DIETETIKA II “Analisis Jurnal Terkait Dietary Cholesterol dengan CVD” Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Dietetika II Disusun Oleh NOVITA FAUZIAH PUTRI 190400540 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA 2020 Analisis Jurnal Terkait Dietary Cholesterol dengan CVD 1. Judul Jurnal : “Dietary Cholesterol and Cardiovascular Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis” 2. Penulis : a. Samantha Berger b. Gowri Raman c. Rohini Vishwanathan d. Paul F Jacques e. Elizabeth J Johnson 3. Sumber : Am J Clin Nutr Tahun 2015 4. Hasil Analisis Jurnal : Berdasarkan analisa jurnal 1 mengenai Hubungan Diet Kolesterol dengan Penyakit Kardiovaskular : Tinjauan Sistematis – Meta Analisis, maka dapat kita ketahui bahwa yang menjadi latar belakang diadakannya penelitian ini adalah adanya rekomendasi untuk mengurangi asupan kolesterol khususnya di negara Amerika Serikat karena asupan kolesterol yang tinggi dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular (CVD). Setelah adanya rekomendasi ini muncul lah publikasi beberapa studi observasional longitudinal dan uji intervensi terkait hubungan antara diet kolesterol dengan penyakit kardiovaskular. Namun terjadi ketidakkonsistenan di antara studi tersebut, karena beberapa studi melaporkan bahwa diet kolesterol dapat menurunkan risiko kardiovaskular, sedangkan beberapa studi lainnya menyatakan bahwa penurunan asupan kolesterol tidak berpengaruh terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Berdasarkan latar belakang diatas, para peneliti ini berkeinginan untuk mengetahui efek dari diet kolesterol terhadap risiko CVD pada orang dewasa yang sehat dengan menggunakan tinjauan sistematis dan meta-analisis. Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah menggunakan tinjauan sistematis dari literatur tahun 1979 hingga Desember 2013 yang mempublikasi diet kolesterol pada manusia dewasa yang diindeks dari MEDLINE, Cochane Central dan Abstrak Biro Pertanian Persemakmuran. Namun, pada pencarian literatur ini tidak dibatasi dengan menggunakan filter desain studi. Pada penelitian ini juga dilakukan referensi silang kutipan dari tinjauan sistematis yang relevan dengan kutipan dari artikel. Metode meta-analisis model efek acak pada penelitian ini digunakan saat terdapat data yang serupa dari 3 atau lebih studi kohort observasi / uji coba dan pada studi observasional, peneliti mensintesis RR/HR/OR yang membandingkan kategori makanan yang kadar kolesterolnya ekstrim tetapi kategori harus sesuai dengan kesamaan dosis asupan kolesterol di semua penelitian. Ketika hasilnya bervariasi, maka penelitian tidak akan digabungkan. Kriteria inklusi penelitian ini adalah studi kohort dan intervensi prospektif yang dilakukan pada orang dewasa yang berusia 18 tahun yang melakukan penghitungan jumlah asupan kolesterol per hari atau per minggu yang berasal dari sumber makanan apapun dan hanya studi berbahasa inggris yang digunakan. Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini yaitu studi kohort cross-sectional, retrospektif, kasus kontrol dan studi lengan tunggal (intervensi tanpa kelompok kontrol). Kemudian penelitian ini juga mengecualikan studi dimana partisipannya memiliki penyakit kronis utama seperti kanker, diagnosis CVD, atau penyakit ginjal kronis. Penelitian juga mengecualikan studi yang dilakukan pada anak-anak, wanita hamil, dan percobaan apa pun yang menggunakan intervensi berupa penurunan berat badan atau program modifikasi gaya hidup. Serta mengecualikan studi yang tidak menilai hubungan antara diet kolesterol dengan risiko CVD. Hasil penelitian pada jurnal ini setelah melakukan identifikasi terhadap 7107 abstrak yang diterbitkan sejak 1979 hingga Desember 2013, lalu dilakukan skrining pada judul dan abstrak, maka diperoleh 543 artikel untuk dilakukan review teks lengkap dan hanya 40 studi yang memenuhi studi kelayakan penelitian ini. Secara garis besar, hasil penelitian studi ini yaitu sebagai berikut : Diet kolesterol secara statistika tidak berhubungan signifikan dengan penyakit arteri koroner (4 kelompok), stroke iskemik (4 kelompok), atau stroke hemoragik (3 kelompok). Diet kolesterol secara statistik signifikan meningkatkan total kolesterol serum secara terus-menerus (17 percobaan) dan kadar LDL (14 percobaan). Peningkatan kadar LDL tidak lagi signifikan secara statistik pada saat dilakukannya intervensi dosis kolesterol melebihi 900 mg/hari. Diet kolesterol secara statistik signifikan meningkatkan kadar HDL secara terus menerus (13 percobaan) dan rasio antara LDL dengan HDL (5 percobaan). Diet kolesterol tidak signifikan mengubah trigliserida serum atau konsentrasi VLDL menjadi sangat rendah. Dari hasil penelitian ini, dapat kita ketahui bahwa tidak ada hubungan antara asupan kolesterol yang lebih tinggi dengan peningkatan risiko kejadian CVD, hal ini dikarenakan jarangnya bukti pada studi kohort yang membatasi kemampuan peneliti untuk melakukan meta-analisis untuk sebagian besar hasil CVD. Pada studi intervensi diperoleh hasil signifikan secara statistik bahwa diet kolesterol akan meningkatkan total kolesterol dan LDL. Namun, peningkatan ini tidak lagi signifikan saat dosis intervensinya 900 mg/hari. Hal ini dikarenakan data mengenai rasio kolesterol LDL ke HDL seiring peningkatan asupan kolesterol terbatas, sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk membantu menafsirkan perubahan risiko CVD pada asupan kolesterol yang lebih tinggi. Kemudian tidak adanya efek pada VLDL / trigliserida seiring dengan bertambahnya dosis diet kolesterol mempunyai mekanisme yang masuk akal untuk mempengaruhi pemilihan makanan tinggi kolesterol. Hal ini dikarenakan kolesterol disintesis dalam tubuh sehingga ada kompensasi untuk penyerapan kolesterol tambahan yang berasal dari makanan dengan pilihan mengurangi sintesis kolesterol. Pada penelitian ini tidak signifikannya hasil diet kolesterol dengan peningkatan risiko CVD disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: Terdapat perbedaan dosis intervensi yang diberikan, pada penelitian ini dosis intervensi disesuaikan dengan rata-rata asupan kolesterol orang Amerika yaitu 350 mg/hari untuk pria dan 240 mg/hari untuk wanita. Terdapat beberapa studi yang memisahkan variasi individu (etnis, status hormonal, obesitas, gangguan lipoprotein dan predisposisi genetik) dalam menanggapi asupan kolesterol dari makanan. Terdapat heterogenitas substansial di antara studi, hal ini dikarenakan studi mengevaluasi berbagai hasil CVD menggunakan campuran metrik untuk mengukur risiko penyakit dan menggunakan berbagai perancu potensial dalam analisis multivariabel. Tetapi hanya sedikit studi yang disesuaikan untuk variabel diet yang berpotensi perancu seperti serat, energi, dan lemak jenuh. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pengaruh diet kolesterol pada risiko CVD tidak dapat disimpulkan atau masih belum jelas karena studi yang ditinjau pada penelitian ini heterogen dan tidak memiliki ketelitian metodologis. Hasil intervensi menunjukkan hasil yang signifikan secara statistik terhadap kadar kolesterol total, LDL dan HDL dengan membandingkan dosis intervensi 500-900 mg/hari pada diet kolesterol terhadap dosis kontrol. Penurunan asupan kolesterol telah direkomendasikan untuk mencegah insiden CAD atau mengoptimalkan hasil klinis, namun kurangnya data longitudinal (observasional atau uji coba) untuk mendukung rekomendasi ini. Maka dari itu, pentingnya diadakan studi observasional longitudinal dengan pemaparan eksposur dan kontrol yang tepat untuk potensi perancu diet dan uji coba jangka panjang seharusnya dilakukan untuk memeriksa asupan kolesterol antara 300 makanan dan 500 mg/hari sehingga dapat menguji peran potensial dari pilihan makanan khas asupan kolesterol pada hasil klinis. Analisis Jurnal Terkait Dietary Cholesterol dengan CVD 1. Judul Jurnal : “Dietary Cholesterol and Atherosclerosis” 2. Penulis : Donald J. McNamara 3. Sumber : Biochimica et Biophysica Acta Tahun 2000 4. Hasil Analisis Jurnal : Berdasarkan analisa jurnal 2 mengenai Diet kolesterol dengan Aterosklerosis, maka dapat kita ketahui bahwa hubungan antara diet kolesterol dengan penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi topik pembicaraan yang intens dalam penelitian dan menjadi perdebatan yang cukup besar sejak abad ke-20. Konsep mengenai asupan kolesterol yang tinggi berkontribusi terhadap hiperkolesterolemia dan risiko penyakit jantung koroner ini juga telah menjadi bagian penting dari kebijakan kesehatan masyarakat dan rekomendasi pola makan di Amerika Serikat lebih dari 30 tahun. Lalu pada tahun 1970-an disebutkan bahwa asupan kolesterol dibatasi dalam makanan masyarakat umum dan sangat dibatasi jumlahnya dalam diet orang dengan hiperkolesterolemia. Pembatasan ini didasarkan atas 3 bukti, yaitu : Penelitian pada hewan yang menunjukkan bahwa pola makan tinggi kolesterol menginduksi hiperkolesterolemia dan atherosklerosis pada beberapa spesies. Survei epidemiologis yang melaporkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pemilihan makanan yang berkolesterol dengan insidensi penyakit jantung koroner. Pengamatan klinis yang menyatakan bahwa pemberian makanan berkolesterol meningkatkan kadar kolesterol plasma. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, sejumlah organisasi mulai merekomendasikan pembatasan asupan kolesterol untuk populasi dalam upaya mengurangi kadar kolesterol plasma dan risiko penyakit jantung koroner. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan terkait respon kolesterol plasma dengan diet kolesterol memiliki hasil yang sangat bervariasi pada keseluruhan spesies hewan. Respon kolesterol plasma pada kelinci sangat rentan terhadap pola makan tinggi kolesterol, sedangkan pada tikus dan anjing hanya menunjukkan sedikit perubahan kolesterol total plasma bahkan dengan diet tinggi kolesterol. Pada primata-non manusia juga didapatkan hasil yang sangat beragam terhadap respon kolesterol dalam makanan dan pada sebagian besar spesies hanya dengan dosis kolesterol dalam makanan yang sangat tinggi (0.5-2 mg/kcal atau 1250-5000mg/2500 kcal) yang dapat mengiinduksi terjadinya hiperkolesterolemia dan atherosklerosis. Kemudian sebagian besar hewan juga memiliki profil lipoprotein plasma yang sangat signifikan berbeda jika dibandingkan dengan manusia. Sehingga dengan adanya perbedaan spesies dalam merespon diet kolesterol, adanya perbedaan dosis farmakologis diet kolesterol dalam penelitian, dan perbedaan profil lipoprotein plasma pada hewan, membuat hasil penelitian pada hewan ini sulit untuk diterapkan pada manusia. Pada survei epidemiologi, secara historis menyatakan bahwa lintas budaya telah menjadi bukti terkuat hubungan diet kolesterol dengan penyakit jantung koroner (PJK). Hal ini dikarenakan banyak studi epidemiologi yang melaporkan bahwa asupan kolesterol dalam makanan dan kolesterol total plasma signifikan berhubungan dengan penyakit jantung koroner (PJK). Namun hasil studi epidemiologi ini juga secara jelas menggambarkan bahwa terdapat 2 variabel perancu yang secara signifikan berdampak pada pemahaman tentang hubungan antara diet dengan faktor risiko PJK, yaitu diet kolesterol dan pola konsumsi buah, biji-bijian dan sayuran yang rendah. Diet kolesterol dianggap sebagai variabel perancu karena terkadang variabel ini berkorelasi dengan kejadian PJK, tetapi setelah dilakukan analisis multivariat dengan menambahkan asupan lemak jenuh dalam analisis, maka peran diet kolesterol tidak lagi berhubungan secara signifikan dengan kejadian PJK. Kemudian pola konsumsi buah-buahan, biji-bijan dan sayuran yang rendah akan membuat rendahnya asupan vitamin dan antioksidan yang rendah. Hubungan antara diet kolesterol dengan penyakit jantung koroner (PJK) dari beberapa studi yang dilakukan masih belum memberikan bukti yang signifikan / meyakinkan terkait hubungan diet kolesterol dengan kejadian penyakit jantung koroner. Namun Willet baru-baru ini merangkum hasil dari 20 calon studi kohort tentang faktor terkait makanan tinggi kolesterol dengan risiko PJK dan beliau pun mencatat bahwa kolesterol pada makanan akan terbukti signifikan jikan dikaitkan dengan CHD hanya pada 2 penelitian dan pelaporannya menggunakan analisis regresi sederhana. Peninjauan mengenai hubungan konsumsi telur dengan risiko terjadinya penyakit jantung koroner (PJK) juga dilakukan oleh beberapa studi penelitian. Hal ini dikarenakan 1/3 asupan kolesterol di Amerika berasal dari telur yang memiliki kandungan kolesterol yang tinggi dan rendah lemak jenuh, sedangkan 2/3 lainnya berasal dari produk hewani lain yang memberikan kontribusi berupa tinggi kandungan kolesterol dan lemak jenuh. Hasil dari sebagian besar studi menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan terhadap risiko kejadian penyakit jantung koroner (PJK). Tetapi data dari studi 7 negara yang merupakan survei epidemiologi melaporkan adanya korelasi positif antara hubungan asupan kolesterol total dan angka kematian penyakit jantung koroner pada seluruh populasi. Namun pada analisis serupa mengenai hubungan konsumsi telur dengan angka kematian penyakit jantung koroner menunjukkan hubungan yang negatif. Hal ini dikarenakan studi yang dilakukan 7 negara terkait hubungan antara hubungan asupan kolesterol total dan angka kematian penyakit jantung koroner, sebagian besar dijelaskan dengan hubungan antara kalori lemak jenuh dan kadar kolesterol dalam makanan pada diet tinggi produk hewani. Hubungan efek independen dari diet kolesterol dengan risiko kejadian PJK dijealaskan oleh beberapa studi, misalnya sebuah studi menyatakan bahwa pada populasi yang berbeda memili tingkat risiko PJK yang berbeda pula. Kemudian pada studi lain juga menyebutkan bahwa nilai CSI yang tinggi ternyat tidak menjadi penyumbang resiko PJK jika melakukan diet yang mengandung tinggi buah dan sayur. Demikian pula dalam studi Irlandia-Boston, kasus PJK memiliki skor nabati yang lebih rendah dan skor makanan hewani memiliki skor yang lebih tinggi. Sehingga data ini sesuai dengan konsep hubungan diet penyakit jantung yaitu apa yang terkandung dalam makanan serta apa yang hilang dari makanan, salah satu cara koreksi yang tepat untuk variabel perancu adalah faktor-faktor apa saja yang dapat memvalidasi asosiasi diet dengan PJK. Uji klinis yang dilakukan secara langsung terkait efek kolesterol pada makanan dengan aterosklerosis tidak mungkin dilakukan, sehingga penelitian telah menyelediki efek kolesterol dalam makanan terhadap lipid plasma, lipoprotein, kolesterol endogen dan metabolisme lipoprotein. Berdasarkan tiga studi penelian yang telah dilakukan menemukan bahwa diet kolesterol tidak memberikan pengaruh terhadap lipoprotein postprandial atau pada plasma untuk memfasilitasi aliran kolesterol pada sel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa diet kolesterol memiliki efek negatif dan tidak signifikan terhadap peningkatan setiap kandidat atherogenic particles baik akut maupun kronik. Studi penelitian lain melaporkan bahwa pemberian makanan yang tinggi kolesterol akan meningkatkan plasma sel dalam kultur. Sehingga data ini tidak dapat memberikan bukti bahwa pemilihan diet kolesterol dpaat menginduksi produksi lipoprotein aterogenik atau menghambat pengangkutan kolesterol terbalik. Secara garis besar, selama 2 dekade terakhir telah ada angka laporan dari uji klinis diet kolesterol, survei epidemiologis, prospektif studi dan meta-analisis dari berbagai uji lemak pada makanan. Dimana hasilnya memiliki pengaruh kecil namun signifikan pada kadar kolesterol (0,022-0,027 mg/dl per mg kolesterol) yang memiliki arti kecil dibandingkan dengan risiko penyakit jantung koroner. Data epidemiologi dari populasi besar secara konsisten menunjukkan bahwa kolesterol pada makanan memiliki sedikit pengaruh terhadap kejadian PJK. Namun belum ada studi yang memvalidasi “efek independen” dari diet kolesterol pada risiko PJK dan pengamatan ini sebenarnya bisa lebih mudah diperhitungkan karena perancu pola makan kovariabel. Penemuan lain juga mengungkapkan bahwa kolesterol dalam makanan berhubungan positif dengan kolesterol LDL dan HDL, pada sedikit perubahan rasio LDL : HDL memberikan interpretasi yang berbeda dimana survei logis gagal mendeteksi hubungan antara kolesterol makanan dengan risiko kejadian PJK karena tidak adanya perubahan risiko yang dapat diukur. Hasil studi lain menyatakan bahwa terdapat bukti bagus untuk menunjukkan bahwa tidak semua peningkatan kadar kolesterol total dalam plasma berhubungan dengan risiko PJK dan perubahan aterogenik, sehingga partikel lipoprotein anti-atergenik adalah penentu utama perubahan risiko PJK. Kesimpulan dari penelitian ini adalah 30 tahun terdapat 3 hasil pengamatan yang mendukung rekomendasi untuk membatasi konsumsi kolesterol epidemiologi lintas menjadi budaya <300 mg/hari, menggunakan yaitu analisis studi regresi sederhana dimana data menunjukkan hubungan positif antara kolesterol dengan kejadian PJK; studi yang dilakukan pada hewan menunjukkan bahwa pada beberapa spesies menunjukkan hasil bahwa diet kolesterol menurunkan hiperkolesterolemia dan tingkat aterosklerosis; eksperimen bangsal metabolisme menunjukkan hasil bahwa asupan kolesterol yang tinggi meningkatkan kadar kolesterol dalam plasma. Sebagian besae rekomendasi ini didasarkan pada prinsip kehati-hatian yang menyatakn bahwa kapan informasi tentang risiko tidak pasti, sehingga lebih bijaksana jika asumsikan yang terburuk. Faktanya, data yang terbatas untuk mendukung rekomendasi ini membuat kebingungan publik dengan pola makan dan masalah kesehatan yang terus berubah. Salah satu masalahnya adalah memberikan rekomendasi yang kuat dengan dukungan data yang lemah akibat seringnya perubahan yang dilakukan. Rekomendasi kesehatan masyarakat bisa menjadi dogma tanpa bukti ilmiah dan akhirnya masyarakat menjadi kebal terhadap perdebatan dan evaluasi ulang. Sehingga saran tersebut diterima secara luas di mana tidak ada lagi yang diperlukan bagi mereka yang membuat rekomendasi untuk membuktikan validitasnya tetapi hal tersebut diserahkan kembali kepada mereka yang mempertanyakan batasan untuk membuktikan bahwa itu ilmiah atau tidak.