1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hernia merupakan penonjolan bagian organ atau jaringan melalui lubang abnormal (Sari dkk, 2011). Hernia dibedakan berdasarkan letak terjadinya penonjolan (M. Arif dan S. Yusra, 2014). Salah satunya adalah Hernia Inguinalis. Hernia inguinalis adalah kondisi dimana adanya penonjolan organ intestinal yang masuk kedalam rongga melalui defek atau dinding yang tipis dan lemah dari cincin inguinalis. Organ yang paling sering turun adalah usus halus. Namun terkadang juga jaringan lemak di intestinal yang mengalami penurunan (Arif dan Kumala, 2013). Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa 25% penduduk pria dan 2% penduduk wanita menderita hernia inguinal. Di Indonesia hernia menempati urutan ke delapan dengan jumlah lebih dari 200 ribu kasus. Penderita hernia di Indonesia mencapai 491.145 pada tahun 2017 dan diperkirakan akan meningkat lagi setiap tahunnya. Untuk data di Provinsi Lampung, diperkirakan ada lebih dari 500 penderita hernia. Hernia inguinalis lateralis merupakan hernia yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 50% sedangkan hernia inguinalis medialis sebesar 25% dan hernia femoralis sekitar 15%. Peningkatan angka kejadian hernia inguinalis lateralis di Indonesia bisa disebabkan karena ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin berkembang. (Sugeng&Weni, 2010). 2 Penatalaksanaan untuk pasien hernia inguinalis dapat berupa tindakan non operatif ataupun operatif tergantung kondisi pasien (Clara dan Kriswiharsi, 2014). Namun menurut Arif dan Kumala (2013), setiap penderita hernia inguinalis haruslah diobati dengan tindakan operatif atau pembedahan. Pembedahan harus dilakukan secepat mungkin setelah ditegakkan diagnosa medis hernia inguinalis. Setiap tahun diperkirakan terdapat 20 juta kasus prosedur bedah mengenai hernia inguinalis, namun insiden dan prevalensi di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda jumlah kasus Hernia Inguinalis pada bulan Januari – Maret 2019 terdapat 48 kasus. Dari 48 kasus, 36 kasus sudah dilakukan operasi hernia ingunalis, sedangkan sisanya tanpa tindakan operasi. Pasca pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita memiliki pengalaman yang kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang adekuat. Nyeri pasca operasi hernia biasanya disebabkan oleh kerusakan saraf, jepitan saraf oleh jaringan parut, mesh atau jahitan, mesh yang mengeras (meshoma), infeksi, rekurensi hernia, serta periostitis. Nyeri merupakan sensasi yang rumit, unik, universal dan bersifat individual. Dikatakan individual karena respon terhadap sensasi nyeri beragam atau tidak bisa disamakan satu dengan yang lain . Nyeri merupakan sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori maupun emosional, sehingga individu merasa tersiksa, menderita yang akhirnya mengganggu aktivitas sehari-hari maupun secara psikis (Asmadi,2008) akan 3 Nyeri akut pasca pembedahan dapat mengakibatkan dampak buruk baik secara fisiologis maipun psikologis. Efek yang muncul dapat mengganggu sistem-sistem yang ada di tubuh, seperti sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem gastrointestinal, sistem genitourinary, sistem neuroendokrin, sistem musculoskeletal, psikologis, serta sistem saraf pusat. Gangguan sistem muskuloskeletal misalnya kram otot, gangguan mobilisasi, serta pengembalian fungsi otot yang lama. Gangguan psikologis yang biasanya muncul adalah ansietas, ketakutan, gangguan kenyamanan, gangguan tidur, serta nyeri. Sedangkan jika sampai mengenai sistem saraf pusat, nyeri akan jadi persisten atau kronik. Hasil pengkajian yang dilakukan penulis dibangsal RPD Pria Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda pada Tn. A dan Tn. U dengan post operasi hernia inguinalis lateral didapatkan data : pasien mengatakan nyeri akibat post operasi, nyeri dirasakan seperti terbakar, dengan skala 6 pada Tn. A dan skala 7 pada Tn. U, pada daerah perut kanan bawah (kuadran 4), dan muncul saat bergerak. Pasien tampak meringis kesakitan, gelisah, dan terdapat luka post operasi di abdomen (kuadran 4). Sebagai seorang perawat profesional, kemampuan dalam menganalisa masalah pasien merupakan bagian yang penting dalam proses penyembuhan pasien. Dasar ilmu yang ada menjadi pedoman bagi perawat dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk menyusun Karya Ilmiah Ners yang berjudul “Laporan Kasus Pasien dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri pada Post Operasi 4 Hernia Inguinalis di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2019”. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pasien dengan gangguan rasa nyaman nyeri pada post operasi hernia inguinalis di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tahun 2019. C. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui asuhan keperawatan pasien dengan gangguan rasa nyaman nyeri pada post operasi hernia inguinalis di Ruang Penyakit Dalam Pria RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan nyeri post operasi hernia inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. b. Mengetahui tentang rumusan diagnosa keperawatan pada pasien dengan nyeri post operasi hernia inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. c. Mengetahui rencana tindakan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien dengan nyeri post operasi hernia inguinalis Bob Bazar, SKM Kalianda. di RSUD dr. H. 5 d. Mengetahui tentang tindakan yang dilakukan serta evaluasi dari tindakan keperawatan pada pasien dengan nyeri post operasi hernia inguinalis di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda. e. Membahas mengenai kesenjangan yang terjadi antara teori dan kondisi riil kasus yang dilaporkan. D. Manfaat Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Aplikatif Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan/ panduan bagi tenaga kesehatan di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Lampung Selatan dalam hal pemberian tindakan keperawatan pada pasien post operasi hernia inguinalis. 2. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengetahuan dan wawasan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komperhensif pada pasien dengan masalah gangguan rasa nyaman nyeri post operasi hernia inguinalis. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengertian Hernia Hernia adalah suatu penonjolan isi suatu rongga melalui pembukaan yang abnormal atau kelemahannya suatu area dari suatu dinding pada rongga dimana ia terisi secara normal (Lewis,SM, 2003). Hernia inguinalis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis (Mansjoer A,dkk 2000). Hernia inguinalis adalah prolaps sebagian usus ke dalam anulus inginalis di atas kantong skrotum, disebabkan oleh kelemahan atau kegagalan menutup yang bersifat kongenital. ( Cecily L. Betz, 2004). Hernia Inguinalis adalah suatu penonjolan kandungan ruangan tubuh melalui dinding yang dalam keadaan normal tertutup (Ignatavicus,dkk 2004). 2. Etiologi a. Kongenital/cacat bawaan sejak kecil sudah ada, prosesnya terjadi intrauteri, berupa kegagalan perkembangan b. Herediter (kelainan dalam keturunan) c. Umur (hernia dijumpai pda semua umur) 6 7 d. Jenis kelamin, Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita didapat, seperti mengedan terlalu kuat, mengangkat barangbarang yang berat 3. Patofisiologi Hernia berkembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan pada saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat buang air besar atau batuk yang kuat atau bersin dan perpindahan bagian usus ke daerah otot abdominal, tekanan yang berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atau tidak cukup kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal, kemudian terjadi hernia. Karena organ– organ selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan yang mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan. Tindakan bedah pada hernia dilakukan dengan anestesi general atau spinal sehingga akan mempengaruhi sistem saraf pusat (SSP) yang berpengaruh pada tingkat kesadran, depresi pada SSP juga mengakibatkan reflek batuk menghilang. Selain itu pengaruh anestesi juga mengakibatkan produksi sekret trakeobronkial meningkat sehingga jalan nafas terganggu, serta mengakibatkan peristaltik usus menurun yang berakibat pada mual 8 dan muntah, sehingga beresiko terjadi aspirasi yang akan menyumbat jalan nafas. Prosedur bedah akan mengakibatkan hilang cairan, hal ini karena kehilangan darah dan kehilangan cairan yang tidak terasa melalui paruparu dan kulit. Insisi bedah mengakibatkan pertahanan primer tubuh tidak adekuat (kulit rusak, trauma jaringan, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh), luka bedah sendiri juga merupakan jalan masuk bagi organisme patogen sehingga sewaktu-waktu dapat terjadi infeksi. Rasa nyeri timbul hampir pada semua jenis operasi, karena terjadi torehan, tarikan, manipulasi jaringan dan organ. Dapat juga terjadi karena kompresi / stimulasi ujung syaraf oleh bahan kimia yang dilepas pada saat operasi atau karena ischemi jaringan akibat gangguan suplai darah ke salah satu bagian, seperti karena tekanan, spasmus otot atau hematoma. Mansjoer, 2000, hal 314 ; Sjamsuhidajat,1997, hal 704 ; Long,1996, hal 55 – 82). 4. Tanda dan Gejala Pada umumnya keluhan orang dewasa berupa benjolan di inguinalis yang timbul pada waktu mengedan, batuk, atau mengangkat beban berat dan menghilang pada waktu istirahat berbaring. Pada inspeksi perhatikan keadaan asimetris pada kedua inguinalis, skrotum, atau labia dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau batuk sehingga adanya benjolan atau keadaan asimetris dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba konsistensinya, dan dicoba 9 mendorong apakah benjolan dapat direposisi. Setelah benjolan dapat direposisi dengan jari telunjuk, kadang cincin hernia dapat diraba berupa anulus inguinalis yang melebar. Gejala dan tanda klinis sebagian besar ditentukan biasanya berupa: a. Benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan dilipat paha; b. Adanya rasa nyeri pada benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual; c. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi; d. Bila terjadi hernia inguinalis stratagulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi merah dan panas; e. Bila pasien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar. 5. Komplikasi Komplikasi hernia dapat terjadi mulai dari inkarserata sampai stranggulata dengan gambaran klinik dari kolik sampai ileus dan peritonitis. Komplikasi operasi hernia dapat berupa cedera vena femoralis, nervus ilioinguinalis, nervus iliofemoralis, duktus deferens, ataa buli-buli. Nervus ilioinguinalis harus dipertahankan sejak dipisahkan karena jika tidak maka dapat timbul nyeri padajaringan parut setelah jahitan dibuka.Nyeri pasca herniorhaphy juga disebut "inguinadynia" yang biasanya disebabkan oleh kerusakan saraf, jepitan saraf oleh jaringan 10 parut, mesh atau jahitan, neuroma, jaringan parut, misplace mesh, mesh yang mengeras (meshoma), infeksi, rekurensi hernia, penyempitan cincin inguinal di sekitar korda spermatika, dan periostitis. Komplikasi dini pasca operasi dapat pula terjadi, seperti hematoma infeksi luka, bendungan vena, fistel urine atau feses, dan residif. Komplikasi jangka panjang dapat berupa atrofi testis karena lesi arteri spermatika atau bendungan pleksus pampiniformis dan residif. 6. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (Yudha, 2011) : a. Herniografi Teknik ini, yang melibatkan injeksi medium kontras ke dalam kavum peritoneal dan dilakukan X-ray, sekarang jarang dilakukan pada bayi untuk mengidentifikasi hernia kontralateral pada groin. Mungkin terkadang berguna untuk memastikan adanya hernia pada pasien dengan nyeri kronis pada groin. b. USG : Sering digunakan untuk menilai hernia yang sulit dilihat secara klinis, c. CT dan MRI : Berguna untuk menentukan hernia yang jarang terjadi. 7. Penatalaksanaan Setiap penderita hernia inguinalis lateralis selalu harus diobati dengan jalan pembedahan. Pembedahan secepat mungkin setelah diagnosa ditegakkan. Adapun prinsip pembedahan hernia inguinalis lateralis adalah 11 a. Herniotomy : membuang kantong hernia, ini terutama pada anak – anak karena dasarnya dalah kongenital tanpa adanya kelemahandinding perut. b. Herniorrhaphy : membuang kantong hernia disertai tindakan bedah plastik untuk memperkuat dinding perut bagian bawah di belakangkanalis inguinalis. c. Pada pasien yang didapatkan kontraindikasi pembedahan atau menolak di lakukan pembedahan dapat dianjurkan untuk memakai sabuk hernia (truss). Sabuk itu dipakai waktu pagi dimana penderita aktif dan dilepas pada waktu istirahat (malam). 8. Konsep Asuhan Keperawatan a. Pengkajian Pengkajian pasien Post operatif (Doenges, 1999) adalah meliputi : 1) Sirkulasi a. Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus). 2) Integritas ego Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup. Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis. 12 3) Makanan / cairan Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi). 4) Pernapasan Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok. 5) Keamanan Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obatobatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse. Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam. 6) Penyuluhan / Pembelajaran Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang 13 mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi). b. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien hernia post operasi adalah sebagai berikut : 1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi 2. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi 3. Kerusakan integritas kulit b.d luka insisi post pembedahan 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun) 5. Resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan 6. Resiko perdarahan b.d luka insisi post pembedahan 7. Gangguan rasa nyaman b.d gejala terkait penyakit c. Intervensi Keperawatan No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Keperawatan 1. Nyeri akut NOC berhubungan dengan a.Pain level diskontinuitas b.Pain control jaringan akibat c.Comfort level tindakan operasi Kriteria Hasil a. mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologis NIC a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi,frekuensi) b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui nyeri pasien d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan e. Lakukan penanganan nyeri 14 dalam mengurangi nyeri) b. melaporkan bahwa nyeriberkurang dengan menggunakan manajemen nyeri non farmakologis: relaksasi nafas dalam dan massage f. Ajarkan keluarga teknik relaksasi nafas dalam g. Kolaborasikan dengan dokter pemberian penanganan nyeri farmakologis analgesic c. Mampu mengenali nyeri (skala,intensitas, frekuensi dantanda nyeri) d. menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 2. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi NOC a.Joint movement: active b.Mobility level c.Self care: ADLs d.Transfer performance Kriteria Hasil a.Klien meningkat dalam aktifitas fisik b.Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas a. Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang spesifik b. Catat respon emosi atau perilaku pada saat immobilisasi, berikan aktivitas yang disesuaikan dengan pasien c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif d. Ikuti aktivitas atau prosedur dengan periode istirahat e. Berikan atau bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif, pasif fisik c. Mengungkapkan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah 3 Kerusakan Integritas jaringan berhubungan NOC dengan kerusakan Integritas jaringan: jaringan akibat dari kulit dan membran tindakan operasi. mukosa Indikator : 1. Sangat terganggu 2. Banyak terganggu 3. Cukup terganggu 4. Sedikit terganggu 5. Tidak terganggu Perawatan luka 1. Bersihkan luka dengan normal saline ata pembersih yang tidak beracun 2. Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi 3. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka 4. 5. Hasil yang diharapkan 4-5 Periksa luka setiap kali perbahan balutan Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam Kontrol risiko : 15 kriteria hasil : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Suhu kulit Sensasi Elastisitas Hidrasi Tekstur Perfusi jaringan Integritas kulit Kontrol risiko : proses infeksi Indikator : 1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Secara konsisten menunjukkan 1. 2. 3. 4. 5. 3. Resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan 6. 7. 8. 9. proses infeksi Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruang pasien batasi jumlah pengunjung bila perlu Dorong asupan cairan: tawari makanan ringan, minuman ringan dan buah-buahan segar/jus buah) Tingkatkan intake nutrisi yang tepat: dengan memotivasi pasien untuk makan sesuai dengan porsi yang disediakan dari rumah sakit. Hasil yang diharapkan 4-5 Kriteria hasil: Mengidentifikasi faktor risiko infeksi Mengidentifikasi risiko infeksi dalam aktivitas sehari-hari Mengidentifikasi strategi umtuk melindungi diri dari orang lain yang terkena infeksi Mempraktikkan strategi untuk mengontrol infeksi Mempertahankan lingkungan yang bersih Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan resiko infeksi hilang Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu infection protection ( proteksi kriteria hasil: terhadap infeksi) lien bebas dari tanda dan Monitor tanda dan gejala infeksi ejala infeksi sistemik dan lokal enunjukkn kemampuan Inspeksi kondisi luka/ insisi bedah ntuk mencegah timbulnya NOC 16 nfeksi umlah leukosit dalam batas ormal enunjukkan prilaku hidup ehat Dorong istirahat Intruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi B. Tinjauan Islam Yang Berkaitan Dengan Masalah 1. Hukum Pembedahan Dalam Islam Bedah medis termasuk bagian dari pengobatan. Secara umum, pengobatan termasuk disyariatkan dalam Islam namun ulama berbeda tentang hukumnya. Beberapa pendapat yang terkenal, masing-masing didukung oleh dalil yang menguatkannya, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Mubah, menurut pendapat pendapat mayoritas ilmuwan dari kalangan Ulama Hanafiyah, Malikiyyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah, namun mereka berbeda pendapat tentang lebih utamanya, berobat atau tidak. b. Wajib, merupakan pendapat sebagian ulama Hanabilah. Menurut sebagian ulama yang lain, hal tersebut jika diyakini akan kesembuhannya. Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Majma’ al-Fiqh al-Islami, hukum berobat tergantung pada keadaan dan kondisi pasien: 17 a. Berobat menjadi Wajib jika tidak dilakukan akan mengancam jiwa, atau kehilangan anggota tubuhnya, atau akan menjadi lemah, atau penyakitnya akan dapat menulari orang lain. b. Berobat hukumnya sunnah jika tidak dilakukan akan menjadikan tubuhnya lemah namun tudak separah kondisi yang diatas.. c. Berobat hukumnya mubah jika tidak sampai pada kedua kondisi diatas. d. Berobat hukumnya makruh jika dengan berobat ditakutkan akan mengalami keadaan yang lebih buruk daripada dibiarkan saja. Dengan demikian, hukum bedah medis, secara umum sangat tergantung dengan keadaan dan kondisi pasien. Secara khusus Ulama sepakat membolehkan operasi medis rekonstruksi anggota tubuh yang mengalami masalah tertentu. Menurut pala ulama, memperbaiki dan memulihkan kembali fungsi organ yang rusak, baik bawaan sejak lahir maupun adanya kecelakaan, dan hal-hal sejenis itu dibenarkan, karena niat dan motivasi utamanya adalah pengobatan. Diantara ayat yang dijadikan sebagai pembolehan terhadap operasi medis, dianggap sebagai upaya menjaga kehidupan dan menghindari kebinasaan atau mafsadah, antara lain tercakup dalam Q.S. al-Maidah 5:32. Allah menghargai setiap bentuk upaya mempertahankan kehidupan manusia, menjauhkan diri dari hal yang membinasakan. Operasi medis dilakukan dalam rangka tujuan tersebut. Hernia merupakan salah satu jenis penyakit yang pengobatannya dilakukan dengan operasi, bahkan kadang-kadang jika itu tidak dilakukan atau 18 terlambat dilakukan akan mengancam kehidupannya, dengan dioperasi akhirnya dapat tertolong. Bolehnya bedah medis menurut hukum islam juga dapat dianalogikan dengan berbekam (al-hijamah). Pada masa teknologi kedokteran masih sederhana, di zaman Nabi, berbekam dianggap sebagai salah satu bentuk operasi masa itu, telah dipraktekkan dan dianjurkan Nabi. Berbekam merupakan tindakan pembedahan untuk mengeluarkan darah kotor dari dalam tubuh. Juga dapat dikiyaskan daengan praktik khitan yang merupakan jenis operasi medis tertua, termasuk salah satu sunnah fitrah sangant dianjurkan dalam syariat Islam. “Bahwa Rasulullah saw pernah berbekam di kepalanya” (HR al Bukhari, Muslim, al Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad) ”Sesungguhnya dalam bekam terdapat penyembuhan’ (HR al Bukhari dan Muslim).“Rasulullah pernah mengirim dokter (untuk mengobati) Ubaiy bin Ka’b (maka dokter itu mengoperasinya)memotong urat kemudian menyulutnya dengan besi panas” (HR Musli\m, Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah) Pembolehan operasi medis juga tercakup dalam perintah umum Nabi saw agar berobat yang secara teknis pelaksanaannya diserahkan kepada ahlinya untuk menggunakan cara pengobatan yang tepat dan dibutuhkan, kecuali dengan yang diharamkan. 2. Penggunaan Terapi Alquran dalam Pengobatan Al-Quran yang merupakan wahyu Alloh SWT terdiri dari 114 surat, 6666 ayat dan telah memiliki banyak manfaat baik untuk kesembuhan 19 penyakit jasmani dan rohani. Hal ini ditegaskan berdasarkan sabda Rosululloh SAW berobatlah kalian dengan madu dan Al-Quran (Izzat & Arif, 2011; Kementerian Agama, 2011). Pengobatan dengan Al-Quran sendiri sudah ada sejak lama. Terapi Al-quran menjadi salah satu terapi komplementer yang diharapkan mahasiswa sebagai terapi pilihan. Menurut Awad, Alajmi dan Waheedi (2012) yang meneliti terhadap pengetahuan dan sikap mahasiswa farmasi di kuwait terhadap terapi komplementerseperti massage, bacaan Al-quran, menunjukkan bahwa pengetahuan tentang terapi modalitas tersebut sangat penting untuk membekali mahasiswa serta memberikan pilihan pasien tentang terapi selain obat yang dikonsumsi. Hawari (1996) menjelaskan bahwa seseorang yang sehat bukan melibatkan faktor fisik dan psikologik dan sosial tetapi juga spiritual. Penanganan penyakit fisik dan terapi spiritual seperti bacaan Al-Quran menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam memberikan kesehatan pasien. Kemajuan teknologi medis telah banyak membawa perubahan dan terus berkembang. Pengobatan yang bersifat modern lebih menekankan kepada penyembuhan penyakit jasmani (Qadri, 2003; Ma’mun, 2012), sementara pengobatan keagamaan masih kurang (Awad, Al-Ajmi & Waheedi, 2012). Menurut ‘Izzat dan Arif (2011) manusia tidak menyadari bahwa Allah menciptakan penyakit juga menciptakan obatnya. Pemberian terapi bacaan Al-Quran yang diturunkan Alloh dapat memberikan kesembuhan terhadap penyakit jasmani dan rohani. 20 Al-quran sebagai penyembuh juga telah dilakukan dan dibuktikan O’Riordon (2002, dalam Wahyudi, 2012) bahwa orang membaca Al-quran atau mendengarkan akan memberikan perubahan arus listrik diotot, perubahan sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan perubahan kadar darah pada kulit. AlKahel (2011) menyebutkan membaca atau mendengarkan Al-Quran akan memberikan efek relaksasi, sehingga pembuluh darah nadi dan denyut jantung mengalami penurunan. Terapi bacaan Al-Quran ketika diperdengarkan pada orang atau pasien akan membawa gelombang suara dan mendorong otak untuk memproduksi zat kimia yang disebut neuropeptide. Molekul ini akan mempengaruhi reseptor-reseptor didalam tubuh sehingga hasilnya tubuh merasa nyaman (Wahyudi, 2012). Elzaky (2011) dan Ali (2010) menjelaskan dari ilmu kedokteran dan fisiologi, suara/bacaan ayat-ayat AlQuran akan berpengaruh sangat besar terhadap kesehatan tubuh. Penelitian ini didukung oleh FMIPA UNPAD tahun 2006-2009 bahwa mendengarkan Al-Quran akan memiliki serangkaian manfaat bagi kesehatan antara lain meredakan stress, meningkatkan relaksasi, meningkatkan sistem kekebalan tubuh bagi orang yang membaca atau mendengarkan, sehingga terapi AlQuran memberikan efek menakjubkan (Wahyudi, 2012). Efek terapi bacaan Al-Quran sebagai obat penyakit jasmani dan rohani. Beberapa pengaruh Al-Quran sebagai penyembuh dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pengaruh bacaan Al-Quran terhadap sel-sel tubuh 21 Manusia diciptakan Alloh SWT dari unsur tanah dan terbentuk dari sel-sel. Setiap sel bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya (Sherwood, 2001; Ignatavicius & Workman, 2006), sehingga tubuh memiliki keseimbangan yang baik. Kerusakan salah satu sel tubuh akan menyebabkan ketidakseimbangan bagi individu atau menimbulkan sakit (Ma’mun, 2011; AlKahel, 2011). Elzaky (2011);‘Izzat & “Arif (2011) menyatakan bahwa sel tubuh pada manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai hal antara lain ; gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang suara. Secara prinsip getaran sel mengikuti irama dan bentuk tertentu yang dipengaruhi oleh sumber suara. Suara yang masuk ketelinga akan mempengaruhi sel-sel tubuh secara kontinu. Bagian sel tubuh yang sakit, kemudian diperdengarkan bacaan AlQuran, akan mempengaruhi gelombang dalam tubuh dengan cara merespon suara dengan getaran-getaran sinyalnya dikirimkan ke sistem saraf pusat (AlKahel, 2011). Hal ini didukung Qadri (2003) bahwa pergerakan sel yang sakit dengan adanya gelombang suara yang masuk turut memperbaiki sel tubuh dengan cara, suara akan berinteraksi dengan tubuh sehingga menimbulkan keteraturan. Hal ini diperkuat oleh penelitin Emoto dari Jepang bahwa 70% bagian tubuh manusia adalah air dan medan elektromagnetis dan perubahannya dipengaruhi oleh suara. Suara atau bacaan Al-quran berpengaruh besar terhadap partikelpartikel air didalam tubuh sehingga menjadi lebih baik dan 22 meningkatkan kesembuhan. Operasi hernia menyebabkan terjadi perubahan sel tubuh akibat prosedur pembedahan. Terapi bacaan Alquran diharapkan akan memberikan pergerakan sel-sel menuju kearah perbaikan, mengurangi nyeri dan akhirnya akan mempercepat proses penyembuhan bagi pasien. b. Pengaruh bacaan Al-Quran terhadap Jantung Bacaan Al-quran yang diperdengarkan pasien post operasi hernia disamping memperbaiki sel tubuh juga memperbaiki fungsi jantung akibat pengaruh anestesi. Menurut penelitian Ghauri (1999); Asman (2008); Elzaky (2011) menjelaskan bahwa pasien yang menderita penyakit jantung menunjukkan sistem imunitas yang tinggi, perbaikan fungsi jantung menjadi lebih cepat sekaligus menurunkan kekambuhan serangan jantung setelah diperdengarkan suara-suara musik, dengan demikian bacaan Al-quran yang diperdengarkan akan jauh memberikan efek yang baik pada tubuh pasien post operasi. Tindakan operasi hernia dengan anestesi akan mempengaruhi fungsi-fungsi tubuh antara lain fungsi hemodinamik terutama tekanan darah (tensi) dan denyut nadi. Hal ini diperkuat penelitian Hardiyanto dan Soenarjo (2006) bahwa keadaan hemodinamik (tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik dan rerata tekanan arteri sebelum anestesi, selama anestesi dan setelah anestesi terdapat perbedaan bermakna. Perawatan observasi perawat terhadap tekanan darah, denyut nadi menjadi faktor kunci untuk mempertahankan sirkulasi darah tetap 23 baik sehingga kehidupan pasien dapat dipertahankan (Potter & Perry, 2005; Ali, 2010). Mempertahankan fungsi jantung pada pasien post operasi hernia dengan pemberian intervensi komplementer berupa bacaan Al-quran yang diperdengarkan kepada pasien post operasi akan jauh lebih baik. c. Pengaruh bacaan Al-quran terhadap Kulit Pengaruh bacaan Al-quran terhadap kulit dipengaruhi gelombang suara yang masuk, kulit berfungsi sebagai organ sensoris dan mengekskresi kelenjar keringat (Black & Hawks, 2009; Lewis et al., 2011). Sensasi rabaan dan sentuhan melibatkan unsur saraf perifer kulit (Sherwood, 2001; Guyton, 1995). Suara bacaan Al-quran yang diperdengarkan pasien post hernia mengirimkan gelombang pada kulit dan akan mengalami perbaikan sel-sel kulit ke arah kesembuhan atau perbaikan. Secara skema, efek penyembuhan terapi bacaan AlQuran melalui gelombang suara yang berdampak pada terapi (Khan, 2012). Terapi bacaan Al-quran yang diperdengarkan baik bagi orang sehat maupun pasien post operasi hernia akan berpengaruh pada sel-sel tubuh, sel jantung dan sel kulit (Asman, 2008; Sadhan, 2009; Elzaky, 2011). Terapi bacaan Al-quran bukan hanya menyembuhkan penyakit jasmani, tetapi juga sebagai penyembuh penyakit kejiwaan berupa kecemasan dan depresi (Hawari, 1996). Terapi bacaan Al-Quran yang diperdengarkan bagi yang sakit memberikan pahala bagi yang membacakan dan menjadikan kesembuhan bagi yang mendengarkan. 24 Bahkan penelitian Wafi dalam Elzaky (2011) menunjukkan bahwa bacaan Al-Quran dapat memberikan kesembuhan bagi anak-anak yang mengalami gangguan wicara. Pasien post operasi hernia yang akan diterapi dengan bacaan Al-Quran akan memperoleh kesehatan jasmani dan rohani. 25 C. Pathway Faktor pencetus: Aktivitas berat, bayi prematur, kelemahan dinding abdominal, tekanan intraabdominal yang tinggi Hernia Hernia inguinalis Kantung hernia memasuki celah inguinal Dinding posterior canalis inguinal yang lemah Benjolan pada canalis inguinal Diatas ligamentum inguinal mengecil bila berbaring Pembedahan Asupan gizi kurang Insisi bedah Peristaltik usus menurun Terputusnya jaringan saraf Mual Nafsu makan menurun Resiko perdarahan Gangguan eliminasi Nyeri Resiko infeksi Gangguan rasa nyaman Kerusakan Integritas Kulit Intake makanan inadekuat Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Hambatan Mobilitas 26 BAB III LAPORAN KASUS Pada bab ini menguraikan tentang hasil pengumpulan data tentang asuhan keperawatan pada pasien post operasi Hernia di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Lampung Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh pada tanggal 29 Maret sampai dengan 02 April 2019 didapatkan 2 subyek yang mendapatkan asuhan keperawatan pada pasien post operasi hernia. Asuhan keperawatan ini sendiri dilakukan sejak 8 jam post operasi selama 3 hari dengan pelaksanaan sesuai proses keperawatan mulai dari pengkajian sampai evaluasi. Hasil pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut : A. Data Kasus Kelolaan 1. Data Umum Pasien Dari hasil pengamatan diperoleh data : Tn.A, umur 53 tahun, agama Islam, alamat Way urang, Pendidikan SD, pekerjaan Buruh, dirawat di ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda, sejak tanggal 30 Maret pasien menjalani perawatan dengan diagnosa Hernia Inguinal Lateralis. Penanggung jawab kepada pasien adalah Ny P, umur 35 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan swasta, yang beralamat wayurang, dan hubungan dengan pasien adalah Istri. Tn.U, umur 42 tahun, agama Islam, alamat Kedaton, Pendidikan SMA, pekerjaan Tani, dirawat di ruang Bedah RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda, sejak tanggal 31 Maret pasien menjalani perawatan dengan diagnosa Hernia Inguinal Lateralis. Penanggung jawab kepada pasien adalah Ny S, umur 48 tahun, pendidikan SMA, pekerjaan IRT, yang beralamat di Kedaton, dan hubungan dengan pasien adalah Istri. 2. Hasil Pengkajian dan Pemeriksaan Fisik 26 31 27 Pengkajian mengenai riwayat kesehatan yaitu meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat kesehatan keluarga. Penjelasannya sebagai berikut: a. Riwayat penyakit sekarang Tn. A mengatakan, nyeri dan terdapat benjolan pada lipat paha kiri, benjolan sudah ada sejak kurang lebih 1 tahun lalu, hasil pemeriksaan TTV : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,60C. Setelah dirawat 1 hari di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda Tn.A menjalani prosedur bedah. Pasca operasi Tn. A mengatakan nyeri karena luka post operasi hernia, nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, skala nyeri 6, nyerinya dirasakan terus menerus. Tn. U datang ke rumah sakit karena merasakan ada benjolan pada lipatan paha kiri, benjolan dirasakan sejak 3 tahun belakangan. Hasil TTV: tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 36,50C. Setelah diperiksa oleh perawat di IGD pasien dianjurkan untuk operasi. Pasca operasi Tn. U mengatakan nyeri pada lokasi operasi, nyeri seperti tertusuk-tusuk jarum, skala nyeri 8, nyerinya dirasakan terus menerus. Tn. U juga mengatakan aktivitasnya menjadi terbatas karena nyeri saat bergerak. b. Riwayat penyakit dahulu : baik Tn A dan Tn. U mengatakan ini operasi yang pertama dan belum pernah dirawat inap. c. Pengkajian riwayat keluarga : keluarga pasien mengatakan, bahwa didalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit seperti yang dirasakan Tn. A dan Tn. U serta tidak ada yang memiliki riwayat alergi makanan dan minuman, tidak punya penyakit keturunan seperti jantung/paru-paru, diabetes militus(DM), hipertensi dan lain-lain. 28 d. Riwayat psikososial, kedua klien mengatakan keadaan spikososialnya baik. Hubungan sosial pasien dengan keluarga, lingkungan dan masyarakat sekitar terjalin dengan baik. e. Pengkajian pemeriksaan fisik : Tn. A : Keadaan umum pasien lemah, meringis kesakitan, kesadaran composmentis dengan respon mata 4, respon verbal 5, dan respon motorik 6 sehingga GCS 15, pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi teraba 88 kali per menit, pernapasan dengan kedalaman 20 kali per menit, suhu 36.5ºC. Pada pemeriksaan head to toe pemeriksaan dada serta pemeriksaan abdomen diperoleh semua hasil normal. Pada pemeriksaan genetalianya terpasang selang kateter (DC). Di lipat paha kiri ada luka post operasi hernia hari petama tertutup kasa. Pemeriksaan ekstermitas atas hasilnya kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit, capillary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral hangat. Ekstermitas bawah hasilnya akral hangat, capillary refile kurang dari 2 detik, kekuatan otot kaki kiri 4, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, kaki kiri sakit untuk digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, skala nyeri 6. Tn. U : Keadaan umum pasien lemah, meringis kesakitan, kesadaran composmentis dengan respon mata 4, respon verbal 5, dan respon motorik 6 sehingga GCS 15, pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi teraba 82 kali per menit, pernapasan dengan kedalaman 22 kali per menit, suhu 36.7ºC. Pada pemeriksaan head to toe diketahui Tn. U menggunakan kacamata rabun jauh, pemeriksaan dada serta pemeriksaan abdomen diperoleh 29 semua hasil normal. Pada pemeriksaan genetalia, terpasang selang kateter (DC). Di lipat paha kiri ada luka post operasi hernia hari petama tertutup kasa, bagian anus terdapat hemoroid. Pemeriksaan ekstermitas atas hasilnya kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit, capillary refile kurang dari 2 detik, tidak ada perubahan bentuk tulang, akral hangat. Ekstermitas bawah hasilnya akral hangat, capillary refile kurang dari 2 detik, kekuatan otot kaki kiri 2, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, kaki kiri sakit untuk digerakkan, nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum, skala nyeri 8. ADL Tn. U dibantu oleh keluarga dan perawat. 3. Hasil Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dijalani oleh pasien adalah pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan darah rutin tanggal 1 April 2019 baik pada Tn. A dan Tn. U didapatkan hasil yang menunjukkan semua parameter pemeriksaan darah dalam ambang batas normal. No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Tn. A Tn. U Normal 1. HB 14,3 14 14-18 2. Leukosit 6.800 6.300 5.000-10.000 3. Trombosit 243.000 300.000 150.000-400.000 4. Hematokrit 37,8 40 30-42 5. GDS 120 104 ‹ 200 6. Gol. Darah B A 4. Farmakoterapi NO 1. Therapi Jenis Obat IVFD RL Tn. A Tn. U 20 TPM 20 TPM 30 2. Ambacim Vial 3. Ranitidin Ampul 4. Pumpicel Vial 5. Keterolac 1 Gram/12 Jam 1 Gram/12 Jam 1 Amp/8 Jam 1 Amp/8 Jam 1 Gram/12 Jam 1 Gram/12 Jam 1 Amp/8 Jam 1 Amp/8 Jam 5. Analisa Data Tn. A NO DATA Masalah Etiologi 1 DS : Nyeri akut Diskontinuitas - jaringan Klien mengatakan tindakan Nyeri pada luka pembedahan post op ,nyeri seperti di tusuk tusuk DO : - Skala nyeri 6 Klien tampak meringis menahan nyeri - Klien tampak lemah - TTV TD 120/80 mmHg, N 88x/mnt, RR 20X/mnt, S 36. 2. DS : Kerusakan Luka pos op integritas kulit - Klien mengatakan ada luka post op di perut bagian bawah kiri DO : - Luka pos op 6 cm dengan 8 jahitan Luka tampak kemerahan Nyeri luka Tn.U NO DATA Masalah Etiologi 1 DS : Nyeri akut Diskontinuitas akibat 31 - Klien jaringan mengatakan tindakan sangat nyeri pembedahan - akibat Klien mengatakan nyeri semakin terasa bila bergerak DO - 2. Skala nyeri 8 Klien tampak meringis menahan nyeri TTV : TD.120/80 Mm/Hg ,N.84 x/Mt ,RR.22 x/Mt S.37.2 ˚C DS : Kerusakan - Klien mengatakan susah menggerakkan kaki kiri DO : - Luka pos op 6 cm dengan 8 jahitan Luka tampak kemerahan Nyeri luka - Luka pos op integritas kulit Analisa data pada Tn. A diperoleh hasil : Data subyektif pasien dikaji tentang karakteristik nyeri ditemukan Provocate (pencetus) adalah nyeri luka post operasi hernia, Q (quality) rasa seperti tertusuk-tusuk jarum, R (regio) adalah pada lipat paha kiri, S (skala) nyeri dirasakan berat yaitu 6, T (time) nyeri dirasakan terus menerus. Klien mengatakan terdapat luka jahitan dan takut lukanya menimbulkan bekas. Data objektif yang didapat dilipat paha kiri terdapat luka operasi yang tertutup kasa, pasien meringis kesakitan dan lemah dengan tekanan darah 115/80 mmHg, nadi 88 kali per menit, respiratori 20 kali per menit, dan suhu 36,50C. Pada Tn. U : Data subyektif : klien mengatakan provocate (pencetus) adalah nyeri luka post operasi hernia, Q (quality) rasa seperti tertusuk-tusuk jarum, R (regio) adalah pada lipat paha kiri, S (skala) nyeri dirasakan sangat berat yaitu 8, 32 T (time) nyeri dirasakan terus menerus. Klien mengatakan nyeri semakin terasa jika bergerak, klien mengatakan belum bisa mandiri dalam ADL. Data objektif yang didapat dilipat paha terdapat luka operasi yang tertutup kasa paha kiri, pasien meringis kesakitan dan lemah dengan tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 kali per menit, respiratori 22 kali per menit, dan suhu 37,20C. ADL dibantu oleh perawat dan keluarga, kekuatan otot kaki kiri 3. 6. Diagnosa Keperawatan Prioritas Diagnosa keperawatan prioritas pada Tn A adalah : a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi. b. Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat dari tindakan operasi. Diagnosa keperawatan prioritas pada Tn U adalah : a. Nyeri akut berhubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi. b. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi 7. Rencana Intervensi Rencana Intervensi yang dilakukan pada Tn. A dan Tn. U menggunakan standar NIC NOC. Pada Tn. A Dengan diagnosa utama nyeri, maka tujuan dari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri pada kedua klien berkurang, dengan kriteria hasil yaitu nyeri berkurang, pasien bisa merasa 33 nyaman, skala nyeri 1-2, pasien tidak meringis kesakitan, dengan tandatanda vital normal, tekanan darah 120/80 mmHg nadi antara 60-80 kali per menit respirasi antara 16-20 kali permenit suhu antara 36-370C. Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan adalah : melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal), kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, ajarkan tentang teknik nonfarmakologi, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri dan tingkatkan istirahat. Pada diagnosa kerusakan integritas kulit, tujuan yang diharapkan adalah integritas kulit kembali normal. Maka intervensi yang dilakukan antara lain : membersihkan luka dengan cairan NaCl, mengoleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi, berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka, periksa luka setiap kali ganti balutan, dan reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam. Pada Tn. U Dengan diagnosa utama nyeri, maka tujuan dari tindakan keperawatan yang dilakukan oleh penulis adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan nyeri pada kedua klien berkurang, dengan kriteria hasil yaitu nyeri berkurang, pasien bisa merasa nyaman, skala nyeri 1-2, pasien tidak meringis kesakitan, dengan tandatanda vital normal, tekanan darah 120/80 mmHg nadi antara 60-80 kali per menit respirasi antara 16-20 kali permenit suhu antara 36-370C. Intervensi keperawatan yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan adalah : melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman 34 nyeri pasien, pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal), kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, ajarkan tentang teknik nonfarmakologi, berikan analgesik untuk mengurangi nyeri dan tingkatkan istirahat. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik, dengan tujuan klien dapat bergerak secara mandiri, maka intervensi yang dilakukan adalah duduk di sisi tempat tidur, ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas : kursi roda, ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah, posisikan pasien semi fowler, balikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi kulit serta minimalisir gesekan atau cedera ketika memposisikan dan membalikkan tubuh pasien. 8. Hasil Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan pada Tn. A dan Tn. U dengan diagnosa utama nyeri adalah mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi ; tarik nafas dalam, memberikan analgesik Paracetamol tab 500 mg untuk mengurangi nyeri sesuai advice dokter, meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman, membatasi pengunjung dan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam. 9. Hasil Evaluasi Hasil evaluasi setelah 3 hari dilakukan intervensi adalah : Tn. A : Subjektif : nyeri pada luka operasi di lipat paha kiri berkurang dengan skala nyeri 3. Objektif : pasien masih nyeri, lebih rileks. 35 Asessment : masalah nyeri akut teratasi sebagian. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), beri posisi nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik. Tn. U : Subjektif : nyeri pada luka operasi di lipat paha kiri berkurang dengan skala nyeri 5. Objektif : pasien masih nyeri, lebih rileks. Asessment : masalah nyeri akut teratasi sebagian. Planning : intervensi dilanjutkan yaitu observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien, kaji ulang karakteristik nyeri (P,Q,R,S.T), beri posisi nyaman, ajarkan tehnik relaksasi nafas dalam dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesik. B. Data Senjang Pada Kasus 1. Pengkajian Hasil pengkajian kedua pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Data yang Pasien 1 Pasien 2 Data Umum Nama Nama Klien : Tn. A : Tn. U Umur Umur : 53 Tahun : 42 Tahun Jenis Jenis dikaji Kelamin : Kelamin Laki-laki Laki-laki Pendidikan Pendidikan : SD : SMA Pekerjaan Pekerjaan : Buruh : Tani Status Status : 36 Perkawinan : Perkawinan : Kawin Kawin Tgl. Tgl. Kunjungan : Kunjungan : 30 31 Maret 2019 Maret 2019 Dx. Medis Dx. Medis : Hernia : Hernia Alamat Alamat : Wayurang : Kedaton Keluhan Nyeri Nyeri Utama paha pada kiri pada paha kiri pasca operasi pasca operasi hernia hernia ingunialis ingunialis Riwayat Klien datang Klien datang Penyakit ke ke Sekarang RSUD Dr. H. RSUD Dr. H. Bob Bob UGD Bazar UGD Bazar SKM SKM Kalianda Kalianda diantar oleh diantar oleh keluarga keluarga dengan dengan keluhan nyeri keluhan nyeri dan pada terdapat benjolan pada kiri paha karena 37 lipat paha terdapat kiri benjolan benjolan sudah sudah ada ada sejak kurang sejak kurang lebih 1 tahun lebih 3 tahun lalu, lalu, nyeri nyeri dirasakan berlanjut seperti pasca ditusuk-tusuk dilakukan dengan skala tindakan nyeri 6 dari operasi rentang 0-10. hernia. Klien Nyeri mengatakan dirasakan nyeri pada dirasakan daerah paha sebelah seperti kiri, rasa ditusuk-tusuk nyeri tidak dengan skala terjadi nyeri 8 dari penyebaran. rentang 0-10. Nyeri dirasakan pada daerah paha sebelah kiri, rasa nyeri tidak terjadi 38 penyebaran. Nyeri dirasakan bertambah saat klien bergerak dan pada saat ditekan. Riwayat Klien Klien Kesehatan mengatakan mengatakan yang Lalu tidak pernah ini operasi merupakan dan rawat inap operasi pertamanya, klien tidak pernah dirawat inap Riwayat Klien Klien Kesehatan mengatakan mengatakan Keluarga dalam dalam anggota anggota keluarganya keluarganya tidak tidak ada yang yang memiliki memiliki riwayat riwayat penyakit penyakit ada 39 hernia hernia ataupun ataupun penyakit penyakit menular atau menular atau penyakit penyakit turunan turunan lainnya lainnya seperti seperti kencing kencing manis, darah manis, darah tinggi tinggi dan jantung. dan jantung. Mental Klien dan Klien dan Psikologi keluarga keluarga bingung bingung dengan dengan penyakit yang penyakit dialami klien. yang dialami Hubungan klien. klien dengan Hubungan keluarga baik, klien dengan keluarga keluarga mendukung baik, kesembuhan keluarga klien dengan mendukung lingkungan kesembuhan masyarakat klien dengan 40 baik, klien lingkungan orang yang masyarakat ramah dan baik, klien mudah orang yang bergaul. ramah dan mudah bergaul. Klien seorang Klien seorang suami dengan suami dengan 2 orang anak 3 orang anak Pengetahuan Keluarga Keluarga Keluarga mengatakan klien tidak mengatakan Status Sosial paham dengan hanya penyakit mengetahui klien dan cara klien mengobatinya menderita hernia tetapi tidak tahu bagaimana menangani nyeri yang dialami klien. Kebutuhan Pola Nutrisi Pola Nutrisi Dasar : : a. Makan - Sehat : klien makan 3x a. Makan - Sehat : klien makan 3x 41 sehari, dengan menu sehari, dengan menu nasi, dan lauk pauk. nasi, dan lauk pauk. Nafsu Nafsu makan klien baik - b. sehari, - klien Sakit : klien makan 12x sehari, klien mengatakan mual dan mengatakan mual dan muntah sehingga tidak muntah sehingga tidak nafsu makan. nafsu makan.. Minum a. klien baik Sakit : klien makan 12x makan b. Minum - Sehat : 8 gelas/hari - Sehat : 8 gelas/hari - Sakit : 2 gelas/hari - Sakit : 2 gelas/hari Pola Pola Eliminasi : Eliminasi : BAB - a. Sehat : 2 kali sehari dengan - BAB - konsentrasi Sehat : 2 kali sehari dengan konsentrasi padat, bau khas, tidak padat, bau khas, tidak ada keluhan saat BAB ada keluhan saat BAB Sakit : dalam 3 hari ini - belum BAB Sakit : selama sakit klien baru BAB 1x konsistensi cair b. BAK - Sehat b. BAK : 5-6x/hari, - warna kuning jernih. - Sakit : 5x/hari, warna kuning jernih Sehat : 5-6x/hari, warna kuning jernih. - Sakit : 5x/hari, warna kuning kuning jernih 42 Pola Tidur Pola Tidur - Sehat : 6 – 8 jam/hari - Sehat : 6 – 8 jam/hari - Sakit : 4 – 5 jam/hari. - Sakit : 5 jam/hari. Klien sering terbangun Klien sering terbangun karena nyeri pada paha karena nyeri pada paha bagian kiri nya. bagian kiri nya. - Pola Aktivitas : - Sehat : aktif bekerja sebagai tani - Pola Aktivitas : - Sakit : Lemas, ADL Sehat : aktif bekerja sebagai sebagian dibantu karyawan swasta - Sakit : Lemas, ADL Kebersihan dibantu oleh keluarga Diri : dan perawat - Sehat : bersih - Sakit : bersih Kebersihan Diri : - Sehat : bersih - Sakit : bersih Keadaan Lemas Lemas Umum GCS : 15 (E4, GCS M6, V5) (E4, M6, V5) TD : 120 / 80 TD : 120 / 90 mmHg. mmHg. Tanda tanda Vital – : 15 43 RR : RR : 20x/menit 20x/menit N : 80x/menit N : 82x/menit S : 36,6oC S : 36,5oC Pemeriksaan Tinggi Badan Tinggi Badan Fisik : 166 cm : 160 cm Berat Badan : Berat Badan : 65Kg 68Kg Kepala : Kepala : Simetris tidak Simetris tidak ada ada lesi, lesi, rambut hitam rambut hitam bersih. bersih. Mata : Mata : konjungtiva konjungtiva anemis, mata anemis, mata cekung, cekung, reaksi reaksi terhadap terhadap cahaya (+), cahaya (+), pupil isokor, pupil isokor, tidak klien menggunakan menggunakan alat alat bantu penglihatan. bantu penglihatan. 44 Telinga : simetris kanan Telinga : simetris dan kanan dan kiri, tidak ada kiri, tidak ada lesi lesi atau atau cairan, fungsi cairan, fungsi pendengaran pendengaran baik. baik. Hidung : simetris kanan Hidung : simetris dan kanan dan kiri, tidak kiri, tidak polip, tidak polip, tidak ada secret, ada secret, pernafasan pernafasan normal normal Mulut : Mulut mukosa bibir mukosa bibir kering kering Leher : tidak Leher : tidak ada ada pembesaran pembesaran kelenjar kelenjar tyroid. tyroid. : 45 Dada : bentuk Dada : bentuk dada simetris, dada simetris, pergerakan pergerakan dinding dada dinding dada simetris, simetris, suara nafas suara nafas vesikuler, vesikuler, sonor sonor pada pada kedua lapang kedua lapang paru. paru. Abdomen : Abdomen bentuk bentuk cembung, cembung, bising bising usus normal. normal. Punggung tidak usus : ada Punggung tidak kelainan kelainan tulang tulang (skeliosis, (skeliosis, kiposis dan lordosis) Bokong kiposis : ada dan lordosis) dan Bokong dan anus : tidak anus ada tumor terdapat hemororid : 46 Ekstermitas atas : kekuatan otot 5, tangan kiri atas : kekuatan otot 5, tangan kiri terpasang infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit, CRT < 2 detik, tidak terpasang infuse Ringer Laktat 20 tetes per menit, CRT < 2 detik, tidak ada perubahan tulang, akral bentuk tulang, akral hangat. Ekstermitas hangat. Ekstermitas bawah hasilnya akral hangat, CRT 2 ada perubahan bentuk < Ekstermitas detik, kekuatan otot kaki kiri 4, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, bawah hasilnya akral hangat, CRT < 2 detik, kekuatan otot kaki kiri 3, kekuatan otot kaki kanan 5, kaki kanan bebas untuk digerakan, 47 kaki kiri kaki kiri sakit untuk sakit untuk digerakkan, digerakkan, nyeri seperti nyeri seperti ditusuk-tusuk ditusuk-tusuk jarum, jarum, skala skala nyeri 6. nyeri 8. Nyeri bertambah saat klien bergerak 2. Analisa Data Analisa Data Kasus 1 Kasus 2 Masalah Nyeri Keperawatan berhubungan berhubungan yang diasuh dengan dengan diskontinuitas diskontinuitas jaringan jaringan akibat akibat tindakan tindakan operasi operasi (post op op inguinal akut hernia inguinal Nyeri akut (post hernia lateralis) lateralis) Ds : Ds : - Klien mengatakan pada luka post op, nyeri - Klien mengatakan nyeri pada nyeri luka post op, nyeri seperti ditusuk – tusuk. 48 seperti ditusuk – tusuk. - Klien mengatakan bertambah DO : nyeri apabila klien bergerak - Skala nyeri 6 - Klien tampak meringis menahan nyeri DO : - Skala nyeri 8 - Klien tampak meringis menahan nyeri Kerusakan Hambatan Integritas mobilitas fisik jaringan b.d berhubungan diskontuinitas dengan jaringan kerusakan akibat jaringan tindakan akibat dari operasi tindakan DS : operasi. - Klien mengatakan terdapat DS : luka post op hernia pada Klien paha mengatakan terdapat luka - Klien mengatakan nyeri saat bergerak post op hernia DO : DO : Klien tampak Terdapat luka lebih post op hernia beristirahat, sering 49 di paha kiri ADL dibantu oleh keluarga dan perawat 3. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian yang diuraikan sebelumnya dan rujukan teori maka peneliti merumuskan prioritas masalah keperawatan sebagai berikut : Kasus Diagnosa Keperawatan Kasus Nyeri 1 diskontinuitas jaringan akibat tindakan akut berhubungan dengan operasi (post op hernia inguinal lateralis) Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat dari tindakan operasi. Kasus Nyeri akut berhubungan dengan 2 diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi (post op hernia inguinal lateralis) Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi 3. Perencanaan atau Intervensi Dalam penyusunan laporan ini penulis menyusun intervensi keperawatan yang disusun berdasarkan NIC NOC. Diagnosa NIC Rasional 50 Keperawatan KASUS 1 Nyeri akut berhubungan NIC : dengan diskontinuitas Manajemen nyeri jaringan akibat tindakan 1. Lakukan pengkajian 1. operasi (post op hernia nyeri secara inguinal lateralis) komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, NOC : frekuensi, kualitas dan Kontrol nyeri Indikator : intensitas atau 1. Tidak pernah keparahan nyeri, dan 2. menunjukkan faktor presipitasinya manajemen nyeri 2. Jarang menunjukkan manajemen nyeri 2. Observasi isyarat 3. Kadang-kadang nonverbal menunjukkan ketidaknyamanan, khususnya pada manajemen nyeri 4. Sering menunjukkan mereka yang tidak 3. manajemen nyeri mampu berkimunikasi 5. Secara konsisten efektif menunjukkan manajemen nyeri Hasil yang diharapkan 4-5 3. kriteria hasil: 1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Menggambarkan faktor penyebab 3. Menggunakan jurnal han untuk memonitor gejala dari waktu ke waktu 4. Menggunakan tindakan pencegahan 4. 5. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik 6. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 7. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan 8. Mengguankan sumber daya yang disediakan 5. 9. Mengenali apa yang terkait dengan gejala Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri 4. akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamaanan prosedur Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam 5. 6. 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: massase area 8. Dengan mengetahui lokasi, karakteristik,kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian, dapat dijadikan acuan untuk tindakan penghilang nyeri setelah pemberian obat Untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif Mengetahui perkembangan nyeri dan tanda-tanda nyeri sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnyaserta informasi yang tepat dan akurat membantu pasien dalam mengetahui tentang kondisinya Untuk meningkatkan alveoli, memelihara prtukaran gas, mencegah atektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional, menurunkan intensitas nyeri dengan merelaksasikan otototot pernafasan seperti rektus abominis, tranversus abdominis, internal abdominal oblique, dan external abdominal oblique. Massage dapat meningkatkan vaskularisasi sehingga dapat menimbulkan kenyamanan bagi pasien Obat analgesik dapat mengurangi atau meringankan nyeri Menghindari terjadinya kesalahan dalam pemberian obat ke pasien dan perintah pemberian obat Mengetahui adanya riwayat alergi 51 nyeri 10. Melaporkan nyeri yang terkontrol 6. punggung 9. berikan pasien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik obat pasien Meciptakan lingkungan yang nyaman dengan membersihkan tempat tidur, mengatur suhu, dan mengurangi kebisingan. Pemberian analgesik 7. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan 8. Cek adanya riwayat alergi obat 9. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri Kerusakan Integritas Perawatan luka jaringan berhubungan 10. Bersihkan luka dengan dengan kerusakan jaringan normal saline ata akibat dari tindakan pembersih yang tidak operasi. beracun 11. Oleskan salep yang sesuai dengan Integritas jaringan: kulit/lesi kulit dan membran 12. Berikan balutan yang mukosa sesuai dengan jenis Indikator : 6. Sangat terganggu luka 7. Banyak terganggu 13. Periksa luka setiap 8. Cukup terganggu 9. Sedikit terganggu kali perbahan balutan 10. Tidak terganggu 14. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 Hasil yang diharapkan 4-5 jam kriteria hasil : 8. Suhu kulit 9. Sensasi 10. Elastisitas 11. Hidrasi 12. Tekstur 13. Perfusi jaringan 14. Integritas kulit Kontrol risiko : proses infeksi 1. untuk mengatasi iritasi pada luka 2. salep yang sesuai dapat membantu menjaga agar kulit tetap lkembab balutan yang sesuai dengan jenis luka dapat mempengaruhi proses penyembuhan memeriksa luka untuk mengetahui perubahan-perubahan pada luka untuk mencegah terjadinya luka decubitus 3. 4. 5. 6. Kontrol risiko : proses 7. infeksi 15. Anjurkan pengunjung untuk mencuci tangan 8. pada saat memasuki dan meninggalkan 9. ruang pasien 16. batasi jumlah pengunjung bila perlu 17. Dorong asupan cairan: tawari makanan Menghindari masuknya mikroorganisme atau bakteri yang akan menyebabkan infeksi menghindari terjadinya penularan atau penyebaran infeksi untuk membantu perbaikan jaringan yang rusak dari dalam tubuh Nutrisi yang tepatdapat membantu memperbaiki sel/jaringan yang rusak dari dalam tubuh. 52 Indikator : ringan, minuman 6. Tidak pernah ringan dan buahmenunjukkan buahan segar/jus 7. Jarang menunjukkan buah) 8. Kadang-kadang 18. Tingkatkan intake menunjukkan nutrisi yang tepat: 9. Sering menunjukkan dengan memotivasi pasien untuk makan 10. Secara konsisten menunjukkan sesuai dengan porsi yang disediakan dari Hasil yang diharapkan 4-5 rumah sakit. Kriteria hasil: 6. Mengidentifikasi faktor risiko infeksi 7. Mengidentifikasi risiko infeksi dalam aktivitas sehari-hari 8. Mengidentifikasi strategi umtuk melindungi diri dari orang lain yang terkena infeksi 9. Mempraktikkan strategi untuk mengontrol infeksi 10. Mempertahankan lingkungan yang bersih KASUS 2 Nyeri akut berhubungan NIC : dengan diskontinuitas Manajemen nyeri jaringan akibat tindakan 1. Lakukan pengkajian 1. operasi (post op hernia nyeri secara inguinal lateralis) komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, NOC : kualitas dan intensitas Kontrol nyeri Indikator : atau keparahan nyeri, 1. Tidak pernah dan faktor menunjukkan 2. presipitasinya manajemen nyeri 2. Jarang menunjukkan manajemen nyeri 2. Observasi isyarat 3. Kadang-kadang nonverbal menunjukkan ketidaknyamanan, manajemen nyeri khususnya pada mereka yang tidak 3. 4. Sering menunjukkan mampu berkimunikasi manajemen nyeri efektif 5. Secara konsisten menunjukkan Dengan mengetahui lokasi, karakteristik,kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian, dapat dijadikan acuan untuk tindakan penghilang nyeri setelah pemberian obat Untuk mengetahui tingkat keparahan nyeri pasien yang tidak mampu berkomunikasi efektif Mengetahui perkembangan nyeri dan tanda-tanda nyeri sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnyaserta informasi yang 53 manajemen nyeri Hasil yang diharapkan 4-5 3. kriteria hasil: 1. Mengenali kapan nyeri terjadi 2. Menggambarkan faktor penyebab 3. Menggunakan jurnal han untuk memonitor gejala dari waktu ke waktu 4. Menggunakan tindakan pencegahan 4. 5. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgesik 6. Menggunakan analgesik yang direkomendasikan 7. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan 8. Mengguankan sumber daya yang disediakan 5. 9. Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri 10. Melaporkan nyeri 6. yang terkontrol Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri 4. akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamaanan prosedur Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nafas dalam 5. 6. 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: massase area 8. punggung 9. berikan pasien penurun nyeri yang optimal dengan peresepan analgesik Pemberian analgesik 7. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan 8. Cek adanya riwayat alergi obat 9. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri tepat dan akurat membantu pasien dalam mengetahui tentang kondisinya Untuk meningkatkan alveoli, memelihara prtukaran gas, mencegah atektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik maupun emosional, menurunkan intensitas nyeri dengan merelaksasikan otototot pernafasan seperti rektus abominis, tranversus abdominis, internal abdominal oblique, dan external abdominal oblique. Massage dapat meningkatkan vaskularisasi sehingga dapat menimbulkan kenyamanan bagi pasien Obat analgesik dapat mengurangi atau meringankan nyeri Menghindari terjadinya kesalahan dalam pemberian obat ke pasien dan perintah pemberian obat Mengetahui adanya riwayat alergi obat pasien Meciptakan lingkungan yang nyaman dengan membersihkan tempat tidur, mengatur suhu, dan mengurangi kebisingan. 54 Hambatan mobilitas fisik berhubungan luka post operasi NIC : Exercise therapy : 1. ambulation 1. Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat 2. NOC tidur 2. Ajarkan pasien tentang Indikator : dan pantau posisi tubuh: berinisiatif penggunaan alat bantu 3. mobilitas : kursi roda sendiri 1. 2. 3. 4. 5. Sangat terganggu Banyak terganggu Cukup terganggu Sedikit terganggu Tidak terganggu 3. Hasil yang diharapkan : 45 kriteria hasil: 1. 2. 3. 4. Ajarkan dan bantu pasien dalam proses 4. berpindah 5. 6. Pengaturan posisi 4. Posisikan pasien semi fowler 5. Balikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi kulit 6. Minimalisir gesekan 7. atau cedera ketika memposisikan dan membalikkan tubuh pasien Bergerak dari posisi berbaring ke posisi berdiri Bergerak dari posisi duduk ke posisi berbaring Bergerak dari posisi duduk ke posisi 7. Dorong pasien untuk berdiri terlibat dalam Bergerak dari posisi perubahan posisi beriri ke posisi duduk Untuk mengurangi nyeri selama melaukan latihan ataupun aktivitas Untuk mengetahui Terapi ambulasi yang tepat untuk meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh yang terkendali Untuk membantu pasien dalam melatih kemampuan gerak Mencegah terjadinya dispnea Untuk mencegah luka dekubitus akibat tekanan yang terlalu lama dibutuhkan bantuan dari keluarga untuk menahan dan memegangi pasien selama berpindah posisi, menghindarkan dari benda-benda tajam, serta memasang said rail agar pasien tidak jatuh. Pasien kooperatif dapat memudahkan proses latihan bergerak dan berpindah. 4. Implementasi Dan Evaluasi (Kasus 1) No 1. Diagnosa Hari / Keperawatan Tgl Nyeri akut Selasa, berhubungan 02 dengan April diskontinuitas Jam 0900 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk Prf Evaluasi S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post op sudah agak lokasi, karakteristik, 2019 jaringan akibat durasi frekuensi, kualitas tindakan operasi (post op hernia) Implementasi dan faktor presipitasi 09:15 berkurang O : - Pasien tampak meringis - Skala nyeri 6 2. Mengobservasi reaksi 55 nonverbal dari 10:00 - Pasien mampu tarik ketidaknyamanan nafas dalam 3. Mengajarkan tentang A : Masalah gangguan teknik nonfarmakologi ; rasa nyaman nyeri belum teratasi 10: 30 tarik nafas dalam 4. Memberikan analgesik 12. P : Lanjutkan intervensi 1. Mengkaji nyeri Paracetamol tab 500 mg secara komprehensif untuk mengurangi nyeri termasuk lokasi, sesuai advice dokter karakteristik, durasi 30 5. Meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Mengobservasi nyaman,membatasi reaksi nonverbal dari pengunjung dan ketidaknyamanan mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam 3. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi ; tarik nafas dalam 4. Memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri 5. Meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman,membatasi pengunjung dan 56 mengajarkan teknik relaksasi 0930 Kerusakan Selasa, Integritas 02 dengan normal saline ata terdapat luka jahitan jaringan April pembersih post operasi berhubungan 2019 09:45 dengan kerusakan 1. 2. 11:00 Membersihkan yang luka S : Pasien mengatakan tidak beracun O : - Terdapat luka post Mengoleskan salep yang OP , luka tampak masih sesuai dengan kulit/lesi merah Memeriksa luka setiap A : Masalah kerusakan kali ganti balutan integritas kulit belum jaringan akibat dari tindakan 11:30 3. operasi 13.00 teratasi 4. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam 5. 14. 1. mencuci saat pada memasuki dan tidak beracun 2. salep kulit/lesi 3. Membatasi Mengoleskan yang sesuai dengan ruang pasien 6. luka ata pembersih yang untuk tangan meninggalkan Membersihkan dengan normal saline Menganjurkan pengunjung 00 P : Lanjutkan intervensi jumlah Memeriksa luka setiap kali perbahan balutan pengunjung bila perlu 4. Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam 5. Menganjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruang pasien 6. Membatasi jumlah pengunjung bila perlu 57 2 Nyeri akut Rabu, berhubungan 03 dengan April diskontinuitas 0900 komprehensif termasuk S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi sudah mulai lokasi, karakteristik, 2019 jaringan akibat durasi frekuensi, kualitas tindakan operasi (post op hernia) 1. Mengkaji nyeri secara 09: 15 dan faktor presipitasi berkurang O : - Pasien tampak meringis - Skala nyeri 4 2. Mengobservasi reaksi - Pasien mempu tarik nonverbal dari nafas dalam 10: 00 ketidaknyamanan A : Masalah gangguan 3. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi ; 10:30 rasa nyaman nyeri belum teratasi tarik nafas dalam P : Lanjutkan intervensi 4. Memberikan analgesik Paracetamol tab 500 mg 12.30 untuk mengurangi nyeri sesuai advice dokter 5. Meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman,membatasi pengunjung dan mengajarkan teknik relaksasi : tarik nafas dalam 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 2. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi ; tarik nafas dalam 3. Brkolaborasi dengan dokter dalam memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri 4. Meningkatkan istirahat dengan memberikan 58 lingkungan yang nyaman dan membatasi pengunjung. 3 Kerusakan Selasa, Integritas 02 jaringan April berhubungan 2019 0930 09: 1. 45 dengan luka 11:00 S : Pasien mengatakan dengan normal saline ata luka jahitan post pembersih operasi sudah yang tidak beracun 2. kerusakan Membersihkan mengering Mengoleskan salep yang O : - Luka post OP sesuai dengan kulit/lesi sudah mengering jaringan akibat A : Masarlah kerusakan dari tindakan 11:30 3. operasi 13.00 4. Memeriksa luka setiap integritas kulit teratasi kali perbahan balutan P : Hentikan intervensi Reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam 5. Menganjurkan pengunjung 14.00 mencuci saat untuk tangan pada memasuki dan meninggalkan ruang pasien 6. Membatasi jumlah pengunjung bila perlu 4 Nyeri akut Kamis, berhubungan 04 dengan April diskontinuitas 0900 komprehensif termasuk (post op hernia) S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri lokasi, karakteristik, 2019 jaringan akibat tindakan operasi 1. Mengkaji nyeri secara durasi frekuensi, kualitas 09:15 dan faktor presipitasi O : - Skala nyeri 2 - Pasien tampak rileks 59 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari A : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri teratasi ketidaknyamanan P : Pertahankan intervensi Implementasi Dan Evaluasi (Kasus 2) No. 1. Diagnosa Hari / Keperawatan Tgl Nyeri akut Selasa berhubungan 02 dengan April diskontinuitas Jam 0900 1. Mengkaji nyeri secara Evaluasi S : Pasien mengatakan nyeri pada luka post komprehensif termasuk op sudah agak lokasi, karakteristik, durasi 2019 jaringan akibat frekuensi, kualitas dan tindakan operasi (luka post Op) Implementasi faktor presipitasi 09: berkurang O : - Pasien tampak meringis 15 - Skala nyeri 6 2. Mengobservasi reaksi - Pasien mampu tarik nonverbal dari 10:00 nafas dalam ketidaknyamanan A : Masalah gangguan 3. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi ; 10:30 tarik nafas dalam rasa nyaman nyeri belum teratasi P : Lanjutkan intervensi 1. Mengkaji nyeri 4. Memberikan analgesik secara komprehensif Paracetamol tab 500 mg termasuk lokasi, 12.30 untuk mengurangi nyeri karakteristik, durasi sesuai advice dokter frekuensi, kualitas 5. Meningkatkan istirahat dan faktor presipitasi dengan memberikan 2. Mengobservasi lingkungan yang reaksi nonverbal dari nyaman,membatasi 60 pengunjung dan ketidaknyamanan mengajarkan teknik 3. Mengajarkan tentang relaksasi nafas dalam teknik nonfarmakologi ; tarik nafas dalam 4. Memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri 5. Meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman,membatasi pengunjung dan mengajarkan teknik relaksasi 2. Hambatan mobilitas berhubungan Selasa 0930 fisik 02 April 1. Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur 09:45 tentang pasien dan penggunaan 13:00 sakit saat bergerak O : - Klien tampak 2. Mengajarkan luka post operasi 2019 S : Pasien mengatakan pantau alat bantu istirahat - ADL dibantu keluarga A : Masalah hambatan mobilitas : kursi roda mobilitas fisik belum 3. Mengajarkan dan bantu 13:30 pasien dalam proses teratasi P : Lanjutkan intervensi 1. Membantu pasien berpindah 13.50 untuk duduk di sisi 4. Posisikan pasien semi tempat tidur 61 14.00 fowler 2. Mengajarkan pasien 5. Membalikkan pasien sesuai tubuh dengan kondisi kulit penggunaan bantu 6. Minimalisir gesekan atau cedera tentang dan pantau ketika memposisikan dan membalikkan tubuh pasien alat mobilitas : kursi roda 3. Mengajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah 4. Posisikan pasien semi fowler 5. Membalikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi kulit 6. Minimalisir gesekan atau cedera ketika memposisikan membalikkan dan tubuh pasien 3. Nyeri akut Rabu berhubungan 03 dengan April diskontinuitas 0900 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk S : - Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas op sudah mulai lokasi, karakteristik, durasi 2019 jaringan akibat frekuensi, kualitas dan tindakan operasi 09: 15 faktor presipitasi berkurang O : - Pasien tampak meringis - Skala nyeri 5 2. Mengobservasi reaksi - Pasien mempu tarik nonverbal dari nafas dalam 10:00 ketidaknyamanan A : Masalah gangguan 62 3. Mengajarkan tentang teratasi teknik nonfarmakologi ; 10:30 P : Lanjutkan intervensi tarik nafas dalam . 4. Memberikan analgesik Paracetamol tab 500 mg 12. rasa nyaman nyeri belum 30 untuk mengurangi nyeri sesuai advice dokter Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor 5. Meningkatkan istirahat dengan memberikan presipitasi 2. Mengajarkan tentang lingkungan yang teknik nonfarmakologi nyaman,membatasi ; tarik nafas dalam pengunjung dan 3. Berkolaborasi dengan mengajarkan teknik dokter dalam relaksasi : tarik nafas dalam memberikan analgesik untuk mengurangi nyeri 4. Meningkatkan istirahat dengan memberikan lingkungan yang nyaman dan membatasi pengunjung. 4. Hambatan mobilitas Rabu 0930 fisik 03April berhubungan luka post operasi 2019 1. Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur 09:45 S : Pasien mengatakan sakit sudah mulai bisa sedikit bergerak 2. Mengajarkan tentang dan pasien pantau O : - Klien sudah mulai beraktivitas dengan sedikit bantuan 63 13:00 penggunaan alat bantu A : Masalah hambatan mobilitas : kursi roda 13: 30 mobilitas fisik teratasi 3. Mengajarkan dan bantu pasien dalam proses sebagian P : Lanjutkan intervensi 1. 13.50 Membantu pasien berpindah untuk duduk di sisi 4. Posisikan pasien semi tempat tidur 14.00 fowler 2. Mengajarkan pasien 5. Membalikkan tubuh tentang dan pantau pasien sesuai dengan penggunaan alat kondisi kulit bantu mobilitas : 6. Minimalisir gesekan atau kursi roda cedera ketika 3. Mengajarkan memposisikan dan dan bantu pasien dalam membalikkan tubuh pasien proses berpindah 4. Posisikan pasien semi fowler 5. Nyeri akut Kamis berhubungan 04 dengan April diskontinuitas 0900 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri lokasi, karakteristik, durasi 2019 jaringan akibat frekuensi, kualitas dan tindakan operasi 09:15 faktor presipitasi 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari O : - Skala nyeri 2 - Pasien tampak rileks A : Masalah gangguan rasa nyaman nyeri teratasi ketidaknyamanan P : Pertahankan 64 intervensi 6. Hambatan mobilitas Kamis 0930 fisik 04April berhubungan 2019 1. Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur 09:45 tentang pasien dan penggunaan 13:00 sakit sudah mulai bisa bergerak 2. Mengajarkan luka post operasi S : Pasien mengatakan pantau alat bantu O : - Klien sudah mulai beraktivitas dengan Mandiri A : Masalah hambatan mobilitas : kursi roda 3. Mengajarkan dan bantu mobilitas fisik teratasi sebagian 13:30 pasien dalam proses berpindah 4. Posisikan fowler pasien semi P : Hentikan intervensi 65 BAB IV PEMBAHASAN Pada pembahasan ini penulis akan menjelaskan tentang kesenjangan yang terjadi antara praktek dan teori yang dilakukan di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda dengan teori yang ada. Di sini penulis akan menjelaskan kesenjangan tersebut menurut langkah-langkah dalam manajemen keperawatan Pembahasan ini dimaksudkan agar dapat diambil suatu kesempatan dan pemecahan masalah dari kesenjangan- kesenjangan yang terjadi sehingga dapat digunakan sebagai tindak lanjut dalam penerapan asuhan keperawatan yang meliputi : A. Gambaran Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Dr. H. Bob Bazar, SKM merupakan rumah Sakit Umum Kabupaten Lampung Selatan, yang di bangun secara bertahap mulai tahun anggaran 1981/1982, dengan luas lokasi 2.5 Ha peresmian penggunaanya tanggal 30 april 1985 dengan berita acara serah terima rumah sakit umum kalianda, dari kepala Kanwil Depkes Provinsi lampung kepada Bupati/ KDH Tingkat tk II lampung selatan dengan nomor : 981/kanwil/tu/1985, dengan type rumah sakit saat ini type C dan telah terakreditasi 5 pelayanan dasar yang surat keputusannya di tanda tangani Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, dengan npomor : KRS/SERT/621/VI/2012 tanggal 29 juni 2012. Pada awal tahun 2003 RSUD Dr H Bob Bazar SKM berubah menjadi badan layanan RSUD Dr H Bob Bazar SKM melalui Perda No.5 Tahun 2002, terjadi kenaikan eselon menjad E. II b , namun melalui Perda no 06 Tahun 2008 kembali menjadi RSUD Dr H Bob Bazar SKM dengan 62 penurunan Es III a, RSUD telah disahkan menjadi BLUD melalui PERBUP No.02 Tahun 2012 tertanggal 1 Febr uari 2012 untuk mengingat dan mempermudah penyebutan nama RSUD di Kabupaten Lampung Selatan, pada tahun 2012 nama RSUD KALIANDA menjadi RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM melalui Perda Tahun 2012. RSUD Dr. H. Bob Bazar telah 66 mendapatkan akreditasi Paripurna dari Komisi Akreditasi Rumah sakit (KARS-versi JCI 2012) pada Desember 2017. 1. Visi dan Misi RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda a. Visi RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Mewujudkan Tranformasi LampungSelatan menuju RSUD Akreditasi dr.H.Bob dan Bazar,SKM Kostribusi pada peningkatan PAD Lampung Selatan guna mewujudkan masyarakat sehat dan sejahtera b. Misi RSUD Dr H Bob Bazar SKM 1) Membawa RSUD dr. H.Bob Bazar SKM memperoleh Akreditasi yang tertinggi 2) Menyelenggara pelayanan kesehatan bersifat inklusif dan terjangkau semua masyarakat lampung selatan dan berkualitas prima 3) Melakukan inovasi pelayanan kesehatan premium untuk optimalisasi BLUD pada RSUD dr. H.Bob Bazar, SKM 4) Memperbaiki finansial RSUD dr. H.Bob Bazar, SKM agar mampu berkonstribusi pada peningkatan PAD Lampung Selatan 2. Sumber Daya Rumah Sakit a. Ketenagaan Keadaan ketenagaan di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM Kalianda secara garis besar terdiri dari tenaga medis, tenaga paramedis keperawatan, tenaga paramedis non keperawatan serta tenaga non medis seperti pada Tabel dibawah ini : Tabel. 4.1 Tenaga Kerja di RSUD Dr. H. Bob Bazar, SKM 67 No Kualifikasi Pendidikan I Tenaga Medis 1 2 3 4 5 6 7 Dokter Spesialis Penyakit Dalam Dokter Spesialis Obstetri Gynecology Dokter Spesialis Anak Dokter Spesialis Bedah Dokter Spesialis Radiologi Dokter Spesialis Bedah Orthopedi Dokter Spesialis Patologi Klinik PNS 3 2 2 1 2 1 1 8 Dokter Umum 9 9 Dokter Gigi 2 Sub Total 23 II Tenaga Keperawatan 1 Ners Keperawatan 21 2 Sarjana Keperawatan 22 3 D3 Keperawatan 24 4 SPK/Perawat 5 5 D3 anastesi 4 6 D3 Perawat Gigi 7 SPRG Gigi Perawat /Perawat Sub Total 1 77 III Tenaga Kebidanan 1 D3 Kebidanan 13 2 DI Kebidanan 1 Sub Total 14 IV Tenaga Kefarmasian 1 Apoteker 5 2 Sarjana Farmasi 1 68 3 D3 Farmasi 1 4 SMF Farmasi 4 Sub Total 11 Tenaga Kesehatan Masyarakat Sarjana Kesehatan Masyarakat D3 Kesehatan Masyarakat D3 Sanitarian/Kesling V 1 2 3 5 0 2 Sub Total 7 b. Fasilitas Sarana Pelayanan Fasilitas dengan sarana pelayanan yang dimaksud meliputi fasilitas dansarana pelayanan langsung (medis dan keperawatan) dengan tidak langsung (penunjang medis) 1) Jumlah tempat tidur(TT) sebanyak 176 buah 2) Sarana Pelayanan Medis terdiri dari sarana rawat jalan yang meliputi pelayanan empat besar spesialis dasar (penyakit dalam, bedah, anak, kebidanan dan kesehatangigi danmulut). Selain sarana rawat jalan terdapat pula pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD), HCU, serta pelayanan kamar operasi (OK) 3) Sarana pelayanan keperawatan dan asuhan keperawatan yang meliputi; ruang rawat inap penyakit bedah (Zaal I), ruang rawat inap penyakit dalam (Zaal II), ruang rawat inap kebidanan, ruang rawat inap penyakit anak, ruang rawat inap Kelas II, ruang rawat inap Kelas I dan ruang rawat inap VIP. 4) Sarana pelayanan penunjang medis yangmeliputi penyelenggaraan pelayanan seperti; instalasi laboratorium, 69 instalasi radiologi, instalasi farmasi, instalasi gizi,fisioterapi dan pemulasaraan jenazah B. Analisis Data Pengkajian Tahap pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Proses pengumpulan data ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer atau klien, dan sumber sekunder yaitu meliputi keluarga maupun tenaga kesehatan (Potter & Perry,2010:144). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Potter & Perry,2010:1502). Nyeri akut sendiri artinya awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam bulan.(Herdman: 2013). Pada pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn. A dan Tn. U yang dilakukan tanggal 02 April 2019. Baik Tn. A maupun Tn. U mengatakan nyeri pada luka operasi yaitu pada lipat paha kiri. Nyeri seperti ditusuktusuk jarum dengan skala nyeri 6 pada Tn A dan Tn U skala nyeri 8. Nyeri dirasakan terus menerus dan akan bertambah nyeri jika digerakkan. Nyeri yang dirasakan dikarenakan terjadinya pembedahan. Pembedahan herniotomi dilakukan dengan membuat sayatan dibagian kanalis ingunalis, oleh karena itu terjadi kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan tersebut yang menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dirasakan, dan hal ini menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Bahkan aktivitas ringan saja, misalnya duduk dengan bertopang pada tulang iskhia selama jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan jaringan, sebab aliran darah yang ke kulit berkurang akibat tertekannya kulit. Bila kulit menjadi nyeri akibat iskemia, 70 dalam keadaan bawah sadar, orang itu akan mengubah posisinya (Guyton dan Hall, 2007:625). Pada Tn. A dan Tn.U terdapat perbedaan rasa nyeri yang dirasakan. Pada Tn. A mengatakan skala nyeri 6 (berat) sedangkan Tn. U skala nyeri 8 (sangat berat) perbedaan ini mungkin disebabkan karena perbedaan usia antara Tn. A dan Tn. U. Tn. A berusia lebih tua dibanding Tn. U, Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas. Lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara berespon orang yang berusia lebih muda (Smeltzer & Bare, 2009). Beberapa faktor yang memengaruhi respon orang tua antara lain orang tua berpendapat bahwa nyeri yang terjadi merupakan sesuatu yang harus mereka terima (Herr & Mobily, 1991, dalam Potter & Perry, 2010), kebanyakan orang tua takut terhadap efek samping obat dan menjadi ketergantungan, sehingga mereka tidak melaporkan nyeri atau menanyakan obat untuk menghilangkan nyeri. Faktor lainnya adalah ketakutan, karena nyeri merupakan gambaran penyakit serius atau akan kehilangan kemandirian (Brown, 2004, dalam Lemone & Burke, 2011). Hasil ini senada dengan penelitian yang dilakukan Suarilah, Dkk (2014), dimana pada hasil penelitian responden dengan intensitas nyeri 6 berada pada rentang usia 36-45 tahun. Suarilah menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara nyeri dengan seiring bertambahnya usia, yaitu pada tingkat perkembangan. Pada orang dewasa lebih bisa mengungkapkan nyeri bila timbul rasa nyeri, sedangkan pada orang yang sudah lanjut usia cenderung memendam rasa nyeri karena menganggap nyeri adalah alamiah yang harus dijalani dan takut kalau mengalami nyeri bila diperiksakan akan diketahui terjadi penyakit berat. Semakin cukup umur seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya daripada yang lebih muda, hal ini karena berhubungan dengan pengalaman dan kematangan jiwa. Pada usia dewasa madya lebih mempunyai pengalaman daripada dewasa awal sehingga dewasa madya 71 lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru, dengan mudahnya beradaptasi dengan lingkungan akan mempengaruhi respons pasien terhadap tingkat kecemasan, dimana kecemasan ini berbanding lurus dengan intensitas nyeri. Berdasarkan hasil pengkajian pola kesehatan fungsional pada pola kognitif perseptual, selama sakit Tn. A dan Tn. U mengatakan merasa tidak nyaman saat beraktivitas, namun Tn. A lebih sedikit mandiri dibandingkan Tn. U. ADL Tn. U sepenuhnya dibantu oleh keluarga dan perawat, karena Tn. U mengatakan nyeri akan bertambah jika digunakan untuk aktivitas. Pada saat pengkajian Tn. A lebih mengeluhkan bekas luka operasinya, hal ini dikarenakan adanya skala nyeri yang berbeda, pada Tn. U skala nyeri memang lebih tinggi sehingga lebih sulit untuk beraktivitas. C. Analisis Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yaitu penegakkan diagnosa keperawatan yang akurat yang dilakukan berdasarkan pengumpulan dan analisa data yang cermat. Diagnosa yang akurat dibuat hanya setelah pengkajian lengkap semua variabel (Potter & Perry, 2005 :1524). Batasan karakteristik adalah sejumlah karakteristik yang ada pada individu, keluarga, komunitas yang dapat dilihat dan dapat dipastikan kebenarannya (Herdman,2010:29). Adapun batasan karakteristik nyeri akut antara lain perubahan selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernapasan, laporan isyarat, diaforesis, perilaku distraksi (misal berjalan mondar-mandir, mencari orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang), mengekspresikan perilaku (misal gelisah, merengek, menangis, waspada, iritabilitas, mendesah), masker wajah (misal mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus meringis), perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri, fokus menyempit (misal gangguan persepsi nyeri hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungannya), indikasi nyeri yang 72 dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap tubuh melindungi, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, gangguan tidur, dan melaporkan nyeri secara verbal. Data fokus hasil pengkajian nyeri akut pada Tn. N sesuai dengan batasan karakteristik menurut NANDA (2010) yaitu melaporkan nyeri secara verbal, gangguan pola tidur, fokus menyempit (Herdman, 2010:604). Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut : 1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi Diagnosa nyeri akut baik muncul pada kedua pasien baik pada Tn. A dan Tn. U, meskipun skala nyeri yang dirasakan berbeda. Pada kasus ini, penulis menegakkan diagnosa utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (post operasi hernia inguinal). (Nanda, 2012:604). Alasan penulis mengangkat diagnosa tersebut menjadi diagnosa aktual karena saat pengkajian yang paling dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri pada luka operasi. Data yang mendukung munculnya diagnosa tersebut, yaitu data subjektif : pasien mengatakan luka post operasi terasa nyeri yaitu pada lipat paha kiri, nyeri terasa seperti ditusuk- tusuk jarum, skala nyeri 6 pada Tn. A dan skala 8 pada Tn. U, nyeri terus menerus, data subjektif : ekspresi pasien meringis kesakitan. 2. Kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat dari tindakan operasi Integritas kulit adalah suatu keadaan ketika seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kerusakan jaringan epidermis dan dermis (Carpenito, 2006). Diagnosa ini penulis tegakkan pada Tn. A karena baik Tn. A maupun Tn.U mengalami tindakan pembedahan yang menimbulkan luka sayatan. Pada Tn. U diagnosa ini tidak ditegakkan karena Tn. U lebih mengeluhkan hambatan mobilitas fisik yang dirasakan karena adanya nyeri. 73 3. Hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi Hambatan mobilitas fisik merupakan penurunan dalam kapasitas fisiologis seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan. Penulis menegakkan diagnosa ini pada Tn. U dikarenakan Tn. U merasa nyeri saat beraktivitas dan semua aktivitasnya dibantu oleh keluarga dan perawat. Sedangkan pada Tn. A penulis tidak menegakkan diagnosa ini karena beberapa aktifitas klien masih dapat dilakukan secara mandiri. Selain itu penyebab perbedaan diagnosa ini dikarenakan pada Tn. U masih merasakan nyeri saat melakukan gerakan, penelitian yang dilakukan Yusuf (2010) menyatakan keadaan fisik seseorang yang lemah secara langsung akan berpengaruh terhadap mobilisasi yang dilakukan. Keadaan tersebut akan membatasi dari pergerakan karena kurangnya energi di dalam tubuh. Pada pasien yang baru saja menjalani operasi seperti operasi hernia, keadaan fisik pasien tersebut belum kembali pulih pada keadaan sebelumnya. Hal tersebut dapat membuat pasien merasa enggan untuk melakukan mobilisasi, selain itu rasa nyeri yang dirasakan juga membuat pasien merasa lemah dan hanya ingin berbaring di tempat tidur. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan tidak ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut : 8. Resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan Resiko infeksi merupakan kemungkinan terjadinya infeksi pada luka pasca tindakan pembedahan. Penulis tidak menegakkan diagnosa ini karena tindakan keperawatan yang dilakukan baik pada Tn. A dan Tn. U sesuai dengan SOP yang berlaku dan bebas dari resiko infeksi, serta tidak ditemukan adanya tanda – tanda infeksi. 74 9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun) Ganguan pemenuhan nutrisi adalah suatu keadaan ketika individu yang tidak puasa, mengalami atau beresiko mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan asupan yang tidak adekuat atau metabolisme nutrisi yang tidak adekuat untuk kebutuhan metabolik (Carpenito, 2007). Penulis tidak menegakkan diagnosa ini baik pada Tn. A dan Tn. U karena intake pada kedua pasien masih adekuat. 10. Resiko perdarahan b.d luka insisi post pembedahan Resiko perdarahan merupakan kemungkinan terjadinya pengeluaran darah yang berlebih karena luka paska pembedahan. . Penulis tidak menegakkan diagnosa ini karena tindakan keperawatan yang dilakukan baik pada Tn. A dan Tn. U sesuai dengan SOP yang berlaku dan bebas dari resiko perdarahan. D. Analisis Intervensi Keperawatan Perencanaan atau intervensi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut. Selama perencanaan, dibuat prioritas. Selain berkolaborasi dengan klien dan keluarganya, perawat berkonsul dengan anggota tim perawatan kesehatan lainnya, menelaah literatur yang berkaitan, memodifikasi asuhan, dan mencatat informasi yang relevan tentang kebutuhan perawatan kesehatan klien dan penatalaksanaan klinik. Perawat menggunakan prioritas untuk mengatur intervensi untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan untuk memenuhi kebutuhan klien (Potter &Perry,2010:180). Dalam teori intervensi atau perencanaan sudah dituliskan sesuai dengan rencana dan kriteria hasil berdasarkan NIC (Nursing Intervension 75 Clasification) dan NOC (Nursing Outcome Clasification), dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional dan Time (ada kriteria waktu). Intervensi yang dilakukan penulis untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan adalah kaji karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T), meliputi P (Provocative) yaitu penyebab nyeri, Q (Quality) yaitu kualitas nyeri, R (Region) yaitu daerah nyeri, S (Severity skala) yaitu tingkat keparahan nyeri. Skala intensitas nyeri numerik lebih digunakan sebagai alat bantu untuk mendeskripsikan kata, dalam hal ini perawat meminta pada klien untuk menunjukkan pada garis, dimana rasa nyeri itu terasa dengan menggunakan skala 0-10. Makna dari skala numerik tersebut yaitu nilai skala 0 tidak nyeri, skala 1-3 nyeri ringan, skala 4-7 nyeri sedang, skala 810 nyeri berat (Iscan, 2010). Ajarkan teknik nafas dalam atau relaksasi, teknik relaksasi nafas dalam menganjurkan pasien bernafas dengan perlahan dan menggunakan diafragma sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh dan menghembuskan secara perlahan lewat hidung, serta dapat melakukan selama 15 menit. Beri posisi nyaman, posisi nyaman dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi rasa nyeri, selanjutnya periksa tanda-tanda vital, dengan mengetahui hasil tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran lengkap mengenai sistem kardiovaskuler, dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik, pemberian analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan cepat dan menurunkan nyeri yang mengalami perburukan. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri, (Potter & Perry, 2010). E. Analisis Implementasi dan Evaluasi Implementasi itu sendiri adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan (Potter& 76 Perry, 2010 : 203). Sesuai teori intervensi disusun dari observasi, tindakan keperawatan, pendidikan kesehatan, dan kolaborasi dalam memberikan tindakan untuk mengurangi nyeri antara mengkaji nyeri (P,Q,R,S,T), monitor tanda-tanda vital, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik relaksasi (berbincang-bincang dengan orang lain(distraksi), kompres, terapi musik), kolaborasi pemberian analgesik (Wilkinson, 2006:342-344). Hanya saja dihari kedua tidak melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan, karena tidak dapat terapi dari dokter, Tn.A dan Tn. U mendapatkan terapi obat analgesik pada hari pertama dan hari ke ketiga. Tahap yang terakhir dalam proses keperawatan yaitu evaluasi tindakan. Dimana evaluasi keperawatan adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan. Askep lain dari evaluasi mencakup pengukuran kualitas asuhan keperawatan yang diberikan dalam lingkungan perawatan kesehatan. Perawat mengevaluasi setiap kemajuan dan pemulihan klien. Evaluasi merupakan aspek penting proses keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah. (Potter & Perry,2010:216). Penulis mengevaluasi apakah respon pasien mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi, penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu sesuai SOAP (Subjektif, Objektif, Assessment, dan Planning). Pada tahap evaluasi keperawatan, Pada Tn. A dan Tn. U sudah sesuai antara teori dengan laporan kasus. Sesuai kriteria hasil pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (post operasi hernia inguinal lateralis), yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 jam, diharapkan nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil pasien merasa nyaman, skala nyeri menjadi 1-2. Dengan hasil evaluasi dari pasien, Subjektif: pasien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 2, objektif: pasien masih nyeri assessment: masalah nyeri akut teratasi, planning: intervensi dihentikan. Jadi kriteria hasil sudah tercapai karena 77 dalam kasus ini post operasi hernia inguinal lateralis skala nyeri turun menjadi 2. Penurunan nyeri dirasakan oleh Tn. A dan Tn. U 4 jam setelah minum obat, terdapat perbedaan reaksi penurunan nyeri pada Tn. A dan Tn. U dimana pada hari ke 2 skala nyeri Tn. A sudah menghilang dibandingkan Tn. U. Hal ini dikarenakan pada Tn. A mau melakukan ambulasi dini. Penelitian yang dilakukan Wulandari, 2018 menyatakan bahwa Adanya penurunan intensitas nyeri pada kelompok intervensi disebabkan adanya perlakuan berupa mobilisasi dini. Hasil penelitian ini sesuai dengan Handayani (2015) yang menunjukkan intensitas nyeri post operasi setelah mobilisasi dini pada responden sebagian besar dalam kategori ringan. Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah yang akan memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat. Terapi latihan dan mobilisasi merupakan modalitas yang tepat untuk memulihkan fungsi tubuh bukan saja pada bagian yang mengalami cedera tetapi juga pada keseluruhan anggota tubuh. Terapi latihan dapat berupa passive dan active exercise, terapi latihan juga dapat berupa transfer, posisioning dan ambulasi untuk meningkatkan kemampuan aktivitas mandiri (Smeltzer& Bare, 2009). 78 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. A dan Tn. u selama tiga hari dan melakukan pengkajian kembali baik secara teoritis maupun secara tinjauan kasus didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pada pengkajian secara umum ditemukan masalah pada Tn. A dan Tn U, dimana klien mengeluh nyeri pada bagian lipat paha kiri, dikarenakan adanya benjolan, kedua klien kemudian menjalani prosedur bedah. Post operasi Tn. A dan Tn. U mengatakan nyeri post operasi dengan skala 6 pada Tn A dan Tn U dengan skala nyeri 8 dari rentang 0-10 dirasakan seperti ditusuk-tusuk. 2. Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut : nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi, kerusakan Integritas jaringan berhubungan dengan kerusakan jaringan akibat dari tindakan operasi dan hambatan mobilitas fisik b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi, sedangkan Diagnosa keperawatan yang disebutkan dalam teori dan tidak ditemukan dalam kasus nyata adalah sebagai berikut : resiko infeksi b.d luka insisi post pembedahan, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan inadekuat (mual; nafsu makan menurun), dan resiko perdarahan b.d luka insisi post pembedahan 3. Implementasi yang penulis lakukan adalah sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun berdasarkan Nanda NIC NOC, yaitu pada diagnosa nyeri antara lain mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, mengkarakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi tarik nafas dalam, memerikan analgesik untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan istirahat. Pada diagnosa kerusakan integritas kulit, implementasi yang dilakukan adalah 78 79 Membersihkan luka dengan normal saline ata pembersih yang tidak beracun, mengoleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi, memeriksa luka setiap kali perbahan balutan, reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam, menganjurkan pengunjung untuk mencuci tangan pada saat memasuki dan meninggalkan ruang pasien, dan membatasi jumlah pengunjung. Pada diagnosa Hambata mobilitas fisik, implementasi yang dilakukan yaitu Membantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur, mengajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas : kursi roda, mengajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah, memposisikan pasien semi fowler, membalikkan tubuh pasien sesuai dengan kondisi kulit, meminimalisir gesekan atau cedera ketika memposisikan dan membalikkan tubuh pasien 4. Pada evaluasi keperawatan didapatkan perkembangan kondisi pasien mengingat penyakit pasien yang membutuhkan perawatan yang optimal. Pada hari pertama semua masalah belum teratasi. Pada hari kedua masalah teratasi sebagian. Pada hari ketiga masalah semua masalah sudah dapat teratasi. B. Saran Setelah penulis melakukan studi kasus, penulis mengalami beberapa hambatan dalam penulisan ini. Namun, dengan bantuan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Demi kemajuan selanjutnya maka penulis menyarankan : 1) Dalam memberikan asuhan keperawatan sebaiknya perawat perlu menguasai tehnik komunikasi, sehingga dapat diperoleh data yang akurat dari pasien maupun anggota keluarga dan semua implementasi dari rencana keperawatan yang ada dapat berjalan dengan baik dan lancar sesuai dengan masalah. 2) Asuhan keperawatan yang telah dilakukan serta kerjasama antara tim kesehatan yang terjalin dengan baik hendaknya dipertahankan dan lebih ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Perawat perlu 80 meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam pemberian asuhan keperawatan. 3) Diharapkan perawat dapat terus menggali ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan dan ketrampilan sebagai seorang perawat profesional. 81 DAFTAR PUSTAKA Alkahel, A. (2011). Al-Quran's the Healing. Jakarta: Tarbawi Press. Asmadi. 2008.Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management for Positive Outcomes. USA: Sounders Elsevier Carpenito, L. J. 2010. Diagnosis Keperawatan: Buku Saku/Lynda Juall Carpenito. mayet; (alih bahasa Indonesia), Eka annisa Mardela. Edisi 13Jakarta: EGC. Dinas Kesehatan Lampung. 2011. Profil Kesehatan Lampung Selatan Tahun 2011. Dinkes Lamsel. Doengoes, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC : Jakarta. Elzaky, J. (2011). Mukjizat Kesehatan Ibadah. Jakarta: Penerbit Zaman. Guyton, C. A. (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC. Hardiyanto, I. T. (2006). Pengaruh Anestesi Spinal terhadap Hemodinamik Pada Penderita Dengan Sectio Secarea. Karya Tulis ilmiah. FK : UNDIP. Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2014. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. 10nd ed. Oxford: Wiley Blackwell Hidayat, A. Aziz Alimul. 2011. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta :Paradigma Ignatavicius, D. D., & Workman , M. L. (2006). Medical Surgical Nursing : Critical Thinking for Collaborative Care. USA: Elsevier Sounders. 'Izzat, A. M., & 'Arif, M. (2011). Terapi Ayat Al-Qur'an Untuk Kesembuhan : Keajaiban Al-Quran Menyembuhan Penyakit. Solo: Kafilah Publishing. Khan. (t.thn.). Healing Sound Qur'an. http://www.islamicwritings.org/quran/ medical-miracles/the-healing-sound. Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M. (2011). Medical-Surgical Nursing : Assesment And Management Of Clinical Problems. USA: Elsevier-Mosby. 82 M, Arif., & S, Yusra. (2014). Manajemen Nyeri Dengan Menggunakan Teknik Relaksasi Pada Pasien Post Herniorapi Ke 1 Di Ruang Cempaka III Rumah Sakit Umum Daerah Kudus. Jurnal Profesi Keperawatan Krida Husada Vol.1 No.1 Juli 2014, 104-109. Mansjoer, Arif. 2010. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta. Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, Meridean L., Swanson, Elizabeth. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th Indonesian Edition.Elsevier. Singapore Muttaqin, Arif & Sari, Kurmala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika. Potter, P. A, & Perry, A. G. 2010. Fundamental Keperawatan. Volume 2. Edisi 7 Jakarta: EGC. Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Diterjemahkan: Pendit).ed 2. Jakarta: EGC. Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2009, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.11, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo (dkk), EGC, Jakarta Wahyudi, A. (2012). Manfaat Mendengarkan Al-Quran Bagi Kesehatan. Diunduh dari http://www.manfaat-mendengarkan-al-quran.com/html Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC.Jakarta : EGC.