3:2-11 Peringatan terhadap Iman yang Palsu Paragraf ini menunjukkan bagaimana perasaan Paulus yang penuh kasih bisa secara tiba-tiba berubah menjadi kemarahan terhadap mereka yang mengancam keterarahan iman orang percaya kepada Kristus. Ancaman ini mungkin datang dari kelompok Yahudi Kristen yang konservatif, mirip dengan yang ia lawan di Galatia. Di Galatia, para musuh sudah hadir di sana (Gal 1:6-7; 6:12). Sementara di sini, kelihatannya Paulus hanya khawatir akan kedatangan mereka ke Filipi. Ia menggunakan cercaan yang kasar untuk menekankan bahwa orang-orang seperti itu tidak bisa dipercaya. Dengan menyebut mereka "anjing", Paulus menerapkan kepada mereka ejekan yang umum diberikan kepada orang non-Yahudi (Mrk 7:27). "Pekerja-pekerja yang jahat" mungkin secara ironis menyindir klaim mereka sebagai pelaksana hukum"; sementara "mutilasi" (katatome, dalam versi LAI diterjemahkan dengan "penyunat-penyunat” 3:2) merupakan sebuah sarkasme kepada mereka yang memaksakan "sunat" (peritome-3:2; bdk. Gal 6:12). Mereka bukanlah orang-orang bersunat yang sejati, kata Paulus, "kitalah orang-orang bersunat yang beribadah oleh Roh Allah" (3:3). Para lawan mengklaim bahwa dengan ketaatannya pada tradisi serta Hukum Israel, mereka menampilkan "Israel" yang sejati (anak- anak Abraham"-Gal 3:6-9.29) Paulus bersikeras bahwa mereka bukan apa-apa dan melihat hal ini sebagai masalah mendesak karena berkaitan dengan pertanyaan apakah orang percaya "mengandalkan" Kristus, lihat pengulangan dari kata ini (3:3-4)-atau secara implisit menganggap kematian Kristus sesuatu yang sia-sia "(Gal 2:2021). Dengan pertobatannya, Paulus diyakinkan bahwa perjanjian, sejak Abraham dan seterusnya, dibangun hanya atas dasar rahmat dan iman (Rm 4:1-5; 9:6-16). Sementara itu, Hukum adalah nomer dua (Rm 4:13-19; Gal 3:15-17). Kritik Paulus kepada musuh-musuhnya yang adalah kelompok Yahudi-Kristen tidak bisa diartikan sebagai kritik terhadap Yudaisme, seperti sering kali dipikirkan orang. Cinta Paulus kepada warisan (misalnya Rm 9:1 5) dan keyakinannya bahwa Allah tetap setia dengan Perjanjian-Nya dengan mereka (Rm 11:1-2.29) bisa ditemukan di banyak tempat. Nilai perjanjian Allah dengan bangsa Yahudi yang tak berkesudahan dengan jelas ditegaskan dalam Konsili Vatikan II. Polemik ini hanya berkaitan dengan situasi khusus di Filipi, dan bukan dengan Yudaisme secara keseluruhan. Paulus menampilkan diri sebagai model yang harus diteladani. Jika sunat atau ketaatan pada Hukum merupakan hal penting, Paulus bahkan mempunyai alasan lebih untuk mengandalkan" hal-hal tersebut dibandingkan dengan para lawannya (3:4). Kemudian dalam ay. 5-6 Paulus mengisahkan hak-hak istimewa yang ia dapat karena kelahirannya dan karena pilihan hidupnya sebagai "orang Farisi" yang semuanya itu membuktikan asal-usulnya yang unik sebagai anggota bangsa terpilih. "Ketaatannya" kepada Hukum Taurat, yang dikatakan tidak bercela" (3:6), bahkan ia perluas sampai dengan menganiaya jemaat (bdk. 1 Kor 15:9; Gal 1:13-14; Kis 7:58-8:3; 9:1-2). Tetapi apa yang dulu ia pikirkan sebagai suatu keuntungan sekarang "karena Kristus" menjadi sebuah kerugian (3:7); Tidak ada keistimewaan atau keberhasilan manusia yang bisa diperhitungkan jika dibandingkan dengan pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya" (3:8). Persoalan kunci bagi Paulus dalam seluruh suratnya adalah relasi Allah dengan manusia. Secara spesifik, bagaimana hal itu mau dilukiskan? Di sini, ia menolak hukum dan tradisi sebagai dasar; di tempat lain ia menolak hikmat manusia atau status yang unggul, entah yang bersifat religius atau sosial (Rm 2:17-19; 1 Kor 1:18-31). Semua "keuntungan" itu sekarang menjadi "sampah" belaka. Yang paling penting adalah “pengenalan akan Kristus" (3:8), yang artinya menaruh "kepercayaan kepada Kristus" (3:9). "Berada dalam Dia" mengarah kepada penghakiman ketika mereka yang berada dalam Kristus tidak ada alasan untuk takut (2:16). Ay. 9-11 melukiskan tujuan mengapa Paulus melepaskan semua hak istimewa serta status yang sebelumnya ia miliki: "mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya" (3:10). Meskipun demikian, "kebangkitan" bukan sesuatu yang hanya ada di masa depan. Kebangkitan adalah sebuah pengalaman masa kini, bahkan juga di tengah-tengah penderitaan (2Kor 4:7-18; 5:17). Berada dalam Kristus" berarti sudah "hidup dalam hidup yang baru" (Rm 6:4 bdk. 7:6). Tetapi semua ini bukan hasil pencapaian manusia. Hubungan ("kebenaran") yang dialami orang percaya dengan Allah berasal dari "kebenaran" yang diperoleh Kristus yang dikaruniakan sebagai anugerah. Hal ini tidak ada hubungannya dengan hukum atau tradisi (3:9). 3:12-21 Perjalanan Menuju Kristus Setelah sekali lagi menekankan inisiatif Allah (bdk. 1:29; 2:13), Paulus kini beralih pada tema tanggung jawab manusia, meski di sini pun tindakan Kristus tetap menonjol. Ia menggunakan serangkaian kata kerja ("memperoleh", "sempurna", "mengejar") untuk menggambarkan proses mengarahkan diri kepada kesempurnaan dalam Kristus. Paulus mengatakan bahwa ia tidak "sempurna", tetapi bahwa ia berusaha keras untuk menangkap sesuatu yang untuk itu ia telah ditangkap oleh Kristus Yesus" (3:12). Oleh karena itu, ia melupakan yang ada di belakangku dan mengarahkan diri pada yang ada di hadapanku, yaitu "panggilan | surgawi dari Allah" (3:13-14). Sekali lagi Paulus mungkin berpikir tentang kematiannya (bdk. 1:23; 2:17), tetapi "panggilan" adalah sebuah kata yang penting dalam surat-suratnya yang menunjuk baik peristiwa pertobarannya maupun kehidupan iman yang menjadi tujuan dari panggilan itu (misalnya, Rm 4:17; 8:30; 1 Kor 1:9.26; 7:15-24). Paulus menganggap dirinya serta orang lain, dalam arti tertentu, "sempurna" (3:15 bdk. 1 Kor 2:6; Mat 5:48). Tetapi kesempurnaan ini terkandung dalam "pikiran", yang ia harapkan juga dimiliki oleh orang Filipi, yang terarah pada kesempurnaan! Jika ada orang yang cenderung untuk tidak setuju (bdk. 1Kor 11:16), Paulus tetap yakin bahwa dirinya benar dan bahwa "hal itu akan dinyatakan Allah juga" kepada mereka. Sementara itu mereka tetap melanjutkan pada jalan yang mereka tempuh (3:16) dan bergabung bersama sebagai orang yang mengikuti teladan Paulus dan mereka yang peri hidupnya merupakan model yang sejati. Keyakinan Paulus, bahwa ia adalah pembimbing yang tepat dan Teladan" bagi orang beriman, tidak perlu dipandang sebagai suatu kesombongan. Contoh terakhir yang ia pikirkan adalah Kristus dalam wafat-Nya sebagai pengosongan diri (2:6-8). Semua orang beriman mestinya "menjadi serupa" dengan Dia (3:10). Keyakinan Paulus ini berasal dari pengalamannya bertahun-tahun hidup dengan meneladan Yesus yang menjadi teladan pengurbanan diri. Akan tetapi di lain pihak, "banyak orang yang kelakuannya menjadikan mereka "seteru salib Kristus" (3:18). Paulus sudah sering kali mengatakan kepada orang Filipi tentang orang semacam itu. Oleh karena itu, mereka pasti sudah mengetahui siapa mereka itu. Kita hanya bisa mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui apa-apa. Mungkin mereka adalah para musuh yang dikecam Paulus dalam 3:2. Tetapi halnya juga tidak jelas. Kritik terhadap mereka juga kabur. Tetapi mungkin mereka mempunyai pandangan moral yang agak longgar. Peringatan terhadap kelonggaran moral ini juga muncul dalam Surat Galatia (Gal 5:13 26) setelah ajaran yang keras melawan mereka yang terlalu terkait dengan Hukum. Pola yang sama ditemukan juga di sini. Berlawanan dengan orang seperti itu, yang semata-mata tertuju kepada perkara duniawi" (3:19), "kewargaan kita terdapat di dalam surga dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juruselamat". Kata "kewargaan" (bdk. 1:27) dan "juruselamat" tidak pernah lagi ditemukan dalam surat Paulus. Kedua kata itu cocok sekali untuk kota ini dengan penduduk Romawi-nya, yang mengakui kaisar (mungkin Nero) sebagai "Tuhan" dan "Juruselamat". Kontras antara kaisar dan Yesus jelas sesuatu yang disengaja, meskipun Paulus tidak pernah mewartakan pemberontakan politis (bdk. Rm 13:1-7). Gagasan pokoknya adalah bahwa pengharapan orang beriman bukanlah dalam politik. Pengharapan mereka adalah dalam Kristus yang pada saat kedatangan-Nya akan mengubah tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia (3:21), sebuah tema yang dikembangkan Paulus dengan panjang lebar di tempat lain (1 Kor 15:35-57). Pengalaman sekarang yang secara bertahap diubah menjadi gambaran Tuhan (2Kor 3:18) mengantisipasi perubahan pada saat kebangkitan di masa depan. Perubahan yang perlahan-lahan inilah yang dipikirkan Paulus sejak 3:10.