Uploaded by User89865

GADAR MEDIK ASPIRASI

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus aspirasi benda asing pada saluran napas merupakan masalah yang sering
terjadi di seluruh dunia. Saat bayi dan anak-anak belajar mengenali benda dengan cara
mencium dan menelannya. Walaupun kebanyakan kasus benda asing dapat keluar
dengan sendirinya, namun beberapa jenis benda asing dapat berbahaya dan
memerlukan perhatian serta tindakan segera. Tantangan bagi dokter pelayanan primer
dan unit gawat darurat adalah untuk dapat menentukan apakah pasien tersebut
memerlukan intervensi segera atau hanya memerlukan observasi saja.
Insidensi puncak dari kasus tersebut adalah pada usia 6 bulan hingga 3 tahun
dengan insidensi pada pria maupun wanita adalah sama. Meskipun koin merupakan
benda asing yang paling sering tertelan, impaksi dari duri ikan juga sering terjadi di
daerah yang penduduknya gemar mengkonsumsi ikan.
Anak-anak dapat menelan berbagai macam benda asing, di mana yang tersering
antara lain koin, mainan, batu baterai, jarum, paku payung, sekrup, anting, pensil,
penghapus, pecahan kaca, kunci, kelereng, tulang ikan dan ayam, serta daging.
Penatalaksanaan kasus aspirasi dari benda asing tergantung pada pengalaman klinis dan
pengambilan keputusan berbeda-beda pada setiap kasus. Sekitar 80% benda asing yang
tertelan dapat masuk saluran pencernaan secara spontan, sedangkan sekitar 20% dari
kasus memerlukan intervensi endoskopi.
Di sisi lain, kurang dari 1% kasus tertelannya benda asing akan memerlukan
intervensi pembedahan untuk mengambil benda asing tersebut atau mencegah
komplikasi. Oleh karena itu, kebanyakan kasus dapat diobservasi hingga benda asing
melewati saluran pencernaan. Objek yang tertelan tidak dapat melalui saluran
pencernaan biasanya benda-benda berdiameter besar dan panjang.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang di maksud dengan aspirasi benda asing ?
2. Apa etiologic dari aspirasi benda asing ?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya aspirasi benda asing ?
4. Apa saja tanda dan gejala aspirasi benda asing ?
5. Bagaimana pathway dari aspirasi benda asing ?
6. Aspa saja pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada kasus aspirasi benda
asing ?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada kasus aspirasi benda asing ?
8. Bagaimana penatalaksanaan kasus aspirasi benda asing ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan dengan kasus aspirasi benda asing ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aspirasi benda asing.
2. Untuk mengetahui etiologi dari aspirasi benda asing.
3. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya aspirasi benda asing.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala aspirasi benda asing.
5. Untuk mengetahui pathway dari aspirasi benda asing.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang di lakukan pada kasus aspirasi
benda asing.
7. Untuk mengetahui komplikasi yang terjadi pada kasus aspirasi benda asing.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus aspirasi benda asing.
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dengan kasus aspirasi benda asing.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Aspirasi benda asing adalah kejadian yang sering terjadi terutama pada populasi anakanak. Kejadian ini dapat membahayakan nyawa sehingga diperlukan tindakan ekstraksi benda
asing tersebut dengan segera. Aspirasi adalah masuknya material dari dalam maupun luar
tubuh pada keadaan normal material tersebut tidak ada sehingga menimbulkan respon
obstruktif.
Benda asing di saluran napas adalah benda yang berasal dari luar atau dari dalam
tubuh yang secara fisiologis tidak ada pada saluran napas tersebut. Benda asing yang
berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen sedangkan yang berasal dari dalam
tubuh disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen biasanya masuk melalui
hidung atau mulut, terdiri atas benda padat, cair atau gas. Benda asing eksogen padat
dapat berupa zat organik seperti kacang-kacangan dan tulang, ataupun zat anorganik
seperti paku, jarum, peniti, batu dan lainnya. Benda asing eksogen cair dapat berupa
benda cair yang bersifat iritatif, yaitu cairan dengan pH 7.4. Benda asing endogen dapat
berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, cairan amnion atau
mekonium yang masuk ke dalam saluran napas bayi saat persalinan.
B. Etiologi
Kejadian aspirasi benda asing pada anak balita dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti belum berkembangnya gigi geraham, mekanisme menelan belum
sempurna, jalan napas sempit, kebiasaan meletakkan objek ke dalam mulut, dan
aktivitas fisik yang aktif. Kurangnya pengawasan orang tua juga meningkatkan risiko
aspirasi benda asing. Pada usia yang lebih muda, objek yang sering menjadi penyebab
aspirasi adalah makanan, pada anak yang lebih tua banyak disebabkan oleh benda nonorganik, seperti mainan, koin, dan kancing. Respons inflamasi berkaitan dengan bahan
objek tersebut. Logam biasanya bereaksi minimal, sedangkan bahan lipophilic
merangsang inflamasi akibat kandungan asam lemaknya.
Pada makanan bertepung, sumbatan parsial dapat menjadi total karena sifatnya
yang menyerap air. Aspirasi benda asing berisiko terjadinya gangguan napas,
atelektasis, bronkiektasis, pneumonia berulang, pembentukan jaringan granulasi, serta
asfiksia yang mengancam nyawa. Pada beberapa kasus, benda asing dapat tersangkut
pada glotis yang mengakibatkan gangguan napas akut, suara serak, dan stridor. Jika
objek yang tersangkut sangat kecil, dapat tidak terdeteksi hingga berminggu–minggu.
Asfiksia bisa terjadi pada awal aspirasi ataupun saat tindakan evakuasi benda asing.
Asfiksia akibat aspirasi benda asing memiliki angka kematian hingga 45%, sedangkan
30% pasien yang selamat dapat berkembang menjadi hipoksia ensefalopati.
C. Patofisiologi
Sebagian besar benda asing yang tertelan adalah organik (81%). Benda asing
organik, seperti kacang-kacangan, mempunyai sifat higroskopik sehingga mudah
menjadi lunak dan mengembang oleh air. Dapat juga terjadi jaringan granulasi di sekitar
benda asing sehingga gejala sumbatan bronkus makin mengebat akibatnya timbul
gejala laringotrakeobronkitis, toksemia, batuk dan demam yang tidak terus menerus
(iregular).
Benda asing anorganik menimbulkan reaksi jaringan yang lebih ringan dan
lebih mudah didiagnosa dengan pemeriksaan radiologis karena umumnya bersifat
radioopak. Benda asing yang terbuat dari metal tipis, seperti peniti atau jarum, dapat
masuk ke dalam bronkus yang lebih distal dengan gejala batuk spasmodik. Bendabenda asing yang lama berada di bronkus dapat menyebabkan terjadi perubahan
patologik jaringan sehingga dapat menimbulkan komplikasi, seperti penyakit paru-paru
kronik supuratif, bronkiektasis, abses paru dan jaringan granulasi yang menutupi benda
asing.
Benda asing di bronkus biasanya terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
Biasanya didapatkan riwayat yang khas, yaitu pada saat benda atau makanan di dalam
mulut, sang anak tertawa atau menjerit sehingga pada saat inspirasi laring terbuka dan
makanan atau benda asing tersebut masuk ke dalam laring. Pada saat benda asing
tersebut terjepit di sfingter laring, pasien batuk berulang-ulang (paroksismal) sehingga
terjadi sumbatan pada trakea, mengi dan sianosis. Bila benda asing telah masuk ke
dalam trakea atau bronkus, kadang-kadang terjadi fase asimtomatik selama 24 jam atau
lebih, kemudian diikuti oleh fase pulmonar, dengan gejala yang bergantung pada derajat
sumbatan bronkus. Riwayat batuk bersifat sangat sensitif tetapi tidak spesifik untuk
gejala aspirasi benda asing. Sedangkan riwayat sianosis atau stridor sangat spesifik
namun tidak sensitif untuk aspirasi benda asing.
Faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran
napas antara lain faktor personal (umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, dan
tempat tinggal), kegagalan mekanisme proteksi (tidur, kesadaran menurun, alkoholik,
dan epilepsi), faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik), proses menelan yang
belum sempurna pada anak, faktor gigi, medikal dan surgikal (tindakan bedah, ekstraksi
gigi, dan belum tumbuhnya gigi molar pada anak berumur <4 th), faktor kejiwaan
(emosi dan gangguan psikis), ukuran dan bentuk serta sifat benda asing, dan faktor
kecerobohan (meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik,
makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain pada anak-anak, dan
memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum lengkap).
D. Tanda dan gejala
Manifestasi klinik dari aspirasi benda asing dibagi menjadi 3 fase yaitu:
1. fase awal dimana gejala yang timbul langsung setelah teraspirasi benda asing.
Gejala berupa batuk, terengah-engah, tersedak, rasa tercekik, stridor, wheezing
(suara mengi) dan episode sianosis.
2. fase asimptomatik dimana terjadi beberapa menit dan bulan tergantung dari lokasi
benda asing, derajat obstruksi jalan nafas dan reaksi inflamasi akibat materi dari
benda asing. Pada fase ini benda asing mudah untuk berpindah tempat dan diikuti
dengan perubahan gajala dan tanda namun dapat juga tidak mempelihatkan gejala.
3. fase komplikasi dimana gejala timbul kembali seperti batuk, sesak nafas, sputum,
demam, wheezing, hemoptisis dan disertai dengan komplikasi.
Pada kasus 1 dan 2 terdapat gejala yang khas seperti batuk, sesak nafas dan
ditemukan suara seperti bersiul (whistling sign), lain halnya dengan kasus ke 3 tidak
ditemukan gejala khas dari aspirasi benda asing namun pada pemeriksaan suara nafas
terdapat perbedaan antara paru kanan dan kiri.
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan fisik terutama pada bagian paru
2. Darah lengkap
3. Foto X-ray
4. CT-Scan
5. Bronkoskopi
6. Pemeriksaan Analisa gas darah
G. Komplikasi
1. Atelektasis
adalah
gangguan
perkembangan
paru
yang
disebabkan
berkurangnya pertukaran udara perifer didalam paru.
2. Edema mukosa paru
3. Trakeitis
4. Bronchitis
5. Efusi pleura
6. Kematian
H. Penatalaksanaan
Penanganan aspirasi benda asing dilakukan sesegera mungkin terutama saat
terjadi gagal napas sesuai AHA atau ERC. Pertama, nilai keefektifan batuk, bila tidak
efektif maka segera nilai tingkat kesadaran anak. Pada anak yang sadar, bagi yang
berusia <1 tahun dapat dilakukan 5 kali back blow diikuti dengan 5 kali kompresi dada,
sedangkan pada anak usia >1 tahun dapat dilakukan manuver Heimlich. Pada anak yang
tidak sadar, kriteria ERC dan AHA berbeda, yakni pada ERC yang pertama dilakukan
adalah mengamankan jalan napas, lalu diberikan 5 napas bantuan dan resusitasi jantung
paru. Sedangkan menurut AHA, lakukan resusitasi jantung paru dengan 30 kompresi
dan 2 napas bantuan. Evakuasi benda asing dengan bronkoskopi merupakan pilihan
utama. Bronkoskopi kaku biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Terdapat 2 jenis
bronkoskopi, yaitu fleksibel dan rigid, di mana tipe rigid dibagi lagi menjadi ventilating
dan Venturi. Bronkoskopi fleksibel digunakan untuk ekstraksi benda asing yang berada
di jalan napas distal dan bronkus atas karena diameternya yang kecil dan fleksibilitas
yang lebih besar dibandingkan dengan bronkoskop rigid.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
PRIMARI SURVEI
1. Airway
Pada kasus aspirasi hal yang pertama kali harus di kaji yaitu jalan nafas,
di karenakan pasti akan di temukan sumbatan. Setelah menemukan sumbatan
maka hal yang harus dilakukan yaitu mengeluarkan benda asing tersebut dengan
cara back blow atau bisa juga dengan cara finger swab.
2. Breathing
Menghitung respirasi pasien, melihat apakah terdapat pergerakan
dinding dada pasien, mendengar hembusan nafas pasien, merasakan hembusan
nafas pasien, melihat apakah terdapat otot bantu pernafasan pada pasien, dan
mengauskultasi paru untuk mendengarkan suara nafas. Karna hal tersebut dapat
mengindikasikan apakah terjadi aspirasi partial atau total. Jika pasien
mengalami sesak maka berikan terapi oksigen dan posisikan pasien semi fowler.
3. Circulation
Mengukur tekanan darah, nadi, suhu, CRT, dan sianosis.
4. Disability
Memeriksa tingkat kesadaran dari pasien dan reaksi pupil.
5. Exposure
Memeriksa apakah terdapat cedera pada bagian seluruh tubuh pasien
dari bagian kepala hingga bagian kaki.
SECONDARY SURVEI
1. Alergi
Menanyakan apakah pasien mempunyai alergi obat-obatan ataupun
makanan.
2. Medikasi/obat-obatan
Apakah pasien sedang menjalani pengobatan yang mengharuskan
pasien mengkonsumsi obat secara rutin.
3. Pertinent medical history
Menanyakan Riwayat penyakit kepada pasien.
4. Last meal
Menanyakan makanan dan minuman apa yang terakhir di konsumsi oleh pasien.
5. Event
Menanyakan kejadian yang menyebabkan keluhan utama.
B. Diagnosa
Diagnosa Keperawatan :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi esofagus
2. Defisit Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan disfagia
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
4. Resiko infeksi beruhubungan dengan inflamasi pada esofagus
C. Intervensi
1. Diagnosa
Kriteria hasil
: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
obstruksi esofagus.
: - Menunjukkan perilaku mencapai jalan napas
-
Menunjukkan jalan napas dengan bunyi bersihDiagnosa
NO Intervensi
1.
Kaji Pola Napas
2.
3.
Pertahankan tirah baring jika kondisi
memerlukannya
Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat
( Posisi Semifowler )
4.
Hindari Posisi terlentang
5.
Lakukan persiapan orotrakeal jika
dibutuhkan
Rasional
1. Mengetahui sejauh mana pola
napas pasien sebagai indicator
intervensi selanjutnya
2. Tirah baring dapat membantu
relaksasi otot-otot pernapasan.
3. Posisi semifowler (posisi duduk
30-45 derajat) mengurangi
penekanan abdominalis terhadap
diagfragma.
4. Posisi telentang dapat membuat
penekana abdominalis terhadap
diafragma sehingga ekspansi paru
tidak maksimal.
5. Persiapan orotrakeal membantu
pengeluaran mucus yang
menyumbat jalan napas
2. Diagnosa
Kriteria hasil
NO
1.
2.
3.
4.
5.
: Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia dan difagia
: Masukan kalori dipertahankan, dan nutrisi seimbang
Intervensi
Kaji kemampuan pasien untuk menelan
cairan dan makanan
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi
kemampuan pasien menelan
cairan dan makanan guna
intervensi selanjutnya
Ukur masukan dan keluaran makanan
2. Untuk mengetahui seberapa
Tinggikan kepala tempat tidur 30-45 derajat
banyak kebutuhan nutrisi dan
cairan yang dibutuhkan
Beri dukungan kepada pasien untuk
3. Jika makanan dalam bentuk halus
menguya makanan dengan baik, untuk
maka membantu proses
mengigit dalam jumlah kecil,
pencernaan
Bantu pemberian makanan jika perlu
4. Membantu pemenuhan nutrisi
klien
Bantu dalam pemasangan selang NGT jika di 5. Membantu pemenuhan nutrisi
anjurkan
dengan selang NGT
3. Diagnosa
Kriteria Hasil
: Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit
: Nyeri menuru, dapat mengontrol nyeri dan gelisah menurun
NO
Intervensi
1.
Kaji Nyeri, lokasi, karakteristik, mulai timbul, 1. Untuk mengukur tingkat/kualitas
frekuensi, dan intensitas gunakan tingkat
Rasional
nyeri guna intervensi selanjutnya
ukuran nyeri
2.
Ajarkan dan bantu dengan alternative Teknik 2. Pengalihan
pengurangan nyeri ( misalnya imajinasi,
perhatian
dapat
mengurangi nyeri
music dan relaksasi )
3.
Ubah posisi setiap 2 sampai 4 jam
3. Posisi
yang
membantu
nyaman
dapat
mengurangi
tingkat
nyeri
4.
Berikan analgesic jika di anjurkan
4. Analgesic dapat mengurangi nyeri
4. Diagnosa
Kriteria Hasil
: Resiko Infeksi berhubungan dengan inflamasi pada esophagus
: Tidak terjadi infeksi
NO Intervensi
Rasional
1.
1. Untuk
Kaji pasien terhadap bukti adanya infeksi
mungkin
mendeteksi
adanya
sedini
tanda-tanda
infeksi
2.
Periksa tanda-tanda vital, demam dan mengigil 2. TTV merupakan acuan terjadinya
infeksi
3.
Tekankan Personal Hygiene
3. Personal hygiene dapat mencegah
timbulnya mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infkesi
4.
Kolaborasi mengenai pemberian antibiotic
4. Pemberian
antibiotic
mencegah infeksi
dapat
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aspirasi benda asing pada anak merupakan kasus gawat darurat yang disebabkan
sumbatan jalan napas oleh benda organik atau anorganik; keadaan ini memerlukan diagnosis
yang cepat dan tepat serta penanganan menyeluruh. Kerjasama yang baik antara orang tua,
tim medis, dokter anestesi, dan dokter ahli bronkoskopi diperlukan untuk penanganan yang
efektif. Walaupun kematian seringkali terjadi sebelum pasien tiba di rumah sakit, namun
tindakan anestesi dan bronkoskopi juga berkaitan dengan morbiditas dan mortalitas. Hingga
saat ini belum ada kesepakatan mengenai teknik anestesi yang paling optimal saat
bronkoskopi dilakukan. Setelah induksi, rumatan anestesi dapat dilakukan baik dengan
ventilasi spontan maupun terkontrol.
Ventilasi terkontrol yang menggunakan kombinasi antara obat-obatan intravena dan
pelemas otot dapat menjadi pertimbangan saat dilakukannya prosedur bronkoskopi rigid.
Penggunaan CTscan dan bronkoskopi virtual untuk mendiagnosa aspirasi benda asing dan
penggunaan bronkoskopi fleksibel mungkin dapat mengurangi penggunaan bronkoskopi rigid.
Hasilnya adalah penurunan angka morbiditas dan mortalitas pada pasienpasien tersebut.
Kerjasama dan komunikasi yang baik antara operator dan dokter anestesi sangat diperlukan
untuk mencapai hasil yang baik dalam penatalaksanaan kasus aspirasi benda asing.
B. Saran
Sebagai seorang calon petugas Kesehatan khususnya perawat, kita hendaknya turut
serta dalam rangka memberikan edukasi pada orang tua untuk melakukan pertolongan
ketika terjadi aspirasi atau tersedak pada anak sehingga mengurangi angka kejadian
kematian akibat aspirasi benda asing.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Kesehatan Andalas. 2015
American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency
Cardiovascular Care: Pediatric Basic Life Support. Circulation. 2015
Anesthesia & Critical Care● Vol. 32 No. 3, Oktober 2014
CDK-261/ vol. 45 no. 2 th. 2018
Farrell PT. Rigid Bronchoscopy for foreign body removal: anaesthesia and ventilation.
Paediatric Anaesthesia 2005
Fidkowski CW, Zheng H, Firth PG. The anesthetic considerations of tracheobronchial foreign
bodies in children: A literature review of 12,979 cases. International Anesthesia Research
Society. 2010
Sari Pediatri, Vol. 4, No. 4, Maret 2003
Zur KB, Litman RS. Pediatric airway foreign body retrieval: Surgical and anesthetic
perspectives. Pediatric Anesthesia 2009
https://pdfs.semanticscholar.org/7d0c/b547001174a90fc6d610985a0608d25620da.pdf
https://www.scribd.com/document/397016525/woc-aspirasi
http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/311/293
Download