Nama: I Kadek Rinaldy Wirakusuma NIM: 017.06.0020 Topik Kuliah: GDD dan CEREBRAL PALSY Oleh: dr. I Putu Suartawan, Sp.A Cerebral Palsy Cerebral Palsy (CP) adalah gangguan motorik dan postural non-progresif dan juga umumnya menyebabkan disabilitas fisik yang berat pada anak. Cerebral palsy menggambarkan sekelompok gangguan permanen perkembangan gerakan dan postur tubuh, menyebabkan keterbatasan aktivitas yang dikaitkan dengan gangguan non-progresif yang terjadi di otak janin atau bayi yang sedang berkembang. Pada anak-anak, hubungan antara lesi pada sistem saraf pusat dan gangguan fungsi bisa berubah. Abnormalitas pada tonus motorik dapat meningkat selama tahun pertama kehidupan setelah kelahiran. Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasar keterlibatan alat gerak atau ekstremitas (monoplegia, hemiplegia, diplegia, dan quadriplegia) dan karakteristik disfungsi neurologik (spastik, hipotonik, distonik, athetonik, atau campuran). Manifestasi klinik yang tampak seringkali berbeda, tergantung pada usia gestasi saat kelahiran, usia kronologis, distribusi lesi dan penyakit akibat kelainan bawaan. Cerebral palsy tidak disebabkan oleh satu penyebab. Untuk mengetahui penyebab CP perlu digali mengenai hal bentuk cerebral palsy, riwayat kesehatan ibu dan anak serta onset penyakitnya. CP juga bisa terjadi karena kerusakan otak pada bulan-bulan pertama atau tahuntahun pertama kehidupan yang merupakan sisa dari infeksi otak, misalnya miningitis, bakteri atau encephalitis virus atau merupakan hasil dari trauma kepala yang sering diakibatkan karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dan penganiayaan anak. Pada CP kongenital, pada satu sisi lainnya tampak pada saat kelahiran. Pada banyak kasus, penyebab CP kongenital sering tidak diketahui. Beberapa penyebab CP kongenital adalah: a) Infeksi selama kehamilan b) Ikterus neonatorum c) hipoksik iskemik selama proses persalinan d) Stroke e) Sebelum Lahir (pranatal) (Perilaku Ibu, masalahh gizi) f) Saat lahir (perinatal) (Kelahiran yang sulit, asfiksia, Bayi lahir premature) g) Sudah lahir (postnatal) (Kejang, trauma, Infeksi pada selaput/jaringan otak) Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis neurologis. Spastik diplegia, merupakan salah satu bentuk penyakit yang dikenal selanjutnya sebagai cerebral palsy. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan gerakan yang terjadi dan dibagi dalam 4 kategori, yaitu: 1) CP Spastik Merupakan bentuk CP terbanyak (70-80%). Kerusakan terjadi di traktus kortikospinalis (darah dikorteks), anak mengalami kelumpuhan yang kaku, refleksnya menggigil, misalnya refleks moro (salah satu refleks bayi) yang sering terjadi, baik dirangsang maupun tidak dan ada refleks yang menetap padahal seharusnya hilang diusia tertentu tapi masih ada, misalnya refleks menggenggam pada bayi. CP Spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena, yaitu: Monoplegi, kelumpuhan empat anggota gerak tapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari sebelumnya. Quadriplegia, kelumpuhan pada keempat gerakan anggota geraknya, dua kaki dan dua tangan lumpuh. Diplegia, kelumpuhan dua anggota gerak yang berhubungan, biasanya kedua anggota gerak bawah. Misalnya, tungkai bawah tapi dapat pula kedua anggota gerak atas. Hemiplegi, kelumpuhan pada satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis tengah yang didepan atau dibelakang, misalnya tangan kiri, kaki kri. Pergerakan anggota gerak berkurang, fleksi (menekuk) lengan pada siku, lengan tetap mengepal. 2) Koreo-Attentoid Dikenal juga dengan istilah cerebral palsy diskrinetik atau gerak, jadi tangan anak atau kakinya bergerak melengkung- melengkung, sikapnya abnormal dan geraknya infolumenter dengan sendirinya. Refleks neonatalnya menetap. Kerusakan terjadi di ganglia basalis (darah yang mengatur gerakan). 3) Aktaksik Gangguan koordinasi, gerakannya melengkung juga, tapi biasanya gangguan ditulang belakangnya, lehernya kaku dan tampak melengkung. Gangguan ini biasanya menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat sehingga kehilangan keseimbangan yang dapat terlihat saat anak belajar duduk. Kerusakan otaknya disereberum (daerah otak kecil). 4) Distonia Ada yang ototnya kaku dan ada juga yang lemas. Kerusakan otaknya berada pada bagian korteks (bagian lapisan luar otak) dan di ganglia basalis. 5) Balismus Ada gerakan yang tidak terkoordinasi atau involumenter, kadang juga melengkunglengkung. Kerusakan berada diganglia basalis. 6) Campuran Merupakan jenis cerebral palsy dengan semua gabungan jenis diatas, kerusakan ini bisa terjadi didaerah otak mana saja. ada beberapa langkah yang bisa dijadikan acuan untuk mengetahui tanda-tanda cerebral palsy, yaitu : 1. Gejala awal Anak mengalami gangguan perkembangan motorik yang tidak normal, anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang seperti, tengkurap, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan. Terdapat abnormalitas tonus otot, anak dapat terlihat sangat lemas dan ada juga yang mengalami peningkatan tonus setelah 2-3 bulan pertama. Dampaknya anak akan menunjukkan postur abnormal pada satu sisi tubuh. 2. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan perkembangan motorik anak perlu dilakukan dan melihat kembali riwayat medis anak dari mulai kehamilan ibu, proses kelahiran, dan kesehatan anak dalam masa perkembangan. Dapat juga dilakukan pemeriksaan refleks, dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak. 3. Pemeriksaan neuroradiologik Salah satunya adalah dengan melakukan MRI pada kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak serta menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal, ataupun kelainan lainnya. Neuroimaging direkomendasikan dalam evaluasi anak cerebral palsy jika etiologi tidak dapat ditemukan. 4. Pemeriksaan lainnya Beberapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan EEG pada anak-anak yang memiliki riwayat kejang untuk membantu melihat aktivitas elektrik otak dan akan menunjukkan penyakit kejang tersebut. Pengobatan kasual pada cerebral palsy tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini diperlukan teamwork dengan rencana pendekatan kepada masalah individu anak. Anak, orang tua, dokter anak, dokter saraf, ahli terapi fisik, psikiater dan pihak sekolah harus turut serta. secara garis besar , penatalaksanaan penderita cerebral palsy adalah sebagai berikut: 1. Gizi, Masalah pola makan mereka biasanya di awali dari saat lahir dan mereka bisa di identifikasi dini dari lama waktu mengunyah dan menelan jumlah standar makanan dan dibandingkan dengan control berat badan mereka. 2. Terapi obat-obatan, obat pada gangguan motorik cerebral palsy dibatasi, namun tetap harus di berikan utamanya pada bentuk spastic. 3. Terapi aspek orthopaedic, kontribusi orthopedic penting, perencanaan yang hati-hati dari prosedur orthopedic berpengaruh terhadap pengobatan, dan hal tersebut membantu ahli bedah mengedintifikasi pasien lebih dini sehingga mereka dapat merencanakan kemungkinan intervensi yang akan di lakukan bersama. 4. Fisioterapi, tindakan ini harus segera di lakukan secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan di rumah. 5. Pendidikan dan pekerjaan, penderita cerebral palsy dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya. GDD (Global Developmental Delay) Perkembangan yang terlambat (developmental delay) adalah ketertinggalan secara signifikan pada fisik, kemampuan kognitif, perilaku, emosi, atau perkembangan sosial seorang anak bila dibandingkan dengan anak normal seusianya. Seorang anak dengan developmental delay akan tertunda dalam mencapai satu atau lebih perkembangan kemampuannya. Global Delay development merupakan keadaan yang terjadi pada masa perkembangan dalam kehidupan anak (lahir hingga usia 18 bulan). Ciri khas GDD biasanya adalah fungsi intelektual yang lebih rendah daripada anak seusianya disertai hambatan dalam berkomunikasi yang cukup berarti, keterbatasan kepedulian terhadap diri sendiri, keterbatasan kemampuan dalam pekerjaan, akademik, kesehatan dan keamanan dirinya. Terdapat beberapa penyebab yang mungkin menyebabkan Global Delayed Development dan beberapa penyebab dapat diterapi. Oleh karena itu, pengenalan dini dan diagnosis dini merupakan hal yang penting. Beberapa etiologi yang lain diturunkan secara genetik. Penyebab yang paling sering adalah abnormalitas kromosom dan malformasi otak. Hal lain yang dapat berhubungan dengan penyebab GDD adalah keadaan ketika perkembangan janin dalam kandungan. Beberapa penyebab lain adalah infeksi dan kelahiran prematur. Komponen perkembangan yang diperiksa pada anak dengan GDD yaitu: 1. Komponen motorik (kemampuan motorik kasar seperti bangkit berdiri, berguling, danmotorik halus seperti memilih benda kecil). 2. Kemampuan berbicara dan bahasa(berbisik, meniru kata, menebak suara yang didengar, berkomunikasi non verbal misalnya gesture, ekspresi wajah, kontak mata). 3. Kemampuan kognitif (kemampuan untuk mempelajari hal baru, menyaring dan mengolah informasi, mengingat dan menyebutkan kembali, serta memberikan alasan). 4. Kemampuan sosial dan emosi (interaksi dengan orang lain dan perkembangan sifat dan perasaan seseorang). Manifestasi klinis GDD dapat dibagi menjadi gejala neurologis dan non-neurologis. Gejala neurologis yang mencurigakan ke arah GDD misalnya ataksia, gangguan perilaku, demensia, distonia, ensefalopati, epilepsi, gangguan pendengaran, hipotonia/miopati, kelainan pada MRI, neuropati, gangguan gerak bola mata, gangguan psikiatrik, spastisitas, stroke, dan gangguan penglihatan. Adanya dismorfologi, hepatomegali dan lesi kulit harus dicari. Hepatomegali dapat menjadi petunjuk GDD. Kedua pemeriksaan ini harus dilakukan pada GDD. Sebagian besar pemeriksaan pada anak dengan delay development difokuskan pada keterlambatan perkembangan kemampuan kognitif, motorik, atau bahasa. Gejala yang terdapat biasanya : a) Keterlambatan perkembangan sesuai tahap perkembangan pada usianya: anak terlambat untuk bias duduk, berdiri, berjalan. b) Keterlambatan kemampuan motorik halus/kasar c) Rendahnya kemampuan social d) Perilaku agresif e) Masalah dalam berkomunikasi Dalam pengalaman praktik, pemeriksaan laboratorium rutin yang biasa dilakukan adalah darah tepi lengkap dan fungsi tiroid bila belum dilakukan skrining saat bayi lahir. Pemeriksaan fungsi tiroid dapat menemukan diagnosis pada sekitar 4% kasus di negara yang belum melakukan skrining hipotiroid. Cukup banyak kasus hipotiroid yang datang dengan gejala GDD, termasuk kasus hipotiroid subklinis dengan peningkatan TSH sedangkan T4 normal. Beberapa pedoman memberikan rekomendasi diagnosis : a) Pemeriksaan sitogenik b) Pemeriksaan fragile X molecular genetic. c) Pemeriksaan metabolic d) Pemeriksaan neurologis: EEG, MRI Tidak ada terapi khusus bagi penderita GDD, tetapi untuk beberapa keadaan dapat dilakukan penatalaksanaan. Jika ditemukan masalah dalam pendengaran atau penglihatan, dapat dilakukan koreksi. Perlu mengingat bahwa penyebab GDD dapat saja tidak diketahui. Kepekaan terhadap keadaan-keadaan yang dapat membuat keterlambatan perkembangan menolong tenaga medis, orang tua, maupun guru penderita GDD. Daftar pustaka Novak, I., Morgan, C., Adde, L., Blackman, J., Boyd, R. N., Brunstrom-Hernandez, J., ... & Badawi, N. 2017. Early, accurate diagnosis and early intervention in cerebral palsy: advances in diagnosis and treatment. JAMA pediatrics, 171(9), 897-907. Patel, D. R., Neelakantan, M., Pandher, K., & Merrick, J. 2020. Cerebral palsy in children: a clinical overview. Translational pediatrics, 9(Suppl 1), S125. Mithyantha, R., Kneen, R., McCann, E., & Gladstone, M. 2017. Current evidence-based recommendations on investigating children with global developmental delay. Archives of disease in childhood, 102(11), 1071-1076. Imran, Laraib. 2016. Impact Of The Children With Global Developmental Delay On Functions Of A Family Unit. The Explorer Islamabad: Journal of Social Sciences ISSN (2): 291294. Medise, Bernie Endyarni. 2013. Mengenal Keterlambatan Perkembangan Umum Pada Anak. IDAI Jakarta.