Uploaded by User93743

3. ISI BAB (hesty labuK)

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality
Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari
semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare
dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan
yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien
balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil (3,5%)
dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan prevalensi
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh berbeda
dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur
balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan penanganan secara
berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar 2,13% menurun menjadi
1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita
1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat hanya 1,6 per mil. Berdasarkan
data profil kesehatan Indonesia tahun 2013, lima besar morbiditas dan mortalitas
pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%);
demam (14%); diare dan gastroenteritis (14,4%) (Riskesdas, 2013)
Peranan vitamin A sebagai antioksidan, yang membantu merangsang
dan memperkuat daya tahan tubuh dalam meningkatkan aktivitas sel pembunuh
kuman (natural killer cell), memproduksi limfosit, f agositis, dan antibodi. Dalam
kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa: (1) ada hubungan
kuat antara status vitamin A dan risiko terhadap penyakit infeksi pernapasan; (2)
hubungan anrara
kekurangan
vitamin A dan diare belum begitu jelas; (3)
kekurangan vitamin A pada campak cenderung menimbulkan komplikasi yang
dapat berakibat kematian. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Azrimaidaliza
bahwa Vitamin A berperan terhadap fungsi kekebalan tubuh (imunitas) manusia.
Terjadinya defisiensi vitamin A menyebabkan mekanisme protektif spesifik dan
non spesifik rusak, yaitu respon humoral terhadap bakteri, imunitas mukosal,
aktivitas sel NK dan phagositosis. Selanjutnya defisiensi vitamin ini berakibat pada
meningkatnya resiko penyakit infeksi, seperti campak, diare, ISPA dan malaria.
1
Labu
kuning
atau
waluh
termasuk
komoditas
pangan
yang
pemanfaatannya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena masyarakat
masih belum menyadari potensi dan kandungan gizi labu kuning yang sangat
tinggi terutama kandungan Vitamin A nya. Penyebaran buah labu kuning cukup
merata di Indonesia, hampir semua kepulauan di Indonesia dijumpai tanaman labu
kuning. Tingkat produksi labu kuning di Indonesia relatif tinggi dan produksi dari
tahun ke tahun terus meningkat. Produksi labu kuning pada tahun 2001
produksinya mencapai 96,667 ton, pada tahun 2003 sebanyak 103,451 ton, pada
tahun 2006 produksi labu kuning sebanyak 212.697 ton dan jumlah produksi tahun
2010 mencapai 369.846 ton (Santoso, 2013 dalam Aan, 2016). Perbandingan
kandungan gizi pada tepung labu kuning dan tepung terigu yaitu tepung labu
kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g, lemak 0,5 g dan
β-karoten 180 SI/g , sedangkan pada tepung terigu adalah energi 365 kkal,
karbohidrat 77,3 g, protein 8,9 g, lemak 1,3 g dan β-karoten 0 SI/g (Gardjito, 2006
dalam Aan, 2016). Dilihat dari kandungan nilai gizi yang hampir sama dan nilai βkaroten pada tepung labu kuning lebih tinggi maka tepung labu kuning dapat
menjadi alternatif untuk menggantikan tepung terigu.
Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh labu kuning maka labu kuning
dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi. Untuk tujuan tersebut, labu kuning
diolah menjadi produk yang tahan lama seperti tepung. Tepung labu kuning akan
lebih efisien digunakan untuk mengolah berbagai produk makanan. Tepung labu
kuning umumnya yang digunakan sebesar 10% dari berat bahan yang diperkaya.
Tepung labu kuning dapat ditambahkan pada makanan-makanan yang digemari
oleh masyarakat, salah satunya adalah mie basah.
Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami
proses perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air sekitar 35% dan setelah
direbus kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air yang relatif tinggi
mengakibatkan umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009). Subtitusi tepung
labu kuning diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi dan sifat organoleptik
mie basah labu kuning. Sifat organoleptiknya meliputi warna, aroma, rasa, tekstur
dan keseluruhan sehingga akan mempengaruhi daya terima di masyarakat, serta
di uji kadar Kadar Vitamin A, Kadar Protein, Kadar Karbohidrat, Kadar lemak agar
dapat diketahui kadar βkaroten di dalam pancake labu kuning sehingga dapat
2
membantu memenuhi kebutuhan Vitamin A. Dari uraian tersebut maka dilakukan
penelitian mengenai pengaruh subtitusi tepung labu kuning (Curcurabica
moschata) dan sari wortel (Daurus carota l) terhadap nilai energy dan kadar zat
gizi, dan mutu organoleptic mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A
(KVA) pada balita
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica moschata) dan
Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk Mencegah Kekurangan
Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar Karbohidrat, Kadar
Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik)?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica
moschata) dan Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk
Mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar
Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik).
2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis nilai energi mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel.
b. Menganalisis kadar zat gizi yang meliputi kadar karbohidrat, kadar protein, kadar.
lemak, dan kadar vitamin A mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel.
c. Menganalisis mutu organoleptik meliputi warna,aroma, rasa, dan tekstur pada mie
basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Keilmuan
Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana belajar dan
pengembangan penelitian mengenai subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel
pada mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA).
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi masukan dan digunakan secara langsung oleh
masyarakat dalam penggunaan subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel untuk
mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA).
3
E. Kerangka Pikir Penelitian
Penyakit Infeksi,
F. seperti
diare
Rendahnya konsumsi
makanan sumber lemak
Penderita
KEP
Penyakit Kekurangan Vitamin A
Tata laksana Kekurangan Vitamin A
Edukasi
Tatalaksana
Diet
Pemberian
kapsul Vitam A
Pengembangan mie basah dari pangan lokal
- Tepung labu kuning
- Sari wortel
Mutu mie basah dengan subtitusi tepung labu kuning
dan sari wortel
Nilai Energi
Kadar Zat Gizi:
- Kadar
Vitamin A
- Kadar
Protein
- Kadar
Karbohidrat
- Kadar lemak
- Kadar Air
Mutu Organoleptik
- Warna
- Rasa
- Aroma
- Tekstur
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
4
G. Hipotesis
1. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap nilai
energi mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada
balita.
2. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap kadar
zat gizi untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita.
3. Adanya pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap
mutu organoleptik mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A
(KVA) pada balita.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kekurangan Vitamin A (KVA)
Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara
luas, vitamin A merupakan nama generic yang menyatakan semua retinoid dan
precursor/ provitamin A/ karetonoid yang mempunyai aktivitas biologi sebagai
retinol (Sunita Almatsier, 2004) Merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan,
reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah.
Disamping itu kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit
infeksi saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena
campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Siti Maryam, 2003).
Kebutuhan Vitamin A pada wanita umumnya umumnya meningkat dengan
bertambahnya usia, terutama pada ibu hamil. Sedangkan pada pria kebutuhan
vitamin A tidak terdapat penambahan yakni 600 mcg (Permenkes, 2013). Pada
wanita, kebutuhan vitamin A cenderung stabil pada umur 10-18 tahun yakni 600
mcg, sedangkan pada umur 19-80 tahun keatas mengalami penurunan kebutuhan
sebesar 100 mcg. Namun terdapat penambahan kebutuhan vitamin A pada ibu
hamil Trimester 1 sebesar +300 mcg, sedangkan pada trimester ke 2 sebesar
+350 mcg. Dan pada ibu menyusui terdapat penambahan juga, sebesar +350 mcg.
Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi
utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi
KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih
menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini
hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di
laboratorium. KVA akan meningkatkan kesakitan dan kematian, serta mudah
terkena penyakit infeksi seperti ISPA, diare, radang paru-paru, pneumonia,
sehingga akan menyebabkan kematian.
Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality
Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari
semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare
dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan
yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien
balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil (3,5%)
6
dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan prevalensi
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh berbeda
dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur
balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan penanganan secara
berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar 2,13% menurun menjadi
1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita
1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat hanya 1,6 per mil. Berdasarkan
data profil kesehatan Indonesia tahun 2013, lima besar morbiditas dan mortalitas
pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%);
demam (14%); diare dan gastroenteritis (14,4%) (Riskesdas, 2013)
Kekurangan Vitamin A disebabkan oleh dua factor, diantaranya adalah
penyebab langsung dan tidak langsung. Pada penyebab langsung, KVA
disebabkan oleh konsumsi Vitamin A dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari
tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama.
Kekurangan Vitamin A ini juga dapat disebabkan karena kurangnya konsumsi
lemak dalam tubuh yang dalam hal ini berperan dalam penyerapan Vitamin A
dalam tubuh. Sedangkan penyebab tidak langsung salah satunya adalah
disebabkan oleh penyakit infeksi dalam tubuh sehingga dapat mempercepat
penggunaan Vitamin A dalam tubuh namun persediaan zat gizi tidak
mencukupinya.
B. Mie Basah
Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi
masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah
dan
cara
pengolahan
sekaligus
penyajiannya
sederhana.
Mie
banyak
mengandung karbohidrat, yang banyak menyumbang energi pada tubuh sehingga
mie dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Penggunaan mie di
Indonesia sebagai bahan baku pembuatan soto mie (Bogor), taoge goreng (Jawa
Barat), mie telor (Palembang), mie juhi (Betawi), mie goreng, mie pangsit, mie
ayam dan ifumi (Astawan, 2008).
Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku tepung terigu sangat
populer di kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan
sebagai sumber energi karena memiliki karbohidrat cukup tinggi (Rustandi, 2011).
Adapun produk mie yang beredar di pasaran berdasarkan tahap penyajian dan
7
kadar airnya yaitu, mie mentah/segar, mie basah, mie kering, mie goreng dan mie
instan. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami proses
perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air sekitar 35% dan setelah direbus
kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air yang relatif tinggi mengakibatkan
umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009).
Kegemaran masyarakat mengkonsumsi mie semakin lama semakin
meningkat. Menurut Munarso dan Haryanto (2012), konsumsi mie instan
meningkat sekitar 25% per tahun,
pada awal tahun 2000-an, angka ini
diperkirakan terus meningkat sekitar 15% per tahun. Hal itu dapat menjadi
perkembangan peluang bisnis, sehingga perlu peningkatan rasa dan kualitas.
Bahan baku pembuatan mie adalah tepung terigu, sehingga hal ini menambah
jumlah impor tepung terigu. Penggunaan tepung terigu terus mengalami
peningkatan, sehingga tahun 2011 impor tepung terigu mencapai 638.863,48 ton
(Disperindag, 2012). Peningkatan impor tepung terigu dapat mengancam
ketahanan pangan, sehingga diperlukan alternatif bahan dasar pembuatan mie
yang berbasis pangan local seperti subsitusi tepung labu kuning.
Standar mutu mie basah secara keseluruhan sudah diatur dalam Badan
Standardisasi Nasional 2015 yang disajikan pada Tabel 2.1. Dan komposisi gizi
mie basah per 100 gram dapat disajikan dalam Tabel 2.2.
8
Tabel 2.1 Standart mutu Mie basah
No
Kriteria Uji
1.
Keadaan
1.1
Bau
1.2
Satuan
Persyaratan
Mie Basah
Mie Kering
-
Normal
Normal
Rasa
-
Normal
Normal
1.3
Warna
-
Normal
Normal
1.4
Tekstur
-
Normal
Normal
2.
Kadar Air
Fraksi Massa, %
Maks. 35
Maks. 65
3.
Kadar Protein (NX6.25)
Fraksi Massa, %
Min. 9,0
Min. 6,0
4.
Kadar abu tidak larut dalam
Fraksi Massa, %
Maks. 0,05
Maks 0,05
asam
5.
Bahan Berbahaya
5.1
Formalin (HCHO)
-
Tidak Boleh Ada
Tidak Boleh Ada
5.2
Asam Borat (𝐻3 B𝑂3 )
-
Tidak Boleh Ada
Tidak Boleh Ada
6.
Cemaran Logam
6.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 1,0
Maks. 1,0
6.2
Kadmium (Cd)
mg/kg
Maks. 0,2
Maks. 0,2
6.3
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0
Maks. 40,0
6.4
Merkuri (Hg)
mg/kg
Maks. 0,05
Maks. 0,05
7.
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
Maks. 0,5
8.
Cemaran Mikroba
8.1
Angka Lempeng Total
Koloni/g
Maks 1x106
Maks 1x106
8.2
Eschericia coli
Apm/g
Maks. 10
Maks. 10
8.3
Salmonella sp.
-
Negatif/25 g
Negatif/25 g
1x103
Maks 1x103
8.4
Staohylococcus aureus
koloni/g
Maks
8.5
Bacillus cereus
koloni/g
Maks 1x103
Maks 1x103
8.6
Kapang
koloni/g
Maks 1x104
Maks 1x104
9.
Deoksinivalenol
µg/kg
Maks. 750
Maks. 750
(Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015)
9
Tabel 2.2 Komposisi Gizi Mie Basah per 100 gram
Zat Gizi
Mie Basah
Zat Gizi
Mie Basah
Energy (kkal)
86
Fe
0,8
Protein (g)
0,6
Vitamin A
-
Lemak (g)
3,3
Vitamin B1 (mg)
-
Karbohidrat (g)
14
Vitamin C (mg)
-
Kalsium (g)
13
Air (mg)
80
(Sumber: Astawan, 1999 dalam PM Badilangoe, 2012)
Pembuatan mie terdiri atas beberapa bahan, diantaranya adalah tepung
terigu, telur, STPP, air, dan garam. Standar resep mie basah dapat disajikan dalam
Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Standar Resep Mie Basah
Bahan
Berat (gram)
Tepung Terigu
400
Telur
120
STPP
0.006
Minyak
40
Garam
5
Air
250
Mie dapat dikatakan berkualiatas adalah memenuhi selera dan harapan
konsumen yang mana dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensoris (mutu
organoleptik). Secara umum mutu oganoleptik mencakup 4 hal utama, yakni
sebagai berikut:
1. Tekstur
Tekstur yang disukai adalah kenyal, tidak lembek, tidak lengket, dan
permukaan yang halus.
2. Warna
Warna yang disukai adalah warna kuning segar untuk mie basah.
3. Aroma
Aroma mie yang tidak disukai adalah berbau tepung mentah dan apek.
4. Rasa
10
Rasa yang tidak disukai adalah rasa adonan yang masi mentah, terasa
tepungnya.
C. Tepung Labu Kuning
Berdasarkan data dari Disperindag pada tahun 2011, konsumsi tepung
terigu di Indonesia tergolong tinggi yaitu mencapai 4,6 juta ton. Upaya untuk
mengurangi konsumsi tepung terigu di Indonesia yang tergolong tinggi yaitu
dengan mengganti atau mensubstitusi tepung terigu dengan bahan pangan lokal.
Beberapa manfaat dari kandungan/zat gizi pada bahan pangan lokal dapat
ditambahkan pada produk. Bahan pangan lokal yang potensial sebagai bahan
pensubstitusi tepung terigu antara lain kentang, ketela pohon,ubi jalar, bengkoang
dan labu kuning atau waluh (Widowati, 2001).
Labu kuning (Cucurbita moschatal) merupakan sumber vitamin A dan C,
mineral, serta karbohidrat. Daging buah labu kuning (Cucurbita moschatal) sangat
kaya akan antioksidan yang berperan sebagai penangkal radikal bebas. Tepung
labu kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g, lemak 0,5 g
dan β-karoten 180 SI/g (Gardjito, 2006). Dengan kandungan β-karoten (provitamin
A)-nya yang tinggi, tepung labu kuning sangat baik digunakan sebagai bahan
fortifikasi sehingga dapat menambah nilai gizi, sehingga labu kuning dapat
dimanfaatkan menjadi tepung labu kuning sebagai pensubstitusi tepung terigu.
Pemanfaatan labu kuning dengan dijadikan tepung yaitu untuk menambah masa
simpan labu kuning. Beberapa produk yang dapat disubstitusikan dengan tepung
labu kuning antara lain mie, biskuit, roti tawar dan cake (Yuliani, 2005). Substitusi
tepung labu kuning diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi dan sifat
organoleptik. Sifat organoleptiknya meliputi warna, aroma, rasa dan teksturnya
sehingga akan mempengaruhi daya terima di masyarakat.
D. Sari Wortel (Daucus carota L.)
Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi biasanya
berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu
dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Wortel segar
mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin (betakaroten, B1, dan C).
Betakarotennya mempunyai manfaat sebagai antioksidan yang menjaga
kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten dapat
11
mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak
tidak jenuh ganda dari proses oksidasi, tubuh lebih efektif menyerap betakaroten
dari wortel yang setengah masak dari pada yang mentah (Anonim, 2010).
Berdasarkan penelitian oleh departement pertanian di USA, satu buah
wortel yang berukuran sedang atau ½ cangkir wortel cincang bisa diasumsikan
menjadi 1 porsi. Setiap satu porsi wortel mempunyai kandungan zat gizi sebayak
1g protein, 3g gula, 6g karbohidrat, serta 25g kalori. Wortel merupakan salah satu
sayuran yang tergolong kaya akan vitamin A, vitamin A yang terdapat di dalam
wortel dapat memberikan sekitar 210% untuk kebutuhan vitamin A pada orang
dewasa per harinya, 6% kandungan vitamin C, 2% kebutuhan Kalsium, dan 2%
kebutuhan zat besi. Sayuran yang satu ini juga memiliki kandungan anti oksidan
beta karoten yang membuat warna wortel menjadi lebih cerah. Kandungan beta
karoten yang berada di dalam wortel akan diserap oleh usus dan akan di ubah
menjadi vitamin A selama proses penyerapan. Selain kandungan kandungan
tersebut wortel juga memiliki kandungan zat gizi lainnya yang juga bermanfaat
untuk meningkatkan kesehatan tubuh seperti, Vitamin E, Magnesium, Fosfor,
Mangan, Folat, Kalium, Vitamin K Dan lain sebagainya. (Dewi sp,dkk , 2018)
E. Penilaian Mutu Kimia
1. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting
dalam
pembentukan
biomolekul.Protein
merupakan
makromolekul
yang
menyusun lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur
sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme
dalam tubuh (Mustika, 2012).
Protein sebagai sumber energi memberikan 4 Kkal per gramnya. Jumlah total
protein tubuh adalah sekitar 19% dari berat daging, 45% dari protein tubuh adalah
otot. Kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram/kg berat badan setiap
hari.Untuk anak-anak yang sedang tumbuh diperlukan protein yang lebih banyak,
yaitu 3 gram/kg berat badan. Untuk menjamin agar tubuh benar-benar
mendapatkan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup, sebaiknya untuk
orang dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein yang
berasal dari hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein
yang diperlukan (Mustika, 2012).
12
2. Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.
Dalam tubuh manusia, glukosa dapat disintesa dari gliserol dan asetil-Koa hasil
oksidasi lemak. Sebagian besar karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati.
Dalam bahan nabati, karbohidrat berupa gula sederhana: heksosa dan pentosa,
disakarida sukrosa, serta berupa polisakarida (BM tinggi): pati, selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan pectin. Selulosa, hemiselulosa merupakan penyusun
dinding sel, pectin sebagai perekat antar sel, dan lignin (=zat kayu) bersama
selulosa sebagai jaringan penguat tanaman. Pada buah-buahan masak biasa
terdapat gula glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Sukrosa juga secara khusus
merupakan gula dalam cairan jaringan tanaman palma (aren, kelapa, siwalan,
nipah, rotan) dan batang tanaman rumput-rumput berbatang pejal (tidak
berlubang): batang jagung, sorghum, rumput gajah. Di dalam air susu mamalia
terdapat disakarida laktosa.
Beberapa oligosakarida terdapat dalam makanan terfermentasi seperti
tempe, tape, bahan berpati, dan umbi-umbian seperti singkong dan olahannya
(gaplek, growol, dll), produk sirup gula singkong, gula jagung, dan produk dekstrin.
Kalau pati merupakan karbohidrat simpanan/cadangan makanan bagi tanaman,
maka selulosa, hemiselulosa, pectin, dan lignin merupakan karbohidrat bahan
struktur sel dan jaringan tanaman.Kelompok karbohidrat bahan struktur sel inilah
yang mendominasi pada kerajaan tanaman (plant kingdom) di daratan.
3. Kadar Lemak
Lemak didefinisikan sebagai bahanbahan yang dapat larut dalam eter,
kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air.Lemak merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein.Satu gram lemak
dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya
menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin
A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena
kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa
(Winarno, 2004).
13
4. Kadar Air
Kadar air merupakan hilangnya berat benih ketika dikeringkan sesuai
dengan metode tertentu. Metode dan prosedur pengujian kadar air benih pada
beberapa komoditi tanamn pohon telah tertulis secara jelas. Akan tetapi beberapa
lainnabelum diatur termasuk benih saga pohon. Komoditi benih yang prosedur
kadar airnya belum diatur umumnya menggunakan metode oven suhu endah
meskipun demikian pemintan dengan metodesuhu tinggi konstan tetap dapat
dilakukan bila diperlukan walaupun bersifat tidak wajib (ISTA rules, 2017)
5. Kadar Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang berperan sebagai
antioksidan dan meningkatkan imun. Vitamin A juga merupakan zat gizi essensial
untuk penglihatan , reproduksi, dan pertumbuhan (Siti Maryam, 2003 dalam Yunita
2013). Sumber vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya β-karetin) dan
retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan dan diesterifikasi
dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama
lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan (Gormall, 1986 dalam
Yunita,2013).
F. Mutu Organoleptik
Penilaian mutu organoleptik disebut juga dengan penilaian indera atau
penilaian sensorik. Metode ini sering digunakan karena dapat dilaksanakan
dengan cepat dan langsung. Pada prakteknya penilaian mutu organleptik disebut
juga dengan uji organoleptic.
Pengujian organoleptic meliputi:
1. Warna merupakan faktor penentu mutu bahan pangan yang mudah untuk
diamati. Warna dapat menjadi suatu indikasi mutu dari bahan pangan.
Bahan pangan apa bila memiliki warna yang tidak sedap untuk dipandang
atau memberi kesan memiliki mutu yang buruk akan mempengaruhi kesan
konsumen. Penilaian parameter warna dapat dilakukan dengan cara
melihat dengan indra mata. Warna mie basah secara visual akan terlihat
pada mie basah yang disajikan.
2. Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia
senyawa volatil yang tercium oleh syaraf yang berada di rongga hidung
14
ketika bahan pangan masuk ke mulut. Rangsangan yang timbul akan
memberikan sensasi kelezatan yang kemudian dapat mempengaruhi daya
terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan (Peckham,
1969).
3. Rasa merupakan salah satu uji organoleptik yang berhubungan dengan
indera pengecapan. Rasa merupakan kesatuan interaksi antara sifat-sifat
aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan makanan yang dinilai.
Selain aroma dan warna, rasa merupakan faktor yang cukup penting untuk
menilai produk mie basah. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari
salah satu rasa saja tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam
rasa sehingga akan menimbulkan citarasa makanan yang utuh dan padu.
4. Tekstur merupakan penilaian yang dapat dilakukan dengan jari, gigi, atau
langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan,
keempukan, dan kemudahan dikunyah .
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian experimental dengan desain
percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 taraf perlakuan.
Formulasi tepung terigu: tepung labu kuning : sari wortel yaitu P0, P1, P2, P3 yang
pada Standar mutu mie basah pada kadar protein (%) secara keseluruhan sudah
diatur dalam Badan Standardisasi Nasional 2015 yang bernilai minimal 9%.
Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Berikut ini
formulasi mie basah subtiusi tepung labu kuning dan sari wortel.
Tabel. 3.1 Desain Penelitian : Rancangan Acak Lengkap
Taraf Perlakuan Proporsi (%)
(Tepung terigu : Tepung Labu kuning) +Sari wortel
P0
( 100 : 0 : 0 )
P1
( 65 : 15 : 20 )
P2
( 60 : 20 : 20 )
P3
( 55 : 25 : 20 )
Replikasi
1
2
3
X01 X02 X03
X11 X12 X13
X21 X22 X23
X31 X32 X33
Keterangan:
X01 = Unit penelitian taraf perlakuan P0 replikasi 1
.
.
X33 = Unit penelitian taraf perlakuan P3 replikasi 3
Setiap unit penelitian mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan
taraf perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian digunakan randomisasi
atau pengacakan yang disajikan dalam Lampiran 1.
Tabel.3.2.
Komposisi Bahan Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel
Komposisi Bahan
Makanan
Tepung Terigu
Tepung Labu Kuning
Sari Wortel
STPP
Telur
Minyak
Garam
Air
P0
400
0
0
0,006
120
40
5
250
Proporsi (gram)
P1
P2
260
240
60
80
80
80
0,006
0,006
120
120
40
40
5
5
250
250
P3
220
100
80
0,006
120
40
5
250
16
Tabel.3.3 Komposisi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel per 100 gram
Bahan
Makanan
Tepung labu
kuning
Sari wortel
Tepung
terigu
Telur
Minyak
Garam
Air
Energi
(kkal)
331,5
Protein
(gram)
5
Lemak
(gram)
0,08
Karbohidrat
(gram)
77,65
Vitamin A
(IU)
119
25,8
333
1
9
0,2
1
4,8
77,2
1574
0
154
884
0
0
12,4
0
0
0
10,8
100
0
0
0,7
0
0
0
61
18181
0
0
Tabel.3.4 Proporsi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel
Taraf Perlakuan %
Energi Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A
(tepung terigu:
(kkal)
(gram) (gram)
(gram)
(IU)
tepung labu
kuning)
P0 (100:0:0)
1870.4
50.9
309.6
57
7345.6
P1 (65:15:20)
1623.7
41.88
251.0
55.7
8361.4
P2 (60:20:20)
1623.4
41.3
252.1
55.6
8700
P3 (55:25:20)
1623.1
40.7
253.1
55.4
9038.6
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019
Tempat penelitian :
1. Laboratorium ITP Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk
proses pengolahan Mie basah.
2. Laboratorium Kimia Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk
analisis kadar zat gizi Mie basah.
3. Laboratorium Organoleptik Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang
untuk uji organoleptik Mie basah.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga, yakni alat
untu penepungan labu kuning, pembuatan sari wortel, dan pengolahan mie basah.
Pembuatan tepung labu kuning menggunakan Oven, blender, ayakan 80 mesh,
17
nampan, baskom, pisau, talenan, timbangan Triple beam, dan sendok makan.
Pada pengolahan mie basah dough mixer, panic, serok, penggiling mie, Loyang
persegi panjang, rolling pin, piring seng, dan kompor
Alat yang digunakan untuk analisis mutu kimia adalah kalkulator scientific,
alat tulis
2. Bahan
Adapun bahan- bahan yang digunakan untuk membuat mie basah dengan
subtitusi tepung labu kuning dan penambahan sari wortel (untuk keperluan analisis
mutu kimia dan uji organoleptik) serta spesifikasi bahan disajikan pada Tabel 3.4.
1. Tepung terigu
2. Tepung labu kuning
3. Wortel
4. Telur ayam
5. Garam
6. Air kapur
7. Air mineral
8. Minyak
18
Tabel 3.4. Spesifikasi bahan penyusun mie basah
Bahan
Labu Kuning
Spesifikasi
Gambar
Bulat berwarna hijau kekuningan, tidak busuk,
buah tidak berlubang, tidak penyok, segar,
buah labu mengkal, 1-2 minggu pasca panen.
Tepung
Tepung terigu protein tinggi, sesuai dengan
Terigu
syarat mutu (SNI) tepung terigu (tidak ada
kotoran atau kutu, tidak berbau apek), merk
Cakra Kembar.
Sari wortel
Sari dari wortel, warna orange, tidak berbau
langu, tidak menggumpal, tidak kotor dan
tekstur tidak lembek.
Telur Ayam
Tidak retak, tidak busuk, permukaan kulit
halus tidak berbintik, isi telur tidak berbunyi
saat digoncang, berat 55-60 gram/butir.
Minyak
Tidak tengik, tidak ada encapan, cair, merk
Bimoli.
Garam
Berwarna putih, halus dan tidak ada kotoran.
Cap kapal.
19
D. Variabel penelitian
1.
Variabel bebas
Variable bebas dalam penelitian ini Penambahan tepung labu kuning dan
sari wortel (analisis nilai energi, kadar protein ,lemak, karbohidrat, kadar air, dan
vitamin A).
2.
Variabel Terikat
Variable terikat dalam penelitian ini adalah mutu organoletik/ uji skala
hedonik.
20
3. Definisi Operasional Variabel
Variabel
Definisi Operasional
Hasil Ukur
Skala
Ukur
Proporsi tepung Perbandingan tepung terigu : Dinyatakan dalam Rasio
terigu : tepung tepung labu kuning: sari satuan persen (%)
labu kuning: sari wortel
wortel
Nilai Energi
Besarnya
energi
yang
tersedia dalam 100 gram
bisuit
dapat
ditetapkan
melalui perhitungan empiris
dengan factor Atwater
Besarnya kadar air pada mie
basah
dapat
ditetapkan
dengan metode pengeringan
Termogravimetri
(metode
oven kering)
Besarnya kadar protein pada
mie basah dapat ditetapkan
dengan metode Kjedahl.
Dinyatakan dalam Rasio
satuan kalori
Besarnya kadar lemak pada
mie basah dapat ditetapkan
dengan metode Soxhlet
ecstraction
Besarnya kadar karbohidrat
pada mie basah dapat
ditetapkan dengan metode by
difference.
Besarnya kadar Vitamin A
pada mie basah dapat
ditentukan dengan metode
Spektrofotometri
Gambaran
kualitas
mie
basah pada penampilan fisik
mie basah yang dinilai oleh
panelis berdasarkan skala
hedonik
Dinyatakan dalam Rasio
satuan persen (%)
Kadar air
a. Kadar Protein
b. Kadar Lemak
c. Kadar
Karbohidrat
Kadar Vitamin A
Mutu
Organoleptik
Dinyatakan dalam Rasio
satuan persen (%)
Dinyatakan dalam Rasio
satuan persen (%)
Dinyatakan dalam Rasio
satuan persen (%)
Dinyatakan dalam Rasio
satuan persen (%)
Dinyatakan dalam Ordinal
skala
1 = sangat tidak
suka
2 = tidak suka
3 = suka
4 = sangat suka
21
E. Prosedur Penelitian
Prosedur pelaksanaan pengolahan biskuit meliputi pembuatan tepung labu
kuning, pembuatan sari wortel, dan proses pembuatan mie basah.
1. Pembuatan tepung labu kuning
Mengupas kulit labu kuning
Labu kuning dipotong menjadi beberapa bagian
Menghaluskan labu kuning
Merendam labu kuning yang telah dihaluskan dengan air kapur selama 10 menit
Mengeringkan labu kuning dalam oven dengan suhu 45˚C selama 24 jam
Menggeiling labu kuning dengan blender
Mengayak labu kuning menggunakan ayakan 80 mesh
Tepung labu kuning
Gambar 3.2 Diagram alir pengolahan tepung labu kuning (Marlia, 2018)
2. Pembuatan Sari Wortel
Wortel Disortasi
Wortel dicuci dengan bersih
Dikupas kulitnya dan dipotong kecil-kecil (ketebalan 2 mm)
Wortel dihancurkan dengan penambahan air (1:1)
Disaring dengan kain kasa
Sari wortel
Gambar 3.1. Diagram alir pengolahan tepung tempe kedelai (Melisa: 2014 )
22
3. Pengolahan Mie Basah
Pemilihan Bahan
Penimbangan Bahan untuk masing – masing taraf perlakuan
Mencampur bahan kering (tepung terigu, tepung labu kuning, tepung tapioka, sari
wortel dan garam)
Memasukkan rumput laut, telur, dan minyak serta menambahkan air sedikit demi
sedikit sampai adonan kalis
Relaksasi adonan selama 50 menit.
Adonan digiling tipis dan dibentuk pasta menggunakan mesin pasta, kemudian
ditaburkan tepung terigu
Merebus adonan selama 5 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan
F. Metode Analisis Data
1.
Nilai Energi
Nilai energi diperoleh dengan menggunakan factor Atwater, nilai energy
pada dapat ditetapkan melalui perhitungan komposisi karbohidrat, lemak, dan
protein serta nilai energi dari makanan tersebut. Berikut perhitungan secara
empiris menggunakan factor Atwater.
Nilai Energi= [(4 x nilai karbohidrat) + (9 x nilai lemak) + (4 x nilai protein)
2.
a.
Mutu Kimia
Kadar Air
Pengukuran kadar air mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan
tepung tempe dilakukan dengan metode pengeringan Termogravimetri. Data yang
yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way ANOVA
Prosedur Kerja:
1. Menyiapkan alat dan sampel yang dibutuhkan.
2. Menghaluskan mie basah dengan menggunakan alat mortal.
23
3. Menimbang sebanyak 2-5 g mie basah yang telah dihaluskan dengan
timbangan analitik.
4. Menimbang cawan petri kosong setelah itu bahan dimasukkan kedalam
cawan petri yang telah ditimbang kemudian ditimbang kembali.
5. Setelah selesai ditimbang bahan yang ada pada cawan petri kemudian
dioven selama 3 jam dengan suhu 1100 C.
6. Setelah di oven selama 3 jam kemudian dimasukkan kedalam desikator
selama 10-15 menit.
7. Lalu ditimbang lagi. Setelah ditimbang bahan di oven kembali selama 1
jam.
8. Setelah 1 jam keluarkan dari oven lalu masukkan kedalam desikator dan
kemudian ditimbang kembali.
b.
Kadar Protein
Pengukuran kadar protein pada mie basah dengan subtitusi tepung
daun kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Kjedahl. Data
yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One
Way ANOVA.
Prosedur kerja dalam penentuan kadar protein sebagai berikut:
1. Timbang bahan kira-kira 0,5 g menurut besarnya kandungan protein.
Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu kjehdal.
2.
Tambahkan 2,5-5 g atau 0,5-1 sendok selenium mix atau campurkan 5 g
CuSO4 dan KMnO4 (1:9) dan 25 mL H2SO4 pekat serta beberapa batu
didih.
3.
Panaskan mula-mula dengan api kecil, kemudian besarkan sampai terjadi
larutan yang berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang.
4.
Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan sampai tandai tera.
5.
Pipet 10 mL, masukkan ke dalam labu destilasi dan tambahkan 10 mL
NaOH 10% atau lebih kemudian sulingkan.
6.
Destilat ditampug dalam 20 mL larutan asam borat 3%. Lakukan destilasi
sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi (uji dengan kertas pH).
7.
Setelah selesai destilasi, bilas ujung kondensor dengan air suling.
8.
Larutan asam borat dititrasi dengan HCL standar dengan menggunakan
metal merah sebagai indikator.
9.
Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam rumus:
24
%N =
(π‘šπ‘™ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™ )π‘₯𝑁 𝐻𝐢𝑙 π‘₯ 𝑓𝑝 π‘₯ 14
π‘šπ‘” π‘π‘œπ‘π‘œπ‘‘ π‘ π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™
π‘₯100%
% protein = % N x faktor koreksi
Keterangan :
%N
= Nitrogen
N HCL = Normalitas HCL
Fp (Faktor pengenceran) = 20
Faktor koreksi = 6,25
c. Kadar Lemak
Pengukuran kadar lemak pada mie basah dengan subtitusi tepung daun
kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Soxhlet ecstraction. Data yang
yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way ANOVA.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, corong,
kertas saring, waterbath, oven, labu alas bulat, dan aluminium foil.
Adapun Prosedur kerja menurut Sulaeman (1995), diantaranya adalah:
a.
Mengeringkan labu lemak dalam oven suhu 105°C selama 30 menit,
mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit
b.
Menimbang Erlenmeyer yang akan digunakan untuk menampung minyak
hasil ekstraksi.
c.
Menimbang 5 gam bahan pada kertas saring.
d.
Membungkus kertas saring dengan rapi sehingga bahan yang telah
ditimbang tidak bocor keluar kertas saring.
e.
Menambahkan pelarut lemak (chlorofom) secukupnya (1,5 x vol
ekstraktoor) ke dalam labu lemak.
f.
Memasukan bahan yang dibungkus kertas saring kedalam sohlet bagian
ekstraktor.
g.
Memanaskan labu lemak dan mengekstraksi selama 3-4 jam (5x ekstrasi)
h.
Menguapkan chloroform daari minyak hasil ekstraksi
i.
Melanjutkan penguapan chloroform (30 menit)
j.
Mendinginkan dalam eksikator selama 20-30 menit kemudian timbang dan
mencatat beratnya.
k.
Perhitungan:
% Lemak =
𝐡−𝐴
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘†π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™
π‘₯ 100%
Keterangan :
25
A = Labu Lemak Kosong
B = Labu Lemak + Lemak Setelah Ekstraksi
d. Kadar Karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung sebagai pengurangan presentase kadar air,
kadar protein, kadar lemak, kadar abu. Kadar karbohidrat dianalisis menggunakan
metode by different.
Kadar Karbohidrat(%)= 100% - % (air + protein + lemak + abu)
e. Kadar Vitamin A
1. Menghaluskan sampel
2. Sampel yang telah dialuskan ditimbang 10 gram
3. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 7,5 ml petroleum eter
(PE) dan 7,5 aseton, dishaker selama 4 jam, kemudian disaring
4. Filtrate dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ulangi prosedur 2-3 sebanyak
3 kali menggunakan residu sampel sebagai bahan
5. Filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 25 ml dan
ditambahkan 25 ml aquades
6. Terbentuk lapisan air-aseton dan lapisan eter.
7. Lapisan eter-aseton dibuang
8. Hasil lapisan eter dicuci sebanyak 2 kali dengan 25 ml aquades
9. Filtrate hasil pencucian ditambahkan natrium sulfat anhidrit 1,25 gram per
25 ml. filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 10 ml dan
ditambahkan PE aseton hingga tanda batas
10. Menyiapkan kolom kromatografi
- Bagian bawah kolom disumbat dengan kapas 1,5 cm dalam kolom
melalui bagian atas diisi campuran alumunium oxide 10 cm (± 15 gram)
dan natrium sulfat anhidirt setinggi 2 cm (± 3 gram). Kolom tersebut
dipasang vertical pada statis kemudian disiapkan dibagian bawah
kolom sebuah labu ukur, 10 ml ekstrak pigmen dimasukkan ke dalam
kolom kromatografi. Setelah ekstrak pigmen dimasukkan kolom habis,
masukkan PE aseton kedaalam kolom, sampai larutan keluar dari
kolom mejadi tidak berwarna. Eluat dalam labu ukur ditambahkan
petroleum eter-aseton (10:1) sampai tanda tera. Eluat yang
26
mengandung karoten dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer
pada Panjang gelombang 450 nm.
11. Membuat Kurva Standar ᡝ-Karoten
- Dibuat larutan ᡝ-Karoten (5 mg/ml) : 10 mg beta karoten. Standar
dilarutkan dalam 2 ml PE-aseton (1:1). Larutan tersebut diencerkan
sampai 25 ml dengan menambahkan PE-aseton (10:1) kemuddian
diambil masing-masing 0, 0.2, 0.4, 0.6, 1.0 ml dimasukkan kedalam
labu ukur 25 ml kosong, masing-masing diencerkan dengan PEAseton (10:1) sampai tanda batas. Absorbansi diukur dengan Panjang
gelombang 450 nm, kemudian membuat kurva regresi konsentrasi
beta karoten dan absorbansi.
% Karoten =
𝑋 π‘šπ‘” / 100 π‘šπ‘™
π΅π‘’π‘Ÿπ‘Žπ‘‘ π‘†π‘Žπ‘šπ‘π‘’π‘™ π‘₯ 100 π‘šπ‘”
π‘₯ π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ π‘™π‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘‘π‘Žπ‘› π‘₯ 𝑓𝑝 π‘₯100%
f. Mutu Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan menggunakan metode skala hedonik yang
bertujuan untuk mengetahui tingkat daya terima terhadap produk mie basah
dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe.. Skala kesukaan
dinyatakan dalam 4 tingkat kesukaan.
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Suka
4 =Sangat suka
Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Politeknik Kesehatan
Kemenkes Malang Jurusan Gizi sebanyak 20 orang dengan kriteria :
1. Bersedia menjadi Panelis
2. Tidak dalam kondisi kenyang atau lapar
3. Dalam kondisi sehat
4. Tidak memiliki pantangan terhadap bahan dalam produk biskuit subtitusi
tepung talas belitung dan tepung tempe kedelai.
Langkah-langkah dalam penentuan mutu organoleptik adalah :
1. Panelis ditempatan pada ruang khusus (ruang penilaian organoleptik)
2. Masing-masing produk diletakkan pada piring kecil yang telah diberi kode.
3. Setiap kali selesai menilai unit perlakuan makan untuk menghilangkan rasa
dari setiap unit yang sebelumnya panelis sudah diberikan air mineral.
27
4. Panelis diharapkan untuk menilai setiap sampel yang diberikan dan diminta
untuk mengisi form uji mutu organoleptik yang terlampir pada lampiran 6.
Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan
analitik.. tingkat kesukaan dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis.
g. Pengolahan dan Analisis Data
1. Nilai Energi dan Mutu Kimia
Pengolahan data niai energi dan mutu kimia pada mie basah bertujuan
untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan subsitusi tepung labu kuning dan
sari wortel terhadap mutu gizi dari masing-masing taraf perlakuan. Analisis data
nilai energi dan mutu kimia pada penelitian ini menggunakan analisis One Way
Annova pada tingkat kepercayaan 5%.
Penarikan kesimpulan:
H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu
kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita.
H0 diterima apabila Sig > 0.05 berarti tidak ada pengaruh subsitusi tepung labu
kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita.
Jika H0 ditolak artinya ada pengaruh. Untuk mengetahui taraf perlakuan
yang berbeda nyata, digunakan uji lanjutan Duncan Mutiple Range Test
(DMRT). Selanjutnya data nlai energi dan mutu kimia disajikan secara
deskriptif. Statistik Duncan Mutiple Range Test (DMRT) pada tingkat
kepercayaan 95%.
Penarikan kesimpulan:
Perbedaan signifikan jika nilai perbedaan mean dalam satu pasang taraf
perlakuan terdapat pada kolom subset yang berbeda.
2. Mutu Organoleptik
Pengolahan data hasil uji mutu organoleptik produk pengembangan tepung
labu kuning dan sari wortel sebagai subsitusi mie basah untuk mencegah KVA
pada balita. Pada tingkat kepercayaan 95% yaitu digunakan dengan analisis
statistik Kruskal Wallis
Penarikan kesimpulan:
H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu kuning
dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita terhadap mutu
organoleptic.
28
Jika H0 ditolak, maka akan dilanjutkan uji statistik perbandinagn ganda
Mann Withney pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menentukan pasangan
perlakuanmana yang berbeda signifikan.
Penarikan kesimpulan:
Taraf perlakuan satu dengan taraf perlakuan lain yang menghasilkan perbedaan
signifikan ditunjukan oleh angka Sig <0.05.
29
BAB IV
ANGGARAN PENELITIAN
Berdasarkan tahapan penelitian yang ada, maka perencanaan rician
anggaran untuk kegiatan penelitian sebagai berikut:
Tabel.4.1. Rencana Biaya Kegiatan Penelitian
No
Keterangan
1.
Biaya
Persiapan
-
Administrasi
Rp. 200.000
Pengadaan Alat dan Bahan
Kertas A41 Rim
Rp. 34.000
Fotokopi
Rp. 50.000
-
Tepung Terigu
Rp. 42.500
-
Labu Kuning
Rp. 60.000
-
Wortel
Rp. 25.000
-
Telur Ayam
Rp. 24.000
2.
Tahap Penelitian
Rp. 700.000
3.
Penyusunan dan Penggadaan Laporan
Rp. 400.000
4.
Seminar Hasil Penelitian
Rp. 300.000
5.
Lain-Lain
Rp. 200.000
Total Biaya
Rp. 2.493.000
Terbilang: (Dua juta empat ratus Sembilan puluh tiga ribu)
30
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M. 2012. Peranan Gizi dalAM Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana
Prenada Group Media
Astawan, Made.(2008).Sehat
Swadaya.
dengan
hidangan
hewani.Jakarta:
Penebar
Astriana, W. (2017). Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan
Usia. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (2), 123 – 130.
Badan Standarisasi Nasional.2015. Standar Nasional Indonesia (SNI)15-20492015.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2014. (online)
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/5269/Klaim-Produk-DituntutMemenuhi-Informasi-Ilmiah.html. Diakses tanggal 7 Mei 2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Badilangoe, PM. (2012). Kualitas Mie Basah dengan Penambahan Ekstrak Wortel
(Daucus Carota L.) dan Subsitusi Tepung Bekatul. Yogyakarta: Universitas
Atma Jaya Yogyakarta.
Cunningham dan Garry F. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2 [Hartono et al., trans].
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.
Dalimunthe, N.A. (2009). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun
Mandi Padat (Tesis). Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara
Direktorat Gizi Masyarakat.(2018). Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017.
Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat.
Faizah. (2012). Subsitusi Tepung Tempe Pada Produk Beragi. Yogyakarta:
Program Studi Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta
Fuglie, L.J. (1999). The miracle Tree: Moringa oliefera, Natural Nutrition for the
Tropics. (online) agris.fao.org. Diakses tanggal 17 Mei 2019.
Junita, D. 2017. Komponen Gizi Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Sensori
Bubuk Fungsional Labu kuning dan Tempe. Jurnal Gizi Pangan Volume 12,
Nomor 2, Juli 2017.
31
Kazeem dan Davies (2016). Anti-diabetic functional foods as sources of insulin
secreting, insulin sensitizing and insulin mimetic agents. Journal of
Functional Foods 20(1):122-138 · October 2016.
Ketaren, S. (1986). Pengantar Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Ui Press.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Singkong. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut
Mahmood, dkk. (2010). Moringa oleifera: a Natural gift-A review. Vol.2 (11), 2010,
775-781.
Mustika, D.C. (2012). Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta
Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. Poor Dietary Intake of Energy and
Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in
Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr. 2008; 7(3):480-484.
Palungkun, R. (2001). Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Swadaya.
Peckham, G. C.1969. Foundation of food Preparation 2nded. The Mac Milla Co,
Callier Mac Millan Ltd, London.
Munarso dan Haryanto. (2012). Pertanian Bogor, Bogor. 26 hlm. Perkembangan
Teknologi
Prasojo, M. (2018). Cara Membuat Tepung Terigu 100% Berhasill. (online)
https://unsurtani.com/2018/07/cara-membuat-tepung-tempe-100-berhasil.
Diakses tanggal 17 Mei 2019
Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 124 hlm
Susiloningtyas. (2019). Pemberian Zat Besi (Fe) Dalam Kehamilan. (0nline)
https://media.neliti.com/media/publications/219937-pemberian-zat-besi-fedalam-kehamilan.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2019.
Sudarmaji, S., Haryono, B. Dan Suhardi. (1996). Analisis Bahan Pangan Makanan
Dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty
Sukria, dkk. (2018). Pengaruh Proses Steam pada Daun kelor dan Asam Folat
Terhadap Performa Ayam Boiler. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
16 (2): 1-9
Sulaiman, A, F. Anwar, Rimbawan dan S. A. Marliyati. 1995. Metode Penetapan
Zat Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bandung.
Tarwoto, Ns. (2007). Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.
Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yameogo, dkk. (2011). Determinan of Chemical Composition and Nutritional Value
of Moringa oleifera Leaves. Pakistan Jurnal of Nutrition, 10 (3): 264-268,
2011.
32
Zakaria, dkk. (2012). Penambahan Tepung Daun Kelor pada Menu Makanan
Sehari-Hari dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang pada Anak Balita. Media
Gizi Pangan, Vol.XIII, Edisi 1, 2012.
33
LAMPIRAN
Lampiran 1. Langkah Randomisasi dalam Penempatan Unit Penelitian
Besar unit penelitian mempunyai peluang yang sama untu mendapatkan
perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian digunakan randomisasi atau
pengacakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
d. Memberi nomor urut pada semua unit penelitian, yaitu 1-9
e. Mengambil bilangan random dari kalkulator menggunakan 3 digit sebanyak
jumlah unit penelitian.
f.
Memberi rangking pada bilangan random yang diperoleh.
g. Dengan menggunakan prinsip permutasi sederhana, maka nomor rangking
dapat dianggap mewakili nomor urut sesuai dengan jumlah unit penelitian.
Dengan demikian taraf perlakuan P1 akan diulang 3 kali dan ditempatkan
pada unit penelitian nomor 8, 5, dan 7. Taraf perlakuan P2 akan diulang 3
kali dan ditempatkan pada unit penelitian nomor 3, 1, dan 4. Taraf
perlakuan P3 akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit penelitian
noomor 9, 6, dan 2.
1
2
3
517
669
245
5
9
4
4
5
6
677
155
709
6
2
8
7
8
9
432
789
754
3
1
7
Baris pertama: Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian sebelum Randomisasi)
Baris Kedua: Bilangan Random
Baris Ketiga: Ranking (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi)
34
h. Menempatkan unit penelitian dalam lay out
Urutan 1 ditempati oleh unit penelitian X22, urutan 2 ditempati oleh unit
penelitian X33, Urutan 3 ditempati oleh unit penelitian X21, dan seterusnya
sampai urutan 9 ditempati oleh X31.
1
2
3
X22
X33
X21
4
5
6
X23
X12
X32
7
8
9
X13
X11
X31
Keterangan:
1-9
X11-X33
: Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi
: Unit Penelitian
35
Lampiran 2. Penentuan Proporsi
Dasar penentuan proporsi mie basah paa balita didasarkan pada nilai
kecukupan energi yaitu 1600 kkal (AKG, 2013). Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan sehari dibutuhkan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak sebagai
berikut:
P0
Tepung Terigu
Berat
(gram)
400
Energi
(kkal)
1332
Protein
(gram)
36
Karbohidrat
(gram)
308.8
Lemak
(gram)
4
0
0
0
0
0
Tepung Labu Kuning
Sari Wortel
Vit A (IU)
0
0
0
0
0
0
0
0
Telur Ayam
120
184.8
14.88
0.84
12.96
73.20
Minyak Kelapa Sawit
40
353.6
-
-
40
7272.4
1870.4
50.9
309.6
57
7345.6
179.85
4.9
29.8
55
706.31
TOTAL
Mie basah / 100 gram
Berat
(gram)
260
Energi
(kkal)
865.8
Protein
(gram)
23.4
Karbohidrat
(gram)
200.72
Lemak
(gram)
2.6
Tepung Labu Kuning
60
198.9
3
46.59
0.048
71.4
Sari Wortel
80
20.64
0.6
2.88
0.12
944.4
Telur Ayam
120
184.8
14.88
0.84
12.96
73.20
Minyak Kelapa Sawit
40
P1
Tepung Terigu
Vit A (IU)
0
353.6
-
-
40
7272.4
1623.7
41.88
251.0
55.7
8361.4
156.13
4.0
24.1
5.4
803.98
Berat
(gram)
240
Energi
(kkal)
799.2
Protein
(gram)
21.6
Karbohidrat
(gram)
185.28
Lemak
(gram)
2.4
Tepung Labu Kuning
80
265.2
4
62.12
0.064
95.2
Sari Wortel
80
20.64
0.8
3.84
0.16
1259.2
Telur Ayam
120
184.8
14.88
0.84
12.96
73.20
Minyak Kelapa Sawit
40
353.6
-
-
40
7272.4
1623.4
41.3
252.1
55.6
8700
156.1
4.0
24.2
5.3
836.54
TOTAL
Mie basah / 100 gram
P2
Tepung Terigu
TOTAL
Mie basah / 100 gram
Vit A (IU)
0
36
Berat
(gram)
220
Energi
(kkal)
732.6
Protein
(gram)
19.8
Karbohidrat
(gram)
169.84
Lemak
(gram)
2.2
Tepung Labu Kuning
100
331.5
5
77.65
0.08
119
Sari Wortel
80
20.64
1
4.8
0.2
1574
Telur Ayam
120
184.8
14.88
0.84
12.96
200.16
Minyak Kelapa Sawit
40
353.6
-
-
40
7272.4
1623.1
40.7
253.1
55.4
9038.6
156.07
3.9
24.3
5.3
869.10
P3
Tepung Terigu
TOTAL
Mie basah / 100 gram
Vit A (IU)
0
37
Lampiran 3. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan pada Mie Basah
Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel
Bahan
Tepung terigu
Tepung labu
kuning
Sari wortel
Telur ayam
Asam Amino (Per 100 g)
Isolusin
4330
Leusin
7700
Lisin
2430
Metionin
1700
Sistin
1980
P0
1169.1
2079
656.1
459
534.6
P1
1013.22
1801.8
568.62
397.8
463.32
P2
935.28
1663.2
524.88
367.2
427.68
P3
857.34
1524.6
481.14
336.6
392.04
9.63
12.84
16.05
Isolusin
321
0
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Isolusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
Isolusin
Leusin
Lisin
Metionin
Sistin
649
417
188
117
2440
5560
3000
890
890
4000
7410
6100
2330
1920
0
0
0
0
0
0
0
0
0
595.20
1,102.61
907.68
346.70
285.70
19.47
25.96
32.45
12.51
16.68
20.85
5.64
7.52
9.4
3.51
4.68
5.85
14.64
19.52
24.4
33.36
44.48
55.6
18
24
30
5.34
7.12
8.9
5.34
7.12
8.9
595.20
595.20
595.20
1,102.61 1,102.61 1,102.61
907.68
907.68
907.68
346.70
346.70
346.70
285.70
285.70
285.70
38
Lampiran 4. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan per Taraf Perlakuan
pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan
Penambahan Sari Wortel
P0
Bahan
Tepung terigu
Tepung labu
kuning
Sari wortel
Telur ayam
Jumlah
AA/gram P
PKAE
TKAE (%)
Berat
(gram)
400
Protein
(gram)
27
Isolusin
Leusin
Lisin
1169.1
2079
656.1
Metionin
+ Sistin
993.6
0
0
0
0
0
0
120
520
0
14.88
41.88
0
595.20
1,764
42.13
28.00
150.46
0
1,102.61
3,181.61
75.97
44.00
172.66
0
907.68
1,564
37.34
44.00
84.86
Berat
(gram)
260
Protein
(gram)
23.4
60
80
120
520
Metionin
Sistin
459
534.6
0
0
0
0
632.4
1,626.00
38.83
22.00
176.48
0
346.70
0
285.70
Metionin
Sistin
397.8
463.32
P1
Bahan
Tepung terigu
Tepung labu
kuning
Sari wortel
Telur ayam
Jumlah
AA/gram P
PKAE
Isolusin
Leusin
Lisin
1013.22
1801.8
568.62
Metionin
+ Sistin
861.12
3
9.63
19.47
12.51
9.15
5.64
3.51
0.6
14.88
42
14.64
595.20
1,633
38.98
28.00
33.36
1,102.61
2,957
70.61
44.00
18
907.68
1,507
35.98
44.00
10.68
632.4
1,513
36.14
22.00
5.34
346.70
755
18.04
5.34
285.70
758
18.10
139.23
160.48
80.00
164.25
TKAE (%)
P2
Bahan
Tepung terigu
Tepung labu
kuning
Sari wortel
Telur ayam
Jumlah
AA/gram P
PKAE
TKAE (%)
Berat
(gram)
Protein
(gram)
Isolusin
Leusin
Lisin
Metionin
+ Sistin
Metionin
Sistin
240
21.6
935.28
1663.2
524.88
794.88
367.2
427.68
80
4
12.84
25.96
16.68
12.2
7.52
4.68
80
120
520
0.8
14.88
41
19.52
595.20
1,563
37.86
28.00
135.21
44.48
1,102.61
2,836
68.71
44.00
156.15
24
907.68
1,473
35.69
44.00
81.11
14.24
632.4
1,454
35.22
22.00
160.07
7.12
346.70
7.12
285.70
39
P3
Bahan
Tepung
terigu
Tepung
labu
kuning
Sari wortel
Telur ayam
Jumlah
AA/gram P
PKAE
TKAE (%)
Berat
(gram)
Protein
(gram)
Isolusin
Leusin
Lisin
Metionin
+ Sistin
Metionin
Sistin
220
19.8
857.34
1524.6
481.14
728.64
336.6
392.04
100
5
16.05
32.45
20.85
15.25
9.4
5.85
80
120
520
1
14.88
40.68
24.4
595.20
1492.99
36.70
28.00
131.07
55.6
1,102.61
2715.258
66.746
44.00
151.70
30
907.68
1439.67
35.39
44.00
80.43
17.8
632.4
1394.09
34.27
22.00
155.77
8.9
346.70
8.9
285.70
40
Lampiran 5. Mutu Cerna dan NPU Bahan per Taraf Perlakuan pada Mie
Basah Subtitusi Tepung Daun Kelor dan Tepung Tempe
P0
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g)
27
Tepung Terigu
Bio-Assay
96
Mutu Cerna
2592
Tepung Labu Kuning
0
86
0
Sari Wortel
Telur Ayam
0
67
0
14.88
100
1488
Jumlah
45.78
349
4080
Mutu Cerna Teoritis
89.12
P1
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g)
23.4
Tepung Terigu
Tepung Labu Kuning
Sari Wortel
Telur Ayam
Jumlah
Bio-Assay
96
Mutu Cerna
2246.4
3
86
258
0.6
67
40.2
14.88
100
1488
44
349
4032.6
Mutu Cerna Teoritis
91.65
P2
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g)
21.6
Tepung Terigu
Tepung Labu Kuning
Sari Wortel
Telur Ayam
Jumlah
Bio-Assay
96
Mutu Cerna
2073.6
4
86
344
0.8
67
53.6
14.88
100
1488
39
349
3959.2
Mutu Cerna Teoritis
101.51
41
P3
Konsumsi Asam Amino
Bahan
Protein (g)
19.8
Tepung Terigu
Tepung Labu Kuning
5
Bio-Assay
96
Mutu Cerna
1900.8
86
430
Sari Wortel
Telur Ayam
1
67
67
14.88
100
1488
Jumlah
38.565
349
3885.8
Mutu Cerna Teoritis
Percobaan
P0
P1
P2
P3
SAA
84.86
80.00
81.11
80.43
100.76
Mutu Cerna
89.1218873
91.65
101.517949
100.759756
NPU
95.22
87.29
79.90
79.83
42
Lampiran 6.
PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK
Produk
Responden
: Mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel
:
Petunjuk :
Saudara diminta untuk mengemukakan pendapat tentang urutan
(rangking) pentingnya variable berikut terhadap produk dengan mengurutkan 11
variabel dari tertinggi keterendah dengan mencantumkan angka 1-11. Angka
terendah untuk variable kurang penting dan angka tertinggi untuk yang terpenting.
Pemberian nilai boleh sama apabila dirasa variable yang nilai, sama penting.
Variabel
Rangking
Nilai Energi
Kadar Protein
Kadar Lemak
Kadar KH
Warna
Rasa
Aroma
Atas partisipasi Saudara diucapkan terimakasih
43
44
Lampiran 7.
FORM UJI SKALA KESUKAAN (HEDONIS SCALE TEST)
Nama Panelis :
Tanggal
:
Dihadapan Saudara dibagikan sampel mie basah subtitusi tepung labu
kuning dan sari wortel. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap
aroma, warna, dan rasa dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut :
4
= Sangat Suka
3
= Suka
2
= Tidak Suka
1
= Sangat Tidak Suka
Setelah Saudara mencicipi salah satu sampel, Saudara diminta berkumur
dengan air putih yang telah disediakan sebelum mencicipi sampel yang lain. Selain
itu Saudara juga diminta memberikan kritik dan saran.
Kode Sampel
Kriteria Penilaian
Warna
Aroma
Rasa
145
242
355
452
Kritik dan Saran :
…...........................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
Terima Kasih Atas Partisipasinya
45
Download