NAMA : MEI PURWANINGRUM NIM : 031391334 MAKUL : HUKUM PIDANA DAN ACARA PIDANA 1. A) Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Atau keseluruhan hukum yang menunjuk perbuatan apa saja yang dapat dipidana, apa syaratsyaratnya dipidana, siapa dapat dipidana dan bagaimana pidananya. B) tujuan hukum pidana yang paling mendasar adalah memperbaiki orang-orang yang sudah melakukan kejahatan agar tidak mengulangi perbuatannya. Atau dimaksudkan untuk melindungi individu dari kesewenang-wenangan penguasa. Namun kemudian bergeser, bahwa keberadaaan hukum pidana dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan. C) Fungsi hukum pidana secara umum yaitu fungsi hukum pidana sama saja dengan fungsi hukum-hukum lain pada umumnya karena untuk mengatur hidup dalam kemasyarakatan atau menyelenggarakan suatu tata dalam masyarakat. 2. A) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: 1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) UUD 1945 adalah hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan. UUD 1945 merupakan peraturan tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan nasional. 2) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR) Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR meliputi Ketetapan MPR Sementara dan Ketetapan MPR yang masih berlaku. Sebagaimana dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ketetapan MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPR Sementara dan MPR 1960 sampai 2002 pada 7 Agustus 2003. Baca juga: DPR Sahkan 91 UndangUndang Selama Masa Bakti 2014-2019 Berdasarkan sifatnya, putusan MPR terdiri dari dua macam yaitu Ketetapan dan Keputusan. Ketetapan MPR adalah putusan MPR yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis. Keputusan adalah putusan MPR yang mengikat ke dalam majelis saja. 3) UU atau Perppu UU UU adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan persetujuan bersama Presiden. Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Mekanisme UU atau Perppu adalah sebagai berikut: Perppu diajukan ke DPR dalam persidangan berikut. DPR dapat menerima atau menolak Perppu tanpa melakukan perubahan. Bila disetujui oleh DPR, Perppu ditetapkan menjadi UU. Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Baca juga: Plt Menkumham: Perlu Revisi 23 Undang-Undang untuk Pindah Ibu Kota 4) Peraturan Pemerintah (PP) PP adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan UU sebagaimana mestinya. PP berfungsi untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. 5) Peraturan Presiden (Perpres) Perpres adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan. 6) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Perda Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Termasuk dalam Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku di Provinsi Aceh dan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. 7) Perda Kabupaten atau Kota Perda Kabupaten atau Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD Kabupaten atau Kota dengan persetujuan bersama Bupati atau Walikota. Termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten atau Kota di Provinsi Aceh. B) Peraturan perundang undangan lain adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (atau disingkat Perpu atau Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. 3. A) Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat kodrati. Dalam praktiknya, tujuan dari kesetaraan gender adalah agar tiap orang memperoleh perlakuan yang sama dan adil dalam masyarakat, tidak hanya dalam bidang politik, di tempat kerja, atau bidang yang terkait dengan kebijakan tertentu. Untuk menghindari komplikasi, jenis kelamin selain laki-laki dan perempuan. B) Maksud dari kebijakan Hukum Pidana Sebagai Fondasi Pembaharuan adalah pembaharuan hukum pidana Indonesia yang berkeadilan gender sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman dan juga mengakomodasi aspirasi masyarakat Indonesia pada umumnya. Penanggulangan tindak pidana yang didasarkan atas ketimpangan gender, yaitu kekerasan seksual, dapat dilakukan dengan sarana penal (penal policy) melalui kebijakan formulasi, kebijakan aplikasi, dan kebijakan eksekusi. Kebijakan formulasi digunakan untuk mewujudkan hukum yang berperspektif gender dan mengutamakan keadilan gender. Undang-undang yang mengatur hukum pidana dapat dirancang menggunakan konsep khusus (lex specialis) yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual, baik dari aspek hukum materiil maupun hukum formil. Adapun kebijakan aplikasi, model pembaharuannya dilakukan oleh aparatur hukum dan dapat bekerja sama dengan masyarakat, dengan memiliki komitmen bersama dalam melawan segala bentuk tindak pidana yang berbasis ketimpangan gender. Sedangkan dalam kebijakan eksekusi, pemerintah dituntut untuk tegas dan tanpa ada sikap diskriminatif berdasarkan gender maupun pandangan yang merendahkan perempuan dalam melaksanakan tuntutan hukum yang telah diformulasikan maupun yang diputuskan oleh pengadilan. 4. A) Sedangkan menurut beberapa ahli hukum tindak pidana (strafbaar feit) adalah adalah perbuatan seseorang yang diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan yang bagi pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. B) Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah : Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan) Diancam dengan pidana (statbaar gesteld) Melawan hukum (onrechtmatig) Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband staand)