Kebijakan moneter yang ditempuh oleh otoritas moneter (Pemerintah Indonesia bersama Bank Indonesia). dimaksudkan untuk mengatur jumlah uang beredar agar perekonomian Indonesia tetap kondusif dalam artian inflasi rendah tingkat pengangguran rendah. dan pertumbuhan ekonomi tinggi. sehingga proses pembangunan dapat berjalan sebagaimana yang direncanakan. Berbagai kebijakan moneter yang telah ditempuh oleh Pemerintah Indonesia. untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. antara lain: Kebijakan uang ketat. kebijakan delegurasi perbankan. kebijakan open market operation dengan menggunakan instrumen surat berharga bank Indonesia. dan oblogasi Pemerintah. kebijakan politik diskonto (discout policy). kebijakan open mount policy. dan kebijakan ekspansi moneter. Salah satu kebijakan moneter yang secara rutin ditempuh oleh otoritas moneter di Indonesia adalah kebijakan ekspansi moneter. yaitu menambah jumlah uang beredar melalui peningkatan jumlah uang kartal yang diedarkan. Kebijakan ini ditempuh untuk merespon peningkatan jumlah barang dan jasa yang ada dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi. dengan demikian diharapkan adanya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. melalui peningkatan agregat demand (AD). Ekspansi moneter yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, berpengaruh pada peningkatan jumlah uang beredar (JUB) melalui angka muliplier effeck (peningkatan uang giral , demand deposit ), dan peningkatan uang quasi. Bila peningkatan ini melebihi kebutuhan perekonomian maka justru akan mendorong peningkatan inflasi yang tinggi. Ekspansi moneter merupakan kebijakan yang dilakukan oleh otoritas moneter untuk menambah atau meningkatkan jumlah uang kartal guna mempengaruhi stabilitas perekonomian, dan konsistensi pertumbuhan ekonomi Kebijakan ini perlu dilakukan untuk menjaga keseimbangan Permintaan akan uang (Md) dan penawaran akan uang (Ms), dimana untuk stabilitas perekonomian persyaratan yang diperlukan adalah keseimbangan antaraMd dan Ms, bila keseimbangan tidak terjadi akan berdampak instabilitas perekonomian berupa Inflasi atau deflasi. Perekonomian akan mengalami Inflasi bila jumlah uang beredar (Ms) lebih banyak dibandingkan dengan permintaan akan uang untuk melakukan transaksi, karena kelebihan jumlah uang beredar, berarti kelebihan jumlah uang yang ada ditangan masyarakat, kelebihan ini akan diterjemahkan masyarakat menjadi konsumsi, ini berarti meningkatkan permintaan barang dan jasa dalam perekonomian (peningkatan Agregate Demand), peningkatan agrgate demand bila tidak diikuti oleh pengkatan jumlah produksi barang dan jasa yang ada , maka akan berdampak pada peningkatan harga, ini berarti terjadi Inflasi ( Demand Inflation). Target Inflasi Berdasarkan UU No. 23/1999 tentang Bank Sentral, Bank Indonesia diamanat-kan untuk menetapkan sasaran laju inflasi dalam rangka mencapai tujuan yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah. Penetapan sasaran laju inflasitersebut meru-pakan acuan dalam menetapkan sasaran-sasaran moneter untuk menetapkankebijakan moneter. Dalam operasional pengendalian moneter, isu pokok yang perlu dikajidalam rangka penetapan sasaran (target) laju inflasi tersebut adalah (1) berapa tingkattarget inflasi yang sesuai dan (2) berapa lama jangka waktu pencapaiannya secara realistis. Pengukuran Tingkat Target Inflasi target inflasi yang “sesuai” adalah (1) target inflasi yang rendah (paling tidak satu digit),(2) dapat meminimumkan gejolak inflasi relatif sehingga diperoleh ekspektasi yang stabil,(3) cukup menantang untuk dicapai agar dapat meningkatkan kredibilitas bank sentral,dan (4) dapat dicapai dengan pengorbanan output yang minimum Target Output/pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan fisikal produksi barang dan jasa dan pertambahan produksi barang modal. Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya meningkat. Dalam dunia nyata, amat sulit mencatat jumlah unit barang dan jasa yang dihasilkan selama periode tertentu, oleh karna itu angka yang digunkaan untuk menaksir output adalah nilai moneternya (uang) yang tercermin dalam nilai Produk Domestik Bruto (Sukirno, 2013). Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, nilai PDB yang digunakan adalah PDB berdasarkan harga konstan. Sebab, dengan menggunakan harga konstan, pengaruh perubahan harga telah dihilangkan, sehingga sekalipun angka yang muncul adalah nilai uang dari output barang dan jasa, perubahan nilai PDB sekaligus menunjukkan perubahan jumlah kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan selama periode pengamatan (Manurung & Rahardja, 2008) Target Pengangguran anda panah pada bagan menunjukkan pengaruh suatu variable terhadap variabel lain. Pengangguran berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Pertumbuhan ekonomi berpengaruh terhadap inflasi namun tidak berpengaruh pada pengangguran. Inflasi tidak berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi maupun pengangguran. Deskripsi perkembangan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan pengangguran selama periode penelitian di bagi ke dalam periode sebelum krisis moneter 1988, yaitu 1980-1997, pada saat krisis moneter tahun 1998, dan setelah krisis moneter tahun 1998, yaitu 1999-2010 seperti pada diatas. Data diatas menunjukkan baahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata per tahun pada periode sebelum krisis moneter Indonesia lebih tinggi lagi dibandingkan dengan periode setelah krisis moneter. Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,31% per tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi rata-rata pada periode setelah krisis moneter mengalami perlambatan , yaitu sebesar 4,74% per tahun. Perekonomian Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi negative sebesar 13,11% pada masa krisis moneter tahun 1998. Laju inflasi di Indonesia cukup tinggi selama periode tahun 1980-2010, yaitu sebesar 10,45% rata-rata per tahun. Laju inflasi tertinggi terjadi pada masa periode 1998, yaitu sebesar 58%. Laju inflasi pada periode sebelum krisis moneter tahun 1998 relatif lebih rendah dibandingkan dengan periode setelah krisis. Laju inflasi pada masa sebelum krisis moneter pada tingkat 8,58%, sedangkan pada periode setelah krisis laju inflasi naik menjadi 9,31% rata-rata pertahun. Tingkat pengangguran seebelum krisis moneter (1980-1997) relative rendah, yaitu 3,11%. Setelah krisis moneter periode 1999-2010 tingkat pengangguran meninggi sebesar 8,71% ratarata per tahun. Tingkat pengangguran di Indonesia pada saat krisis moneter adalah sebesar 5,5%. Bank Indonesia sejak tahun 1999 menetapkan suatu kerangka kebijakan moneter yang dinamakan Inflation Targeting. Inflation Targeting adalah kebijakan moneter dengan menjadikan intlasi sebagai sasaran akhir. Dalam pelaksanaan Inflation Targeting,B ank Indonesia menetapkan target inflasi yang diinginkan dan menerapkan strategi kebijakan moneter untuk mencapai target inflasi yang telah ditetapkan. Bank Indonesia dalam ha1 ini menerapkan kebijakan moneter secara ,forwardlooking yang berbasis pengendalian suku bunga karena secara empiris transmisi moneter melalui suku bunga bekerja cukup efektif dalam mempengaruhi permintaan agregat dan inflasi. Terdapat 2 model pendekatan dalam merumuskan kebijakan moneter secara ,forward-looking yaitu optimal inflation targeting rule dan variasi rule yang berbasis Taylor rule Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut kerangka kerja yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). ITF merupakan suatu kerangka kerja (framework) dengan kebijakan moneter yang diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan ke depan dan diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral. ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara formal sejak 1 Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kerangka kebijakan moneter dengan uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Berpijak pada pengalaman krisis keuangan global 2008/2009, salah satu pelajaran penting yang mengemuka adalah perlunya fleksibilitas yang cukup bagi bank sentral untuk merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.