Uploaded by Achmad Makmuri

CONTOH ANALISA LAPORAN KEUANGAN

advertisement
CONTOH ANALISA LAPORAN KEUANGAN
Dalam contoh analisa laporan keuangan berikut, difokuskan pada Neraca dan laporan Rugi Laba. Analisa dilakukan
dengan
cara
membandingkan
laporan
keuangan
tahun
sebelumnya.
Berikut contoh neraca dan laporan rugi laba yang disajikan secara komparatif. Laporan keuangan yang disajikan
berikut ini adalah standar laporan keuangan yang disajikan dalam Software Akuntansi Gplus.
ANALISA HASIL USAHA
Berdasarkan Neraca dan laporan rugi laba di atas, akan dilakukan analisa yang berkaitan dengan hasil usaha dan
keuangan perusahaan. Karena keterbatasan data yang tersedia, maka analisa laporan keuangan masih terbatas
dan masih memerlukan analisa lanjutan untuk menemukan substansi permasalahan.
1. PENJUALAN
Berdasarkan laporan rugi laba di atas, tercatat penjualan tahun 2016 tercapai 798 juta, dibanding tahun 2015 maka
penjualan tahun 2016 tercatat turun 4,2%. Apabila dalam tahun 2016 telah dilakukan kenaikan harga jual, maka
penurunan penjualan dalam volume lebih besar dari 4,2%. Dari segi bisnis bila terjadi trend penjualan cenderung
turun, menunjukkan kinerja yang kurang baik. Apabila penurunan penjualan tersebut sudah terjadi tahun lalu, maka
bisnis perusahaan bisa masuk dalam zona bahaya. Oleh karena itu perlu dilakukan analisa penjualan lebih jauh,
untuk mendapatkan informasi apa penyebab penjualan tersebut turun. Penyebab turunnya penjualan bisa dari
internal maupun eksternal perusahaan. Oleh karena itu manajemen harus bisa memberikan kesimpulan yang tepat
tentang terjadinya penurunan penjualan tersebut, sehingga informasi tersebut dapat dijadikan landasan untuk
memperbaiki kinerja di tahun berikutnya.
Bagi perusahaan masuk dalam zona bahaya, maka untuk memperbaikinya bukan hal mudah, banyak kasus
penanganannya memerlukan biaya dan investasi yang tidak sedikit.
2. HARGA POKOK PENJUALAN
Secara nominal harga pokok penjualan turun 8,1% dibanding tahun lalu, jumlah penurunan ini lebih besar dari
penurunan penjualan, sehingga dapat menutup pendapatan yang hilang akibat penurunan penjualan.
Dalam penentuan harga pokok penjualan dengan metode full costing, maka di dalam harga pokok penjualan
terdapat Biaya tetap (fixed cost), sehingga penurunan penjualan tersebut akan berdampak pada prosentase harga
pokok penjualan terhadap penjualan akan lebih besar. Dalam pencapaian prosentase harga pokok terhadap
penjualan di atas tercatat 49,5% (2016) dan angka ini lebih rendah 2% dibanding tahun sebelumnya sebesar 51,5%.
Pengendalian harga pokok penjualan dapat disimpulkan cukup berhasil dan menunjukkan ada upaya yang cukup
baik dalam mengatasi dampak dari penurunan penjualan terhadap laba kotor.
Yang perlu didalami berikutnya adalah apa yang telah dilakukan sehingga harga pokok penjualan tersebut turun
8,1%, apakah terjadi efsiensi, atau diperolehnya harga beli yang lebih baik, atau ada perubahan penggunaan bahan
bahan, atau terjadi penurunan kualitas, sehingga dapat dianalisa korelasi penurunan harga pokok penjualan
tersebut dengan terjadinya penurunan penjualan. Usaha usaha yang baik perlu diapresiasi dan dikomunikasikan
kepada seluruh bagian yang bertujuan untuk meningkatkan motivasi bagi divisi yang lain.
3. BEBAN USAHA
Jumlah Beban usaha tahun 2016 dibanding tahun 2015 naik 13,6%, besarnya kenaikan beban usaha ini melebihi
dari tingkat inflasi tahun 2016 sebesar 3%, ditambah lagi kenaikan beban usaha tersebut tidak meningkatkan
penjualan justru terjadi sebaliknya. Bila dilihat dari kelompok biaya, maka beban penjualan menempati kenaikan
yang tertinggi yaitu sebesar 26,3%, kemudian biaya pegawai naik 13%, dan beban admin. & umum naik 12,4%,
sementara beban marketing justru terlihat turun 4,1%.
Bila tidak terjadi perubahan dalam internal perusahaan yang terkait beban usaha, maka beban usaha akan
dipengaruhi oleh tingkat inflasi dan regulasi pemerintah tentang ketenagakerjaan, jadi bila biaya operasional naik
(dalam rupiah) tidak melebihi tingkat inflasi, masih dapat diterima.
Yang terjadi dalam perusahaan ini beban usaha mengalami kenaikan jauh melebihi tingkat inflasi.
Beban Pegawai
Biaya pegawai memang dipengaruhi regulasi pemerintah tentang Upah Minimum Regional (UMR), namun angka
naik 13% ada kemungkinan lebih besar dari kenaikan UMR dari UMR tahun sebelumnya. Tetapi bisa saja ada
tambahan biaya pegawai yang sebelumnya tidak terjadi misalnya BPJS dan komponen lainnya. Biaya pegawai ini
merupakan biaya tetap, kenaikan sebesar 13% tersebut akan memperberat operasional perusahaan di tahun
berikutnya.
Beban Marketing
Beban marketing tahun 2016 lebih rendah 4,1% dibanding tahun lalu. Beban marketing tahun 2016 tercatat 4,6%
dari penjualan, apakah alokasi beban marketing sebesar itu mencukupi untuk mempertahan atau meningkatkan
pendapatan perusahaan. Hal ini sangat tergantung dari produk dan di segmen mana perusahaan berada, apakah
berada pada tingkat persaingan yang sangat tinggi atau tidak. Oleh karena itu biaya marketing ini perlu dievaluasi
lebih jauh terhadap keterkaitannya dengan penurunan penjualan dan posisi perusahaan dalam persaingan yang
dihadapi.
Beban Penjualan
Beban penjualan mengalami kenaikan 26,3% dan kenaikan beban ini tidak berkorelasi dengan pencapaian
penjualan yang terjadi. Apa yang telah dilakukan oleh divisi penjualan dan bagaimana cara manajemen penjualan
dalam mempertanggungjawabkan kenaikan biaya ini. Oleh karena itu diperlukan analisa biaya penjualan lebih
jauh, karena bisa saja hal ini dikarenakan salah strategi penjualan, aksi yang tidak efektif dan tidak efisien. Namun
secara angka menunjukkan beban penjualan tersebut tidak terkendali dengan baik.
Beban Admin & Umum
Biaya admin. & Umum naik 12,4% bisa diterima atau tidak perlu dikaji lebih jauh. Apakah kenaikan beban listrik,
kenaikan karena harga barang barang naik pada umumnya, apakah sampai memperbesar kenaikan biaya admin.
& umum sebesar itu.
Dari perbandingan beban usaha tahun 2016 dengan tahun 2015 tersebut di atas, secara umum ada keyakinan
besar bahwa manajemen dalam mengendalikan beban usaha belum memperhatikan prinsip kehatian-hatian. Selain
itu ada kemungkinan besar telah terjadi pemilihan strategi yang tidak efektif atau pelaksanaannya yang menyimpang
dan tidak efisien. Hal ini terlihat dari beban marketing yang justru lebih rendah dari tahun sebelumnya dan beban
penjualan naik yang paling tinggi namun tidak memberikan efek terhadap pencapaian penjualan.
Memang analisasi tidak cukup sampai disini masih perlu dilakukan analisa lebih jauh terhadap besarnya biaya
operasional yang terjadi pada tahun 2016, sehingga diperoleh kesimpulan yang dapat berguna dalam menentukan
strategi bisnis dan operasional di tahun berikutnya.
4. LABA BERSIH SETELAH PAJAK
Laba bersih setelah pajak turun 26,3% dari tahun lalu, bila dihitung prosentase dari penjualan (Net Profit Margin),
maka laba bersih tahun 2016 hanya tercapai 8,8% dan turun 2,6% dari tahun lalu yang tercapai sebesar 11,4%.
Dalam pengelolaan bisnis, bila penjualan dan laba bersih turun dari tahun sebelumnya adalah perform kinerja yang
kurang baik. Bila trend penurunan sudah terjadi dalam dua tahun terakhir, perlu di waspadai, karena sangat mungkin
perusahaan masuk dalam zona bahaya. Jika kondisi itu yang terjadi pada perusahaan, maka seberapa jauh
perusahaan dapat bertahan dari penurunan penjualan dan laba bersih. Jika perusahaan mempunyai kewajiban
membayar utang melebihi dari hasil operasi, maka perusahaan akan mengalami kesulitan cashflow.
ANALISA KINERJA KEUANGAN
Menurut Munawir (2010:30), kinerja keuangan perusahaan merupakan satu diantara dasar penilaian mengenai
kondisi keuangan perusahaan yang dilakukan berdasarkan analisa terhadap rasio keuangan perusahaan. Pihak
yang berkepentingan sangat memerlukan hasil dari pengukuran kinerja keuangan perusahaan untuk dapat melihat
kondisi perusahaan dan tingkat keberhasilan perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
ANALISA RASIO KEUANGAN
Menurut Harahap (2009:297), rasio keuangan merupakan angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu
akun laporan keuangan dengan akun lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.
Menurut Riyanto (2010:331), umumnya rasio dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) tipe dasar, yaitu :
1. Rasio Likuiditas, adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial
jangka pendeknya.
2. Rasio Leverage, adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan dibelanjai dengan hutang.
3. Rasio Aktivitas, adalah rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber dananya.
4. Rasio Profitabilitas, adalah rasio yang mengukur hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusankeputusan.
RINGKASAN RASIO KEUANGAN
Berdasarkan data Neraca dan Laporan Rugi Laba di atas, dan setelah dilakukan penghitungan rasio keuangan,
diperoleh ringkasan sebagai berikut:
Dari ringkasan rasio keuangan di atas, dapat disimpulkan bahwa :






Perusahaan mampu meningkatkan likuiditas perusahaan dengan cara menaikan laba ditahan.
Keamanan kreditor lebih baik, dan memudahkan perusahaan dalam memperoleh pinjaman dari pihak ketiga bila
diperlukan
Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset untuk mendapatkan penjualan menurun dibanding tahun
lalu
Kemampuan perusahaan dalam meraih margin keuntungan menurun dibanding tahun lalu
Kemampuan perusahaan dalam menggunakan aset untuk meraih laba bersih menurun dibanding tahun lalu
Kemampuan perusahaan dalam meningkatkan pengembalian modal pemilik menurun dibanding tahun lalu
Berikut rincian analisa rasio keuangan:
1. RASIO LIKUIDITAS

Kemampuan Perusahaan dalam menutup utang jangka pendeknya
Caranya adalah membandingkan antara AL (Aset Lancar) dengan KL (kewajiban Lancar), bila AL melebihi dari
KL, artinya keuangan perusahaan memiliki kemampuan dalam menutup utang jangka pendeknya. Cara ini
disebut Rasio Lancar (Current Ratio).
Rasio Lancar (Current Ratio) = AL : KL
Rasio Lancar 2015 = 90,120,847 : 61,734,197 = 1,45
Rasio Lancar 2016 = 93,088,530 : 56,604,822 = 1,64

Kemampuan Perusahaan dalam menutup utang jangka pendeknya secara cepat
Rasio Cepat (Quick Ratio) = (AL-Persediaan) : KL
Rasio Cepat 2015 = (90,120,847 – 26,627,729) : 61,734,197 = 1,03
Rasio Cepat 2016 = (93,088,530 – 30,672,422) : 56,604,822 = 1,10
Rasio likuiditas perusahaan tahun 2016 dibanding tahun tahun 2015 terjadi kenaikan yang cukup baik. Walaupun
hasil usaha menurun, likuiditas tetap ditingkatkan, dengan membentuk cadangan umum atau laba ditahan lebih
besar.
2. RASIO LEVERAGE

Rasio Hutang (Debt Ratio)
Rasio ini merupakan perbandingan antara total kewajiban dengan total aset.
Rasio Hutang = (KL+KJP) : Total Aset
Rasio Hutang 2015 = (61,734,197 + 84,416,243) : 557,762,381 = 0,26
Rasio hutang 2016 = (56,604,822 + 54,285,897) : 546,793,922 = 0,20
Rasio hutang terlihat turun, hal ini dikarenakan jumlah hutang pada tahun 2016 menurun. Hal ini cukup
menarik bagi kreditor, sehingga perusahaan dapat lebih mudah untuk menambah dana pinjaman jika
diperlukan.

Time Interest Earned
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba sebelum bunga dan pajak atau laba operasi (EBIT) dengan
beban bunga.
Beban Bunga 2015 = 8265931
Beban Bunga 2016 = 6813356
Rasio Interest Earned = Laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) : Beban Bunga
Rasio Interest Earned 2015 = (103,272,192 + 8265931) : 8265931 = 13,5
Rasio Interest Earned 2016 = (77,953,670 + 6813356) : 6813356 = 12,4
Kemampuan perusahaan dalam menutup beban bunga dari hasil operasi menurun dibanding tahun lalu,
penurunan ini dapat mempengaruhi pertimbangan kreditor dalam memberikan pinjaman.
3. RASIO AKTIVITAS

Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)
Rasio ini menunjukkan berapa cepat perputaran persediaan dalam siklus persediaan normal. Menurut Harahap
(2009:308), semakin besar rasio ini semakin baik karena dianggap bahwa kegiatan penjualan berjalan cepat.
Persediaan awal th 2015 = 25,158,296
Perputaran Persediaan = Harga pokok Penjualan : Rata2 Persediaan
Perputaran Persediaan 2015 = 429,335,102 : (26,627,729 + 25,158,296)/2 = 16,6
Perputaran Persediaan 2016 = 394,741,717 : (30,672,422 + 26,627,729)/2 = 13,8

Rata2 Periode Pengumpulan Piutang
Perusahaan ini melakukan penjualan secara tunai

Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)
Rasio ini merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan berdasarkan aset
yang dimiliki perusahaan. Menurut Harahap (2009:309), semakin besar rasio ini semakin baik karena
perusahaan tersebut dianggap efektif dalam mengelola asetnya.
Perputaran Total Aset = Penjualan : Total Aset
Perputaran Total Aset 2015 = 833,065,620 : 557,762,381 = 1,49
Perputaran Total Aset 2016 = 798,060,616 : 546,793,922 = 1,46
Rasio aktivitas terlihat menurun, terutama pada perputaran persediaan turun dari 16,6 X setahun menjadi 13,8
kali setahun.
4. RASIO PROFITABILITAS
Menurut Harahap (2009:309), rasio profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba
melalui semua kemampuannya, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, ekuitas, jumlah karyawan,
jumlah cabang dan sebagainya. Mengenai rasio-rasio profitabilitas sebagaimana yang diutarakan, menurut Riyanto
(2010: 335), dapat dilihat pada uraian sebagai berikut:

Margin Keuntungan (Profit Margin)
Rasio ini merupakan perbandingan antara laba bersih dengan penjualan.
Margin Keuntungan = Laba Bersih : Penjualan
Margin keuntungan 2015 = 94,941,536 : 833,065,620 * 100% = 11,4%
Margin keuntungan 2016 = 69,973,064 : 798,060,616 * 100% = 8,8%

Tingkat Pengembalian Aset (Return On Assets)
Rasio ini menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila diukur dari nilai asetnya. Menurut
Harahap (2009:305), semakin besar rasionya semakin bagus karena perusahaan dianggap mampu dalam
menggunakan aset yang dimilikinya secara efektif untuk menghasilkan laba.
Tingkat Pengembalian Aset = Laba Bersih : Total Aset
Tingkat Pengembalian Aset 2015 = 94,941,536 : 557,762,381 = 0,17
Tingkat Pengembalian Aset 2016 = 69,973,064 : 546,793,922 = 0,13

Tingkat Pengembalian Ekuitas (Return On Equity)
Rasio ini mengukur berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik. Menurut Harahap
(2009:305), semakin besar rasionya semakin bagus karena dianggap kemampuan perusahaan yang efektif
dalam menggunakan ekuitasnya untuk menghasilkan laba
Tingkat Pengembalian Ekuitas = Laba Bersih : Ekuitas
Tingkat Pengembalian Ekuitas 2015 = 94,941,536 : 411,611,941 = 0,23
Tingkat Pengembalian Ekuitas 2016 = 69,973,064 : 435,903,203 = 0,16
Seluruh rasio profitablitas mengalami penurunan, hal ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam
menggunakan ekuitas dan seluruh aset untuk menghasilkan laba bersih terlihat menurun dibanding tahun lalu.
Download