Uploaded by elfindayusanti0445

fraktur mandibula tutor

advertisement
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makalah ini disusun berdasarkan skenario :
Dokter… tolong bantu teman saya
Pasien laki-laki usia 28 tahun dating ke IGD RSGM dengan keluhan
kecelakaan motor vs motor lalu lintas 0,5 jam sblm dating ke RS, pasien
menggunakan helm, pingsan(+), mual(-), untah(-) allo anemnesa didapatkan
pasien jatuh tengkurap dgn dagu membentur aspal jalan. Pada pemeriksaan
didapatkan status kesadaran apatis, GCS E4V4M5, vulnus apertum simpisis
disertai perdarahan oozing, vulnus laceratum di pipi pelpis, step off border
inferior mandibular, fase movement(+), pda pemeriksaan intra oral di dapatkan
maloklusi disertai open bite. Lengkungan rahang mandibular anterior displaced
kearah dorsal.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan definisi dari fraktur mandibula
2. Menjelaskan etiologi dari fraktur mandibula
3. Menjelaskan klasifikasi fraktur mandibula
4. Menjelaskan dampak dan penanganan fraktur mandibula
1.3 Identifikasi dan Analisa Masalah
1. Diagnosa Skenario ?
Jawab : Fraktur Mandibula
2. Penanganan awal pasien pada skenario ?
Jawab : anamnesis, kemudian diliat pada gambaran klinis pada pasien.
1
2
3. Pemeriksaan pasien pada skenario ?
Jawab : pemeriksaan klinis (ABCDE), pemeriksaan penunjang.
4. Apa komplikasi jika tidak ada tindakan lanjut ?
Jawab : makin parah
5. Apa prognosis dari scenario ?
Jawab : baik, jika tidak memiliki riwayat, segera ditangani
6. Bagaimana pemeriksaan status kesadaran ?
Jawab : GCS
7. Dimana letak fraktur yang sering terjadi ?
Jawab : mandibula (coronoid)
8. Pemeriksaan penunjang untuk pasien ?
Jawab : rontgen, panoramic.
1.4 Problem Tree
Fraktur mandibula
definisi
epidemiologi
Etiologi
Patofisiologi
Gambaran
klinis
Klasifikasi
Pemeriksaan
Komplikasi
Prognosis
penatalaksanaa
n
3
1.5 Sasaran Belajar
1. Definisi Fraktur Mandibula dan Anatomi Mandibula
2. Epidemiologi Fraktur Mandibula
3. Etiologi Fraktur Mandibula
4. Patofisiologi Fraktur Mandibula
5. Gambaran Klinis Fraktur Mandibula
6. Klasifikasi Fraktur Mandibula
7. Pemeriksaan Fraktur Mandibula
8. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
9. Komplikasi Fraktur Mandibula
10. Prognosis Fraktur Mandibula
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definsi Fraktur Mandibula dan Anatomi Mandibula
Fraktur Mandibula adalah putusnya kontimitas tulang mandibula. Hilangnya
kontimitas pada rahang bawah (mandibula) yang diakibatkan trauma oleh wajah
ataupun keadaan patologis dan dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan
benar.
(Sobotta, 2000)
2.2 Epidemiologi Fraktur Mandibula
Epidemiologi fraktur mandibula berdasarkan jumlah garis fraktur antara lain,
fraktur mandibula yang memiliki 1 garis fraktur sebesar 68,6%, fraktur mandibula
yang memiliki 2 garis fraktur sebesar 32%, dan fraktur mandibula yang memiliki
lebih dari 2 garis fraktur sebesar 1% (Putri RAD dkk, 2015). Fraktur mandibula
lebih banyak terjadi dari pada fraktur maxilla, laki-laki lebih banyak dibandingkan
perempuan dengan rasio 4:1, insidensi tertinggi fraktur mandibula terjadi pada
rentang usia 21-30 tahun, insidensi terendah fraktur mandibula terjadi pada rentang
usia 61-70 tahun (Hakim AHA, 2016). Sedangkan epidemiologi fraktur mandibula
berdasarkan lokasi anatomis disajikan dalam gambar berikut ini.
4
5
2.3 Etiologi Fraktur Mandibula
Etiologi dari fraktur mandibula antara lain; trauma oleh wajah atau keadaan
patologis, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan mobil, perkelahian, terjatuh, terkena
benturan benda keras, dan lain-lain (Hakim AHA, 2016).
2.4 Patofisiologi Fraktur Mandibula
Fraktur mandibula bisa dikarenakan traumatik dan patologi. Traumatik
maupun patologi menyebabkan tekanan yang besar dan tidak dapat ditolerir oleh
mandibula, sehingga terjadi dislokasi berupa perubahan posisi rahang yang
menyebabkan maloklusi atau tidak berkontaknya rahang atas dan rahang bawah.
Kemudian penderita akan mengalami pergerakan abnormal pada rahang dan rasa
yang sakit jika menggerakan rahang, pembengkakan, suara krepitasi, terdapat laserasi
pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitar fraktur karena pada saat
kecelakaan terkena benturan. Diskolorisasi pada daerah fraktur akibat pembengkakan,
penyempitan pembukaan mulut, hipersalivasi dan halitosis, serta berkurangnya efek
self cleansing karena gangguan fungsi pengunyahan (Soepardi dkk, 2006).
6
2.5 Gambaran Klinis Fraktur Mandibula
Gambaran klinis fraktur mandibula antara lain; perubahan oklusi (openbite
posterior terjadi o/k fraktur proc. alveolaris anterior atau parasimfisis, openbite
unilateral terjadi o/k fraktur ipsilateral angulus atau parasimfisis), anastesia,
parasthesia, atau dystesia pada bibir bawah, perubahan kontur wajah dan mandibula,
perubahan gerak mandibula, laserasi, hematoma, echymosis, kehilangan gigi dan
krepitasi pada palpasi serta dolor, tumor, rubor, dan colours (Edwins S, 2016).
2.6 Klasifikasi Fraktur Mandibula
a. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pola fraktur, antara lain:
1. Unilateral: Fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi mandibula (Ronal dkk,
2016).
2. Bilateral: Fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi trauma langsung dan tidak
langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula (Ronal dkk, 2016).
3. Multiple: Variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua atau lebih garis
fraktur pada satu sisi mandibula (Ronal dkk, 2016).
b. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan ada tidaknya gigi, antara
lain:
1. Fraktur kelas 1: Gigi terdapat di dua sisi fraktur, penangan pada fraktur kelas 1 ini
dapat melalui interdental wiring (memasang kawat pada gigi) (Bakar A, 2015).
2. Fraktur kelas 2: Gigi hanya terdapat di salah satu fraktur (Bakar A, 2015).
3. Fraktur kelas 3: Tidak terdapat gigi di kedua sisi fraktur, pada keadaan ini
dilakukan melalui open reduction, kemudian dipasangkan plate and screw, atau bisa
juga dengan cara intermaxillary fixation (Bakar A, 2015).
7
c. Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan hubungan dengan jaringan
sekitar, antara lain:
1. Fraktur simple/tertutup: kulit di sekeliling fraktur sehat dan tidak sobek (Natu SS
dkk, 2012).
2. Fraktur terbuka: kulit di sekitar fraktur sobek sehingga fragmen tulang
berhubungan
dengan
dunia
luar
(bone
expose)
dan
berpotensi
untuk menjadi infeksi. Fraktur terbuka dapat berhubungan dengan ruangan di tubuh
yang tidak steril seperti rongga mulut (Natu SS dkk, 2012).
3. Fraktur komplikasi: fraktur tersebut berhubungan dengan kerusakan jaringan atau
struktur lain seperti saraf, pembuluh darah, organ visera atau sendi (Natu SS dkk,
2012).
2.7 Pemeriksaan Fraktur Mandibula
1. ABC
Airway  jalan nafas dimulai dari mulut dan hidung menuju ke faring, laring,
melewati epiglottis, trakea dan menuju percabangan bronkus (Sergio, 2013).
Secara umum sumbatan jalan nafas :
a. Obstruksi partial :
-
Gurgling (berasal dari darah, cairan, dll)
-
Snoring (suara seperti mengorok)
-
Crowing (seperti tercekik) (Sergio, 2013).
b. Obstruksi total (Sergio, 2013).
Breathing  Look, Listen, Feel (Sergio, 2013).
8
Circulation  cek di arteri comunis, chest compression (Sergio, 2013).
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang, antara lain:
1. Radiografi panoramik
Foto Panoramik / oblique lateral kanan dan kiri, dapat memperlihatkan
keseluruhan mandibula dalam satu foto. Pemeriksaan ini memerlukan kerjasama
pasien dan sulit dilakukan pada pasien trauma, selain itu kurang memperlihatkan
TMJ, pergeseran kondilus medial dan fraktur prosessus Alveolar. Dapat digunakan
untuk fraktur corpus dan condyle mandibula (Birnbaum W, 2009).
2. Radiografi reverse towne (Birnbaum W, 2009).
3. Pemeriksaan radiografik definitive
Fotopolos mandibula, PA, Oblik Lateral (Birnbaum W, 2009).
4. CT scan
Baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat dengan panorex (Birnbaum W,
2009).
3. GCS (Glasgow Coma Scale / Glasgow Coma Score)
GCS merupakan metode untuk menghitung tingkat kesadaran pada seorang
korban setelah terjadi cedera traumatik. Skala ini membagi tiga kategori respon
pasien yaitu respon membuka mata yang terbaik, respon verbal, respon motorik.
Tingkat respon menunjukkan gangguan (Ireland, 2015). Tujuan dari GCS untuk
mengkategorikan
pasien
dengan
cedera
kepala
kepalaringan, sedang, dan berat (Munakomi, 2015).
Skor GCS 13-15 : Cedera kepala ringan (Cottrell, 2017).
Skor GCS 9-12 : Cedera kepala sedang (Cottrell, 2017).
Skor GCS <8 : Cedera kepala berat (Cottrell, 2017).
traumatis
menjadi
cedera
9
4. Tingkat Kesadaran
 Kompos mentis, merupakan kondisi sadar sepenuhnya. Pada kondisi ini,
respon pasien terhadap diri sendiri dan lingkungan sangat baik. Pasien juga
dapa menjawab pertanyaan penanya dengan baik. Nilai GCS untuk kompos
mentis adalah 15-14 (Birnbaum W, 2009).
 Apastis, merupakan kondisi di mana seseorang tidak peduli atau merasa
segan terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai GCS untuk apatis adalah 13-12
(Birnbaum W, 2009).
 Delirium, merupakan kondisi menurunnya tingkat kesadaran yang disertai
dengan kekacauan motorik. Nilai GCS adalah 11-10 (Birnbaum W, 2009).
 Somnolen, merupakan kondisi dimana pasien bisa dibangunkan dengan
menggunakan rangsangan. Nilai GCS untuk somnolen adalah 9-7 (Birnbaum
W, 2009).
 Sopor, merupakan kondisi dimana pasien tidak dapat bangun dengan
sempurna dan tidak mampu memberikan respons verbal dengan baik. Nilai
GCS adalah 6-5 (Birnbaum W, 2009).
 Semi-koma atau koma ringan, merupakan kondisi penurunan kesadaran di
mana pasien tidak dapat memberikan renspons pada rangsangan verbal dan
bahkan tidak dapat dibangunkan sama sekali. Tetapi jika diperiksa melalui
mata maka masih akan terlihat refleks kornea dan pulpil yang baik. Nilai GCS
untuk semi-koma adalah 4 (Birnbaum W, 2009).
10
 Koma, merupakan kondisi penurunan tingkat kesadaran yang sangat dalam.
Dalam kondisi ini tidak ditemukan adanya gerakan spontan dan tidak muncul
juga respons terhadap rangsangan nyeri. Nilai GCS untuk koma adalah 3
(Birnbaum W, 2009).
2.8 Penatalaksanaan Fraktur Mandibula
Pada prinsipnya ada dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara
tertutup atau disebut juga perawatan konservatif dan cara terbuka yang ditempuh
dengan cara pembedahan. Pada teknik tertutup imobilisasi dan reduksi fraktur dicapai
dengan penempatan peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka
bagian yang mengalami fraktur di buka dengan pembedahan dan segmen fraktur
direduksi serta difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat/plat yang
disebut dengan Wire atau plate osteosintesis. Kedua teknik ini tidak selalu dilakukan
tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau disebut dengan prosedur
kombinasi. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu diperhatikan prinsipprinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami fraktur akan kembali
atau dapat mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi mastikasi yang baik
(Arini FN dkk, 2013). Usaha mengatasi infeksi berhubungan erat dengan penggunaan
antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan, antara lain chloramfenikol, vancomycin,
ceftriakson, ceptazidine (Hadira, 2016).
2.9 Komplikasi Fraktur Mandibula
Penatalaksaaan fraktur yang tertunda akan menyebabkan gangguan
penyembuhan tulang antara lain delayed union, malunion, dan non union. Delayed
union adalah keadaan penyembuhan dan penyambungan tulang yang tertunda.
Malunion adalah keadaan tulang fraktur yang sembuh dalam posisi yang tidak
memuaskan dan menyebabkan kelainan bentuk yang berarti. Hal ini dapat dapat
terjadi karena imobilisasi yang tidak adekuat, misalignment pada saat imobilisasi,
atau pelepasan alat fiksasi tulang yang terlalu awal atau imobilisasi lain. Nonunion
adalah kegagalan dari tulang yang fraktur untuk menyambung setelah periode yang
dibutuhkan untuk sembuh normal. Ada dua jenis nonunion yaitu fibrous nonunion
dan pseudoarthrosis. Fibrous non-union adalah fraktur sembuh dengan adanya
jaringan fibrous. Pada keadaan nonunion tipe ini terdapat faktor-faktor untuk
penyambungan tulang yaitu imobilisasi internal dalam jangka waktu yang cukup,
tetapi ada faktor lain yang menghalangi penyembuhan tulang misalnya infeksi.
Pseudoarthrosis adalah nonunion terjadi karena gerakan yang terjadi terus menerus
11
pada sisi fraktur, menstimulasi terjadinya false joint (Arini FN dkk, 2013).
Komplikasi setelah perawatan fraktur mandibula adalah infeksi, biasanya dikarenakan
terjadi tekanan yang berlebihan pada daerah fraktur. Komplikasi (infeksi
pascaoperatif, malunion, atau nonunion) jarang terjadi pada anak-anak karena potensi
osteogenik anak yang besar, tingkat penyembuhan yang lebih tinggi (Hadira, 2016;
Hakim, 2016).
2.10 Prognosis Fraktur Mandibula
Prognosis fraktur mandibula baik bila penatalaksanaan dilakukan sesuai
prosedur dari tahap reduksi, fiksasi, immobilisasi maupun rehabilitasi. Jika tidak
dilakukan sesuai prosedur maka prognosis menjadi buruk karena akan memperburuk
keadaan (Bhagol, 2013).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fraktur Mandibula adalah putusnya kontimitas tulang mandibula. Hilangnya
kontimitas pada rahang bawah (mandibula) yang diakibatkan trauma oleh wajah
ataupun keadaan patologis dan dapat berakibat fatal apabila tidak ditangani dengan
benar. Etiologi Fraktur Mandibula dapat berupa, kecelakaan sepeda motor,
kecelakaan mobil, perkelahian, terjatuh. Pemeriksaan GCS juga penting untuk
diketahui agar penanganan Trauma dapat dilaksanakan tepat sasaran. Penatalaksanaan
fraktur mandibular ada 2 cara, yaitu cara tertutup atau disebut juga perawatan
konservatif dan cara terbuka yang ditempuh dengan cara pembedahan. Kedua teknik
ini tidak selalu dilakukan tersendiri tetapi kadang-kadang diaplikasikan bersama atau
disebut dengan prosedur kombinasi. Pada penatalaksanaan fraktur mandibula selalu
diperhatikan prinsip-prinsip dental dan ortopedik sehingga daerah yang mengalami
fraktur akan kembali atau dapat mendekati posisi anatomis sebenarnya dan fungsi
mastikasi yang baik. Penatalaksaaan fraktur yang tertunda akan menyebabkan
gangguan penyembuhan tulang antara lain delayed union, malunion, dannon union.
Prognosis baik bila penatalaksanaan dilakukan sesuai prosedur dari tahap reduksi,
fiksasi, immobilisasi maupun rehabilitasi. Jika tidak dilakukan sesuai prosedur maka
prognosis menjadi buruk karena akan memperburuk keadaan.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah di atas.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
 Arini FN, Rahmat M, Astuti ERT. Refrakturasi Dalam Upaya Koreksi
Malunion Pada Fraktur Mandibula Multipel. Makassar Dental Journal. 2013.
2(4): 1-7.
 Bakar A. 2015. Buku Kedokteran Gigi Klinis. Yogyakarta: CV. Quantum
Sinergis Media.
 Birnbaum, warren. 2009. Oral Diagnosis The Clinician’s Guide. Jakarta:
EGC.
 Cottrell JE, Patel P. 2017. Brain Metabolism, The Pathophysiology Of Brain
Injury, And Potential Beneficial Agents And Techniques Neuroanesthesia 6th
Edition. USA: Elsevier.
 Hadira, Endang S, Bilzardy FZ. Penatalaksanaan Fraktur Mandibula Pada
Anak Dengan Cedera Kepala Sedang. MKGK. 2016 ; 2 (1).
 Hakim AHA, et al. Deskripsi Fraktur Mandibula pada Pasien Rumah Sakit
Umum Daera Ulin Banjarmasin Periode Juli 2013 - Juli 2014. DENTINO
Jurnal Kedokteran Gigi. 2016. 1 (2).
 Ireland R. 2015. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC.
 Munakomi S, Kumar BM. Neuroanatomical Basis of Glasgow Coma Scale-A
Reappraisal. Neuroscience and Medicine. 2015; 6.
 Natu SS, Pradhan H, Gupta H, Alam S, Gupta S, Pradhan R, et al. Anepidemi
ological study on pattern and incidence of mandibular fractures. Plast Surg
Int. 2012.
 Putri RAD, Pamungkas KA, Mursali LB. Angka Kejadian Fraktur Mandibula
Berdasarkan Lokasi Anatomis Di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Periode Januari 2011 – Desember 2013. JOM FK. 2015. 1(2): 1-14.
Riau
14
 Ronal, et al. Fracture Comminuted Bilateral pada Mandibula. MKGK. 2016.
2(2): 59-64.
 Saleh Edwin drg. Fraktur Maksila dan Tulang Wajah Sebagai Akibat Trauma
Kepala. 2 Desember 2016. PDGI Cabang Gunung Kidul-RSGM UMY.
 SOBOTTA, Johannes. 2000. Atlas de Anatomia Humana. 21ed. Rio de
Janeiro: Guanabara Koogan.
 Soepardi E A, Iskandar N. 2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorakan Kepala Leher. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia.
Jakarta.
Download