Uploaded by User93695

Sejarah HAM

advertisement
Sejarah HAM – Hak Asasi Manusia merupakan hak yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa
kepada manusia yang bersifat kodrati. Maka dari itu tidak ada kekuasaan apapun yang dapat
mencabutnya sejak manusia itu dilahirkan hingga sampai akhir hayat nanti. Hak asasi manusia
bersifat universal, artinya berlaku dimana saja dan untuk siapa saja serta tanpa dapat diambil
oleh siapapun. Sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa, HAM wajib untuk dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang
HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Untuk itu, kita sebagai warga
Negara yang baik sangat perlu menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membedabedakan status, golongan, jabatan, keturunan dan lain sebagainya.
Pada dasarnya hak asasi manusia terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental yaitu hak
persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar tersebut, maka lahirlah hak-hak asasi lain,
atau tanpa kedua hak dasar ini, hak asasi manusia lainnya sulit akan ditegakkan. Di indoensia,
seseorang yang melanggar HAM berarti dia bertentangan dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar
hak asasi manusia yaitu Komnas HAM.
Berikut ini adalah Sejarah perkembangan dan perumusan hak asasi manusia di Dunia.
Perkembangan atas pengakuan hak asasi manusia ini berjalan secara perlahan dan beraneka
ragam. Perkembangan tersebut antara lain dapat ditelusuri sebagai berikut.
Pesan Sponsor
1. HAK ASASI MANUSIA DI YUNANI
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan dasar
bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya menganjurkan
masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang zalim dan tidak mengakui
nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322 SM) mengajarkan pemerintah harus
mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan kehendak warga negaranya.
2. HAK ASASI MANUSIA DI INGGRIS
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang
memperjuangkan hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi
terjadi di Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen
kenegaraan yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah
sebagai berikut :
2.1 Magna Charta
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh Raja
John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para bangsawan.
Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak puas dari para
bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat suatu perjanjian
yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat pembatasan
kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan raja. Tak seorang
pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta kekayaannya atau
diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali berdasarkan
pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih
sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerintah. Piagam
tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi karena ia
mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih tinggi daripada
kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
• ?Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan
kebebasan
Gereja
Inggris.
• Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak sebagi
berikut
:
• Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
• Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
• Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa
perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
• Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan
mengoreksi kesalahannya.
2.2 Petition Of Rights
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak rakyat
beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di depan
parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai berikut :
• Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
• Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
• Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
2.3 Hobeas Corpus Act
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang penahanan seseorang
dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
• Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah penahanan.
• Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum.
2.4 Bill Of Rights
Bill of Rights merupakan undang-undang yang dicetuskan tahun 1689 dan diterima
parlemen Inggris, yang isinya mengatur tentang :
• Kebebasan dalam pemilihan anggota parlemen.
• Kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat.
• Pajak, undang-undang dan pembentukan tentara tetap harus seizin parlemen.
• Hak warga Negara untuk memeluk agama menurut kepercayaan masing-masing .
• Parlemen berhak untuk mengubah keputusan raja.
3. HAK ASASI MANUSIA DI AMERIKA SERIKAT
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti
hak atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus
menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa Inggris
pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat jelas dalam
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan DECLARATION OF
INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu
deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian,
merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan “Bahwa
sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta. Bahwa semua
manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan kebebasan untuk
menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki hakhak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju seperti yang
disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang berkedudukan
sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai negara
yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam konstitusinya,
kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya sejak masa
Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden Amerika Serikat
lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah Abraham Lincoln,
kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter.
Amanat Presiden Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di
depan Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
• Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
• Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of
religion).
• Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
• Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan
penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan Italia.
Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat manusia
untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan Roosevelt ini
pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia yang paling pokok
dan mendasar.
4. HAK ASASI MANUSIA DI PRANCIS
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal
Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan rezim
lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE L’HOMME ET DU
CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan warga negara. Pernyataan yang
dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak atas kebebasan, kesamaan, dan
persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite, fraternite).
Lafayette merupakan pelopor penegakan hak asasi manusia masyarakat Prancis yang
berada di Amerika ketika Revolusi Amerika meletus dan mengakibatkan tersusunnya
Declaration des Droits de I’homme et du Citoyen. Kemudian di tahun 1791, semua hak-hak
asasi manusia dicantumkan seluruhnya di dalam konstitusi Prancis yang kemudian
ditambah dan diperluas lagi pada tahun 1793 dan 1848. Juga dalam konstitusi tahun 1793
dan 1795. revolusi ini diprakarsai pemikir – pemikir besar seperti : J.J. Rousseau, Voltaire,
serta Montesquieu. Hak Asasi yang tersimpul dalam deklarasi itu antara lain :
1) Manusia dilahirkan merdeka dan tetap merdeka.
2) Manusia mempunyai hak yang sama.
3) Manusia merdeka berbuat sesuatu tanpa merugikan pihak lain.
4) Warga Negara mempunyai hak yang sama dan mempunyai kedudukan serta pekerjaan
umum.
5) Manusia tidak boleh dituduh dan ditangkap selain menurut undang-undang.
6) Manusia mempunai kemerdekaan agama dan kepercayaan.
7) Manusia merdeka mengeluarkan pikiran.
8) Adanya kemerdekaan surat kabar.
9) Adanya kemerdekaan bersatu dan berapat.
10) Adanya kemerdekaan berserikat dan berkumpul.
11) Adanya kemerdekaan bekerja,berdagang, dan melaksanakan kerajinan.
12) Adanya kemerdekaan rumah tangga.
13) Adanya kemerdekaan hak milik.
14) Adanya kemedekaan lalu lintas.
15) Adanya hak hidup dan mencari nafkah.
5. HAK ASASI MANUSIA OLEH PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hakhak asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan BangsaBangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia
(commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah
pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948
Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik hasil kerja
panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS atau
Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang terdiri dari 30 pasal. Dari 58
Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48 negara menyatakan
persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen. Oleh karena itu, setiap
tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap orang
mempunyai Hak :
• Hidup
• Kemerdekaan dan keamanan badan
• Diakui kepribadiannya
• Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk mendapat
jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum, dianggap tidak
bersalah kecuali ada bukti yang sah
• Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
• Mendapatkan asylum
• Mendapatkan suatu kebangsaan
• Mendapatkan hak milik atas benda
• Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
• Bebas memeluk agama
• Mengeluarkan pendapat
• Berapat dan berkumpul
• Mendapat jaminan social
• Mendapatkan pekerjaan
• Berdagang
• Mendapatkan pendidikan
• Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
• Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu
sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan semua
anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan pematuhan
hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan tersebut. Meskipun
bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara moral berkewajiban
menerapkannya.
6. HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA
Hak Asasi Manusia di Indonesia bersumber dan bermuara pada pancasila. Yang
artinya Hak Asasi Manusia mendapat jaminan kuat dari falsafah bangsa, yakni Pancasila.
Bermuara pada Pancasila dimaksudkan bahwa pelaksanaan hak asasi manusia tersebut
harus memperhatikan garis-garis yang telah ditentukan dalam ketentuan falsafah
Pancasila. Bagi bangsa Indonesia, melaksanakan hak asasi manusia bukan berarti
melaksanakan dengan sebebas-bebasnya, melainkan harus memperhatikan ketentuanketentuan yang terkandung dalam pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Hal
ini disebabkan pada dasarnya memang tidak ada hak yang dapat dilaksanakan secara
multak tanpa memperhatikan hak orang lain.
Setiap hak akan dibatasi oleh hak orang lain. Jika dalam melaksanakan hak, kita tidak
memperhatikan hak orang lain,maka yang terjadi adalah benturan hak atau kepentingan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisah dari
manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan martabat
kemanusisan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan.
Berbagai instrumen hak asasi manusia yang dimiliki Negara Republik Indonesia, yakni:
• Undang – Undang Dasar 1945
• Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
• Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
• Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibedabedakan
menjadi sebagai berikut :
• Hak – hak asasi pribadi (personal rights) yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat,
kebebasan memeluk agama, dan kebebasan bergerak.
• Hak – hak asasi ekonomi (property rights) yang meliputi hak untuk memiliki sesuatu, hak
untuk membeli dan menjual serta memanfaatkannya.
• Hak – hak asasi politik (political rights) yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan,
hak pilih (dipilih dan memilih dalam pemilu) dan hak untuk mendirikan partai politik.
• Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (
rights of legal equality).
• Hak – hak asasi sosial dan kebudayaan ( social and culture rights). Misalnya hak untuk
memilih pendidikan dan hak untukmengembangkan kebudayaan.
• Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan
(procedural rights). Misalnya peraturan dalam hal penahanan, penangkapan,
penggeledahan, dan peradilan.
Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi
Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor
XVII/MPR/1998.
Kasus pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan /
tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah
yang lebih baik. Salah satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di
atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia.
A. KONSEP HAM
Di dalam mendefinisikan HAM, banyak sekali referensi dari para ahli yang dapat
dijadikan rujukan untuk memahami apa itu HAM, berikut beberapa pengertian HAM
menurut
beberapa
ahli
yang
berbeda:
• HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan:
2002).
• Menurut pendapat Jan Materson (dari komisi HAM PBB), dalam Teaching Human Rights,
United Nations sebagaimana dikutip Baharuddin Lopa menegaskan bahwa HAM adalah
hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup
sebagai
manusia.
• John Locke menyatakan bahwa HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan
Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. (Mansyur Effendi, 1994). • Dalam pasal 1
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi
Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap
orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”
B. Ciri-ciri pokok HAM Berdasarkan beberapa rumusan HAM di atas, dapat ditarik
kesimpulan
tentang
beberapa
ciri
pokok
hakikat
HAM
yaitu:
• HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia
secara
otomatis.
• HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis,
pandangan
politik
atau
asal-usul
sosial
dan
bangsa.
• HAM tidak bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau
melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah Negara
membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM (Mansyur Fakih, 2003).
Macam-macam HAM Universal Declaration of Human Rights tahun 1948 menyatakan
bahwa setiap orang mempunyai hak-hak sebagai berikut; Hak untuk hidup, Kemerdekaan
dan keamanan badan, Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum, Hak untuk
memperoleh perlakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum, Hak untuk
mendapay jaminan hukum dalam perkara pidana seperti diperiksa di muka
umum,dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah, Hak untuk masuk dan keluar
wilayah satu Negara, Hak untuk bebas memeluk agama serta mempunyai dan
mengeluarkan pendapat, Hak untuk mendapatkan pendidikan, Hak untuk bedagang, Hak
untuk mendapatkan pekejaan dll. B. Perkembangan HAM dunia Perkembangan pemikiran
HAM dunia dapat digeneralisasikan sebagai berikut: a) Zaman Pertengahan Lahirnya HAM
di kawasan Eropa dimulai dengan ditandatanganinya magna Charta(1215) yang antara lain
memuat pemberian hak politik dan hak sipil yang mendasar kepada rakyat Inggris .
Sekalipun pada awalnya hanya berlaku bagi golongan bangsawan, namun pada tahapan
selanjutnya hak-hak itu menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris yang berlaku
bagi semau warga Inggris. Sampai sekarang, Magna Charta oleh sebagian besar ilmuwan
dianggap sebagai tonggak sejarah dalam perkembangan demokrasi di dunia. b) Abad ke-17
dan ke-18 Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya pemikranpemikiran dari para filsuf zaman Enlignment yang menganutaliran liberalism (klasik) yang
berpendapat bahwa pada masa lalu manusia hidup dalam keadaan alam (State of Nature).
Dalam keadaan alam inisemua manusia sama martabatnya (equal), tunduk kepada hukum
alam dan memiliki hak-hak alam. Akan tetapi, pada suatu saat hal itu akan diganti dengan
kehidupan bernegara berdasarkan suatu kontrak sosial antara masyarakat dan penguasa.
Hak asasi pada tahap itu masih terbatas pada bidang politik, contohnya adalah Bill of Rights
1689 di Inggris dan Declaration des Droits de I’Homme et du Citoyen, 1789 di Prancis. c)
Abad ke-20 dan awal Abad ke-21 Pada zaman ini mulai terjadi perubahan pemikiran
mengenai hak asasi manusia, hal ini disebabkan terjadinya the Great Depression (19291934), pengangguran dan kemiskinan pun melanda, akibatnya muncul aliran-aliran
radikal, seperti Nazisme di Jerman. Sekitar tahun 1941, Presiden USA, F.D Roosevelt
merumuskan The four freedoms yang berisi kebebasan berbicara, kebebasan beragama,
kebebasan dari ketakutan dan kebebasan dari kemiskinan. Pasca PD II, PBB melalui CHR,
berhasil merumuskan Universal Declaration of Human Rights, yang diakui oleh 48 negara.
Deklarasi ini dimaksudkan untuk menjadi standar minimum yang dicita-citakan oleh
seluruh umat manusia . Sekalipun sifatnya tidak mengikat secar yuridis, namun deklarasi
ini merupakan lambang komitmen moral dunia internasional yang banyak dirujuk oleh
Negara di dunia di dalam perundang-undangannya. Kemudian CHR menyusun kovenankovenan internasional yang lebih bersifat mengikat. C. Perkembangan pemikiran HAM di
Indonesia Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia ditentukan
dengan berpedoman pada Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB, konvensi PBB tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, konvensi PBB tentang hak-hak
anak dan berbagai instrumen internasional lain yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia.
Materi Undang-undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan hukum nasional yang berdasarkan Pancasila, UUD 45 dan TAP MPR RI
Nomor XVII/MPR/1998. Hak-hak yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia terdiri dari: 1. Hak untuk hidup. Setiap orang berhak
untuk hidup, mempertahankan hidup, meningkatkan taraf kehidupannya, hidup tenteram,
aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh lingkungan hidup yang
baik dan sehat. 2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan. Setiap orang berhak untuk
membentuk kelaurga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang syah atas
kehendak yang bebas. 3. Hak mengembangkan diri. Setiap orang berhak untuk
memperjuangkan hak pengembangan dirinya, baik secara pribadi maupun kolektif, untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. 4. Hak memperoleh keadilan. Setiap
orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun
administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai
dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan secara obyektif oleh Hakim yang jujur
dan adil untuk memperoleh putusan adil dan benar. 5. Hak atas kebebasan pribadi. Setiap
orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politik, mengeluarkan pendapat di
muka umum, memeluk agama masing-masing, tidak boleh diperbudak, memilih
kewarganegaraan tanpa diskriminasi, bebas bergerak, berpindah dan bertempat tinggal di
wilayah Republik Indonesia. 6. Hak atas rasa aman. Setiap orang berhak atas perlindungan
diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, hak milik, rasa aman dan tenteram serta
perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. 7.
Hak atas kesejahteraan. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, bangsa dan masyarakat
dengan cara tidak melanggar hukum serta mendapatkan jaminan sosial yang dibutuhkan,
berhak atas pekerjaan, kehidupan yang layak dan berhak mendirikan serikat pekerja demi
melindungi dan memperjuangkan kehidupannya. 8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
Setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau
perantaraan wakil yang dipilih secara bebas dan dapat diangkat kembali dalam setiap
jabatan pemerintahan. 9. Hak wanita. Seorang wanita berhak untuk memilih, dipilih,
diangkat dalam jabatan, profesi dan pendidikan sesuai dengan persyaratan dan peraturan
perundang-undangan. Di samping itu berhak mendapatkan perlindungan khusus dalam
pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam
keselamatan dan atau kesehatannya. 10. Hak anak. Setiap anak berhak atas perlindungan
oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara serta memperoleh pendidikan,
pengajaran dalam rangka pengembangan diri dan tidak dirampas kebebasannya secara
melawan hukum. Dalam Prakteknya, jenis-jenis HAM di atas, pada masa sekarang ini
dituntut untukdikembangkan secara terpadu, yang sering dikenal dengan hak akan
pembangunan (the right to development) Di dalam upaya perlindungan HAM di Indonesia
telah dibentuk lembaga-lembaga resmi oleh pemerintah, seperti Komnas HAM, Komisi
Nasional Anti Kekerasan Terhadap perempuan, Peradilan HAM dan lembaga-lembaga yang
dibentuk oleh masyarakat, seperti LSM . D. Hukuman Mati Hukuman mati ialah suatu
hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang
dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Studi ilmiah secara konsisten gagal
menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan
efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002
tentang hubungan antara praktek hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan
menunjukkan, praktek hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam
memberikan efek jera pada pidana pembunuhan. Tingkat kriminalitas berhubungan erat
dengan masalah kesejahteraan atau kemiskinan suatu masyarakat dan dan berfungsi atau
tidaknya institusi penegakan hukum. Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih
menerapkan praktek hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negaranegara di dunia telah menghapuskan praktek hukuman mati. Ada 88 negara yang telah
menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan
hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan
moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang
melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati. Praktek hukuman mati di juga
kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana
mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai
negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan
penerjemah selama proses persidangan. Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Resolusi
Komisi Hak Asasi Manusia kepada negara-negara anggota PBB untuk: (a) Secara bertahap
membatasi jumlah tindak kejahatan yang diancam hukuman mati (progressively to restrict
the number of offences for which the death penalty may be imposed); (b) Menetapkan
adanya moratorium bagi eksekusi, dengan tetap mempertimbangkan penghapusan total
hukuman mati (to establish a moratorium on executions, with a view to completely
abolishing the death penalty); (c) Dimungkinkan tersedianya informasi publik berkaitan
dengan penjatuhan hukuman mati (to make available to the public information with regard
to the imposition of the death penalty); (d) Menyediakan informasi berkaitan dengan
penggunaan hukuman mati dan ketaatan perlidungan yang menjamin perlindungan hakhak mereka yang menghadapi ancaman hukuman mati sesuai dengan yang termuat dalam
Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 1984/50 (to provide to the Secretary-General and
relevant United Nations bodies information relating to the use of capital punishment and
the observance of the safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the
death penalty as contained in Economic and Social Council resolution 1984/50). Sebagian
ahli dan beberapa pengadilan menyatakan bahwa hukuman mati melanggar hak hidup.
Saat ini berkembang argumen yang dikuatkan pula oleh putusan beberapa pengadilan
bahwa hukuman mati, melanggar hak hidup. Beberapa putusan juga menyatakan bahwa
hukuman mati merupakan pelanggaran hak untuk tidak diperlakukan atau dihukum secara
keji, tidak manusiawi dan merendahkan. Argumen bahwa hukuman mati melanggar hak
hidup dan/atau hak untuk tidak dikenakan ‘inhuman and degrading treatment or
punishment’ diperkuat oleh putusan mahkamah konstitusi beberapa negara. Pada 24
Oktober 1990 Mahkamah Konstitusi Hongaria menyatakan bahwa hukuman mati
melanggar ‘the inherent right to life and human dignity’ seperti diatur dalam Pasal 54 dari
konstitusi negara tersebut.49 Pada 9 Juni 1995, Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan juga
menyatakan bahwa hukuman mati tidak sesuai dengan larangan ‘perlakukan atau
penghukuman yang keji, tidak manusiawi dan merendahkan/cruel, inhuman and degrading
treatment or punishment’ di bawah konstitusi interim negara tersebut. Delapan dari
sembilan hakim juga Mahkamah tersebut menyatakan bahwa hukuman mati melanggar
hak hidup. Padal 9 Desember 1998, Mahkamah Konstitusi Republik Lithuania menyatakan
bahwa kitab hukum pidana negara tersebut bertentangan dengan ketentuan konstitusi
Republik Lithuania yang menyatakan bahwa hak hidup harus dilindungi oleh hukum.
Dinyatakan bahwa hukuman mati bertentangan dengan larangan penyiksaan, injury,
merendahkan/degradation dan maltreatment serta penetapan hukuman semacam itu.51
Pada 29 Desember 1999 Mahkamah Konstitusi Ukraina juga menyatakan bahwa hukuman
mati yang diatur dalam hukum domestik negara tersebut adalah inskonstitusional dan
peraturan perundang-undangan yang mengatur hukuman tersebut harus tidak berlaku
lagi. Mahkamah tersebut menyatakan bahwa hukuman mati tidak sejalan dengan pasalpasal yang ada dalam Konstitusi Ukraina yang menyatakan bahwa hak hidup dan larangan
untuk penyiksaan dan tindakan atau penghukuman yang keji, tidak manusiawi dan
merendahkan melanggar martabat manusia. Dalam hal ini memang harus diperhatikan
bahwa tidak seperti ICCPR, Konstitusi Ukraina tidak secara eksplisit memperbolehkan
hukuman mati sebagai pengecualian hak hidup Undang-Undang Dasar 1945 adalah sumber
hukum tertinggi dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Konstitusi Indonesia mengatur ketentuan tentang hak hidup. Pasal 28 A Konstitusi
Indonesia melindungi hak hidup dan menyatakan bahwa “[s]etiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Dengan demikian, hak
hidup merupakan hak konstitusional. Konstitusi Indonesia menyatakan hak hidup sebagai
hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights). Pasal 28
ayat 1 menyebutkan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi di depan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memuat ketentuan
tentang hak hidup. Pasal 9 UU No. 39/1999 menyatakan bahwa ‘[s]etiap orang berhak
untuk hidup, dan mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya’. Pasal
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan :
”Hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah
hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun”.
Melalui Putusan Nomor 2-3/PUU-V/2007, Mahkamah Konstitusi Indonesia berpendirian
bahwa hak hidup tidak bersifat mutlak dan bahwa pemberlakukan hukuman mati dalam
UU Narkotika No. 27 Tahun 1997 sepanjang yang menyangkut ancaman pidana mati tidak
melanggar UUD 1945.53 Pendirian Mahkamah Konstitusi didasarkan pada beberapa
pendapat yaitu bahwa semua hak yang ada dalam konstitusi ’keberlakuannya dapat
dibatasi’ termasuk hak hidup. Selain itu, Mahkamah Konsitusi berpendapat bahwa
ditempatkannya pasal 28 J sebagai pasal penutup memberi tafsir bahwa Pasal 28 A-I yang
mendahuluihya tunduk pada ketentuan pembatasan hak yang dimuat dalam Pasal 28 J
Konstitusi Indonesia.54 Pendirian Mahkamah Konstitusi ini konsisten dengan pendirian
Mahkamah Konstitusi sebelumnya dalam Perkara Abilio Soares. 55 Bahwa, menurut
Mahkamah Konstitusi, hak hidup bersifat tidak mutlak juga mendasarkan pada argumen
bahwa instrumen internasional memuat pula ketidakmutlakan hak hidup di antaranya
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik yang memuat ketentuan tentang pelaksanaan
hukuman mati namun dengan pembatasanpembatasan tertentu. Dalam hal ini Mahkamah
Konstitusi berpendapat bahwa pemberlakukan hukuman mati terhadap kejahatan
narkotika tidak menyalahi ketentuan pembatasan dalam Kovenan Internasional Hak Sipil
dan Politik mengenai pemberlakukan hukuman mati yang diperuntukkan hanya pada
kejahatan yang paling serius (the most serious crimes). Mahkamah Konstitusi berpendapat
bahwa frasa ‘kejahatan yang paling serius’ haruslah dibaca dengan frasa berikutnya ‘ sesuai
dengan hukum yang berlaku pada saat kejahatan dilakukan (in accordance with the law in
force at the time of the commission of the crime). E. Hukuman Mati dalam Perspektif HAM
Dalam prinsip hak-hak asasi manusia yang diakui secara internasional, posisi hukuman
mati dapat dijelaskan melalui beberapa uraian berikut ini: 1. Hak untuk hidup adalah hak
yang tak terenggutkan (non-derogable right) . dalam Rumusan ini menekankan bahwa hak
hidup ada begitu manusia ada seiring dengan kodrat manusia. Rumusan ini menekankan
dan mengakui sifat hak hidup sebagai karunia Tuhan yang bersifat kodrati. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa kata melekat dan penekanan sifat kodrati hak hidup
dalam ketentuan ini menekankan sifat hak hidup sebagai karunia Tuhan yang tak dapat
dicabut oleh manusia. 2. Hak untuk hidup adalah hak yang melekat di dalam diri (right in
itself) setiap orang . 3. Negara harus menghormati dan melindungi hak untuk hidup (the
right to life) . Hal mencerminkan inti dari kewajiban negara untuk menghormati hak hidup
dengan tidak melakukan intervensi. Namun menurut ahli hukum dan pelapor khusus PBB
untuk penyiksaan, Manfred Nowak, kewajiban ini bersifat tidak absolut. Dalam hal ini
hanya ‘pencabutan/perampasan hidup secara sewenang-wenang’ yang dipandang
melanggar pasal 6. Bahwa hukuman mati dapat dinyatakan sesuai dengan ketentuan Pasal
6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik apabila diatur oleh hukum nasional.16
Namun demikian, menurut Nowak, kata keterangan ‘secara sewenang-wenang/arbitrarily’
juga harus dimaknai lebih jauh. Bahwa arbitrarily deprivation of life mengandung unsure
ketidaksahan/unlawfulness dan tidak adil/injustice. Hukum nasional yang memuat
ketentuan hukuman mati dengan demikian harus pula memenuhi ketentuan tersebut dan
tidak mengandung unsur-unsur ketidaksahan dan bersifat tidak adil. Dapat diambil satu
benang merah bahwa hukuman mati ditolak dengan tegas oleh prinsip-prinsip HAM
internasional. Selain itu, Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa
menyatakan hak hidup sebagai ‘supreme human rights”, yaitu bahwa tanpa pemenuhan
hak hidup, hak-hak asasi manusian lain tidak akan mempunyai arti apa-apa. Walaupun
pada satu sisi konsepsi HAM ini adalah hasil dominasi pemikiran Negara-negara barat
sebagai pemenang PD II . F. Praktek Hukuman Mati di Indonesia Di tengah kecenderungan
global akan moratorium hukuman mati, di Indonesia justru praktek ini makin lazim
diterapkan. Indonesia masih menganut adanya hukuman mati sebagaimana diatur di dalam
beberapa peraturan perundang-undangan. Hingga akhir 2006 terdapat setidaktidaknya 10
peraturan perundang-undangan di Indonesia yang masih mengandung ancaman hukuman
mati. Beberapa peraturan perundangundangan yang masih mengatur hukuman mati antara
lain Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Militer (KUPM), Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, dan UndangUndang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Dalam hal ini harus diingat bahwa
Indonesia telah mengesahkan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik pada 2005 tanpa
reservasi Dengan demikian, Indonesia telah menjadi negara pihak dan terikat secara
hukum dengan ketentuan tersebut. Oleh karena Indonesia mengesahkan Kovenan
Internasional Hak Sipil dan Politik tanpa reservasi, maka seluruh ketentuan yang termuat
di dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik mengikat Indonesia secara hukum.
Dalam hal ini kemudian Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa apakah ketentuanketentuan yang memuat kejahatan dengan ancaman pidana mati dalam UU No. 22 Tahun
2007 tentang Narkotika masuk dalam kejahatan yang paling serius haruslah dikaitkan
dengan hukum yang berlaku terhadap kejahatankejahatan tersebut baik nasional maupun
internasional. Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan bahwa di tingkat internasional
hukum yang berlaku adalah UN Convention against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and
Pschotropic Substances 1988 (Konvensi Narkotika dan Psikotropika) dimana Indonesia
merupakan pihak dari Konvensi tersebut. Konvensi tersebut menyatakan bahwa kejahatan
narkotika termasuk dalam kejahatan yang paling serius (particularly serious). Dengan
mendasarkan pada ketentuan Konvensi itu, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa
kejahatan narkotika yang dinyatakan sebagai kejahatan yang sangat serius (particularly
serious) dalam Konvensi tersebut dapat ‘disetarakan’ dengan kejahatan yang paling serius
(the most serious crimes) menurut ketentuan Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan
Politik. Selanjutnya Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa tidak ada kewajiban
internasional yang dilanggar oleh Indonesia dengan memberlakukan hukuman mati dalam
UU Narkotika. Dengan demikian, berbeda dengan Putusan Mahkamah Konstitusi beberapa
Negara lain, menurut Mahkamah Konstitusi Indonesia, hak hidup bersifat tidak mutlak dan
dapat dibatasi. Hukuman mati tidak melanggar UUD 1945. Ketentuan hukuman mati dalam
UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dengan demikian, menurut Mahkamah Konstitusi
juga tidak melanggar ketentuan mengenai hak hidup sebagai hak yang tidak dapat
dikurangi (non-derogable rights) dalam Konstitusi Indonesia. Dalam hal ini adalah penting
pula untuk mengingat bahwa tafsir Mahkamah Konstitusi atas kejahatan yang paling serius
dalam Putusan tersebut berbeda dengan tafsir menurut Kovenan dan Komite yang tidak
memasukkan kejahatan obat-obatan sebagai kejahatan yang paling serius (the most serious
crimes).
Download