BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil (3,5%) dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan prevalensi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan penanganan secara berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar 2,13% menurun menjadi 1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita 1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat hanya 1,6 per mil. Berdasarkan data proο¬l kesehatan Indonesia tahun 2013, lima besar morbiditas dan mortalitas pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%); demam (14%); diare dan gastroenteritis (14,4%) (Riskesdas, 2013) Peranan vitamin A sebagai antioksidan, yang membantu merangsang dan memperkuat daya tahan tubuh dalam meningkatkan aktivitas sel pembunuh kuman (natural killer cell), memproduksi limfosit, f agositis, dan antibodi. Dalam kaitan vitamin A dan fungsi kekebalan ditemukan bahwa: (1) ada hubungan kuat antara status vitamin A dan risiko terhadap penyakit infeksi pernapasan; (2) hubungan anrara kekurangan vitamin A dan diare belum begitu jelas; (3) kekurangan vitamin A pada campak cenderung menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat kematian. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Azrimaidaliza bahwa Vitamin A berperan terhadap fungsi kekebalan tubuh (imunitas) manusia. Terjadinya defisiensi vitamin A menyebabkan mekanisme protektif spesifik dan non spesifik rusak, yaitu respon humoral terhadap bakteri, imunitas mukosal, aktivitas sel NK dan phagositosis. Selanjutnya defisiensi vitamin ini berakibat pada meningkatnya resiko penyakit infeksi, seperti campak, diare, ISPA dan malaria. 1 Labu kuning atau waluh termasuk komoditas pangan yang pemanfaatannya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan karena masyarakat masih belum menyadari potensi dan kandungan gizi labu kuning yang sangat tinggi terutama kandungan Vitamin A nya. Penyebaran buah labu kuning cukup merata di Indonesia, hampir semua kepulauan di Indonesia dijumpai tanaman labu kuning. Tingkat produksi labu kuning di Indonesia relatif tinggi dan produksi dari tahun ke tahun terus meningkat. Produksi labu kuning pada tahun 2001 produksinya mencapai 96,667 ton, pada tahun 2003 sebanyak 103,451 ton, pada tahun 2006 produksi labu kuning sebanyak 212.697 ton dan jumlah produksi tahun 2010 mencapai 369.846 ton (Santoso, 2013 dalam Aan, 2016). Perbandingan kandungan gizi pada tepung labu kuning dan tepung terigu yaitu tepung labu kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g, lemak 0,5 g dan β-karoten 180 SI/g , sedangkan pada tepung terigu adalah energi 365 kkal, karbohidrat 77,3 g, protein 8,9 g, lemak 1,3 g dan β-karoten 0 SI/g (Gardjito, 2006 dalam Aan, 2016). Dilihat dari kandungan nilai gizi yang hampir sama dan nilai βkaroten pada tepung labu kuning lebih tinggi maka tepung labu kuning dapat menjadi alternatif untuk menggantikan tepung terigu. Banyaknya kelebihan yang dimiliki oleh labu kuning maka labu kuning dapat dimanfaatkan sebagai bahan subtitusi. Untuk tujuan tersebut, labu kuning diolah menjadi produk yang tahan lama seperti tepung. Tepung labu kuning akan lebih efisien digunakan untuk mengolah berbagai produk makanan. Tepung labu kuning umumnya yang digunakan sebesar 10% dari berat bahan yang diperkaya. Tepung labu kuning dapat ditambahkan pada makanan-makanan yang digemari oleh masyarakat, salah satunya adalah mie basah. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami proses perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air sekitar 35% dan setelah direbus kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air yang relatif tinggi mengakibatkan umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009). Subtitusi tepung labu kuning diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi dan sifat organoleptik mie basah labu kuning. Sifat organoleptiknya meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan sehingga akan mempengaruhi daya terima di masyarakat, serta di uji kadar Kadar Vitamin A, Kadar Protein, Kadar Karbohidrat, Kadar lemak agar dapat diketahui kadar βkaroten di dalam pancake labu kuning sehingga dapat 2 membantu memenuhi kebutuhan Vitamin A. Dari uraian tersebut maka dilakukan penelitian mengenai pengaruh subtitusi tepung labu kuning (Curcurabica moschata) dan sari wortel (Daurus carota l) terhadap nilai energy dan kadar zat gizi, dan mutu organoleptic mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita B. Rumusan Masalah Bagaimana pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica moschata) dan Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk Mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik)? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui pengaruh subsitusi tepung labu kuning (Curcurabica moschata) dan Sari Wortel (Daucus Carota L) Terhadap Mie Basah untuk Mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada Balita (Kajian: Nilai Energi, Kadar Karbohidrat, Kadar Lemak, Kadar Air, Kadar Vitamin A, dan Mutu Organoleptik). 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis nilai energi mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel. b. Menganalisis kadar zat gizi yang meliputi kadar karbohidrat, kadar protein, kadar. lemak, dan kadar vitamin A mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel. c. Menganalisis mutu organoleptik meliputi warna,aroma, rasa, dan tekstur pada mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Keilmuan Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana belajar dan pengembangan penelitian mengenai subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA). 2. Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi masukan dan digunakan secara langsung oleh masyarakat dalam penggunaan subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA). 3 E. Kerangka Pikir Penelitian Penyakit Infeksi, F. seperti diare Rendahnya konsumsi makanan sumber lemak Penderita KEP Penyakit Kekurangan Vitamin A Tata laksana Kekurangan Vitamin A Edukasi Tatalaksana Diet Pemberian kapsul Vitam A Pengembangan mie basah dari pangan lokal - Tepung labu kuning - Sari wortel Mutu mie basah dengan subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel Nilai Energi Kadar Zat Gizi: - Kadar Vitamin A - Kadar Protein - Kadar Karbohidrat - Kadar lemak - Kadar Air Mutu Organoleptik - Warna - Rasa - Aroma - Tekstur Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti 4 G. Hipotesis 1. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap nilai energi mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita. 2. Ada pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap kadar zat gizi untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita. 3. Adanya pengaruh subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap mutu organoleptik mie basah untuk mencegah Kekurangan Vitamin A (KVA) pada balita. 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kekurangan Vitamin A (KVA) Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Secara luas, vitamin A merupakan nama generic yang menyatakan semua retinoid dan precursor/ provitamin A/ karetonoid yang mempunyai aktivitas biologi sebagai retinol (Sunita Almatsier, 2004) Merupakan zat gizi esensial untuk penglihatan, reproduksi, pertumbuhan, diferensiasi epitelium, dan sekresi lendir/getah. Disamping itu kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Siti Maryam, 2003). Kebutuhan Vitamin A pada wanita umumnya umumnya meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada ibu hamil. Sedangkan pada pria kebutuhan vitamin A tidak terdapat penambahan yakni 600 mcg (Permenkes, 2013). Pada wanita, kebutuhan vitamin A cenderung stabil pada umur 10-18 tahun yakni 600 mcg, sedangkan pada umur 19-80 tahun keatas mengalami penurunan kebutuhan sebesar 100 mcg. Namun terdapat penambahan kebutuhan vitamin A pada ibu hamil Trimester 1 sebesar +300 mcg, sedangkan pada trimester ke 2 sebesar +350 mcg. Dan pada ibu menyusui terdapat penambahan juga, sebesar +350 mcg. Kurang vitamin A (KVA) di Indonesia masih merupakan masalah gizi utama. Meskipun KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar vitamin A dalam darah di laboratorium. KVA akan meningkatkan kesakitan dan kematian, serta mudah terkena penyakit infeksi seperti ISPA, diare, radang paru-paru, pneumonia, sehingga akan menyebabkan kematian. Berdasarkan data WHO tahun 2010 pada Weekly Morbidity and Mortality Report (WMMR), dilaporkan bahwa pada minggu ke-22 (29 Mei-4 Juni 2010) dari semua jumlah kunjungan pasien, 12% diantaranya adalah kasus penyakit diare dan dari semua jumlah kunjungan pasien, 23% diantaranya adalah balita, dan yang menderita penyakit diare adalah 9% dari semua jumlah kunjungan pasien balita. Sementara di Indonesia, prevalensi diare pada tahun 2013 lebih kecil (3,5%) 6 dibandingkan dengan prevalesi diare tahun 2007 (9%) sedangkan prevalensi infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) tahun 2013 (25%) tidak jauh berbeda dengan tahun 2007 (25,5%) dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita 1-4 tahun. Meskipun demikian, harus tetap dilakukan penanganan secara berkala. Prevalensi pneumonia pada tahun 2007 sebesar 2,13% menurun menjadi 1,80% pada tahun 2013 dengan kejadian yang tertinggi pada kelompok umur balita 1-4 tahun sekitar 18,5 per mil dan yang berobat hanya 1,6 per mil. Berdasarkan data proο¬l kesehatan Indonesia tahun 2013, lima besar morbiditas dan mortalitas pada anak usia 1-4 tahun di Indonesia adalah ISPA (25,8%); pneumonia (21,7%); demam (14%); diare dan gastroenteritis (14,4%) (Riskesdas, 2013) Kekurangan Vitamin A disebabkan oleh dua factor, diantaranya adalah penyebab langsung dan tidak langsung. Pada penyebab langsung, KVA disebabkan oleh konsumsi Vitamin A dalam makanan yang dikonsumsi sehari-hari tidak dapat mencukupi kebutuhan dalam tubuh untuk jangka waktu yang lama. Kekurangan Vitamin A ini juga dapat disebabkan karena kurangnya konsumsi lemak dalam tubuh yang dalam hal ini berperan dalam penyerapan Vitamin A dalam tubuh. Sedangkan penyebab tidak langsung salah satunya adalah disebabkan oleh penyakit infeksi dalam tubuh sehingga dapat mempercepat penggunaan Vitamin A dalam tubuh namun persediaan zat gizi tidak mencukupinya. B. Mie Basah Mie adalah makanan alternatif pengganti beras yang banyak dikonsumsi masyarakat. Mie menjadi populer dikalangan masyarakat karena harganya murah dan cara pengolahan sekaligus penyajiannya sederhana. Mie banyak mengandung karbohidrat, yang banyak menyumbang energi pada tubuh sehingga mie dapat dijadikan sebagai makanan pengganti nasi. Penggunaan mie di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan soto mie (Bogor), taoge goreng (Jawa Barat), mie telor (Palembang), mie juhi (Betawi), mie goreng, mie pangsit, mie ayam dan ifumi (Astawan, 2008). Mie merupakan produk makanan dengan bahan baku tepung terigu sangat populer di kalangan masyarakat Indonesia. Produk mie umumnya digunakan sebagai sumber energi karena memiliki karbohidrat cukup tinggi (Rustandi, 2011). Adapun produk mie yang beredar di pasaran berdasarkan tahap penyajian dan 7 kadar airnya yaitu, mie mentah/segar, mie basah, mie kering, mie goreng dan mie instan. Mie basah adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami proses perebusan dalam air mendidih, dengan kadar air sekitar 35% dan setelah direbus kadar airnyameningkat menjadi 52 %. Kadar air yang relatif tinggi mengakibatkan umur simpan menjadi singkat (Koswara, 2009). Kegemaran masyarakat mengkonsumsi mie semakin lama semakin meningkat. Menurut Munarso dan Haryanto (2012), konsumsi mie instan meningkat sekitar 25% per tahun, pada awal tahun 2000-an, angka ini diperkirakan terus meningkat sekitar 15% per tahun. Hal itu dapat menjadi perkembangan peluang bisnis, sehingga perlu peningkatan rasa dan kualitas. Bahan baku pembuatan mie adalah tepung terigu, sehingga hal ini menambah jumlah impor tepung terigu. Penggunaan tepung terigu terus mengalami peningkatan, sehingga tahun 2011 impor tepung terigu mencapai 638.863,48 ton (Disperindag, 2012). Peningkatan impor tepung terigu dapat mengancam ketahanan pangan, sehingga diperlukan alternatif bahan dasar pembuatan mie yang berbasis pangan local seperti subsitusi tepung labu kuning. Standar mutu mie basah secara keseluruhan sudah diatur dalam Badan Standardisasi Nasional 2015 yang disajikan pada Tabel 2.1. Dan komposisi gizi mie basah per 100 gram dapat disajikan dalam Tabel 2.2. 8 Tabel 2.1 Standart mutu Mie basah No Kriteria Uji 1. Keadaan 1.1 Bau 1.2 Satuan Persyaratan Mie Basah Mie Kering - Normal Normal Rasa - Normal Normal 1.3 Warna - Normal Normal 1.4 Tekstur - Normal Normal 2. Kadar Air Fraksi Massa, % Maks. 35 Maks. 65 3. Kadar Protein (NX6.25) Fraksi Massa, % Min. 9,0 Min. 6,0 4. Kadar abu tidak larut dalam Fraksi Massa, % Maks. 0,05 Maks 0,05 asam 5. Bahan Berbahaya 5.1 Formalin (HCHO) - Tidak Boleh Ada Tidak Boleh Ada 5.2 Asam Borat (π»3 Bπ3 ) - Tidak Boleh Ada Tidak Boleh Ada 6. Cemaran Logam 6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0 Maks. 1,0 6.2 Kadmium (Cd) mg/kg Maks. 0,2 Maks. 0,2 6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0 Maks. 40,0 6.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0,05 Maks. 0,05 7. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0,5 Maks. 0,5 8. Cemaran Mikroba 8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 1x106 Maks 1x106 8.2 Eschericia coli Apm/g Maks. 10 Maks. 10 8.3 Salmonella sp. - Negatif/25 g Negatif/25 g 1x103 Maks 1x103 8.4 Staohylococcus aureus koloni/g Maks 8.5 Bacillus cereus koloni/g Maks 1x103 Maks 1x103 8.6 Kapang koloni/g Maks 1x104 Maks 1x104 9. Deoksinivalenol µg/kg Maks. 750 Maks. 750 (Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2015) 9 Tabel 2.2 Komposisi Gizi Mie Basah per 100 gram Zat Gizi Mie Basah Zat Gizi Mie Basah Energy (kkal) 86 Fe 0,8 Protein (g) 0,6 Vitamin A - Lemak (g) 3,3 Vitamin B1 (mg) - Karbohidrat (g) 14 Vitamin C (mg) - Kalsium (g) 13 Air (mg) 80 (Sumber: Astawan, 1999 dalam PM Badilangoe, 2012) Pembuatan mie terdiri atas beberapa bahan, diantaranya adalah tepung terigu, telur, STPP, air, dan garam. Standar resep mie basah dapat disajikan dalam Tabel 2.3. Tabel 2.3 Standar Resep Mie Basah Bahan Berat (gram) Tepung Terigu 400 Telur 120 STPP 0.006 Minyak 40 Garam 5 Air 250 Mie dapat dikatakan berkualiatas adalah memenuhi selera dan harapan konsumen yang mana dapat dilihat dengan melakukan evaluasi sensoris (mutu organoleptik). Secara umum mutu oganoleptik mencakup 4 hal utama, yakni sebagai berikut: 1. Tekstur Tekstur yang disukai adalah kenyal, tidak lembek, tidak lengket, dan permukaan yang halus. 2. Warna Warna yang disukai adalah warna kuning segar untuk mie basah. 3. Aroma Aroma mie yang tidak disukai adalah berbau tepung mentah dan apek. 4. Rasa 10 Rasa yang tidak disukai adalah rasa adonan yang masi mentah, terasa tepungnya. C. Tepung Labu Kuning Berdasarkan data dari Disperindag pada tahun 2011, konsumsi tepung terigu di Indonesia tergolong tinggi yaitu mencapai 4,6 juta ton. Upaya untuk mengurangi konsumsi tepung terigu di Indonesia yang tergolong tinggi yaitu dengan mengganti atau mensubstitusi tepung terigu dengan bahan pangan lokal. Beberapa manfaat dari kandungan/zat gizi pada bahan pangan lokal dapat ditambahkan pada produk. Bahan pangan lokal yang potensial sebagai bahan pensubstitusi tepung terigu antara lain kentang, ketela pohon,ubi jalar, bengkoang dan labu kuning atau waluh (Widowati, 2001). Labu kuning (Cucurbita moschatal) merupakan sumber vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buah labu kuning (Cucurbita moschatal) sangat kaya akan antioksidan yang berperan sebagai penangkal radikal bebas. Tepung labu kuning memiliki energi 328 kkal, karbohidrat 77,6 g, protein 5 g, lemak 0,5 g dan β-karoten 180 SI/g (Gardjito, 2006). Dengan kandungan β-karoten (provitamin A)-nya yang tinggi, tepung labu kuning sangat baik digunakan sebagai bahan fortifikasi sehingga dapat menambah nilai gizi, sehingga labu kuning dapat dimanfaatkan menjadi tepung labu kuning sebagai pensubstitusi tepung terigu. Pemanfaatan labu kuning dengan dijadikan tepung yaitu untuk menambah masa simpan labu kuning. Beberapa produk yang dapat disubstitusikan dengan tepung labu kuning antara lain mie, biskuit, roti tawar dan cake (Yuliani, 2005). Substitusi tepung labu kuning diharapkan dapat meningkatkan kandungan gizi dan sifat organoleptik. Sifat organoleptiknya meliputi warna, aroma, rasa dan teksturnya sehingga akan mempengaruhi daya terima di masyarakat. D. Sari Wortel (Daucus carota L.) Wortel (Daucus carota L.) adalah tumbuhan jenis sayuran umbi biasanya berwarna kuning kemerahan atau jingga kekuningan dengan tekstur serupa kayu dan jika dimakan mentah terasa renyah dan agak manis. Wortel segar mengandung air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin (betakaroten, B1, dan C). Betakarotennya mempunyai manfaat sebagai antioksidan yang menjaga kesehatan dan menghambat proses penuaan. Selain itu betakaroten dapat 11 mencegah dan menekan pertumbuhan sel kanker serta melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dari proses oksidasi, tubuh lebih efektif menyerap betakaroten dari wortel yang setengah masak dari pada yang mentah (Anonim, 2010). Berdasarkan penelitian oleh departement pertanian di USA, satu buah wortel yang berukuran sedang atau ½ cangkir wortel cincang bisa diasumsikan menjadi 1 porsi. Setiap satu porsi wortel mempunyai kandungan zat gizi sebayak 1g protein, 3g gula, 6g karbohidrat, serta 25g kalori. Wortel merupakan salah satu sayuran yang tergolong kaya akan vitamin A, vitamin A yang terdapat di dalam wortel dapat memberikan sekitar 210% untuk kebutuhan vitamin A pada orang dewasa per harinya, 6% kandungan vitamin C, 2% kebutuhan Kalsium, dan 2% kebutuhan zat besi. Sayuran yang satu ini juga memiliki kandungan anti oksidan beta karoten yang membuat warna wortel menjadi lebih cerah. Kandungan beta karoten yang berada di dalam wortel akan diserap oleh usus dan akan di ubah menjadi vitamin A selama proses penyerapan. Selain kandungan kandungan tersebut wortel juga memiliki kandungan zat gizi lainnya yang juga bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan tubuh seperti, Vitamin E, Magnesium, Fosfor, Mangan, Folat, Kalium, Vitamin K Dan lain sebagainya. (Dewi sp,dkk , 2018) E. Penilaian Mutu Kimia 1. Kadar Protein Protein merupakan salah satu makronutrisi yang memilki peranan penting dalam pembentukan biomolekul.Protein merupakan makromolekul yang menyusun lebih dari separuh bagian sel. Protein menentukan ukuran dan struktur sel, komponen utama dari enzim yaitu biokatalisator berbagai reaksi metabolisme dalam tubuh (Mustika, 2012). Protein sebagai sumber energi memberikan 4 Kkal per gramnya. Jumlah total protein tubuh adalah sekitar 19% dari berat daging, 45% dari protein tubuh adalah otot. Kebutuhan protein bagi seorang dewasa adalah 1 gram/kg berat badan setiap hari.Untuk anak-anak yang sedang tumbuh diperlukan protein yang lebih banyak, yaitu 3 gram/kg berat badan. Untuk menjamin agar tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam jumlah dan jenis yang cukup, sebaiknya untuk orang dewasa seperlima dari protein yang diperlukan haruslah protein yang berasal dari hewan, sedangkan untuk anak-anak sepertiga dari jumlah protein yang diperlukan (Mustika, 2012). 12 2. Kadar Karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Dalam tubuh manusia, glukosa dapat disintesa dari gliserol dan asetil-Koa hasil oksidasi lemak. Sebagian besar karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati. Dalam bahan nabati, karbohidrat berupa gula sederhana: heksosa dan pentosa, disakarida sukrosa, serta berupa polisakarida (BM tinggi): pati, selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pectin. Selulosa, hemiselulosa merupakan penyusun dinding sel, pectin sebagai perekat antar sel, dan lignin (=zat kayu) bersama selulosa sebagai jaringan penguat tanaman. Pada buah-buahan masak biasa terdapat gula glukosa, fruktosa, dan sukrosa. Sukrosa juga secara khusus merupakan gula dalam cairan jaringan tanaman palma (aren, kelapa, siwalan, nipah, rotan) dan batang tanaman rumput-rumput berbatang pejal (tidak berlubang): batang jagung, sorghum, rumput gajah. Di dalam air susu mamalia terdapat disakarida laktosa. Beberapa oligosakarida terdapat dalam makanan terfermentasi seperti tempe, tape, bahan berpati, dan umbi-umbian seperti singkong dan olahannya (gaplek, growol, dll), produk sirup gula singkong, gula jagung, dan produk dekstrin. Kalau pati merupakan karbohidrat simpanan/cadangan makanan bagi tanaman, maka selulosa, hemiselulosa, pectin, dan lignin merupakan karbohidrat bahan struktur sel dan jaringan tanaman.Kelompok karbohidrat bahan struktur sel inilah yang mendominasi pada kerajaan tanaman (plant kingdom) di daratan. 3. Kadar Lemak Lemak didefinisikan sebagai bahanbahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air.Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein.Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno, 2004). 13 4. Kadar Air Kadar air merupakan hilangnya berat benih ketika dikeringkan sesuai dengan metode tertentu. Metode dan prosedur pengujian kadar air benih pada beberapa komoditi tanamn pohon telah tertulis secara jelas. Akan tetapi beberapa lainnabelum diatur termasuk benih saga pohon. Komoditi benih yang prosedur kadar airnya belum diatur umumnya menggunakan metode oven suhu endah meskipun demikian pemintan dengan metodesuhu tinggi konstan tetap dapat dilakukan bila diperlukan walaupun bersifat tidak wajib (ISTA rules, 2017) 5. Kadar Vitamin A Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang berperan sebagai antioksidan dan meningkatkan imun. Vitamin A juga merupakan zat gizi essensial untuk penglihatan , reproduksi, dan pertumbuhan (Siti Maryam, 2003 dalam Yunita 2013). Sumber vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya β-karetin) dan retinil ester dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai panjang. Hasil dari retinil ester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk disimpan (Gormall, 1986 dalam Yunita,2013). F. Mutu Organoleptik Penilaian mutu organoleptik disebut juga dengan penilaian indera atau penilaian sensorik. Metode ini sering digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Pada prakteknya penilaian mutu organleptik disebut juga dengan uji organoleptic. Pengujian organoleptic meliputi: 1. Warna merupakan faktor penentu mutu bahan pangan yang mudah untuk diamati. Warna dapat menjadi suatu indikasi mutu dari bahan pangan. Bahan pangan apa bila memiliki warna yang tidak sedap untuk dipandang atau memberi kesan memiliki mutu yang buruk akan mempengaruhi kesan konsumen. Penilaian parameter warna dapat dilakukan dengan cara melihat dengan indra mata. Warna mie basah secara visual akan terlihat pada mie basah yang disajikan. 2. Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia senyawa volatil yang tercium oleh syaraf yang berada di rongga hidung 14 ketika bahan pangan masuk ke mulut. Rangsangan yang timbul akan memberikan sensasi kelezatan yang kemudian dapat mempengaruhi daya terima panelis atau konsumen terhadap suatu produk pangan (Peckham, 1969). 3. Rasa merupakan salah satu uji organoleptik yang berhubungan dengan indera pengecapan. Rasa merupakan kesatuan interaksi antara sifat-sifat aroma, rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan makanan yang dinilai. Selain aroma dan warna, rasa merupakan faktor yang cukup penting untuk menilai produk mie basah. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa saja tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa sehingga akan menimbulkan citarasa makanan yang utuh dan padu. 4. Tekstur merupakan penilaian yang dapat dilakukan dengan jari, gigi, atau langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, dan kemudahan dikunyah . 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian experimental dengan desain percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 taraf perlakuan. Formulasi tepung terigu: tepung labu kuning : sari wortel yaitu P0, P1, P2, P3 yang pada Standar mutu mie basah pada kadar protein (%) secara keseluruhan sudah diatur dalam Badan Standardisasi Nasional 2015 yang bernilai minimal 9%. Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Berikut ini formulasi mie basah subtiusi tepung labu kuning dan sari wortel. Tabel. 3.1 Desain Penelitian : Rancangan Acak Lengkap Taraf Perlakuan Proporsi (%) (Tepung terigu : Tepung Labu kuning) +Sari wortel P0 ( 100 : 0 : 0 ) P1 ( 65 : 15 : 20 ) P2 ( 60 : 20 : 20 ) P3 ( 55 : 25 : 20 ) Replikasi 1 2 3 X01 X02 X03 X11 X12 X13 X21 X22 X23 X31 X32 X33 Keterangan: X01 = Unit penelitian taraf perlakuan P0 replikasi 1 . . X33 = Unit penelitian taraf perlakuan P3 replikasi 3 Setiap unit penelitian mempunyai peluang yang sama untuk mendapatkan taraf perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian digunakan randomisasi atau pengacakan yang disajikan dalam Lampiran 1. Tabel.3.2. Komposisi Bahan Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel Komposisi Bahan Makanan Tepung Terigu Tepung Labu Kuning Sari Wortel STPP Telur Minyak Garam Air P0 400 0 0 0,006 120 40 5 250 Proporsi (gram) P1 P2 260 240 60 80 80 80 0,006 0,006 120 120 40 40 5 5 250 250 P3 220 100 80 0,006 120 40 5 250 16 Tabel.3.3 Komposisi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel per 100 gram Bahan Makanan Tepung labu kuning Sari wortel Tepung terigu Telur Minyak Garam Air Energi (kkal) 331,5 Protein (gram) 5 Lemak (gram) 0,08 Karbohidrat (gram) 77,65 Vitamin A (IU) 119 25,8 333 1 9 0,2 1 4,8 77,2 1574 0 154 884 0 0 12,4 0 0 0 10,8 100 0 0 0,7 0 0 0 61 18181 0 0 Tabel.3.4 Proporsi Zat Gizi pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel Taraf Perlakuan % Energi Protein Lemak Karbohidrat Vitamin A (tepung terigu: (kkal) (gram) (gram) (gram) (IU) tepung labu kuning) P0 (100:0:0) 1870.4 50.9 309.6 57 7345.6 P1 (65:15:20) 1623.7 41.88 251.0 55.7 8361.4 P2 (60:20:20) 1623.4 41.3 252.1 55.6 8700 P3 (55:25:20) 1623.1 40.7 253.1 55.4 9038.6 B. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019 Tempat penelitian : 1. Laboratorium ITP Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk proses pengolahan Mie basah. 2. Laboratorium Kimia Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk analisis kadar zat gizi Mie basah. 3. Laboratorium Organoleptik Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang untuk uji organoleptik Mie basah. C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi tiga, yakni alat untu penepungan labu kuning, pembuatan sari wortel, dan pengolahan mie basah. Pembuatan tepung labu kuning menggunakan Oven, blender, ayakan 80 mesh, 17 nampan, baskom, pisau, talenan, timbangan Triple beam, dan sendok makan. Pada pengolahan mie basah dough mixer, panic, serok, penggiling mie, Loyang persegi panjang, rolling pin, piring seng, dan kompor Alat yang digunakan untuk analisis mutu kimia adalah kalkulator scientific, alat tulis 2. Bahan Adapun bahan- bahan yang digunakan untuk membuat mie basah dengan subtitusi tepung labu kuning dan penambahan sari wortel (untuk keperluan analisis mutu kimia dan uji organoleptik) serta spesifikasi bahan disajikan pada Tabel 3.4. 1. Tepung terigu 2. Tepung labu kuning 3. Wortel 4. Telur ayam 5. Garam 6. Air kapur 7. Air mineral 8. Minyak 18 Tabel 3.4. Spesifikasi bahan penyusun mie basah Bahan Labu Kuning Spesifikasi Gambar Bulat berwarna hijau kekuningan, tidak busuk, buah tidak berlubang, tidak penyok, segar, buah labu mengkal, 1-2 minggu pasca panen. Tepung Tepung terigu protein tinggi, sesuai dengan Terigu syarat mutu (SNI) tepung terigu (tidak ada kotoran atau kutu, tidak berbau apek), merk Cakra Kembar. Sari wortel Sari dari wortel, warna orange, tidak berbau langu, tidak menggumpal, tidak kotor dan tekstur tidak lembek. Telur Ayam Tidak retak, tidak busuk, permukaan kulit halus tidak berbintik, isi telur tidak berbunyi saat digoncang, berat 55-60 gram/butir. Minyak Tidak tengik, tidak ada encapan, cair, merk Bimoli. Garam Berwarna putih, halus dan tidak ada kotoran. Cap kapal. 19 D. Variabel penelitian 1. Variabel bebas Variable bebas dalam penelitian ini Penambahan tepung labu kuning dan sari wortel (analisis nilai energi, kadar protein ,lemak, karbohidrat, kadar air, dan vitamin A). 2. Variabel Terikat Variable terikat dalam penelitian ini adalah mutu organoletik/ uji skala hedonik. 20 3. Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala Ukur Proporsi tepung Perbandingan tepung terigu : Dinyatakan dalam Rasio terigu : tepung tepung labu kuning: sari satuan persen (%) labu kuning: sari wortel wortel Nilai Energi Besarnya energi yang tersedia dalam 100 gram bisuit dapat ditetapkan melalui perhitungan empiris dengan factor Atwater Besarnya kadar air pada mie basah dapat ditetapkan dengan metode pengeringan Termogravimetri (metode oven kering) Besarnya kadar protein pada mie basah dapat ditetapkan dengan metode Kjedahl. Dinyatakan dalam Rasio satuan kalori Besarnya kadar lemak pada mie basah dapat ditetapkan dengan metode Soxhlet ecstraction Besarnya kadar karbohidrat pada mie basah dapat ditetapkan dengan metode by difference. Besarnya kadar Vitamin A pada mie basah dapat ditentukan dengan metode Spektrofotometri Gambaran kualitas mie basah pada penampilan fisik mie basah yang dinilai oleh panelis berdasarkan skala hedonik Dinyatakan dalam Rasio satuan persen (%) Kadar air a. Kadar Protein b. Kadar Lemak c. Kadar Karbohidrat Kadar Vitamin A Mutu Organoleptik Dinyatakan dalam Rasio satuan persen (%) Dinyatakan dalam Rasio satuan persen (%) Dinyatakan dalam Rasio satuan persen (%) Dinyatakan dalam Rasio satuan persen (%) Dinyatakan dalam Ordinal skala 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = suka 4 = sangat suka 21 E. Prosedur Penelitian Prosedur pelaksanaan pengolahan biskuit meliputi pembuatan tepung labu kuning, pembuatan sari wortel, dan proses pembuatan mie basah. 1. Pembuatan tepung labu kuning Mengupas kulit labu kuning Labu kuning dipotong menjadi beberapa bagian Menghaluskan labu kuning Merendam labu kuning yang telah dihaluskan dengan air kapur selama 10 menit Mengeringkan labu kuning dalam oven dengan suhu 45ΛC selama 24 jam Menggeiling labu kuning dengan blender Mengayak labu kuning menggunakan ayakan 80 mesh Tepung labu kuning Gambar 3.2 Diagram alir pengolahan tepung labu kuning (Marlia, 2018) 2. Pembuatan Sari Wortel Wortel Disortasi Wortel dicuci dengan bersih Dikupas kulitnya dan dipotong kecil-kecil (ketebalan 2 mm) Wortel dihancurkan dengan penambahan air (1:1) Disaring dengan kain kasa Sari wortel Gambar 3.1. Diagram alir pengolahan tepung tempe kedelai (Melisa: 2014 ) 22 3. Pengolahan Mie Basah Pemilihan Bahan Penimbangan Bahan untuk masing – masing taraf perlakuan Mencampur bahan kering (tepung terigu, tepung labu kuning, tepung tapioka, sari wortel dan garam) Memasukkan rumput laut, telur, dan minyak serta menambahkan air sedikit demi sedikit sampai adonan kalis Relaksasi adonan selama 50 menit. Adonan digiling tipis dan dibentuk pasta menggunakan mesin pasta, kemudian ditaburkan tepung terigu Merebus adonan selama 5 menit, kemudian diangkat dan ditiriskan F. Metode Analisis Data 1. Nilai Energi Nilai energi diperoleh dengan menggunakan factor Atwater, nilai energy pada dapat ditetapkan melalui perhitungan komposisi karbohidrat, lemak, dan protein serta nilai energi dari makanan tersebut. Berikut perhitungan secara empiris menggunakan factor Atwater. Nilai Energi= [(4 x nilai karbohidrat) + (9 x nilai lemak) + (4 x nilai protein) 2. a. Mutu Kimia Kadar Air Pengukuran kadar air mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode pengeringan Termogravimetri. Data yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way ANOVA Prosedur Kerja: 1. Menyiapkan alat dan sampel yang dibutuhkan. 2. Menghaluskan mie basah dengan menggunakan alat mortal. 23 3. Menimbang sebanyak 2-5 g mie basah yang telah dihaluskan dengan timbangan analitik. 4. Menimbang cawan petri kosong setelah itu bahan dimasukkan kedalam cawan petri yang telah ditimbang kemudian ditimbang kembali. 5. Setelah selesai ditimbang bahan yang ada pada cawan petri kemudian dioven selama 3 jam dengan suhu 1100 C. 6. Setelah di oven selama 3 jam kemudian dimasukkan kedalam desikator selama 10-15 menit. 7. Lalu ditimbang lagi. Setelah ditimbang bahan di oven kembali selama 1 jam. 8. Setelah 1 jam keluarkan dari oven lalu masukkan kedalam desikator dan kemudian ditimbang kembali. b. Kadar Protein Pengukuran kadar protein pada mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Kjedahl. Data yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way ANOVA. Prosedur kerja dalam penentuan kadar protein sebagai berikut: 1. Timbang bahan kira-kira 0,5 g menurut besarnya kandungan protein. Bahan tersebut dimasukkan ke dalam labu kjehdal. 2. Tambahkan 2,5-5 g atau 0,5-1 sendok selenium mix atau campurkan 5 g CuSO4 dan KMnO4 (1:9) dan 25 mL H2SO4 pekat serta beberapa batu didih. 3. Panaskan mula-mula dengan api kecil, kemudian besarkan sampai terjadi larutan yang berwarna jernih kehijauan dan uap SO2 hilang. 4. Pindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan sampai tandai tera. 5. Pipet 10 mL, masukkan ke dalam labu destilasi dan tambahkan 10 mL NaOH 10% atau lebih kemudian sulingkan. 6. Destilat ditampug dalam 20 mL larutan asam borat 3%. Lakukan destilasi sampai uap destilat tidak bereaksi basa lagi (uji dengan kertas pH). 7. Setelah selesai destilasi, bilas ujung kondensor dengan air suling. 8. Larutan asam borat dititrasi dengan HCL standar dengan menggunakan metal merah sebagai indikator. 9. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam rumus: 24 %N = (ππ π πππππ )π₯π π»πΆπ π₯ ππ π₯ 14 ππ πππππ‘ π πππππ π₯100% % protein = % N x faktor koreksi Keterangan : %N = Nitrogen N HCL = Normalitas HCL Fp (Faktor pengenceran) = 20 Faktor koreksi = 6,25 c. Kadar Lemak Pengukuran kadar lemak pada mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe dilakukan dengan metode Soxhlet ecstraction. Data yang yang telah dikumpulkan, kemudian dianalisis dengan Uji SPSS One Way ANOVA. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik, corong, kertas saring, waterbath, oven, labu alas bulat, dan aluminium foil. Adapun Prosedur kerja menurut Sulaeman (1995), diantaranya adalah: a. Mengeringkan labu lemak dalam oven suhu 105°C selama 30 menit, mendinginkan dalam eksikator selama 15 menit b. Menimbang Erlenmeyer yang akan digunakan untuk menampung minyak hasil ekstraksi. c. Menimbang 5 gam bahan pada kertas saring. d. Membungkus kertas saring dengan rapi sehingga bahan yang telah ditimbang tidak bocor keluar kertas saring. e. Menambahkan pelarut lemak (chlorofom) secukupnya (1,5 x vol ekstraktoor) ke dalam labu lemak. f. Memasukan bahan yang dibungkus kertas saring kedalam sohlet bagian ekstraktor. g. Memanaskan labu lemak dan mengekstraksi selama 3-4 jam (5x ekstrasi) h. Menguapkan chloroform daari minyak hasil ekstraksi i. Melanjutkan penguapan chloroform (30 menit) j. Mendinginkan dalam eksikator selama 20-30 menit kemudian timbang dan mencatat beratnya. k. Perhitungan: % Lemak = π΅−π΄ π΅ππππ‘ ππππππ π₯ 100% Keterangan : 25 A = Labu Lemak Kosong B = Labu Lemak + Lemak Setelah Ekstraksi d. Kadar Karbohidrat Kadar karbohidrat dihitung sebagai pengurangan presentase kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu. Kadar karbohidrat dianalisis menggunakan metode by different. Kadar Karbohidrat(%)= 100% - % (air + protein + lemak + abu) e. Kadar Vitamin A 1. Menghaluskan sampel 2. Sampel yang telah dialuskan ditimbang 10 gram 3. Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 7,5 ml petroleum eter (PE) dan 7,5 aseton, dishaker selama 4 jam, kemudian disaring 4. Filtrate dimasukan ke dalam tabung reaksi. Ulangi prosedur 2-3 sebanyak 3 kali menggunakan residu sampel sebagai bahan 5. Filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan 25 ml aquades 6. Terbentuk lapisan air-aseton dan lapisan eter. 7. Lapisan eter-aseton dibuang 8. Hasil lapisan eter dicuci sebanyak 2 kali dengan 25 ml aquades 9. Filtrate hasil pencucian ditambahkan natrium sulfat anhidrit 1,25 gram per 25 ml. filtrate yang dihasilkan dimasukan kedalam labu ukur 10 ml dan ditambahkan PE aseton hingga tanda batas 10. Menyiapkan kolom kromatografi - Bagian bawah kolom disumbat dengan kapas 1,5 cm dalam kolom melalui bagian atas diisi campuran alumunium oxide 10 cm (± 15 gram) dan natrium sulfat anhidirt setinggi 2 cm (± 3 gram). Kolom tersebut dipasang vertical pada statis kemudian disiapkan dibagian bawah kolom sebuah labu ukur, 10 ml ekstrak pigmen dimasukkan ke dalam kolom kromatografi. Setelah ekstrak pigmen dimasukkan kolom habis, masukkan PE aseton kedaalam kolom, sampai larutan keluar dari kolom mejadi tidak berwarna. Eluat dalam labu ukur ditambahkan petroleum eter-aseton (10:1) sampai tanda tera. Eluat yang 26 mengandung karoten dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada Panjang gelombang 450 nm. 11. Membuat Kurva Standar α΅-Karoten - Dibuat larutan α΅-Karoten (5 mg/ml) : 10 mg beta karoten. Standar dilarutkan dalam 2 ml PE-aseton (1:1). Larutan tersebut diencerkan sampai 25 ml dengan menambahkan PE-aseton (10:1) kemuddian diambil masing-masing 0, 0.2, 0.4, 0.6, 1.0 ml dimasukkan kedalam labu ukur 25 ml kosong, masing-masing diencerkan dengan PEAseton (10:1) sampai tanda batas. Absorbansi diukur dengan Panjang gelombang 450 nm, kemudian membuat kurva regresi konsentrasi beta karoten dan absorbansi. % Karoten = π ππ / 100 ππ π΅ππππ‘ ππππππ π₯ 100 ππ π₯ π£πππ’ππ ππππ’π‘ππ π₯ ππ π₯100% f. Mutu Organoleptik Uji organoleptik dilakukan menggunakan metode skala hedonik yang bertujuan untuk mengetahui tingkat daya terima terhadap produk mie basah dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung tempe.. Skala kesukaan dinyatakan dalam 4 tingkat kesukaan. 1 = Sangat tidak suka 2 = Tidak suka 3 = Suka 4 =Sangat suka Panelis dalam penelitian ini adalah mahasiswa Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Gizi sebanyak 20 orang dengan kriteria : 1. Bersedia menjadi Panelis 2. Tidak dalam kondisi kenyang atau lapar 3. Dalam kondisi sehat 4. Tidak memiliki pantangan terhadap bahan dalam produk biskuit subtitusi tepung talas belitung dan tepung tempe kedelai. Langkah-langkah dalam penentuan mutu organoleptik adalah : 1. Panelis ditempatan pada ruang khusus (ruang penilaian organoleptik) 2. Masing-masing produk diletakkan pada piring kecil yang telah diberi kode. 3. Setiap kali selesai menilai unit perlakuan makan untuk menghilangkan rasa dari setiap unit yang sebelumnya panelis sudah diberikan air mineral. 27 4. Panelis diharapkan untuk menilai setiap sampel yang diberikan dan diminta untuk mengisi form uji mutu organoleptik yang terlampir pada lampiran 6. Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan analitik.. tingkat kesukaan dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis. g. Pengolahan dan Analisis Data 1. Nilai Energi dan Mutu Kimia Pengolahan data niai energi dan mutu kimia pada mie basah bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan subsitusi tepung labu kuning dan sari wortel terhadap mutu gizi dari masing-masing taraf perlakuan. Analisis data nilai energi dan mutu kimia pada penelitian ini menggunakan analisis One Way Annova pada tingkat kepercayaan 5%. Penarikan kesimpulan: H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita. H0 diterima apabila Sig > 0.05 berarti tidak ada pengaruh subsitusi tepung labu kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita. Jika H0 ditolak artinya ada pengaruh. Untuk mengetahui taraf perlakuan yang berbeda nyata, digunakan uji lanjutan Duncan Mutiple Range Test (DMRT). Selanjutnya data nlai energi dan mutu kimia disajikan secara deskriptif. Statistik Duncan Mutiple Range Test (DMRT) pada tingkat kepercayaan 95%. Penarikan kesimpulan: Perbedaan signifikan jika nilai perbedaan mean dalam satu pasang taraf perlakuan terdapat pada kolom subset yang berbeda. 2. Mutu Organoleptik Pengolahan data hasil uji mutu organoleptik produk pengembangan tepung labu kuning dan sari wortel sebagai subsitusi mie basah untuk mencegah KVA pada balita. Pada tingkat kepercayaan 95% yaitu digunakan dengan analisis statistik Kruskal Wallis Penarikan kesimpulan: H0 ditolak apabila Sig < 0.05 berarti ada pengaruh subsitusi tepung labu kuning dan sari wortel pada mie basah untuk mencegah KVA pada Balita terhadap mutu organoleptic. 28 Jika H0 ditolak, maka akan dilanjutkan uji statistik perbandinagn ganda Mann Withney pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menentukan pasangan perlakuanmana yang berbeda signifikan. Penarikan kesimpulan: Taraf perlakuan satu dengan taraf perlakuan lain yang menghasilkan perbedaan signifikan ditunjukan oleh angka Sig <0.05. 29 BAB IV ANGGARAN PENELITIAN Berdasarkan tahapan penelitian yang ada, maka perencanaan rician anggaran untuk kegiatan penelitian sebagai berikut: Tabel.4.1. Rencana Biaya Kegiatan Penelitian No Keterangan 1. Biaya Persiapan - Administrasi Rp. 200.000 Pengadaan Alat dan Bahan Kertas A41 Rim Rp. 34.000 Fotokopi Rp. 50.000 - Tepung Terigu Rp. 42.500 - Labu Kuning Rp. 60.000 - Wortel Rp. 25.000 - Telur Ayam Rp. 24.000 2. Tahap Penelitian Rp. 700.000 3. Penyusunan dan Penggadaan Laporan Rp. 400.000 4. Seminar Hasil Penelitian Rp. 300.000 5. Lain-Lain Rp. 200.000 Total Biaya Rp. 2.493.000 Terbilang: (Dua juta empat ratus Sembilan puluh tiga ribu) 30 DAFTAR PUSTAKA Adriani, M. 2012. Peranan Gizi dalAM Siklus Kehidupan. Jakarta: Kencana Prenada Group Media Astawan, Made.(2008).Sehat Swadaya. dengan hidangan hewani.Jakarta: Penebar Astriana, W. (2017). Kejadian Anemia pada Ibu Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia. Jurnal Ilmu Kesehatan. 2 (2), 123 – 130. Badan Standarisasi Nasional.2015. Standar Nasional Indonesia (SNI)15-20492015. Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2014. (online) https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/5269/Klaim-Produk-DituntutMemenuhi-Informasi-Ilmiah.html. Diakses tanggal 7 Mei 2019. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Badilangoe, PM. (2012). Kualitas Mie Basah dengan Penambahan Ekstrak Wortel (Daucus Carota L.) dan Subsitusi Tepung Bekatul. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Cunningham dan Garry F. Obstetri Williams Edisi 21 Vol 2 [Hartono et al., trans]. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001. Dalimunthe, N.A. (2009). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi Padat (Tesis). Medan: Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara Direktorat Gizi Masyarakat.(2018). Tabel Komposisi Pangan Indonesia 2017. Jakarta: Direktorat Jendral Kesehatan Masyarakat. Faizah. (2012). Subsitusi Tepung Tempe Pada Produk Beragi. Yogyakarta: Program Studi Teknik Boga Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta Fuglie, L.J. (1999). The miracle Tree: Moringa oliefera, Natural Nutrition for the Tropics. (online) agris.fao.org. Diakses tanggal 17 Mei 2019. Junita, D. 2017. Komponen Gizi Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Sensori Bubuk Fungsional Labu kuning dan Tempe. Jurnal Gizi Pangan Volume 12, Nomor 2, Juli 2017. 31 Kazeem dan Davies (2016). Anti-diabetic functional foods as sources of insulin secreting, insulin sensitizing and insulin mimetic agents. Journal of Functional Foods 20(1):122-138 · October 2016. Ketaren, S. (1986). Pengantar Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: Ui Press. Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Singkong. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Mahmood, dkk. (2010). Moringa oleifera: a Natural gift-A review. Vol.2 (11), 2010, 775-781. Mustika, D.C. (2012). Bahan Pangan Gizi dan Kesehatan. Bandung: Alfabeta Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. Poor Dietary Intake of Energy and Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr. 2008; 7(3):480-484. Palungkun, R. (2001). Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Swadaya. Peckham, G. C.1969. Foundation of food Preparation 2nded. The Mac Milla Co, Callier Mac Millan Ltd, London. Munarso dan Haryanto. (2012). Pertanian Bogor, Bogor. 26 hlm. Perkembangan Teknologi Prasojo, M. (2018). Cara Membuat Tepung Terigu 100% Berhasill. (online) https://unsurtani.com/2018/07/cara-membuat-tepung-tempe-100-berhasil. Diakses tanggal 17 Mei 2019 Rustandi, D. 2011. Produksi Mie. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Solo. 124 hlm Susiloningtyas. (2019). Pemberian Zat Besi (Fe) Dalam Kehamilan. (0nline) https://media.neliti.com/media/publications/219937-pemberian-zat-besi-fedalam-kehamilan.pdf. Diakses tanggal 17 Mei 2019. Sudarmaji, S., Haryono, B. Dan Suhardi. (1996). Analisis Bahan Pangan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Sukria, dkk. (2018). Pengaruh Proses Steam pada Daun kelor dan Asam Folat Terhadap Performa Ayam Boiler. Jurnal Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, 16 (2): 1-9 Sulaiman, A, F. Anwar, Rimbawan dan S. A. Marliyati. 1995. Metode Penetapan Zat Gizi. Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Kesehatan Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bandung. Tarwoto, Ns. (2007). Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media. Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Yameogo, dkk. (2011). Determinan of Chemical Composition and Nutritional Value of Moringa oleifera Leaves. Pakistan Jurnal of Nutrition, 10 (3): 264-268, 2011. 32 Zakaria, dkk. (2012). Penambahan Tepung Daun Kelor pada Menu Makanan Sehari-Hari dalam Upaya Penanggulangan Gizi Kurang pada Anak Balita. Media Gizi Pangan, Vol.XIII, Edisi 1, 2012. 33 LAMPIRAN Lampiran 1. Langkah Randomisasi dalam Penempatan Unit Penelitian Besar unit penelitian mempunyai peluang yang sama untu mendapatkan perlakuan, maka dalam penempatan unit penelitian digunakan randomisasi atau pengacakan dengan langkah-langkah sebagai berikut: d. Memberi nomor urut pada semua unit penelitian, yaitu 1-9 e. Mengambil bilangan random dari kalkulator menggunakan 3 digit sebanyak jumlah unit penelitian. f. Memberi rangking pada bilangan random yang diperoleh. g. Dengan menggunakan prinsip permutasi sederhana, maka nomor rangking dapat dianggap mewakili nomor urut sesuai dengan jumlah unit penelitian. Dengan demikian taraf perlakuan P1 akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit penelitian nomor 8, 5, dan 7. Taraf perlakuan P2 akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit penelitian nomor 3, 1, dan 4. Taraf perlakuan P3 akan diulang 3 kali dan ditempatkan pada unit penelitian noomor 9, 6, dan 2. 1 2 3 517 669 245 5 9 4 4 5 6 677 155 709 6 2 8 7 8 9 432 789 754 3 1 7 Baris pertama: Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian sebelum Randomisasi) Baris Kedua: Bilangan Random Baris Ketiga: Ranking (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi) 34 h. Menempatkan unit penelitian dalam lay out Urutan 1 ditempati oleh unit penelitian X22, urutan 2 ditempati oleh unit penelitian X33, Urutan 3 ditempati oleh unit penelitian X21, dan seterusnya sampai urutan 9 ditempati oleh X31. 1 2 3 X22 X33 X21 4 5 6 X23 X12 X32 7 8 9 X13 X11 X31 Keterangan: 1-9 X11-X33 : Nomor urut (Penempatan Unit Penelitian setelah Randomisasi : Unit Penelitian 35 Lampiran 2. Penentuan Proporsi Dasar penentuan proporsi mie basah paa balita didasarkan pada nilai kecukupan energi yaitu 1600 kkal (AKG, 2013). Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari dibutuhkan komposisi karbohidrat, protein, dan lemak sebagai berikut: P0 Tepung Terigu Berat (gram) 400 Energi (kkal) 1332 Protein (gram) 36 Karbohidrat (gram) 308.8 Lemak (gram) 4 0 0 0 0 0 Tepung Labu Kuning Sari Wortel Vit A (IU) 0 0 0 0 0 0 0 0 Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20 Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4 1870.4 50.9 309.6 57 7345.6 179.85 4.9 29.8 55 706.31 TOTAL Mie basah / 100 gram Berat (gram) 260 Energi (kkal) 865.8 Protein (gram) 23.4 Karbohidrat (gram) 200.72 Lemak (gram) 2.6 Tepung Labu Kuning 60 198.9 3 46.59 0.048 71.4 Sari Wortel 80 20.64 0.6 2.88 0.12 944.4 Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20 Minyak Kelapa Sawit 40 P1 Tepung Terigu Vit A (IU) 0 353.6 - - 40 7272.4 1623.7 41.88 251.0 55.7 8361.4 156.13 4.0 24.1 5.4 803.98 Berat (gram) 240 Energi (kkal) 799.2 Protein (gram) 21.6 Karbohidrat (gram) 185.28 Lemak (gram) 2.4 Tepung Labu Kuning 80 265.2 4 62.12 0.064 95.2 Sari Wortel 80 20.64 0.8 3.84 0.16 1259.2 Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 73.20 Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4 1623.4 41.3 252.1 55.6 8700 156.1 4.0 24.2 5.3 836.54 TOTAL Mie basah / 100 gram P2 Tepung Terigu TOTAL Mie basah / 100 gram Vit A (IU) 0 36 Berat (gram) 220 Energi (kkal) 732.6 Protein (gram) 19.8 Karbohidrat (gram) 169.84 Lemak (gram) 2.2 Tepung Labu Kuning 100 331.5 5 77.65 0.08 119 Sari Wortel 80 20.64 1 4.8 0.2 1574 Telur Ayam 120 184.8 14.88 0.84 12.96 200.16 Minyak Kelapa Sawit 40 353.6 - - 40 7272.4 1623.1 40.7 253.1 55.4 9038.6 156.07 3.9 24.3 5.3 869.10 P3 Tepung Terigu TOTAL Mie basah / 100 gram Vit A (IU) 0 37 Lampiran 3. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel Bahan Tepung terigu Tepung labu kuning Sari wortel Telur ayam Asam Amino (Per 100 g) Isolusin 4330 Leusin 7700 Lisin 2430 Metionin 1700 Sistin 1980 P0 1169.1 2079 656.1 459 534.6 P1 1013.22 1801.8 568.62 397.8 463.32 P2 935.28 1663.2 524.88 367.2 427.68 P3 857.34 1524.6 481.14 336.6 392.04 9.63 12.84 16.05 Isolusin 321 0 Leusin Lisin Metionin Sistin Isolusin Leusin Lisin Metionin Sistin Isolusin Leusin Lisin Metionin Sistin 649 417 188 117 2440 5560 3000 890 890 4000 7410 6100 2330 1920 0 0 0 0 0 0 0 0 0 595.20 1,102.61 907.68 346.70 285.70 19.47 25.96 32.45 12.51 16.68 20.85 5.64 7.52 9.4 3.51 4.68 5.85 14.64 19.52 24.4 33.36 44.48 55.6 18 24 30 5.34 7.12 8.9 5.34 7.12 8.9 595.20 595.20 595.20 1,102.61 1,102.61 1,102.61 907.68 907.68 907.68 346.70 346.70 346.70 285.70 285.70 285.70 38 Lampiran 4. Kandungan Asam Amino Essensial Bahan per Taraf Perlakuan pada Mie Basah Subtitusi Tepung Labu Kuning dan Penambahan Sari Wortel P0 Bahan Tepung terigu Tepung labu kuning Sari wortel Telur ayam Jumlah AA/gram P PKAE TKAE (%) Berat (gram) 400 Protein (gram) 27 Isolusin Leusin Lisin 1169.1 2079 656.1 Metionin + Sistin 993.6 0 0 0 0 0 0 120 520 0 14.88 41.88 0 595.20 1,764 42.13 28.00 150.46 0 1,102.61 3,181.61 75.97 44.00 172.66 0 907.68 1,564 37.34 44.00 84.86 Berat (gram) 260 Protein (gram) 23.4 60 80 120 520 Metionin Sistin 459 534.6 0 0 0 0 632.4 1,626.00 38.83 22.00 176.48 0 346.70 0 285.70 Metionin Sistin 397.8 463.32 P1 Bahan Tepung terigu Tepung labu kuning Sari wortel Telur ayam Jumlah AA/gram P PKAE Isolusin Leusin Lisin 1013.22 1801.8 568.62 Metionin + Sistin 861.12 3 9.63 19.47 12.51 9.15 5.64 3.51 0.6 14.88 42 14.64 595.20 1,633 38.98 28.00 33.36 1,102.61 2,957 70.61 44.00 18 907.68 1,507 35.98 44.00 10.68 632.4 1,513 36.14 22.00 5.34 346.70 755 18.04 5.34 285.70 758 18.10 139.23 160.48 80.00 164.25 TKAE (%) P2 Bahan Tepung terigu Tepung labu kuning Sari wortel Telur ayam Jumlah AA/gram P PKAE TKAE (%) Berat (gram) Protein (gram) Isolusin Leusin Lisin Metionin + Sistin Metionin Sistin 240 21.6 935.28 1663.2 524.88 794.88 367.2 427.68 80 4 12.84 25.96 16.68 12.2 7.52 4.68 80 120 520 0.8 14.88 41 19.52 595.20 1,563 37.86 28.00 135.21 44.48 1,102.61 2,836 68.71 44.00 156.15 24 907.68 1,473 35.69 44.00 81.11 14.24 632.4 1,454 35.22 22.00 160.07 7.12 346.70 7.12 285.70 39 P3 Bahan Tepung terigu Tepung labu kuning Sari wortel Telur ayam Jumlah AA/gram P PKAE TKAE (%) Berat (gram) Protein (gram) Isolusin Leusin Lisin Metionin + Sistin Metionin Sistin 220 19.8 857.34 1524.6 481.14 728.64 336.6 392.04 100 5 16.05 32.45 20.85 15.25 9.4 5.85 80 120 520 1 14.88 40.68 24.4 595.20 1492.99 36.70 28.00 131.07 55.6 1,102.61 2715.258 66.746 44.00 151.70 30 907.68 1439.67 35.39 44.00 80.43 17.8 632.4 1394.09 34.27 22.00 155.77 8.9 346.70 8.9 285.70 40 Lampiran 5. Mutu Cerna dan NPU Bahan per Taraf Perlakuan pada Mie Basah Subtitusi Tepung Daun Kelor dan Tepung Tempe P0 Konsumsi Asam Amino Bahan Protein (g) 27 Tepung Terigu Bio-Assay 96 Mutu Cerna 2592 Tepung Labu Kuning 0 86 0 Sari Wortel Telur Ayam 0 67 0 14.88 100 1488 Jumlah 45.78 349 4080 Mutu Cerna Teoritis 89.12 P1 Konsumsi Asam Amino Bahan Protein (g) 23.4 Tepung Terigu Tepung Labu Kuning Sari Wortel Telur Ayam Jumlah Bio-Assay 96 Mutu Cerna 2246.4 3 86 258 0.6 67 40.2 14.88 100 1488 44 349 4032.6 Mutu Cerna Teoritis 91.65 P2 Konsumsi Asam Amino Bahan Protein (g) 21.6 Tepung Terigu Tepung Labu Kuning Sari Wortel Telur Ayam Jumlah Bio-Assay 96 Mutu Cerna 2073.6 4 86 344 0.8 67 53.6 14.88 100 1488 39 349 3959.2 Mutu Cerna Teoritis 101.51 41 P3 Konsumsi Asam Amino Bahan Protein (g) 19.8 Tepung Terigu Tepung Labu Kuning 5 Bio-Assay 96 Mutu Cerna 1900.8 86 430 Sari Wortel Telur Ayam 1 67 67 14.88 100 1488 Jumlah 38.565 349 3885.8 Mutu Cerna Teoritis Percobaan P0 P1 P2 P3 SAA 84.86 80.00 81.11 80.43 100.76 Mutu Cerna 89.1218873 91.65 101.517949 100.759756 NPU 95.22 87.29 79.90 79.83 42 Lampiran 6. PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK Produk Responden : Mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel : Petunjuk : Saudara diminta untuk mengemukakan pendapat tentang urutan (rangking) pentingnya variable berikut terhadap produk dengan mengurutkan 11 variabel dari tertinggi keterendah dengan mencantumkan angka 1-11. Angka terendah untuk variable kurang penting dan angka tertinggi untuk yang terpenting. Pemberian nilai boleh sama apabila dirasa variable yang nilai, sama penting. Variabel Rangking Nilai Energi Kadar Protein Kadar Lemak Kadar KH Warna Rasa Aroma Atas partisipasi Saudara diucapkan terimakasih 43 44 Lampiran 7. FORM UJI SKALA KESUKAAN (HEDONIS SCALE TEST) Nama Panelis : Tanggal : Dihadapan Saudara dibagikan sampel mie basah subtitusi tepung labu kuning dan sari wortel. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap aroma, warna, dan rasa dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut : 4 = Sangat Suka 3 = Suka 2 = Tidak Suka 1 = Sangat Tidak Suka Setelah Saudara mencicipi salah satu sampel, Saudara diminta berkumur dengan air putih yang telah disediakan sebelum mencicipi sampel yang lain. Selain itu Saudara juga diminta memberikan kritik dan saran. Kode Sampel Kriteria Penilaian Warna Aroma Rasa 145 242 355 452 Kritik dan Saran : …........................................................................................................................... .............................................................................................................................. .............................................................................................................................. Terima Kasih Atas Partisipasinya 45