BAB II PEMBAHASAN 1. Sejarah Peradaban Persia Kuno Nama Persia telah dikenal dan dipergunakan selama berabad - abad, Sebutan ini,terutama oleh Barat, dipakai untuk menunjuk pada suatu wilayah yang merupakan tempat berkembangnya kebudayaan dan bahasa Persia. Akan tetapi, sebutan tersebut lebih tepat apabila dipakai untuk menunjuk pada suatu wilayah yang berada di bagian selatan Iran yang pada masa dahulu dikenal dengan nama Parsa. Iran dan Persia adalah dua nama yang kerap digunakan untuk menunjukkan satu wilayah. Sebenarnya, antara keduanya terdapat sedikit perbedaan. Salah satu rumpun bangsa Arya, yaitu bangsa Media, mendiami wilayah Iran bagian barat. Sementara rumpun bangsa lainnya, yaitu banga Persia, mendiami bagian selatan wilayah tersebut. Baik bangsa Media maupun Persia, keduanya tunduk pada kekuasaan bangsa Assyria. Namun, sejak 1000 SM, bangsa Persia berhasil menaklukkan bangsa Media bahkan menaklukkan imperium Assyria. Sejak saat itu, wilayah Iran dikenal dengan nama Persia. Sebutan Parsa untuk pertama kali dipakai pada masa pemerintahan Shalmanesar II, seorang raja Assyria. Pada perkembangannya muncullah kekaisaran Achaeminiyah yang berhasil menguasai wilayah Persia. Selama masa kekuasaan dinasti Achaeminayah Persia (559-330 SM), orang-orang Yunani kuno untuk pertama kali menemukan penduduk Persis di dataran tinggi Iran, yaitu ketika orang-orang Achaeminiyah suku asli Persis melakukan perluasan atas wilayah kekuasaan politik mereka.1 kekaisaran Achaeminiyah merupakan dinasti yang dominan selama masa sejarah bangsa persia, bahkan hingga eropa seperti Yunani sampai masa kekuasaan Alexander the Great. Pemakaian nama Persia secara perlahan diperluas oleh orang-orang Yunani dan lainnya untuk menyebut semua penduduk yang tinggal di dataran tinggi Iran. Kecenderungan ini diperkuat dengan berdirinya dinasti Sasania, juga berasal dari suku Persis, yang kebudayaannya mendominasi dataran tinggi Iran sampai abad ke-7 M. Penduduk wilayah ini secara tradisional menyebut wilayahnya sebagai Iran, "Land of the 1 Yusliani Noor. Timur Tengah (Asia Barat Day): Dalam Panggung Sejarah. ( Banjarmasin: PSP Sejarah FKIP Unlam, 2010).,hal.112. Aryan", dan pada tahun 1935, pemerintah Iran menyatakan bahwa nama Iran dipakai sebagai pengganti Persia.2 A. Masa Kerajaan Achaeminiyah Pada milenium kedua dan ketiga, Bangsa Arya hijrah ke Iran dan mendirikan kekaisaran pertama Iran, Kekaisaran Media pada 728 SM. Kekaisaran ini telah menjadi simbol pendiri bangsa dan juga kekaisaran Iran, yang disusul dengan Kekaisaran Achaeminiyah tahun 648 SM yang didirikan oleh Cyrus Agung. Cyrus Agung juga terkenal sebagai pemerintah pertama yang mewujudkan undang-undang mengenai hak-hak kemanusiaan, tertulis di atas artefak yang dikenal sebagai Silinder Cyrus. Ia juga merupakan pemerintah pertama yang memakai gelar Agung.3 Di zamannya, perbudakan dilarang di kawasan-kawasan taklukannya (juga dikenal sebagai Kekaisaran Persia.) Gagasan ini kemudian memberi dampak yang besar pada peradaban-peradaban manusia setelah zamannya. Kekaisaran Persia kemudian diperintah oleh Cambyses selama tujuh tahun (531-522 SM). Pada saat masa kekuasaannya, Cambyses menaklukkan Mesir dan beberapa wilayah lainnya. Bangsa Persia mendapat dukungan dari warga taklukan berkat pemerintahan yang adil. Kepemimpinan selanjutnya dilanjutkan oleh Darius I yang mampu memperluas wilayah hingga ke India dan Yunani. Ia mengatur ulang kerajaan dan menunjuk para satrap (gubernur) di setiap provinsi. Ia memungut pajak dari setiap provinsi berupa padi-padian, perak dan hasil pertanian. Selanjutnya kemangkatannya disusul dengan perebutan kuasa di mana akhirnya Darius Agung (522-486 SM) dinyatakan sebagai raja. Ibu kota Persia pada zaman Darius I dipindahkan ke Susa dan ia mulai membangun Persepolis. Sebuah terusan di antara Sungai Nil dan Laut Merah turut dibangun dan menjadikannya pelopor untuk pembangunan Terusan Suez. Sistem jalan juga turut diperbaharui dan sebuah jalan raya dibangun menghubungkan Susa dan Sardis. Jalan raya ini dikenal sebagai Jalan Kerajaan. Bahasa Persia Kuno turut diperkenalkan dan diterbitkan di dalam prasasti-prasasti kerajaan. Di bawah pemerintahan Cyrus Agung dan Darius yang Agung, Kekaisaran Persia menjadi sebuah kekaisaran yang terbesar dan terkuat di dunia zaman itu. Pencapaian 2 Ibid.,hal.113. 3 Ajat Sudrajat & Miftahuddin. Diktat Pengantar Sejarah Asia Barat.(Yogyakarta: UNY,2008).,hal.34. utamanya ialah sebuah kekaisaran besar pertama yang mengamalkan sikap toleransi dan menghormati budaya-budaya dan agama-agama lain di kawasan jajahannya. Pada tahun 334 SM, keadaan mulai berubah karena pada saat itu Alexander Agung, Kaisar Macedonia, Yunani, merentangkan kekuasaannya hingga mampu menaklukkan dan menguasai Imperium Persia. Ia merupakan seorang jenderal yang sangat efektif dalam sejarah. Raja Achaeminiyah, Darius III yang pada saaat itu sudah berusia lanjut, bukan merupakan tandingan untuk Alexander. Menghadapi angkatan perang Macedonia yang sangat profesional, kerajaan Persia mengalami kehancuran hanya dalam waktu delapan tahun. Sepanjang rute penaklukannya , Alexander banyak membangun kota – kota koloni yang diberi nama Alexandria. Selama beberapa abad kemudian, kota – kota ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani atau dikenal dengan kebudayaan Hellenistik termasuk hingga ke Persia. Selain itu Alexander bahkan memerintahkan pasukannya untuk membunuh ribuan tentara Persia, dan membakar ibu kotanya: Parsepolis. Tindakan ini sengaja dia lakukan sebagai balasan atas pembakaran kota Athena yang dulu dilakukan pasukan Persia. Alexander sendiri mengikrarkan bahwa dia adalah pewaris tahta raja-raja Arkhemeniyah. Alexander pun mengikuti cara hidup, tradisi, dan budaya Persia, bahkan berusaha menciptakan kebudayaan baru yang memadukan kebudayaan Persia dan Yunani (hellenistik). Selain menaklukkan Persia dan menyemaikan Helenistik, Alexander juga menyungguhkan model pemerintahan baru ala Persia kepada Barat-Yunani, khususnya yang berkaitan dengan tata negara dan undang-undang, yang pada gilirannya menjadi asas model tata Imperium Romawi di kemudian hari. Antara tahun 334 dan 330 SM, Alexander the Great menyempurnakan penaklukkannya atas seluruh wilayah kerajaan Achaeminiyah. Pembakaran yang dilakukan oleh Alexander terhadap istana kerajaan di Persepolis pada tahun 330 SM menyimbolkan berakhirnya orde lama dan dimulainya peradaban Yunani di Asia Barat. Orang-orang Yunani dan tentara Macedonia menempati sebagian besar wilayah di Mesopotamia dan Iran. Alexander menyarankan kepada para tentaranya untuk melakukan pernikahan silang dan mengembangkan kebudayaan Yunani. Meskipun demikian, ia masih mempertahankan sebagian besar struktur administrasi dinasti Achaeminiyah, memperkenalkan unsur-unsur oriental, dan lembaga-lembaga politik Yunani. Alexander tidak meninggalkan keturunan. Kematiannya pada tahun 323 SM mengisyaratkan dimualainya periode saling berperang yang panjang di antara para jenderal untuk menguasai wilayah kerajaan4 4 Ajat Sudrajat & Miftahuddin, Ibid., hal. 36 - 37 Setelah kematian Alexander, Seleucus I berhasil menguasai seluruh wilayah bagian selatan kerajaan Alexander. Belum lagi ia mengkonsolidasikan kekuasaannya atas wilayah ini, provinsi-provinsi bagian timur yang berada di perbatasan India mulai melakukan pemberontakan. Sejak tahun 304 SM, Seleucus I dipaksa untuk melepaskan wilayah ini kepada Candra Gupta I, pendiri kerajaan Maurya di India. Lepasnya wilayah ini bagi Seleucid merupakan kehilangan yang serius, karena tidak semata hilangnya wilayah India yang telah ditaklukan oleh Alexander, melainkan juga lepasnya distik-distrik yang berada di bagian barat Sungai Indus. Segera setelah itu, kira-kira antara tahun 290-280 SM, dua provinsi timur yaitu Margiana dan Aria mengalami kerusakkan karena adanya invasi dari suku-suku nomad. Tetapi invasi tersebut berhasil dipukul mundur, dan suku-suku nomad kembai ke Jaxartes. Demodama, seorang jenderal pada dua raja Seleucid pertama, berhasil menyeberang sungai dan bahkan dapat mencapai altar Apollo, nenek moyang dinasti tersebut. Alexandir di Margiana dan Heraclea di Aria, yang didirikan oleh Alexander, dibangun kembali oleh Antiochus I dengan nama Antioch dan Achaea. Suatu benteng yang berjarak kurang lebih 100 mil (160 km) dibangun untuk melindungi oasis Mery dari serangan orang-orang nomad. Selanjutnya, Patrocles menerima pesan untuk meneliti Laut Kaspian. Sebagai balas jasa, Seleucus I menerima 500 ekor gajah. Sejak wakktu itu, hanya wilayah barat yang didominasi oleh politk Seleucid, sebagai pengganti kerugian mereka atas kepemilikan wilayah timur. Akan tetapi, ketidakberpihakan pemerintahan Seleucid atas wilayah-wilayah timur jauh, berarti telah mengasingkan orang-orang Yunani yang tinggal di sana, jauh dari tanah air mereka. Padahal apabila berpikir ke belakang, kemerdekaan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari diri mereka. Seleucus I dan pengganti-penggantinya berharap helenisasi yang terjadi di Asia akan melahirkan peradaban yang superior. Suatu jaringan kota-kota dan koloni militer dibangun untuk menjamin stabilitas negara yang berpenduduk orang-orang Asia. Bahasa Yunani menjadi semakin banyak dipakai, terutama di kalangan keluarga-keluarga Yunani yang menikahi wanita lokal dan di lingkungan para pelaku usaha komersial. Tetapi setelah dua abad berlalu dan semakin melemahnya imigrasi orang-orang Yunani-Macedonia, bahasa Yunani semakin kehilangan kekuatannya dan bahasa lokal menjadi kembali dominan. Penduduk Iran, terutama yang berasal dari kelas atas, tidak lagi menggunakan kebudyaan hellenis kecuali bagian luarnya saja. Bahkan orang-orang Iran yang tinggal di kota-kota seperti Seleucia dan Susa tidak kelihatan lagi kalau mereka telah dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Yunani. 5 Kolonialisasi Yunani berlangsung kira-kira sampai tahun 250 SM. Selama masa kolonialisasi, bahasa, filsafat, dan seni Yunani berkembang di sini. Selama masa kekuasaan Alexander, bahasa Yunani menjadi bahasa yang umum dipakai, baik dalam percakapan maupun tulisan. Perdagangan dengan China, dengan menggunakan Jalan Sutera (Silk Road), yang sudah dimulai pada masa Achaaemiyah terus belangsung, bahkan terjadi peningkatan yang signifikan. Perdagangan darat telah menyebabkan terjadinya pertukaran kebudayaan yang mengagumkan, Buddhisme datang dari India, sementara Zoroasterianisme berkembang ke wilayah barat mempengaruhi Juadisme. Patung-patung yang luar biasa dari Buddha dalam corak Yunani klasik ditemukan di Persia dan Afghanistan, memberikan gambaran tentang pencampuran kebudayaan yang terjadi pada masa itu. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa hal itu berasal dari masa Achaeminiyah, yaitu ketika para pekerja seni Yunani bekerja untuk Kerajaan Persia. B. Masa Kerajaan Parthia Masa kekaisaran Partia dimulai saat suku Parthia dapat mengalahkan kerajaan Seleucid. Kekalahan kerajaan Seleucid dapat terjadi dikarenakan mereka mengalami masalah internal seperti terjadinya pemberontakan gubernur dan serta perebutan kekuasaan. Arsaces, yang memimpin bangsa Parni (anggota suku Parthia), harus memulai perjuangannya melawan dinasti Seleucid sejak tahun 247 SM, tahun ketika orang-orang Parthia mengawali sejarahnya. Ini tidak harus berarti bahwa Arsaces bertahtan sebagai raja pada tahun 247 SM. Dinasti bangsa Iran yang lain (seperti dinasti Sasanid) mulai berkembang pada era ketika mereka membangun kekuasaan mereka, bukan dimulai pada masa penobatan keturunan pertamanya. Suku-suku Parthia-Parno-Daho "memilih para pemimpinnya untuk perang dan para pangerannya untuk berdamai" dari kalangan lingkaran keluarga istana yang paling dekat. Meskipun dua kerajaan baru, yaitu kerajaan Parthia di bawah Arsaces I dan BactriaYunani di bawah Deodotus I, muncul hampir dalam waktu yang bersamaan, terdapat perbedaan yang menonjol di antara keduanya. Latar belakang di balik pemberontakan di Bactria adalah asosiasi antara bangsawan lokal dan komunitas lokal Yunani. Meskipun demikian, keduanya menentang dominasi Macedonia yang dilakukan oleh dinasti Seleucid. 5 Riza Sihbudi,dkk, Profil Negara- Negara Timur Tengah Buku I ( Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995).,hal.74. Sebab kemunculan kerajaan Parthia tampaknya berbeda. Kemunculan negara tersebut terutama dibangun di atas hubungan antara penduduk Parthia dengan suku-suku yang berada di luar perbatasan, penduduk yang setengah nomadik dan setengah menetap, yaitu penduduk dari Iran bagian utara. Keberhasilan Arsaces dan orang-orangnya adalah karena kekuatan dan semangat mereka di satu pihak, dan kelemahan musuh-musuh mereka di pihak lain. Unsur Yunani yang ada di Parthia tampaknya tidak memainkan peran yang sama seperti yang terjadi pada kerajaan Bactria. Pada kenyataannya, setidak-tidak pada masa-masa awal, Parthia bermusuhan dengan penduduk lokal Yunani. Selama mereka berperang dengan Antiochus III, mereka telah membunuh warga Yunani di kota Syrinx di Hycrania. Arsaces tampaknya memiliki nama besar di kalangan suku-suku. Namanya senantiasa dihubungkan dengan nama raja-raja yang berkuasa dalam dinasti ini, selama empat setengah abad bertahtanya kerajaan Parthia. Gambaran dirinya tampak terdapat dalam koin Parthia sampai akhir periode.6 C. Masa Kerajaan Sasania Kerajaan ini didirikan oleh Ardashir 1 pada tahun 224 M, ia yang merupakan seorang raja vassal Persia yang melakukan pemberontakan pada Kerajaan Parthia. Selama beberapa tahun kemudian, setelah berhasil memadamkan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di sekeliling kerajaannya, Ardashir I berhasil memperluas wilayah kerajaannya baik ke bagian timur maupun ke arah barat-laut. Ardashir I berhasil menaklukkan propinsi-propinsi Sistan, Gorgan, Khorasan, Margiana (sekarang Turkmenistan), Balk, dan Chorasmia. Ia juga berhasil menguasai wilayah Bahrain dan Mosul ke dalam wilayah Sasania. Pada perkembangannya Ardashir digantikan oleh puteranya, yaitu Shapur I (241-272 M) melanjutkan kembali perluasan wilayah kerajaan yang dilakukan ayahnya bahkan hingga ke wilayah Romawi. Shapur I telah mengembangkan perencanaan-perencanaannya secara intensif. Ia membangun banyak kota-kota, sebagian di antaranya ditempati oleh para imigran yang berasal dari wilayah-wilayah Romawi. Para imigran ini, termasuk para penganut Kristen, dapat menjalankan ajaran agama mereka secara bebas di bawah penguasa Sananid Dua kota, Bishapur dan Nishapur. Pada perkembangan selanjutnya dalam kurun waktu tahun 300 M hingga abad 600 M, perkembangan kerajaan mengalami pasang surut dengan beberapa penaklukan wilayah hingga luar Persia dan beberapa wilayah yang direbut serta beberapa perjanjian yang Wikipedia, “ Kekaisaran Parthia” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/kekaisaran_Parthia dan wikibooks, “ Kekaisaran Parthia” dalam https://id.m.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Parthia ( diakses pada tanggal 11 April pukul 20.10 wib) 6 dilakukan seperti yang perjanjian dengan Romawi dan Bizantium. Dimulai pada tahun 600 M, kerajaan Sasania yang pada saat itu dipimpin oleh Khosrau II mulai mengalami masa kemunduran dan kehancuran. Pada saat berperang melawan tentara Bizantium meskipun memperoleh keberhasilan yang luar biasa, tetapi serangan-serangan yang dilakukan Khosrau II ternyata sangat memberatkan pasukan Persia dan juga sangat melelahkan penduduknya. Kaisar Bizantium Heraclius (tahun 610-641M ) dengan jeli memanfaatkan semua kelemahankelemahan yang ada pada Khosrau II, dan ia mencoba mengorganisasikan kembali pasukanpasukannya serta menyiapkannya dengan baik untuk melakukan serangan balik. Pada tahun 622 M Heraclius melakukan penyerangan terhadap pasukan Persia dan berhasil mengalahkan pasukan Persia di wilayah Anatolia, Causasus, selat Bosporus dan wilayah Mesopotamia. Pengaruh dari kemenangan yang dicapai oleh Heraclius, rusaknya wilayah-wilayah yang sangat parah dari kerajaan Sasania, telah menurunkan pamor Khosrau II dan hilangnya dukungan dari kalangan aristokrat Persia. Pada awal tahun 628 M ia pun digulingkan dari tahtanya dan dibunuh oleh anaknya sendiri yang bernama Kavadh II. Kavadh II pun segera memerintahkan untuk menarik pasukannya dari semua wilayah pendudukan. Kavadh meninggal pada saat terjadi kekacauan dan perang sipil yang melanda kerajaan Sasania. Selama periode empat tahun dan lima pergantian raja-raja, termasuk dua anak perempuan Khosrau II dan Spahbod Shahrbaraz, kerajaan Sasania sudah kelihatan sangat lemah. Kekuasaan di pusat pemerintahan beralih dan berpindah dari satu jenderal ke jenderal lainnya. Tampaknya perlu adanya seorang raja yang kuat untuk menghindarkan terjadinya kudeta dan kehancuran. Pada tahun 632 M , seorang cucu dari Khosrau I, Yazdegerd III yang hidup di persembunyian dinobatkan sebagai raja. Pada tahun yang sama, pasukan kaum Muslimin untuk pertama kalinya menyerang wilayah kekuasaan Persia. Pada tahun-tahun itu, baik Persia maupun Bizantium, sedang kehabisan tenaga akibat dari perang yang terus berlangsung. Kerajaan Sasanid terus mengalami penurunan disebabkan oleh kehancuran ekonomi, beban pajak yang berat, perselisihan keagamaan, stratifikasi sosial yang kaku, meningkatnya kekuasaan tuan-tuan tanah di tingkat propinsi, dan pergantian kekuasaan yang cepat. Keadaan ini merupakan faktor-faktor yang memudahkan penaklukan kaum Muslimin atas Persia.7 Kerajaan Sasanid tidak pernah memperhitungkan dengan cermat tekanan yang dilakukan oleh pasukan kaum Muslimin. Yazdegerd III merupakan seorang anak yang masih 7 Yusliani Noor, Op.Cit.,hal.124. berada dalam bimbingan pengasuhnya tentu saja belum memiliki kemampuan untuk menyatukan negeri yang sangat luas yang sedang menuju kehancurannya, meskipun kenyataannya bahwa Bizantium pun sedang menghadapi masalah yang sama, yaitu tekanan dari kaum Muslimin. Pertemuan pertama antara pasukan Sasanid dan kaum Muslimin terjadi pada tahun 634 dalam suatu Pertempuran Jembatan (Battle of the Bridge). Pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan Persia. Meskipun demikian, ancaman dari kaum Muslimin tidak pernah berhenti. Kaum Muslimin pun segera melakukan persiapan yang lebih baik dengan pimpinan pasukan dipegang oleh Khalid ibn Walid. Pada masa pemerintahan Khalifah `Umar ibn al-Khattāb ,pasukan kaum Muslimin berhasil mengalahkan kekuatan Persia yang dipimpin oleh jenderal Rustam Farrokhzad di alQadisiyyah pada tahun 637 M dan mengancam ibukota Ctesiphon. Kota Ctesiphon jatuh ke tangan kaum Muslimin setelah diadaan serangan yang berulang-ulang. Yazdegerd melarikan diri ke arah timur dari kota Ctesiphon, meninggalkan perbendaharaan negara yang sangat banyak. Sesudah itu, kaum Muslimin berhasil menaklukkan kota Ctesiphon dan mendapatkan sisa-sisa pemerintahan kerajaan Sasania beserta dengan kekayaannya. Beberapa orang gubernur Sasania yang masih bertahan mencoba untuk menggabungkan kekuatan mereka dalam rangka melakukan serangan balik. Tetapi usaha mereka ternyata kandas disebabkan kurangnya otoritas pusat yang kuat, dan pasukan gabungan itu pun akhirnya berhasil dikalahkan oleh pasukan kaum Muslimin dalam pertempuran di Nihawand. Suatu kerajaan, dengan tidak adanya struktur komando dalam pasukan militernya, tidak adanya orang-orang yang dapat dikumpulkan untuk dijadikan tentara, sumber-sumber keuangannya yang secara efektif telah hancur, dan juga anggota keksatriaan yang sedikit demi sedikit mengalami kehancuran, maka sekarang kerajaan ini tidak lagi berdaya untuk menghadapi invasi yang dilakukan kaum Muslimin. Mendengar berita kekalahan yang dialami pasukannya di Nihawand, Yazdegerd bersama-sama dengan anggota keluarga istana lainnya terus melarikan diri ke propinsi bagian timur Khurasan. Ia kemudian meninggal karena dibunuh oleh seorang tukang giling di Merv pada tahun 651. Sementara itu sisa-sisa anggota istana dan para bangsawan lainnya menetap di Asia Tengah. Para bangsawan ini selanjutnya memiliki sumbangan yang besar terhadap penyebaran kebudayaan dan bahasa Persia di wilayah-wilayah tersebut. Mereka juga berjasa besar karena merupakan dinasti Islam pertama yang didirikan oleh orang Iran, yaitu dinasti Saman. Keruntuhan kerajaan Sasania secara tuntas terjadi dalam kurun waktu lima tahun dan semua wilayahnya masuk ke dalam pemerintahan Islam. Pasukan kaum Muslimin berkalikali melakukan pembersihan terhadap kota-kota seperti Rayy, Isfahan, dan Hamadan dari kelompok-kelompok pemberontak. Sebagian penduduknya ada yang masuk Islam dan sebagian lainnya tetap memeluk agama lamanya. Mereka yang tidak masuk Islam dikategorikan sebagai penduduk dhimmi dan diwajibkan membayar jizya sebagai jaminan kehidupannya.8 2. Aspek – Aspek dalam Kehidupan bangsa Persia A. Aspek Sosial Bangsa Persia Bangsa Persia pada umumnya hidup nomaden. Mereka tinggal di kemah-kemah dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya demi mencari rerumputan segar dan keadaan cuaca yang lebih baik setiap tahun. Hal inilah yang membentuk watak bangsa Persia menjadi keras, individualis, dan terkadang merampok sanak saudaranya yang lebih beradab. Namun, dalam perkembangannya, bangsa Persia mengalami kejemuan dalam menjalani kehidupan itu. Akhirnya mereka hidup menetap dan bertani. Bahkan dalam bidang pertanian bangsa Persia memiliki irigasi dengan sebutan Kareze yang membagun irigasi buka tutup di bawah kanal. mereka hanya membuka kanal pada saat musim kemarau. sistem ini sangat kompleks dan pada mulanya gagal diterapkan, tapi setelah melalu beberapa perbaikan, akhirnya bisa mengairi tanaman secara benar. Hidup di alam bebas dengan memperhatikan kepemilikan di antara para pemukim, yang kemudian membentuk kehidupan bangsa Persia menjadi bangsa yang berhati ikhlas, pemurah, dan suka menjamu tamu. Di samping itu, bangsa Persia juga sangat mencintai ilmu pengetahuan, yang pada akhirnya membawa bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri dan independen, tidak bergantung pada bangsa Arab yang mayoritas menempati wilayah Timur Tengah. Mata pencaharian bangsa Persia kini di samping bertani adalah berternak biri-biri dan kambing. Secara fisik, mereka memiliki postur tubuh yang tegap, besar dan tinggi, berambut keriting dan hidung mancung. Warna kulit mereka merupakan perpaduan antara putih Eropa dan kuning langsat Asia. 8 Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta,: Raja Grafindo Persada 2008).,hal 78. B. Bahasa Bangsa Persia Bahasa yang digunakan bangsa Persia adalah bahasa Persia sendiri, yang merupakan bahasa tertua di dunia, termasuk jika dibandingkan dengan bahasa Arab. Bangsa Persia kini tersebar di wilayah Iran dan sekitarnya. Karena itu, tidaklah mengherankan jikalau bahasa Persia merupakan bahasa resmi Iran, juga Afghanistan dan Tajikistan. Sementara itu, bahasa Turki, Kurdi, Arab, Lori, Gilani, Mazandarani, dan Baluchi, merupakan bahasa setempat bangsa minoritas yang mendiami wilayah Iran.9 C. Sistem Kepercayaan Bangsa Persia Sejarah menyebutkan bahwa agama awal bangsa Persia adalah Zoroastrianisme Agama Zoroaster ini mempunyai dua jenis sekte, yakni Mani dan Mazdak. Sekte Mani adalah yang pertama kali mengemukakan gagasan bahwa alam semesta disebabkan oleh kegiatan setan, dan karenanya pada dasarnya alam itu adalah jahat. Adapun sekte Mazdak mengajarkan bahwa keanekaragaman hal-hal bersumber dari campuran dua prinsip yang abadi dan mandiri yang disebutnya Shid (terang) dan Tax (gelap). Ajaran sekte ini berpendapat bahwa kenyataan percampuran terang dengan gelap dan pemisahan akhir keduanya, benar-benar aksidental dan sama sekali bukanlah hasil dari memilih. Tuhan, menurut Mazdak, memiliki sensasi, dan mempunyai empat energi utama dalam kehadiran abadinya, yaitu daya untuk membedakan, mengingat, mengerti, dan bahagia. Menurut Mazdak, semua manusia adalah sama, dan faham tentang milik perseorangan diperkenalkan oleh setan jahat, yang tujuannya adalah mengubah jagad raya Tuhan ini menjadi arena kesengsaraan tanpa akhir. Aspek ajaran Mazdak telah mengguncang kesadaran Zoroaster, dan pada akhirnya mengakibatkan kehancuran para pengikutnya, meskipun sang Tuhan telah membuat api kudus, dan bersaksi bagi kebenaran misinya.10 9 Ajat Sudrajat & Miftahuddin, Op.Cit ., hal. 50-51 Wikipedia, “ Kepercayaan Zoroasther” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kepercataan_Zoroasther ( diakses pada tanggal 13 pukul 15.30 wib ) 10 D. Pemerintahan Bangsa Persia 1. Aspek Hukum Meskipun dapat berlaku kejam seperti raja-raja Semitik di Asiria dan Babilonia, paling tidak pada mulanya para penguasa Persia tampaknya berupaya memperlihatkan keadilan dan menjalankan hukum hingga taraf tertentu sewaktu berurusan dengan bangsabangsa taklukan mereka. Agama mereka tampaknya memuat konsep tertentu tentang etika. Selain Ahura Mazda, dewa utama mereka, dewa penting lain ialah Mitra, yang tidak hanya dikenal sebagai dewa perang tetapi juga sebagai dewa perjanjian, yaitu dewa yang mata dan telinganya selalu siap mengamati orang-orang yang melanggar perjanjian. Sejarawan Yunani bernama Herodotus, menulis tentang orang Persia, ”Mereka mendidik anak-anak lelaki mereka sejak usia lima hingga dua puluh tahun, dan mengajarkan tiga hal saja kepada mereka: menunggang kuda, memanah, dan mengatakan kebenaran.” Menurut mereka, dusta adalah hal yang paling menjijikkan.” Walaupun sejarah para penguasa Persia menunjukkan bahwa mere ka tidak sama sekali bebas dari intrik dan sikap bermuka dua, pada dasarnya mereka berpaut pada prinsip yang menjadi ciri suku mereka, yaitu ’menepati janji’, dan hal ini terlihat dari keteguhan mereka berpegang pada ”hukum orang Media dan Persia” yang tidak dapat diubah. 2. Administrasi Persia Orang Persia mahir di bidang administrasi dan ini nyata dalam pengorganisasian Imperium Persia. Selain dewan penasihat pribadi raja, yang terdiri dari ”tujuh pembesar Persia dan Media” ada para satrap yang berkuasa atas wilayah-wilayah atau negeri-negeri yang penting, seperti atas Media, Elam, Partia, Babilonia, Asiria, Arab, Armenia, Kapadokia, Lidia, Ionia, dan, seraya imperium itu mengembangkan sayapnya, atas Mesir, Etiopia, dan Libia. Para penguasa distrik ini mendapat otonomi tertentu dalam pemerintahan distrik mereka, termasuk pengelolaan urusan pengadilan dan keuangan di daerah mereka. Dalam sebuah distrik, kelihatannya ada gubernur bawahan untuk distrik-distrik yurisdiksi (yang jumlahnya 127 pada zaman Raja Ahasweros), dan dalam distrik-distrik yurisdiksi ada pembesar-pembesar dari berbagai bangsa yang menjadi penduduk distrik itu. E. Seni dan Arsitektur Persia Kesenian Persia mencerminkan kehidupan di istana. Para penguasa Persia mengukir gambar timbul yang bagus di batu karang berkaitan dengan kerajaan mereka untuk merayakan kemenangan mereka dari para musuh. Dalam gambar timbul Behistun, Darius diperlihatkan sedang mengalahkan para pemberontak (521 SM). Berbagai gambar timbul kemenangan ini menunjukkan orang asing Yang telah ditaklukkan sedang mempersembahkan upeti kepada Darius. Para penguasa Persia juga membanggakan diri karena istana mereka yang indahindah. Koresy mengikuti gaya istana Media di Ekbatana ketika membangun ibu kotanya, Pasargadae. Raja Darius memilih Persepolis sebagai lingkungan untuk istananya pada tahun 520 SM. Membangun dan memperindah Persepolis dimulai dengan pengganti Darius, dan berlangsung sampai kejatuhan Persepolis di bawah Darius III pada tahun 330 SM. Persepolis sendiri berasal dari terjemahan bahasa Yunani dari nama kota ini, Perses polis atau "Kota Persia". Tempat ini dikenal sebagai Tahta Jamshid dan Parseh. Kota ini dibangun dengan arsitektur yang megah dan rumit karena terinspirasi oleh model Mesopotamia. Kota kuno yang terletak di 70 kilometer timur laut Shiraz dihiasi perak dan emas. Pahatan-pahatan kualitas tinggi ada di tiap peninggalan.11 11 Tim Kingfisher. Ensiklopedia Sejarah Dan Budaya Jilid 1. (Jakarta: 2009. PT. Lentera Abadi).,hal 36. Daftar Pustaka Badri, Yatim. Sejarah Peradaban Islam.Jakarta,: Raja Grafindo Persada 2008 Kingfisher, Tim. Ensiklopedia Sejarah Dan Budaya Jilid 1.Jakarta: 2009. PT. Lentera Abadi. Noor, Yusliani. Timur Tengah (Asia Barat Day): Dalam Panggung Sejarah.Banjarmasin: PSP Sejarah FKIP Unlam, 2010. Sudrajat, Ajat & Miftahuddin. Diktat Pengantar Sejarah Asia Barat.Yogyakarta: UNY,2008. Sihbudi, Riza,dkk, Profil Negara- Negara Timur Tengah Buku I . Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995. Laman : Wikipedia, “ Kekaisaran Parthia” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/kekaisaran_Parthia ( diakses pada tanggal 11 April pukul 20.10 wib) wikibooks, “ Kekaisaran Parthia” dalam https://id.m.wikibooks.org/wiki/Sejarah_Kekaisaran/Parthia ( diakses pada tanggal 11 April pukul 20.10 wib) Wikipedia, “ Kepercayaan Zoroasther” dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kepercataan_Zoroasther ( diakses pada tanggal 13 pukul 15.30 wib )