Uploaded by ners

LP hernia

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hernia merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui
lubang abnormal (Sari dkk, 2011). Hernia dibedakan berdasarkan letak
terjadinya penonjolan (M. Arif dan S. Yusra, 2014). Salah satunya adalah
Hernia Inguinalis. Hernia inguinalis adalah kondisi dimana adanya
penonjolan organ intestinal yang masuk kedalam rongga melalui defek atau
dinding yang tipis dan lemah dari cincin inguinalis. Organ yang paling sering
turun adalah usus halus. Namun terkadang juga jaringan lemak di intestinal
yang mengalami penurunan (Arif dan Kumala, 2013).
Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 25% penduduk pria dan 2%
penduduk wanita menderita hernia inguinal. Di Indonesia hernia menempati
urutan ke delapan dengan jumlah lebih dari 200 ribu kasus. Penderita hernia
di Indonesia mencapai 491.145 pada tahun 2017 dan diperkirakan akan
meningkat lagi setiap tahunnya. Untuk data di Provinsi Lampung,
diperkirakan ada lebih dari 500 penderita hernia. Hernia inguinalis lateralis
merupakan hernia yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 50% sedangkan
hernia inguinalis medialis sebesar 25% dan hernia femoralis sekitar 15%.
Peningkatan angka kejadian hernia inguinalis lateralis di Indonesia bisa
disebabkan karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin
berkembang. (Sugeng&Weni, 2010).
2
Penatalaksanaan untuk pasien hernia inguinalis dapat berupa tindakan
non operatif ataupun operatif tergantung kondisi pasien (Clara dan
Kriswiharsi, 2014). Namun menurut Arif dan Kumala (2013), setiap
penderita hernia inguinalis haruslah diobati dengan tindakan operatif atau
pembedahan. Pembedahan harus dilakukan secepat mungkin setelah
ditegakkan diagnosa medis hernia inguinalis. Setiap tahun diperkirakan
terdapat 20 juta kasus prosedur bedah mengenai hernia inguinalis, namun
insiden dan prevalensi di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum dr. H. Bob
Bazar, SKM Kalianda jumlah kasus Hernia Inguinalis pada bulan Januari –
Maret 2019 terdapat 48 kasus. Dari 48 kasus, 36 kasus sudah dilakukan
operasi hernia ingunalis, sedangkan sisanya tanpa tindakan operasi. Pasca
pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita
memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri
yang adekuat. Nyeri pasca operasi hernia biasanya disebabkan oleh
kerusakan saraf, jepitan saraf oleh jaringan parut, mesh atau jahitan, mesh
yang mengeras (meshoma), infeksi, rekurensi hernia, serta periostitis.
Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat
individual. Dikatakan individual karena respon terhadap sensasi nyeri
beragam atau tidak bisa disamakan satu dengan yang lain . Nyeri merupakan
sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional,
sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya
mengganggu aktivitas sehari-hari maupun secara psikis (Asmadi,2008)
akan
3
Nyeri akut pasca pembedahan dapat mengakibatkan dampak buruk baik
secara fisiologis maipun psikologis. Efek yang muncul dapat mengganggu
sistem-sistem yang ada di tubuh, seperti sistem kardiovaskular, sistem
respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinary, sistem neuroendokrin,
sistem musculoskeletal, psikologis, serta sistem saraf pusat. Gangguan sistem
muskuloskeletal
misalnya
kram
otot,
gangguan
mobilisasi,
serta
pengembalian fungsi otot yang lama. Gangguan psikologis yang biasanya
muncul adalah ansietas, ketakutan, gangguan kenyamanan, gangguan tidur,
serta nyeri. Sedangkan jika sampai mengenai sistem saraf pusat, nyeri akan
jadi persisten atau kronik.
Hasil pengkajian yang dilakukan penulis dibangsal RPD Pria Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda pada Tn. A dan Tn. U
dengan post operasi hernia inguinalis lateral didapatkan data : pasien
mengatakan nyeri akibat post operasi, nyeri dirasakan seperti terbakar,
dengan skala 6 pada Tn. A dan skala 7 pada Tn. U, pada daerah perut kanan
bawah (kuadran 4), dan muncul saat bergerak. Pasien tampak meringis
kesakitan, gelisah, dan terdapat luka post operasi di abdomen (kuadran 4).
Sebagai seorang perawat profesional, kemampuan dalam menganalisa
masalah pasien merupakan bagian yang penting dalam proses penyembuhan
pasien. Dasar ilmu yang ada menjadi pedoman bagi perawat dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan. Berdasarkan hal tersebut, maka
penulis tertarik untuk menyusun Karya Ilmiah Ners yang berjudul “Laporan
Kasus Pasien dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri pada Post Operasi
4
Hernia Inguinalis di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUD dr. H. Bob Bazar,
SKM Kalianda Tahun 2019”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien dengan gangguan rasa
nyaman nyeri pada post operasi hernia inguinalis di Ruang Penyakit Dalam
Pria RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2019.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan gangguan rasa nyaman
nyeri pada post operasi hernia inguinalis di Ruang Penyakit Dalam Pria
RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan nyeri post
operasi hernia inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda.
b. Mengetahui tentang rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan
nyeri post operasi hernia inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM
Kalianda.
c. Mengetahui rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada
pasien dengan nyeri post operasi hernia inguinalis
Bob Bazar, SKM Kalianda.
di RSUD dr. H.
5
d. Mengetahui tentang tindakan yang dilakukan serta evaluasi dari
tindakan keperawatan pada pasien dengan nyeri post operasi hernia
inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda.
e. Membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara teori dan kondisi
riil kasus yang dilaporkan.
D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Aplikatif
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan/
panduan bagi tenaga kesehatan di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
Lampung Selatan dalam hal pemberian tindakan keperawatan pada pasien
post operasi hernia inguinalis.
2. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komperhensif pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri
post operasi hernia inguinalis.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Pengertian Hernia
Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan
yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada
rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis
adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri
kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis
externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000).
Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus
inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau
kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004).
Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh
melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk
2004).
2. Etiologi
a. Kongenital/cacat bawaan sejak kecil sudah ada, prosesnya terjadi
intrauteri, berupa kegagalan perkembangan
b. Herediter (kelainan dalam keturunan)
c. Umur (hernia dijumpai pda semua umur)
6
7
d. Jenis kelamin, Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita didapat, seperti mengedan terlalu kuat, mengangkat barangbarang yang berat
3. Patofisiologi
Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan
tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada
saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan
bagian usus ke daerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada
daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan
mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup
kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari
proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan
abdominal,
kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ selalu saja melakukan
pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama,
sehingga terjadilah penonjolan yang mengakibatkan kerusakan yang
sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat
dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan.
Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau
spinal sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang
berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada SSP juga mengakibatkan
reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga mengakibatkan
produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu,
serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual
8
dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan
nafas.
Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena
kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paruparu dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak
adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan
tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme
patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi.
Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi
torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena
kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat
operasi atau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah
satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma.
Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55
– 82).
4. Tanda dan Gejala
Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis
yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat
dan menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan
keadaan asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi
berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga
adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan
dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba
9
mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat
direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa
anulus inguinalis yang melebar. Gejala dan tanda klinis sebagian besar
ditentukan biasanya berupa:
a. Benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan dilipat
paha;
b. Adanya rasa nyeri pada benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan
mual;
c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada
komplikasi;
d. Bila terjadi hernia inguinalis stratagulata perasaan sakit akan bertambah
hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas;
e. Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah
besar.
5. Komplikasi
Komplikasi hernia dapat terjadi mulai dari inkarserata sampai
stranggulata dengan gambaran klinik dari kolik sampai ileus dan
peritonitis. Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis,
nervus ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, ataa buli-buli.
Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika
tidak maka dapat timbul nyeri padajaringan parut setelah jahitan
dibuka.Nyeri pasca herniorhaphy juga disebut "inguinadynia" yang
biasanya disebabkan oleh kerusakan saraf, jepitan saraf oleh jaringan
10
parut, mesh atau jahitan, neuroma, jaringan parut, misplace mesh, mesh
yang mengeras (meshoma), infeksi, rekurensi hernia, penyempitan cincin
inguinal di sekitar korda spermatika, dan periostitis. Komplikasi dini pasca
operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma infeksi luka, bendungan vena,
fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi jangka panjang dapat berupa
atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus
pampiniformis dan residif.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) :
a. Herniografi
Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum
peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi
untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin
terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan
nyeri kronis pada groin.
b. USG : Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara
klinis,
c. CT dan MRI : Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi.
7. Penatalaksanaan
Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan
jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa
ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah
11
a. Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak
karena dasarnya dalah kongenital tanpa adanya kelemahandinding
perut.
b. Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah
plastik
untuk
memperkuat
dinding
perut
bagian
bawah
di
belakangkanalis inguinalis.
c. Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak
di lakukan pembedahan dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia
(truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas
pada waktu istirahat (malam).
8. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi :
1) Sirkulasi
a. Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular
perifer,
atau
stasis
vascular
(peningkatan
risiko
pembentukan trombus).
2) Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress
multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang
; stimulasi simpatis.
12
3) Makanan / cairan
Gejala
:
insufisiensi
pancreas/DM,
(predisposisi
untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode
puasa pra operasi).
4) Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
5) Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan
; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan
penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker
terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi
anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah /
reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
6) Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
:
pengguanaan
antikoagulasi,
steroid,
antibiotic,
antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau
tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan
rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
13
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial
bagi penarikan diri pasca operasi).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hernia post
operasi adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi
2.
Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat
tindakan operasi
3.
Kerusakan integritas kulit b.d luka insisi post pembedahan
4.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun)
5.
Resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan
6.
Resiko perdarahan b.d luka insisi post pembedahan
7.
Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit
c. Intervensi Keperawatan
No.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan
1.
Nyeri akut
NOC
berhubungan dengan
a.Pain level
diskontinuitas
b.Pain control
jaringan akibat
c.Comfort level
tindakan operasi
Kriteria Hasil
a. mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
teknik nonfarmakologis
NIC
a. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif (lokasi,
karakteristik,
durasi,frekuensi)
b. Observasi reaksi nonverbal
dari ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
e. Lakukan penanganan nyeri
14
dalam mengurangi nyeri)
b. melaporkan bahwa
nyeriberkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
non farmakologis: relaksasi
nafas dalam dan massage
f. Ajarkan keluarga teknik
relaksasi nafas dalam
g. Kolaborasikan dengan dokter
pemberian penanganan nyeri
farmakologis analgesic
c. Mampu mengenali nyeri
(skala,intensitas,
frekuensi dantanda nyeri)
d. menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
2.
Hambatan mobilitas
fisik b.d
diskontuinitas
jaringan akibat
tindakan operasi
NOC
a.Joint movement: active
b.Mobility level
c.Self care: ADLs
d.Transfer performance
Kriteria Hasil
a.Klien meningkat dalam
aktifitas fisik
b.Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
a. Berikan tindakan pengamanan
sesuai indikasi dengan situasi
yang spesifik
b. Catat respon emosi atau
perilaku pada saat
immobilisasi, berikan aktivitas
yang disesuaikan dengan
pasien
c. Bantu pasien dalam melakukan
aktivitas ambulasi progresif
d. Ikuti aktivitas atau prosedur
dengan periode istirahat
e. Berikan atau bantu pasien
untuk melakukan latihan
rentang gerak aktif, pasif
fisik
c. Mengungkapkan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
3
Kerusakan Integritas
jaringan berhubungan  NOC
dengan
kerusakan
Integritas
jaringan:
jaringan akibat dari
kulit dan membran
tindakan operasi.
mukosa
Indikator :
1. Sangat terganggu
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
Perawatan luka
1. Bersihkan
luka
dengan
normal saline ata pembersih
yang tidak beracun
2. Oleskan salep yang sesuai
dengan kulit/lesi
3. Berikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka
4.
5.
Hasil yang
diharapkan
4-5
Periksa luka setiap kali
perbahan balutan
Reposisi pasien setidaknya
setiap 2 jam
Kontrol risiko :
15
kriteria
hasil :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Suhu kulit
Sensasi
Elastisitas
Hidrasi
Tekstur
Perfusi jaringan
Integritas kulit
Kontrol
risiko
:
proses
infeksi
Indikator :
1. Tidak
pernah
menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang-kadang
menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Secara
konsisten
menunjukkan
1.
2.
3.
4.
5.
3.
Resiko infeksi b.d
luka insisi post
pembedahan
6.
7.
8.
9.
proses infeksi
Anjurkan pengunjung untuk
mencuci tangan pada saat
memasuki dan meninggalkan
ruang pasien
batasi jumlah pengunjung bila
perlu
Dorong asupan cairan: tawari
makanan ringan, minuman
ringan dan buah-buahan
segar/jus buah)
Tingkatkan intake nutrisi
yang
tepat:
dengan
memotivasi pasien untuk
makan sesuai dengan porsi
yang disediakan dari rumah
sakit.
Hasil yang
diharapkan
4-5
Kriteria
hasil:
Mengidentifikasi faktor
risiko infeksi
Mengidentifikasi risiko
infeksi dalam aktivitas
sehari-hari
Mengidentifikasi
strategi
umtuk
melindungi diri dari
orang lain yang terkena
infeksi
Mempraktikkan
strategi
untuk
mengontrol infeksi
Mempertahankan
lingkungan yang bersih
Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan
resiko infeksi hilang
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila perlu
infection protection ( proteksi
kriteria hasil:
terhadap infeksi)
lien bebas dari tanda dan
Monitor tanda dan gejala infeksi
ejala infeksi
sistemik dan lokal
enunjukkn
kemampuan
Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah
ntuk mencegah timbulnya
NOC
16
nfeksi
umlah leukosit dalam batas
ormal
enunjukkan prilaku hidup
ehat
Dorong istirahat
Intruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
B. Tinjauan Islam Yang Berkaitan Dengan Masalah
1. Hukum Pembedahan Dalam Islam
Bedah medis termasuk bagian dari pengobatan. Secara umum,
pengobatan termasuk disyariatkan dalam Islam namun ulama berbeda
tentang hukumnya. Beberapa pendapat yang terkenal, masing-masing
didukung oleh dalil yang menguatkannya, diantaranya adalah sebagai
berikut :
a. Mubah, menurut pendapat pendapat mayoritas ilmuwan dari kalangan
Ulama Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, namun
mereka berbeda pendapat tentang lebih utamanya, berobat atau tidak.
b. Wajib, merupakan pendapat sebagian ulama Hanabilah. Menurut
sebagian
ulama
yang
lain,
hal
tersebut
jika
diyakini
akan
kesembuhannya.
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami,
hukum berobat tergantung pada keadaan dan kondisi pasien:
17
a. Berobat menjadi Wajib jika tidak dilakukan
akan mengancam jiwa,
atau kehilangan anggota tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau
penyakitnya akan dapat menulari orang lain.
b. Berobat hukumnya sunnah jika tidak dilakukan akan menjadikan
tubuhnya lemah namun tudak separah kondisi yang diatas..
c. Berobat hukumnya mubah jika tidak sampai pada kedua kondisi diatas.
d. Berobat hukumnya makruh jika dengan berobat ditakutkan akan
mengalami keadaan yang lebih buruk daripada dibiarkan saja.
Dengan demikian, hukum bedah medis, secara umum sangat
tergantung dengan keadaan dan kondisi pasien. Secara khusus Ulama
sepakat membolehkan operasi medis rekonstruksi anggota tubuh yang
mengalami masalah tertentu. Menurut pala ulama, memperbaiki dan
memulihkan kembali fungsi organ yang rusak, baik bawaan sejak lahir
maupun adanya kecelakaan, dan hal-hal sejenis itu dibenarkan, karena niat
dan motivasi utamanya adalah pengobatan. Diantara ayat yang dijadikan
sebagai pembolehan terhadap operasi medis, dianggap sebagai upaya
menjaga kehidupan dan menghindari kebinasaan atau mafsadah, antara
lain tercakup dalam Q.S. al-Maidah 5:32. Allah menghargai setiap bentuk
upaya mempertahankan kehidupan manusia, menjauhkan diri dari hal yang
membinasakan. Operasi medis dilakukan dalam rangka tujuan tersebut.
Hernia merupakan salah satu jenis penyakit yang pengobatannya dilakukan
dengan operasi, bahkan kadang-kadang jika itu tidak dilakukan atau
18
terlambat dilakukan akan mengancam kehidupannya, dengan dioperasi
akhirnya dapat tertolong.
Bolehnya bedah medis menurut hukum islam juga dapat
dianalogikan dengan berbekam (al-hijamah). Pada masa teknologi
kedokteran masih sederhana, di zaman Nabi, berbekam dianggap sebagai
salah satu bentuk operasi masa itu, telah dipraktekkan dan dianjurkan
Nabi. Berbekam merupakan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan
darah kotor dari dalam tubuh. Juga dapat dikiyaskan daengan praktik
khitan yang merupakan jenis operasi medis tertua, termasuk salah satu
sunnah fitrah sangant dianjurkan dalam syariat Islam. “Bahwa Rasulullah
saw pernah berbekam di kepalanya” (HR al Bukhari, Muslim, al Nasai,
Ibnu Majah, dan Ahmad) ”Sesungguhnya dalam bekam terdapat
penyembuhan’ (HR al Bukhari dan Muslim).“Rasulullah pernah mengirim
dokter
(untuk
mengobati)
Ubaiy
bin
Ka’b
(maka
dokter
itu
mengoperasinya)memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi
panas” (HR Musli\m, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah)
Pembolehan operasi medis juga tercakup dalam perintah umum
Nabi saw agar berobat yang secara teknis pelaksanaannya diserahkan
kepada ahlinya untuk menggunakan cara pengobatan yang tepat dan
dibutuhkan, kecuali dengan yang diharamkan.
2. Penggunaan Terapi Alquran dalam Pengobatan
Al-Quran yang merupakan wahyu Alloh SWT terdiri dari 114 surat,
6666 ayat dan telah memiliki banyak manfaat baik untuk kesembuhan
19
penyakit jasmani dan rohani. Hal ini ditegaskan berdasarkan sabda
Rosululloh SAW berobatlah kalian dengan madu dan Al-Quran (Izzat &
Arif, 2011; Kementerian Agama, 2011). Pengobatan dengan Al-Quran
sendiri sudah ada sejak lama. Terapi Al-quran menjadi salah satu terapi
komplementer yang diharapkan mahasiswa sebagai terapi pilihan. Menurut
Awad, Alajmi dan Waheedi (2012) yang meneliti terhadap pengetahuan
dan
sikap
mahasiswa
farmasi
di
kuwait
terhadap
terapi
komplementerseperti massage, bacaan Al-quran, menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang terapi modalitas tersebut sangat penting untuk
membekali mahasiswa serta memberikan pilihan pasien tentang terapi
selain obat yang dikonsumsi. Hawari (1996) menjelaskan bahwa seseorang
yang sehat bukan melibatkan faktor fisik dan psikologik dan sosial tetapi
juga spiritual. Penanganan penyakit fisik dan terapi spiritual seperti bacaan
Al-Quran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam memberikan
kesehatan pasien.
Kemajuan teknologi medis telah banyak membawa perubahan dan
terus berkembang. Pengobatan yang bersifat modern lebih menekankan
kepada penyembuhan penyakit jasmani (Qadri, 2003; Ma’mun, 2012),
sementara pengobatan keagamaan masih kurang (Awad, Al-Ajmi &
Waheedi, 2012). Menurut ‘Izzat dan Arif (2011) manusia tidak menyadari
bahwa Allah menciptakan penyakit juga menciptakan obatnya. Pemberian
terapi bacaan Al-Quran yang diturunkan Alloh dapat memberikan
kesembuhan terhadap penyakit jasmani dan rohani.
20
Al-quran sebagai penyembuh juga telah dilakukan dan dibuktikan
O’Riordon (2002, dalam Wahyudi, 2012) bahwa orang membaca Al-quran
atau mendengarkan akan memberikan perubahan arus listrik diotot,
perubahan sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan perubahan kadar
darah
pada kulit.
AlKahel
(2011) menyebutkan
membaca atau
mendengarkan Al-Quran akan memberikan efek relaksasi, sehingga
pembuluh darah nadi dan denyut jantung mengalami penurunan.
Terapi bacaan Al-Quran ketika diperdengarkan pada orang atau
pasien akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk
memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan
mempengaruhi reseptor-reseptor didalam tubuh sehingga hasilnya tubuh
merasa nyaman (Wahyudi, 2012). Elzaky (2011) dan Ali (2010)
menjelaskan dari ilmu kedokteran dan fisiologi, suara/bacaan ayat-ayat AlQuran akan berpengaruh sangat besar terhadap kesehatan tubuh. Penelitian
ini didukung oleh FMIPA UNPAD tahun 2006-2009 bahwa mendengarkan
Al-Quran akan memiliki serangkaian manfaat bagi kesehatan antara lain
meredakan stress, meningkatkan relaksasi, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh bagi orang yang membaca atau mendengarkan, sehingga terapi AlQuran memberikan efek menakjubkan (Wahyudi, 2012). Efek terapi
bacaan Al-Quran sebagai obat penyakit jasmani dan rohani. Beberapa
pengaruh Al-Quran sebagai penyembuh dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Pengaruh bacaan Al-Quran terhadap sel-sel tubuh
21
Manusia diciptakan Alloh SWT dari unsur tanah dan terbentuk
dari sel-sel. Setiap sel bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya
(Sherwood, 2001; Ignatavicius & Workman, 2006), sehingga tubuh
memiliki keseimbangan yang baik. Kerusakan salah satu sel tubuh akan
menyebabkan ketidakseimbangan bagi individu atau menimbulkan sakit
(Ma’mun, 2011; AlKahel, 2011). Elzaky (2011);‘Izzat & “Arif (2011)
menyatakan bahwa sel tubuh pada manusia sangat dipengaruhi oleh
berbagai hal antara lain ; gelombang cahaya, gelombang radio, dan
gelombang suara. Secara prinsip getaran sel mengikuti irama dan
bentuk tertentu yang dipengaruhi oleh sumber suara. Suara yang masuk
ketelinga akan mempengaruhi sel-sel tubuh secara kontinu.
Bagian sel tubuh yang sakit, kemudian diperdengarkan bacaan AlQuran, akan mempengaruhi gelombang dalam tubuh dengan cara
merespon suara dengan getaran-getaran sinyalnya dikirimkan ke sistem
saraf pusat (AlKahel, 2011). Hal ini didukung Qadri (2003) bahwa
pergerakan sel yang sakit dengan adanya gelombang suara yang masuk
turut memperbaiki sel tubuh dengan cara, suara akan berinteraksi
dengan tubuh sehingga menimbulkan keteraturan. Hal ini diperkuat
oleh penelitin Emoto dari Jepang bahwa 70% bagian tubuh manusia
adalah air dan medan elektromagnetis dan perubahannya dipengaruhi
oleh suara.
Suara atau bacaan Al-quran berpengaruh besar terhadap partikelpartikel air didalam tubuh sehingga menjadi lebih baik dan
22
meningkatkan kesembuhan. Operasi hernia menyebabkan terjadi
perubahan sel tubuh akibat prosedur pembedahan. Terapi bacaan Alquran diharapkan akan memberikan pergerakan sel-sel menuju kearah
perbaikan, mengurangi nyeri dan akhirnya akan mempercepat proses
penyembuhan bagi pasien.
b. Pengaruh bacaan Al-Quran terhadap Jantung
Bacaan Al-quran yang diperdengarkan pasien post operasi hernia
disamping memperbaiki sel tubuh juga memperbaiki fungsi jantung
akibat pengaruh anestesi. Menurut penelitian Ghauri (1999); Asman
(2008); Elzaky (2011) menjelaskan bahwa pasien yang menderita
penyakit jantung menunjukkan sistem imunitas yang tinggi, perbaikan
fungsi jantung menjadi lebih cepat sekaligus menurunkan kekambuhan
serangan jantung setelah diperdengarkan suara-suara musik, dengan
demikian bacaan Al-quran yang diperdengarkan akan jauh memberikan
efek yang baik pada tubuh pasien post operasi.
Tindakan operasi hernia dengan anestesi akan mempengaruhi
fungsi-fungsi tubuh antara lain fungsi hemodinamik terutama tekanan
darah (tensi) dan denyut nadi. Hal ini diperkuat penelitian Hardiyanto
dan Soenarjo (2006) bahwa keadaan hemodinamik (tekanan darah
sistolik, tekanan darah diastolik dan rerata tekanan arteri sebelum
anestesi, selama anestesi dan setelah anestesi terdapat perbedaan
bermakna. Perawatan observasi perawat terhadap tekanan darah, denyut
nadi menjadi faktor kunci untuk mempertahankan sirkulasi darah tetap
23
baik sehingga kehidupan pasien dapat dipertahankan (Potter & Perry,
2005; Ali, 2010). Mempertahankan fungsi jantung pada pasien post
operasi hernia dengan pemberian intervensi komplementer berupa
bacaan Al-quran yang diperdengarkan kepada pasien post operasi akan
jauh lebih baik.
c. Pengaruh bacaan Al-quran terhadap Kulit
Pengaruh bacaan Al-quran terhadap kulit dipengaruhi gelombang
suara yang masuk, kulit berfungsi sebagai organ sensoris dan
mengekskresi kelenjar keringat (Black & Hawks, 2009; Lewis et al.,
2011). Sensasi rabaan dan sentuhan melibatkan unsur saraf perifer kulit
(Sherwood, 2001; Guyton, 1995). Suara bacaan Al-quran yang
diperdengarkan pasien post hernia mengirimkan gelombang pada kulit
dan akan mengalami perbaikan sel-sel kulit ke arah kesembuhan atau
perbaikan. Secara skema, efek penyembuhan terapi bacaan AlQuran
melalui gelombang suara yang berdampak pada terapi (Khan, 2012).
Terapi bacaan Al-quran yang diperdengarkan baik bagi orang
sehat maupun pasien post operasi hernia akan berpengaruh pada sel-sel
tubuh, sel jantung dan sel kulit (Asman, 2008; Sadhan, 2009; Elzaky,
2011). Terapi bacaan Al-quran bukan hanya menyembuhkan penyakit
jasmani, tetapi juga sebagai penyembuh penyakit kejiwaan berupa
kecemasan dan depresi (Hawari, 1996). Terapi bacaan Al-Quran yang
diperdengarkan bagi yang sakit memberikan pahala bagi yang
membacakan dan menjadikan kesembuhan bagi yang mendengarkan.
24
Bahkan penelitian Wafi dalam Elzaky (2011) menunjukkan bahwa
bacaan Al-Quran dapat memberikan kesembuhan bagi anak-anak yang
mengalami gangguan wicara. Pasien post operasi hernia yang akan
diterapi dengan bacaan Al-Quran akan memperoleh kesehatan jasmani
dan rohani.
25
C. Pathway
Faktor pencetus:
Aktivitas berat, bayi prematur,
kelemahan dinding abdominal,
tekanan intraabdominal yang tinggi
Hernia
Hernia inguinalis
Kantung hernia memasuki celah inguinal
Dinding posterior canalis inguinal yang lemah
Benjolan pada canalis
inguinal
Diatas ligamentum inguinal mengecil
bila berbaring
Pembedahan
Asupan gizi kurang
Insisi bedah
Peristaltik usus menurun
Terputusnya
jaringan saraf
Mual
Nafsu makan menurun
Resiko
perdarahan
Gangguan eliminasi
Nyeri
Resiko infeksi
Gangguan rasa nyaman
Kerusakan
Integritas Kulit
Intake makanan
inadekuat
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Hambatan
Mobilitas
26
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab ini menguraikan tentang hasil pengumpulan data tentang asuhan
keperawatan pada pasien post operasi Hernia di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
Kalianda Lampung Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh pada tanggal 29
Maret sampai dengan 02 April 2019 didapatkan 2 subyek yang mendapatkan
asuhan keperawatan pada pasien post operasi hernia. Asuhan keperawatan ini
sendiri dilakukan sejak 8 jam post operasi selama 3 hari dengan pelaksanaan
sesuai proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Hasil
pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Data Kasus Kelolaan
1.
Data Umum Pasien
Dari hasil pengamatan diperoleh data :
Tn.A, umur 53 tahun, agama Islam, alamat Way urang, Pendidikan SD,
pekerjaan Buruh, dirawat di ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
Kalianda, sejak tanggal 30 Maret pasien menjalani perawatan dengan
diagnosa Hernia Inguinal Lateralis. Penanggung jawab kepada pasien
adalah Ny P, umur 35 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, yang
beralamat wayurang, dan hubungan dengan pasien adalah Istri.
Tn.U, umur 42 tahun, agama Islam, alamat Kedaton, Pendidikan SMA,
pekerjaan Tani, dirawat di ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
Kalianda, sejak tanggal 31 Maret pasien menjalani perawatan dengan
diagnosa Hernia Inguinal Lateralis. Penanggung jawab kepada pasien
adalah Ny S, umur 48 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan IRT, yang
beralamat di Kedaton, dan hubungan dengan pasien adalah Istri.
2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik
26
31
27
Pengkajian mengenai riwayat kesehatan yaitu meliputi keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan
keluarga. Penjelasannya sebagai berikut:
a. Riwayat penyakit sekarang
Tn. A mengatakan, nyeri dan terdapat benjolan pada lipat paha kiri,
benjolan sudah ada sejak kurang lebih 1 tahun lalu, hasil pemeriksaan
TTV : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu 36,60C. Setelah dirawat 1 hari di RSUD dr. H. Bob
Bazar, SKM Kalianda Tn.A menjalani prosedur bedah. Pasca operasi
Tn. A mengatakan nyeri karena luka post operasi hernia, nyeri seperti
tertusuk-tusuk jarum, skala nyeri 6, nyerinya dirasakan terus menerus.
Tn. U datang ke rumah sakit karena merasakan ada benjolan pada
lipatan paha kiri, benjolan dirasakan sejak 3 tahun belakangan. Hasil
TTV: tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20
x/menit, suhu 36,50C. Setelah diperiksa oleh perawat di IGD pasien
dianjurkan untuk operasi. Pasca operasi Tn. U mengatakan nyeri pada
lokasi operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, skala nyeri 8,
nyerinya dirasakan terus menerus. Tn. U juga mengatakan aktivitasnya
menjadi terbatas karena nyeri saat bergerak.
b. Riwayat penyakit dahulu : baik Tn A dan Tn. U mengatakan ini operasi
yang pertama dan belum pernah dirawat inap.
c. Pengkajian riwayat keluarga : keluarga pasien mengatakan, bahwa
didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti yang
dirasakan Tn. A dan Tn. U serta tidak ada yang memiliki riwayat
alergi makanan dan minuman, tidak punya penyakit keturunan seperti
jantung/paru-paru, diabetes militus(DM), hipertensi dan lain-lain.
28
d. Riwayat psikososial, kedua klien mengatakan keadaan spikososialnya
baik. Hubungan sosial pasien dengan keluarga, lingkungan dan
masyarakat sekitar terjalin dengan baik.
e. Pengkajian pemeriksaan fisik :
Tn. A :
Keadaan
umum
pasien
lemah,
meringis
kesakitan,
kesadaran
composmentis dengan respon mata 4, respon verbal 5, dan respon
motorik 6 sehingga GCS 15, pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi teraba 88 kali per menit,
pernapasan dengan kedalaman 20 kali per menit, suhu 36.5ºC.
Pada pemeriksaan head to toe pemeriksaan dada serta pemeriksaan
abdomen diperoleh semua hasil normal. Pada pemeriksaan genetalianya
terpasang selang kateter (DC). Di lipat paha kiri ada luka post operasi
hernia hari petama tertutup kasa. Pemeriksaan ekstermitas atas hasilnya
kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infuse Ringer Laktat 20 tetes per
menit, capillary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk
tulang, akral hangat. Ekstermitas bawah hasilnya akral hangat, capillary
refile kurang dari 2 detik, kekuatan otot kaki kiri 4, kekuatan otot kaki
kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, kaki kiri sakit untuk
digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, skala nyeri 6.
Tn. U :
Keadaan
umum
pasien
lemah,
meringis
kesakitan,
kesadaran
composmentis dengan respon mata 4, respon verbal 5, dan respon
motorik 6 sehingga GCS 15, pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi teraba 82 kali per menit,
pernapasan dengan kedalaman 22 kali per menit, suhu 36.7ºC.
Pada pemeriksaan head to toe diketahui Tn. U menggunakan kacamata
rabun jauh, pemeriksaan dada serta pemeriksaan abdomen diperoleh
29
semua hasil normal. Pada pemeriksaan genetalia, terpasang selang
kateter (DC). Di lipat paha kiri ada luka post operasi hernia hari petama
tertutup kasa, bagian anus terdapat hemoroid. Pemeriksaan ekstermitas
atas hasilnya kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infuse Ringer Laktat
20 tetes per menit, capillary refile kurang dari 2 detik, tidak ada
perubahan bentuk tulang, akral hangat. Ekstermitas bawah hasilnya
akral hangat, capillary refile kurang dari 2 detik, kekuatan otot kaki kiri
2, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, kaki
kiri sakit untuk digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, skala
nyeri 8. ADL Tn. U dibantu oleh keluarga dan perawat.
3. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dijalani oleh pasien adalah pemeriksaan
laboratorium. Pada pemeriksaan darah rutin tanggal 1 April 2019 baik
pada Tn. A dan Tn. U didapatkan hasil yang menunjukkan semua
parameter pemeriksaan darah dalam ambang batas normal.
No
Jenis Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan
Nilai
Tn. A
Tn. U
Normal
1.
HB
14,3
14
14-18
2.
Leukosit
6.800
6.300
5.000-10.000
3.
Trombosit
243.000
300.000
150.000-400.000
4.
Hematokrit
37,8
40
30-42
5.
GDS
120
104
‹ 200
6.
Gol. Darah
B
A
4. Farmakoterapi
NO
1.
Therapi
Jenis Obat
IVFD RL
Tn. A
Tn. U
20 TPM
20 TPM
30
2.
Ambacim Vial
3.
Ranitidin Ampul
4.
Pumpicel Vial
5.
Keterolac
1 Gram/12 Jam
1 Gram/12 Jam
1 Amp/8 Jam
1 Amp/8 Jam
1 Gram/12 Jam
1 Gram/12 Jam
1 Amp/8 Jam
1 Amp/8 Jam
5. Analisa Data
Tn. A
NO
DATA
Masalah
Etiologi
1
DS :
Nyeri akut
Diskontinuitas
-
jaringan
Klien
mengatakan
tindakan
Nyeri pada luka
pembedahan
post
op
,nyeri
seperti di tusuk
tusuk
DO :
-
Skala nyeri 6
Klien tampak meringis
menahan nyeri
- Klien tampak lemah
- TTV TD 120/80 mmHg,
N 88x/mnt, RR 20X/mnt,
S 36.
2.
DS :
Kerusakan
Luka pos op
integritas kulit
- Klien mengatakan ada
luka post op di perut
bagian bawah kiri
DO :
-
Luka pos op 6 cm dengan
8 jahitan
Luka tampak kemerahan
Nyeri luka
Tn.U
NO
DATA
Masalah
Etiologi
1
DS :
Nyeri akut
Diskontinuitas
akibat
31
-
Klien
jaringan
mengatakan
tindakan
sangat nyeri
pembedahan
-
akibat
Klien
mengatakan nyeri
semakin
terasa
bila bergerak
DO
-
2.
Skala nyeri 8
Klien tampak meringis
menahan nyeri
TTV
: TD.120/80
Mm/Hg
,N.84
x/Mt
,RR.22 x/Mt S.37.2 ˚C
DS :
Kerusakan
-
Klien mengatakan susah
menggerakkan kaki kiri
DO :
-
Luka pos op 6 cm dengan
8 jahitan
Luka tampak kemerahan
Nyeri luka
-
Luka pos op
integritas kulit
Analisa data pada Tn. A diperoleh hasil :
Data subyektif pasien dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan
Provocate (pencetus) adalah nyeri luka post operasi hernia, Q (quality)
rasa seperti tertusuk-tusuk jarum, R (regio) adalah pada lipat paha kiri, S
(skala) nyeri dirasakan berat yaitu 6, T (time) nyeri dirasakan terus
menerus. Klien mengatakan terdapat luka jahitan dan takut lukanya
menimbulkan bekas. Data objektif yang didapat dilipat paha kiri terdapat
luka operasi yang tertutup kasa, pasien meringis kesakitan dan lemah
dengan tekanan darah 115/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, respiratori 20
kali per menit, dan suhu 36,50C.
Pada Tn. U :
Data subyektif : klien mengatakan provocate (pencetus) adalah nyeri luka
post operasi hernia, Q (quality) rasa seperti tertusuk-tusuk jarum, R (regio)
adalah pada lipat paha kiri, S (skala) nyeri dirasakan sangat berat yaitu 8,
32
T (time) nyeri dirasakan terus menerus. Klien mengatakan nyeri semakin
terasa jika bergerak, klien mengatakan belum bisa mandiri dalam ADL.
Data objektif yang didapat dilipat paha terdapat
luka operasi
yang
tertutup kasa paha kiri, pasien meringis kesakitan dan lemah dengan
tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 kali per menit, respiratori 22 kali per
menit, dan suhu 37,20C. ADL dibantu oleh perawat dan keluarga, kekuatan
otot kaki kiri 3.
6. Diagnosa Keperawatan Prioritas
Diagnosa keperawatan prioritas pada Tn A adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi.
b. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan
akibat dari tindakan operasi.
Diagnosa keperawatan prioritas pada Tn U adalah :
a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi.
b. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan
operasi
7. Rencana Intervensi
Rencana Intervensi yang dilakukan pada Tn. A dan Tn. U menggunakan
standar NIC NOC.
Pada Tn. A Dengan diagnosa utama nyeri, maka tujuan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri pada kedua klien
berkurang, dengan kriteria hasil yaitu nyeri berkurang, pasien bisa merasa
33
nyaman, skala nyeri 1-2, pasien tidak meringis kesakitan, dengan tandatanda vital normal, tekanan darah 120/80 mmHg nadi antara 60-80 kali per
menit respirasi antara 16-20 kali permenit suhu antara 36-370C.
Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan
tindakan keperawatan adalah : melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,
gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
nyeri pasien, pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal), kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi, ajarkan tentang teknik nonfarmakologi, berikan analgesik untuk
mengurangi nyeri dan tingkatkan istirahat.
Pada diagnosa kerusakan integritas kulit, tujuan yang diharapkan adalah
integritas kulit kembali normal. Maka intervensi yang dilakukan antara
lain : membersihkan luka dengan cairan NaCl, mengoleskan salep yang
sesuai dengan kulit/lesi, berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka,
periksa luka setiap kali ganti balutan, dan reposisi pasien setidaknya setiap
2 jam.
Pada Tn. U Dengan diagnosa utama nyeri, maka tujuan dari tindakan
keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri pada kedua klien
berkurang, dengan kriteria hasil yaitu nyeri berkurang, pasien bisa merasa
nyaman, skala nyeri 1-2, pasien tidak meringis kesakitan, dengan tandatanda vital normal, tekanan darah 120/80 mmHg nadi antara 60-80 kali per
menit respirasi antara 16-20 kali permenit suhu antara 36-370C.
Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan
tindakan keperawatan adalah : melakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,
gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
34
nyeri pasien, pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal), kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi, ajarkan tentang teknik nonfarmakologi, berikan analgesik untuk
mengurangi nyeri dan tingkatkan istirahat.
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik, dengan tujuan klien dapat
bergerak secara mandiri, maka intervensi yang dilakukan adalah duduk di
sisi tempat tidur, ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu
mobilitas : kursi roda, ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah,
posisikan pasien semi fowler, balikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi
kulit serta minimalisir gesekan atau cedera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien.
8. Hasil Implementasi
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A dan Tn. U dengan
diagnosa utama nyeri adalah mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi,
mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, mengajarkan
tentang teknik nonfarmakologi ; tarik nafas dalam, memberikan analgesik
Paracetamol tab 500 mg untuk mengurangi nyeri sesuai advice dokter,
meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman,
membatasi pengunjung dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
9. Hasil Evaluasi
Hasil evaluasi setelah 3 hari dilakukan intervensi adalah :
Tn. A : Subjektif : nyeri pada luka operasi di lipat paha kiri berkurang
dengan skala nyeri 3. Objektif : pasien masih nyeri, lebih rileks.
35
Asessment : masalah nyeri akut teratasi sebagian. Planning : intervensi
dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien,
kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), beri posisi nyaman, ajarkan
tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi analgesik.
Tn. U : Subjektif : nyeri pada luka operasi di lipat paha kiri berkurang
dengan skala nyeri 5. Objektif : pasien masih nyeri, lebih rileks.
Asessment : masalah nyeri akut teratasi sebagian. Planning : intervensi
dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien,
kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), beri posisi nyaman, ajarkan
tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian terapi analgesik.
B. Data Senjang Pada Kasus
1. Pengkajian
Hasil pengkajian kedua pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Data
yang
Pasien 1
Pasien 2
Data Umum
Nama
Nama
Klien
: Tn. A
: Tn. U
Umur
Umur
: 53 Tahun
: 42 Tahun
Jenis
Jenis
dikaji
Kelamin
:
Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Pendidikan
Pendidikan
: SD
: SMA
Pekerjaan
Pekerjaan
: Buruh
: Tani
Status
Status
:
36
Perkawinan :
Perkawinan :
Kawin
Kawin
Tgl.
Tgl.
Kunjungan :
Kunjungan :
30
31
Maret
2019
Maret
2019
Dx.
Medis
Dx.
Medis
: Hernia
: Hernia
Alamat
Alamat
: Wayurang
: Kedaton
Keluhan
Nyeri
Nyeri
Utama
paha
pada
kiri
pada
paha
kiri
pasca operasi
pasca operasi
hernia
hernia
ingunialis
ingunialis
Riwayat
Klien datang
Klien datang
Penyakit
ke
ke
Sekarang
RSUD Dr. H.
RSUD Dr. H.
Bob
Bob
UGD
Bazar
UGD
Bazar
SKM
SKM
Kalianda
Kalianda
diantar
oleh
diantar
oleh
keluarga
keluarga
dengan
dengan
keluhan nyeri
keluhan nyeri
dan
pada
terdapat
benjolan pada
kiri
paha
karena
37
lipat
paha
terdapat
kiri benjolan
benjolan
sudah
sudah
ada
ada
sejak kurang
sejak kurang
lebih 1 tahun
lebih 3 tahun
lalu,
lalu,
nyeri
nyeri
dirasakan
berlanjut
seperti
pasca
ditusuk-tusuk
dilakukan
dengan skala
tindakan
nyeri 6 dari
operasi
rentang 0-10.
hernia. Klien
Nyeri
mengatakan
dirasakan
nyeri
pada
dirasakan
daerah
paha sebelah
seperti
kiri,
rasa
ditusuk-tusuk
nyeri
tidak
dengan skala
terjadi
nyeri 8 dari
penyebaran.
rentang 0-10.
Nyeri
dirasakan
pada
daerah
paha sebelah
kiri,
rasa
nyeri
tidak
terjadi
38
penyebaran.
Nyeri
dirasakan
bertambah
saat
klien
bergerak dan
pada
saat
ditekan.
Riwayat
Klien
Klien
Kesehatan
mengatakan
mengatakan
yang Lalu
tidak pernah
ini
operasi
merupakan
dan
rawat inap
operasi
pertamanya,
klien
tidak
pernah
dirawat inap
Riwayat
Klien
Klien
Kesehatan
mengatakan
mengatakan
Keluarga
dalam
dalam
anggota
anggota
keluarganya
keluarganya
tidak
tidak
ada
yang
yang
memiliki
memiliki
riwayat
riwayat
penyakit
penyakit
ada
39
hernia
hernia
ataupun
ataupun
penyakit
penyakit
menular atau
menular atau
penyakit
penyakit
turunan
turunan
lainnya
lainnya
seperti
seperti
kencing
kencing
manis, darah
manis, darah
tinggi
tinggi
dan
jantung.
dan
jantung.
Mental
Klien
dan
Klien
dan
Psikologi
keluarga
keluarga
bingung
bingung
dengan
dengan
penyakit yang
penyakit
dialami klien.
yang dialami
Hubungan
klien.
klien dengan
Hubungan
keluarga baik,
klien dengan
keluarga
keluarga
mendukung
baik,
kesembuhan
keluarga
klien dengan
mendukung
lingkungan
kesembuhan
masyarakat
klien dengan
40
baik,
klien
lingkungan
orang
yang
masyarakat
ramah
dan
baik,
klien
mudah
orang
yang
bergaul.
ramah
dan
mudah
bergaul.
Klien seorang
Klien seorang
suami dengan
suami dengan
2 orang anak
3 orang anak
Pengetahuan
Keluarga
Keluarga
Keluarga
mengatakan
klien
tidak
mengatakan
Status Sosial
paham
dengan
hanya
penyakit
mengetahui
klien dan cara
klien
mengobatinya
menderita
hernia tetapi
tidak
tahu
bagaimana
menangani
nyeri
yang
dialami klien.
Kebutuhan
Pola Nutrisi
Pola Nutrisi
Dasar
:
:
a. Makan
-
Sehat : klien makan 3x
a.
Makan
-
Sehat : klien makan 3x
41
sehari, dengan menu
sehari, dengan menu
nasi, dan lauk pauk.
nasi, dan lauk pauk.
Nafsu
Nafsu
makan
klien
baik
-
b.
sehari,
-
klien
Sakit : klien makan 12x
sehari,
klien
mengatakan mual dan
mengatakan mual dan
muntah sehingga tidak
muntah sehingga tidak
nafsu makan.
nafsu makan..
Minum
a.
klien
baik
Sakit : klien makan 12x
makan
b.
Minum
-
Sehat : 8 gelas/hari
-
Sehat : 8 gelas/hari
-
Sakit : 2 gelas/hari
-
Sakit : 2 gelas/hari
Pola
Pola
Eliminasi :
Eliminasi :
BAB
-
a.
Sehat : 2 kali sehari
dengan
-
BAB
-
konsentrasi
Sehat : 2 kali sehari
dengan
konsentrasi
padat, bau khas, tidak
padat, bau khas, tidak
ada keluhan saat BAB
ada keluhan saat BAB
Sakit : dalam 3 hari ini
-
belum BAB
Sakit : selama sakit
klien baru BAB 1x
konsistensi cair
b. BAK
-
Sehat
b. BAK
:
5-6x/hari,
-
warna kuning jernih.
-
Sakit : 5x/hari, warna
kuning jernih
Sehat
:
5-6x/hari,
warna kuning jernih.
-
Sakit : 5x/hari, warna
kuning kuning jernih
42
Pola Tidur
Pola Tidur
-
Sehat : 6 – 8 jam/hari
-
Sehat : 6 – 8 jam/hari
-
Sakit : 4 – 5 jam/hari.
-
Sakit : 5
jam/hari.
Klien sering terbangun
Klien sering terbangun
karena nyeri pada paha
karena nyeri pada paha
bagian kiri nya.
bagian kiri nya.
-
Pola
Aktivitas :
-
Sehat : aktif bekerja
sebagai tani
-
Pola
Aktivitas :
-
Sakit : Lemas, ADL
Sehat : aktif bekerja
sebagai
sebagian dibantu
karyawan
swasta
-
Sakit : Lemas, ADL
Kebersihan
dibantu oleh keluarga
Diri :
dan perawat
-
Sehat : bersih
-
Sakit : bersih
Kebersihan
Diri :
-
Sehat : bersih
-
Sakit : bersih
Keadaan
Lemas
Lemas
Umum
GCS : 15 (E4,
GCS
M6, V5)
(E4, M6, V5)
TD : 120 / 80
TD : 120 / 90
mmHg.
mmHg.
Tanda
tanda Vital
–
:
15
43
RR
:
RR
:
20x/menit
20x/menit
N : 80x/menit
N : 82x/menit
S : 36,6oC
S : 36,5oC
Pemeriksaan
Tinggi Badan
Tinggi Badan
Fisik
: 166 cm
: 160 cm
Berat Badan :
Berat Badan :
65Kg
68Kg
Kepala
:
Kepala
:
Simetris tidak
Simetris tidak
ada
ada
lesi,
lesi,
rambut hitam
rambut hitam
bersih.
bersih.
Mata
:
Mata
:
konjungtiva
konjungtiva
anemis, mata
anemis, mata
cekung,
cekung,
reaksi
reaksi
terhadap
terhadap
cahaya
(+),
cahaya
(+),
pupil isokor,
pupil isokor,
tidak
klien
menggunakan
menggunakan
alat
alat
bantu
penglihatan.
bantu
penglihatan.
44
Telinga
:
simetris
kanan
Telinga
:
simetris
dan
kanan
dan
kiri, tidak ada
kiri, tidak ada
lesi
lesi
atau
atau
cairan, fungsi
cairan, fungsi
pendengaran
pendengaran
baik.
baik.
Hidung
:
simetris
kanan
Hidung
:
simetris
dan
kanan
dan
kiri,
tidak
kiri,
tidak
polip,
tidak
polip,
tidak
ada
secret,
ada
secret,
pernafasan
pernafasan
normal
normal
Mulut
:
Mulut
mukosa bibir
mukosa bibir
kering
kering
Leher : tidak
Leher : tidak
ada
ada
pembesaran
pembesaran
kelenjar
kelenjar
tyroid.
tyroid.
:
45
Dada : bentuk
Dada : bentuk
dada simetris,
dada simetris,
pergerakan
pergerakan
dinding dada
dinding dada
simetris,
simetris,
suara
nafas
suara
nafas
vesikuler,
vesikuler,
sonor
sonor
pada
pada
kedua lapang
kedua lapang
paru.
paru.
Abdomen
:
Abdomen
bentuk
bentuk
cembung,
cembung,
bising
bising
usus
normal.
normal.
Punggung
tidak
usus
:
ada
Punggung
tidak
kelainan
kelainan
tulang
tulang
(skeliosis,
(skeliosis,
kiposis
dan
lordosis)
Bokong
kiposis
:
ada
dan
lordosis)
dan
Bokong dan
anus : tidak
anus
ada tumor
terdapat
hemororid
:
46
Ekstermitas
atas
:
kekuatan otot
5, tangan kiri
atas
:
kekuatan otot
5, tangan kiri
terpasang
infuse Ringer
Laktat
20
tetes
per
menit, CRT <
2 detik, tidak
terpasang
infuse Ringer
Laktat
20
tetes
per
menit, CRT <
2 detik, tidak
ada
perubahan
tulang, akral
bentuk
tulang, akral
hangat.
Ekstermitas
hangat.
Ekstermitas
bawah
hasilnya akral
hangat, CRT
2
ada
perubahan
bentuk
<
Ekstermitas
detik,
kekuatan otot
kaki kiri 4,
kekuatan otot
kaki kanan 5,
kaki
kanan
bebas
untuk
digerakan,
bawah
hasilnya akral
hangat, CRT
<
2
detik,
kekuatan otot
kaki kiri 3,
kekuatan otot
kaki kanan 5,
kaki
kanan
bebas
untuk
digerakan,
47
kaki
kiri
kaki
kiri
sakit
untuk
sakit
untuk
digerakkan,
digerakkan,
nyeri seperti
nyeri seperti
ditusuk-tusuk
ditusuk-tusuk
jarum,
jarum, skala
skala
nyeri 6.
nyeri 8. Nyeri
bertambah
saat
klien
bergerak
2. Analisa Data
Analisa Data
Kasus 1
Kasus 2
Masalah
Nyeri
Keperawatan
berhubungan
berhubungan
yang diasuh
dengan
dengan
diskontinuitas
diskontinuitas
jaringan
jaringan akibat
akibat
tindakan
tindakan
operasi
operasi (post
op
op
inguinal
akut
hernia
inguinal
Nyeri
akut
(post
hernia
lateralis)
lateralis)
Ds :
Ds :
- Klien
mengatakan
pada luka post op, nyeri
- Klien mengatakan nyeri pada
nyeri
luka post op, nyeri seperti
ditusuk – tusuk.
48
seperti ditusuk – tusuk.
- Klien
mengatakan
bertambah
DO :
nyeri
apabila
klien
bergerak
- Skala nyeri 6
- Klien
tampak
meringis
menahan nyeri
DO :
- Skala nyeri 8
- Klien
tampak
meringis
menahan nyeri
Kerusakan
Hambatan
Integritas
mobilitas fisik
jaringan
b.d
berhubungan
diskontuinitas
dengan
jaringan
kerusakan
akibat
jaringan
tindakan
akibat
dari
operasi
tindakan
DS :
operasi.
-
Klien mengatakan terdapat
DS :
luka post op hernia pada
Klien
paha
mengatakan
terdapat luka
-
Klien
mengatakan
nyeri
saat bergerak
post op hernia
DO :
DO :
Klien tampak
Terdapat luka
lebih
post op hernia
beristirahat,
sering
49
di paha kiri
ADL dibantu
oleh keluarga
dan perawat
3. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang diuraikan sebelumnya dan rujukan teori
maka peneliti merumuskan prioritas masalah keperawatan sebagai berikut :
Kasus
Diagnosa Keperawatan
Kasus
Nyeri
1
diskontinuitas jaringan akibat tindakan
akut
berhubungan
dengan
operasi (post op hernia inguinal
lateralis)
Kerusakan
Integritas
jaringan
berhubungan dengan kerusakan jaringan
akibat dari tindakan operasi.
Kasus
Nyeri
akut
berhubungan
dengan
2
diskontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi (post op hernia inguinal
lateralis)
Hambatan
mobilitas
fisik
b.d
diskontuinitas jaringan akibat tindakan
operasi
3. Perencanaan atau Intervensi
Dalam penyusunan laporan ini penulis menyusun intervensi keperawatan
yang disusun berdasarkan NIC NOC.
Diagnosa
NIC
Rasional
50
Keperawatan
KASUS 1
Nyeri akut berhubungan NIC :
dengan
diskontinuitas Manajemen nyeri
jaringan akibat tindakan 1. Lakukan pengkajian 1.
operasi (post op hernia
nyeri
secara
inguinal lateralis)
komprehensif
termasuk
lokasi,
karakteristik, durasi,
NOC :
frekuensi, kualitas dan
 Kontrol nyeri
Indikator :
intensitas
atau
1. Tidak
pernah
keparahan nyeri, dan
2.
menunjukkan
faktor presipitasinya
manajemen nyeri
2. Jarang menunjukkan
manajemen nyeri
2. Observasi
isyarat
3. Kadang-kadang
nonverbal
menunjukkan
ketidaknyamanan,
khususnya
pada
manajemen nyeri
4. Sering menunjukkan
mereka yang tidak 3.
manajemen nyeri
mampu berkimunikasi
5. Secara
konsisten
efektif
menunjukkan
manajemen nyeri
Hasil yang diharapkan 4-5
3.
kriteria hasil:
1. Mengenali
kapan
nyeri terjadi
2. Menggambarkan
faktor penyebab
3. Menggunakan jurnal
han untuk memonitor
gejala dari waktu ke
waktu
4. Menggunakan
tindakan pencegahan
4.
5. Menggunakan
tindakan pengurangan
nyeri tanpa analgesik
6. Menggunakan
analgesik
yang
direkomendasikan
7. Melaporkan
perubahan terhadap
gejala nyeri pada
profesional kesehatan
8. Mengguankan sumber
daya yang disediakan 5.
9. Mengenali apa yang
terkait dengan gejala
Berikan
informasi
tentang nyeri seperti
penyebab
nyeri,
berapa lama nyeri 4.
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamaanan
prosedur
Ajarkan tentang teknik
non
farmakologi:
nafas dalam
5.
6.
7.
Ajarkan tentang teknik
non
farmakologi:
massase
area 8.
Dengan
mengetahui
lokasi,
karakteristik,kualitas dan derajat
nyeri sebelum pemberian, dapat
dijadikan acuan untuk tindakan
penghilang
nyeri
setelah
pemberian obat
Untuk
mengetahui
tingkat
keparahan nyeri pasien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif
Mengetahui perkembangan nyeri
dan tanda-tanda nyeri sehingga
dapat
menentukan
intervensi
selanjutnyaserta informasi yang
tepat dan akurat membantu pasien
dalam
mengetahui
tentang
kondisinya
Untuk
meningkatkan
alveoli,
memelihara
prtukaran
gas,
mencegah
atektasi
paru,
meningkatkan efisiensi batuk,
mengurangi stress fisik maupun
emosional, menurunkan intensitas
nyeri dengan merelaksasikan otototot pernafasan seperti rektus
abominis, tranversus abdominis,
internal abdominal oblique, dan
external abdominal oblique.
Massage dapat meningkatkan
vaskularisasi
sehingga
dapat
menimbulkan kenyamanan bagi
pasien
Obat analgesik dapat mengurangi
atau meringankan nyeri
Menghindari terjadinya kesalahan
dalam pemberian obat ke pasien
dan perintah pemberian obat
Mengetahui adanya riwayat alergi
51
nyeri
10. Melaporkan
nyeri
yang terkontrol
6.
punggung
9.
berikan
pasien
penurun nyeri yang
optimal
dengan
peresepan analgesik
obat pasien
Meciptakan lingkungan yang
nyaman dengan membersihkan
tempat tidur, mengatur suhu, dan
mengurangi kebisingan.
Pemberian analgesik
7. Cek
perintah
pengobatan meliputi
obat,
dosis,
dan
frekuensi
obat
analgesik
yang
diresepkan
8. Cek adanya riwayat
alergi obat
9.
Berikan
kebutuhan
kenyamanan
dan
aktivitas lain yang
dapat
membantu
relaksasi
untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
Kerusakan
Integritas Perawatan luka
jaringan
berhubungan 10. Bersihkan luka dengan
dengan kerusakan jaringan
normal saline ata
akibat
dari
tindakan
pembersih yang tidak
operasi.
beracun
11. Oleskan salep yang
sesuai
dengan
 Integritas jaringan:
kulit/lesi
kulit dan membran
12. Berikan balutan yang
mukosa
sesuai dengan jenis
Indikator :
6. Sangat terganggu
luka
7. Banyak terganggu
13. Periksa luka setiap
8. Cukup terganggu
9. Sedikit terganggu
kali perbahan balutan
10. Tidak terganggu
14. Reposisi
pasien
setidaknya setiap 2
Hasil yang diharapkan 4-5
jam
kriteria hasil :
8. Suhu kulit
9. Sensasi
10. Elastisitas
11. Hidrasi
12. Tekstur
13. Perfusi jaringan
14. Integritas kulit
Kontrol risiko : proses
infeksi
1.
untuk mengatasi iritasi pada luka
2.
salep yang sesuai dapat membantu
menjaga agar kulit tetap lkembab
balutan yang sesuai dengan jenis
luka dapat mempengaruhi proses
penyembuhan
memeriksa luka untuk mengetahui
perubahan-perubahan pada luka
untuk mencegah terjadinya luka
decubitus
3.
4.
5.
6.
Kontrol risiko : proses
7.
infeksi
15. Anjurkan pengunjung
untuk mencuci tangan 8.
pada saat memasuki
dan
meninggalkan
9.
ruang pasien
16. batasi
jumlah
pengunjung bila perlu
17. Dorong asupan cairan:
tawari
makanan
Menghindari
masuknya
mikroorganisme atau bakteri yang
akan menyebabkan infeksi
menghindari terjadinya penularan
atau penyebaran infeksi
untuk
membantu
perbaikan
jaringan yang rusak dari dalam
tubuh
Nutrisi yang tepatdapat membantu
memperbaiki sel/jaringan yang
rusak dari dalam tubuh.
52
Indikator :
ringan,
minuman
6. Tidak
pernah
ringan dan buahmenunjukkan
buahan
segar/jus
7. Jarang menunjukkan
buah)
8. Kadang-kadang
18. Tingkatkan intake
menunjukkan
nutrisi yang tepat:
9. Sering menunjukkan
dengan
memotivasi
pasien untuk makan
10. Secara
konsisten
menunjukkan
sesuai dengan porsi
yang disediakan dari
Hasil yang diharapkan 4-5
rumah sakit.
Kriteria hasil:
6. Mengidentifikasi
faktor risiko infeksi
7. Mengidentifikasi
risiko infeksi dalam
aktivitas sehari-hari
8. Mengidentifikasi
strategi
umtuk
melindungi diri dari
orang
lain
yang
terkena infeksi
9. Mempraktikkan
strategi
untuk
mengontrol infeksi
10. Mempertahankan
lingkungan
yang
bersih
KASUS 2
Nyeri akut berhubungan NIC :
dengan
diskontinuitas Manajemen nyeri
jaringan akibat tindakan 1. Lakukan
pengkajian 1.
operasi (post op hernia
nyeri
secara
inguinal lateralis)
komprehensif termasuk
lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
NOC :
kualitas dan intensitas
 Kontrol nyeri
Indikator :
atau keparahan nyeri,
1. Tidak
pernah
dan
faktor
menunjukkan
2.
presipitasinya
manajemen nyeri
2. Jarang menunjukkan
manajemen nyeri
2. Observasi
isyarat
3. Kadang-kadang
nonverbal
menunjukkan
ketidaknyamanan,
manajemen nyeri
khususnya
pada
mereka yang tidak 3.
4. Sering menunjukkan
mampu berkimunikasi
manajemen nyeri
efektif
5. Secara
konsisten
menunjukkan
Dengan
mengetahui
lokasi,
karakteristik,kualitas dan derajat
nyeri sebelum pemberian, dapat
dijadikan acuan untuk tindakan
penghilang
nyeri
setelah
pemberian obat
Untuk
mengetahui
tingkat
keparahan nyeri pasien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif
Mengetahui perkembangan nyeri
dan tanda-tanda nyeri sehingga
dapat
menentukan
intervensi
selanjutnyaserta informasi yang
53
manajemen nyeri
Hasil yang diharapkan 4-5
3.
kriteria hasil:
1. Mengenali
kapan
nyeri terjadi
2. Menggambarkan
faktor penyebab
3. Menggunakan jurnal
han untuk memonitor
gejala dari waktu ke
waktu
4. Menggunakan
tindakan pencegahan
4.
5. Menggunakan
tindakan pengurangan
nyeri tanpa analgesik
6. Menggunakan
analgesik
yang
direkomendasikan
7. Melaporkan
perubahan terhadap
gejala nyeri pada
profesional kesehatan
8. Mengguankan sumber
daya yang disediakan 5.
9. Mengenali apa yang
terkait dengan gejala
nyeri
10. Melaporkan
nyeri
6.
yang terkontrol
Berikan
informasi
tentang nyeri seperti
penyebab
nyeri,
berapa lama nyeri 4.
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamaanan
prosedur
Ajarkan tentang teknik
non
farmakologi:
nafas dalam
5.
6.
7.
Ajarkan tentang teknik
non
farmakologi:
massase
area 8.
punggung
9.
berikan
pasien
penurun nyeri yang
optimal
dengan
peresepan analgesik
Pemberian analgesik
7. Cek
perintah
pengobatan meliputi
obat,
dosis,
dan
frekuensi
obat
analgesik
yang
diresepkan
8. Cek adanya riwayat
alergi obat
9.
Berikan
kebutuhan
kenyamanan
dan
aktivitas lain yang
dapat
membantu
relaksasi
untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
tepat dan akurat membantu pasien
dalam
mengetahui
tentang
kondisinya
Untuk
meningkatkan
alveoli,
memelihara
prtukaran
gas,
mencegah
atektasi
paru,
meningkatkan efisiensi batuk,
mengurangi stress fisik maupun
emosional, menurunkan intensitas
nyeri dengan merelaksasikan otototot pernafasan seperti rektus
abominis, tranversus abdominis,
internal abdominal oblique, dan
external abdominal oblique.
Massage dapat meningkatkan
vaskularisasi
sehingga
dapat
menimbulkan kenyamanan bagi
pasien
Obat analgesik dapat mengurangi
atau meringankan nyeri
Menghindari terjadinya kesalahan
dalam pemberian obat ke pasien
dan perintah pemberian obat
Mengetahui adanya riwayat alergi
obat pasien
Meciptakan
lingkungan
yang
nyaman dengan membersihkan
tempat tidur, mengatur suhu, dan
mengurangi kebisingan.
54
Hambatan mobilitas fisik
berhubungan luka post
operasi
NIC :
Exercise
therapy
:
1.
ambulation
1. Bantu pasien untuk
duduk di sisi tempat 2.
NOC
tidur
2. Ajarkan pasien tentang
Indikator :
dan
pantau
posisi tubuh: berinisiatif
penggunaan alat bantu 3.
mobilitas : kursi roda
sendiri
1.
2.
3.
4.
5.
Sangat terganggu
Banyak terganggu
Cukup terganggu
Sedikit terganggu
Tidak terganggu
3.
Hasil yang diharapkan : 45
kriteria hasil:
1.
2.
3.
4.
Ajarkan dan bantu
pasien dalam proses 4.
berpindah
5.
6.
Pengaturan posisi
4. Posisikan pasien semi
fowler
5. Balikkan tubuh pasien
sesuai dengan kondisi
kulit
6. Minimalisir gesekan 7.
atau cedera ketika
memposisikan
dan
membalikkan
tubuh
pasien
Bergerak dari posisi
berbaring ke posisi
berdiri
Bergerak dari posisi
duduk
ke
posisi
berbaring
Bergerak dari posisi
duduk
ke
posisi 7. Dorong pasien untuk
berdiri
terlibat
dalam
Bergerak dari posisi
perubahan posisi
beriri ke posisi duduk
Untuk mengurangi nyeri selama
melaukan latihan ataupun aktivitas
Untuk mengetahui Terapi ambulasi
yang tepat untuk meningkatkan
atau mengembalikan gerakan tubuh
yang terkendali
Untuk membantu pasien dalam
melatih kemampuan gerak
Mencegah terjadinya dispnea
Untuk mencegah luka dekubitus
akibat tekanan yang terlalu lama
dibutuhkan bantuan dari keluarga
untuk menahan dan memegangi
pasien selama berpindah posisi,
menghindarkan dari benda-benda
tajam, serta memasang said rail
agar pasien tidak jatuh.
Pasien
kooperatif
dapat
memudahkan
proses
latihan
bergerak dan berpindah.
4. Implementasi Dan Evaluasi (Kasus 1)
No
1.
Diagnosa
Hari /
Keperawatan
Tgl
Nyeri akut
Selasa,
berhubungan
02
dengan
April
diskontinuitas
Jam
0900
1. Mengkaji nyeri secara
komprehensif termasuk
Prf
Evaluasi
S : Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
op sudah agak
lokasi, karakteristik,
2019
jaringan akibat
durasi frekuensi, kualitas
tindakan operasi
(post op hernia)
Implementasi
dan faktor presipitasi
09:15
berkurang
O : - Pasien tampak
meringis
- Skala nyeri 6
2. Mengobservasi reaksi
55
nonverbal dari
10:00
- Pasien mampu tarik
ketidaknyamanan
nafas dalam
3. Mengajarkan tentang
A : Masalah gangguan
teknik nonfarmakologi ;
rasa nyaman nyeri belum
teratasi
10:
30
tarik nafas dalam
4. Memberikan analgesik
12.
P : Lanjutkan intervensi
1. Mengkaji nyeri
Paracetamol tab 500 mg
secara komprehensif
untuk mengurangi nyeri
termasuk lokasi,
sesuai advice dokter
karakteristik, durasi
30
5. Meningkatkan istirahat
dengan memberikan
lingkungan yang
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi
nyaman,membatasi
reaksi nonverbal dari
pengunjung dan
ketidaknyamanan
mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
3. Mengajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi ;
tarik nafas dalam
4. Memberikan
analgesik untuk
mengurangi nyeri
5. Meningkatkan
istirahat dengan
memberikan
lingkungan yang
nyaman,membatasi
pengunjung dan
56
mengajarkan teknik
relaksasi
0930
Kerusakan
Selasa,
Integritas
02
dengan normal saline ata
terdapat luka jahitan
jaringan
April
pembersih
post operasi
berhubungan
2019
09:45
dengan
kerusakan
1.
2.
11:00
Membersihkan
yang
luka
S : Pasien mengatakan
tidak
beracun
O : - Terdapat luka post
Mengoleskan salep yang
OP , luka tampak masih
sesuai dengan kulit/lesi
merah
Memeriksa luka setiap
A : Masalah kerusakan
kali ganti balutan
integritas kulit belum
jaringan akibat
dari tindakan
11:30
3.
operasi
13.00
teratasi
4.
Reposisi
pasien
setidaknya setiap 2 jam
5.
14.
1.
mencuci
saat
pada
memasuki
dan
tidak beracun
2.
salep
kulit/lesi
3.
Membatasi
Mengoleskan
yang sesuai dengan
ruang
pasien
6.
luka
ata pembersih yang
untuk
tangan
meninggalkan
Membersihkan
dengan normal saline
Menganjurkan
pengunjung
00
P : Lanjutkan intervensi
jumlah
Memeriksa
luka
setiap kali perbahan
balutan
pengunjung bila perlu
4.
Reposisi
pasien
setidaknya setiap 2
jam
5.
Menganjurkan
pengunjung
untuk
mencuci tangan pada
saat memasuki dan
meninggalkan ruang
pasien
6.
Membatasi
jumlah
pengunjung
bila
perlu
57
2
Nyeri akut
Rabu,
berhubungan
03
dengan
April
diskontinuitas
0900
komprehensif termasuk
S : - Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
operasi sudah mulai
lokasi, karakteristik,
2019
jaringan akibat
durasi frekuensi, kualitas
tindakan operasi
(post op hernia)
1. Mengkaji nyeri secara
09:
15
dan faktor presipitasi
berkurang
O : - Pasien tampak
meringis
- Skala nyeri 4
2. Mengobservasi reaksi
- Pasien mempu tarik
nonverbal dari
nafas dalam
10:
00
ketidaknyamanan
A : Masalah gangguan
3. Mengajarkan tentang
teknik nonfarmakologi ;
10:30
rasa nyaman nyeri belum
teratasi
tarik nafas dalam
P : Lanjutkan intervensi
4. Memberikan analgesik
Paracetamol tab 500 mg
12.30
untuk mengurangi nyeri
sesuai advice dokter
5. Meningkatkan istirahat
dengan memberikan
lingkungan yang
nyaman,membatasi
pengunjung dan
mengajarkan teknik
relaksasi : tarik nafas
dalam
1. Mengkaji nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi,
kualitas dan faktor
presipitasi
2. Mengajarkan tentang
teknik nonfarmakologi
; tarik nafas dalam
3. Brkolaborasi dengan
dokter dalam
memberikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
4. Meningkatkan istirahat
dengan memberikan
58
lingkungan yang
nyaman dan
membatasi
pengunjung.
3
Kerusakan
Selasa,
Integritas
02
jaringan
April
berhubungan
2019
0930
09:
1.
45
dengan
luka
11:00
S : Pasien mengatakan
dengan normal saline ata
luka jahitan post
pembersih
operasi sudah
yang
tidak
beracun
2.
kerusakan
Membersihkan
mengering
Mengoleskan salep yang
O : - Luka post OP
sesuai dengan kulit/lesi
sudah mengering
jaringan akibat
A : Masarlah kerusakan
dari tindakan
11:30
3.
operasi
13.00
4.
Memeriksa luka setiap
integritas kulit teratasi
kali perbahan balutan
P : Hentikan intervensi
Reposisi
pasien
setidaknya setiap 2 jam
5.
Menganjurkan
pengunjung
14.00
mencuci
saat
untuk
tangan
pada
memasuki
dan
meninggalkan
ruang
pasien
6.
Membatasi
jumlah
pengunjung bila perlu
4
Nyeri akut
Kamis,
berhubungan
04
dengan
April
diskontinuitas
0900
komprehensif termasuk
(post op hernia)
S : Pasien mengatakan
sudah tidak merasa
nyeri
lokasi, karakteristik,
2019
jaringan akibat
tindakan operasi
1. Mengkaji nyeri secara
durasi frekuensi, kualitas
09:15
dan faktor presipitasi
O : - Skala nyeri 2
- Pasien tampak
rileks
59
2. Mengobservasi reaksi
nonverbal dari
A : Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri
teratasi
ketidaknyamanan
P : Pertahankan
intervensi
Implementasi Dan Evaluasi (Kasus 2)
No.
1.
Diagnosa
Hari /
Keperawatan
Tgl
Nyeri akut
Selasa
berhubungan
02
dengan
April
diskontinuitas
Jam
0900
1.
Mengkaji nyeri secara
Evaluasi
S : Pasien mengatakan
nyeri pada luka post
komprehensif termasuk
op sudah agak
lokasi, karakteristik, durasi
2019
jaringan akibat
frekuensi, kualitas dan
tindakan operasi
(luka post Op)
Implementasi
faktor presipitasi
09:
berkurang
O : - Pasien tampak
meringis
15
- Skala nyeri 6
2. Mengobservasi reaksi
- Pasien mampu tarik
nonverbal dari
10:00
nafas dalam
ketidaknyamanan
A : Masalah gangguan
3. Mengajarkan tentang
teknik nonfarmakologi ;
10:30
tarik nafas dalam
rasa nyaman nyeri belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1.
Mengkaji nyeri
4. Memberikan analgesik
secara komprehensif
Paracetamol tab 500 mg
termasuk lokasi,
12.30
untuk mengurangi nyeri
karakteristik, durasi
sesuai advice dokter
frekuensi, kualitas
5. Meningkatkan istirahat
dan faktor presipitasi
dengan memberikan
2. Mengobservasi
lingkungan yang
reaksi nonverbal dari
nyaman,membatasi
60
pengunjung dan
ketidaknyamanan
mengajarkan teknik
3. Mengajarkan tentang
relaksasi nafas dalam
teknik
nonfarmakologi ;
tarik nafas dalam
4. Memberikan
analgesik untuk
mengurangi nyeri
5. Meningkatkan
istirahat dengan
memberikan
lingkungan yang
nyaman,membatasi
pengunjung dan
mengajarkan teknik
relaksasi
2.
Hambatan
mobilitas
berhubungan
Selasa
0930
fisik 02
April
1. Membantu pasien untuk
duduk di sisi tempat tidur
09:45
tentang
pasien
dan
penggunaan
13:00
sakit saat bergerak
O : - Klien tampak
2. Mengajarkan
luka post operasi 2019
S : Pasien mengatakan
pantau
alat
bantu
istirahat
- ADL dibantu
keluarga
A : Masalah hambatan
mobilitas : kursi roda
mobilitas fisik belum
3. Mengajarkan dan bantu
13:30
pasien
dalam
proses
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Membantu
pasien
berpindah
13.50
untuk duduk di sisi
4. Posisikan
pasien
semi
tempat tidur
61
14.00
fowler
2. Mengajarkan pasien
5. Membalikkan
pasien
sesuai
tubuh
dengan
kondisi kulit
penggunaan
bantu
6. Minimalisir gesekan atau
cedera
tentang dan pantau
ketika
memposisikan
dan
membalikkan tubuh pasien
alat
mobilitas
:
kursi roda
3. Mengajarkan
dan
bantu pasien dalam
proses berpindah
4. Posisikan
pasien
semi fowler
5. Membalikkan tubuh
pasien sesuai dengan
kondisi kulit
6. Minimalisir gesekan
atau
cedera
ketika
memposisikan
membalikkan
dan
tubuh
pasien
3.
Nyeri akut
Rabu
berhubungan
03
dengan
April
diskontinuitas
0900
1.
Mengkaji nyeri secara
komprehensif termasuk
S : - Pasien mengatakan
nyeri pada luka bekas
op sudah mulai
lokasi, karakteristik, durasi
2019
jaringan akibat
frekuensi, kualitas dan
tindakan operasi
09:
15
faktor presipitasi
berkurang
O : - Pasien tampak
meringis
- Skala nyeri 5
2. Mengobservasi reaksi
- Pasien mempu tarik
nonverbal dari
nafas dalam
10:00
ketidaknyamanan
A : Masalah gangguan
62
3. Mengajarkan tentang
teratasi
teknik nonfarmakologi ;
10:30
P : Lanjutkan intervensi
tarik nafas dalam
.
4. Memberikan analgesik
Paracetamol tab 500 mg
12.
rasa nyaman nyeri belum
30
untuk mengurangi nyeri
sesuai advice dokter
Mengkaji nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi frekuensi,
kualitas dan faktor
5. Meningkatkan istirahat
dengan memberikan
presipitasi
2. Mengajarkan tentang
lingkungan yang
teknik nonfarmakologi
nyaman,membatasi
; tarik nafas dalam
pengunjung dan
3. Berkolaborasi dengan
mengajarkan teknik
dokter dalam
relaksasi : tarik nafas
dalam
memberikan analgesik
untuk mengurangi
nyeri
4. Meningkatkan istirahat
dengan memberikan
lingkungan yang
nyaman dan
membatasi
pengunjung.
4.
Hambatan
mobilitas
Rabu
0930
fisik 03April
berhubungan
luka post operasi
2019
1.
Membantu pasien untuk
duduk di sisi tempat tidur
09:45
S : Pasien mengatakan
sakit sudah mulai
bisa sedikit bergerak
2. Mengajarkan
tentang
dan
pasien
pantau
O : - Klien sudah mulai
beraktivitas dengan
sedikit bantuan
63
13:00
penggunaan
alat
bantu
A : Masalah hambatan
mobilitas : kursi roda
13:
30
mobilitas fisik teratasi
3. Mengajarkan dan bantu
pasien
dalam
proses
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
1.
13.50
Membantu
pasien
berpindah
untuk duduk di sisi
4. Posisikan
pasien
semi
tempat tidur
14.00
fowler
2. Mengajarkan pasien
5. Membalikkan
tubuh
tentang dan pantau
pasien
sesuai
dengan
penggunaan
alat
kondisi kulit
bantu
mobilitas
:
6. Minimalisir gesekan atau
kursi roda
cedera
ketika
3. Mengajarkan
memposisikan
dan
dan
bantu pasien dalam
membalikkan tubuh pasien
proses berpindah
4. Posisikan
pasien
semi fowler
5.
Nyeri akut
Kamis
berhubungan
04
dengan
April
diskontinuitas
0900
1.
Mengkaji nyeri secara
komprehensif termasuk
S : Pasien mengatakan
sudah tidak merasa
nyeri
lokasi, karakteristik, durasi
2019
jaringan akibat
frekuensi, kualitas dan
tindakan operasi
09:15
faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi
nonverbal dari
O : - Skala nyeri 2
- Pasien tampak
rileks
A : Masalah gangguan
rasa nyaman nyeri
teratasi
ketidaknyamanan
P : Pertahankan
64
intervensi
6.
Hambatan
mobilitas
Kamis
0930
fisik 04April
berhubungan
2019
1.
Membantu pasien untuk
duduk di sisi tempat tidur
09:45
tentang
pasien
dan
penggunaan
13:00
sakit sudah mulai
bisa bergerak
2. Mengajarkan
luka post operasi
S : Pasien mengatakan
pantau
alat
bantu
O : - Klien sudah mulai
beraktivitas dengan
Mandiri
A : Masalah hambatan
mobilitas : kursi roda
3. Mengajarkan dan bantu
mobilitas fisik teratasi
sebagian
13:30
pasien
dalam
proses
berpindah
4. Posisikan
fowler
pasien
semi
P : Hentikan intervensi
65
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan yang
terjadi antara praktek dan teori yang dilakukan di RSUD Dr. H. Bob Bazar,
SKM Kalianda dengan teori yang ada. Di sini penulis akan menjelaskan
kesenjangan
tersebut
menurut
langkah-langkah
dalam
manajemen
keperawatan Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil suatu
kesempatan dan pemecahan masalah dari kesenjangan- kesenjangan yang
terjadi sehingga dapat digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan
keperawatan yang meliputi :
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Dr. H. Bob Bazar, SKM
merupakan rumah Sakit Umum Kabupaten Lampung Selatan, yang di
bangun secara bertahap mulai tahun anggaran 1981/1982, dengan luas lokasi
2.5 Ha peresmian penggunaanya tanggal 30 april 1985 dengan berita acara
serah terima rumah sakit umum kalianda, dari kepala Kanwil Depkes
Provinsi lampung kepada Bupati/ KDH Tingkat tk II lampung selatan
dengan nomor : 981/kanwil/tu/1985, dengan type rumah sakit saat ini type C
dan telah terakreditasi 5 pelayanan dasar yang surat keputusannya di tanda
tangani Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, dengan
npomor : KRS/SERT/621/VI/2012 tanggal 29 juni 2012.
Pada awal tahun 2003 RSUD Dr H Bob Bazar SKM berubah menjadi
badan layanan RSUD Dr H Bob Bazar SKM melalui Perda No.5 Tahun
2002, terjadi kenaikan eselon menjad E. II b , namun melalui Perda no 06
Tahun 2008 kembali menjadi RSUD Dr H Bob Bazar SKM dengan
62
penurunan Es III a, RSUD telah disahkan menjadi BLUD melalui PERBUP
No.02 Tahun 2012 tertanggal 1 Febr uari 2012 untuk mengingat dan
mempermudah penyebutan nama RSUD di Kabupaten Lampung Selatan,
pada tahun 2012 nama RSUD KALIANDA menjadi RSUD Dr. H. Bob
Bazar, SKM melalui Perda Tahun 2012. RSUD Dr. H. Bob Bazar telah
66
mendapatkan akreditasi Paripurna dari Komisi Akreditasi Rumah sakit
(KARS-versi JCI 2012) pada Desember 2017.
1. Visi dan Misi RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
a. Visi RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
Mewujudkan
Tranformasi
LampungSelatan
menuju
RSUD
Akreditasi
dr.H.Bob
dan
Bazar,SKM
Kostribusi
pada
peningkatan PAD Lampung Selatan guna mewujudkan masyarakat
sehat dan sejahtera
b. Misi RSUD Dr H Bob Bazar SKM
1) Membawa RSUD dr. H.Bob Bazar SKM memperoleh Akreditasi
yang tertinggi
2) Menyelenggara pelayanan kesehatan bersifat inklusif dan
terjangkau semua masyarakat lampung selatan dan berkualitas
prima
3) Melakukan
inovasi
pelayanan
kesehatan
premium
untuk
optimalisasi BLUD pada RSUD dr. H.Bob Bazar, SKM
4) Memperbaiki finansial RSUD dr. H.Bob Bazar, SKM agar
mampu berkonstribusi pada peningkatan PAD Lampung Selatan
2. Sumber Daya Rumah Sakit
a. Ketenagaan
Keadaan ketenagaan di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda
secara garis besar terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis
keperawatan, tenaga paramedis non keperawatan serta tenaga non
medis seperti pada Tabel dibawah ini :
Tabel. 4.1 Tenaga Kerja di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM
67
No
Kualifikasi
Pendidikan
I
Tenaga Medis
1
2
3
4
5
6
7
Dokter Spesialis
Penyakit Dalam
Dokter Spesialis
Obstetri
Gynecology
Dokter Spesialis
Anak
Dokter Spesialis
Bedah
Dokter Spesialis
Radiologi
Dokter Spesialis
Bedah Orthopedi
Dokter Spesialis
Patologi Klinik
PNS
3
2
2
1
2
1
1
8
Dokter Umum
9
9
Dokter Gigi
2
Sub Total
23
II
Tenaga
Keperawatan
1
Ners Keperawatan
21
2
Sarjana
Keperawatan
22
3
D3 Keperawatan
24
4
SPK/Perawat
5
5
D3
anastesi
4
6
D3 Perawat Gigi
7
SPRG
Gigi
Perawat
/Perawat
Sub Total
1
77
III
Tenaga
Kebidanan
1
D3 Kebidanan
13
2
DI Kebidanan
1
Sub Total
14
IV
Tenaga
Kefarmasian
1
Apoteker
5
2
Sarjana Farmasi
1
68
3
D3 Farmasi
1
4
SMF Farmasi
4
Sub Total
11
Tenaga
Kesehatan
Masyarakat
Sarjana Kesehatan
Masyarakat
D3
Kesehatan
Masyarakat
D3
Sanitarian/Kesling
V
1
2
3
5
0
2
Sub Total
7
b. Fasilitas Sarana Pelayanan
Fasilitas dengan sarana pelayanan yang dimaksud meliputi fasilitas
dansarana pelayanan langsung (medis dan keperawatan) dengan
tidak langsung (penunjang medis)
1) Jumlah tempat tidur(TT) sebanyak 176 buah
2) Sarana Pelayanan Medis terdiri dari sarana rawat jalan yang
meliputi pelayanan empat besar spesialis dasar (penyakit dalam,
bedah, anak, kebidanan dan kesehatangigi danmulut). Selain
sarana rawat jalan terdapat pula pelayanan Instalasi Gawat
Darurat (IGD), HCU, serta pelayanan kamar operasi (OK)
3) Sarana pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan yang
meliputi; ruang rawat inap penyakit bedah (Zaal I), ruang rawat
inap penyakit dalam (Zaal II), ruang rawat inap kebidanan, ruang
rawat inap penyakit anak, ruang rawat inap Kelas II, ruang rawat
inap Kelas I dan ruang rawat inap VIP.
4) Sarana
pelayanan
penunjang
medis
yangmeliputi
penyelenggaraan pelayanan seperti; instalasi laboratorium,
69
instalasi radiologi, instalasi farmasi, instalasi gizi,fisioterapi dan
pemulasaraan jenazah
B.
Analisis Data Pengkajian
Tahap pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Proses
pengumpulan data ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari
sumber primer atau klien, dan sumber sekunder yaitu meliputi keluarga
maupun tenaga kesehatan (Potter & Perry,2010:144).
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa
nyeri (Potter & Perry,2010:1502). Nyeri akut sendiri artinya awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam
bulan.(Herdman: 2013).
Pada pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn. A dan Tn. U yang
dilakukan tanggal 02 April 2019. Baik Tn. A maupun Tn. U mengatakan
nyeri pada luka operasi yaitu pada lipat paha kiri. Nyeri seperti ditusuktusuk jarum dengan skala nyeri 6 pada Tn A dan Tn U skala nyeri 8.
Nyeri dirasakan terus menerus dan
akan
bertambah
nyeri
jika
digerakkan. Nyeri yang dirasakan dikarenakan terjadinya pembedahan.
Pembedahan herniotomi dilakukan dengan membuat sayatan dibagian
kanalis ingunalis, oleh karena itu terjadi kerusakan jaringan. Kerusakan
jaringan tersebut yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dirasakan,
dan hal ini menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan
stimulus nyeri. Bahkan aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan
bertopang pada tulang iskhia selama jangka waktu yang lama, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan, sebab aliran darah yang ke kulit
berkurang akibat tertekannya kulit. Bila kulit menjadi nyeri akibat iskemia,
70
dalam keadaan bawah sadar, orang itu akan mengubah posisinya (Guyton
dan Hall, 2007:625).
Pada Tn. A dan Tn.U terdapat perbedaan rasa nyeri yang dirasakan.
Pada Tn. A mengatakan skala nyeri 6 (berat) sedangkan Tn. U skala nyeri
8 (sangat berat) perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan usia
antara Tn. A dan Tn. U. Tn. A berusia lebih tua dibanding Tn. U, Pengaruh
usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas.
Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang
yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2009). Beberapa faktor yang
memengaruhi respon orang tua antara lain orang tua berpendapat bahwa
nyeri yang terjadi merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Herr &
Mobily, 1991, dalam Potter & Perry, 2010), kebanyakan orang tua takut
terhadap efek samping obat dan menjadi ketergantungan, sehingga mereka
tidak melaporkan nyeri atau menanyakan obat untuk menghilangkan nyeri.
Faktor lainnya adalah ketakutan, karena nyeri merupakan gambaran
penyakit serius atau akan kehilangan kemandirian (Brown, 2004, dalam
Lemone & Burke, 2011).
Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan Suarilah, Dkk
(2014), dimana pada hasil penelitian responden dengan intensitas nyeri 6
berada pada rentang usia 36-45 tahun. Suarilah menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara nyeri dengan seiring bertambahnya usia, yaitu
pada
tingkat
perkembangan.
Pada
orang
dewasa
lebih
bisa
mengungkapkan nyeri bila timbul rasa nyeri, sedangkan pada orang yang
sudah lanjut usia cenderung memendam rasa nyeri karena menganggap
nyeri adalah alamiah yang harus dijalani dan takut kalau mengalami nyeri
bila diperiksakan akan diketahui terjadi penyakit berat.
Semakin cukup umur seseorang akan lebih matang dalam berfikir
dan bekerja. Dari kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa
lebih dipercaya daripada yang lebih muda, hal ini karena berhubungan
dengan pengalaman dan kematangan jiwa. Pada usia dewasa madya lebih
mempunyai pengalaman daripada dewasa awal sehingga dewasa madya
71
lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, dengan mudahnya
beradaptasi dengan lingkungan akan mempengaruhi respons pasien
terhadap tingkat kecemasan, dimana kecemasan ini berbanding lurus
dengan intensitas nyeri.
Berdasarkan hasil pengkajian pola kesehatan fungsional pada pola
kognitif perseptual, selama sakit Tn. A dan Tn. U mengatakan merasa
tidak nyaman saat beraktivitas, namun Tn. A lebih sedikit mandiri
dibandingkan Tn. U. ADL Tn. U sepenuhnya dibantu oleh keluarga dan
perawat, karena Tn. U mengatakan nyeri akan bertambah jika digunakan
untuk aktivitas. Pada saat pengkajian Tn. A lebih mengeluhkan bekas luka
operasinya, hal ini dikarenakan adanya skala nyeri yang berbeda, pada Tn.
U skala nyeri memang lebih tinggi sehingga lebih sulit untuk beraktivitas.
C. Analisis Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu penegakkan diagnosa keperawatan yang
akurat yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisa data yang
cermat. Diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap
semua variabel (Potter & Perry, 2005 :1524).
Batasan karakteristik adalah sejumlah karakteristik yang ada pada
individu, keluarga, komunitas yang dapat dilihat dan dapat dipastikan
kebenarannya (Herdman,2010:29). Adapun batasan karakteristik nyeri
akut antara lain perubahan selera makan, perubahan tekanan darah,
perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernapasan, laporan
isyarat, diaforesis, perilaku distraksi (misal berjalan mondar-mandir,
mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang),
mengekspresikan perilaku (misal gelisah, merengek, menangis, waspada,
iritabilitas, mendesah), masker wajah (misal mata kurang bercahaya,
tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus
meringis), perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, fokus
menyempit (misal gangguan persepsi nyeri hambatan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan orang dan lingkungannya), indikasi nyeri yang
72
dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh
melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur, dan
melaporkan nyeri secara verbal. Data fokus hasil pengkajian nyeri akut
pada Tn. N sesuai dengan batasan karakteristik menurut NANDA (2010)
yaitu melaporkan nyeri secara verbal, gangguan pola tidur, fokus
menyempit (Herdman, 2010:604).
Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan
dalam kasus nyata adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi
Diagnosa nyeri akut baik muncul pada kedua pasien baik pada Tn. A
dan Tn. U, meskipun skala nyeri yang dirasakan berbeda. Pada kasus
ini, penulis menegakkan diagnosa utama yaitu nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera fisik (post operasi hernia inguinal). (Nanda,
2012:604). Alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut menjadi
diagnosa aktual karena saat pengkajian yang paling dikeluhkan oleh
pasien adalah nyeri pada luka operasi. Data yang mendukung
munculnya diagnosa tersebut, yaitu data subjektif : pasien mengatakan
luka post operasi terasa nyeri yaitu pada lipat paha kiri, nyeri terasa
seperti ditusuk- tusuk jarum, skala nyeri 6 pada Tn. A dan skala 8
pada Tn. U, nyeri terus menerus, data subjektif : ekspresi pasien
meringis kesakitan.
2. Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan
akibat dari tindakan operasi
Integritas kulit adalah suatu keadaan ketika seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami kerusakan jaringan epidermis dan
dermis (Carpenito, 2006). Diagnosa ini penulis tegakkan pada Tn. A
karena baik Tn. A maupun Tn.U mengalami tindakan pembedahan
yang menimbulkan luka sayatan. Pada Tn. U diagnosa ini tidak
ditegakkan karena Tn. U lebih mengeluhkan hambatan mobilitas fisik
yang dirasakan karena adanya nyeri.
73
3. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan
operasi
Hambatan mobilitas fisik merupakan penurunan dalam kapasitas
fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang
diinginkan atau yang dibutuhkan. Penulis menegakkan diagnosa ini
pada Tn. U dikarenakan Tn. U merasa nyeri saat beraktivitas dan
semua aktivitasnya dibantu oleh keluarga dan perawat. Sedangkan
pada Tn. A penulis tidak menegakkan diagnosa ini karena beberapa
aktifitas klien masih dapat dilakukan secara mandiri. Selain itu
penyebab perbedaan diagnosa ini dikarenakan pada Tn. U masih
merasakan nyeri saat melakukan gerakan, penelitian yang dilakukan
Yusuf (2010) menyatakan keadaan fisik seseorang yang lemah secara
langsung akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang dilakukan.
Keadaan tersebut akan membatasi dari pergerakan karena kurangnya
energi di dalam tubuh. Pada pasien yang baru saja menjalani operasi
seperti operasi hernia, keadaan fisik pasien tersebut belum kembali
pulih pada keadaan sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat pasien
merasa enggan untuk melakukan mobilisasi, selain itu rasa nyeri yang
dirasakan juga membuat pasien merasa lemah dan hanya ingin
berbaring di tempat tidur.
Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan tidak
ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut :
8.
Resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan
Resiko infeksi merupakan kemungkinan terjadinya infeksi pada
luka pasca tindakan pembedahan. Penulis tidak menegakkan
diagnosa ini karena tindakan keperawatan yang dilakukan baik
pada Tn. A dan Tn. U sesuai dengan SOP yang berlaku dan bebas
dari resiko infeksi, serta tidak ditemukan adanya tanda – tanda
infeksi.
74
9.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun)
Ganguan pemenuhan nutrisi adalah suatu keadaan ketika individu
yang tidak puasa, mengalami atau beresiko mengalami penurunan
berat badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat
atau metabolisme nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan
metabolik (Carpenito, 2007). Penulis tidak menegakkan diagnosa
ini baik pada Tn. A dan Tn. U karena intake pada kedua pasien
masih adekuat.
10. Resiko perdarahan b.d luka insisi post pembedahan
Resiko
perdarahan
merupakan
kemungkinan
terjadinya
pengeluaran darah yang berlebih karena luka paska pembedahan. .
Penulis
tidak
menegakkan
diagnosa
ini
karena
tindakan
keperawatan yang dilakukan baik pada Tn. A dan Tn. U sesuai
dengan SOP yang berlaku dan bebas dari resiko perdarahan.
D. Analisis Intervensi Keperawatan
Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil
yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk
mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas. Selain
berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul dengan
anggota tim perawatan kesehatan lainnya, menelaah literatur yang
berkaitan, memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan
tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik.
Perawat menggunakan prioritas untuk mengatur intervensi untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan klien
(Potter &Perry,2010:180).
Dalam teori intervensi atau perencanaan sudah dituliskan sesuai
dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervension
75
Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification), dan diselesaikan
secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat
diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria
waktu).
Intervensi yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan tindakan
keperawatan adalah kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), meliputi P
(Provocative) yaitu penyebab nyeri, Q (Quality) yaitu kualitas nyeri, R
(Region) yaitu daerah nyeri, S (Severity skala) yaitu tingkat keparahan
nyeri. Skala intensitas nyeri numerik lebih digunakan sebagai alat bantu
untuk mendeskripsikan kata, dalam hal ini perawat meminta pada klien
untuk menunjukkan pada garis, dimana rasa nyeri itu terasa dengan
menggunakan skala 0-10. Makna dari skala numerik tersebut yaitu nilai
skala 0 tidak nyeri, skala 1-3 nyeri ringan, skala 4-7 nyeri sedang, skala 810 nyeri berat (Iscan, 2010).
Ajarkan teknik nafas dalam atau relaksasi, teknik relaksasi nafas
dalam menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan
diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung,
serta dapat melakukan selama 15 menit. Beri posisi nyaman, posisi
nyaman dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri,
selanjutnya periksa tanda-tanda vital, dengan mengetahui hasil tanda-tanda
vital
dapat
memberikan
gambaran
lengkap
mengenai
sistem
kardiovaskuler, dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesik, pemberian analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan cepat
dan menurunkan nyeri yang mengalami perburukan. Analgesik diberikan
untuk mengatasi nyeri, (Potter & Perry, 2010).
E.
Analisis Implementasi dan Evaluasi
Implementasi itu sendiri adalah kategori dari perilaku keperawatan
dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter&
76
Perry, 2010 : 203). Sesuai teori intervensi disusun dari observasi, tindakan
keperawatan, pendidikan kesehatan, dan kolaborasi dalam memberikan
tindakan untuk mengurangi nyeri antara mengkaji nyeri (P,Q,R,S,T),
monitor tanda-tanda vital, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan
teknik relaksasi (berbincang-bincang dengan
orang lain(distraksi),
kompres, terapi musik), kolaborasi pemberian analgesik (Wilkinson,
2006:342-344). Hanya saja dihari kedua tidak melakukan kolaborasi
dengan tim kesehatan, karena tidak dapat terapi dari dokter, Tn.A dan Tn.
U mendapatkan terapi obat analgesik pada hari pertama dan hari ke ketiga.
Tahap yang terakhir dalam proses keperawatan yaitu evaluasi
tindakan. Dimana evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan
mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien
ke arah pencapaian tujuan. Askep lain dari evaluasi mencakup pengukuran
kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan
kesehatan. Perawat mengevaluasi setiap kemajuan dan pemulihan klien.
Evaluasi merupakan aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan
yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan
harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah. (Potter & Perry,2010:216).
Penulis
mengevaluasi apakah respon
pasien
mencerminkan suatu
kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi,
penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu sesuai SOAP (Subjektif,
Objektif, Assessment, dan Planning).
Pada tahap evaluasi keperawatan, Pada Tn. A dan Tn. U sudah
sesuai antara teori dengan laporan kasus. Sesuai kriteria hasil pada
diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post operasi
hernia inguinal lateralis), yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 X 24 jam, diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil
pasien merasa nyaman, skala nyeri menjadi 1-2. Dengan hasil evaluasi dari
pasien, Subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 2,
objektif: pasien masih nyeri assessment: masalah nyeri akut teratasi,
planning: intervensi dihentikan. Jadi kriteria hasil sudah tercapai karena
77
dalam kasus ini post operasi hernia inguinal lateralis skala nyeri turun
menjadi 2. Penurunan nyeri dirasakan oleh Tn. A dan Tn. U 4 jam setelah
minum obat, terdapat perbedaan reaksi penurunan nyeri pada Tn. A dan
Tn. U dimana pada hari ke 2 skala nyeri Tn. A sudah menghilang
dibandingkan Tn. U. Hal ini dikarenakan pada Tn. A mau melakukan
ambulasi dini. Penelitian yang dilakukan Wulandari, 2018 menyatakan
bahwa Adanya penurunan intensitas nyeri pada kelompok intervensi
disebabkan adanya perlakuan berupa mobilisasi dini. Hasil penelitian ini
sesuai dengan Handayani (2015) yang menunjukkan intensitas nyeri post
operasi setelah mobilisasi dini pada responden sebagian besar dalam
kategori ringan. Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah
yang akan memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat.
Terapi latihan dan mobilisasi merupakan modalitas yang tepat untuk
memulihkan fungsi tubuh bukan saja pada bagian yang mengalami cedera
tetapi juga pada keseluruhan anggota tubuh. Terapi latihan dapat berupa
passive dan active exercise, terapi latihan juga dapat berupa transfer,
posisioning dan ambulasi untuk meningkatkan kemampuan aktivitas
mandiri (Smeltzer& Bare, 2009).
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dan Tn. u
selama tiga
hari dan melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara
tinjauan kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut :
1. Pada pengkajian secara umum ditemukan masalah pada Tn. A dan Tn U,
dimana klien mengeluh nyeri pada bagian lipat paha kiri, dikarenakan
adanya benjolan, kedua klien kemudian menjalani prosedur bedah. Post
operasi Tn. A dan Tn. U mengatakan nyeri post operasi dengan skala 6
pada Tn A dan Tn U dengan skala nyeri 8 dari rentang 0-10 dirasakan
seperti ditusuk-tusuk.
2. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam
kasus nyata adalah sebagai berikut : nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan
akibat tindakan operasi, kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan
kerusakan jaringan akibat dari tindakan operasi dan hambatan mobilitas
fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi, sedangkan
Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan tidak ditemukan
dalam kasus nyata adalah sebagai berikut : resiko infeksi b.d luka insisi
post pembedahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.d intake makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun), dan resiko
perdarahan b.d luka insisi post pembedahan
3. Implementasi yang penulis lakukan adalah sesuai dengan rencana
tindakan keperawatan yang telah disusun berdasarkan Nanda NIC NOC,
yaitu pada diagnosa nyeri antara lain mengkaji nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, mengkarakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan,
mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi tarik nafas dalam, memerikan
analgesik untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan istirahat. Pada
diagnosa kerusakan integritas kulit, implementasi yang dilakukan adalah
78
79
Membersihkan luka dengan normal saline ata pembersih yang tidak
beracun, mengoleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi, memeriksa luka
setiap kali perbahan balutan, reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam,
menganjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan
meninggalkan ruang pasien, dan membatasi jumlah pengunjung. Pada
diagnosa Hambata mobilitas fisik, implementasi yang dilakukan yaitu
Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur, mengajarkan pasien
tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas : kursi roda,
mengajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah, memposisikan
pasien semi fowler, membalikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi
kulit, meminimalisir gesekan atau cedera ketika memposisikan dan
membalikkan tubuh pasien
4. Pada evaluasi keperawatan didapatkan perkembangan kondisi pasien
mengingat penyakit pasien yang membutuhkan perawatan yang optimal.
Pada hari pertama semua masalah belum teratasi. Pada hari kedua masalah
teratasi sebagian. Pada hari ketiga masalah semua masalah sudah dapat
teratasi.
B. Saran
Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa
hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak
penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya.
Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan :
1) Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya perawat perlu
menguasai tehnik komunikasi, sehingga dapat diperoleh data yang akurat
dari pasien maupun anggota keluarga dan semua implementasi dari
rencana keperawatan yang ada dapat berjalan dengan baik dan lancar
sesuai dengan masalah.
2) Asuhan keperawatan yang telah dilakukan serta kerjasama antara tim
kesehatan yang terjalin dengan baik hendaknya dipertahankan dan lebih
ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perawat perlu
80
meningkatkan
kualitas
dan
kuantitas
dalam
pemberian
asuhan
keperawatan.
3) Diharapkan perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk
menambah wawasan dan ketrampilan sebagai seorang perawat profesional.
81
DAFTAR PUSTAKA
Alkahel, A. (2011). Al-Quran's the Healing. Jakarta: Tarbawi Press.
Asmadi. 2008.Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical
Management for Positive Outcomes. USA: Sounders Elsevier
Carpenito, L. J. 2010. Diagnosis Keperawatan: Buku Saku/Lynda Juall
Carpenito. mayet; (alih bahasa Indonesia), Eka annisa Mardela. Edisi 13Jakarta: EGC.
Dinas Kesehatan Lampung. 2011. Profil Kesehatan Lampung Selatan Tahun
2011. Dinkes Lamsel.
Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta.
Elzaky, J. (2011). Mukjizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Penerbit Zaman.
Guyton, C. A. (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Hardiyanto, I. T. (2006). Pengaruh Anestesi Spinal terhadap Hemodinamik Pada
Penderita Dengan Sectio Secarea. Karya Tulis ilmiah. FK : UNDIP.
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses:
Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :Paradigma
Ignatavicius, D. D., & Workman , M. L. (2006). Medical Surgical Nursing :
Critical Thinking for Collaborative Care. USA: Elsevier Sounders.
'Izzat, A. M., & 'Arif, M. (2011). Terapi Ayat Al-Qur'an Untuk Kesembuhan :
Keajaiban Al-Quran Menyembuhan Penyakit. Solo: Kafilah Publishing.
Khan. (t.thn.). Healing Sound Qur'an. http://www.islamicwritings.org/quran/
medical-miracles/the-healing-sound.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical-Surgical Nursing : Assesment And Management Of Clinical
Problems. USA: Elsevier-Mosby.
82
M, Arif., & S, Yusra. (2014). Manajemen Nyeri Dengan Menggunakan Teknik
Relaksasi Pada Pasien Post Herniorapi Ke 1 Di Ruang Cempaka III Rumah
Sakit Umum Daerah Kudus. Jurnal Profesi Keperawatan Krida Husada
Vol.1 No.1 Juli 2014, 104-109.
Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius :
Jakarta.
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth.
2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian
Edition.Elsevier. Singapore
Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi
Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Potter, P. A, & Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 7
Jakarta: EGC.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Diterjemahkan:
Pendit).ed 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2009, Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.11, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung
Waluyo (dkk), EGC, Jakarta
Wahyudi, A. (2012). Manfaat Mendengarkan Al-Quran Bagi Kesehatan. Diunduh
dari http://www.manfaat-mendengarkan-al-quran.com/html
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta :
EGC.
Download