III IDENTIFIKASI MASALAH Untuk mengidentifikasi masalah pada pasien ini, kami melakukan kunjungan ke rumah pasien dimana kami mengamati status kesehatan penderita, keadaan sosial ekonomi keluarga, kondisi rumah, mengamati faktor-faktor resiko yang kami jumpai. Secara terperinci kami uraikan sebagai berikut : 1. Gambaran Status Kesehatan Kunjungan rumah yang pertama dilaksanakan pada tanggal 14 Oktober 2019. Pasien mengatakan keluhan lemas dan tidak ada keluhan lain. Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melltus sejak tahun 2017 dan rutin minum obat. Ketika kami melakukan pemeriksaan gula darah, gula darah sewaktu pasien adalah 227 mg/dL. Kunjungan ke dua dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2019, pasien mengaku sudah tidak merasakan keluhan lemas dan gula darah sewaktu pasien adalah 205 mg/dL. Kunjungan ke tiga dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2019, pasien masih rutin minum obat namun obat diabetes sudah hamper habis, sehingga kami menyarankan pasien untuk kontrol rutin ke dokter sebelum obat habis. Pasien tidak mengeluhkan apapun. 2. Gambaran Singkat Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga Pasien merupakan seorang penjual tuak. Dalam 1 hari biasa pasien menjual 1 jerigen tuak seharga 25 ribu rupiah. Jika laku, pasien bisa mendapatkan 40 ribu rupiah per hari. Istri pasien adalah ibu rumah tangga yang suka berjualan es di dekat rumahnya. Dalam satu hari, istri pasien bisa medaatkan 50 ribu rupiah. Penghasilan pasien dan istrinya tidak menentu setiap harinya, namun rata – rata jumlah penghasilan mereka dalam satu hari adalah Rp. 80.000,00. Pasien merupakan anak 5 dari lima bersaudara, namun kakak pasien sudah meninggal sehingga tersisa pasien dan 2 kakaknya. Dalam satu pekarangan terdapat satu kepala keluarga, antar satu keluarga dan keluarga lainnya jaraknya berdekatan dan cenderung padat penduduk. Di sekitar rumah pasien juga terdapat kandang ayam milik pasien. ANALISIS FAKTOR RISIKO Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), faktor risiko diabetes mellitus (DM) dapat dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Faktor Risiko yang tidak bisa dimodifikasi. Terdiri dari ras, riwayat keluarga, riwayat melahirkan bayi dengan BBLR > 4000 gram atau kencing manis saat hamil, umur > 45 tahun 2. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi Kelebihan berat badan (IMT > 23), hipertensi, kurang aktivitas fisik, dyslipidemia (HDL < 35, trigliserida > 250), diet tidak sehat (tinggi gula dan rendah serat). Dalam kasus pasien ini, faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi adalah riwayat keluarga dan umur > 45 tahun. Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah kelebihan berat badan dan kurang aktivitas fisik. a. Riwayat Keluarga Kakak pasien memiliki riwayat DM tipe 2. Saat ini kakak pasien sudah meninggal, namun bukan karena penyakit DM nya. Orang tua pasien disangkal memiliki riwayat penyakit yang sama. Hasil penelitian Isnaini & Ratnasari (2018) bahwa orang yang memiliki keluarga dengan riwayat DM berpeluang 10,938 kali lebih besar menderita DM tipe 2 daripada orang yang tidak memiliki keluarga dengan riwayat DM karena risiko seseorang untuk menderita DM tipe 2. Keluarga yang di maksud hanya keluarga dekat seperti ayah, ibu dan saudara kandung. Faktor genetik pada kasus DM bersumber dari keselarasan DM yang dapat meningkat pada kondisi kembar monozigot, prevalensi kejadian DM yang tinggi pada anak-anak dari orang tua yang menderita DM dan prevalensi kejadian DM yang tinggi pada kelompok etnis tertentu. b. Usia Saat ini pasien berusia 52 tahun. Seiring bertambahnya usia, maka penyakit metabolik semakin rentan terjadi. DM tipe 2 terjadi 2 kali lebih banyak pada usia dewasa – lanjut usia (NIDDK, 2008). c. Kelebihan berat badan (IMT > 23) Adanya pengaruh indeks masa tubuh terhadap diabetes mellitus ini disebabkan oleh kurangnya aktivitas fisik serta tingginya konsumsi karbohidrat, protein dan lemak yang merupakan factor risiko dari obesitas. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya Asam Lemak atau Free Fatty Acid (FFA) dalam sel. Peningkatan FFA ini akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membrane plasma, dan menyebabkan terjadinya resistensi insulinpada jaringan otot dan adipose (Teixeria-Lemos dkk,2011). Saat ini pasien memiliki berat badan 75 kg dan tinggi badan 165 cm sehingga indeks masa tubuh pasien adalah 23.8 kg/m2. Pasien memiliki kelebihan berat badan sehingga lebih berisiko terhadap DM tipe 2. d. Kurang aktivitas fisik Aktivitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar tetapi ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi energi maka akan timbul DM (Kemenkes,2010). Olahraga dapat membuat jantung dan pembuluh darah berfungsi dengan baik. Olahraga dapat memperbaiki metabolism lipoprotein dan karbohidrat, menurunkan sumbatan pembuluh darah, dan meningkatkan HDL. Olahraga juga dapat meningkatkan kesehatan jantung. Aktivitas sehari – hari pasien adalah diam di rumah dan kadang berkeliling dengan motor untuk berjualan tuak. Pasien mengaku tidak pernah beraktivitas fisik seperti berjalan kaki dalam kesehariannya.