecil Alas Kaki di Desa Ciomas-Bogor. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Zahara H. 2014. Kapasitas Perempuan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi
Kreatif Kerajinan Bordir Aceh. [Tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Zamzami L. 2011. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nagari
Ampiang Perak, Sumatera Barat. Jurnal Sosial dan Pembangunan Mimbar.
[Internet]. [Diunduh dari www.ejournal.unisba.ac.id pada 14 September
2015, pukul 17.09 WIB]. Volume 27 Nomor 1 (hlm 113-124): Bandung.
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nabilah Ananda Razani dilahirkan di Jakarta, 10
Agustus 1994 dari pasangan Tavip Herman Soelistyo dan Yosephine Soelistyo.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal dijalani
penulis mulai dari TK Harapan Nita (1998-2000), SD Budi Mulia Bogor (20002006), SMP Budi Mulia Bogor (2006-2009), SMA Negeri 6 Bogor (2009-2012).
Pada tahun 2012, penulis diterima menjadi mahasiswi Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN Tulis. Penulis merupakan mahasiswi
penerima beasiswa National Champhion Scholarship dari Tanoto Foundation
2015-2016.
Selain aktif dalam kegiatan perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti
organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia “Mozaik
Tosca” periode 2013-2014 sebagai anggota divisi Pengembangan Sumberdaya
Manusia dan Forum Syiar Islam (FORSIA) Fakultas Ekologi Manusia periode
2014-2015 sebagai Bendahara I. Penulis juga aktif mengikuti berbagai kepanitiaan
seperti Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB) Angkatan 50
sebagai anggota divisi Publikasi, Dokumentasi dan Dekorasi (PDD) serta anggota
Seksi Konsumsi di Masa Perkenalan Fakultas angkatan 50, dan berbagai
kepanitiaan lainnya. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisiten praktikum
mata kuliah Berfikir dan Menulis Ilmiah, Sosiologi Umum, dan Komunikasi
Bisnis. Sampai saat ini, penulis masih menjadi mahasiswa aktif di Institut
Pertanian Bogor.
31
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat
Keterangan :
- Warna merah menunjukkan jalan menuju Desa Bojong Rangkas, Kecamatan
Ciampea.
- Warna merah muda/pink menunjukkan area industri kerajinan tas di Desa Bojong
Rangkas.
32
Lampiran 2 Daftar calon responden dengan metode sensus
DAFTAR CALON RESPONDEN PENGUSAHA KERAJINAN TAS DI
DESA BOJONG RANGKAS KECAMATAN CIAMPEA KABUPATEN
BOGOR PROVINSI JAWA BARAT
No
Nama
RT/RW
Nama Usaha
Jenis Tas
yang
Diproduksi
Jumlah
Tenaga
Kerja
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
.....
Keterangan :
yang akan dijadikan responden adalah 35 pengusaha pada usaha industri kerajinan tas
yang masih aktif sampai saat penelitian.
33
Lampiran 3 Kuesioner
KUESIONER
Kapasitas Industri Mikro dan Kecil dalam Pengembangan Ekonomi Lokal
Oleh: Nabilah Ananda Razani/I34120133
No. Responden
Tgl Wawancara
:
:
RW/RT
:
Tgl Entri Data :
I. Karakteristik Pengusaha
1
2
3
4
5
6
7
Nama pengusaha :
Nama usaha :
Jenis kelamin :
1. Laki-laki
2. Perempuan
Umur :
.............. tahun
Pendidikan tertinggi yang ditamatkan :
1. Tidak tamat SD
2. SD & sederajat
3. SLTP & sederajat
4. SLTA & sederajat
5. DI/DII
6. Sarjana Muda/DIII
7. DIV, S1, atau lebih
Bentuk
badan
hukum/badan 1. PT
usaha/perizinan :
2. CV
3. Perorangan
4. Lainnya
Tahun mulai beroperasi/berproduksi secara
komersial :
8. Tingkat Pengalaman Usaha
Pilih kode jawaban di mana 1-Sangat Setuju 2-Setuju 3-Kurang Setuju 4-Tidak Setuju
1 Lama usaha membuat saya semakin terampil dalam membuat tas.
2 Lama usaha membuat usaha saya terorganisir dengan baik.
3 Lama usaha membuat jaringan bisnis semakin beragam.
4 Lama usaha membuat jaringan bisnis semakin banyak.
5 Lama usaha membuat saya semakin memahami keinginan pelanggan.
6 Lama usaha membuat saya semakin memahami model/tren terbaru.
7 Lama usaha membuat hubungan kekerabatan/pertemanan dengan mitra
membaik.
34
9. Tingkat Kewirausahaan
1 Alasan/motivasi
membuka
usaha 1. Mencari kesibukan
kerajinan tas :
2. Hobi/tertarik
3. Meneruskan usaha keluarga
4. Kebutuhan uang tambahan
5. Menguasai pembuatan tas
6. Ingin mencoba
7. Ingin mandiri
8. Memberi orang lain pekerjaan
Pilih kode jawaban di mana 1-Sangat Setuju 2-Setuju 3-Kurang Setuju 4-Tidak Setuju
2 Saya adalah orang yang berani mengambil resiko.
3 Saya mampu melihat peluang/mengambil kesempatan.
4 Saya suka tantangan.
5 Saya senang melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang.
6 Saya senang memperhitungkan segala hal sebelum mengambil keputusan.
7 Saya sering mengambil keputusan sendiri tanpa berkonsultasi.
8 Saya senang berimajinasi bagaimana prospek usaha saya ke depan.
II. Tingkat Keberdayaan Usaha
II.1 Permodalan
1 Modal usaha (umur pemakaian kurang dari setahun):
a. Uang tunai
b. Persediaan barang-barang untuk kegiatan usaha
2 Sumber modal:
a. Milik sendiri (termasuk hibah/transfer)
b. Pihak lain
3 a. Jika 2.b terisi, sumber modal dari pihak lain berasal
dari:
1. Pinjaman bank
2. Pinjaman koperasi
3. Pinjaman lembaga keuangan bukan bank
4. Modal ventura
5. Pinjaman dari perorangan
6. Pinjaman keluarga
7. Lainnya
4 b. Jika rincian 3.1 kode 1 tidak dipilih, alasan utama
tidak meminjam dari bank:
1. Tidak tahu prosedur
2. Prosedur sulit
3. Tidak ada agunan/jaminan
4. Suku bunga tinggi
5. Usulan ditolak
6. Tidak berminat
II. Ketenagakerjaan
1 Banyaknya tenaga kerja tetap:
2
Banyaknya tenaga kerja tidak tetap:
Rp...................................
Rp....................................
.........................%
.........................%
Januari 2016:....................
Februari 2016:..................
Maret 2016:......................
Januari 2016:....................
Februari 2016:..................
35
3
Maret 2016:......................
Januari 2016:....................
Februari 2016:..................
Maret 2016:......................
Jumlah hari kerja
4
Uraian
TK Tetap
Dibayar
L
P
TK Tetap Tdk
Dibayar
L
P
Total
a. Kelompok umur
1.<15 tahun
2.>=15 tahun
b. Jenis pekerjaan
1.TK produksi
2.TK lainnya
c. Tk. Pendidikan
1.Tidak tamat SD
2.SD&sederajat
3.SLTP&sederajat
4.SLTA&sederajat
5.DI/DII
6.Sarjana muda/DIII
7.DIV, S1, lebih
5
a.
1.
2.
b.
c.
Balas jasa
Pekerja tetap
Gaji
Lainnya (lembur, hadiah, bonus)
Pekerja tidak tetap
Jumlah (Rincian 5.a + 5.b)
Nilai (Rupiah)
III. Teknologi
1 Apakah dalam mengelola usaha menggunakan komputer 1-Ya
setahun terakhir?
2-Tidak
2 Apakah usaha memanfaatkan fasilitas internet setahun 1-Ya
terakhir?
2-Tidak
3 Jenis mesin penggerak dan
Banyaknya menurut status
Rata-rata
mesin lainnya
kepemilikan (unit)
penggunaan per
hari (jam)
Milik sendiri Bukan milik sendiri
a. Motor listrik
b. Generator
c. Lainnya
(kincir
air/angin)
d. Mesin jahit
4 Dari mana Anda belajar teknik 1. Keluarga
produksi:
2. Teman
3. Media cetak/elektronik
4. Belajar sendiri
IV. Pendapatan
1
Jenis tas yang dihasilkan
a
b
Banyaknya (unit)
Nilai rupiah
36
2
3
4
5
c
d
Jumlah
Pendapatan dari jasa indusri (makloon)
Pendapatan dari kegiatan lain:
a. Keuntungan penjualan barang dalam bentuk yg sama
b.
Pendapatan lainnya
a. Bagi hasil/sejenis
b. Sumbangan/hadiah
Jumlah (Rincian 1 sampai 4)
V. Prospek Usaha
1
a.Apakah usaha ini mengalami
kesulitan selama setahun terakhir?
b.Jika Ya, kesulitan utama yang
dialami:
c.Jika 1.b berkode 1, kesulitan utama
adalah:
2
3
4
1-Ya
2-Tidak
1-Bahan baku
2-Pemasaran
3-Permodalan
4-BBM/Energi
5-Transportasi
6-Keterampilan tenaga kerja
7-Upah buruh
8-Lainnya (....................)
1-Bahan baku langka
2-Bahan baku mahal
3-Lokasi bahan baku jauh
4-Lainnya (...................)
1-Ya
2-Tidak
1-Ya
2-Tidak  langsung ke 3.a
a.Apakah usaha ini sedang menjadi
anggota koperasi?
b.Apakah
usaha
ini
pernah
menerima pelayanan dari koperasi
selama setahun terakhir?
c.Jika Ya, jenis pelayanan dari 1-Pinjaman uang/barang modal
koperasi yang pernah diterima:
2-Pengadaan bahan baku
3-Pemasaran
4-Bimbingan/pelatihan/penyuluhan
5-Lainnya (...................)
a.Apakah usaha ini sedang menjalin 1-Ya
kemitraan dengan usaha lain?
2-Tidak langsung ke rincian 4
b.Jika Ya, jenis kemitraan yang 1-Uang/barang modal
dijalin berupa:
2-Pengadaan bahan baku
3-Pemasaran
4-Bimbingan/pelatihan/penyuluhan
5-Lainnya (...................)
a.Apakah selama setahun terakhir 1-Ya
usaha ini pernah menerima bantuan 2-Tidak langsung ke rincian 5
untuk mengembangkan usaha selain
dari koperasi?
b.Jika Ya, jenis bantuan yang pernah 1-Bantuan uang/modal
diterima:
2-Bantuan bahan baku
3-Bantuan mesin dan peralatan
37
c.Badan/lembaga
bantuan:
5
6
7
8
9
yang
memberi 1-Instansi pemerintah
2-Perusahaan swasta
3-Perbankan
4-Yayasan/LSM
5-Lainnya (...................)
Jika tidak pernah memperoleh 1-Tidak tahu prosedur
bantuan untuk pengembangan usaha, 2-Proposal ditolak
alasan utamanya adalah:
3-Tidak berminat
4-Tidak tahu
5-Lainnya (....................)
a.Apakah ada tenaga kerja di usaha 1-Ada
ini
pernah
mengikuti 2-Tidak ada  langsung ke rincian
bimbingan/pelatihan/penyuluhan?
7.a
b.Jika
Ada, 1-Sendiri
bimbingan/pelatihan/penyuluhan
Pihak lain:
tersebut diselenggarakan oleh:
2-Instansi pemerintah
3-Perusahaan swasta
4-Yayasan/LSM
5-Lainnya (......................)
c.Jenis
1-Manajerial
bimbingan/pelatihan/penyuluhan
2-Keterampilan/teknik produksi
yang pernah diikuti:
3-Pemasaran
4-Lainnya (........................)
Pemasaran setahun terakhir (100)
a.Dalam negeri
(%)
1.Satu kabupaten/provinsi
2.Antar
kabupaten/kota
satu
provinsi
3.Antar provinsi
b. Luar negeri/ekspor
Bagaimana keadaan usaha saat ini 1-Lebih baik
dibandingkan 3 bulan lalu?
2-Sama baik
3-Sama buruk
4-Lebih buruk
5-Tidak dapat dibandingkan
a.Apakah
ada
rencana
untk 1-Ya
mengembangkan/memperluas usaha 2-Tidak
ini setahun yang akan datang?
b.Jika Ya, rencana utama yang akan 1-Memperluas sarana/prasarana usaha
dilakukan
2-Membuka cabang
3-Meningkatkan keahlian SDM
4-Lainnya (......................)
c.Jika Tidak, alasan utama adalah
1-Kekurangan modal
2-Kesulitan pemasaran
3-Kurang keahlian
4-Lainnya (.......................)
38
III. Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal
I. Aspek Lokalitas
1. Peranan fasilitas/sarana dalam memfasilitasi usaha
Skor
Pilih skor 1-5, di mana 5 paling tinggi peranan dalam memfasilitasi usaha
1-Ada
2-Tidak ada
1 Jalan desa
2 Tempat produksi tas
3 Ruang/tempat promosi/showroom
4 Kantor administrasi
5 Sarana komunikasi/internet
6 Gudang bahan baku/bahan penolong
7 Tempat pengolahan limbah
8 Sarana transportasi
9 Papan nama usaha
2. Menurut Anda, sarana/fasilitas apa yang penting untuk tersedia dalam mendukung
usaha? Pilih 3 fasilitas/sarana berdasarkan skala prioritas. (ingat TANGGA, semakin
naik semakin penting)
1-Koperasi tas
2-Showroom di rumah pribadi
3-Kondisi jalan diperbagus/diperlebar
4-Tempat produksi yang terpisah dengan rumah pribadi
5-Toko/kios tas milik sendiri di luar desa
6-Kendaraan pribadi
II. Aspek Bisnis
1. Peranan jaringan dalam mendukung keberlanjutan usaha
Pilih skor 1-5, di mana 5 adalah Paling Tinggi
Peranan
dalam Pemerintah Antar
Masyarak Koperasi Keluarga
pengadaan/kemudah
Pengusaha at sekitar
an di bidang
1 Permodalan (uang,
peralatan,
tenaga
kerja)
2 Pemasaran
(promosi,transportas
i, konsumen)
3 Teknologi
(keterampilan,
inovasi
teknik
produksi)
4 Informasi
usaha
(harga, model)
2. Menurut Anda, apa yang penting yang harus dilakukan dalam pengembangan bisnis?
Urutkan berdasarkan skala prioritas.
1-mengajak orang baru untuk berbisnis tas
2-membuka cabang baru
3-bergabung/bekerja sama dengan pengusaha yg lebih besar
III. Aspek Sumber Daya Manusia
Pilih skor 1-5, di mana 5 adalah paling tinggi/mampu
Kemampuan Bidang Produksi
Skor
39
1
2
3
4
Mendesain berbagai macam jenis/model tas
Memproduksi tepat waktu
Memproduksi dengan kualitas baik tanpa cacat/pengembalian
Memperhitungkan ketersediaan bahan sesuai pesanan sehingga tidak
banyak tersisa/tidak kurang
Kemampuan Bidang Pemasaran
1 Mempromosikan produk secara online
2 Menjual produk ke daerah/wilayah baru
3 Memprediksi harga pasaran produk
4 Beradaptasi dengan tren/fashion saat ini
Kemampuan Bidang Manajerial
1 Mengelola keuangan usaha (tata buku, administrasi)
2 Bernegosiasi dengan mitra bisnis
3 Bekerja sama dengan tim usaha
4 Merencanakan struktur organisasi tim usaha (divisi, peran, tanggung
jawab, deskripsi tugas)
Kemampuan Bidang Teknologi
1 Mengolah limbah menjadi barang yang bisa dijual
2 Mengolah limbah menjadi barang yang tidak bisa dijual
3 Memperbaiki mesin jahit jika rusak
4 Mengoperasikan komputer
2. Menurut Anda, pelatihan/pendidikan seperti apa yang diperlukan untuk meningkatkan
keterampilan atau pengetahuan usaha? Pilih 3 lalu urutkan sesuai skala prioritas.
1-Sertifikasi kompetensi dari pemerintah
2-Pendidikan kewirausahaan
3-Pelatihan komputerisasi/website
4-Pelatihan teknik mutu produksi dan penampilan produk
5-Pelatihan administrasi/tata buku
6-Pelatihan pengolahan limbah
IV. Aspek Komunitas
1. Organisasi aras masyarakat yang mendukung usaha
1
Apakah ada organisasi/kelompok 1-Ada
pengusaha tas?
2-Tidak ada
3-Tidak tahu
2
Apakah ada kelompok usaha bersama 1-Ada
untuk peminjaman modal?
2-Tidak ada
3-Tidak tahu
3
Apakah ada kelompok perempuan 1-Ada
pengusaha/pengrajin?
2-Tidak ada
3-Tidak tahu
4
Apakah ada kelompok pecinta produk 1-Ada
tas lokal?
2-Tidak ada
3-Tidak tahu
5
Kelompok/organisasi lainnya (sebutkan)
6
Jika Ada, peran organisasi/kelompok tersebut:
(skor 1-5, 5 paling tinggi)
a. Menyediakan informasi untuk para pengusaha/pengrajin
b. Mengkoordinasikan pemerintah dan warga desa
c. Mengidentifikasi prioritas/masalah warga
d. Memberi motivasi ke pengusaha/pengrajin dan warga desa
40
e. Membantu menyiapkan rencana pengembangan bisnis
f. Membantu pelaksanaan kegiatan
g. Menyiapkan dana untuk mencukupi biaya kegiatan
h. Menyediakan keperluan/dukungan untuk kegiatan
2. Menurut Anda, organisasi/kelompok seperti apa yang perlu ada untuk memfasilitasi
pengembangan usaha?
1-Yang dapat membantu/memudahkan permodalan usaha
2-Yang dapat meningkatkan kompetensi/keterampilan pengusaha/pengrajin
3-Yang dapat membina kerukunan antar pengusaha, pemerintah, masyarakat, dan pihak
lainnya
41
Lampiran 4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam
Informan : Camat Kecamatan Ciampea, Kepala Desa, Ketua RT/RW, Tokoh
Masyarakat Desa Bojong Rangkas
Gambaran Umum IMK Kerajinan Tas
1.
Sejak kapankah Desa Bojong Rangkas ditetapkan sebagai sentra IKM
kerajinan tas? Bagaimana pertama kali awal mula sentra ini muncul?
Siapakah yang berperan dominan? (misal inisiasi Pak RW berasal dari
keluaran pabrik, sejarah etnis pedagang Cina)
2.
Bagaimana perkembangan industri kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas
secara keseluruhan sampai saat ini?
3.
Apa saja karakteristik pengusaha/pengrajin yang Bapak/Ibu ketahui? (misal
usaha keluarga turun temurun, kebanyakan orang dewasa/tua,
sikap/perilaku/sifat pengusaha/pengrajin tidak berani ambil risiko
4.
Kendala apa saja yang ditemui dalam industri kerajinan tas di Desa Bojong
Rangkas? (misal kesulitan bahan baku, kualitas tenaga kerja rendah)
5.
Ada berapa pengusaha/pengrajin tas yang masih aktif sampai sekarang di
Desa Bojong Rangkas?
6.
Apakah terjadi kenaikan/penurunan jumlah pengrajin kerajinan tas di Desa
Bojong Rangkas?
7.
Mengapa terjadi? Apa yang menyebabkan penurunan/peningkatan jumlah
pengrajin kerajinan tas di Desa Bojong Rangkas?
Keberdayaan Usaha dan Pengembangan Ekonomi Lokal
1.
Apakah terdapat bimbingan/pelatihan/penyuluhan (BPP) dari pihak desa
atau pihak kecamatan, atau kerja sama dengan pihak lain untuk para
pengusaha/pengrajin tas? Jika ada, kapan dan berapa kali BPP
dilaksanakan? Seperti apa BPP yang dilaksanakan?
2.
Apakah ada program khusus untuk para pengusaha tas dari pemerintah
desa/kecamatan/kabupaten, swasta, LSM, lembaga pendidikan? (misal
program kewirausahaan, program studi banding)
3.
Apakah terdapat organisasi khusus (misal koperasi, paguyuban, lembaga
keuangan) yang dibentuk untuk menaungi para pengusaha/pengrajin tas?
4.
Jika ada, sejauh mana peran lembaga tersebut dalam membantu
pengusaha/pengrajin tas?
5.
Apakah ada aturan atau kebijakan khusus dari pemerintah
desa/kecamatan/kabupaten untuk industri kerajinan tas di Desa Bojong
Rangkas?
6.
Apakah ada bantuan (misal kredit, pemasaran, mesin/alat) bagi
pengusaha/pengrajin tas dari pemerintah desa/kecamatan/kabupaten?
7.
Kapan
dan
berapakah
bantuan
tersebut
diberikan
kepada
pengusaha/pengrajin tas? Apakah ada persyaratan penerima bantuan
tersebut?
42
8.
9.
10.
11.
Bagaimana pemasaran/promosi bagi pengusaha/pengrajin tas untuk menjual
produknya? Media komunikasi apa yang digunakan dalam akses ke pasar
tersebut? (misal internet)
Sejauh mana peran jaringan bisnis para pengusaha/pengrajin tas Desa
Bojong Rangkas? Berapa banyak jaringan bisnis tersebut? Didominasi oleh
siapakah para mitra/konsumen/pemasok?
Sejauh mana peran jaringan tersebut dalam usaha industri kerajinan tas Desa
Bojong Rangkas?
Apakah infrastruktur, fasilitas, sarana prasarana desa sudah baik dalam
mendukung usaha IMK kerajinan tas? (misal perumahan, transportasi, jalan,
lokasi usaha, bangunan pertemuan/baai?
43
Lampiran 5 Catatan harian lapang
FORMAT CATATAN HARIAN LAPANG
Topik
Metode
Informan/Partisipan
Hari, tanggal
Waktu dan durasi
Tempat
Kondisi dan situasi
:
:
:
:
:
:
:
DESKRIPSI
INTERPRETASI
44
Lampiran 6 Outline Skripsi
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Masalah Penelitian
1.3. Tujuan Penelitian
1.4. Kegunaan Penelitian
2. PENDEKATAN TEORETIS
2.1. Tinjauan Pustaka
2.2. Kerangka Pemikiran
2.3. Hipotesis
2.4. Definisi Operasional
3. PENDEKATAN LAPANGAN
3.1. Lokasi dan Waktu
3.2. Teknik Pengumpulan Data
3.3. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
4. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KERAJINAN TAS DESA BOJONG
RANG
4.1. Letak dan Keadaan Fisik
4.2. Kondisi Sosial dan Ekonomi
4.3. Profil Desa Bojong Rangkas
4.4. Profil Industri Kerajinan Tas
5. ANALISIS TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA
5.1. Karakteristik Pengusaha
5.2. Tingkat Keberdayaan Usaha
5.3. Hubungan Karakteristik Pengusaha dengan Tingkat Keberdayaan Usaha
6. ANALISIS HUBUNGAN TINGKAT KEBERDAYAAN USAHA DENGAN
TINGKAT KAPASITAS PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
TERHADAP
6.1. Tingkat Kapasitas Pengembangan Ekonomi Lokal
6.2. Hubungan Tingkat Keberdayaan Usaha dengan Tingkat Kapasitas
Ekonomi Lokal
7. PENUTUP
7.1. Kesimpulan
7.2. Saran
8. DAFTAR PUSTAKA
9. LAMPIRAN
10. RIWAYAT HIDUP
Download