TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) 3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN JAVANESSE ENCEFALITIS Dosen Pembimbing : Hepta Nur A., S.Kep.,Ns.,M.Kep Oleh : Ika Wardatul Jannah P27820118003 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA 2020/2021 KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Javanesse Encefalitis” dari segi konsep teoritis dan hasil jurnal ilmiah yang dipublikasikan melalui media internet. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang encephalitis ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca. Surabaya, 02 Februari 2021 Penulis DAFTAR ISI Halaman Judul......................................................................................... i Kata Pengantar ........................................................................................ ii Daftar Isi.................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2 1.3 Tujuan ........................................................................................ 2 BAB II PEMBAHASAN 1.1 Konsep Teori Javanese Encefalitis .................................................. 4 2.1.1 Definisi Javanese Encefalitis ............................................... 4 2.1.2 Etiologi Javanese Encefalitis ............................................... 4 2.1.3 Klasifikasi Javanese Encefalitis .......................................... 7 2.1.4 Patofisiologi Javanese Encefalitis ....................................... 8 2.1.5 Manifestasi Klinis Javanese Encefalitis .............................. 10 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Javanese Encefalitis ..................... 10 2.1.7 Penatalaksanaan Javanese Encefalitis ................................. 11 2.1.8 Komplikasi Javanese Encefalitis ......................................... 11 2.1.9 Pengobatan dan pencegahan Javanese Encefalitis ............. 11 2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teori ................................................ 13 2.1.1 Pengkajian ............................................................................ 4 2.1.2 Diagnosa .............................................................................. 4 2.1.3 Perencanaan ........................................................................ 7 2.1.4 Pelaksanaan ......................................................................... 8 2.1.5 Intervensi ............................................................................. 10 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan ................................................................................ 24 3.2 Saran .......................................................................................... 24 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 25 8 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit ke dalam tubuh seseorang. Penyakit infeksi masih menempati urutan teratas penyebab kesakitan dan kematian di Negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagaimana uraian tersebut, maka dalam makalah ini kami akan membahas mengenai salah satu masalah yang diakibatkan oleh terjadinya infeksi terhadap jaringan otak oleh virus, bakteri, cacing, protozoa, jamur, atau ricketsia, yang biasa disebut dengan encephalitis. Encephalitis merupakan radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit, fungus dan riketsia (ArifMansur : 2000). Secara umum gejala ensefalitis berupa demam, kejang dan kesadaran menurun. Penyakit ini dapat dijumpai pada semua umur mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Di USA ensefalitis sering terjadi pada usia 0-3 tahun, sekitar 10-20 % di USA, persentase lebih tinggi dibandingkan negara-negara yang belum berkembang. Ada banyak tipe-tipe dari ensefalitis, kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi yang disebabkan oleh virus-virus. Ensefalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak. Dengan gejala-gejala seperti panas badan meningkat, sakit kepala, muntah-muntah lethargi, kaku kuduk, gelisah, serta gangguan pada penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang. Virus atau bakteri memasuki tubuh melalui kulit, saluran nafas dan saluran cerna, setelah masuk ke dalam tubuh, virus dan bakteri akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara. Salah satunya adalah pada jaringan otak yang nantinya akan menyebabkan ensefalitis. Berdasarkan faktor penyebab yang sering terjadi maka ensefalitis diklasifikasikan menjadi enam tipe, yaitu : ensefalitis supurativa, ensefalitis siphylis, ensefalitis virus, ensefalitis karena fungus, ensefalitis karena parasit, dan riketsiosa serebri. 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Javanesse Encefalitis”. 1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan Umum Menambah pengetahuan mahasiswa mengenai ensefalitis serta mampu menerapkan asuhan keperawatan yang dilakukan pada masalah ensefalitis. 1.3.2 Tujuan khusus a. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi Encephalitis ? b. Mahasiswa dapat menjelaskan Etiologi Encephalitis? c. Mahasiswa dapat menjelaskan Klasifikasi Encephalitis ? d. Mahasiswa dapat menjelaskan Patofisiologi Encephalitis ? e. Mahasiswa dapat menjelaskan Menifestasi Klinis Encephalitis ? f. Mahasiswa dapat menjelaskan Pemeriksaan penunjang Encephalitis ? g. Mahasiswa dapat menjelaskan Penatalaksanaan Enchepalitis ? h. Mahasiswa dapat menjelaskan Komplikasi Encephalitis? i. Mahasiswa dapat menjelaskan Pencegahan dan Pengobatan Encephalitis? 10 BAB II PEMBAHASAN 2.1 KONSEP TEORI JAVANESE ENCEFALITIS 2.1.1 Definisi Javanese Encefalitis Ensefalitis adalah peradangan parenkim otak yang berhubungan dengan disfungsi neurologis seperti penurunan kesadaran, kejang, perubahan kepribadian, kelumpuhan saraf kranial, gangguan bicara, dan defisit motorik dan sensorik. Ensefalitis dapat disebabkan oleh etiologi infeksi seperti virus dan bakteri, serta etiologi noninfeksi seperti proses autoimun. Beberapa organisme yang dapat menyebabkan ensefalitis adalah virus herpes simpleks, virus varicella zoster, dan Mycoplasma sp. Di Indonesia, ensefalitis juga bisa menjadi komplikasi berbagai penyakit infeksi tropik, seperti pada infeksi dengue dan malaria Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen yang dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasite. Encephalitis karena bekteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak, sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf melalui peredaran darah, pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amumba diantara amumba Naeglaria fowleri, acanantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka. (Dewanto, 2007) Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap tengkorak dan menyebabkan kematian. Komplikasi jangka panjang dari encephalitis berupa sekuele neurologikus yang Nampak pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya sekuele secaradini. 2.1.2 Etiologi Encephalitis 11 Virus Japanese encephalitis virus (JE) merupakan penyebab terpenting penyakit ensefalitis di Asia. Virus JE ditransmisikan melalui gigitan nyamuk, terutama nyamuk Culex tritaeniorhynchus. Penyakit JE biasanya menyerang anak-anak, tetapi individu di semua kelompok usia juga dapat terinfeksi virus ini. Virus japanese encephalitis berasal dari genus Flavivirus dan familia Flaviviridae dan termasuk dalam arbovirus group B. Virus ini memiliki bentuk yang berdiameter 40-60 nm dan memiliki inti virion yang terdiri dari asam ribonukleat (RNA) rantai tunggal yang sering bergabung dengan protein yang disebut nukleoprotein. Kapsid merupakan pelindung inti virion yang terdiri dari polipeptida yang berbentuk tata ruang dan dibatasi oleh 20 segi sama sisi dengan aksis rotasi ganda. VJE pada umumnya bersifat labil terhadap suhu tinggi dan rentan terhadap berbagai pengaruh disinfektan, pelarut lemak, deterjen, serta enzim proteolik. Virus ini memiliki infektivitas yang paling stabil pada pH 7-9, tapi virus ini dapat dilemahkan oleh eter, radiasi elektromagnetik, dan natrium deoksikolat. VJE berkembangbiak dalam sel hidup, tepatnya dalam sitoplasma. Kesulitan dalam mengisolasi virus dari darah pasien disebabkan karena VJE memiliki masa viremia yang pendek. Namun bila organ otak yang terinfeksi, akan sangat sulit dilakukan isolasi virus karena alasan budaya (Kemenkes RI, 2013). Etiologi ensefalitis selengkapnya adalah: Virus: HSV tipe 1 dan 2, virus varicella zoster (VZV), virus EpsteinBarr (EBV), cytomegalovirus (CMV), arbovirus, rabies, influenza, adenovirus, mumps, virus campak, virus dengue, virus japanese encephalitis Bakteri: Rickettsia spp, Ehrlichia spp, Borrelia burgdorferi, Mycoplasma spp, Bartonella spp, Mycobacterium spp, Treponema pallidum Fungi: Aspergillus fumigatus, Blastomyces dermatitidis, Candida spp, Cryptococcus neoformans, Coccidioides immitis, Histoplasma capsulatum 12 Parasit: Acanthamoeba, Naegleria fowleri, Entamoeba histolytica, Plasmodium falciparum, Toxoplasma gondii Protozoa: Baylisascaris procyonis, Balamuthia mandrillaris, malaria Autoantibodi: N-methyl D-aspartate receptor antibody, leucin-rich glioma inactivated 1 antibody, anti-Hu, anti-MA, dan anti glutamic acid decarboxylase[1,4,9] 2.1.3 Klasifikasi Encephalitis Klasifikasi penyebab ensefalitis menurut Robin: a. Infeksi virus yang bersifat epidemic 1. Golongan anterovirus, yaitu Poliomyelitis, virus Coxcaskie, virus Echo 2. Golongan virus arbo, yaitu Western Equire encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern Equire encephalitis, Russian spring summer encephalitis, dan Murray valley encephalitis. b. Infeksi virus yang bersifat sporadic, misalnya rabies, herpes simpleks, herpes zoster, limfogranuloma, mumps, lymphocytic choriomeningitis. c. Encephalitis pascainfeksi, pascavarisela, misalnya pascamorbili, pascarubella, pascavaksinia,pascamononukleosis, infeksious, dan jenis yang mengiuti infeksi traktus respiratorius tapi tidak spesifik. 2.1.4 Manifestasi Klinis Encephalitis Manifestasi klinis penyakit JE pada manusia bervariasi, mulai dari gejala ringan seperti demam flu biasa sampai berat bahkan kematian. Pada kasus yang berat, ditemukan gejala sisa pada sekitar 40%-75% kasus berupa kelumpuhan, keterbelakangan mental dan penurunan inteligensia. Tidak semua manusia yang di gigit oleh Culex yang infektif menunjukkan gejala klinis ensefalitis. Masa inkubasi penyakit JE bervariasi antara 4 sampai 14 hari gejala yang dapat muncul antara lain 13 demam dan nyeri kepala. Manifestasi klinis berat dapat berupa demam tinggi mendadak, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, dan kejang hingga tidak sadarkan diri. Individu dengan manifestasi klinis berat memiliki risiko kematian hingga 30% dan memiliki risiko mengalami gejala sisa (sekuele) sebesar 20-30% apabila sembuh. Gejala sisa dapat berupa kelumpuhan, gangguan perilaku, dan kejang berulang.. Adapun gejala-gejala yang mungkin timbul pada masalah encephalitis adalah: a. Panas badan meningkat. b. Sakit kepala. c. Muntah-muntah lethargi. d. Kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. e. Gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. f. Gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan kejang g. Perubahan status mental (gelisah sampai koma) h. Kejang i. Gejala fokal neurologis seperti paralisis j. Disfungsi SSP berat k. Disfasia, hemiparesis l. Fotofobia m. EEG sering menunjukkan aktivitas listrik yang menurun n. Kelemahan otot, diplopia, konvulsi, iritabilita 2.1.5 Patofisiologi Encephalitis Virus masuk ke dalam tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus akan menyebar ke seluruh tubuh melalui cara : 1. Lokal: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu. 2. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah, kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. 3. Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di 14 permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem persarafan. Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis encephalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, foto fobia, sakit kepala, muntah-muntah, kadang disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Pada anak, tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan, pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak. Masa inkubasi virus ini berkisar 4-15 hari. 15 2.1.6 Pemeriksaan Penunjang 1. Biakan: • Dari darah, viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. • Dari likuor serebro spinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. • Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif • Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif 16 2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibody tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul. 3. Pemeriksaan darah : jika di tubuh terdapat virus west mile dalam analisis sampel darah akan menunjukkan peningkatan antibodi terhadap virus atau terjadi peningkatan angka leukosit. 4. Punksi lumbal Likuor serebo spinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa. 5. EEG / Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi system saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan kecepatan.(Smeltzer, 2002) 6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti encephalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal. (Victor, 2001) 2.1.7 Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor, 2001) antara lain : a. Isolasi : bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan pencegahan. b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan oleh dokter : a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis. c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena 17 dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan. d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara polifragmasi. e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema otak f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak. g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak. h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan edema otak. i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau luminal. j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali. k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang sama. l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam. m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai kebutuhan (2-3l/menit). n. Penatalaksanaan shock septik. o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan. p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat per oral. 18 2.1.8 Komplikasi Komplikasi pada ensefalitis berupa : a. Retardasi mental b. Iritabel c. Gangguan motorik d. Epilepsi e. Emosi tidak stabil f. Sulit tidur g. Halusinasi h. Enuresis i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain. 2.1.9 Pengobatan dan Pencegahan Encephalitis a. Pengobatan Terapi yang dapat diberikan untuk mengatasi encephalitis dapat berupa obat-obatan untuk mengurangi keluhan serta mengatasi penyebab yang mendasarinya. Obat-obat untuk mengurangi keluhan dapat berupa obat penghilang nyeri, obat anti inflamasi, obat anti kejang. Sedangkan obat untuk mengatasi penyebab encephalitis tergantung dari penyebab pastinya, apabila disebabkan oleh virus maka diberikan obat anti virus, sedangkan apabila disebabkan oleh bakteri maka diberikan terapi antibiotik. Selain itu dapat pula diberikan terapi supportif untuk menunjang daya tahan tubuh seperti bed rest atau istirahat total, pemberian cairan tambahan melaluli infus, terapi rehabilitasi untuk mengembalikan kemampuan gerak, berbicara, pssikologis dan sebagainya. b. Pencegahan a. Menjaga kebersihan, misalnya dengan sering mencuci tangan dan membersihkan rumah secara teratur. b. Jangan menggunakan alat makan yang sama dengan orang lain. 19 c. Menghindari gigitan nyamuk, kenakan pakaian tertutup saat tidur atau saat keluar rumah pada malam hari, gunakan semprotan anti nyamuk, serta gunakan lotion antinyamuk. d. Vaksinasi, jenis vaksin rutin di Indonesia yang dapat membantu menurunkan resiko terjangkit penyakit ini adalah vaksin MMR (measless, mumps dan rubella). Selain itu, ada beberapa jenis vaksin yang disarankan apabila akan bepergian ke daerah yang beresiko seperti vaksin Japanese encephalitis, vaksin tickborne encephalitis, serta vaksin rabies. 2.1.10 Faktor Resiko Infeksi VJE pada manusia sangat berfariasi, dapat berupa asimtomatik dengan serokonversi antibodi, gejala subklinis atau demam, atau tanda-tanda meningomieloencephalitis akut. Adapun beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya infeksi VJE antara lain tidak adanya antibodi spesifik JE, baik yang didapat secara alamiah ataupun karena di vaksinasi, tinggal di daerah endemik JE, dan perilaku yang dapat meningkatkan risiko tertapapar oleh vektor JE, seperti berada di luar rumah pada malam hari, tidak menggunakan lotion antinyamuk dan tidak menggunakan kelambu pada saat tidur (Kemenkes RI, 2013). Adapun beberapa faktor risiko JE menurut Kementrian Kesehatan RI dalam bukunya “Pedoman Pengendalian Japanese Encephalitis” antara lain sebagi berikut : 1. Agent, yang meliputi : VJE 2. Host, yang meliputi : status imunologi, tinggal/bekerja di daerah dekat dengan reservoir (terutama babi) 3. Lingkungan/environment, yang meliputi : daerah persawahan, 20 curah hujan yang mengakibatkan banyak terdapat genangan air, sanitasi lingkungan yang buruk 4. Vektor, yang meliputi : kepadatan jentik, resistensi terhadapa insektisida 5. Perilaku masyarakat, yang meliputi : pemberantasan tempat perkembangbiakan nyamuk, menghindari gigtan nyamuk (seperti, memakai kelambu, repellent dan obat anti nyamuk lainnya). 2.2 EPIDEMOLOGI Virus japanese encephalitis merupakan penyebab radang otak pada manusia yang ditularkan dari babi melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. Epidemiologi JE telah banyak dilapoorkan di beberapa negara Asia diantaranya Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Korea, Thailand, Vietnam, daerah Selatan-Timur Federasi Rusia dan India. Beberapa tahun terakhir, secara bertahap JE menyebar ke wilayah Asia yang sebelumnya tidak terpengaruh oleh penyakit ini (Sendow & Sjamsul, 2005). Ada dua pola epidemiologi penyakit JE yaitu epidemi dan endemik (Gambar 2.2). Pola epidemi dapat ditemukan terutama di daerah utara yaitu Bangladesh, Bhutan, Republik Rakyat Cina, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Korea Utara, Nepal, Vietnam Utara, India Utara, Utara Thailand, Pakistan, dan Rusia menunjukkan 21 karakteristik musimam yang khas dengan wabah sesekali. Sedangkan pola endemik dapat ditemukan di daerah selatan yaitu Australia, Burma, Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Papua New Guinea (PNG), Filipina, Singapura, Vietnam Selatan, Selatan Thailand, India Selatan, Sri Lanka, dan Timor-Leste yang terjadi secara sporadis pada sepanjang tahun (Wang et al, 2015). Gambar 2.2 Distribusi Global Negara Infeksi Japanese encephalitis Di Indonesia kasus JE pertama kali dilaporkan oleh Kho et al (1972) berdasarkan gejala klinis dan adanya antibodi penghambat aglutin (HI) serta terdapat virus nakayama JE dalam darah seorang penderita (Kanamitsu et al, 1979). Indonesia merupakan negara kepulauan dan agraris, dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, seperti menanam padi di sawah yang merupakan habitat perkembangbiakan nyamuk yang paling baik contohnya vektor JE. Sebagai negara tropis dan agraris, Indonesia memiliki daerah persawahan yang sangat luas dengan populasi yang padat, yang apabila disertai dengan populasi babi yang padat 22 disekitarnya akan meningkatkan risiko terjadinya wabah JE pada manusia. Migrasi nyamuk dari satu negara ke negara lain dapat terjadi. Hal ini dibuktikan dengan adanya isolat VJE yang berasal dari kasus JE di Australia bagian utara, menunjukkan bahwa berdasarkan sequen genomnya, sama dengaan 23 isolat virus yang diidolasi dari Malaysia, Thailand dan Indonesia yaitu termasuk dalam kelompok genotipe 3 (World Health Organization, 2006). 2.1.1 Mekanisme Penularan Gambar 2.3 Mekanisme penularan JE Penyakit JE merupakan penyakit yang termasuk arbovirus (arthropod born viral disease) yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan oleh artropoda. Dalam perjalanan alamiah penyakit arbovirus diperlukan adanya reservoir (sumber infeksi) dan vektor agar siklus penularannya dapat terus berlangsung. Nyamuk merupakan vektor penyebar VJE. Species nyamuk yang banyak ditemukan di lingkungan sekitar rumah adalah Culex. Selain membutuhkan vektor yaitu nyamuk dalam penyebaran VJE, diperlukan juga adanya hewan lain sebagaai host (pejamu) sebagai tempat berkembangbiaknya virus sebelum masuk ke dalam tubuh manusia. Babi merupakan salah satu hewan pejamu VJE karena babi adalah amplifier terbaik bagi perkembangan VJE (Departemen 24 Kesehatan RI, 2007). 25 Pada dasarnya penyakit zoonosis adalah penyakit yang ditularkan dari hewan ke hewan. VJE dapat menyerang manusia disebabkan karena nyamuk yang terinfeksi VJE secara kebetulan menggigit manusia. Populasi nyamuk yang terlalu padat dan nyamuk betina yang memerlukan makanan (darah) untuk bertelur yang kebetulan akhirnya menggigit babi dan manusia (Paramarta, 2009). Siklus penularan JE dapat terjadi anatar sesama hewan, babi, atau hewan besar, atau unggas lainnya serta dari hewan besar lainnya, unggas, atau babi kepada manusia, dimana kedua penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, terutama babi yang merupakan amplifier terbaik. Jika darah babi yang mengandung VJE dihisap oleh nyamuk, maka nyamuk tersebut akan menyebarkan virus melalui gigitannya pada manusia ataupun hewan lain. Jarak terbang nyamuk Culex berkisar antara 1-4 km. Dibandingkan pada siang hari, nyamuk Culex lebih banyak menghisap darah manusia pada malam hari dengan puncak kepadatan pada jam 18.00-22.00. Nyamuk ini lebih banyak menghisap darah diluar rumah dan ditemukan beristrahat di luar rumah maupun didalam rumah. Di luar rumah nyamuk ini beristrahat di rerumputan, dedaunan, pohon, kandang ternak, daun kering dan tempat lainnya. Sedangkan di dalam rumah nyamuk ini berada di pakaian yang menggantung, dinding dan lemari, kolong tempat tidur serta tempat-tempat yang lembab dan gelap (Kemenkes RI, 2013). 26 2.3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI 27 BAB III KESIMPULAN