JPBSI 5 (1) (2016) Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi Analisis Prinsip Sopan Santun Leech dalam Dialog Film Misteri “Enola Holmes” Karya Harry Bradbeer Alma Wida Siwi dan Lutfi Syauki Faznur Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Tangerang Selatan, Indonesia Info Artikel ________________ Sejarah Artikel: Diterima …… Disetujui …… Dipublikasikan ….. ________________ Kata kunci: Pragmatik, Sopan Santun, Dialog, Film, Analisis Keywords: Pragmatics, Manners, Dialogue, Movies, Analysis ____________________ Abstrak Bertutur merupakan kegiatan berinteraksi dalam menyampaikan maksud kepada mitra tutur, yang menjadi kegiatan dalam rutinitas sehari-hari. Dalam bertutur, lawan bicara hendaknya memahami maksud dan tujuan dari tuturan pembicara. Hal ini ditelaah dalam pragmatik yang menjadi cabang ilmu linguistik, yang membahas mengenai makna dari suatu tuturan yang tergantung pada konteks penggunaannya. Konteks yang dimaksud berbicara tentang konsep konteks yang mempunyai sebuah keharusan dalam mendeskripsikan makna atau arti tuturan tersebut dalam aktivitas bertutur. Leech memaparkan salah satu prinsip dalam kajian pragmatik yaitu prinsip sopan santun. Penelitian ini membahas mengenai prinsip sopan santun yang ditemukan dalam dialog film Enola Holmes yang diadaptasi dari novel karya Nancy Springer dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yang mengacu kepada pendekatan pragmatik yang bertujuan untuk mendeskripsikan dan memberikan informasi mengenai prinsip sopan santun menurut Leech dalam dialog film Enola Holmes yang disutradarai oleh Harry Bradbeer. Hasil yang ditemukan yaitu terdapat enam maksim dalam prinsip sopan santun yang meliputi maksim kearifan, kedermawanan, pujian, kerendahan hati, serta maksim kesepakatan dan maksim simpati. Pada film misteri yang tayang pada tahun 2020 ini ditemukan 13 dialog tertentu yang masuk kedalam prinsip sopan santun menurut Leech yang dijalankan oleh tokoh. Abstract _________________________________________________________________ Speaking is an activity of interacting in conveying meaning to the speech partner, which becomes an activity in daily routine. In speaking, the interlocutor should understand the intent and purpose of the speaker's speech. This is studied in pragmatics which is a branch of linguistics, which discusses the meaning of a speech which depends on the context of its use. The context in question is talking about the concept of context which has a necessity in describing the meaning or meaning of the speech in speaking activities. Leech explained one of the principles in pragmatic studies, namely the principle of courtesy. This research discusses the principles of courtesy found in the dialogue of the film Enola Holmes which is adapted from Nancy Springer's novel by using a qualitative descriptive method which refers to a pragmatic approach which aims to describe and provide information about the principles of courtesy according to Leech in the Enola Holmes film dialogue which directed by Harry Bradbeer. The results found that there are six maxims in the principle of manners which include the maxim of wisdom, generosity, praise, humility, and the maxim of agreement and the maxim of sympathy. In this mystery film that aired in 2020, 13 specific dialogues were found that fall into the principle of courtesy according to Leech which is carried out by the characters. © 2016 Universitas Negeri Semarang E-mail: [email protected] p-ISSN 2252-6722 e-ISSN 2503-3476 1 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) sendiri, bila tidak memahami tentang pragmatik dalam hal bagaimana bahasa berkerja dalam proses bertutur (Leech, 2011). Demi terciptanya proses bertutur yang baik dan sesuai konteks, perlu adanya kerja sama. Bentuk kerja sama tersebut salah satunya ialah bentuk kesantunan berbicara yang juga menjadi aspek dalam pragmatik. Dalam aspek pragmatik, bentuk kesantunan berbicara atau bahasa tersebut masuk kedalam prinsip kesopanan/sopan santun. Menurut Agustina (2019: 163), cara kerja prinsip sopan santun bekerja tidaklah sama dalam kultur-kultur dan masyarakat bahasa yang berbeda melihat kondisi sosial yang juga berbeda dan sebagainya. Artinya konstruksi sopan santun ini terjadi dengan kasus berbeda di lingkungan masyarakat. Dalam hal ini, banyak kajian yang telah dilakukan tentang analisis aktivitas bertutur yang terikat pada data percakapan, seperti penelitian ini. Penelitian ini membahas tentang prinsip sopan santun yang terdapat dalam film misteri berjudul Enola Holmes yang diadaptasi dari novel karya Harry Bradbeer. Film ini menceritakan tentang petualangan Enola sebagai gadis pintar dan pemberontak, adik dari Sherlock Holmes dan Mycroft Holmes, dalam mencari sang Ibu yang sekaligus memecahkan kasus yang terjadi pada pemuda seumurannya bernama Vincent Tewksbury mengenai konspirasi dunia politik. Film yang panen apresiasi dan rating bagus ini tayang pada tahun 2020 dengan percakapan yang mengandung prinsip sopan santun. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menemukan bentuk prinsip-prinsip sopan santun yang dimuat dari percakapan dalam film Enola Holmes. Penelitian ini mengacu pada teori prinsip sopan santun oleh Leech. Penelitian dalam film misteri ini dapat menjadi bekal ilmu bagi dunia film maupun masyarakat, untuk menanamkan prinsip sopan santun dalam perjalanan cerita yang diciptakan atau dalam kehidupan seharihari. Hal ini sebagai upaya mengurangi kemungkinan adanya komentar-komentar dan kritikan yang tidak sopan di masyarakat. PENDAHULUAN Bahasa sebagai salah satu wujud penting dalam urusan hidup manusia, karena digunakan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya (Hari, 2019: 228). Bahasa inilah yang menjadi media penyampaian pesan dari penutur kepada petutur (yang menjadi lawan tutur). Menurut Sitepu (2017: 68), sebagai sebuah metode, bahasa terbentuk oleh beberapa komponen dengan aturan tetap mengacu pada aturan tertentu yang berperan di masyarakat. Oleh karena itu, dalam menggunakan bahasa terdapat prinsip tertentu sebagai bentuk keberhasilan penyampaian suatu makna atau pesan dalam berkomunikasi. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, diperlukan bekal pengetahuan dalam berkomunikasi atau dapat disebut sebagai bertutur (Putri, 2013: 196). Bertutur merupakan kegiatan berinteraksi dalam menyampaikan maksud kepada mitra tutur, yang biasanya dilakukan dalam aktivitas sehari-hari. Dalam bertutur, lawan bicara hendaknya memahami maksud dan tujuan dari tuturan pembicara. Hal ini ditelaah dalam pragmatik yang menjadi cabang ilmu linguistik, yang membahas mengenai makna dari suatu tuturan yang tergantung pada konteks penggunaannya. Konteks yang dimaksud berbicara tentang konsep konteks yang mempunyai sebuah keharusan dalam mendeskripsikan makna atau arti tuturan tersebut dalam aktivitas bertutur. Berbicara mengenai bertutur, dibutuhkan pemahaman tentang makna dari tuturan tersebut. Dalam hal ini berkaitan dengan studi pragmatik yang merupakan studi tentang maksud dari ujaran di dalam keadaan tertentu (Leech, 2011). Menurut KBBI versi online, pragmatik ialah berbicara tentang kaidah atau prinsip yang menjadi faktor sampai atau tidaknya bahasa yang diujarkan dalam berkomunikasi. Artinya dalam aktivitas bertutur, pemakaian bahasa juga menjadi aspek yang perlu digali untuk digunakan, sehingga mengurangi adanya salah paham dalam proses bertutur akibat pesan yang disampaikan tidak berhasil dipahami oleh mitra tutur. Kita tidak mudah menangkap maksud dari sifat bahasa itu 2 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) atau suruhan. Ketiga, bentuk ujaran ekspresif dengan maksud ujaran untuk mengungkapkan perasaan penutur. Contohnya dalam ujaran yang mengungkapkan rasa syukur, ucapan selamat, permintaan maaf, memberi pujian, dan lain-lain. Terakhir yaitu bentuk ujaran asertif ialah ujaran yang beroperasi untuk memberikan statement. Misalnya, ketika seseorang mengusulkan pendapatnya, memberi komentar, saran, dan lain-lain. Prinsip sopan santun menurut Leech ini cenderung berpasangan. Pada maksim kearifan dan maksim kedermawanan, dengan maksim pujian dan maksim kerendahan hati mencakup ukuran mengenai untung-rugi dan ukuran mengenai pujian-cercaan. Sedangkan pada maksim kesepakatan dam maksim simpati meliputi perimbangan kesepakatan dan perimbangan simpati yang hanya satu kutub saja. Walaupun saling berkaitan, namun setiap maksim memiliki perbedaan jelas yang mana setiap maksim memandang rasio pengukuran yang berbeda dengan rasio pengukuran maksim lainnya (Leech, 2011: 207). Dalam dialog yang terjadi di film Enola Holmes, ditemukan unsur prinsip sopan santun menurut Leech dan diuraikan sebagai berikut. METODE Pendekatan teoritis dan metodologis menjadi metode dalam penelitian ini. Pendekatan pragmatik yang digunakan dalam penelitian ini sebagai pendekatan teoretis sedangkan sebagai pendekatan metodologis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode yang membutuhkan data dengan bentuk informasi dengan penyajian deskriptif (Subandi, 2011: 173). Penelitian ini dilakukan dengan teknik simak yang mencakup teknik dasar dan teknik lanjutan. Dalam teknik dasar, peneliti mendengarkan dengan seksama tentang penggunaan bahasa dalam film ini. Sedangkan dalam teknik lanjutan yaitu peneliti merekam atau mencatat hal yang menjadi prinsip-prinsip sopan santun dalam film Enola Holmes. HASIL DAN PEMBAHASAN Prinsip sopan santun adalah kumpulan maksim menurut Leech sebagai cara untuk menggambarkan tentang bagaimana sopan santun dikelola dalam aktivitas bertutur. Ada enam maksim yang diklasifikasin oleh Leech, diantaranya yaitu: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Seluruh maksim tersebut dipatuhi sampai dengan batas tertentu (tidak sebagai kaidah absolut). Menurut Wijaya (dalam Wijana, 1996:20), prinsip sopan santun ini mengacu pada dua pelaku percakapan, yaitu diri sendiri sebagai penutur dan orang lain sebagai mitra tutur (petutur). Untuk mengekspresikan maksim-maksim prinsip sopan santun, terdapat empat bentuk ujaran dalam perananannya. Pertama, bentuk ujaran komisif yang mana dalam bentuk ini mengungkapkan tujuan penutur yang diikuti dengan tindakan setelahnya, seperti menyatakan janji atau menawarkan sesuatu. Kedua, bentuk ujaran impositif adalah ujaran yang mana menyebabkan petutur melakukan tindakan yang biasanya digunakan untuk menyatakan perintah 1. Maksim Kearifan Konsep dari maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya memaksimalkan dalam memberikan ruang keuntungan lebih besar kepada pihak lain dan mengurangi ruang keuntungan bagi diri sendiri. Maksim ini dijalankan secara komisif dan impositif. Durasi (1:09:03) Konteks: Enola membayar seragam tukang kebun di rumah Tewksbury untuk menyamar dan menjelajahi serta mnenyelidiki halaman sekitar rumah. Dowager : “The gardener should be fired for giving you the uniform” (Tukang kebun itu harus dipecat karena memberimu seragamnya). Enola : “No, it was me who forced him” (Tidak, itu aku yang memaksanya). 3 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) komisif dan impositif. Berbeda dengan maksim kebijaksanaan yang tertuju pada pihak lain, maksim ini menjadikan diri sendiri sebagai fokus maksim. Terlihat jelas bahwa Enola menjalankan maksim kearifan atau bijaksana, untuk mengakui perbuatannya. Tuturan tersebut disampaikan dengan maksud agar tukang kebun itu tidak dipecat karna itu merupakan paksaan dari Enola. Dalam hal ini, Enola memaksimalkan keuntungan bagi tukang kebun yang merugikan dirinya mengakui bahwa itu salahnya. Durasi (1:50:40) Konteks: Mycroft dan Sherlock sedang berbicang di salah satu tempat yang dijanjikan untuk bertemu dengan Enola. Dalam hal ini, pemecahan kasus sudah selesai, Mycroft sempat kecewa karena didahului oleh adiknya yang menyelesaikan hal tersebut. Durasi (1:10:41) Konteks: Enola dan Tewksbury hampir tertangkap oleh orang suruhan Mycroft untuk menangkap keduanya, dan mereka sedang menahan pintu kamar penginapan agar sang orang suruhan tak masuk. Mycroft Sherlock : “I have to hold this door!” (Aku harus menahan pintu ini!) Tewksbury : “You also have to run” (Kau juga harus lari) Enola : “If you get caught, your life is in danger. If I get caught, I will just live under lockdown. Now go away!” (Jika kau tertangkap, nyawamu terancam. Jika aku tertangkap, aku hanya akan hidup terkekang. Sekarang pergilah!) Enola : “Want to drink at the club to cheer me up?” (Mau minum di kelab untuk menghiburku?) : “Yes, I'll buy you a drink, Mycroft” (Ya, kau akan kubelikan minuman, Mycroft) Dialog tersebut dilakukan oleh kedua tokoh yaitu Mycroft dan Sherlock, yang mana Sherlock memaksimalkan kerugiannya dan meminimalkan keuntungan bagi Mycroft. Tuturan tersebut terlihat Sherlock yang merugikan diri sendiri untuk membayar minuman milik Mycroft. 3. Maksim Pujian Konsep dari maksim pujian dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya mengurangi kekecaman pada orang lain, berusaha keras menghindari segala sesuatu yang dapat menyakitkan orang lain, dengan cara memberi pujian atau kata-kata yang menyenangkan (Lestari, 2016: 155). Dengan maksim pujian diharapkan agar dalam aktivitas bertutur tidak ada kata-kata yang mengejek, mengumpat, atau saling menjatuhkan pihak lain. Maksim ini dijalankan dengan ujaran asertif dan ekspresif. Keuntungan yang diberikan oleh Enola sebagai penutur kepada Tewksbury sebagai petutur, terlihat jelas pads kutipan dialog di atas. Tuturan tersebut terlihat dimana penutur membuat kerugian atas dirinya yang rela untuk ditangkap, dan memberikan kesempatan petutur untuk kabur dari sana yang merupakan sebuah keuntungan baginya. Dalam hal ini, bentuk ujaran pada dialog tersebut menjalankan bentuk impositif. 2. Maksim Kedermawanan Konsep dari maksim kedermawanan dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya memaksimalkan dalam memberikan ruang keuntungan lebih besar kepada pihak lain dengan cara membagi kerugian dari pihak lain ke dirinya sendiri. Sama halnya dengan maksim kebijaksanaan, maksim ini dijalankan secara Durasi (29:35) Konteks: Lane sebagai pengasuh Enola mengungkapkan perasaan hatinya pada Sherlock, setelah mengetahui Enola yang diasuhkan sejak kecil, kabur dari rumah. 4 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) Lane : “Enola special. She's really good. She even left money on my table” (Enola istimewa. Dia sungguh baik. Dia bahkan meninggalkan uang di meja saya). Konsep dari maksim kerendahan hati dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya memaksimalkan dalam memberikan pujian kepada pihak lain dengan cara mengurangi pujian untuk diri sendiri atau menambah kekecaman. Sama halnya dengan maksim pujian, maksim ini dijalankan secara asertif dan ekspresif. Maksim ini memperhatikan derajat penilaian baik atau buruk dari orang lain atau diri sendiri yang diucapkan oleh penutur. Penutur memberikan pujian terhadap Enola yang dirasa sangat istimewa baginya. Pujian itu menyatakan bahwa Enola merupakan gadis yang sangat baik padanya, bahkan saat kabur pun masih memikirkannya dengan meninggalkan uang untuknya. Durasi (04:20) Konteks: Enola sedang mengenalkan dirinya dengan menyisipkan keunggulan dan kelemahannya. Durasi (1:24:04) Konteks: Enola tertangkap oleh orang suruhan Mycroft dan kembali di sekolah keputrian yang dibendinya. Kemudian Sherlock datang mengunjunginya. Sherlock Enola Enola : “You become a great detective, Enola” (Kau menjadi detektif hebat, Enola). : ….(tersenyum) Terlihat dialog tersebut dijalankan dengan bentuk ujaran asertif, dimana Sherlock menyatakan pendapatnya berupa pujian bagi Enola karena telah menjadi detektif yang hebat. Sherlock sebagai penutur mengurangi kekecaman terhadap orang lain dengan memuji Enola. Dalam hal ini, Enola menjalankan maksim kerendahan hati dengan mengurangi pujian untuk dirinya sendiri, dengan memberikan kekecaman pada dirinya sendiri. Ia menegaskan bahwa ia sangat payah dalam hal bersepeda. Durasi (1:54:34) Konteks: Eudoria merupakan Ibu dari Enola menyatakan perasaan bangganya pada Enola dengan memberikan pujian yang mana hal itu menjadi perpisahannya dengan sang anak. Durasi (20:06) Konteks: Enola sedang mencari petunjuk untuk mencari Ibunya yang hilang secara misterius. Namun ditemukan beberapa uang. Enola Eudoria : “The third thing you need to know, maybe you guys guessed it, cycling is not my advantage” (Hal ketiga yang perlu kau tahu mungkin kalian sudah menebaknya, bersepeda bukan keunggulanku). : “You've become a great woman” (Kau telah menjadi wanita hebat). : “Money. She must leave a message“ (Uang. Dia pasti meninggalkan pesan). Dalam hal ini, Enola menjalankan maksim kerendahan hati yang mana ia mengharapkan pesan lainnya daripada besarnya uang yang diberikan pada Ibunya. Maksim ini dijalankan secara asertif. Eudoria sebagai penutur memberikan pujian pada sang anak Enola, menyatakan bahwa ia telah menjadi wanita yang hebat baginya setelah ditinggalkan dengan jangka waktu yang tidak sebentar. Hal ini dijalankan secara ekspresif, bentuk memuji anaknya. Durasi (1:46:48) Konteks: Tewksbury menegaskan pada Enola yang tak mau tinggal dengannya, sebagai bentuk menghargai karena telah membantu dalam 4. Maksim Kerendahan Hati 5 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) kasusnya yang berhasil dipecahkan. Namun, Enola menolaknya dengan halus, merasa berlebihan dan ia termasuk anak yang mandiri, lebih menyukai hidup sendiri. Enola : “Yes” (Baik). Dialog tersebut memperlihatkan bukti maksim kesepakatan yang dijalankan oleh Tewksbury dan Enola. Dimana Tewksbury memberikan penawaran, jika Enola dapat membuat api, ia akan membuatkan makanan dari jamur yang ditemukannya dijalan. Hal itu disepakati oleh Enola yang mana ia menghindari ketidaksepakatan terhadap orang lain. Tewksbury : “My mom says there's always room for you to be with us” (Ibuku bilang selalu ada ruang untukmu bersama kami) Enola : “Your mother was obviously not yet know me” (Ibumu jelas belum mengenalku) Durasi (34:07) Konteks: Tewksbury dan Enola sedang saling memberitahu kemana selanjutnya mereka akan pergi. Lalu Tewksbury sempat menawarkan Enola untuk ikut dengannya, namun akhirnya ia sepakat untuk bepisah. Pada dialog tersebut, Enola menjalankan maksim kerendahan hati dengan tuturan “Your mother was obviously not yet know me”. Tuturan tersebut disampaikan dengan maksud bahwa, Ibu Tewksbury dengan mudah memberikan ruang baginya untuk berkumpul dengan keluarga kerajaan itu, padahal Ibu Tewksbury belum benar-benar mengenal Enola. Konteks mengenal disini ialah Enola mengecam dirinya sendiri sebagai gadis yang tidak sebaik yang dianggap oleh Ibu Tewksbury. Maka ia berusaha untuk meuji dirinya sendiri sedikit mungkin. : “We're going to London, and then parted. Understand?” (Kita akan ke London, lalu berpisah. Mengerti?) Tewksbury : “Understood” (Dimengerti) Enola Maksim kesepakatan terlihat jelas pada dialog tersebut. Dimana Enola memberikan penawaran bahwa mereka akan pergi bersama hanya sampai London, setelahnya mereka akan pergi ke tujuannya masing-masing. Dalam hal ini, Tewksbury mengurangi ketidaksepakatan antara dirinya dengan orang lain. 5. Maksim Kesepakatan Konsep dari maksim kesepakatan dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya memaksimalkan kesepakatan antara diri sendiri dan pihak lain serta mengurangi ketidaksetujuan antara diri sendiri dan pihak lain. Di dalam maksim ini, penutur dituntut untuk dapat saling membangun keserasian atau keselarasan dalam kegiatan bertutur. Terutama berlaku ketika situasi penutur dan lawan tutur memiliki kesenjangan dalam hal umur, jabatan, dan status sosial. Maksim ini dijalankan secara asertif. Durasi (1:10:45) Konteks: Dowager menyampaikan permintaan dengan Enola untuk menyampaikan pesan pada cucunya, dan Enola menyepakatinya. Dowager Durasi (31:33) Konteks: Enola merasa lapar setelah berjalan cukup jauh dari rel kereta dengan tragedi nekatnya ia dan Tewksbury melompat dari kereta tersebut. Enola : “If you met my grandson before me, can you tell me I really care for him?” (Jika kau bertemu cucuku sebelum aku, bisakah kau sampaikan aku sangat peduli padanya?) : “Sure” (Baik). Dialog di atas menunjukkan penuturan Enola sebagai bentuk sepakat dengan tuturan Dowager, yang memintanya untuk menyampaikan pesannya kepada cucunya, jika Tewksbury : “If you can make fire, I can make food” (Jika kau bisa membuat api, aku bisa buatkan makanan). 6 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) mereka bertemu lebih dulu. Dalam hal ini Enola mengusahakan kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain. Dialog tersebut memperlihatkan penuturan Sherlock yang menyatakan ia mengunjungi sang adik karena ia peduli padanya. Ia ikut menempatkan perasaannya sebagai seorang kakak dengan perasaan Enola yang merasa hidupnya terkekang di sekolah keputrian tersebut. Oleh karena itu, ia mengunjungi Enola sebagai bentuk rasa simpatinya. 6. Maksim Simpati Konsep dari maksim simpati dalam prinsip kesopanan adalah penutur hendaknya meningkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dan orang lain dengan mengurangi rasa antipati antara diri sendiri dan orang lain. Maksim ini dijalankan secara asertif. SIMPULAN Durasi (32:31) Konteks: Enola dan Tewksbury saling mengenal satu sama lain, yang mana mengungkapkan fakta bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Enola : Aku tak sempat mengenal ayahku Tewksbury : Ayahku juga sudah wafat Enola : Maaf Tewksbury : Maaf Selain memperhatikan aspek kerja sama, untuk mengupayakan terciptanya proses bertutur yang baik perlu memperhatikan kesantunan berbahasa dalam prinsip sopan santun. Prinsip sopan santun merupakan salah satu prinsip bertutur dalam kajian pragmatik, yang dipaparkan oleh Leech. Berangkat dari hal tersebut, terdapat enam maksim yang diantaranya maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Dalam film misteri “Enola Holmes” yang tayang pada tahun 2020, memuat prinsip sopan santun (menurut Leech). Ditemukan maksim kearifan dan maksim simpati dengan jumlah 2 dialog, maksim pujian, kerendahan hati, dan kesepakatan 3 dialog, dan maksim kedermawanan dengan 1 dialog. Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dipaparkan, uraian mengenai prinsip sopan santun dalam film Enola Holmes sebagai bentuk informasi dengan penyajian deskripsi, bagi penonton maupun pembaca, serta diharapkan hal ini dapat memberi sumbangan ilmu tentang prinsip sopan santun dalam pragmatic untuk dapat diterapkan bukan hanya dari film, namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Dalam dialog tersebut, terlihat jelas rasa simpati dari penuturan maaf dengan maksud menyesal telah mendengar dan membicarkan hal tersebut yang mana dapat membuka luka lama. Hal ini kedua tokoh mengurangi rasa antipatinya dan meningkatkan rasa simpati yang dijalan secara asertif. Durasi (1:24:43) Konteks: Enola merasa marah dengan Sherlock yang hanya menganggap dirinya sebagai bahan kasus untuk dipecahkan. Namun, semua itu tidak benar, yang mana Sherlock benar-benar peduli dengan adiknya itu. : “I'm just a case for you. Curiosity. That's why you're here, to test my brain?” (Aku hanya kasus bagimu. Keingintahuan. Itu alasanmu kemari, untuk menguji otakku?) Sherlock : “No” (Tidak) Enola : “Or you feel guilty” (Atau kau merasa bersalah) Sherlock : “I'm here because I care for you” (Aku di sini karena peduli padamu) Enola DAFTAR PUSTAKA Agustina, Nurul dan Rahayu Pristiwati. (2019). Pelanggaran Prinsip Kesantunan Dalam Film Yowis Ben Karya Bayu Skak. Jurnal Profesi Keguruan, 5(2) Hari K, Cahyarati dan Pujiyati Suyata. (2019). Penggunaan Prinsip Kesopanan Dialog Tokoh 7 Alma Wida Siwi / Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5 (1) (2016) pada Film Kartini dan Kaitannya dengan Pembelajaran Drama di SMA. Basastra, 8(3) Leech, Geoffrey. (2011). Prinsip-Prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Lestari, Titi Puji dan Bambang Indiatmoko. (2016). Pelanggaran Prinsip Percakapan dan Parameter Pragmatik dalam Wacana Stand Up Comedy Dodit Mulyanto. Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 5(2) Putri, Heppy Kurnia. (2013). Analisis Prinsip Sopan Santun dalam Wacana Persuasi pada Komunikasi Pegawai Front Office Perhotelan di Surabaya. Skriptorium, 2(1) Sitepu, Tepu dan Rita. (2017). Bahasa Indonesia Sebagai Media Primerkomunikasi Bahastra: Jurnal Pendidikan Pembelajaran. Bahasa dan Sastra Indonesia, 2(1) Subandi. (2011). Deskripsi Kualitatif Sebagai Satu Metode dalam Penelitian Pertunjukkan. Harmonia, 11(2) Wijaya, Herman. (2019). Prinsip Kesopanan dalam Tindak Tutur Transaksi Jual Beli di Pasar Mingguan Desa Tebaban Kecamatan Suralaga: Kajian Pragmatik. Mabasan, 13(1) 8