KONSEP MOTIVASI KE DALAM KEHIDUPAN BERORGANISASI Dosen Pembimbing Agung Nugroho Adi, SE., MM., MM.HRM Kelompok 3 : Alif Aulia Reza Syaira Salsabila Muhammad Syukur Nugroho Reynaldi Sudarno Putra Yusuf Chusna Dilaga Fachruddin Yusuf Ilham Musthafa 195020207111005 195020201111076 195020201111002 195020200111009 195020200111103 195020200111039 KELAS BD JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2021 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep Motivasi ke Dalam Kehidupan Berorganisasi. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Keorganisasian yang dibina oleh Agung Nugroho Adi, SE., MM., MM.HRM. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang penerapan konsep motivasi daalam berorganisasi bagi para pembaca dan juga bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Agung Nugroho Adi, SE., MM., MM.HRM, selaku Dosen bidang studi Perilaku Oragnisasi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik akan sangat diterima demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini kedepannya. Senin, 8 Maret 2021 Kelompok 3 ISI 1. Teori penetapan tujuan (goal-setting theory) Teori penetapan tujuan (goal-setting theory) yang dikemukakan oleh Locke (1968) sebagai teori utama (grand theory). Teori penetapan tujuan merupakan salah satu bentuk teori motivasi yang didasari pada premis bahwa seseorang memiliki kebutuhan yang dapat diingat atau dipikirkan sebagai outcomes tertentu atau sasaran (goals) yang diharapkan dapat dicapai (Locke dan Bryan, 1968). Penetapan tujuan (goal setting) merupakan manajemen penetapan sasaran atau tujuan untuk keberhasilan mencapai kinerja (performance) (Davis, 1981 dalam Sekaran, 1992). Teori penetapan tujuan menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka pemahaman tersebut akan mempengaruhi perilaku kinerjanya. Terdapat lima prinsip dalam penetapan tujuan yaitu (1) tujuan harus jelas, (2) tujuan harus mempunyai tingkat kesulitan menengah sampai tinggi, (3) karyawan harus menerima tujuan itu, (4) karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut, dan (5) tujuan yang ditentukan secara partisipastif lebih baik daripada tujuan yang ditentukan begitu saja. Teori penetapan tujuan digunakan untuk menjelaskan tindakan bawahan dalam mewujudkan tujuan yang diharapkannya. Tujuan bawahan akan menentukan pilihan tindakan yang akan dilakukan. Locke dalam Kusuma (2013) menemukan bahwa goal-setting berpengaruh pada ketepatan anggaran. Setiap organisasi 11 12 yang telah menetapkan sasaran (goal) yang diformulasikan ke dalam rencana anggaran lebih mudah untuk mencapai target kinerjanya sesuai dengan visi dan misi organisasi itu sendiri. Sebuah anggaran tidak hanya sekedar mengandung rencana dan jumlah nominal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan atau program, tetapi juga mengandung sasaran yang ingin dicapai organisasi. Dalam beberapa kasus, sasaran yang ditetapkan secara partisipatif menghasilkan kinerja yang unggul, artinya individu akan memiliki kinerja terbaik bila diberi tugas sasaran oleh atasan mereka (Robbins, 2003). Teori penetapan tujuan adalah teori bahwa tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit, dengan umpan balik akan menghasilkan kinerja yang tinggi (Robbins dan Judge, 2008). Smith (1998) serta Russell dan Russell (1992) menganggap bahwa otonomi pembuatan keputusan yang tinggi akan membantu manajer dalam mengelola lingkungan yang lebih dinamis, efektif dan kurang dapat diprediksi. Otonomi pembuatan keputusan yang tinggi dapat diperoleh melalui partisipasi penganggaran. Partisipasi penganggaran berhubungan dengan luasnya manajer terlibat atau diikutsertakan dengan, dan memiliki pengaruh pada penentuan anggaran mereka (Brownell, 1982). Anggaran yang ditetapkan secara partisipasi menggunakan fungsi informasi agar bawahan dapat mengumpulkan, bertukar dan menyebarkan job relevant information dan manajer akan memperoleh kepuasan jika dilibatkan dalam partisipasi penganggaran untuk bertukar informasi sehubungan pekerjaannya dan menetapkan target kinerja mereka. Murray (1990) menunjukkan bahwa partisipasi informasi dapat ditransfer dari manajer pada atasannya dan terdapat dua keuntungan yang diperoleh yaitu: manajer dapat mengembangkan strategi yang lebih baik yang dapat disampaikan kepada atasan sehingga kinerja akan meningkat, 13 disamping itu dari informasi yang diberikan manajer kepada atasannya akan memperoleh tingkat anggaran yang lebih baik atau lebih sesuai bagi perusahaan. Keuntungan utama dari partisipasi adalah penerimaan atas sasaran yang telah ditetapkan sebagai sasaran yang diinginkan, yaitu jika seseorang berpartisipasi dalam penetapan sasaran maka lebih besar kemungkinan sasaran yang sulit akan diterima karena individu lebih berkomitmen pada pilihanpilihan dimana mereka turut serta menjadi bagian dari proses penetapan sasaran tersebut. Teori penetapan tujuan mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins dan Judge, 2008). Jika seorang individu memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya, maka komitmen tersebut akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) yang ditetapkan dapat dipandang sebagai tujuan atau tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Secara keseluruhan, niat dalam hubungannya dengan tujuan tujuan yang ditetapkan, merupakan motivasi yang kuat dalam mewujudkan kinerjanya. Individu harus mempunyai keterampilan, mempunyai tujuan, dan menerima umpan balik untuk menilai kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) mempunyai pengaruh terhadap perilaku pegawai dan kinerja dalam organisasi. Berdasarkan pendekatan teori penetapan tujuan peningkatan kinerja manajerial merupakan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan variabel partisipasi penganggaran, kepuasan kerja, JRI, dan komitmen tujuan anggaran sebagai faktor penentu. Semakin tinggi faktor penentu tersebut maka akan semakin tinggi pula kemungkinan pencapaian tujuannya. 2. Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku (behavior modification) merupakan proses merubah kebiasaan seseorang dalam jangka panjang melalui berbagai macam metode motivasi. Biasanya berupa pemberian konsekuensi bagi seseorang yang berperilaku buruk dan reward bagi perilaku baik. Tujuan dari modifikasi perilaku adalah merubah tujuan,masalah, perilaku tidak adaptif agar lebih ke arah positif, dan mencapai kebiasaan yang diharapkan. Pada perusahaan sering dilakukan modifikasi perilaku pada karyawan agar karyawan dapat termotivasi dalam melakukan pekerjaan nya lebih efektif dan efisien. 2.1. Teknik-Teknik Modifikasi Perilaku A. Penguatan positif (Positive reinforcement) Penguatan positif atau positive reinforcement merupakan penghargaan atas segala perilaku baik dengan semacam motivasi. pemberian penghargaan ini dapat berupa pujian lisan, pemberian hak istimewa, atau menawarkan semacam imbalan. contoh seorang sales yang mendapatkan upah bonus apabila dapat melebihi target penjualan yang diterapkan. B. Penguatan negatif (negative reinforcement) Terdapat dua jenis pada teknik modifikasi penguatan negatif, yakni hukuman positif yang pemberlakuan konsekuensi dengan harapan dapat mencegah pengulangan perilaku buruk di masa mendatang. dan selanjutnya adalah hukuman negatif yang berhubungan dengan pengambilan suatu hak seseorang. Contoh dari hukuman positif adalah seorang karyawan yang terlambat diberikan hukuman berupa penambahan jam kerja sesuai waktu keterlambatan terhitung setelah jam kerja normal selesai. dan contoh dari hukuman negatif adalah seorang karyawan mendapatkan skors karena melakukan kesalahan. C. Pembentukan (Shaping) Pembentukan merupakan proses penguatan perilaku dengan tujuan mencapai perilaku baru yang diingkan, kegiatan pembentukan biasanya bertahap dan membutuhkan cukup waktu dalam prosesnya. contoh dari shaping adalah ketika perusahaan menerima karyawan baru, maka akan dilakukan tahap orientasi dan beberapa bulan kemudian dilakukan kegiatan pengembangan kepada karyawan tersebut dengan tujuan karyawan baru dapat beradaptasi dengan lingkungan kerjanya. D. Pembiasan (Fading) Pembiasan merupakan sebuah proses penarikan penguatan yang bersifat artifisial atau motivasi lama dan dibiaskan dengan motivasi baru. tujuan paling utama dari pembiasan adalah mengubah pola perilaku biasa menjadi kebiasaan sehari-hari. contoh dari pembiasan adalah ketika seorang pegawai yang pada awalnya melakukan pekerjaan dengan baik karena motivasi mengejar jenjang karir yang lebih baik berubah menjadi sebuah kebiasaan untuk melakukan pekerjaan dengan baik bukan semata-mata karena jenjang karir namun sebagai kebanggaan dan target personal dari pegawai tersebut. E. Menambatkan (Chaining) Kegiatan penambatan atau penyambungan adalah sebuah kegiatan perluasan dari perilaku individual menjadi perilaku yang lebih luas dan general. Harapan dari kegiatan penambatan ini adalah kebiasaan baik yang sudah dilakukan dalam lingkup kecil dapat diperluas hingga menjadi kebiasaan dalam lingkungan kerja yang luas. contoh dari kegiatan penambatan pada perusahaan adalah ketika manajer membuat peraturan perusahaan, disetiap awal minggu seluruh pegawai diminta datang ke kantor lebih pagi untuk keperluan internalisasi perusahaan. 2.2. Kunci Keberhasilan Modifikasi Perilaku Pada dasarnya kunci keberhasilan modifikasi adalah konsistensi. konsistensi digunakan untuk mengubah atau mendirikan sebuah perilaku atau kebiasaan. Proses modifikasi akan lebih efektif ketika apa pun motivasi yang diberikan akan digunakan setiap saat ketika diperlukan. contohnya ketika seorang sales melebihi penjualan dari target yang ditentukan akan mendapatkan upah bonus yang dikirimkan tepat waktu, apabila pemberian upah terlambat atau bahkan ditiadakan hal ini dapat menurunkan semangat kerja dari sales tersebut. konsistensi juga diperlukan dalam penguatan negatif seperti pemberian hukuman, ketika seorang pegawai tidak dapat hadir bekerja maka perlu membuat surat perizinan dan melakukan izin maksimal H-1 hari dari waktu perizinan. Apabila peraturan ini tidak dilakukan atau diawasi secara konsisten, maka kemungkinan pegawai dapat meremehkan peraturan yang telah disepakati. Pengaplikasian dari modifikasi perilaku pada perusahaan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan karakter perusahaan dan membuat kesamarataan dalam kebiasaan kerja, sehingga pekerjaan dapat berjalan secara efektif dan efisien. 3. Manajemen Partisipatif Manajemen partisipatif adalah praktik pemberdayaan anggota kelompok, seperti halnya karyawan perusahaan untuk berpartisipasi di dalam pengambilan keputusan suatu organisasi. Ini digunakan sebagai alternatif dari struktur manajemen vertikal tradisional, yang telah terbukti kurang efektif karena anggota organisasi memiliki tingkat kepuasan yang rendah yang diakibatkan oleh kurangnya pengakuan atas usaha atau pendapat mereka. Namun dalam manajemen partisipatif manajemen tingkat atas masih mempertahankan pengambilan keputusan akhir ketika manajemen partisipatif dipraktikkan, manajemen partisipatif bersifat mendorong setiap bagian dari organisasi untuk menyuarakan pendapat mereka tentang lingkungan kerja mereka saat ini. konsep ini terkadang dianggap sebagai demokrasi industri. 3.1. Teori Manajemen Partisipatif Pengertian umum tentang manajemen dan partisipasi, bahwa manajemen partisipatif adalah pendekatan dalam menjalankan tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian sumber daya untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui komunikasi interaktif sehingga terbangun pengertian dan kepercayaan antara pimpinan dan bawahan. Bisa diartikan bahwasanya manajemen partisipatif adalah menjalankan fungsi-fungsi manajemen dengan melibatkan seluruh komponen organisasi Menurut pendapat ahli Manajemen partisipatif adalah jenis gaya manajemen di mana bawahan berbagi tingkat kekuatan pengambilan keputusan yang signifikan dengan atasan mereka (Robbins, 1991: 243), selain itu pendapat lain mengatakan Manajemen partisipatif adalah praktik yang digunakan manajer sebagai upaya untuk memuaskan karyawan dan meningkatkan produktivitas (Yohe 2003). Yang dimaksud dengan 'partisipatif' berarti berbagai jenis dan tingkat keterlibatan karyawan dalam, kendali atas, dan pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan (Vernooy, Qiu, dan Jianchu 2008). Jadi bisa disimpulkan bahwa Manajemen Partisipatif adalah gaya manajemen yang membutuhkan kerja sama antar personil di dalam sebuah organisasi. Seorang manajer memberikan kepada seluruh komponen organisasi, kesempatan untuk berkontribusi pada kebijakan dan pengambilan keputusan dalam perusahaan guna mencapai tujuan bisnis. Sehingga dapat membangun komitmen, mengembangkan inisiatif dalam tim kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja pada karyawan. 3.2. Empat proses mempengaruhi partisipasi Proses ini menciptakan keterlibatan karyawan saat mereka didorong ke tingkat terendah dalam sebuah organisasi. Semakin jauh proses ini bergerak, semakin tinggi tingkat keterlibatan karyawan. Empat proses tersebut meliputi A. Pembagian Informasi, yang berkaitan dengan pemberian informasi kepada karyawan tentang status ekonomi perusahaan. B. Pelatihan, yang melibatkan peningkatan tingkat keterampilan karyawan dan menawarkan peluang pengembangan yang memungkinkan mereka menerapkan keterampilan baru untuk membuat keputusan yang efektif mengenai organisasi secara keseluruhan. C. Pemberian wewenang pada karyawan dalam mengambil keputusan, yang dapat terjadi dalam berbagai bentuk, dari menentukan jadwal kerja hingga memutuskan anggaran atau proses. D. Imbalan, yang dikaitkan dengan saran dan ide serta kinerja dari karyawan 3.3. Dampak positif Manajemen Partisipasi A. Karyawan memiliki kepuasan kerja yang lebih besar dan motivasi terhadap pekerjaannya B. Karyawan berkesempatan untuk berkreativitas dan berinovasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan dan kemandirian kerja C. Karyawan memiliki lebih banyak kemandirian kerja sehingga dapat lebih bertanggung jawab dan bangga akan pekerjaan mereka. D. Karyawan merasa menjadi bagian terhadap organisasi dan karena hal tersebut karyawan memiliki lebih banyak kebanggaan, motivasi, dan insentif untuk memenuhi proyek tersebut. 3.4. Dampak Negatif Manajemen Partisipasi Egoisme / kesombongan antara pekerja dapat menyebabkan masalah bagi manajemen atas dan segala keputusan perusahaan. 3.5. Contoh perusahaan yang telah menerapkan Manajemen Partisipatif Toyota perusahaan otomotif asal Jepang ini merupakan salah satu perusahaan yang telah menerapkan teori manajemen partisipatif. Perusahaan ini telah mengikuti skema saran dan prosedur keterlibatan karyawan selama lebih dari satu dekade. Manajemen perusahaan ini telah menerima hampir 2.000.000 saran dan ide setiap tahunnya dan sekitar 95 persen di antaranya dilaksanakan oleh perusahaan. Dan terbukti bahwa perusahaan Toyota merupakan salah satu perusahaan yang memiliki kinerja yang cukup baik, sekitar lima ribu perbaikan per tahun telah menjadikan Toyota sebagai salah satu organisasi dengan pertumbuhan tercepat secara global. 4. Alternatif Jam Kerja Salah satu cara untuk memotivasi karyawan dalam bekerja adalah dengan menerapkan pengaturan jam kerja yang alternatif, berbagai cara untuk mengatur jam kerja ini adalah sebagai berikut : 4.1. Flextime Flexible Working Time atau Flextime adalah sistem pengaturan kerja yang memberi lebih banyak kebebasan kepada karyawan dalam mengatur jam kerja mereka. Flextime memegang prinsip bahwa jam berapa pun karyawan masuk, asalkan pekerjaan selesai dan waktu yang digunakan memenuhi jumlah jam yang sudah disepakati dalam perjanjian kerja. Manfaat yang diklaim antara lain berkurangnya ketidakhadiran, peningkatan produktivitas, mengurangi biaya lembur, mengurangi permusuhan terhadap manajemen, berkurang kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi kerja, penghapusan keterlambatan, peningkatan otonomi dan tanggung jawab untuk karyawan yang mana dapat meningkatkan kepuasan kerja. Hal ini dapat bekerja dengan baik bagi pekerjaan administrasi yang interaksi karyawannya dengan orang-orang di luar departemennya terbatas. Namun hal ini bukanlah pilihan yang layak untuk resepsionis, staf penjualan di toko ritel, dll yang mengharuskan adanya interaksi. Adapun beberapa jenis dalam Flextime antara lain : A. Fixed Working Hours Model fixed working hours yaitu sistem kerja di mana jumlah jam kerja sudah ditentukan untuk semua karyawan. Namun distribusi pembagian jamnya dibebaskan kepada karyawan itu sendiri. B. Flexible Working Hours Model ini adalah sistem kerja di mana karyawan tidak dibatasi jam kerjanya setiap hari. Syarat terpenting yang harus dipenuhi karyawan adalah 40 jam per minggu. Jika karyawan ingin memiliki 4 hari jam kerja, maka ia harus bekerja 10 jam per hari. Hal ini termasuk dalam CWW atau Compressed Workweek yaitu jam kerja yang dipadatkan. C. Variable Working Hours Model Flexi Time satu ini adalah sistem kerja yang membebaskan karyawan memilih jam kerja yang diinginkan namun ada jam-jam tertentu yang harus dihadiri. Artinya ada jumlah jam tertentu yang harus dipenuhi dan dikerjakan di kantor. 4.2. Job Sharing Job sharing adalah suatu sistem kerja yang mengatur dua orang untuk mengerjakan satu tugas secara bersama-sama. Jadi dua karyawan akan saling bekerja sama dan mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menyelesaikan satu pekerjaan yang sebenarnya bisa diselesaikan oleh satu orang. Hal ini memungkinkan dua orang untuk memiliki waktu kerja yang sesuai dengan keinginan mereka dengan pembagian yang telah disepakati. Alasan mengapa tidak diadopsi secara luas kemungkinan karena kesulitan menemukan mitra kompatibel untuk berbagi pekerjaan dan persepsi historis negatif individu juga tidak sepenuhnya berkomitmen pada pekerjaan dan majikan mereka. 4.3. Telecommuting Telecommuting adalah sistem kerja yang mengedepankan fleksibilitas, di mana para karyawannya dapat bekerja dari luar kantor. Terkadang karyawan dapat bekerja dari rumah atau kafe-kafe yang berada di dekat kantor maupun rumah. Dalam hal komunikasi, antara karyawan dan perusahaan biasanya mengandalkan teknologi dengan menggunakan email dan telepon. Beberapa industri biasanya menerapkan sistem telecommuting untuk posisi-posisi tertentu. Ada beberapa posisi yang biasanya dapat diberlakukan sistem telecommuting, seperti customer success manager, IT analyst, virtual assistant, dan sebagainya. Sistem ini menyimpan berbagai macam keuntungan yang akan didapatkan oleh karyawan. Kelebihan dari telecommuting di antaranya adalah: A. Fleksibilitas tinggi Sistem telecommuting akan membuat karyawan akan lebih fleksibel dalam menyelesaikan pekerjaan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, karyawan dapat bekerja di mana saja yang dirasa nyaman. Fleksibilitas jam dan tempat kerja menjadi keuntungan yang besar dari telecommuting. B. Hemat biaya Telecommuting tidak mewajibkan karyawannya untuk pergi ke kantor sehingga membuat mereka dapat menghemat uang transportasi. Di sisi lain, hal ini juga berguna bagi perusahaan karena tidak harus mengeluarkan tunjangan transportasi harian untuk karyawannya. C. Kepuasan kerja Dengan telecommuting, kepuasan kerja dari karyawan juga meningkat tinggi karena mereka dapat menjalankan work-life balance dengan baik. Lewat kepuasan tersebut, kemungkinan besar karyawan akan menyelesaikan pekerjaan dengan senang hati. 5. Management by Objective (MBO) 5.1. Definisi Management by objective (MBO) adalah pendekatan strategis untuk meningkatkan kinerja suatu organisasi. MBO merupakan proses di mana tujuan organisasi ditentukan dan disampaikan oleh manajemen dan berkolaborasi dengan anggota organisasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi karyawan, yang pada gilirannya akan berdampak pada corporate performance. Bersaman, manajmen dan karyawan mengembangkan sekelompok tujuan tertentu, ukuran pencapaian, dan kerangka waktu dimana bawahan berkomitmen untuk mencapai tujuan tersebut. Bawahan kemudian bertanggung jawab atas pencapaian tujuan. Manajer dan bawahan mungkin sesekali meninjau kemajuan dan evaluasi ulang rapat, tetapi pada akhir periode waktu yang ditentukan, bawahan dinilai berdasarkan hasil yang dia capai. Langkah penting dalam pendekatan MBO adalah pemantauan dan evaluasi kinerja dan kemajuan setiap karyawan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Idealnya, jika karyawan sendiri terlibat dalam menetapkan tujuan dan memutuskan tindakannya, karyawan lebih mungkin untuk memenuhi kewajibanya. Management by objective ini sendiri dikembangkan oleh Peter Drucker pada 1954 melalui bukunya yang berjudul “The Practice of Management”. Selain itu, Drucker juga menawarkan konsep bahwa tujuan organisasi hendaknya bersifat SMART, yaitu specific, measurable, achievable, realistic and timebound. 5.2. Langkah-Langkah dalam Management By Objective A. Menetapkan atau memperjelas tujuan organisasi sejalan dengan misi dan visi perusahaan. Visi dan misi organisasi merupakan arah perusahaan dalam menentukan setiap Langkah strategisnya kedepan. Didalamnya terdapat pula berbagai tuuan yang nantinya akan dicapai oleh perusahaan tersebut. Dalam pembuatannya visi dan misi juga perlu melibatkan berbagai manajer di sebuah perusahaan. Tujuan itu sendiri dibentuk berdasarkan interpretasi dan evaluasi terhadap apa yang bisa dan akan perusahaan lakukan dalam waktu yang telah ditentukan. B. Memastikan bahwa karyawan memahami sepenuhnya tujuan perusahaan secara keseluruhan. Dala pelaksanaan setia tujuan yang telah ditentukan oleh perusahaan harus diberitahukan pada karyawan hingga semua kalangan dalam perusahaan benar-benar memahami visi-misi, dan tujuan perusahaan tersebut. C. Melibatkan karyawan dalam menentukan tujuan pribadinya untuk membantu mencapai tujuan perusahaan. Setelah karyawan diberi pengarahan dan memahai tentang tujuan umum, rencana dan strategi yang sudah ditentukan oleh perusahaan, manajer dapat mengarahkan bawahan mereka untuk menetapkan target ribadinya, tujuan mana yang data diraih dala waktu tertentu, dan dengan sumber daya apa. Manajer dan staff juga dapat bertukar pikiran mengenai tujuan mana yang layak untuk diraih departemen atau organisasi tersebut. D. Pantau dan ukur kinerja karyawan relatif terhadap tujuan. Management by objective memang pendekatan yang penting bagi suatu manajemen dn meningkatkan efektifitas manajer, namun pemantauan dan pengukurank kinerja karyawan juga merupakan salah satu hal yang tidak boleh terlewat, agar tujuan tetap dapat tercapai dengan baik E. Evaluasi kemajuan, hargai kesuksesan dan berikan umpan balik. Evaluasi memungkinkan karyawan untuk dapat memantau dan mengoreksi setiap kegiatan yang dilaukan dalam perusahaan. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan formal meeting dimana progress akan dibahas dan pemberian feedback oleh manager. 5.3. Variasi dalam praktek Dala prakteknya mbo memiliki berbagai macam variasi tergantung pada seberapa formal dan terstrukturnya sebuah organisasi, dan karyawan pada tingkatan mana yang diperbolehkan untuk menentukan tujuan mereka sendiri. Berikut beberapa variasi dalam praktek MBO : A. Sangat formal Di beberapa organisasi, MBO bersifat sangat formal, sistem manajemen dengan penjadwalan tinjauan yang tepat, mengatur teknik evaluasi, dan format khusus di mana tujuan dan ukuran harus disajikan untuk ditinjau dan diskusi. B. Sangat informal Dalam beberapa organisasi MBO juga dapat bersifat sangat informal, perusahaan, manajemen, dan karyawan akan bersama-sama memutuskan segalanya. 5.4. Kelebihan dan keuntungan MBO MBO dapat membantu manajer dalam (a) mengarahkan perhatian manajer ke hasil, (b) memaksa anggota organisasi untuk berkomitmen ada pencapaian tertentu, dan (c) memfasilitasi karyawan berpikir dalam kaitannya dengan kebutuhan masa depan organisasi dan penetapan tujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu MBO juga menyediakan 3 alat pengukuran yang lebih baik dalam mengelola sumber daya manusianya secara optimal seperti : A. Memperoleh komitkmen dan keingininan yang lebih besar dari karyawan untuk berkontribusi dengan cara (a) memberikan tanggung jawab atas tujuan perusahaan yang merupakan tujuannya juga karena karyawan juga berperan dalam pembentukannya, (b) memberikan alasan yang sesuai mengapa karyawan ditempatkan dalam suatu bagian didalam organisasi, (c) menyuntikan vitalitas yang dilengkapi dengan energi yang diproduksi sebagai usaha untuk mencapai tujuan dengan segala resiko untuk berkomitmen B. Memperoleh control dan koordinasi yang lebih baik menuju pencapaian tujuan dengan (a) memiliki gambaran siapa yang melakukan apa dan bagaimana tiap bagian dapat sesuai satu sama lain, (b) mempunyai karyawan yang bisa mengontrol dan mengkoordinasikan apa yang ia lakukan karena dia sudah paham apa yang dapat membantu atapun menghalangi karyawan, (c) dapat melihat karyawan yang produktif dan tidak. C. Memperoleh kemampuan untuk membantu karyawan berkembang dengan (a) dapat mengetahui kekuakan dan kelemahan mereka secara lebih baik, (b) menggunakan pendekatan manajemen untuk mengajari karyawan berfikir jauh kedepan dan berorientasi dalam pencapaian tujuan 6. Imbalan Berbasis Kinerja Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan (Ivancevich,1996). Sistem imbalan adalah pemberian salah satu bentuk penghargaan kepada karyawan atas jasa yang telah diberikan kepada organisasi terutama tercermin dari prestasi karyanya (Siagian,2002). Dengan adanya sistem imbalan kerja maka para karyawan akan lebih terpuaskan dan termotivasi untuk bekerja dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya. 6.1. Jenis-Jenis Imbalan Atau Kompensasi Menurut Simamora (2004) pada umumnya komponen kompensasi dapat dibagi menjadi 2 yaitu kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) dan kompensasi finansial tidak langsung (indirect financial compensation). Kompensasi finansial langsung (direct financial compensation) terdiri dari bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus dan kompensasi. Kompensasi financial tidak langsung (indirect financial compensation) yang disebut dengan tunjangan meliputi semua imbalan finansial yang tidak tercakup dalam kompensasi langsung”. 6.2. Tujuan Sistem Imbalan Atau Kompensasi Kompensasi yang baik akan memberi beberapa efek positif pada organisasi atau perusahaan. Menurut Handoko (2000), tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah untuk: A. Memperoleh personalia yang qualified Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar, karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi supply dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar cakap yang sudah bekerja di berbagai perusahaan lain. B. Mempertahankan para karyawan yang ada Bila tingkat kompensasi tidak kompetitif, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitif dengan perusahaanperusahaan lain. C. Menjamin keadilan Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. D. Menghargai perilaku yang diinginkan Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif. E. Mengendalikan biaya-biaya Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematika organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya. F. Memenuhi peraturan-peraturan legal Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program Kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan. KESIMPULAN Implementasi motivas harus dilakukan agar karyawan dapat memiliki rasa kepemilikan terhadap perusahaan dan meningkatkan kinerja dari karyawan itu sendiri. Hal ini dapat dilaukan dengan cara seperti berikut. Mengenali perbedaan individu tiap karyawan untuk menyesuaikan pembelian motivasi sesuai dengan kebutuhan tiap individu karyawan Tentukan tujuan dan berikan feedback. Tujuan yang jelas dan spesifik harus ditentukan diawal, setelah selesai pemberian tugas, karyawan diberi feedback sekaligus apresiasi agar terjadi komuikasi dua arah Mengizinkan karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan yang memperngaruhi kinerja karyawan itu sendiri Berikan penghargaan pada karyawan sebagai bentuk apresiasi sekalgus motivasi Berikan jadwal dan beban kerja yang sesuai dengan kontrak. PENUTUP Demikian Makalah ini sudah selesai dibuat, besar harapan kami kelompok 3 sebagai penulis agar setiap perusahaan dapat benar-benar mengimplementasikan peningkatan motivasi pada para karyawannya secara nyata dan membuahkan hasil yang baik berupa peningkatan kinerja karyawan. Adapun makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, seluruh masukan dan saran akan sangat diterima. DAFTAR PUSTAKA Gibson, James L., John M. Ivancevich dan James H. Donnelly, Jr. (1996). Organisasi, Perilaku, Struktur, Proses, (Alih Bahasa Nunuk Adiarni), Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Siagian Sondang P., 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Cetakan Pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Simamora., Henry, 2004, Manajemen Sumber Daya Manusia, STIE YKPN, Yogyakarta. Handoko, Hani. 2000. Manajemen Personalia dan SDM. Yogyakarta: BPFE Sarah Cocchimiglio., 2021, What is Behavioral Modifications? Psychology, Definitions, Techniques & Applications., BetterHelp, https://www.betterhelp.com/advice/behavior/what-is-behavior-modificationpsychology-definition-techniques-applications/ Robbins, Stephen P. & A Judge, Timothy. (2013). Organizational Behavior. Fifteenth Edition. Pearson education. New Jersey 07458.