Uploaded by restikazulina00

ACS dan cardiac arrest Kel 1 fix

advertisement
MAKALAH
ACUTE CORONARY SYDROME DAN CARDIAC ARREST
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pengajar
: Ns. Meisa Daniati, M.Kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK I
FITRI YANTI
16031003
RIKA ABDILLA
17031004
TRISNA VELINDA
17031020
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKes HANG TUAH PEKANBARU
PEKANBARU
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan tugas tentang “ACUTE CORONARY
SYDROME DAN CARDIAC ARREST ” dalam mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik.
Keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam penyelesaian tugas kami ini, oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan tugas kami ini.
Pekanbaru, 16 Agustus 2020
Kelompok 1
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang...................................................................................................... 4
1.2 Tujuan .................................................................................................................. 5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler ...................................................... 7
2.2 Pengertian sindrom koroner akut ......................................................................... 12
2.3 Etiologi sidrom koroner akut ............................................................................... 14
2.4 Patofisiologi sindrom koroner akut...................................................................... 15
2.5 Pathway ................................................................................................................ 16
2.6 Manifestasi klinis sindrom koroner akut ............................................................. 17
2.7 Komplikasi sindrom koroner akut ....................................................................... 17
2.8 Pemeriksaan penunjang ....................................................................................... 19
2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................... 19
2.10 Diagnosa keperawatan ....................................................................................... 23
2.11 Intervensi ........................................................................................................... 24
2.12 Pengertian cardiac arrest .................................................................................... 26
2.13 Faktor predisposisi ............................................................................................. 26
2.14 Tanda-tanda cardiac arrest ................................................................................. 27
2.15 Proses terjadinya cardiac arrest .......................................................................... 28
2.16 Prognosis ............................................................................................................ 29
2.17 Patofisiologi ....................................................................................................... 29
2.18 Pemeriksaan diagnostik ..................................................................................... 30
2.19 Resusitasi jantung paru ...................................................................................... 31
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Kasus .................................................................................................................... 38
3.2 Asuhan keperawatan ............................................................................................ 38
BAB IV
PEMBAHASAN
3
4.1 Pengkajian ............................................................................................................ 56
4.2 Diagnosa keperawatan ......................................................................................... 56
4.3 intervensi .............................................................................................................. 57
4.4 implementasi ........................................................................................................ 57
4.5 evaluasi ................................................................................................................ 57
BAB V PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit
dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina).Penyebab
utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan
infark miokard.Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi
trombosis.
Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan
defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus.
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi
klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA
terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai
elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA
ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner
(PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis.
The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk
Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang
diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih
sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan
dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan
penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika.
Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya
aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanyarespon dari perabaan pada
denyut nadi sentral, dan henti nafas.
Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia sebagai
akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti jantung pada
dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung. Data yang
didapatkan menyebutkan bahwa,lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric
Intensive Care Unit(PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan
nafas padaanak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 %
yangmenerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anakdengan
usia kurang dari 1 tahun.
5
Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan(1975)
mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan denganinsiden kerusakan
otak, semakin lama bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang
akan dialaminya. Hal tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan
tidak adekuatnyaCerbral Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak
pada kejadian iskemik yangmenetap dan infark kecil di suatu bagian otak.
Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupaCardio
Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung padakelangsungan hidup dan
komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak.
Resusitasi jantung paru segera yang dilakukandengan efektif berhubungan dengan
kembalinya sirkulasi spontan dankesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini
disebabkan karena ketika jantung berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan
menyebabkan kematiansel otak yang tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi
dalamhitungan detik sampai beberapa menit .
1.1 Tujuan
1.1.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut.
1.1.2 Tujuan Khusus
a. Dapat menganalisis kesenjangan antara teori dengan praktik nyata dalam
mengatasi masalah keperawatan pada klien dengan dengan Sindrom Koroner Akut.
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan
Sindrom Koroner Akut dan pasien dengan henti jantung meliputi:
1) Melakukan pengkajian secara komprehensif baik fisik maupun data
penunjang
2) Merusmuskan diagnosa keperawatan dengan mengklasifikasikan
data berdasarkan data objektif dan data subjektif yang tepat, dan
menentukan prioritas diagnosis keperawatan
3) Menentukan tujuan keperawatan dan menetapkan kriteria pencapaian
tujuan
4) Merencanakan tindakan keperawatan / intervensi
5) Melaksanakan tindakan keperawatan / implementasi
6
6) Melakukan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan,
melakukuan tindakan asuhan keperawatan (follow up care) dengan
pendekatan SOAP (subjektif, objektif, analisa, dan planing)
7) Memodifikasi perencanaan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi
7
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER
Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang membawa gas -gas
pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke dari dan jaringan tubuh. Sistem
kardiovaskuler di bangun oleh :
1.
Definisi Jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung
meupakan jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan susunanya sama
dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama otot polos yaitu di luar
kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung
menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan di
sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis.
Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum
mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, d
atas diafragma , dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan
VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya jantung
yang di sebut iktus kordis. Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman
tangan kanan dan beratnya ± 250 – 300 gram.
Gambar 2. 1 Anatomi Jantung
8
Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas
jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah
bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa
darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah
rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah
yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paruparu. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan
memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan
darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga
lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut
epicardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari
otot-otot jantung disebut miocardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan
endotel disebut endocardium.
a.
Pericardium
: tersusun atas 2 sacs (kantong), outer sacs terdiri atas
jaringan fibrosa dan bagia dalam dari double layer dari
membran serosa. Fibrosa luar sacs bersambungan
dengan tunica adventisiadari pembuluh darah besar di
bawahnya. Lapisan luar dari membran serosa disebut
parietal pericardium, membatasi fibrous sacs, inner
layer, visceral pericardium (epicardium), adherent
dengan otot jantung. Membran serosa mengandung sel
epitelial flattened. Mengeskresikan cairan serosa ke
rongga antara lapisan viseral dan parietal, yang mana
dapat menghasilkan pergesekan antara rongga ketika
jantung berdenyut.
9
Gambar 2. 2 lapisan jantung
b.
Myocardium : otot jantung yang cuma ada di jantung. Bekerja tidak di
bawah kontrol seperti otot. Tiap sel memiliki nuckleus
dan cabang-cabang. Ujung-ujung sel dan cabangcabang berhubungan sangat dekat dengan ujung dan
cabang dari adjacent cell. Myocardium lebih tebal pada
bagian apex dan semakin tipis pada bagian base. Hal ini
menggambarkan jumlah beban kerja pada tiap bilik
terhadap kontribusinnya dalam memompa darah.
Myocardium paling tebal terdapat pada ventrikel kiri
yang mempunyai beban kerja paling tinggi.
c.
Endocardium : bagian tipis, halus, glistening membrane yang membuat
aliran
darah
mulus
masuk
ke
dalam
jantung.
Mengandung epithelial sel datar, dan bersambungan
dengan garis endhotelium pada pembuluh darah.
2.
Siklus jantung
Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi)
dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung).Atrium dan ventrikel
mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah.Kontraksi terjadi akibat
penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul satelah
repolarisasi otot jantung.
10
Gambar 2. 3 Mekanisme siklus jantung
Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih
lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus
mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah
sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi
tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya
lebih rendah.
3.
Curah Jantung
Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel
per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan
oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian
akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang
dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan
demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung
permenit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan
total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan.Jumlah
darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu.Besar curah jantung
seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah
11
jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat
meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan (Smeltzer,2002).
4.
Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung
Saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem
parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung
sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam
keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup
dan umur. Sewaktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat
dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan
jantung bisa mencapai 150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit.
Keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan
ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian
dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya
pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah
sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi
edema.
5.
Pembuluh darah
Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri,
arteriola, kapiler, venula dan vena.
Gambar 2. 4 Pembuluh darah jantung
Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung
tekanan darah yang paling tinggi.Kelenturannya membantu mempertahankan
tekanan darah diantara denyut jantung.Arteri yang lebih kecil dan arteriola
12
memiliki
dinding
berotot
yang
menyesuaikan
diameternya
untuk
meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke daerah tertentu.
Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat
tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari
jantung)
dan
vena
(membawa
darah
kembali
ke
jantung).Kapiler
memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam
jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke
dalam darah.darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena, yang
akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang tipis,
tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena
mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang
lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan.
2.2 PENGERTIAN SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Menurut Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian
kegawatan pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom
Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS
yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi
(NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi
karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil.
Menurut Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak
digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah
koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari
beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard
non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark
atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA)
merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada
atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium.
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh
pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut.
Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah)
yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah.
13
Sindrom Koroner Akut (SKA) terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan
infark miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai
menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut
terjadi jika pembekuan darah menyebabkan aliran darah tersumbat total.
1.
Angina Pectoris
Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada
yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke
lengan kiri.Hal ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera
hilang apabila aktivitas di hentikan. Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris
dapat dilihat dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan
timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit biasanya timbul
di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar ke lengan kiri. Kualitas
sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan benda berat di jepit atau
terasa panas.Sakit dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang
saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara 1-5 menit.
2.
Infark Miokard Akut
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke otot
jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan menetap
lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun
pemberian nitro gliserin nausea berkeringat dan sangat menakutkan pasien,
pada saat pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat karti kardi dan bunyi
jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).
14
Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA), Wasid (2007) mengatakan berat/
ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah
1. Kelas I
: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat,
dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan,
terjadi >2 kali per hari.
2. Kelas II
: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan
pada waktu istirahat.
3. Kelas III
: Akut, yakni kurang dari 48 jam.Secara Klinis:
a. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti
anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan
hipoksia karena gagal napas.
b. Kelas
: Primer.
c. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati.
Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan
antagonis kalsium) Antiangina dan nitrogliserin intravena.
2.3 ETIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah
jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi:
1.
Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat
konsumsi kolesterol tinggi.
2.
Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus).
3.
Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus
menerus.
4.
Infeksi pada pembuluh darah.
Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut
(SKA) dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni:
1.
Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan)
2.
Stress emosi, terkejut
3.
Udara dingin, keadaan - keadaan tersebut ada hubungannya dengan
peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi
debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat.
15
2.4 PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar.
Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh selsel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat
aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh
darah yang terkena akanmengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya
lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan
berdinding kasar, akan cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini
menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit
tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis.
Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada
permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan
penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid
akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah
distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan
terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat
memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.
Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan
Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan
reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme
anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan
nekrosis
yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark
miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami
iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar
untuk berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang
dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat
menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi,
dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta
asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada
daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya
kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah
jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang
berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium.
16
Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris
tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris
Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat
melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat.
Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat,
nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina
Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel
yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami
nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut
infark).
2.5 PATHWAY
Arterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koroneria
Aliran darah ke jantung menurun
Oksigen dan nutrisi menurun
Jaringan miokard iskemik
Nekrose lebih dari 30 menit
Suplai kebutuhan oksigen ke jantung tidak sumbang
Kerusakan
Pertukaran Gas (tdk sesuai
Resiko Penurunan
Suplai oksigen ke miokard menurun
patofisiologi)
Metabolisme anaerob
Nyeri Akut
Timbunan asam laktat
Fatique
Gangguan Perfusi
Jaringan
Curah Jantung
Hipoksia
Integritas sel berubah
Cemas
(pertimbangan Kontraktilitas turun
intoleransi
aktifitas)
COP turun
Kegagalan pompa jantung
17
Resiko Kelebihan Volume Cairan Ekstra Vaskuler
Gagal jantung
2.6 MANIFESTASI KLINIS SINDROM KORONER AKUT (SKA)
Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti:
rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta
ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri
ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung.
Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin
atau maagh.Menurut Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi:
a. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot
jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati .
b. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina).
Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung
selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah,
leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu
istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum
pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina,
namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering.
c. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya
mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang
terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau
keringat dingin.
2.7 KOMPLIKASI SINDROMKORONER AKUT (SKA)
1.
Aritmia
2.
Emboli Paru
3.
Gagal Jantung
4.
Syok kardiogenik
5.
Kematian mendadak
6.
Aneurisma Ventrikel
7.
Ruptur septum ventikuler
8.
Ruptur muskulus papilaris
18
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri
koroner mana yang terlibat
2.
Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan
mendeteksi ruptur otot papiler atau septal
3.
Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas pada
CK – MB, protein troponin T dan I serta mioglobin
4.
Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab
non kardiak lain terhadap dispnea serta nyeri di dada
5.
Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya pergerakan
dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia
6.
Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk
mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif
7.
Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat
dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik;
8.
Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, memberikan
informasi mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume didalam
jantung.
2.9 PENATALAKSANAAN
Prinsip umum :
1.
Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk
menyelamatkan oto jantung dari infark miokard
2.
Membatasi luasnya infark miokard
3.
Mempertahankan fungsi jantung
4.
memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5.
Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6.
Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.
a.
Terapi Awal
Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai
berikut:
1)
Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman
EKG 12 sadapan,
19
2)
Periksa enzim jantung CK/CKMB atau
CKMB/cTnT
3) Oksigenasi
: Langkah ini segera dilakukan karena dapat
memperbaiki
miokard
kekurangan
yang
menurunkan
mengalami
beratnya
oksigen
pada
cedera
serta
ST-elevasi.
Ini
dilakukan sampai dengan pasien stabil
dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara
kanul hidung.
4) Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg),
bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia.
Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6
mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap
ada setelah 3x
NTG setiap 5 menit
dilanjutkan dengan drip intravena 5–10
ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit) dan
tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100
mmHg.
Manfaatnya
ialah
memperbaiki
pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan
kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan
beban awal (preload) sehingga mengubah
tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri
koroner
besar
dan
memperbaiki
aliran
kolateral; serta menghambat agregasi platelet
(masih menjadi pertanyaan).
5) Morphine
: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi
kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa
sakit akibat iskemia; meningkatkan venous
capacitance; menurunkan tahanan pembuluh
sistemik; serta nadi menurun dan tekanan
darah juga menurun, sehingga preload dan
after
load
menurun,
beban
miokard
berkurang, pasien tenang tidak kesakitan.
Dosis
2
–
4
mg
intravena
sambil
20
memperhatikan
efek
samping
mual,
bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat
diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg
atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg iv
6) Aspirin
: Harus
diberikan
sindrom
kepada
koroner
akut
semua
jika
pasien
tidak
ada
kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial).
Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –
1 dalam platelet dan mencegah pembentukan
tromboksan-A2.
Kedua
hal
tersebut
menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi
arterial. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325
mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable"
dari
pada
tablet.
Aspirin
suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada
pasien yang mual atau muntah.
7) Antitrombolitik lain : Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin
ini
menghambat
memperpanjang
agregasi
waktu
platelet,
perdarahan,
dan
menurunkan viskositas darah dengan cara
menghambat
aksi
ADP
(adenosine
diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga
menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin
bermakna dalam menurunkan 46% kematian
vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat
dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi
trombosis dan iskemia berulang pada pasien
yang telah mengalami implantasi stent
koroner. Pada pemasangan stent koroner
dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin
dosis
rendah
(100
mg/hari)
bersama
Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk.
21
memperoleh
hasil
yang
baik
dengan
menurunnya risiko trombosis tersebut dari
4,5%
menjadi
1,3%,
dan
menurunnya
komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi
0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek
samping netropenia dan trombositopenia
(meskipun jarang) sampai dengan dapat
terjadi purpura trombotik trombositopenia
sehingga perlu evaluasi hitung sel darah
lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel
sama efektifnya dengan Ticlopidine bila
dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak
ada korelasi dengan netropenia dan lebih
rendah komplikasi gastrointestinalnya bila
dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas
dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan
setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan
Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi
darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari
peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi
sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam
setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi
dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE
(Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of
Ischemic
Events)
menyimpulkan
bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian
iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New
Plavix).
b.
Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan
dalam pengawasan ketat di ICCU
1) Trombolitik
22
Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat
trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan
strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah terbukti
secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan
mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
a) Umur < 70 tahun
b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan
EKG
Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang
direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen activator
complex
(ASPAC).Yang
terdapat
di
Indonesia
hanya
streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada
fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih
pendek.
Kontraindikasi :
a) Perdarahan aktif organ dalam
b) Perkiraan diseksi aorta
c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik
d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial
e) Diabetic hemorrhage retinopathy
f) Kehamilan
g) TD > 200/120 mmHg
h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan
2) Antikoagulan dan antiplatelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan
resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu
diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan Aspirin referfusion
trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera
setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang
berhubungan dengan infark.
23
Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.00040.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl
0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek,
dianjurkan
menambahkan
500
unit
intravena
langsung
sebelumnya.Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT (Activated
Partial Thromboplastin Time).Komplikasi perdarahan umumnya
lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara
intermiten.
2.10
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun
2.
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP
3.
Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan
perfusi organ renal
4.
Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap
IMA
5.
2.11
Ansietas b.d Ancaman Kematian
INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah penurunan curah
jantung dapat teratasi
Kriteria hasil
:
TD normal (100/80 - 140/90), Nadi normal, kuat dan regular (60 -100 )
Intervensi
a.
Observasi tekanan, evaluasi kualitas nadi
Rasional :
b.
Berikan posisi kepala ( > tinggi dari ekstremitas)
Rasional :
c.
mengetahui status perubahan klien
memperlancar aliran darah balik ke jantuk
Anjurkan klien unruk istirahat (bedrest)
Rasional : mengurangi kerja jantung melebihi kemampuannya
d.
Lakukan pemeriksaan EKG
Rasional : mengetahui adanya patologis pada jantung
e.
Kolabrasi pemberian O2
Rasional : membantu memenuhi kebutuhan oksigen
24
f.
Kolaborasi pemberian obat vasodilator
Rasional : mengurangi beban jantung
2.
Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam masalah gangguan perfusi jaringan teratasi dengan
criteria hasil :
Kriteria hasil
: TTV normal (TD : 100/80 – 140/90), Kulit hangat, Nadi
perifer teraba
a.
Palpasi nadi perifer secara rutin dan evaluasi pengisian vesikuler
Rasional : indikasi kedalam circulation
b.
Kaji adanya tanda-tanda homan’s
Rasional : indicator pembentukan thrombus
c.
Observasi warna kulit adanya pucat atau kemerahan
Rasional : gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko
kerusakan kulit
d.
Kaji fungsi gastrointestinal, adanya mual muntah, peristaltic, distensi
abdomen, dan konstipasi
Rasional : penurunan aliran darah dapat mengakibatkan diatensi
gastrointestinal
e.
Kolaborasi mengenai pemeriksaan GDA
Rasional : indikator perfusi / fungsi organ
3.
Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan
perfusi organ renal
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24
jam masalah gangguan perfusi jaringan teratasi
Kriteria hasil
: Menunjukkan intake dan output seimbang, TTV dalam
batas normal, BB stabil & tidak ada oedem
Intervensi
a.
Pantau haluaran urin
Rasional : haluaran urin mungkin sedikit karena penurunan perfusi
ginjal
25
b.
Pantau intake dan output cairan
Rasional :
c.
mengetahui keseimbangan cairan
Ukur lingkar abdomen
Rasional : cairan dapat berpindah ke peritoneal (asitenial)
d.
Kolaborasi pemberian obat diuretik
Rasional : meningkatkan laju aliran urin
4.
Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap
IMA
Tujuan
: Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat
perawatan 2 x 24 jam Nyeri berkurang setelah intervensi
selama 10 menit
Kriteria hasil
: a.
Skala nyeri berkurang
b.
Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang
c.
Klien tampak lebih tenang
Intervensi
a.
Anjurkan klien untuk istirahat
Rasional : istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu
relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan
berkurang
b.
Motivasi teknik relaksasi nafas dalam
Rasional : relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan
distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin
yang memicu mood ketenangan bagi klien
c.
Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg
Rasional : Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon
nyeri klien berkurang
5.
Ansietas b/d ancaman kematian
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan cemas berkurag
Kriteria hasil
: Klien tampak lebih tenang
Intervensi
a.
Kaji tingkat kecemasan klien
26
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien
b.
Melalukan pendidikan kesehatan tentang penyakit klien
Rasional : Untuk memberikan informasi tentang penyakit klien
c.
Mengajarkan
klien
mengurangi
cemas
dengan
cara
mendengarkan musik
Rasional : Untuk mengalihkan perhatian agar klien menjadi lebih
tenang
d.
Melakukan tindakan kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan klien
2.12 Pengertian Cardiac Arrest
Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa
terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak.
Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala
dan tanda tampak(American Heart Association,2010). Jameson,dkk (2005),menyatakan
bahwa cardiac arrestadalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung
untuk berkontraksisecara efektif.Berdasarkanpengertian di atas maka dapat diambil
suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrestadalah hilangnya fungsi
jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi
kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk
berkontraksi secara efektif.
2.13 Faktor predisposisi
Iskandar (2008),mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah:Laki-laki
usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrestsatu
berbandingdelapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang.
Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan
faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia dan
merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest(Iskandar,2008). Menurut
American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi
untuk terkena cardiac arrestdengan kondisi:
a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain;
jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu
cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa.
27
Enambulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah
periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit
jantung atherosclerotic.
b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)karena berbagai sebab (umumnya
karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang
cenderung untuk terkena cardiac arrest.
c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa
kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru
merangsang timbulnya aritmiaventrikeldan berakibat cardiac arrest. Kondisi
seperti ini disebut proarrythmic effect.Pemakaian obat-obatan yang bisa
mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah
(misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang
mengancam jiwa dan cardiac arrest.
d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal
seperti Wolff-Parkinson-White-Syndromedan sindroma gelombang QT yang
memanjang bisa menyebabkan cardiac arrestpada anak dan dewasa muda.
e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai(khususnya di arteri
koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa
muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik
yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrestapabila dijumpai
kelainan tadi.
f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya
cardiac arrestpada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada
organ jantung.
2.14 Tanda-tanda cardiac arrest
Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)yaitu:
a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di
pundak ataupun cubitan.
b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan
pernafasan dibuka.
c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).
28
2.15 Proses terjadinya cardiac arrest
Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulny aaritmia : fibrilasi
ventrikel(VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol
(Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010).
a. Fibrilasi ventrikel
Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada
keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya
mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan
adalahCPR danDC shock atau defibrilasi.
b. Takhikardi ventrikel
Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya
gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan
konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel
kiri akan memendek, akibatnya pengisiandarahke ventrikel juga berkurang sehingga
curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan
terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan
hemodinamik sampai terjadi henti jantung(VT tanpa nadi), pemberian terapi
defibrilasi dengan menggunakan DC shockdan CPRadalah pilihan utama.
c. Pulseless Electrical Activity(PEA)
Merupakan
keadaan
dimana
aktifitas
listrik
jantung tidak
menghasilkan
kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan
darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.Pada kasus ini CPR adalah tindakan
yang harus segera dilakukan.d)AsistoleKeadaan ini ditandai dengan tidak
terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitorirama yang terbentuk
adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil
adalah CPR.
2.16 Prognosis
Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu
8sampai 10menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat Ambulans
29
Gawat Darurat 118,2010).Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi
jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk
terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung
normal.Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit
dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk
hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
dengan penyediaan defibrillator yang mudah diaksesdi tempat-tempat umum seperti
pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan
pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup ratarata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%(American Heart Assosiacion.2010).
2.17 Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen keotak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang
mendasari terjadinya cardiac arrest.
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya
dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu
penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang
menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat
sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin
meningkat ukuran plak,semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otototot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk
melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark,
beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini
30
dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan
terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal
berfungsi, diantaranya:
a. perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
b. sengatan listrik
c. kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun
serangan asma yang berat
d. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
e. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang
memiliki gangguan jantung.
f. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal
refleksakibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuahkecenderungan
bahwa
aritmia
diturunkan dalam
keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga
ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang
lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur)
jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran
jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari
jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya
materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari
keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak
adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade jantung
31
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak
mampu
untuk
berdetak,
mencegah
sirkulasi
berjalan
sehingga
mengakibatkan kematian.
7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam
paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini
terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava
superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.
2.18 Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadangdi bagian tubuh
lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase
listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena
cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa
menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola
listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko
kematian mendadak.
2. Tes darah
a. Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden
cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim
ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
b. Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit
yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium.
Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang
membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
3. Test Obat
32
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi
aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan
terlarang.
4. Test Hormon
Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu
cardiac arrest.
5. Imaging tesi
a. Pemeriksaan Foto Torak
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh
darah. Halini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal
jantung.
b. Pemeriksaan nuklir
Biasanya
dilakukan
bersama
dengan
tes
stres,
membantu
mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam
jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah.
Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantung dan paru-paru.
c. Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah
daerah jantungtelah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara
normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada
kelainan katup.
6. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang
33
mungkin memicu -atau menghentikan –aritmia. Hal ini memungkinkan dokter
untuk mengamati lokasi aritmia.
7. Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah
seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat menentukan
kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakanfraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikelsetiap
detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi
ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest. Dokter
Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan
ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT)
scan jantung.
8. Coronary catheterization(angiogram)
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan
atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur,
pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan
tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam
jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan
rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
2.19 Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation
2.19.1 Pengertian
Menurut Wong, yang dikutipdalam(Krisanty.dkk,2009), Resusitasi JantungParu(RJP)adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru.Cardio
Pulmonary Resusitation(CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan
untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan
mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal(Nettina,2006).
2.19.2 Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation
Pada penanganan korban cardiac arrestdikenal istilah rantai untuk bertahan
hidup (chin of survival);cara untuk menggambarkan penanganan ideal yang harus
34
diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini terputus,
maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi berkurang, sebaliknya jika
rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar untuk bisa bertahan
hidup.
Menurut (Thygerson,2006), dia berpendapatbahwa chin of survivalterdiri dari 4
rangkaian : early acces, early CPR, early defibrillator,danearly advance care.
a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan
tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi
EMS.
b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan
otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang.
c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera
ke jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung.
d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan
peralatan bantuan pernafasan.
Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan
CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru dan
mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian CPR
hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak(1-8 tahun), dan dewasa (8 tahun/lebih),
hanya dengan sedikit variasi(Thygerson,2006).
Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut:
pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan
interaksi yang konstan dengan pasien(Krisanty.dkk,2009).
Prosedur CPR menurut (Nettina, 2006 ; Thygerson, 2006), adalah terdiri dari
airway, breathing dan circulation:
a) Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas (airway) :
1. Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk
atau menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah anda baik-baik
saja?” Rasionalisasi : hal ini akan mencegah timbulnya injurypada korban yang
sebenarnya masih dalam keadaan sadar.
2. Apabila pasien tidak berespon, mintaseseorang yang saat itu bersama kita untuk
minta tolong (telp:118). Apabila kita sendirian, korbannya dewasa dan di tempat
itu tersedia telepon, panggil 118. Apabila kita sendiri, dan korbannya bayi/anakanak, lakukan CPR untuk 5 siklus(2 menit), kemudian panggil 118.
35
3. Posisikan pasien supinepada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar
dengan bahu pasien. Jika pasienmempunyai trauma leher dan kepala,jangan
gerakkan pasien, kecuali bilasangat perlu saja.Rasionalisasi: posisi ini
memungkinkan pemberi bantuan dapat memberikan bantuannafas dan kompresi
dada tanpa berubah posisi.
4. Buka jalan nafas
a. Head-tilt/chin-lift maneuver:letakkan salah satu tangan di kening pasien,
tekan kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk
mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang
lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang, dan angkat rahang ke
depan sampai gigi mengatub.Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan
jalan nafas dari sumbatan oleh lidah.
b. Jaw-thrust maneuver: pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masingmasing sisinya dengan kedua tangan, angkat mandibula ke atas sehingga
kepala mendongak.Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman
untuk membuka jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma
leher.
b). Pernafasan (Breathing)
1. Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan
ke dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan
adanya udara yang berhembus selama expirasi.(Lakukan 5-10 detik).Jika pasien
bernafas, posisikan korban ke posisi recovery(posisi tengkurap, kepala menoleh
ke samping).Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan
spontan.
2. Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasanmouth to mouth atau dengan
menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan
nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan
pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing selama 2-4 detik).Rasionalisasi:
pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat
mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas
dan terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi.
c). Circulation
36
Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementaratetapmempertahankan terbukanya
jalan nafas dengan head tilt-chin liftyaitusatu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain
meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoralselama 5 sampai 10 detik. Jika
denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada.
1. Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari
salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial
dari procecus xyphoideus). Jari-jari bisa saling menjalin atau dikeataskan
menjauhi dada.
Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum, sehingga
tekanan yang diberikan akan terpusat disternum, yang mana akan mengurangi
resiko patah tulang rusuk.
2. Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak
lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah
bawah dari sternum pasien ke bawah, 1-1,5inch (3,8-5 cm)
3. Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya
pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan
jangan diangkat dari dada pasien atau berubah posisi.
Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah
mengalir ke jantung.
4. Lakukan CPR dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi
siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit). Kemudian periksa nadi dan pernafasan
pasien.
Pemberian kompresi dada dihentikan jika:
a).telah tersedia AED (Automated External Defibrillator).
b). korban menunjukkan tanda kehidupan.
c). tugas diambil alih oleh tenaga terlatih.
d). penolong terlalu lelah untuk melanjutkan pemberian kompresi.
Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa
nadi di arteri carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan
kompresi dada.
5. Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan
perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan perawatan definitive.
37
Rasionalisasi; perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian
defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan
asam-basa, monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatihdi ICU.
6. Siapkan defibrillator atau AED(Automated External Defibrillator) segera.
CPRyang diberikan pada anakhanyamenggunakan satu tangan, sedangkan untuk
bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak
lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di bagian tengah
tulang dada.
38
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 KASUS
Tn.A umur 69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan badan lemas saat
melakukan aktivitas, lemas berkurang saat istirahat, sedikit sesak, menggunakan
otot bantu pernapasan, dan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 3
tahun serta asam urat. Setelah dilakukan pemeriksaan diperoleh hasil N : 37x/mnt ,
S : 36,70C, BB : 51kg, TD : 148/65mmHg, SPO2 : 99%, CRT : >2dtk, GCS : 15
compos mentis E4M6V5
3.2 ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian
: 16 Agustus 2020
Ruang
: ICCU
Mahasiswa
: kelompok 1
B. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
a.
Nama
: Tn. A
b.
Jenis kelamin
: laki-laki
c.
Umur
: 69 tahun
d.
Agama
: islam
e.
Status perkawinan
: kawin
f.
Pendidikan
: SD
g.
Alamat
h.
Pekerjaan
i.
Tanggal masuk : 15 Agustus 2020
j.
No register
k.
Diagnosa medis : SKA (sindrom koroner akut)
:blok busi ligung majalengka
: buruh
: 81639
2. Identitas penanggung jawab
a.
Nama
: Tn. R
b.
Alamat
: blok busi ligung majalengka
39
c.
Pekerjaan
: wiraswasta
d.
Hubungan dg pasien : anak
C. PRIMERY SURVEY
1. Airway
Look
: tidak ada sumbatan, tidak ada benda asing, tidak ada darah yang
keluar
Listen
: tidak bunyi stridor atau snokling
Feel
: terdapat hembusan nafas
2. Breathing
Look
: gerakan dada simetris, menggunakan otot bantu pernafasan,
retraksi interkosta?
Listen
: bunyi nafas vesikuler
Feel
: RR 24x/mnt
3. Circulation
N
: 37 x/mnt?
S
: 36,7 oC
TD
: 148/65 mmHg
SPO2 : 99 %
CRT : > 2 detik
4. Disability
GCS : 15 compos mentis E 4M 6V 5
5. Expouse
Tidak ada fraktur, tidak ada pendarahan, dan tidak ada oedem
D. SECONDARY SURVEY
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan badannya lemas dan sedikit sesak
2. Riwayat kesehatan
a.
Riwayat kesehatan sekarang
40
P
: lemas berkurang saat istirahat, badannya lemas saat melakukan
aktivitas
b.
Q
: tidak dapat melakukan aktivitas
R
: di seluruh tubuh
S
: skala nyeri 7 dari rentang 1-10
T
: nyeri dari 10 hari yang lalu durasi kurang lebih 5 menit
Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti ini. Namun
pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 3 tahun serta asam
urat.
c.
Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Tn.A tidak ada yang memiliki penyakit yang sama
3. Pemeriksaan fisik
a.
BB : 51 kg
b.
Kepala
1.
Kulit kepala, rambut
Tidak ada oedem, rambut beruban dan tidak ada benjolan di kepala
2.
Mata
Kedua mata simetris, Sklera ikterik, konjungtiva anemis
3.
Hidung
Sedikit kotor dan terpasang nasal kanul 3 liter/menit
4.
Telinga
Terdapat serumen, kedua telinga simetris
5.
Mulut
Bibir lembab, lidah kotor, bibir kotor
6.
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
c.
Pemeriksaan dada
1.
Jantung
I
: bentuk simetris
P
: ictus cordis teraba di ics v mitklavikula
P
: pekak (ada pembesaran jantung atau tidak)
A
: S1 dan S2 terdapat suara tambahan murmur
41
2.
3.
4.
Paru – Paru
I
: bentuk simetris, terdapat retraksi dada, otot bantu nafas
P
: pengembangan paru tidak sama
P
: pekak
A
: vaskuler
Abdomen
I
: tidak ada pembesaran abdomen, bentuk datar
A
: peristaltik 14 x/mnt
P
: terdapat nyeri tekan di kuadran II
P
: terdengar tympani pada usus redup pada dan ginjal
Genetlia
Terpasang kateter
5.
Ekstremitas
Ekstremitas atas
: terpasang infus, di sebelah kanan terpasang
manset tensi di sebelah kiri
Ekstremitas bawah : tidak ada oedem maupun fraktur
E. TERSIER SURVEY
1. Pemeriksaan penunjang
a.
Laboratorium tanggal 31-04-2014
Nama
Nilai normal
Hasil
interpretasi
WBC
9,51 x 10^ 3/uL
4,00 – 10.00
Normal
RBC
2,61 x10^ 6/uL
3,50 – 5,50
Tinggi
HGB
7,79.Dl
12,0 – 18,0
Tinggi
HCT
24,1 %
37,0 – 54,0
Tinnggi
MCV
42,2 dL
80,0 – 100,0
Tinggi
MCH
24,5 dL
27,0 - 34,0
Tinggi
MCHC
32,0 g/dL
32,0 – 36,0
Normal
RDW- CV
13,0 %
11,0 – 16,0
Normal
RDW- CD
49,0 dL
35,0 – 56,0
Normal
PLT
350 x 10^ 3/uL
150 – 400
Tinggi
PCT
0,220%
0,108 -0,282
Tinggi
42
b.
Laboratorium kimia
Jenis
Hasil
Nilai normal
Interpretasi
Glukosa P
65
75 – 115
Tinggi
Glukosa 2j PP
121
< 140
Normal
Kolestrol
163
< 200
Normal
Trikgliserida
91
<150
Normal
Asan urat
13,18
L : 3,4 – 70
Tinggi
SGOT
48
< 37
Rendah
SGPT
26
< 40
Normal
Ureum
179,6
15 – 55
Rendah
Kreatinin
13,93
0,6 – 1,1
Rendah
Kalium
8,51
3,6 - 55
Rendah
Natrium
134,1
135 – 155
Tinggi
Klorida
108, 3
98 -108
Rendah
pemeriksaan
c.
Terapi
Nama obat
Dosis
ISDN
3x1 dosis
dicantumkan
berupa MG/G dan
pemberian lewat
mana
Aspilet
1x1
Trizedon
2x1
Diltiazon
2x1
Salbutamol
3x1
Bicnat
2x1
Crg
1x1
Inj.Lasix
1x2
Inj. SCL
k/p
Kalitake
3x1
43
d.
Cairan parental
1) D5 % + catapres 2 ampul
2) Nacl
3) PA
2. Pola kebiasaan sehari – hari
a.
Pola nutrisi
Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 x dengan porsi habis
Selama sakit
: pasien makan sehari 3 x setengah porsi habis tetapi
selanjutnya selalu habis.
b.
Pola eliminasi
Sebelum sakit : BAB sehari 1 x dan 6 x sehari
Selama sakit
: BAB 1 x tapi sangat sedikit , BAK setiap kali dibuang
kurang
c.
lebih 100 ml 3 x dalam sehari
Pola istirahat dan tidur
Sebelum sakit : pasien istirahatnya sehari kurang lebih 7 jam.
Selama sakit
: pasien istirahatnya lebih banyak sekitar 9 jam dalam
sehari.
d.
Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa melakukan aktivitasnya
Selama sakit
e.
: pasien hanya terbaring lemah di tempat tidur
Personal hygiene
Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi sehari 2 x, selalu gosok gigi
3 x sehari.
Selama sakit
: pasien hanya di kompres atau di washen saja oleh
perawat.
44
F. ANALISA DATA
No Hari/tgl/jam
1
Data
Minggu, 16
Ds:
agustus 2020
- Pasien mengatakan
15.00
badannya terasa
lemas
Etiologi
Problem
Ateroklerosis
Penurunan
curah jantung
Supali O2 ke
(data blm
miokard
memperlihatkan
Do:
adany
- TD : 148/65
Hipoksia
mmHg
penurunan
curah jantung
- N : 37x/mnt
Integritas sel
tlg dilihat lagi
- R : 19x/mnt
berubah
di nanda)
- S : 36,70 C
-
Akral dingin
(tidak ada
Kontraktilitas
menurun
dipengkajian)
- RBC : 2,61
- Hb
2
Nadi menurun
: 7,79 /dL
- SPO2 : 92 %
COP menurun
Selasa
Ds:
Aterosklerosis
1 april 2014
-
15.00
Pasien
perfusi jaringan
mengatakan
badanya
terasa
lemas
-
Gangguan
perifer
Suplay O2 ke
miokard menurun
Pasien
mengatakan
perutnya
terasa Integrtas sel berubah
45
mual dan muntah
– muntah
Do:
-
Kontraktilitas
TD : 148/65
menurun
mmHg
-
N : 37 x/mnt
-
R : 19 x/mnt
-
S : 36,7 0 C
-
Akral dingin
(tidak ada
Nadi menurun
COP turun
dipengkajian)
3
-
Hb : 7,79 /dL
-
RBC : 2,61
-
CRT > 2 detik
Senin, 17
Ds:
agustus 2020
-
15.00
Do :
Aterosklerosis
Resiko
perubahan
COP turun
cairan berlebih
- Balance cairan 570
(tidak ada
dipengkajian)
Penurunan perfusi
organ renal
- Ureum : 179, 6
- Kreatinin : 13, 93
Peningkatan nutrisi
sodium dan air
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan nadi menurun
2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP
3. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan
perfusi organ renal
46
H. INTERVENSI
No
1
Hari/tgl/ja
No
Tujuan & Kriteria
m
Dx
hasil
Minggu, 16
agustus 2020
1
Setelah dilakukan
Intervensi
1. Observasi tekanan,
tindakan keperawatan
evaluasi kualitas
selama 2x24 jam
nadi
masalah penurunan
R/ mengetahui status
curah jantung dapat
perubahan klien
teratasi dengan
kepala ( > tinggi dari
1.
TD normal
ekstremitas)
(100/80 - 140/90)
R/ memperlancar
Nadi normal,
aliran darah balik ke
kuat dan regular
jantuk
(60 -100 )
D
Kel
1
2. Berikan posisi
Kriteria hasil :
2.
TT
3. Anjurkan klien
Tlg dipertimbangkan
unruk istirahat
waktu pencapaian
(bedrest)
selama 48 jam fungsi
R/ mengurangi kerja
jantug tidak akan
jantung melebihi
kembali normal???
kemampuannya
4. Lakukan
pemeriksaan EKG
R/ mengetahui
adanya patologis
pada jantung
5. Kolabrasi pemberian
47
O2 (lewat apa)
R/ membantu
memenuhi
kebutuhan oksigen
6. Kolaborasi
pemberian obat
vasodilator
R/ mengurangi
beban jantung
(tolong dilihat lagi
variasi rencana
keperawatan di
nanda)
2
Selasa, 1
april 2014
II
Setelah dilakukan
1. Palpasi nadi perifer
tindakan keperawatan
secara rutin dan
selama 2 x 24 jam
evaluasi pengisian
masalah gangguan
vesikuler
perfusi jaringan
R/ indikasi kedalam
teratasi dengan
circulation
Kriteria hasil :
1. TTV normal
tanda homan’s
R/ indicator
140/90)
pembentukan
3. Nadi perifer
teraba
1
2. Kaji adanya tanda-
(TD : 100/80 –
2. Kulit hangat
Kel
thrombus
3. Observasi warna
kulit adanya pucat
Tlg dipertimbangkan
atau kemerahan
waktu pencapaian
R/ gangguan pada
selama 48 jam fungsi
sirkulasi perifer
jantug tidak akan
meningkatkan resiko
kembali normal???
kerusakan kulit
4. Kaji fungsi
gastrointestinal,
48
adanya mual
muntah, peristaltic,
distensi abdomen,
dan konstipasi
R/ penurunan aliran
darah dapat
mengakibatkan
diatensi
gastrointestinal
5. Kolaborasi
mengenai
pemeriksaan GDA
R/ indikator perfusi /
fungsi organ
(tolong dilihat lagi
variasi rencana
keperawatan di
nanda)
3
Senin, 17
agustus 2020
III
Setelah dilakukan
1. Pantau haluaran urin
tindakan keperawatan
R/ haluaran urin
selama 2 x 24 jam
mungkin sedikit
masalah resiko
karena penurunan
perubahan volume
perfusi ginjal
Kel
1
cairan teratasi dengan 2. Pantau intake dan
Kriteria hasil :
output cairan
1. Menunjukkan
R/ mengetahui
intake dan output
seimbang
2. TTV dalam batas
normal
3. BB stabil & tidak
ada oedem
Tlg dipertimbangkan
keseimbangan cairan
3. Ukur lingkar
abdomen
R/ cairan dapat
berpindah ke
peritoneal (asitenial)
4. Kolaborasi
49
waktu pencapaian
pemberian obat
selama 48 jam fungsi
diuretik
jantug tidak akan
R/ meningkatkan
kembali normal???
laju aliran urin
I. IMPLEMENTASI
No
No
Hari/tgl/jam
1
Minggu, 16
I&
agustus 2020
2
Implementasi
Dx
1. Mengobservasi
tanda – tanda vital
16.00
Respon
Ds:
TTD
Kel 1
Pasien mengatakan
badannya lemas
Do:
TD : 148.65 mmHg
N : 37x/mnt
S : 14 x /mnt
2.
16.30
1
Memberikan
kepala lebih tinggi
Ds:
Pasien mengatakan
teraa lebih nyaman
Do:
Wajah pasien terlihat
rileks
3. Menganjurkan
16.45
1
pasien untuk
Ds:
banyak istirahat
Pasien mengatakan
akan lebih banyak
istirahat
Do:
Pasien terlihat bisa
50
istirahat
4. Mengevaluasi
17.30
1,2
keatas nadi dan
Ds : -
perifer
Do :
Deyut nadi masih
lemah
CRT > 2 detik
5. Mengobservasi
19.00
3
warna kulit
Ds :
Do :
Adanya sianosis
Hb : 7,79
6. Menghitung
20.00
1
haluaran urin
Ds :
Do :
500 ml
7. Memberikan obat
20.00
1
vatodilator
Ds:
Do:
-
ISDN
-
Aspilet
-
Trizedon
-
Salbutamol
-
Kaltadek
8. Memberikan obat
20.00
3
diuretik
Ds:
Do:
2
Senin, 17
aguatus 2020
16.00
1. Mengobservasi
TTV
-
Lasix
-
Benat
Ds:
Kel 1
Do:
TD : 145/ 65 mmHg
N : 55 x/mnt
R
: 21 x /mnt
S : 37,5 0C
51
16.05
17.00
2. Mengevaluasi
Ds:
denyut nadi dan
Do :
pengisian kapiler
-
Nadi kuat
-
CRT > 2 detik
3. Melakukan
perekaman EKG
Ds:
Do:
-
Sinus
bradikardi
-
Terdapat ST
elevasi di lead
V1, V2 dan V6
17.30
4. Mengkaji warna
kulit
Ds :
Do :
Wajah pasien terlihat
pucat
18.00
5. Mengakaji fungsi
gastrointestinal
Ds:
-
Pasien mengatakan
sudah tidak mual
dan muntah lagi
Do:
-
Tidak ada distensi
abdomen
Ds:
19.00
6. Menghitung
haluaran urin
Do:
Haluaran urin 200 ml
Ds:
Do:
19.15
7. Menghitung
balance cairan
Hasil balance cairan
kurang lebih 945 ml
52
Ds:
Do:
20.00
8. Memberikan obat
- ISDN
sesuai dengan advis
- Kalitake
dokter
- Salbutamol
- Trizedon
- Diltiazem
- Lasix
J. EVALUASI
No
Hari/tgl/jam No Dx
1.
Minggu, 1
I
Evaluasi
S:
agustus 2020
Pasien mengatakan badannya masih terasa
21.00
lemas
TTD
Kel 1
O:
Ku: lemah
Kes : cpos mentis E4 M6 V5
TD: 143/65 mmHg
N : 39 x/mnt
S : 36,7 o C
RR : 20 x/mnt
SPO2 : 99 %
Hb : 7,79
Nadi lemah, CRT > 2 detik
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi 1,2,3
2
Selasa, 1
II
S:
April 13,
Pasien mengatakan badannya lemas dan mual
2014
sudah hilang
Kel 1
O:
53
N : 39x/mnt
Akral dingin
Sianosis
Nadi perifer lemah
Akral dingin
Sianosis
Nadi perifer lemah
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi 1,2,3
3
Senin, 17
III
agustus 2020
S:
Kel 1
O:
Haluaran urin100 ( tidak pekat)
Tidak ada oedem di ekstremitas maupun
peritoneal
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi 3,4
2
Rabu, 2 april
I
S:
2014
Pasien mengatakan badannya masih lemas
21.00
Hari sudah jauh lebih baik dari kemarin
Kel 1
O:
Ku: sedang
Kes : CM
TD : 147/69 mmHg
N : 54x/mnt
S : 37,1 0 C
RR : 20x/mnt
CRT : > 2 detik
A:
Masalah belum teratasi
54
P:
Lanjutkan intervensi 1, 2
II
S:
Kel 1
Pasien mengatakan badannya masih lemas
O:
Ku: sedang
Kes: CM
CRT : 54x/mnt teraba kuat
CRT : > 2 detik
O:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi no 1
III
S:
Kel 1
O:
Haluaran urin 200 L
Tidak ada oedem
Hiperkalemia : kalium : 8,51
Ureum : 179,6
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjtkan intervensi no 1,2
55
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap asuhan keperawatan yang bertujuan untuk
mengumpulkan data tentang klien. Dimana pengkajian dilakukan dengan beberpa
cara yaitu melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan dokumentasi. Pada
pengkajian didapat data dasar, identitas klien, riwayat keluhan utama, pemeriksaan
fisik dan data penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, terapi.
4.2 Diagnosa keperwatan
Dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada study kasus penulis berusaha
merumuskan diagnosa keperawatan menurut teoritis adalah :
a. Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun
b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP
c. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan
perfusi organ renal
d. Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA
e. Ansietas b.d Ancaman Kematian
Dari diagnosa keperawatan yang ada pada studi kepustakaan hanya dua yang
muncul diagnosa yang sama dari studi kasus selama pengkajian. Sehingga
diagnosa-diagnosa yang muncul dalam studi kasus ini yaitu :
a. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Nadi Menurun
b. Gangguan Perfusi Perifer b.d Penurunan COP
56
c. Resiko Perubahan Volume Cairan Berlebih b.d Penurunan Perfusi Organ Renal
4.3 Intervensi
Dalam menyusun renacana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang
sesuai dengan tujuan dan kriteria hasilnya, maka penyusun membuat rencana
berdasarkan acuan pada tinjauan teori.Rencana tindakan dibuat selama 2 hari
perawatan.Dari 3 diagnosa keperawatan ini, intervensi dapat ditetapkan pada kasus
karena berkat kerjasama yang baik antara perawat, klien dan keluarga klien. Dalam
menyusun tindakan yang akan dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang
ditemukan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan.
4.4 Implementasi
Salah satu bentuk implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana
tindakan
keperawatan
yang
telah
disusun.Selama
melaksanakan
implementasi penulis tidak menemukan kesulitan karena klien dan keluarga klien
sangat kooperatif.Dan implemntasi yang dilakukan dapat diterima oleh klien dan
keluarga klien.
4.5 Evaluasi
Dari lima diagnosa yang dapat ditegakkan selama study kasus hanya dua
diagnosa yang sama dengan diagnosa keperawatan menurut teoritis dikarenakan
klien dalam masa penyembuhan dan telah mendapatkan terapi dari tim medis. Dan
semua evaluasi dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
57
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Setelah melakukan Asuhan Keperawatan ini penulis sudah mampu untuk
menerapkan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa medisnya yaitu
Sindrom Koroner Akut (SKA) melalui proses :
1.
Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian, penulis dapat mengumpulkan data pada
klien dengan
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang dilakukan dengan
wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan dokumentasi keperawatan.
2.
Diagnosa Keparawatan
Setelah pengumpulan data maka dapat ditemukan masalah-masalah
keperawatan melalui analisa data dengan diagnosa :
a.
Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Nadi Menurun
b.
Gangguan Perfusi Perifer b.d Penurunan COP
c.
Resiko Perubahan Volume Cairan Berlebih b.d Penurunan Perfusi Organ
Renal
3.
Perencanaan
Pada tahap perencanaan dapat disusun rencana tindakan dengan prioritas
masalah
klien.
Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung
secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaranoksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibathipoksia lama karena
terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyakhenti jantung pada bayi dan
58
anak.Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,karena
sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak.
Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus
dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang
kelangsungan hidup korban.Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada
korban, apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada
di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan.
5.2 SARAN
Berdasarkan hasil penerapan Asuhan keperawatan yang dilakukan maka
beberapa masukan yang dapat diberikan antara lain :
1.
Klien dan keluarga
Kepada klien dan keluarga diharapkan mampu menjaga kesehatan serta
mempunyai keinginan untuk melaksanakan tindakan-tindakan dan nasehatnasehat yang telah diberikan tenaga kesehatan demi kesehatan klien.
2.
Tenaga Perawat
Dalam melakukan pengkajian pada klien / keluarga diharapkan perawat
perlu mempersiapkan diri dengan pengetahuan keterampilan dan komunikasi
tereupetik.Sehingga memudahkan dalam pengumpulan data.Agar asuhan
keperawatan dapat berjalan dengan baik, perlu adanya perencanaan yang
matang. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan adanya
kerjasama yang baik dengan klien, keluarag klien dan tim kesehatan lainnya.
3.
Institusi Pendidikan
Diharapkan study kasus ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas tenaga
kesehatan serta mengahsilkan tenaga kesehatan yang professional.
59
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta :
TIM
Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat (Resusitasi Jantung Paru pada
Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAIHazinski M,et all.2010
Hand book of emergency cardiovaskular care for healthcare provider . Chicago:
American Heart Association. 2010.
Tress, Erika E et al. 2010.Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies,Trauma,
60
and Shock .Ulfah AR. 2010.
Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta. 2003
AHA Guidelines For CPR and ECC
61
Download