KETOASIDOSIS DIABETIKUM: Patofisiologi Keluhan dan Abnormalitas Pemeriksaan Fisik Konsentrasi glukosa dalam darah yang cukup tinggi (hiperglikemia) dan kadar keton yang juga tinggi menyebabkan hiperosmolaritas (Barski, Kezerle, Zeller, Zektser, & Jotkowitz, 2013). Hiperosmolaritas menstimulasi proses diuresis osmotik; dimana akan terjadi penurunan glomerular filtration rate, sehingga ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa dan keton yang tersaring keluar. Hal ini mengakibatkan lolosnya glukosa dan keton tersebut dari proses rearbsorpsi ginjal, sehingga glukosa dan keton akan muncul dalam urin (glukosuria dan ketonuria). Utamanya, diuresis osmotik menyebabkan cairan dan elektrolit intra sel keluar ke ekstra sel yang menyebabkan pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria). Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami dehidrasi/hipovolemi dan rasa haus (polidipsia) (Homenta, 2012). Dehidrasi menyebabkan takikardia, keterlambatan waktu pengisian kapiler, turgor kulit yang buruk, dan membran mukus kering. Rentang normal denyut nadi: Seorang bayi baru lahir memiliki denyut nadi sekitar 130-150 x /menit, balita 100-120x/menit, anak-anak 90-110 x/menit, dewasa 60-100 x menit. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Ketosis memicu pelepasan keton dalam tubuh dan dapat menyebabkan penurunan berat badan dengan cepat. Keton adalah asam yang diproduksi hati ketika tubuh membakar lemak untuk energi (lipolisis). Ketika tubuh kehilangan lemak, sel lemak tidak pergi ke mana pun atau pindah ke sel otot untuk dibakar. Sel lemak itu sendiri tetap berada tepat di bawah kulit paha, pinggul, lengan, dll., dan di atas otot (Porter et al. al. 2009). Lemak disimpan di dalam sel lemak dalam bentuk triagliserol. Lemak tidak dibakar di sana di dalam sel lemak; itu harus dibebaskan dari sel lemak melalui jalur hormonal/enzimatik yang agak kompleks. Ketika distimulasi, sel lemak melepaskan triagliserol ke dalam aliran darah sebagai asam lemak bebas (FFA), dan diangkut melalui darah ke jaringan di mana energi dibutuhkan (Manore et al. 2011). Dengan lipolisis, setiap molekul triagliserol dipecah menjadi gliserol dan tiga asam lemak. Reaksi dikatalisis oleh hormonesensitive lipase (HSL). Lemak yang disimpan akan dilepaskan ke aliran darah sebagai FFA dan mereka masuk ke otot-otot di mana energi dibutuhkan. Dengan meningkatnya aliran darah ke otot-otot yang aktif, lebih banyak FFA dikirim ke otot-otot yang membutuhkannya. FFA masuk ke dalam mitokondria dengan lipoprotein lipase dan ini adalah tempat FFA dibakar. Ketika FFA dilepaskan dari sel lemak, sel lemak menyusut dan lebih kecil, dan itu adalah alasan untuk tampilan yang lebih ramping. Lemak keluar dari tubuh Anda melalui banyak jalur. Sebanyak 84% persen keluar pernapasan dalam bentuk lewat molekul lemak karbon dioksida. Sekitar 16% sisanya keluar melalui keringat, air, urine, air mata, dan cairan tubuh lainnya. Tanda-tanda klinis lainnya yaitu muntah, sakit perut, dehidrasi, kelemahan, dan kelesuan. Sakit perut dan ileus dapat terjadi akibat deplesi kalium, asidosis, dan perfusi splanikus yang buruk. Sakit perut mungkin cukup parah pada fase awal DKA. Pada pasien DKA dengan nyeri perut, terdapat penurunan kadar bikarbonat serum dan pH darah (arteri) dibandingkan dengan pasien tanpa nyeri perut. Banyak mekanisme yang telah disarankan untuk mendasari gejala abdomen pada DKA, yaitu hiperglikemia akut yang dimediasi oleh gangguan motilitas gastrointestinal (esofagus, lambung dan kandung empedu), ekspansi kapsul hepar dengan cepat, dan iskemia mesenterika. Ketoasidosis menstimulasi kemoreseptor sentral dan perifer yang mengontrol respirasi, menghasilkan respirasi Kussmaul (pernapasan yang dalam dan cepat) dalam upaya untuk menurunkan PCO2 dengan membuang banyak CO2 dan mengkompensasi asidosis metabolik. Pernapasan ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi, namun sebelumnya pernapasan akan cednerung cepat dan dangkal. Pasien akan merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya terjadi secara tak sadar. Selain itu, ketoasidosis dapat menyebabkan bau buah (aseton) pada napas. Meskipun dehidrasi terjadi parah, anak-anak umumnya mempertahankan tekanan darah mereka, kemungkinan karena peningkatan katekolamin plasma dan peningkatan pelepasan hormon antidiuretik sehubungan dengan osmolalitas serum yang tinggi. Ketika mekanisme kompensasi kewalahan, anak-anak dengan DKA parah dapat datang dengan hipotensi, syok, dan perubahan status mental. A: Normal (eupnea); B: Tachypnea - increased respiratory rate; C: Hyperpnea - normal rate, deep inspirations; D: Kussmaul’s - tachypnea and hyperpnea Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi).Pada anak-anak yang sehat, CRT selama 2 detik atau kurang saat diukur dengan jari. Jika kaki atau dada digunakan untuk penilaian, CRT 4 detik atau kurang dianggap normal. Namun, CRT selama 3 detik atau lebih harus dianggap sebagai 'tanda bahaya', yang menunjukkan bahwa seorang anak berisiko lebih tinggi terkena penyakit serius, karena tes tersebut memiliki spesifisitas tinggi dan rasio kemungkinan positif untuk berbagai hasil serius. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sudiyanto (2003) pada hewan coba yang mengalami diabetes terjadi peningkatan aktivitas neurotransmiter serotonin dan dopamin yang dapat meningkatkan kecemasan. Hal ini terjadi pada pasien DM yang dapat disebabkan oleh faktor biologik, yang menyebabkan timbulnya reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan meningkantnyan sistem saraf simpatis yang melepaskan ketakolamin dan meningkatnya metabolik norepinefrin. Cannon dalam Syarif (1988) menjelaskan bahwa kecemasan dapat menimbulkan glikosuria pada kucing dan orang normal. Menurut Lane et al (2000) kecemasan dapat meningkatkan kadar gula darah meskipun pada HBA1c lemah kemaknaannya. Stres dapat meningkatkan hormon ACTH yang akan mengaktifkan korteks adrenal untuk mensekresi hormon glukokortikosteroid yang akan meningkatkan glukoneogenesis sehingga kadar gula darah akan meningkat (Sholeh, 2002). Stres merangsang HPA axis dan menyebabkan perubahan beberapa hormon, peningkatan konsentrasi kortisol serum dan berkurangnya hormon seks dan aktivitas insulin serta peningkatan glukosa darah (Bjorntorp et al 1997). TD Normal : TD sistolik atau diastolik < 90 persentil menurut gender, umur, dan tinggi badan anak MONITORING TERAPI KETOASIDOSIS DIABETIKUM Pemantauan ditujukan untuk mengurangi morbiditas akibat komplikasi akut maupun kronis, baik dilakukan selama perawatan di rumah sakit maupun secara mandiri di rumah, meliputi (Homenta, 2012): 1. Keadaan umum dan tanda vital. 2. Kemungkian infeksi. 3. Kadar gula darah (juga dapat dilakukan dirumah dengan menggunakan glukometer) setiap sebelum makan utama dan menjelang tidur malam hari. 4. Kadar HbAIC (setiap 3 bulan). 5. Pemeriksaan keton urine (terutama bila kadar gula > 250 mg/dL). 6. Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun) 7. Fungsi ginjal 8. Fundus untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe 1, atau setelah pubertas) 9. Tumbuh kembang DAFTAR PUSTAKA Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, et al. ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2018: diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic hyperosmolar state. Pediatr Diabetes. 2018;19(suppl 27):155–177 Fleming S, Gill P, Jones C, et al. Validity and reliability of measurement of capillary refill time in children: a systematic review. Arch Dis Child. 2015;100(3):239–249. Umpierrez, Guillermo & Freire, Amado. (2002). Abdominal pain in patients with hyperglycemic crises. Journal of critical care. 17. 63-7. 10.1053/jcrc.2002.33030. Sudiyanto.A, 2000, Pengalaman Klinik Penatalaksanaan Non farmakologik Gangguan Anxietas. Makalah Pertemuan Ilmiah Dua Tahunan Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Jakarta Syarif .N, 1988, Diabetes Mellitus dari Pandangan Psikiatri Jiwa.1: 49-54 Lane JD,Mc Caskill CC, Williams PG, Personality Correlates of Glycemic in Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2000;23:1321-5. Barski, L., Kezerle, L., Zeller, L., Zektser, M., & Jotkowitz, A. (2013). New approaches to the use of insulin in patients with diabetic ketoacidosis. European Journal of Internal Medicine 24(3): 213–216. doi: 10.1016/j.ejim.2013.01.01 Homenta, H. 2012. Diabetes Mellitus Tipe 1. Karya Tulis Biomedika Kedokteran. Universitas Brawijaya Gallo de Moraes, A., & Surani, S. (2019). Effects of diabetic ketoacidosis in the respiratory system. World journal of diabetes, 10(1), 16–22. https://doi.org/10.4239/wjd.v10.i1.16 Manore M, Champaign IL, Thompson J. 2011. Regulation of fatty acid oxidation in skeletal muscle. Annual Rev Nutr 19:463–484. Porter SA, Massaro JM, Hoffmann U, Fox CS. 2009. Abdominal subcutaneous adipose tissue: a protective fat depot? Diab Care 32(6):1068–1075.