MAKALAH ACUTE CORONARY SYDROME DAN CARDIAC ARREST Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat Dosen Pengajar : Ns. Meisa Daniati, M.Kep DISUSUN OLEH KELOMPOK I FITRI YANTI 16031003 RIKA ABDILLA 17031004 TRISNA VELINDA 17031020 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKes HANG TUAH PEKANBARU PEKANBARU 2020/2021 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas tentang “ACUTE CORONARY SYDROME DAN CARDIAC ARREST ” dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga memperlancar pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik. Keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyelesaian tugas kami ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca demi kesempurnaan tugas kami ini. Pekanbaru, 16 Agustus 2020 Kelompok 1 2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang...................................................................................................... 4 1.2 Tujuan .................................................................................................................. 5 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Anatomi dan fisiologi sistem kardiovaskuler ...................................................... 7 2.2 Pengertian sindrom koroner akut ......................................................................... 12 2.3 Etiologi sidrom koroner akut ............................................................................... 14 2.4 Patofisiologi sindrom koroner akut...................................................................... 15 2.5 Pathway ................................................................................................................ 16 2.6 Manifestasi klinis sindrom koroner akut ............................................................. 17 2.7 Komplikasi sindrom koroner akut ....................................................................... 17 2.8 Pemeriksaan penunjang ....................................................................................... 19 2.9 Penatalaksanaan ................................................................................................... 19 2.10 Diagnosa keperawatan ....................................................................................... 23 2.11 Intervensi ........................................................................................................... 24 2.12 Pengertian cardiac arrest .................................................................................... 26 2.13 Faktor predisposisi ............................................................................................. 26 2.14 Tanda-tanda cardiac arrest ................................................................................. 27 2.15 Proses terjadinya cardiac arrest .......................................................................... 28 2.16 Prognosis ............................................................................................................ 29 2.17 Patofisiologi ....................................................................................................... 29 2.18 Pemeriksaan diagnostik ..................................................................................... 30 2.19 Resusitasi jantung paru ...................................................................................... 31 BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 Kasus .................................................................................................................... 38 3.2 Asuhan keperawatan ............................................................................................ 38 BAB IV PEMBAHASAN 3 4.1 Pengkajian ............................................................................................................ 56 4.2 Diagnosa keperawatan ......................................................................................... 56 4.3 intervensi .............................................................................................................. 57 4.4 implementasi ........................................................................................................ 57 4.5 evaluasi ................................................................................................................ 57 BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sindrom koroner akut (acute coronary syndrome/ACS) meliputi spektrum penyakit dari infark miokard akut (MI) sampai angina tak stabil (unstable angina).Penyebab utama penyakit ini adalah trombosis arteri koroner yang berakibat pada iskemi dan infark miokard.Derajat iskemik dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi trombosis. Sejak 1960‐an, ketika terapi standard menjadi istirahat penuh (bed rest) dan defibrilasi (jika diperlukan), angka kematian infark miokard akut menurun terus. Sindrom koroner akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak didada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. SKA terdiri atas angina pektoris tidak stabil, infarct myocard acute (IMA) yang disertai elevasi segmen ST. Penderita dengan infark miokardium tanpa elevasi ST.3 SKA ditetapkan sebagai manifestasi klinis penyakit arteri koroner. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi utama proses aterosklerosis. The American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 6 juta penduduk Amerika, menderita penyakit jantung koroner (PJK) dan lebih dari 1 juta orang yang diperkirakan mengalami serangan infark miokardium setiap tahun. Kejadiannya lebih sering pada pria dengan umur antara 45 sampai 65 tahun, dan tidak ada perbedaan dengan wanita setelah umur 65 tahun.4–6 Penyakit jantung koroner juga merupakan penyebab kematian utama (20%) penduduk Amerika. Henti jantung berdasarkan The Pediatric Utstein Guidline adalah terhentinya aktivitas mekanik jantung yang ditentukan oleh tidak adanyarespon dari perabaan pada denyut nadi sentral, dan henti nafas. Pada anak, henti jantung biasanya lebih banyak disebabkan oleh asfiksia sebagai akibat sekunder dari henti nafas. Hal ini berbeda dengan kejadian henti jantung pada dewasa yang sebagian besar disebabkan oleh masalah primer pada jantung. Data yang didapatkan menyebutkan bahwa,lebih kurang 2 – 4 % pasien yang dirawat di Pediatric Intensive Care Unit(PICU) mengalami henti jantung. Angka kejadian henti jantung dan nafas padaanak di Amerika Serikat sekitar 16.000 setiap tahunnya, hanya 30 % yangmenerima resusitasi jantung paru dan sebagian besarnya terjadi pada anakdengan usia kurang dari 1 tahun. 5 Penelitian yang dilakukan oleh Hans Steiner dan Gerald Neligan(1975) mendapatkan hasil bahwa lamanya henti jantung berhubungan denganinsiden kerusakan otak, semakin lama bayi mengalami henti jantung, semakin berat kerusakan otak yang akan dialaminya. Hal tersebut dikarenakan henti jantung yang lama akan menyebabkan tidak adekuatnyaCerbral Perfusion Pressure (CPP) yang selanjutnya akan berdampak pada kejadian iskemik yangmenetap dan infark kecil di suatu bagian otak. Pemberian penanganan segera pada henti nafas dan jantung berupaCardio Pulmonary Resuscitation (CPR) akan berdampak langsung padakelangsungan hidup dan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjadinya henti jantung pada bayi dan anak. Resusitasi jantung paru segera yang dilakukandengan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dankesempurnaan pemulihan neurologis. Hal ini disebabkan karena ketika jantung berhenti, oksigenasi juga akan berhenti sehingga akan menyebabkan kematiansel otak yang tidak akan dapat diperbaiki walaupun hanya terjadi dalamhitungan detik sampai beberapa menit . 1.1 Tujuan 1.1.1 Tujuan Umum Untuk Mengetahui dan Memahami Tentang Konsep Dasar Teori dan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Pasien dengan Sindrom Koroner Akut. 1.1.2 Tujuan Khusus a. Dapat menganalisis kesenjangan antara teori dengan praktik nyata dalam mengatasi masalah keperawatan pada klien dengan dengan Sindrom Koroner Akut. b. Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut dan pasien dengan henti jantung meliputi: 1) Melakukan pengkajian secara komprehensif baik fisik maupun data penunjang 2) Merusmuskan diagnosa keperawatan dengan mengklasifikasikan data berdasarkan data objektif dan data subjektif yang tepat, dan menentukan prioritas diagnosis keperawatan 3) Menentukan tujuan keperawatan dan menetapkan kriteria pencapaian tujuan 4) Merencanakan tindakan keperawatan / intervensi 5) Melaksanakan tindakan keperawatan / implementasi 6 6) Melakukan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan, melakukuan tindakan asuhan keperawatan (follow up care) dengan pendekatan SOAP (subjektif, objektif, analisa, dan planing) 7) Memodifikasi perencanaan keperawatan berdasarkan hasil evaluasi 7 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER Sistem kardiovaskuler adalah system transport (peredaran) yang membawa gas -gas pernafasan , nutrisi, hormon - hormon dan zat lain ke dari dan jaringan tubuh. Sistem kardiovaskuler di bangun oleh : 1. Definisi Jantung Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot jantung meupakan jaringan istimewa karena di lihat dari bentuk dan susunanya sama dengan otot lintang, tetapi cara kerjanya sama otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpul (pangkal jantung) dan di sebut basis kordis. Di sebelah bawah agak runcing yang disebut apeks kordis. Letak jantung di dalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastinum anterior), sebelah kiri bawah dari pertengahan rongga dada, d atas diafragma , dan pangkalnya terdapat di belakang kiri antara kosta V dan VI dua jari di bawah papilla mamae. Pada tempat ini teraba adanya jantung yang di sebut iktus kordis. Ukuran jantung kurang lebih sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya ± 250 – 300 gram. Gambar 2. 1 Anatomi Jantung 8 Jantung mempunyai empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan, dan ventrikel kiri. Atrium adalah ruangan sebelah atas jantung dan berdinding tipis, sedangkan ventrikel adalah ruangan sebelah bawah jantung. dan mempunyai dinding lebih tebal karena harus memompa darah ke seluruh tubuh. Atrium kanan berfungsi sebagai penampung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh. Atrium kiri berfungsi menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan mengalirkan darah tersebut ke paruparu. Ventrikel kanan berfungsi menerima darah dari atrium kanan dan memompakannya ke paru-paru.ventrikel kiri berfungsi untuk memompakan darah yang kaya oksigen keseluruh tubuh. Jantung juga terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan terluar yang merupakan selaput pembungkus disebut epicardium, lapisan tengah merupakan lapisan inti dari jantung terdiri dari otot-otot jantung disebut miocardium dan lapisan terluar yang terdiri jaringan endotel disebut endocardium. a. Pericardium : tersusun atas 2 sacs (kantong), outer sacs terdiri atas jaringan fibrosa dan bagia dalam dari double layer dari membran serosa. Fibrosa luar sacs bersambungan dengan tunica adventisiadari pembuluh darah besar di bawahnya. Lapisan luar dari membran serosa disebut parietal pericardium, membatasi fibrous sacs, inner layer, visceral pericardium (epicardium), adherent dengan otot jantung. Membran serosa mengandung sel epitelial flattened. Mengeskresikan cairan serosa ke rongga antara lapisan viseral dan parietal, yang mana dapat menghasilkan pergesekan antara rongga ketika jantung berdenyut. 9 Gambar 2. 2 lapisan jantung b. Myocardium : otot jantung yang cuma ada di jantung. Bekerja tidak di bawah kontrol seperti otot. Tiap sel memiliki nuckleus dan cabang-cabang. Ujung-ujung sel dan cabangcabang berhubungan sangat dekat dengan ujung dan cabang dari adjacent cell. Myocardium lebih tebal pada bagian apex dan semakin tipis pada bagian base. Hal ini menggambarkan jumlah beban kerja pada tiap bilik terhadap kontribusinnya dalam memompa darah. Myocardium paling tebal terdapat pada ventrikel kiri yang mempunyai beban kerja paling tinggi. c. Endocardium : bagian tipis, halus, glistening membrane yang membuat aliran darah mulus masuk ke dalam jantung. Mengandung epithelial sel datar, dan bersambungan dengan garis endhotelium pada pembuluh darah. 2. Siklus jantung Siklus jantung terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan isi) dan diastole (relaksasi dan pengisian jantung).Atrium dan ventrikel mengalami siklus sistol dan diastole yang terpisah.Kontraksi terjadi akibat penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sedangkan relaksasi timbul satelah repolarisasi otot jantung. 10 Gambar 2. 3 Mekanisme siklus jantung Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Daya dorong ventrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong darah keseluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik. Meskipun ventrikel kanan juga memompakan darah yang sama tapi tugasnya hanya mengalirkan darah ke sekitar paru-paru ketika tekanannya lebih rendah. 3. Curah Jantung Curah jantung merupakan volume darah yang di pompa tiap ventrikel per menit. Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama besarnya. Bila tidak demikian akan terjadi penimbunan darah di tempat tertentu. Jumlah darah yang dipompakan pada setiap kali sistolik disebut volume sekuncup. Dengan demikian curah jantung = volume sekuncup x frekuensi denyut jantung permenit. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan.Jumlah darah yang tertinggal ini dinamakan volume residu.Besar curah jantung seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah 11 jantung orang dewasa pada keadaan istirahat lebih kurang 5 liter dan dapat meningkat atau menurun dalam berbagai keadaan (Smeltzer,2002). 4. Denyut Jantung dan Daya pompa Jantung Saat jantung normal dalam keadaan istirahat, maka pengaruh sistem parasimpatis dominan dalam mempertahankan kecepatan denyut jantung sekitar 60 hingga 80 denyut per menit. Kecepatan denyut jantung dalam keadaan sehat dipengaruhi oleh pekerjaan, tekanan darah, emosi, cara hidup dan umur. Sewaktu banyak pergerakan, kebutuhan oksigen (O2) meningkat dan pengeluaran karbondioksida (CO2) juga meningkat sehingga kecepatan jantung bisa mencapai 150 x/ menit dengan daya pompa 20-25 liter/menit. Keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga tidak teradi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama, bisa menjadi edema. 5. Pembuluh darah Keseluruhan sistem peredaran (sistem kardiovaskuler) terdiri dari arteri, arteriola, kapiler, venula dan vena. Gambar 2. 4 Pembuluh darah jantung Arteri (kuat dan lentur) membawa darah dari jantung dan menanggung tekanan darah yang paling tinggi.Kelenturannya membantu mempertahankan tekanan darah diantara denyut jantung.Arteri yang lebih kecil dan arteriola 12 memiliki dinding berotot yang menyesuaikan diameternya untuk meningkatkan atau menurunkan aliran darah ke daerah tertentu. Kapiler merupakan pembuluh darah yang halus dan berdinding sangat tipis, yang berfungsi sebagai jembatan diantara arteri (membawa darah dari jantung) dan vena (membawa darah kembali ke jantung).Kapiler memungkinkan oksigen dan zat makanan berpindah dari darah ke dalam jaringan dan memungkinkan hasil metabolisme berpindah dari jaringan ke dalam darah.darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. Dari kapiler, darah mengalir ke dalam venula lalu ke dalam vena, yang akan membawa darah kembali ke jantung. Vena memiliki dinding yang tipis, tetapi biasanya diameternya lebih besar daripada arteri, sehingga vena mengangkut darah dalam volume yang sama tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah dan tidak terlalu dibawah tekanan. 2.2 PENGERTIAN SINDROM KORONER AKUT (SKA) Menurut Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Wasid (2007) menambahkan bahwa Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu fase akut dari Angina Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard Akut/ IMA gelombang Q (IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ) dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil. Menurut Harun (2007) mengatakan istilah Sindrom Koroner Akut (SKA) banyak digunakan saat ini untuk menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah koroner. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit koroner yaitu, angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan intervensi koroner perkutan. Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan keadaan darurat jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai akibat iskemia miokardium. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah. 13 Sindrom Koroner Akut (SKA) terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan aliran darah tersumbat total. 1. Angina Pectoris Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri.Hal ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang apabila aktivitas di hentikan. Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat dari letaknya (daerah yang terasa sakit), kualitas sakit hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama serangannya, sakit biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan benda berat di jepit atau terasa panas.Sakit dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara 1-5 menit. 2. Infark Miokard Akut Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke otot jantung. Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan menetap lebih dari 30 menit, tidak sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitro gliserin nausea berkeringat dan sangat menakutkan pasien, pada saat pemeriksaan fisik didapatkan muka pucat karti kardi dan bunyi jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif). 14 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut (SKA), Wasid (2007) mengatakan berat/ ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA) menurut Braunwald (1993) adalah 1. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan, terjadi >2 kali per hari. 2. Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat. 3. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.Secara Klinis: a. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal di luar koroner, seperti anemia, infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal napas. b. Kelas : Primer. c. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah diobati. Dengan anti angina (penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium) Antiangina dan nitrogliserin intravena. 2.3 ETIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Sumber masalah sesungguhnya hanya terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung (vasokonstriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh empat hal, meliputi: 1. Adanya timbunan-lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol tinggi. 2. Sumbatan (trombosis) oleh sel beku darah (trombus). 3. Vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah akibat kejang yang terus menerus. 4. Infeksi pada pembuluh darah. Wasid (2007) menambahkan mulai terjadinya Sindrom Koroner Akut (SKA) dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni: 1. Aktivitas/latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan) 2. Stress emosi, terkejut 3. Udara dingin, keadaan - keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, dan kontraktilitas jantung meningkat. 15 2.4 PATOFISIOLOGI SINDROM KORONER AKUT (SKA) Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi nutrient oleh selsel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akanmengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan penyakit aterosklerosis. Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma. Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik dan Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme anaerobik sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel (asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. 16 Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh spasme arteri koroner. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen (yang sering disebut infark). 2.5 PATHWAY Arterosklerosis, trombosis, kontriksi arteri koroneria Aliran darah ke jantung menurun Oksigen dan nutrisi menurun Jaringan miokard iskemik Nekrose lebih dari 30 menit Suplai kebutuhan oksigen ke jantung tidak sumbang Kerusakan Pertukaran Gas (tdk sesuai Resiko Penurunan Suplai oksigen ke miokard menurun patofisiologi) Metabolisme anaerob Nyeri Akut Timbunan asam laktat Fatique Gangguan Perfusi Jaringan Curah Jantung Hipoksia Integritas sel berubah Cemas (pertimbangan Kontraktilitas turun intoleransi aktifitas) COP turun Kegagalan pompa jantung 17 Resiko Kelebihan Volume Cairan Ekstra Vaskuler Gagal jantung 2.6 MANIFESTASI KLINIS SINDROM KORONER AKUT (SKA) Gejala sindrom koroner akut berupa keluhan nyeri ditengah dada, seperti: rasa ditekan, rasa diremas-remas, menjalar ke leher,lengan kiri dan kanan, serta ulu hati, rasa terbakar dengan sesak napas dan keringat dingin, dan keluhan nyeri ini bisa merambat ke kedua rahang gigi kanan atau kiri, bahu,serta punggung. Lebih spesifik, ada juga yang disertai kembung pada ulu hati seperti masuk angin atau maagh.Menurut Tapan (2002) menambahkan gejala kliniknya meliputi: a. Terbentuknya thrombus yang menyebabkan darah sukar mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati . b. Rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu dan lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat. Nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau pada penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering. c. Selain gejala-gejala yang khas di atas, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan di atas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin. 2.7 KOMPLIKASI SINDROMKORONER AKUT (SKA) 1. Aritmia 2. Emboli Paru 3. Gagal Jantung 4. Syok kardiogenik 5. Kematian mendadak 6. Aneurisma Ventrikel 7. Ruptur septum ventikuler 8. Ruptur muskulus papilaris 18 2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Elektrokardiografi (EKG), membantu menentukan area jantung dan arteri koroner mana yang terlibat 2. Ekokardiografi, menunjukkan keabnormalan pergerakan dinding ventrikular dan mendeteksi ruptur otot papiler atau septal 3. Rangkaian kadar enzim kardiak dan protein, menunjukkan kenaikan khas pada CK – MB, protein troponin T dan I serta mioglobin 4. Sinar X dada, menunjukkan gagal jantung sisi kiri, kardiomegali atau penyebab non kardiak lain terhadap dispnea serta nyeri di dada 5. Ekokardiografi transesofageal, memperlihatkan area berkurangnya pergerakan dinding otot jantung yang mengindikasikan iskemia 6. Scan citra nuklir menggunakan thallium 201 atau technetium 99 m, untuk mengidentifikasi area infarksi dan sel otot yang aktif 7. Pengujian laboratoris, memperlihatkan jumlah sel darah putih yang meningkat dan tingkat sedimentasi eritrosit berubah dalam tingkat elektrolit yang naik; 8. Kateterisasi kardiak, untuk mengetahui arteri koroner yang terlibat, memberikan informasi mengenai fungsi ventrikular srta tekanan dan volume didalam jantung. 2.9 PENATALAKSANAAN Prinsip umum : 1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan oto jantung dari infark miokard 2. Membatasi luasnya infark miokard 3. Mempertahankan fungsi jantung 4. memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit 5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan angina 6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak. a. Terapi Awal Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan, 19 2) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT 3) Oksigenasi : Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki miokard kekurangan yang menurunkan mengalami beratnya oksigen pada cedera serta ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung. 4) Nitrogliserin (NTG) : Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg ), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x NTG setiap 5 menit dilanjutkan dengan drip intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit) dan tekanan darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan). 5) Morphine : Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil 20 memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg iv 6) Aspirin : Harus diberikan sindrom kepada koroner akut semua jika pasien tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase – 1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada tablet. Aspirin suppositoria (325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. 7) Antitrombolitik lain : Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat memperpanjang agregasi waktu platelet, perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet., sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk. 21 memperoleh hasil yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5% menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16% menjadi 0,2–5,5%21. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin, namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah 17,22. Clopidogrel 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic Events) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada aterosklerosis (Product Monograph New Plavix). b. Terapi lanjutan (Reperfusi) : dilakukan oleh yang berkompeten dan dalam pengawasan ketat di ICCU 1) Trombolitik 22 Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat trombolitik bermanfaat.Trombolitik awal (kurang dari 6 jam) dengan strptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark, menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri. Indikasi : a) Umur < 70 tahun b) Nyeri dada khas infark, lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat. c) Elevasi ST lebih dari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2 sadapan EKG Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu streptokinase, urokinase, aktivator plasminogen jaringan yang direkombinasi (r-TPA) dan anisolated plasminogen activator complex (ASPAC).Yang terdapat di Indonesia hanya streptokinase dan r-TPA.R-TPA ini bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek. Kontraindikasi : a) Perdarahan aktif organ dalam b) Perkiraan diseksi aorta c) Resusitasi kardio pulmonal yang berkepanjangan dan traumatik d) Trauma kepala yang baru atau adanya neoplasma intrakranial e) Diabetic hemorrhage retinopathy f) Kehamilan g) TD > 200/120 mmHg h) Telah mendapat streptokinase dalam jangka waktu 12 bulan 2) Antikoagulan dan antiplatelet Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan resiko untuk terjadi tromboemboli dan reinfark sehingga perlu diberikan obat-obatan pencegah.Heparin dan Aspirin referfusion trias menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan segera setelah trombolitik dapat mempertahankan potensi dari arteri yang berhubungan dengan infark. 23 Pada infus intravena untuk orang dewasa heparin 20.00040.000 unit dilarutkan dalam 1 liter larutan glukosa 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan dalam 24 jam. Untuk mempercepat efek, dianjurkan menambahkan 500 unit intravena langsung sebelumnya.Kecepatan infus berdasarkan pada nilai APTT (Activated Partial Thromboplastin Time).Komplikasi perdarahan umumnya lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemberian secara intermiten. 2.10 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun 2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP 3. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal 4. Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA 5. 2.11 Ansietas b.d Ancaman Kematian INTERVENSI 1. Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam masalah penurunan curah jantung dapat teratasi Kriteria hasil : TD normal (100/80 - 140/90), Nadi normal, kuat dan regular (60 -100 ) Intervensi a. Observasi tekanan, evaluasi kualitas nadi Rasional : b. Berikan posisi kepala ( > tinggi dari ekstremitas) Rasional : c. mengetahui status perubahan klien memperlancar aliran darah balik ke jantuk Anjurkan klien unruk istirahat (bedrest) Rasional : mengurangi kerja jantung melebihi kemampuannya d. Lakukan pemeriksaan EKG Rasional : mengetahui adanya patologis pada jantung e. Kolabrasi pemberian O2 Rasional : membantu memenuhi kebutuhan oksigen 24 f. Kolaborasi pemberian obat vasodilator Rasional : mengurangi beban jantung 2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam masalah gangguan perfusi jaringan teratasi dengan criteria hasil : Kriteria hasil : TTV normal (TD : 100/80 – 140/90), Kulit hangat, Nadi perifer teraba a. Palpasi nadi perifer secara rutin dan evaluasi pengisian vesikuler Rasional : indikasi kedalam circulation b. Kaji adanya tanda-tanda homan’s Rasional : indicator pembentukan thrombus c. Observasi warna kulit adanya pucat atau kemerahan Rasional : gangguan pada sirkulasi perifer meningkatkan resiko kerusakan kulit d. Kaji fungsi gastrointestinal, adanya mual muntah, peristaltic, distensi abdomen, dan konstipasi Rasional : penurunan aliran darah dapat mengakibatkan diatensi gastrointestinal e. Kolaborasi mengenai pemeriksaan GDA Rasional : indikator perfusi / fungsi organ 3. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam masalah gangguan perfusi jaringan teratasi Kriteria hasil : Menunjukkan intake dan output seimbang, TTV dalam batas normal, BB stabil & tidak ada oedem Intervensi a. Pantau haluaran urin Rasional : haluaran urin mungkin sedikit karena penurunan perfusi ginjal 25 b. Pantau intake dan output cairan Rasional : c. mengetahui keseimbangan cairan Ukur lingkar abdomen Rasional : cairan dapat berpindah ke peritoneal (asitenial) d. Kolaborasi pemberian obat diuretik Rasional : meningkatkan laju aliran urin 4. Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA Tujuan : Klien dapat beradaptasi dengan nyeri setelah mendapat perawatan 2 x 24 jam Nyeri berkurang setelah intervensi selama 10 menit Kriteria hasil : a. Skala nyeri berkurang b. Klien mengatakan keluhan nyeri berkurang c. Klien tampak lebih tenang Intervensi a. Anjurkan klien untuk istirahat Rasional : istirahat akan memberikan ketenangan sebagai salah satu relaksasi klien sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang b. Motivasi teknik relaksasi nafas dalam Rasional : relaksasi napas dalam adalah salah satu teknik relaks dan distraksi, kondisi relaks akan menstimulus hormon endorfin yang memicu mood ketenangan bagi klien c. Kolaborasi analgesik ASA 1 x 100 mg Rasional : Analgesik akan mengeblok nosireseptor, sehingga respon nyeri klien berkurang 5. Ansietas b/d ancaman kematian Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan cemas berkurag Kriteria hasil : Klien tampak lebih tenang Intervensi a. Kaji tingkat kecemasan klien 26 Rasional : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien b. Melalukan pendidikan kesehatan tentang penyakit klien Rasional : Untuk memberikan informasi tentang penyakit klien c. Mengajarkan klien mengurangi cemas dengan cara mendengarkan musik Rasional : Untuk mengalihkan perhatian agar klien menjadi lebih tenang d. Melakukan tindakan kolaborasi untuk pemberian obat Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan klien 2.12 Pengertian Cardiac Arrest Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda tampak(American Heart Association,2010). Jameson,dkk (2005),menyatakan bahwa cardiac arrestadalah penghentian sirkulasi normal darah akibat kegagalan jantung untuk berkontraksisecara efektif.Berdasarkanpengertian di atas maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa henti jantung atau cardiac arrestadalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak untuk mempertahankan sirkulasi normal darah untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak dan organ vital lainnya akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. 2.13 Faktor predisposisi Iskandar (2008),mengatakan bahwa faktor risiko cardiac arrest adalah:Laki-laki usia 40 tahun atau lebih, memiliki kemungkinan untuk terkena cardiac arrestsatu berbandingdelapan orang, sedangkan pada wanita adalah satu berbanding 24 orang. Semakin tua seseorang, semakin rendah risiko henti jantung mendadak. Orang dengan faktor risiko untuk penyakit jantung, seperti hipertensi, hiperkholesterolemia dan merokok memiliki peningkatan risiko terjadinya cardiac arrest(Iskandar,2008). Menurut American Heart Association (2010), seseorang dikatakan mempunyai risiko tinggi untuk terkena cardiac arrestdengan kondisi: a. Adanya jejas di jantung karena serangan jantung terdahulu atau oleh sebab lain; jantung yang terjejas atau mengalami pembesaran karena sebab tertentu cenderung untuk mengalami aritmia ventrikel yang mengancam jiwa. 27 Enambulan pertama setelah seseorang mengalami serangan jantung adalah periode risiko tinggi untuk terjadinya cardiac arrest pada pasien dengan penyakit jantung atherosclerotic. b. Penebalan otot jantung (cardiomyopathy)karena berbagai sebab (umumnya karena tekanan darah tinggi, kelainan katub jantung) membuat seseorang cenderung untuk terkena cardiac arrest. c. Seseorang sedang menggunakan obat-obatan untuk jantung; karena beberapa kondisi tertentu, beberapa obat-obatan untuk jantung (anti aritmia) justru merangsang timbulnya aritmiaventrikeldan berakibat cardiac arrest. Kondisi seperti ini disebut proarrythmic effect.Pemakaian obat-obatan yang bisa mempengaruhi perubahan kadar potasium dan magnesium dalam darah (misalnya penggunaan diuretik) juga dapat menyebabkan aritmia yang mengancam jiwa dan cardiac arrest. d. Kelistrikan yang tidak normal; beberapa kelistrikan jantung yang tidak normal seperti Wolff-Parkinson-White-Syndromedan sindroma gelombang QT yang memanjang bisa menyebabkan cardiac arrestpada anak dan dewasa muda. e. Pembuluh darah yang tidak normal, jarang dijumpai(khususnya di arteri koronari dan aorta) sering menyebabkan kematian mendadak pada dewasa muda. Pelepasan adrenalin ketika berolah raga atau melakukan aktifitas fisik yang berat, bisa menjadi pemicu terjadinya cardiac arrestapabila dijumpai kelainan tadi. f. Penyalahgunaan obat; penyalahgunaan obat adalah faktor utama terjadinya cardiac arrestpada penderita yang sebenarnya tidak mempunyai kelainan pada organ jantung. 2.14 Tanda-tanda cardiac arrest Tanda-tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010)yaitu: a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak ataupun cubitan. b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan dibuka. c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis). 28 2.15 Proses terjadinya cardiac arrest Kebanyakan korban henti jantung diakibatkan oleh timbulny aaritmia : fibrilasi ventrikel(VF), takhikardi ventrikel (VT), aktifitas listrik tanpa nadi (PEA), dan asistol (Diklat Ambulans Gawat Darurat 118, 2010). a. Fibrilasi ventrikel Merupakan kasus terbanyak yang sering menimbulkan kematian mendadak, pada keadaan ini jantung tidak dapat melakukan fungsi kontraksinya, jantung hanya mampu bergetar saja. Pada kasus ini tindakan yang harus segera dilakukan adalahCPR danDC shock atau defibrilasi. b. Takhikardi ventrikel Mekanisme penyebab terjadinyan takhikardi ventrikel biasanya karena adanya gangguan otomatisasi (pembentukan impuls) ataupaun akibat adanya gangguan konduksi. Frekuensi nadi yang cepat akan menyebabkan fase pengisian ventrikel kiri akan memendek, akibatnya pengisiandarahke ventrikel juga berkurang sehingga curah jantung akan menurun. VT dengan keadaan hemodinamik stabil, pemilihan terapi dengan medika mentosa lebih diutamakan. Pada kasus VTdengan gangguan hemodinamik sampai terjadi henti jantung(VT tanpa nadi), pemberian terapi defibrilasi dengan menggunakan DC shockdan CPRadalah pilihan utama. c. Pulseless Electrical Activity(PEA) Merupakan keadaan dimana aktifitas listrik jantung tidak menghasilkan kontraktilitas atau menghasilkan kontraktilitas tetapi tidak adekuat sehingga tekanan darah tidak dapat diukur dan nadi tidak teraba.Pada kasus ini CPR adalah tindakan yang harus segera dilakukan.d)AsistoleKeadaan ini ditandai dengan tidak terdapatnya aktifitas listrik pada jantung, dan pada monitorirama yang terbentuk adalah seperti garis lurus. Pada kondisi ini tindakan yang harus segera diambil adalah CPR. 2.16 Prognosis Kematian otak dan kematian permanen dapat terjadi hanya dalam jangka waktu 8sampai 10menit dari seseorang tersebut mengalami henti jantung (Diklat Ambulans 29 Gawat Darurat 118,2010).Kondisi tersebut dapat dicegah dengan pemberian resusitasi jantung paru dan defibrilasi segera (sebelum melebihi batas maksimal waktu untuk terjadinya kerusakan otak), untuk secepat mungkin mengembalikan fungsi jantung normal.Resusitasi jantung paru dan defibrilasi yang diberikan antara 5 sampai 7 menit dari korban mengalami henti jantung, akan memberikan kesempatan korban untuk hidup rata-rata sebesar 30% sampai 45 %. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa dengan penyediaan defibrillator yang mudah diaksesdi tempat-tempat umum seperti pelabuhan udara, dalam arti meningkatkan kemampuan untuk bisa memberikan pertolongan (defibrilasi) sesegera mungkin, akan meningkatkan kesempatan hidup ratarata bagi korban cardiac arrest sebesar 64%(American Heart Assosiacion.2010). 2.17 Patofisiologi Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun, umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen keotak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death). Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang mendasari terjadinya cardiac arrest. 1. Penyakit Jantung Koroner Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak,semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otototot jantung tidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut. Jaringan parut ini 30 dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung, meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest. 2. Stress Fisik Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi, diantaranya: a. perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam b. sengatan listrik c. kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma yang berat d. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah e. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki gangguan jantung. f. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleksakibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed. 3. Kelainan Bawaan Ada sebuahkecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA. 4. Perubahan struktur jantung Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung. 5. Obat-obatan Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis. 6. Tamponade jantung 31 Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian. 7. Tension pneumothorax Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung. 2.18 Pemeriksaan Diagnostik 1. Elektrokardiogram Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadangdi bagian tubuh lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko kematian mendadak. 2. Tes darah a. Pemeriksaan Enzim Jantung Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung. b. Elektrolit Jantung Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest. 3. Test Obat 32 Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang. 4. Test Hormon Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac arrest. 5. Imaging tesi a. Pemeriksaan Foto Torak Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Halini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung. b. Pemeriksaan nuklir Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru. c. Ekokardiogram Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantungtelah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup. 6. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang 33 mungkin memicu -atau menghentikan –aritmia. Hal ini memungkinkan dokter untuk mengamati lokasi aritmia. 7. Ejection fraction testing Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat menentukan kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakanfraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikelsetiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest. Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda, pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT) scan jantung. 8. Coronary catheterization(angiogram) Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka. 2.19 Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resusitation 2.19.1 Pengertian Menurut Wong, yang dikutipdalam(Krisanty.dkk,2009), Resusitasi JantungParu(RJP)adalah suatu cara untuk memfungsikan kembali jantung dan paru.Cardio Pulmonary Resusitation(CPR) adalah suatu teknik bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk memberikan oksigen ke otak dan jantung sampai ke kondisi layak, dan mengembalikan fungsi jantung dan pernafasan ke kondisi normal(Nettina,2006). 2.19.2 Prosedur Cardio Pulmonary Resusitation Pada penanganan korban cardiac arrestdikenal istilah rantai untuk bertahan hidup (chin of survival);cara untuk menggambarkan penanganan ideal yang harus 34 diberikan ketika ada kejadian cardiac arrest. Jika salah satu dari rangkaian ini terputus, maka kesempatan korban untuk bertahan hidup menjadi berkurang, sebaliknya jika rangkaian ini kuat maka korban mempunyai kesempatan besar untuk bisa bertahan hidup. Menurut (Thygerson,2006), dia berpendapatbahwa chin of survivalterdiri dari 4 rangkaian : early acces, early CPR, early defibrillator,danearly advance care. a. Early acces: kemampuan untuk mengenali/mengidentifikasi gejala dan tanda awal serta segera memanggil pertolongan untuk mengaktifasi EMS. b. Early CPR: CPR akan mensuplai sejumlah minimal darah ke jantung dan otak, sampai defibrilator dan petugas yang terlatih tersedia/datang. c. Early defibrillator: pada beberapa korban, pemberian defibrilasi segera ke jantung korban bisa mengembalikan denyut jantung. d. Early advance care: pemberian terapi IV, obat-obatan, dan ketersediaan peralatan bantuan pernafasan. Ketika jantung seseorang berhenti berdenyut, maka dia memerlukan tindakan CPR segera. CPR adalah suatu tindakan untuk memberikan oksigen ke paru-paru dan mengalirkan darah ke jantung dan otak dengan cara kompresi dada. Pemberian CPR hampir sama antara bayi (0-1 tahun), anak(1-8 tahun), dan dewasa (8 tahun/lebih), hanya dengan sedikit variasi(Thygerson,2006). Sebelum pelaksanaan prosedur, nilai kondisi pasien secara berturut-turut: pastikan pasien tidak sadar, pastikan tidak bernafas, pastikan nadi tidak berdenyut, dan interaksi yang konstan dengan pasien(Krisanty.dkk,2009). Prosedur CPR menurut (Nettina, 2006 ; Thygerson, 2006), adalah terdiri dari airway, breathing dan circulation: a) Menentukan ketiadaan respon/Kebersihan Jalan Nafas (airway) : 1. Yakinkan lingkungan telah aman, periksa ketiadaan respon dengan menepuk atau menggoyangkan pasien sambil bersuara keras “Apakah anda baik-baik saja?” Rasionalisasi : hal ini akan mencegah timbulnya injurypada korban yang sebenarnya masih dalam keadaan sadar. 2. Apabila pasien tidak berespon, mintaseseorang yang saat itu bersama kita untuk minta tolong (telp:118). Apabila kita sendirian, korbannya dewasa dan di tempat itu tersedia telepon, panggil 118. Apabila kita sendiri, dan korbannya bayi/anakanak, lakukan CPR untuk 5 siklus(2 menit), kemudian panggil 118. 35 3. Posisikan pasien supinepada alas yang datar dan keras, ambil posisi sejajar dengan bahu pasien. Jika pasienmempunyai trauma leher dan kepala,jangan gerakkan pasien, kecuali bilasangat perlu saja.Rasionalisasi: posisi ini memungkinkan pemberi bantuan dapat memberikan bantuannafas dan kompresi dada tanpa berubah posisi. 4. Buka jalan nafas a. Head-tilt/chin-lift maneuver:letakkan salah satu tangan di kening pasien, tekan kening ke arah belakang dengan menggunakan telapak tangan untuk mendongakkan kepala pasien. Kemudian letakkan jari-jari dari tangan yang lainnya di dagu korban pada bagian yang bertulang, dan angkat rahang ke depan sampai gigi mengatub.Rasionalisasi: tindakan ini akan membebaskan jalan nafas dari sumbatan oleh lidah. b. Jaw-thrust maneuver: pegang sudut dari rahang bawah pasien pada masingmasing sisinya dengan kedua tangan, angkat mandibula ke atas sehingga kepala mendongak.Rasionalisasi: teknik ini adalah metode yang paling aman untuk membuka jalan nafas pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher. b). Pernafasan (Breathing) 1. Dekatkan telinga ke mulut dan hidung pasien, sementara pandangan kita arahkan ke dada pasien, perhatikan apakah ada pergerakan naik turun dada dan rasakan adanya udara yang berhembus selama expirasi.(Lakukan 5-10 detik).Jika pasien bernafas, posisikan korban ke posisi recovery(posisi tengkurap, kepala menoleh ke samping).Rasionalisasi: untuk memastikan ada atau tidaknya pernafasan spontan. 2. Jika ternyata tidak ada, berikan bantuan pernafasanmouth to mouth atau dengan menggunakan amfubag. Selama memberikan bantuan pernafasan pastikan jalan nafas pasien terbuka dan tidak ada udara yang terbuang keluar. Berikan bantuan pernafasan sebanyak dua kali (masing-masing selama 2-4 detik).Rasionalisasi: pemberian bantuan pernafasan yang adekuat diindikasikan dengan dada terlihat mengembang dan mengempis, terasa adanya udara yang keluar dari jalan nafas dan terdengar adanya udara yang keluar saat expirasi. c). Circulation 36 Pastikan ada atau tidaknya denyut nadi, sementaratetapmempertahankan terbukanya jalan nafas dengan head tilt-chin liftyaitusatu tangan pada dahi pasien, tangan yang lain meraba denyut nadi pada arteri carotis dan femoralselama 5 sampai 10 detik. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai dengan kompresi dada. 1. Berlutut sedekat mungkin dengan dada pasien. Letakkan bagian pangkal dari salah satu tangan pada daerah tengah bawah dari sternum (2 jari ke arah cranial dari procecus xyphoideus). Jari-jari bisa saling menjalin atau dikeataskan menjauhi dada. Rasionalisasi: tumpuan tangan penolong harus berada di sternum, sehingga tekanan yang diberikan akan terpusat disternum, yang mana akan mengurangi resiko patah tulang rusuk. 2. Jaga kedua lengan lurus dengan siku dan terkunci, posisi pundak berada tegak lurus dengan kedua tangan, dengan cepat dan bertenaga tekan bagian tengah bawah dari sternum pasien ke bawah, 1-1,5inch (3,8-5 cm) 3. Lepaskan tekanan ke dada dan biarkan dada kembali ke posisi normal. Lamanya pelepasan tekanan harus sama dengan lamanya pemberian tekanan. Tangan jangan diangkat dari dada pasien atau berubah posisi. Rasionalisasi: pelepasan tekanan ke dada akan memberikan kesempatan darah mengalir ke jantung. 4. Lakukan CPR dengan dua kali nafas buatan dan 30 kali kompresi dada. Ulangi siklus ini sebanyak 5 kali(2 menit). Kemudian periksa nadi dan pernafasan pasien. Pemberian kompresi dada dihentikan jika: a).telah tersedia AED (Automated External Defibrillator). b). korban menunjukkan tanda kehidupan. c). tugas diambil alih oleh tenaga terlatih. d). penolong terlalu lelah untuk melanjutkan pemberian kompresi. Rasionalisasi: bantuan nafas harus dikombinasi dengan kompresi dada. Periksa nadi di arteri carotis, jika belum teraba lanjutkan pemberian bantuan nafas dan kompresi dada. 5. Sementara melakukan resusitasi, secara simultan kita juga menyiapkan perlengkapan khusus resusitasi untuk memberikan perawatan definitive. 37 Rasionalisasi; perawatan definitive yaitu termasuk di dalamnya pemberian defibrilasi, terapi obat-obatan, cairan untuk mengembalikan keseimbangan asam-basa, monitoring dan perawatan oleh tenaga terlatihdi ICU. 6. Siapkan defibrillator atau AED(Automated External Defibrillator) segera. CPRyang diberikan pada anakhanyamenggunakan satu tangan, sedangkan untuk bayi hanya menggunakan jari telunjuk dan tengah. Ventrikel bayi dan anak terletak lebih tinggi dalam rongga dada, jadi tekanan harus dilakukan di bagian tengah tulang dada. 38 BAB III TINJAUAN KASUS 3.1 KASUS Tn.A umur 69 th, datang kerumah sakit dengan keluhan badan lemas saat melakukan aktivitas, lemas berkurang saat istirahat, sedikit sesak, menggunakan otot bantu pernapasan, dan pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 3 tahun serta asam urat. Setelah dilakukan pemeriksaan diperoleh hasil N : 37x/mnt , S : 36,70C, BB : 51kg, TD : 148/65mmHg, SPO2 : 99%, CRT : >2dtk, GCS : 15 compos mentis E4M6V5 3.2 ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Tanggal pengkajian : 16 Agustus 2020 Ruang : ICCU Mahasiswa : kelompok 1 B. IDENTITAS 1. Identitas Pasien a. Nama : Tn. A b. Jenis kelamin : laki-laki c. Umur : 69 tahun d. Agama : islam e. Status perkawinan : kawin f. Pendidikan : SD g. Alamat h. Pekerjaan i. Tanggal masuk : 15 Agustus 2020 j. No register k. Diagnosa medis : SKA (sindrom koroner akut) :blok busi ligung majalengka : buruh : 81639 2. Identitas penanggung jawab a. Nama : Tn. R b. Alamat : blok busi ligung majalengka 39 c. Pekerjaan : wiraswasta d. Hubungan dg pasien : anak C. PRIMERY SURVEY 1. Airway Look : tidak ada sumbatan, tidak ada benda asing, tidak ada darah yang keluar Listen : tidak bunyi stridor atau snokling Feel : terdapat hembusan nafas 2. Breathing Look : gerakan dada simetris, menggunakan otot bantu pernafasan, retraksi interkosta? Listen : bunyi nafas vesikuler Feel : RR 24x/mnt 3. Circulation N : 37 x/mnt? S : 36,7 oC TD : 148/65 mmHg SPO2 : 99 % CRT : > 2 detik 4. Disability GCS : 15 compos mentis E 4M 6V 5 5. Expouse Tidak ada fraktur, tidak ada pendarahan, dan tidak ada oedem D. SECONDARY SURVEY 1. Keluhan utama Pasien mengatakan badannya lemas dan sedikit sesak 2. Riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang 40 P : lemas berkurang saat istirahat, badannya lemas saat melakukan aktivitas b. Q : tidak dapat melakukan aktivitas R : di seluruh tubuh S : skala nyeri 7 dari rentang 1-10 T : nyeri dari 10 hari yang lalu durasi kurang lebih 5 menit Riwayat kesehatan masa lalu Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit seperti ini. Namun pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi selama 3 tahun serta asam urat. c. Riwayat kesehatan keluarga Keluarga Tn.A tidak ada yang memiliki penyakit yang sama 3. Pemeriksaan fisik a. BB : 51 kg b. Kepala 1. Kulit kepala, rambut Tidak ada oedem, rambut beruban dan tidak ada benjolan di kepala 2. Mata Kedua mata simetris, Sklera ikterik, konjungtiva anemis 3. Hidung Sedikit kotor dan terpasang nasal kanul 3 liter/menit 4. Telinga Terdapat serumen, kedua telinga simetris 5. Mulut Bibir lembab, lidah kotor, bibir kotor 6. Leher Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid c. Pemeriksaan dada 1. Jantung I : bentuk simetris P : ictus cordis teraba di ics v mitklavikula P : pekak (ada pembesaran jantung atau tidak) A : S1 dan S2 terdapat suara tambahan murmur 41 2. 3. 4. Paru – Paru I : bentuk simetris, terdapat retraksi dada, otot bantu nafas P : pengembangan paru tidak sama P : pekak A : vaskuler Abdomen I : tidak ada pembesaran abdomen, bentuk datar A : peristaltik 14 x/mnt P : terdapat nyeri tekan di kuadran II P : terdengar tympani pada usus redup pada dan ginjal Genetlia Terpasang kateter 5. Ekstremitas Ekstremitas atas : terpasang infus, di sebelah kanan terpasang manset tensi di sebelah kiri Ekstremitas bawah : tidak ada oedem maupun fraktur E. TERSIER SURVEY 1. Pemeriksaan penunjang a. Laboratorium tanggal 31-04-2014 Nama Nilai normal Hasil interpretasi WBC 9,51 x 10^ 3/uL 4,00 – 10.00 Normal RBC 2,61 x10^ 6/uL 3,50 – 5,50 Tinggi HGB 7,79.Dl 12,0 – 18,0 Tinggi HCT 24,1 % 37,0 – 54,0 Tinnggi MCV 42,2 dL 80,0 – 100,0 Tinggi MCH 24,5 dL 27,0 - 34,0 Tinggi MCHC 32,0 g/dL 32,0 – 36,0 Normal RDW- CV 13,0 % 11,0 – 16,0 Normal RDW- CD 49,0 dL 35,0 – 56,0 Normal PLT 350 x 10^ 3/uL 150 – 400 Tinggi PCT 0,220% 0,108 -0,282 Tinggi 42 b. Laboratorium kimia Jenis Hasil Nilai normal Interpretasi Glukosa P 65 75 – 115 Tinggi Glukosa 2j PP 121 < 140 Normal Kolestrol 163 < 200 Normal Trikgliserida 91 <150 Normal Asan urat 13,18 L : 3,4 – 70 Tinggi SGOT 48 < 37 Rendah SGPT 26 < 40 Normal Ureum 179,6 15 – 55 Rendah Kreatinin 13,93 0,6 – 1,1 Rendah Kalium 8,51 3,6 - 55 Rendah Natrium 134,1 135 – 155 Tinggi Klorida 108, 3 98 -108 Rendah pemeriksaan c. Terapi Nama obat Dosis ISDN 3x1 dosis dicantumkan berupa MG/G dan pemberian lewat mana Aspilet 1x1 Trizedon 2x1 Diltiazon 2x1 Salbutamol 3x1 Bicnat 2x1 Crg 1x1 Inj.Lasix 1x2 Inj. SCL k/p Kalitake 3x1 43 d. Cairan parental 1) D5 % + catapres 2 ampul 2) Nacl 3) PA 2. Pola kebiasaan sehari – hari a. Pola nutrisi Sebelum sakit : pasien makan sehari 3 x dengan porsi habis Selama sakit : pasien makan sehari 3 x setengah porsi habis tetapi selanjutnya selalu habis. b. Pola eliminasi Sebelum sakit : BAB sehari 1 x dan 6 x sehari Selama sakit : BAB 1 x tapi sangat sedikit , BAK setiap kali dibuang kurang c. lebih 100 ml 3 x dalam sehari Pola istirahat dan tidur Sebelum sakit : pasien istirahatnya sehari kurang lebih 7 jam. Selama sakit : pasien istirahatnya lebih banyak sekitar 9 jam dalam sehari. d. Pola aktivitas dan latihan Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa melakukan aktivitasnya Selama sakit e. : pasien hanya terbaring lemah di tempat tidur Personal hygiene Sebelum sakit : pasien mengatakan mandi sehari 2 x, selalu gosok gigi 3 x sehari. Selama sakit : pasien hanya di kompres atau di washen saja oleh perawat. 44 F. ANALISA DATA No Hari/tgl/jam 1 Data Minggu, 16 Ds: agustus 2020 - Pasien mengatakan 15.00 badannya terasa lemas Etiologi Problem Ateroklerosis Penurunan curah jantung Supali O2 ke (data blm miokard memperlihatkan Do: adany - TD : 148/65 Hipoksia mmHg penurunan curah jantung - N : 37x/mnt Integritas sel tlg dilihat lagi - R : 19x/mnt berubah di nanda) - S : 36,70 C - Akral dingin (tidak ada Kontraktilitas menurun dipengkajian) - RBC : 2,61 - Hb 2 Nadi menurun : 7,79 /dL - SPO2 : 92 % COP menurun Selasa Ds: Aterosklerosis 1 april 2014 - 15.00 Pasien perfusi jaringan mengatakan badanya terasa lemas - Gangguan perifer Suplay O2 ke miokard menurun Pasien mengatakan perutnya terasa Integrtas sel berubah 45 mual dan muntah – muntah Do: - Kontraktilitas TD : 148/65 menurun mmHg - N : 37 x/mnt - R : 19 x/mnt - S : 36,7 0 C - Akral dingin (tidak ada Nadi menurun COP turun dipengkajian) 3 - Hb : 7,79 /dL - RBC : 2,61 - CRT > 2 detik Senin, 17 Ds: agustus 2020 - 15.00 Do : Aterosklerosis Resiko perubahan COP turun cairan berlebih - Balance cairan 570 (tidak ada dipengkajian) Penurunan perfusi organ renal - Ureum : 179, 6 - Kreatinin : 13, 93 Peningkatan nutrisi sodium dan air G. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan nadi menurun 2. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP 3. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal 46 H. INTERVENSI No 1 Hari/tgl/ja No Tujuan & Kriteria m Dx hasil Minggu, 16 agustus 2020 1 Setelah dilakukan Intervensi 1. Observasi tekanan, tindakan keperawatan evaluasi kualitas selama 2x24 jam nadi masalah penurunan R/ mengetahui status curah jantung dapat perubahan klien teratasi dengan kepala ( > tinggi dari 1. TD normal ekstremitas) (100/80 - 140/90) R/ memperlancar Nadi normal, aliran darah balik ke kuat dan regular jantuk (60 -100 ) D Kel 1 2. Berikan posisi Kriteria hasil : 2. TT 3. Anjurkan klien Tlg dipertimbangkan unruk istirahat waktu pencapaian (bedrest) selama 48 jam fungsi R/ mengurangi kerja jantug tidak akan jantung melebihi kembali normal??? kemampuannya 4. Lakukan pemeriksaan EKG R/ mengetahui adanya patologis pada jantung 5. Kolabrasi pemberian 47 O2 (lewat apa) R/ membantu memenuhi kebutuhan oksigen 6. Kolaborasi pemberian obat vasodilator R/ mengurangi beban jantung (tolong dilihat lagi variasi rencana keperawatan di nanda) 2 Selasa, 1 april 2014 II Setelah dilakukan 1. Palpasi nadi perifer tindakan keperawatan secara rutin dan selama 2 x 24 jam evaluasi pengisian masalah gangguan vesikuler perfusi jaringan R/ indikasi kedalam teratasi dengan circulation Kriteria hasil : 1. TTV normal tanda homan’s R/ indicator 140/90) pembentukan 3. Nadi perifer teraba 1 2. Kaji adanya tanda- (TD : 100/80 – 2. Kulit hangat Kel thrombus 3. Observasi warna kulit adanya pucat Tlg dipertimbangkan atau kemerahan waktu pencapaian R/ gangguan pada selama 48 jam fungsi sirkulasi perifer jantug tidak akan meningkatkan resiko kembali normal??? kerusakan kulit 4. Kaji fungsi gastrointestinal, 48 adanya mual muntah, peristaltic, distensi abdomen, dan konstipasi R/ penurunan aliran darah dapat mengakibatkan diatensi gastrointestinal 5. Kolaborasi mengenai pemeriksaan GDA R/ indikator perfusi / fungsi organ (tolong dilihat lagi variasi rencana keperawatan di nanda) 3 Senin, 17 agustus 2020 III Setelah dilakukan 1. Pantau haluaran urin tindakan keperawatan R/ haluaran urin selama 2 x 24 jam mungkin sedikit masalah resiko karena penurunan perubahan volume perfusi ginjal Kel 1 cairan teratasi dengan 2. Pantau intake dan Kriteria hasil : output cairan 1. Menunjukkan R/ mengetahui intake dan output seimbang 2. TTV dalam batas normal 3. BB stabil & tidak ada oedem Tlg dipertimbangkan keseimbangan cairan 3. Ukur lingkar abdomen R/ cairan dapat berpindah ke peritoneal (asitenial) 4. Kolaborasi 49 waktu pencapaian pemberian obat selama 48 jam fungsi diuretik jantug tidak akan R/ meningkatkan kembali normal??? laju aliran urin I. IMPLEMENTASI No No Hari/tgl/jam 1 Minggu, 16 I& agustus 2020 2 Implementasi Dx 1. Mengobservasi tanda – tanda vital 16.00 Respon Ds: TTD Kel 1 Pasien mengatakan badannya lemas Do: TD : 148.65 mmHg N : 37x/mnt S : 14 x /mnt 2. 16.30 1 Memberikan kepala lebih tinggi Ds: Pasien mengatakan teraa lebih nyaman Do: Wajah pasien terlihat rileks 3. Menganjurkan 16.45 1 pasien untuk Ds: banyak istirahat Pasien mengatakan akan lebih banyak istirahat Do: Pasien terlihat bisa 50 istirahat 4. Mengevaluasi 17.30 1,2 keatas nadi dan Ds : - perifer Do : Deyut nadi masih lemah CRT > 2 detik 5. Mengobservasi 19.00 3 warna kulit Ds : Do : Adanya sianosis Hb : 7,79 6. Menghitung 20.00 1 haluaran urin Ds : Do : 500 ml 7. Memberikan obat 20.00 1 vatodilator Ds: Do: - ISDN - Aspilet - Trizedon - Salbutamol - Kaltadek 8. Memberikan obat 20.00 3 diuretik Ds: Do: 2 Senin, 17 aguatus 2020 16.00 1. Mengobservasi TTV - Lasix - Benat Ds: Kel 1 Do: TD : 145/ 65 mmHg N : 55 x/mnt R : 21 x /mnt S : 37,5 0C 51 16.05 17.00 2. Mengevaluasi Ds: denyut nadi dan Do : pengisian kapiler - Nadi kuat - CRT > 2 detik 3. Melakukan perekaman EKG Ds: Do: - Sinus bradikardi - Terdapat ST elevasi di lead V1, V2 dan V6 17.30 4. Mengkaji warna kulit Ds : Do : Wajah pasien terlihat pucat 18.00 5. Mengakaji fungsi gastrointestinal Ds: - Pasien mengatakan sudah tidak mual dan muntah lagi Do: - Tidak ada distensi abdomen Ds: 19.00 6. Menghitung haluaran urin Do: Haluaran urin 200 ml Ds: Do: 19.15 7. Menghitung balance cairan Hasil balance cairan kurang lebih 945 ml 52 Ds: Do: 20.00 8. Memberikan obat - ISDN sesuai dengan advis - Kalitake dokter - Salbutamol - Trizedon - Diltiazem - Lasix J. EVALUASI No Hari/tgl/jam No Dx 1. Minggu, 1 I Evaluasi S: agustus 2020 Pasien mengatakan badannya masih terasa 21.00 lemas TTD Kel 1 O: Ku: lemah Kes : cpos mentis E4 M6 V5 TD: 143/65 mmHg N : 39 x/mnt S : 36,7 o C RR : 20 x/mnt SPO2 : 99 % Hb : 7,79 Nadi lemah, CRT > 2 detik A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 2 Selasa, 1 II S: April 13, Pasien mengatakan badannya lemas dan mual 2014 sudah hilang Kel 1 O: 53 N : 39x/mnt Akral dingin Sianosis Nadi perifer lemah Akral dingin Sianosis Nadi perifer lemah A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 1,2,3 3 Senin, 17 III agustus 2020 S: Kel 1 O: Haluaran urin100 ( tidak pekat) Tidak ada oedem di ekstremitas maupun peritoneal A: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi 3,4 2 Rabu, 2 april I S: 2014 Pasien mengatakan badannya masih lemas 21.00 Hari sudah jauh lebih baik dari kemarin Kel 1 O: Ku: sedang Kes : CM TD : 147/69 mmHg N : 54x/mnt S : 37,1 0 C RR : 20x/mnt CRT : > 2 detik A: Masalah belum teratasi 54 P: Lanjutkan intervensi 1, 2 II S: Kel 1 Pasien mengatakan badannya masih lemas O: Ku: sedang Kes: CM CRT : 54x/mnt teraba kuat CRT : > 2 detik O: Masalah belum teratasi P: Lanjutkan intervensi no 1 III S: Kel 1 O: Haluaran urin 200 L Tidak ada oedem Hiperkalemia : kalium : 8,51 Ureum : 179,6 A: Masalah belum teratasi P: Lanjtkan intervensi no 1,2 55 BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap asuhan keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan data tentang klien. Dimana pengkajian dilakukan dengan beberpa cara yaitu melalui wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan dokumentasi. Pada pengkajian didapat data dasar, identitas klien, riwayat keluhan utama, pemeriksaan fisik dan data penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, terapi. 4.2 Diagnosa keperwatan Dalam menegakkan diagnosa keperawatan pada study kasus penulis berusaha merumuskan diagnosa keperawatan menurut teoritis adalah : a. Penurunan curah jantung b.d Perubahan Nadi Menurun b. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan COP c. Resiko perubahan volume cairan berlebih berhubungan dengan penurunan perfusi organ renal d. Nyeri Akut b.d. penurunan suplay oksigen ke miokard sekunder terhadap IMA e. Ansietas b.d Ancaman Kematian Dari diagnosa keperawatan yang ada pada studi kepustakaan hanya dua yang muncul diagnosa yang sama dari studi kasus selama pengkajian. Sehingga diagnosa-diagnosa yang muncul dalam studi kasus ini yaitu : a. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Nadi Menurun b. Gangguan Perfusi Perifer b.d Penurunan COP 56 c. Resiko Perubahan Volume Cairan Berlebih b.d Penurunan Perfusi Organ Renal 4.3 Intervensi Dalam menyusun renacana tindakan keperawatan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasilnya, maka penyusun membuat rencana berdasarkan acuan pada tinjauan teori.Rencana tindakan dibuat selama 2 hari perawatan.Dari 3 diagnosa keperawatan ini, intervensi dapat ditetapkan pada kasus karena berkat kerjasama yang baik antara perawat, klien dan keluarga klien. Dalam menyusun tindakan yang akan dilakukan ini disesuaikan dengan diagnosa yang ditemukan sehingga mendapatkan tujuan yang diinginkan. 4.4 Implementasi Salah satu bentuk implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan keperawatan yang telah disusun.Selama melaksanakan implementasi penulis tidak menemukan kesulitan karena klien dan keluarga klien sangat kooperatif.Dan implemntasi yang dilakukan dapat diterima oleh klien dan keluarga klien. 4.5 Evaluasi Dari lima diagnosa yang dapat ditegakkan selama study kasus hanya dua diagnosa yang sama dengan diagnosa keperawatan menurut teoritis dikarenakan klien dalam masa penyembuhan dan telah mendapatkan terapi dari tim medis. Dan semua evaluasi dapat dicapai sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. 57 BAB V PENUTUP 5.1 KESIMPULAN Setelah melakukan Asuhan Keperawatan ini penulis sudah mampu untuk menerapkan asuhan keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa medisnya yaitu Sindrom Koroner Akut (SKA) melalui proses : 1. Pengkajian Dalam melakukan pengkajian, penulis dapat mengumpulkan data pada klien dengan Sindrom Koroner Akut (SKA) yang dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, observasi dan dokumentasi keperawatan. 2. Diagnosa Keparawatan Setelah pengumpulan data maka dapat ditemukan masalah-masalah keperawatan melalui analisa data dengan diagnosa : a. Penurunan Curah Jantung b.d Perubahan Nadi Menurun b. Gangguan Perfusi Perifer b.d Penurunan COP c. Resiko Perubahan Volume Cairan Berlebih b.d Penurunan Perfusi Organ Renal 3. Perencanaan Pada tahap perencanaan dapat disusun rencana tindakan dengan prioritas masalah klien. Henti jantung merupakan suatu keadaan terhentinya fungsi pompa otot jantung secara tiba-tiba yang berakibat pada terhentinya proses penghantaranoksigen dan pengeluaran karbondioksida. Keadaan ini bisa terjadi akibathipoksia lama karena terjadinya henti nafas yang merupakan akibat terbanyakhenti jantung pada bayi dan 58 anak.Kerusakan otak dapat terjadi luas jika henti jantung berlangsung lama,karena sirkulasi oksigen yang tidak adekuat akan menyebabkan kematian jaringan otak. Hal tersebutlah yang menjadi alasan penatalaksanaan berupa CPR atau RJP harus dilakukan secepat mungkin untuk meminimalisasi kerusakan otak dan menunjang kelangsungan hidup korban.Hal yang paling penting dalam melakukan resusitasi pada korban, apapun teknik yang digunakan adalah memastikan penolong dan korban berada di tempat yang aman, menilai kesadaran korban dan segera meminta bantuan. 5.2 SARAN Berdasarkan hasil penerapan Asuhan keperawatan yang dilakukan maka beberapa masukan yang dapat diberikan antara lain : 1. Klien dan keluarga Kepada klien dan keluarga diharapkan mampu menjaga kesehatan serta mempunyai keinginan untuk melaksanakan tindakan-tindakan dan nasehatnasehat yang telah diberikan tenaga kesehatan demi kesehatan klien. 2. Tenaga Perawat Dalam melakukan pengkajian pada klien / keluarga diharapkan perawat perlu mempersiapkan diri dengan pengetahuan keterampilan dan komunikasi tereupetik.Sehingga memudahkan dalam pengumpulan data.Agar asuhan keperawatan dapat berjalan dengan baik, perlu adanya perencanaan yang matang. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan diharapkan adanya kerjasama yang baik dengan klien, keluarag klien dan tim kesehatan lainnya. 3. Institusi Pendidikan Diharapkan study kasus ini dapat meningkatkan mutu dan kualitas tenaga kesehatan serta mengahsilkan tenaga kesehatan yang professional. 59 DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC. Corwin J. Elizabeth (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkw (2009). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM Hakim, DDL.2013. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat (Resusitasi Jantung Paru pada Bayi dan Anak). Jakarta: Badan penerbit IDAIHazinski M,et all.2010 Hand book of emergency cardiovaskular care for healthcare provider . Chicago: American Heart Association. 2010. Tress, Erika E et al. 2010.Cardiac Arrest in Children. Journal of Emergencies,Trauma, 60 and Shock .Ulfah AR. 2010. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta. 2003 AHA Guidelines For CPR and ECC 61